FRATER CMM 3/11
| TANTANGAN BAGI KAUM RELIGIUS | BANTUAN SUKARELA DALAM PERSAUDARAAN | SUMBER AIR KEHIDUPAN | KEMBALI DI INDONESIA | KELUARGA VINSENSIAN | HARI KAUM YUNIOR DI KUPANG | AKSI KENYA 1
DAFTAR ISI
KOLOM PEMIMPIN UMUM
4
MENGENAI FRATER ANDREAS
5
MAKLUMAT MISI
Kolofon
Belaskasih terdapat di setiap waktu dan di setiap tempat.
Fraters CMM, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan Kongregasi Frater CMM. Langganan gratis dapat diminta pada alamat Kontak di bawah ini.
Belaskasih merupakan inti setiap agama di dunia: agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam. Gerakan belaskasih meninggalkan jejak dalam sejarah. Pelbagai bentuk penampilan gerakan belaskasih merupakan ungkapan masyarakat dalam mana belaskasih telah lahir, dan tentang spiritualitas yang mendukungnya. Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih, berakar dalam semangat belaskasih Kristiani.
Redaksi: Rien Vissers (ketua redaksi), Frater Edward Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater Lawrence Obiko, Frater Ronald Randang, Frater Jan Smits, Peter van Zoest (redaktur terakhir) Rencana tata:
Heldergroen www.heldergroen.nl
Dicetak:
Percetakan Kanisius, Yogyakarta
Kontak:
Frater CMM Jalan Ampel 6, Papringan Yogyakarta 55281
[email protected] www.cmmbrothers.org
e-mail: webside:
Terjemahan: Frater Pieter-Jan van Lierop, Frater Jan Koppens
Foto sampul depan: ‘Flashmob’ di Eindhoven, sebagian dari aksi para murid Kolese Sint-Joris untuk karya CMM di Kenya (lihat hal. 18).
Anak yang hilang, Rembrandt 2
Foto sampul berlakang: Danau Eibsee’, Beieren, Jerman (foto: Fr. Ad de Kok).
TANTANGAN BAGI KAUM RELIGIUS
6
BANTUAN SUKARELA
7
8
BERITA PENDEK
REDAKSI MENULIS Pada waktu Frater CMM ini diterbitkan, pemudapemudi dari Brasil, Indonesia, Kenya, Tanzania dan Timor Leste berada di Tilburg. Mereka, yang berjumlah 100 orang, berasal dari negara-negara di mana para Frater CMM bekerja. Dari tanggal 5 sampai 13 Agustus mereka menyiapkan diri di Tilburg untuk Hari Pemuda Sedunia Katolik, yang berlangsung di Madrid (Spanyol) dari tanggal 15 sampai 21 Agustus. Sebagai ‘duta-duta persaudaraan seluas dunia’ mereka memberikan kesaksian dengan cara tersendiri mengenai kharisma kongregasi. Hari Pemuda Sedunia yang lalu di Sydney (15 sampai 21 Juli 2008) merupakan alasan bagi Frater CMM untuk memulai proyek duta-duta internasional. Tujuan adalah: menggerakkan kaum muda supaya mereka memperjuangkan ‘gerakan belaskasih dan persaudaraan’ seluas dunia. Dalam terbitan berikutnya akan dilaporkan secara panjang lebar mengenai perjumpaan duta-duta yang besar itu. Dalam Frater CMM ini dilaporkan mengenai persiapan terakhir dari kelompok duta Brasil. Di samping itu ada banyak berita pendek dari dunia kongregasi, yang semakin internasional. Hal-hal yang menonjol adalah pelbagai berita mengenai pertemuan-pertemuan dalam mana direnungkan identitas hidup religius. Hal ini terjadi dalam sidang para pemimpin umum di Roma, dan dalam suatu pertemuan para frater yunior di Indonesia, bahkan dalam retret kaum muda. Seorang frater Indonesia yang membimbing muda-mudi dalam sebuah retret, menyadari bahwa motivasi panggilannya harus dimurnikan dan diperdalam. Pendek kata: hidup religius tetap bergerak. Ada peribahasa yang mengatakan: “Air yang tak mengalir, pasti membusuk”. Begitulah juga hidup religius. Karena itu belaskasih dan persaudaraan harus tetap bergerak.
SUMBER AIR KEHIDUPAN
11
KELUARGA VINSENSIAN
14
KEMBALI DI INDONESIA
12
HARI KAUM YUNIOR DI KUPANG
15
AKSI KENYA MURID-MURID EINDHOVEN MENGHASILKAN 40.000 EURO
18
BERITA PENDEK IN MEMORIAM
23
19
SUMBER
3
Kolom PEMIMPIN UMUM
Pada tanggal 1 juli 2011, Prof. Dr. Annelies van Heijst berpidato dalam rangka penerimaan jabatan sebagai profesor di bidang Perawatan, Budaya dan Karitas di Universitas Tilburg. Ia menerangkan belaskasih dalam perawatan di masyarakat Belanda. Tema ini menonjol, sebab seorang profesor biasanya sibuk dengan ilmu. Orang berpikir bahwa belaskasih tidak berkaitan dengan ilmu. Apalagi kata belaskasih bukan kata harian dan kurang diungkapkan. Profesor berpendapat bahwa belaskasih dalam perawatan harus lebih diperhatikan. Ia prihatin. Perawatan yang dilakukan semakin profesional, dan karena penambahan peraturan terdapat bahaya bahwa pertahian bagi pribadi pasien terlalu dinomorduakan. Orang sering mengeluh mengenai kenyataan ini. Profesor Van Heijst menganjurkan agar perawatan dilakukan dalam semangat ‘kasih terhadap manusia’, sehingga para perawat menolong penuh belaskasih orang-orang yang perlu dirawati. Hal ini berarti bahwa para perawat terbuka bagi kebutuhan-kebutuhan sesama dan merawati mereka dengan perhatian penuh cintakasih. Anjurannya erat hubungannya dengan salah satu kata kunci spiritualitas kita: belaskasih. Belaskasih harus semakin mewarnai dunia perawatan. Ini menyangkut sikap dasar, yang melatarbelakangi cara kita bergaul dengan orang-orang lain. Ada bahaya bagi kita semua, bahwa kita memandang sesama sebagai obyek berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan diri kita sendiri. Kalau kita bekerja berdasarkan sikap belaskasih, kita menghindari hal itu, dan karena itu baiklah kita diingatkan akan hal itu. Di akhir pekan sesudah pidato Annelies van Heijst, saya
4
mempunyai giliran untuk membawa renungan waktu Misa di generalat. Dalam renungan ini kerendahan hati merupakan kata kunci bagi saya. Kata itu tidak biasa digunakan. Dalam Injil dibacakan bahwa Yesus menghadapi sesama dengan lemah-lembut dan rendah hati. Menurut saya, sikap rendah hati itu juga penting di dunia perawatan. Bukan orang yang membutukan bantuan harus memperkecil diri, melainkan kita harus memperkecil diri dan menunduk kepala kita penuh hormat terhadap pasien itu. Dengan demikian bukan kita yang menjadi pusat perhatian melainkan sesama kita. Sebaiknya dalam pendidikan keperawatan diberikan perhatian pada sikap dasar rendah hati, demi perkembangan belaskasih di dunia perawatan. Sebenarnya bukan hanya di dunia perawatan ...
Frater Broer Huitema
MENGENAI FRATER ANDREAS
BERMAIN DENGAN KATA Frater Andreas adalah ahli bahasa. Setiap hari ia menggunakan empat bahasa. Sekolahnya Ruwenberg memakai dua bahasa. Diatur dengan ketat kapan digunakan bahasa Belanda dan kapan bahasa Perancis. Frater Andreas berhak untuk memberikan pelajaran bahasa Perancis dan Jerman. Kedua bahasa itu ia kuasai dengan baik. Di samping itu ada doa ofisi yang waktu itu masih didoakan dalam bahasa Latin. Para konfraternya merasa iri hati atas kelancaran Frater Andreas dalam hal pindah dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Syukurlah bahwa di bidang dalam mana banyak orang mempunyai kesulitan, terdapat seorang konfrater yang bertalenta di bidang itu dan sekaligus bersikap sabar. Hal ini menerangkan mengapa Frater Andreas sering diingat sebagai ‘seorang bahasa’. Diketahui bahwa kata-kata dan cerita-cerita kecil tertentu dicatat olehnya dalam buku tulis kecil, agar tidak dilupakan. Ia suka bermain dengan kata-kata, bahkan dengan namanya sendiri ‘Andreas’. Ia mengubah bunyinya menjadi: ‘andrejas’. ‘And’re Jas’ (dalam bhs. Belanda berarti: ‘jas yang lain’. Ia menerjemahkan dengan penuh semangat, dan berhari-hari ia bisa mencari suatu terjemahan yang tepat. Ia merasa kesal akan kesalahan dalam terjemahan dan kesalahan berat lain yang melawan tata bahasa. Kenyataan bahwa seorang frater di De Ruwenberg harus menggunakan dua-tiga bahasa mengakibathan macammacam masalah. Frater-frater muda yang kurang cakap berbicara bahasa Perancis merasa terisolir, atau mereka kurang mampu mengungkapkan perasaan mereka dengan
tepat. Ada cerita bagaimana Frater Andreas menyelesaikan masalah-masalah komunikasi semacam itu. Seorang frater muda, yang harus menjaga calon-calon imam waktu rekreasi siang, menemukan bahwa salah seorang calon bersikap nakal. Ia menghadapi Frater Andreas untuk bertanya bagaimana ia harus menghukum anak yang nakal itu. Menurut tradisi, pada jam rekreasi itu para frater berbahasa Perancis. Dengan sabar Frater Andreas mendengar apa yang disampaikan oleh frater muda yang emosional itu. Lalu ia mengatakan: “Coba ceritakan itu sekali lagi dalam bahasa Belanda, Saya duga bahwa kamu merumuskannya terlalu keras dalam bahasa Perancis.” Frater Andreas bukan saja menyampaikan bahwa ‘kata tepat’ amat penting, tetapi juga bahwa ‘sikap tepat’ amat penting. Beralih dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain bisa memberi kesempatan untuk melepaskan rasa emosional dan tahu mengampuni: dari kemarahan ke belaskasih, dari sikap manusiawi ke sikap yang berkenan pada Allah. Charles van Leeuwen
Salah satu foto tertua dari Frater Andreas (depan, orang ketiga dari kanan) di Ruwenberg. 5
kort nieuws INTERNASIONAL
TANTANGAN BESAR
BAGI KAUM RELIGIUS SELUAS DUNIA Kaum religius dihadapkan pada perubahan sosial dan budaya yang amat besar, sehingga mutlak perlu identitas dan peranan kenabian religius ditinjau kembali. Hal ini disimpulkan oleh 180 pemimpin ordo dan kongregasi dari seluruh dunia dalam pertemuan di Roma, yang dilangsungkan dari 25 sampai dengan 27 Mei 2011. Pertemuan Perhimpinan Pemimpin Umum (USG) ini, yang berlangsung setiap setengah tahun, diikutsertakan oleh pemimpin umum Frater CMM, Frater Broer Huitema, dan seorang anggota dewan umum Frater Ronald Randang. Pada pertemuan tiga hari itu dibicarakan sifat kenabian hidup religius. Tema adalah: ‘Identitas dan makna kenabian hidup bakti’. Para pemimpin berbicara mengenai globalisasi, sekularisasi, kecenderungan untuk berkonsumsi dan kemajuan teologis, akan tetapi terutama mengenai masa depan hidup religius.
‘Tanda-tanda zaman’ Dalam pertemuan itu Pater Paswcual Chávez SDB, pemimpin umum Salesian Don Bosco dan juga ketua USG, menekankan bahwa kesaksian kaum religius termasuk tradisi yang lama dari hidup bakti. Ia menambah: “Akan tetapi sekaligus para religius harus selalu peka akan tanda-tanda zaman”. Suster asal Amerika, Mary Lou Wirtz FCJM, pemimpin umum Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria dan ketua Perhimpunan Internasional Para Pemimpin Suster (UISG), menyatakan: “Hidup religius harus menghadapi tantangan-tantangan besar dalam proses mencari identitas yang baru dan mencari kesadaran yang baru dalam dunia yang sedang berubah.” Ia menekankan bahwa para religius ditantang untuk memberikan kesaksian yang lebih kuat, untuk bekerja sama dengan lebih efisien dan untuk melibatkan lebih banyak awam dalam perutusan mereka.
Peter van Zoest
Pascual Chávez SDB Ketua Perhimpunan Pemimpin Umum. 66
belanda
BANTUAN SUKARELA DALAM PERSAUDARAAN Bantuan sukarela adalah perhatian khusus terhadap orang yang sakit kronis, yang cacad dan mereka yang membutuhkan pertolongan dari orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengan mereka: anggota keluarga, sahabat, kenalan dan tetangga. Hal ini menyangkut bantuan yang harus berlangsung lama dan tidak dibayar. Juga di komunitas-komunitas CMM diberikan bantuan sukarela. Bapak Henk van de Wal, anggota asosiasi CMM yang bekerja di Wisma Lansia Joannes Zwijsen di Tilburg, dimana terdapat komunitas CMM, memberikan laporan tentang itu. Dulu ada kebiasaan di Belanda bahwa orang-orang lansia tinggal di rumah keluarganya, didampingi dan dirawat oleh anak-anak mereka. Karena perkembangan yang baru, penambahan kemakmuran dan kebutuhan akan lebih banyak orang untuk menunjang perkembangan ekonomi, maka dibangun wisma-wisma perawatan bagi orang-orang jompo dan mereka yang membutuhkan pertolongan. Di zaman ini, pemerintah secara terpaksa harus mengambil tindakan penghematan, dan juga uang untuk wisma-wisma ini dikurangi, begitu pula jumlah personalia. Supaya para pasien dirawati dan memperoleh hiburan secukupnya, maka semakin dilibatkan anggota keluarga atau kenalan sebagai tenaga sukarelawan.
Perhatian khusus Juga dalam Wisma Joannes Zwijsen, dimana terdapat komunitas frater jompo, tenaga sukarela semakin dilibatkan. Begitulah sesama frater mengantar konfraternya yang ada di kursi roda ke kapel, ruang makan atau ruang rekreasi. Frater-frater membantu di bagian perawatan intensif, di mana sekarang dua frater diopname, dengan menyuapi mereka. Di ruang rekreasi khusus frater-frater membantu pada waktu para perawat sibuk dengan menyiapkan para pasien untuk tidur. Atau terdapat frater-frater dari komunitas sendiri atau komunitas lain yang mengunjungi konfraternya yang membutuhkan perhatian khusus.
Gerak jalan selama tiga hari Di komunitas Joannes Zwijsen para frater semakin tua, maka juga semakin sulit mencari sukarelawan dari komunitas sendiri. Pada waktu diselenggarakan gerak jalan selama tiga hari, yang juga terbuka bagi orang yang berkursi roda, tidak ada cukup sukarelawan untuk membantu. Maka kami minta bantuan dari fraterfrater dari komunitas lain untuk membantu sebagai penghantar. Karena itu enam frater yang berkursi roda dapat berpartisipasi dalam gerak jalan itu. Mereka
Gerak jalan selama tiga hari di Tilburg.
dibantu oleh enam frater dari komunitas Joannes Zwijsen, De Vuurhaard dan Generalat. Waktu gerak jalan itu, yang berlangsung selama dua jam, para pasien dapat keluar wisma dan dengan demikian mendobrak rutinitas sehari-hari. Di tengah perjalanan ada saat istirahat untuk minum kopi atau teh serta makan snack dan eskrim. Gerak jalan selama tiga hari ini diakhiri secara meriah dengan suatu acara yang diiringi oleh seorang pemain akordeon dan penyerahan bunga-bunga mawar dan vandel-vandel kecil sebagai tanda penghargaan.
Perhatian untuk saling membantu Saling memperhatikan, mempedulikan para konfrater, hal itu sungguh termasuk spiritualitas CMM. Dalam Konstitusi CMM dapat dibaca: ‘Cinta kasih yang hidup di antara kita, kita wujudkan secara khusus, dengan memperhatikan sesama frater yang sakit, yang lanjut usia atau cacat.’ (Konst. I, 91). Tetap kita harus menyadari pertanyaan dari Kitab Kejadian 4,9: ‘Apakah aku penjaga adikku?’. Bila dilakukan, maka sesama dapat mengalami perlindungan dan kehangatan Allah. Henk van de Wal 7
BERITA kort PENDEK nieuws
SEORANG FRATER MENULIS MENGENAI PERUBAHAN ZAMAN Berhubungan dengan pesta emasnya, tanggal 29 Agustus 2010, Frater Henrique Matos menerbitkan tiga buku dalam bahasa Portugis yang berjudul: Seorang religius dalam zaman yang berubah. Jilid ketiga diterbitkan permulaan 2011. Ia menggambarkan perobahan radikal yang berlangsung waktu hidupnya dalam masyarakat, gereja dan hidup religius. Baru-baru ini, seorang ahli teologi Brasil yang terkenal, João Batista Libanio SJ, telah menulis suatu resensi mengenai teribitan-terbitan itu di majalah sejarah gereja dan majalah teologi. Ia menyebut karya ini “sebuah kidung terima kasih dari pengarang”, dengan alasan: “Ia, yang menerima begitu banyak kebaikan dan cintakasih, ingin memberikan itu kembali kepada keluarganya, sahabat dan mahasiswanya dan melalui itu memberikan
kesaksian tentang belaskasih Allah. Frater Henrique menulis mengenai penghargaannya yang besar terhadap keluarga asal, kongregasinya dan orang-orang penting yang turut bertanggung jawab atas perkembangannya secara intelektual dan rohani serta pengertian akan hidup religius.”
HARI PROVINSI DI TILBURG Pada tanggal 20 Mei 2011, di Wisma Joannes Zwijsen di Tilburg berlangsung hari provinsi CMM bagi para frater dan anggota asosiasi di Belanda. Dalam kata sambutannya pemimpin provinsi Frater Jan Koppens mengutarakan bahwa dalam serikat yang semakin tua cukup penting untuk saling memegang dan tetap saling memperhatikan. Contoh-contoh klasik dalam hal ini adalah Yesus dan Maria: “Dalam pergaulan Yesus dengan murid-murid-Nya dan cara Ia memperhatikan manusia, terutama mereka yang tersingkir, Ia menunjukkan apa yang penting: menjadi saudara/saudari orang konkrit yang kita temui. Bila demikian terjadi, maka anda sendiri tidak terlalu penting lagi, melainkan sesamalah yang
Bruder Isaac Majoor OCSO.
8
dijumpai. Perjumpaan macam iitu menjadi waktu penuh rahmat.” Dan mengenai Maria: “Ia melayani, bersikap sederhana, memperhatikan kebutuhan sesama, tetap setia – juga dalam penderitaan – dan mencari inspirasi dalam perhimpunan melalui keheningan dan doa.” Seorang trapis, Isaac Majoor, prior biara Santa Maria Koningshoeven di Berkel-Enschot dan serentak direktur pabrik bir ‘De Koningshoeven’, diundang untuk berbicara mengenai tema ‘Persaudaraan dalam serikat yang semakin tua’. Berdasarkan pengalamannya sebagai religius ‘muda’ – 59 tahun – yang hidup dalam komunitas yang terdiri atas 17 anggota yang semakin tua, ia menunjukkan suatu cermin kepada para peserta. Lain daripada di dunia usaha, para religius yang melewati usia 65 tahun tetap melakukan tugas mereka. Hal ini berarti bahwa mereka saling berbagi hal-hal yang manis dan pahit. Kongregasi CMM sudah membangun banyak hal di Belanda dan di luar Belanda. Sekarang frater-frater di Belanda harus menerima kenyataan bahwa mereka semakin tua dan harus hidup bersama dengan orang yang tidak dipilih oleh mereka. Tantangan adalah bahwa dalam keadaan yang baru ini kita tetap manusia otentik; bahwa, berdasarkan tradisi religius belaskasih dan persaudaraan dalam hidup sehari-hari komunitas, pengampunan dan perdamaian dijunjung tinggi. Kata Bruder Isaac: “Kalau kita ingin hidup berbelaskasih, sikap batiniah dalam hal pengampunan dan perdamaian mutlak perlu.”
‘DUTA-DUTA’ BRASIL BERGABUNG Berhubungan dengan Hari Pemuda Sedunia di Sydney (15-21 Juli 2008) kongregasi memulai ‘proyek duta-duta’ untuk mengajak kaum muda berpartisipasi dalam gerakan belaskasih dan persaudaraan seluas dunia. Pada tahun 2008, pertemuan persiapan berlangsung di Tomohon - Sulawesi. Tahun ini para duta bergabung di Tilburg sebelum mengikuti Hari Pemuda Sedunia di Madrid (16-22 Agustus 2011). Moto program persiapan tahun ini adalah: ‘Yesus, kompas kita, jalan kita ke semangat belaskasih’. Persiapan di Brasil, Indonesia, Kenya, Namibia, Belanda, Tanzania dan Timor Leste sudah selesai sebelumnya. Di Brasil 14 orang duta berkumpul di Janaúba, dipimpin oleh Frater Adriano van den Berg dan Frater Albertus Geroda serta Evemar Gomez, seorang duta yang pernah ke Sydney. Hal yang
didalami adalah perumpamaan Orang Samaria yang berbelaskasih. Pertemuan ini mulai dengan suatu perayaan Ekaristi pada hari Kamis Putih. Sesudahnya direnungkan penampilan Yesus, yang membasuh kaki para rasul-Nya dengan rendah hati. Pada hari Jumat Agung penderitaan Yesus direnungkan. Dihantar oleh presentasi kegiatan-kegiatan di bidang persaudaraan, para pemuda merenungkan kerendahan hati Yesus dan cinta-Nya tanpa syarat. Di seminari Janaúba diikuti acara Jalan Salib dan Penghormatan Salib. Pada hari Sabtu ada banyak kesempatan untuk berekreasi. Di tepi danau buatan, dekat bendungan Janaúba, ada kesempatan untuk berenang dan makan bersama.
Duta-duta Brasil bersama dengan para pendamping. Di tengah: Frater Adriano van den Berg dan dekat tangan kirinya duduk Frater Albertus Geroda.
9
BERITA PENDEK Indonesië
RETRET DARI DAN UNTUK CMM Dari 11 sampai 13 April 2011, Lex van der Poel, anggota asosiasi CMM, memimpin retret bagi komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg. Renungan-renungannya bertema ‘Elia, manusia seperti kita’. Dihantar oleh cerita-cerita dari Kitab Raja-Raja, para peserta mengikuti riwayat Elia. Suatu pertemuan dengan Allah di gunung Horeb mengubah hidupnya secara radikal. Dari 17 sampai 20 April 2011, dalam Pekan Suci, Frater Jan Koppens, provinsial CMM Belanda, memberikan retret di Zonhoven, Belgia. Suster-suster SCMM yang tinggal di frateran hadir pada renungan-renungan mengenai tema utama: persaudaraan. Ia menekankan bahwa, walaupun semakin tua, para religius di dalam komunitas dan sekitar komunitas tetap dipanggil dan diutus. Sesudah setiap renungan para peserta menerima teksnya untuk dibaca dan direnungkan.
PENGHARGAAN BAGI ‘JOANNES ZWIJSEN’ Pada tanggal 9 Juni, waktu ‘Pertemuan perawatan dengan ramah tingkat nasional’ di kota Ede di Belanda diumumkan lembaga perawatan mana yang dianugerahkan bintang penghargaan tahunan. Lebih dua ratus lembaga, rumah sakit dan organisasi untuk orang lansia telah bertanding untuk memperoleh bintang itu. Wisma Lansia ‘Joannes Zwijsen’ menerima tiga bintang penghargaan. Skor maksimal adalah empat bintang. Juri mengamati bahwa “pater, frater, suster dan awam hidup bersama di bawah satu atap dalam rumah yang baru dengan gang-gang yang lebar dan terang dan suatu kapel yang indah. Penggabungan hidup membiara dan hidup biasa sudah memperoleh tata dengan hebat”, demikian penilaian juri. “Restoran sering terbuka dan makanan bervariasi dan sungguh bermutu.” Joannes Zwijsen dibangun dua setengah tahun lalu pada lokasi di samping Generalat CMM, di mana sebelumnya ada biara perawatan, yang dibangun tahun 1974. Sekarang semua jenis perawatan dapat diterima di bawah satu atap oleh kaum religius dan kaum awam di dalam kompleks modern itu. Komunitas CMM Joannes Zwijsen berdomisili dalam gedung ini. Latar belakang religius dari wisma itu menjadi nampak dalam kapel dengan suasana yang menyenangkan, dengan kaca-timah yang berwarna. Ruang pertemuan disebut ‘Refter’ (ruang makan). Di sini juga diadakan kegiatan untuk banyak orang, sekaligus ruangan ini berfungsi sebagai restoran. Ada kemungkinan untuk memesan makanan tertentu menurut daftar makanan. Para penghuni wisma ini dapat dirawat pada pelbagai tingkat, mulai dengan bantuan di kamar sampai perawatan total selama 24 jam. Maka kalau keadaan seorang penghuni merosot, ia tidak perlu pindah ke lembaga lain.
10
Wisma orang lansia ‘Joannes Zwijsen’ di Tilburg.
INDONESIA
Pancuran di bukit Janiculum di samping gereja Sant’ Onofrio, dengan panorama kota Roma.
SUMBER AIR KEHIDUPAN ‘Civita Youth Camp’ adalah suatu wisma samadi bagi kaum muda di ibukota Jakarta. Pada bulan Januari 2011 Frater Donatus Naikofi adalah salah satu pendamping kaum muda yang mengikuti retret di wisma itu. Pada hari-hari renungan itu ia belajar untuk mengamati panggilannya sebagai religius dengan mata yang baru. Nama ‘Civita’ dipilih dengan saksama. ‘Ci’ berarti air dan ‘vita’ berarti hidup. Maka Civita berarti ‘air kehidupan’. Di halaman Civita Youth Camp terdapat mata air yang mengisi kolam besar dengan airnya. Sumber itu adalah sumber kehidupan bagi banyak ikan, pohon dan orang yang ingin menikmati lingkungan yang sejuk itu.
Keterbukaan Di Civita Youth Camp ribuan pemuda, dengan latar belakang yang berbeda, mengikuti retret. Mereka merasa sungguh diterima, dihargai dan dihormati sebagai manusia yang Allah ciptakan. Program retret terarah pada pendalaman rohani, dengan titik tolak bahwa para peserta dan pembimbing diberikan kesempatan untuk lebih mengenal diri. Pengalaman, baik yang positif maupun yang negatif, dibagikan dengan orang lain. Keterbukaan satu sama lain memungkinkan untuk melenyapkan hal-hal yang negatif dan belajar membawa terang kepada sesama. Saya sendiri menyadari bahwa motivasi panggilan saya harus dimurnikan dan diperdalam. Waktu retret saya mulai dengan itu dengan mengatakan hal-hal yang saya sungguh hayati.
“Jangan takut” Para pengikut retret, termasuk saya, merasa sangat terharu atas cerita Petrus, yang diambil dari Injil Lukas (Lk. 5:1-11). Ia diminta untuk menebarkan kembali jalajalanya sesudah pencarian ikan yang gagal.
Yesus mengundang Petrus untuk menebarkan jala-jalanya dalam air yang dalam. ‘Air yang dalam’ melambangkan kedalaman yang gelap di dalam diri kita sendiri. Kalau anda dengan lebih dalam ‘menjala ikan’ di dalam diri anda sendiri, maka anda menemukan hal-hal yang tidak diduga, yang terkadang menakutkan atau sulit diberikan tempat di dalam hidup anda. Namun demikian petualangan ini dapat dimulai dengan penuh kepercayaan: Yesus mendampingi anda di dalam perahu anda. Anda tak perlu merasa terkejut kalau hal-hal negatif yang berada dalam dirimu, menjadi kentara. Petrus sangat terkejut dan merasa diri sebagai pendosa dan tidak layak, sampai ia mau memutuskan hubungannya dengan Yesus. Perasaan semacam itu juga dapat melanda kita, akan tetapi kalau kita mendengar dengan baik, juga kita mendengar suaraNya yang mengatakan: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Civita berarti banyak bagi saya. Di situ saya mengalami sumber air kehidupan dan hidup saya disegarkan oleh itu. Retret itu membuka saya bagi perkataan Maria, Bunda yang Berbelaskasih kita: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lk. 1: 38). Mudah-mudahan sumber air kehidupan juga mengalir di dalam diri saya bagi sesama dan menyegarkan mereka. Frater Donatus Naikofi
11
INDONESIA
KEMBALI DI INDONESIA Sejak akhir abad ke-19, puluhan frater asal Belanda hidup dan bekerja di wilayah-wilayah di luar negerinya. Banyak dari antara mereka sulit melepas ‘negara misi’, sebab itu menjadi tanah air yang baru bagi mereka. Mereka tidak mau tinggal di tempat lain lagi. Salah satu dari mereka adalah Frater Ludolf Bulkmans (19072000). Dengan setulus-tulusnya ia mencintai Indonesia. Frater Pieter-Jan van Lierop, yang bertahun-tahun lamanya berkarya di situ, menggambarkan bagaimana Frater Ludolf dipaksakan meninggalkan Indonesia dan bagaimana ia dapat kembali di luar dugaan. Pada tahun 1951, tidak lama sesuda pendirian Republik Indonesia, ditentukan bahwa setiap kepala sekolah harus berstatus warga negara Indonesia. Langsung frater-frater yang kepala sekolah minta kewarganegaraan Indonesia dari pemerintah, yang dapat diperoleh dengan mudah pada waktu itu. Frater Ludolf Bulkmans bukan kepala sekolah, maka ia tinggal warga negara Belanda. Hal itu ia sungguh menyesal, karena pada akhir tahun lima puluhan semua guru harus berstatus warga negara Indonesia. Bagi Frater Ludolf, karya sebagai guru adalah hidupnya dan ia sungguh merasa kerasan di tempat tinggalnya, yaitu Manado. Frater Ludolf harus meninggalkan dunia pendidikan. Ia melamarkan diri untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan tidak lama kemudian ia lulus ujian yang harus ditempuh oleh calon WNI. Sekarang dokumen kewarganegaraan harus ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Hal ini sungguh makan banyak waktu.
pindah ke wilayah misi Suriname. Perpisahan sangat menyakiti hati Frater Ludolf. Selama tiga puluh tahun ia bekerja sekuat tenaga bagi kaum muda Indonesia. Ia keluar dengan selamat dari kamp Jepang yang kejam itu dan tidak manusiawi. Ia tinggal disitu hampir empat tahun dan kemudian, bersama dengan rekan-rekannya, ia membangun kembali sekolah-sekolah frater yang sudah dirusakkan.
Perpisahan yang sangat menyakitkan Rekan sekomunitasnya, Frater Florentiano Janssens, guru biologi pada SMA di Manado, kena nasib yang sama. Sebenarnya ia juga harus pulang ke Belanda, namun ia lebih beruntung daripada konfraternya. Fakultas Kesehatan Unsrat yang sedang didirikan membutuhkan seorang dosen biologi yang mampu. Berdasarkan pengtahuannya dan kemampuannya, Frater Florentiano menerima ijazah akademis agar bisa menjadi dosen sementara. Ia sangat dibutuhkan. Beberapa tahun ia bekerja dengan senang hati di fakultas kesehatan itu. Ketika in menjadi warganegara Indonesia, ia kembali ke SMA CMM, di mana ia juga diangkat sebagai kepala sekolah. Kebanyakan waktu Frater Ludolf tinggal di rumah, hal mana membosankan, dan kadang-kadang ia melakukan pekerjaan sedikit di sekolah dan paroki. Akhirnya diputuskan agar Frater Ludolf pulang ke Belanda pada tanggal 7 Februari 1961. Mungkin sesudahnya ia akan 12
Frater Ludolf Bulkmans.
Frater Ludolf orang kedua dari kanan barisan depan. Enam pater en empat frater mengunjungi pasukan Amerika di Manado, habis dibebaskan.
Frater Ludolf bersama dengan familinya, waktu cuti tahun 1947. Pastor Etten-Leur berpidato untuk Frater Ludolf.
Mujizat Pertengahan bulan Agustus 1961, sesudah beberapa bulan tinggal di Belanda, terjadi suatu mujizat. Frater Ludolf masih diterima sebagai warga negara Indonesia. Ia harus menghadapi seorang hakim Indonesia untuk membereskan hal itu. Akan tetapi, justru pada waktu itu tidak ada hubungan diplomatik antara Belanda dan Indonesia, karena masalah Irian Barat (Papua). Frater Ludolf menghubungi KBRI di kota Bonn, Jerman, di mana segala soal dapat dibereskan. Pada tanggal 12 September 1961, ia bersumpah pada undang-undang dasar Indonesia, di hadapan seorang pejabat konsul dan dua saksi. Ia bersumpah bahwa ia akan menaati semua undang-undang Indonesia dan mulai saat
ini tidak akan mengakui kekuasaan seuatu negara selain Republik Indonesia. Setengah jam sesudahnya ia menerima paspor Indonesia. Pada tanggal 14 September ia terbang dari Jerman ke Bangkok dan dengan pesawat lain menuju Jakarta. Di situ ia disambut oleh keluarga-keluarga yang bersahabatan dengan para frater dan oleh bruder-bruder di mana ia menginap. Pada tanggal 7 Oktober Frater Luduolf tiba kembali di Manado, tempat tinggalnya. Akhirnya ia telah pulang!! Frater Pieter-Jan van Lierop
Frater Ludolf Bulkmans dengan beberapa muridnya, waktu naik sepeda di pegunungan dekat Manado.
13
Belanda
PERTEMUAN PERMULAAN TAHUN
KELUARGA VINSENSIAN
Pada tanggal 18 Mei 2011 berlangsung pertemuan pertengahan tahun ‘Keluarga Vinsensian Belanda’ di aula Wisma Mater Misericordiae, milik Suster SCMM di Tilburg. Acara ditata oleh suatu tim pengarah, terdiri atas Suster Renée Geurts SCMM, Bruder Wim Luiten FIC dan Frater Ad de Kok CMM. Pater Wiel Bellemakers CM, sebagai pembicara yang pertama, menggambarkan perkembangan Kongregasi Puteri Kasih. Karena menggunakan undang-undang gereja secara kreatif, Vinsensius a Paulo mendapat kesempatan untuk memperoleh pengakuan bentuk hidup membiara yang baru. Pater Bellemakers menantang para peserta, yang berjumlah 50 orang, untuk menghadapi dengan cara yang sama dan dengan kreativitas yang sama kebutuhan sosial dan ekonomis sekarang ini, seperti dilakukan Vinsensius a Paulo di zamannya.
Interaktif Pada sore hari ini ada saat interaktif, ketika para peserta berdiskusi dalam kelompok tentang presentasi powerpoint yang berjudul: ‘Belaskasih: Kekuatan yang Halus – Kehalusan yang Kuat’. Judul ini diambil alih dari buku Akhirnya pulang: Buah pikiran berhubungan dengan gambaran Rembrandt ‘anak yang hilang pulang’, karangan Henri Nouwen. Frater Edward Gresnigt
Setiap orang diperhitungkan Ketiga pembicara berikut memperlihatkan bagaimana mereka, berdasarkan spiritualitas Vinsensian, tergerak hati oleh kemiskinan yang dialami dalam lingkungan mereka. Bapak Harrie Kiwitz, ketua organisasi distribusi makanan, menerangkan apa sebabnya orang menjadi miskin dan harus minta bantuan dari lembaga-lembaga. Orangnya hidup dengan banyak hutang, tercai atau masalah-masalah psikologis. Organisasi distribusi makanan itu mendampingi orang-orang itu dalam keadaan kekurangan mereka, dan membuat rencana untuk mengatasi masalah itu. Ibu Betty Karhof, anggota asosiasi CMM dan tahuntahun lamanya terlibat dalam Serikat Vinsensius di Tilburg, melihat di ‘Toko Vinsensius’ akibat-akibat perkembangan dalam masyarakat yang semakin keras bagi orang jompo, bagi ibu tanpa suami, pecandu, orang cacat dan orang tunakarya. Moto toko itu adalah: ‘Setiap orang diperhitungkan’. Ibu Betty menceritakan bahwa ada 36 sukarelawan yang mencari uang untuk aksi-aksi seperti pasar murah, pengumpulan pakaian dan pemain untuk anak-anak. Bapak Frans Koeman, seorang arsitek, pengusaha dan ketua Serikat Vinsensius, menggambarkan bagaimana ia bertobat menjadi terbuka bagi kaum miskin, ketika ia diminta menjadi ketua serikat itu di kota ’s-Hertogenbosch. Dalam mengikuti jejak-jejak Vinsen Depaul, ia menantang orang kaya dan terkenal. Upayanya berhasil baik demi kaum miskin. 14
Lilin devosi dalam salah satu rumah ibadat di mana Vinsensius a Paulo dihormati (foto: Frater Ad de Kok).
Indonesia
Peserta-peserta hari yunior.
HARI YUNIOR DI KUPANG Dari tanggal 27 sampai 31 Maret berlangsung hari yunior di Kupang, ibu kota propinsi Nusa Tenggara. Pertemuan dihadiri oleh lima belas frater berprofesi sementara (yunior), yang berasal dari komunitas Lembata, SoE, Banjarmasin, Tarakan, Gleno dan Dili. Frater Nikodemus Tala, anggota Dewan Pimpinan Provinsi dan pembicara waktu hari yunior, memberikan laporan.
Dalam kata pembukaan Frater Yoseph Bille, ketua Komisi Yunior, menekankan bahwa buah iman adalah kebenaran dan kejujuran. Ia menerangkan bahwa seseorang yang sungguh percaya selalu akan berbicara benar, bersikap jujur, berjuang demi kebenaran dan berkorban untuk itu. Ia mengundang para frater untuk sungguh bersikap jujur.
Motivasi Frater Martinus Leni, Provinsial CMM Indonesia, menemukakan pada pembukaan hari Yunior, bahwa sejak lima tahun terakhir jumlah panggilan di Indonesia sedang menurun. Juga jumlah calon CMM berkurang. Di samping itu banyak frater muda meninggalkan kongregasi. 15
Jendela berkaca timah di Generalat CMM Tilburg: ‘Salam ya Ratu, Bunda yang Berbelaskasih’.
Ia menambahkan bahwa frater-frater tertentu lebih sibuk dengan diri sendiri atau gejalah mode daripada dengan hidup religius. Frater Provinsial bertanya apakah kenyataan ini diakibatkan oleh globalisasi yang semakin mempengaruh. Ia mengajak para frater untuk melawan pengaruh itu. Ia menekankan pentingnya hari yunior. Pada hari-hari itu para frater muda dapat kesempatan untuk merenungkan kembali motivasi panggilannya, hidup berkomunitas dan hidup di provinsi. Pada penutupan hari yunior itu ia mengucapkan harapannya agar setiap peserta sudah menguatkan semangat CMM dalam dirinya.
Globalisasi Frater Martinus Mangundap, anggota dewan provinsi, menjelaskan bahwa hari yunior berlangsung atas inisiatif dewan provinsi dengan dukungan dewan umum. Komisi Yunior telah menyusun suatu program yang dilaksanakan di Kupang, Medan dan Manado. Pertanyaan pokok adalah: Apa yang merupakan pengaruh globalisasi pada hidup religius? Frater Martinus mengucapkan harapan bahwa para peserta mengambil kesempatan untuk merenungkan globalisasi itu. Hasil pertemuan ini dapat mengarahkan karya dan penghayatan panggilan mereka di masa mendatang. 16
Frater Martinus mengangkat tema ‘motivasi panggilan’. Berhubungan dengan itu, ia menerangkan secara khusus kaul kemurnian. Akhir-akhir ini, kaul ini menjadi masalah bagi banyak religius. Ada sejumlah frater yang minta izin untuk meninggalkan kongregasi, dengan alasan itu. Menurut Frater Martinus mutlak perlu motivasi panggilan diperkuat. “Apakah kita hidup cukup dekat kaum miskin dan kecil serta orang-orang yang menderita, agar karena tanggung jawab kita bagi mereka, kita tetap setia pada panggilan kita?”, kata Frater Martinus.
Solidaritas Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang, berbicara dengan polos waktu hari yunior. Menurut dia, hidup religius yang aktif sebaiknya hilang jikalau tujuannya tidak jelas, “karena meracuni komunitas-komunitas, bahkan umat”. Uskup Agung menggambarkan hidup religius sebagai “suatu roda untuk mewartakan Injil, terutama dalam dunia pendidikan, supaya para murid berkembang menjadi manusia yang mampu menunjang hidup sosial”. Inti hidup religius adalah solidaritas, “praktek cinta kasih”, demikian Mgr. Petrus. “Solidaritas itu harus meresapi hidup religius, sehingga seorang religius dapat solider dengan sesama. Hakiki
dalam hal ini adalah hubungan mereka dengan Allah. Dari situ berkembanglah hormat bagi talenta dan keunikan orang-orang lain serta persaudaraan yang benar. Hidup religius harus ditandai oleh keramahtamahan, kerja sama dan menghargai peranan yang dimainkan oleh orang lain. Semuanya itu membentuk para religius menjadi orang bergembira, sadar akan identitas mereka.”
Hubungan dengan Allah Frater Nikodemus Tala, anggota dewan provinsi, menyatakan bahwa pengaruh globalisasi pada kehidupan seorang frater “dinilai oleh frater-frater dengan cara yang berbeda-beda. Alat-alat komunikasi modern terlah mengubah hidup berkomunitas. Dulu, kalau ingin berkontak dengan seseorang, harus mengunjungi orang itu. Sekarang ini hubungan itu berjalan melalui sms atau telpon, juga kalau tinggal di kamar di samping orang yang dihubungi. Hal ini dapat merugikan persaudaraan di komunitas. Kita menghayati panggilan kita dalam suatu dunia diiringi alat-alat yang menggampangkan kehidupn, akan tetapi dapat menjadi pencobaan.” Frater Nikodemus bertanya: “Bagaimana kita dapat menemukan tempat kita di dunia global dan postmodern itu?” Ia mengajak para frater untuk tetap setia pada kharisma dan spiritualitas kongregasi “dengan melayani kaum miskin sebagai saudara-saudara berbelaskasih, terutama kaum muda yang tidak mempunyai harapan”. Frater Yoseph Bille menjelaskan pengaruh globalisasi
pada hidup doa. “Berdoa selalu menyangkut hubungan dengan Allah”, ditekankannya. “Sudah terjadi bahwa doa menjadi suatu kegiatan rutin yang kurang menarik. Karena itu diberikan kurang waktu pada relasi itu. Pasti Allah merasa sedih, karena justru dalam relasi dengan Allah kita dapat menjadi otentik. Sering Ia harus mengalami bahwa kita lupa akan Dia dan menjadi semakin duniawi dan dunia yang berglobalisasi semakin kurang terbuka terhadap Allah. Begitulah manusia berkembang semakin jauh dari asal usul dan tujuan mereka. Menahan dan pemperkuat relasi kita dengan Allah merupakan suatu tantangan yang besar. Akan tetapi hal ini menjadi sumber kebahagiaan, kalau kita mengalami bahwa kita berkembang dalam hal ini dan dapat hidup, dihantar oleh cinta Allah.
Mengilhami Pada akhir hari-hari pertemuan itu, seorang frater yunior merumuskan rencananya untuk diwujudkan di masa mendatang. Kemudian ada kesempatan untuk mengevaluasi seluruh pertemuan. Semua peserta dan pembicara merasa puas. Para frater merasa sangat tertarik oleh suasana reuni selama pertemuan itu, bahwa ada kesempatan untuk menukar perasaan dan pengalaman. Input dari para pembicara dialami sebagai inspratif dan memberikan motivasi.
Frater Nikodemus Tala Lamak
Kiri: Frater Yoseph Bille, ketua komisi yunior CMM. Kanan: Frater Martinus Leni, pemimpin provinsi CMM Indonesia.
17
BELANDA
AKSI KENYA
MURID-MURID EINDHOVEN MENGHASILKAN € 40.000,Pada tanggal 7 sampai 9 Juni 2011, Pleincollege Sint-Joris di Eindhoven mengadakan aksi sponsor untuk “Oyugis Integrated Project” (OIP), milik Frater CMM di Kenya. Sejak tahun 1991 sekolah itu setiap dua tahun menyelenggarakan aksi pengumpulan dana untuk OIP. Lembaga ‘Wilde Ganzen’ selalu menambahkan jumlah uang yang dikumpulkan. Melalui aktivitas ini diusahakan agar para murid dibimbing sedemikian sehingga merasa bertanggung jawab bagi kaum miskin di dunia ketiga. Tahun ini aksi menghasilkan € 40.000,-, jadi € 10.000 lebih daripada di tahun 2009. Dari semua orang Kenya di daerah sekitar Oyugis, lebih dari setengah tertular HIV, yaitu virus yang mengakibatkan penyakit aids yang mematikan. OIP didirikan untuk menghindari orang dari aids dan membimbing pasienpasien tertular HIV serta membantu ibu janda dan yatim piatu karena aids. Tahun-tahun terakhir, sekolah tersebut, melalui aksi-aksi untuk Kenya, mendukung antara lain pembangunan tiga sekolah menengah termasuk inventaris dan bahan pelajaran. Sudah dibangun ruang-ruang tidur unuk satu asrama dan dengan bantuan dari Eindhoven didirikan satu perpustakaan serta dipasang tanki-tanki air di daerah itu. Tahun ini dikumpulkan uang, antara lain untuk inventaris ruang tidur dari satu asrama dan rehabilitasi rumah-rumah. Sebelum aksi dimulai, Frater Lawrence Obiki, anggota dewan umum CMM, yang sendiri berasal dari Kenya, mengunjungi sekolah di Eindhoven untuk menyemangati para murid.
‘Pentatlon’ Pada hari Selasa 7 Juni 2011, jam 06.45, ‘Aksi Kenya 2011’ mulai dengan pertandingan ‘pentatlon’ oleh kelas 1C (29 murid), dipimpin oleh pembina mereka yaitu Rob van der Laan, guru olahraga. Pertandingan pentatlon terdiri dari bersepeda 12 kilometer, berenang satu kilometer, memanjat diding, ‘inline skating’ 10 kilometer, sekali lagi bersepeda 12 kilometer dan sebagai penutup satu jam ‘streetdance’.
‘Flashmob’ di Eindhoven.
18
Dengan aksi ini, kelas 1C mengumpulkan jumlah uang € 24.932,50, yang sungguh besar. Bagi guru Rob van der Laan aksi sponsor ini merupakan aksinya yang ketujuh, sekaligus yang terakhir, karena ia akan meninggalkan sekolah pada tahun ajaran depan. Pada tanggal 8 Juni Frater Broer Huitema, pemimpin umum CMM, menghadiri ‘Malam Kenya’. Pada malam ini dicuci mobil-mobil, digoreng kue pankuk, ada kesempatan untuk besepeda ‘indoor’, diadakan undian dan lelang. Band musik terdiri atas murid-murid memeriahkan malam itu.
‘Flashmob’ ‘Flashmob’ adalah suatu kelompok yang besar, yang secara tiba-tiba berkumpul di suatu tempat umum untuk melakukan sesuatu yang luar biasa dan kemudian bubar lagi. Pada tanggal 9 Juni sekolah itu mengadakan flashmob terbesar di Belanda. Pada jam 12.00 di ‘Lapangan 18 September’ di pusat Eindhoven, 1.300 lebih murid mengadakan tarian yang dilatih, berjudul Waka Waka karangan Sharika. Pada musim panas tahun ini, dua murid dan pendamping mereka telah pergi ke Kenya untuk melihat dengan mata sendiri untuk hal-hal mana sekolah mereka beraksi. Pada permulaan tahun ajaran baru mereka berbagi pengalaman mereka dengan para murid Pleincollege Sint-Joris.
Murid-murid kelas 1C mengumpulkan banyak uang lewat olahraga.
BERITA PENDEK
PEMBUKAAN ASRAMA DI OYUGIS Pada tanggal 3 Maret 2011, pemimpin umum Frater Broer Huitema telah meresmikan gedung asrama yang bernama ‘St. Vincent de Paul’ di Oyugis, Kenya. Sebagian besar dari asrama itu dapat dibangun berkat aksi sponsor ‘Pleincollege Sint-Joris’ di Eindhoven, dalam kerjasama dengan ‘Lembaga Wilde Ganzen’. Gedung itu diberkati oleh pastor paroki, Martin Oyugi. Jatim-piatu karena aids, yang sebelumnya harus berjalan jauh untuk pergi ke sekolah, sekarang tinggal di asrama itu. Dalam acara resmi, murid-muid asrama itu mengucapkan terima kasih atas aksi-aksi para murid Eindhoven dan mereka berharap agar masih ditambahkan tempat tidur, kasur dan perlengkapan air minum dan listrik. Untuk itu ‘Pleincollege Sint-Joris’ mengadakan aksi sponsor dari 7 sampai 9 Juni 2011 (lihat halaman 18).
Frater Broer Huitema meresmikan plaket pada gedung asrama ‘St. Vincent de Paul. Di ujung barisan berdiri pastor paroki, Martin Oyugi. Frater Lawrence Obiko, anggota DPU, memegang kamera. Di sebelah kirinya: Frater Leo van de Weijer, wakil DPP Kenya.
€ 5.000 UNTUK PENAMPUNGAN PENGUNGSI DI CMM Di ‘Vincentshop’, milik Serikat Vinsensius di Tilburg, dijual barang bekas yang disumbangkan oleh masyarakat Tilburg. Semua hasil toko itu, sesudah dikurnagi ongkosnya, digunakan untuk proyek-proyek di seluruh dunia, khususnya untuk melawan kemiskinan di kota Tilburg. Pada tanggal 21 Mei 2011, Vincentshop menyelenggarakan suatu pasar. Hasilnya dimaksudkan bagi dua tujuan yang baik yaitu lembaga ‘Broodnodig’, yang dijalankan oleh ‘Pater Poels’ yang terkenal di Tilburg, yang menyumbangkan roti dan makanan kepada banyak orang miskin, dan tujuan kedua adalah penampungan pengungsi di frateran ‘De Vuurhaard’ di
desa Udenhout. Pasar itu menghasilkan € 5.000,- bagi karya demi para pengungsi. Dalam surat terima kasih kepada dewan dan sukarelawan Vincentshop, fraterfrater Udenhout menulis: “Kami dari ‘De Vuurhaard’ merasa tersentuh oleh hasil yang luar biasa dari pasar anda. Kami menyadari bahwa anda tidak hanya melayani dengan baik orang-orang Tilburg, melainkan anda melihat lebih jauh daripada perbatasan kota Tilburg. Kali ini ‘De Vuurhaard’ disoroti oleh anda. Terima kasih banyak atas perhatian itu. Terima kasih, sebab anda telah melihat, merasa tersentuh dan kemudian bergerak.”
19
BERITA PENDEK
Karya seni ‘Transformatie’, di belakangnya ‘ZIN’ (foto: Jeroen Olthof).
KARYA SENI UNTUK ‘ZIN’ Pada tanggal 25 Mei 2011 di halaman pusat pembinaan ZIN di Vught diresmikan ‘Transformatie’, hasil karya seni yang dibuat dari sejenis baja, perunggu dan beton oleh seniman Jeroen Olthof. Ia telah bekerja di atelir tamu di ZIN dan, pada waktu itu, ia berkenalan dengan Kongregasi Frater CMM. Sepuluh tahun lalu, Kongregasi mendirikan ZIN, ‘biara untuk makna hidup dan karya’. Sebagai tanda terima kasih karena boleh tinggal di ZIN, Jeroen menciptakan karya seni itu, yang juga dimungkinkan oleh sumbangan Penerbit Zwijsen, yang berasal dari Kongregasi CMM.
HARI MINGGU PANGGILAN DI OYUGIS, KENYA Pada tanggal 15 Mei, di gereja paroki Oyugis, dalam dua perayaan Ekaristi, diberikan perhatian pada ‘Hari Minggu Panggilan’ yang ke-48 dalam Gereja Katolik. Bersama dengan Romo Martin Oyugi, empat komunitas religius, antara lain dua komunitas CMM, menyiapkan liturgi untuk hari itu. Doa-doa umat dalam kedua perayaan disiapkan dan dibacakan oleh Frater Vincent Odhiambo dan seorang suster. Pada acara persiapan persembahan, Frater Erick Nyakundi Nyamwaro dan Frater Philemon Ratemo membawa persembahan ke meja altar. Sesudah homili, Frater Leo van de Weijer membacakan amanat Paus Benedictus XVI untuk Hari Minggu Panggilan, yang bertema: ‘Menunjang panggilan di dalam gereja lokal’. Dalam amanatnya Sri Paus menekankan pentingnya berdoa bagi panggilan. Kemudian Frater Leo bercerita
20
mengenai pengalamannya di tahun 1954. Ketika itu ia murid SD kelas enam. Pada tanggal 19 Maret, pesta Santo Yosef, ia berziarah ke kampung Smakt di Belanda, di mana Santo Yosef, pelindung panggilan, dipuja. Sesudah itu ia merasa kekuatan untuk masuk frater. Sesudah cerita ini, Frater Leo minta untuk hening selama beberapa menit dan berdoa secara pribadi bagi panggilan. Ia juga mengajak para hadirin untuk berdoa di rumah untuk panggilan. Pada akhir kedua perayaan, para religius memperkenalkan diri pada umat di gereja. Sesudah acara-acara itu lahir rencana untuk membentuk ‘Kelompok Panggilan’, terdiri dari wakilwakil keempat komunitas bersama dengan pastor paroki untuk menimbulkan minat bagi hidup religius.
in memoriam
BUKU BARU FRATER HERMENEGILDUS BERIS Frater Hermenegildus Beris menciptakan sumbangan tertulis yang baru tentang sejarah gereja Namibia. Bagi Kongregasi Suster Misi Santa Maria di Kandung Tanpa Dosa, ia menulis sejarah kongregasi di Namibia. Pada tahun 2012, kongregasi itu selama 50 tahun hidup dan bekerja di Namibia. Judul karya itu adalah: Epifania in Namibia: A history of the Missionary Sister of Mary Immaculate in Namibia. Sebelumnya, pada tahun 1996, ia menerbitkan sejarah misi di Namibia, dengan perhatian khusus pada Keuskupan Agung Windhoek dan Vikariat Apostolik Rundu. Kemudian ia menulis sejarah Keuskupan Keetmanshoop, yang diterbitkan pada tahun 2001, 2003 dan 2007. Pada tahun 2009 diterbitkan bukunya mengenai sejarah Frater CMM di Namibia, berjudul: Mission between deserts: History of the Fraters CMM in Namibia.
Frater Hermenegildus Beris dengan buku terbaru.
Frater
Optato (J.J.P.) van Oorschot Frater Optato lahir di Eindhoven, Belanda, pada tanggal 11 April 1921, dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada tanggal 29 Agustus 1939. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1944. Ia meninggal dunia pada tanggal 6 Februari 2011 di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg. Ia dikuburkan di kuburan CMM di kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught. Frater Optato hidup dan bekerja lama di SD di kota Oss. Ia seorang guru yang menarik bagi para muridnya, dan ia seorang rekan yang baik bagi guru-guru lain di sekolahnya. Di samping tugas di sekolah, ia juga bekerja sebagai pembimbing di Asrama St. Nikolas di Oss. Ia cocok untuk hidup berkomunitas; ia melihara relasi dan persaudaraan. Sampai minggu-minggu terakhir hidupnya ia tetap hadir dalam perhimpunan di waktu doa, makan besama dan rekreasi walaupun ia hampir tidak mampu lagi. Ia seorang berhumor yang dapat bergurau tentang dirinya sejauh menyangkut rasa kesakitan dan beban kehidupannya. Tahun-tahun terakhir hidupnya ia menderita banyak. Syukurlah sampai saat terakhir pikirannya tinggal tajam. Ia melewati masa penderitaan itu dengan kekuatan mental, humor dan optimisme yang besar, sehingga ia mampu menggembirakan hati para konfrater dan perawat. Frater Optato sangat mencintai keluarganya. Ia seorang pasien yang dapat dirawati dengan mudah. Ia selalu memperhatikan orang-orang lain, melakukan hal-hal yang ia masih dapat berbuat, ingin menghibur mereka dan tidak mau membebani mereka lebih daripada sungguh dibutuhkan. Karena semuanya itu ia adalah seorang yang dicintai oleh familinya, para konfraternya, mantan muridnya dan rekan guru. 21
in memoriam
Frater
Frater
Ko (J.J.M.) Janssen
Jan (J.H.W.) Spaninks
Frater Ko lahir di Zwolle, Belanda, pada tanggal 15 Desember 1923, dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada tanggal 29 Agustus 1940. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1945. Ia meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 2011 di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg. Ia dikuburkan di kuburan CMM, kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught.
Frater Jan lahir di Tilburg, Belanda, pada tanggal 5 Juli 1928, dan masuk Kongregasi CMM di Tilburg pada tanggal 29 Agustus 1946. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1951 dan meninggal dunia pada tanggal 13 Juni 2011 di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg. Ia dikuburkan di kuburan CMM, kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught.
Dari tahun 1944 sampai 1983 Frater Ko bekerja di dunia pendidikan sebagai guru SD di Tilburg, Oisterwijk, Leeuwarden dan Zwolle. Seumur hidupnya ia membaca dan berstudi banyak. Sampai usia tinggi, rahasia alam semesta dan mujizat-mujizat teknik mempesona dia. Ia mengamat-amati kehidupan. Pengamatan itu lebih menarik bagi Frater Ko daripada partisipasi. Ia suka mengetahui makna dan keterkaitan satu sama lain. Frater Ko adalah seorang religius yang bersifat teliti dan setia pada yang wajib dilakukan. Ia menghayati spiritualitas Kongregsi dengan hidup hemat dan sederhana; ia ramah dan rendah hati dan tak suka minta bantuan sesama frater. Ia mencintai kongregasinya. Ia merasa berterima kasih atas keteraturan dan ketenangan di Wisma Joannes Zwijsen. Sayang bahwa ia meninggalkan kami. Kami menyerahkan dia dalam kepercayaan bahwa Yang Belaskasih sudah mengharapkan kedatangan Frater Ko dalam rahasia-Nya yang besar, Cinta tanpa batas.
Frater Jan dididik sebagai tukang jahit, akan tetapi di dalam kongregasi ia terutama aktif sebagai tukang masak dan perawat bagi para konfrater yang sakit dan jompo. Masa yang paling membahagiakan dia selama hidupnya adalah di desa Vught, di mana ia mengurus rumah tangga komunitas kecil. Frater Jan mudah berelasi dan suka mencari kontak. Ia memperhatikan kepentingan orang-orang lain dan suka berbicara dengan sesama. Hubungan dengan familinya baik sekali. Dalam hidupnya Frater Jan sering mengalami penderitaan. Sebagai anak, hidupnya ditandai oleh ibunya yang kerapkali sakit. Sesudahnya ia mengalami bahwa secaca fisik ia sendiri tidak kuat. Kerapkali ia dioperasi. Panjang-lebar ia bisa bercerita tentang itu. Ketiga tahun terakhir adalah cukup berat bagi Frater Jan, baik secara fisik maupun mental. Konfrater, perawat, famili dan sahabatnya mengunjungi dia dan mendukungnya. Namun Frater Jan harus menempuh trayek terakhir hidupnya agak sendirian. Ia tidak merasa takut akan maut, bahkan di bulan-bulan terakhir ia ingin wafat. Pada hari Pentekosta Kedua ia meninggal dengan tenang di kursinya, dibebaskan dari segala kegelapan. Wajahnya bersinar damai; ia telah sampai pada tujuan hidupnya.
22
SUMBER
‘SALVE REGINA, MATER MISERICORDIAE’ Lagu di perjalanan Pandangan populer mengenai Mgr. Zwijsen adalah, bahwa ia seorang lugas dan praktis. Sekarang kita dapat mencap dia sebagai seorang pengurus. Sudah barang tentu, ia bertalenta untuk menata sesuatu dan cakap dalam hal menjalin relasi (‘networking’). Akan tetapi ada lebih lagi. Dengan sengaja Mgr. Zwijsen menentukan kata belaskasih sebagai kata kunci kedua kongregasinya. Sebagai seorang pendiri ia hidup dengan jiwa dan semangat lugas. Terhadap kaum pengikutnya ia menekankan ‘kekuatan-kekuatan yang halus’, yang punyai belaskasih sebagai nilai inti. Arsip seminari memperlihatkan bahwa Zwijsen, sebagai seminaris, bertugas sebagai penyani utama dalam liturgi. Pasti ia sungguh tertarik oleh kidung Salve Regina. Dengan sadar, ia menyumbangkan kepada para frater dan susternya Bunda Maria, Bunda Berbelaskaih, sebagai pelindung mereka. Dengan ini menjadi jelas bahwa Mgr. Zwijsen juga tersentuh oleh penderitaan dan air mata, oleh kehangatan dalam relasi dan kemesraan. Apakah mengheran lagi bahwa para frater dan suster mengalami Salve Regina sebagai lagu pengenal dan sebagai salam kesukaan mereka kepada Bunda Berbelaskasih di jalan hidup mereka? Mereka sendiri dan orang-orang yang mereka layani merasa terlindung oleh Bunda yang Berbelaskasih. Frater Harrie van Geene
23
Kita bertemu dengan Tuhan dalam karya dan istirahat, dalam kecemasan dan kedamaian, dalam suka dan duka. (dari Pedoman Hidup CMM)
Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih 24