FRATER CMM 1/11
| DI SINILAH AKU, YA TUHAN | YAYASAN ‘BONDGENOOT PARTNER’ | FRATER CMM SETENGAH ABAD DI BRASIL | PENGALIHAN DESA KANAK-KANAK DI NAMIBIA| KENANGAN TENTANG KOTA DEN HAAG | KETERIKATAN | 1
DAFTAR ISI
KOLOM PEMIMPIN UMUM
4
MENGENAI FRATER ANDREAS
5
MAKLUMAT MISI
kolofon
Belaskasih terdapat di setiap waktu dan di setiap tempat.
Frater CMM, ISSN 1574-9193, adalah majalah triwulan Kongregasi Frater CMM. Langganan gratis dapat diminta pada alamat di bawah ini.
Belaskasih merupakan inti setiap agama di dunia: agama Hindu, Buddha, Yahudi, Kristen dan Islam. Gerakan belaskasih meninggalkan jejak dalam sejarah.
Redaksi: Rien Vissers (ketua redaksi), Frater Edward Gresnigt, Frater Ad de Kok, Frater Lawrence Obiko, Frater Ronald Randang, Frater Jan Smits, Peter van Zoest (redaktur terakhir).
Pelbagai bentuk penampilan belaskasih merupakan ungkapan masyarakat dalam mana belaskasih telah lahir, dan ungkapan spiritualitas yang mendukungnya.
Rencana tata: Heldergroen www.heldergroen.nl Dicetak:
Perc. Kanisius, Yogyakarta
Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih berakar dalam semangat belaskasih Kristiani.
Kontak:
Frater CMM, Jalan Ampel 6, Papringan - Yogyakarta 55281
E-mail:
[email protected]
Webside:
www.cmmbrothers.org
Terjemahan:
Frater Pieter-Jan van Lierop, Frater Jan Koppens
Foto sampul depan: Anak-anak dari ‘Children’s Education Centre’ di Usakos, Namibia (foto: Frater Broer Huitema). Foto sampul belakan: Alhambra, Granada, Spanyol (foto: Frater Ad de Kok).
Anak yang hilang, Rembrandt 2
DI SINILAH AKU, YA TUHAN
6
BERITA PENDEK
8
YAYASAN ‘BONDGENOOT PARTNER’
10
REDAKSI MENULIS Kerapkali pemimpin umum CMM tinggal berjam-jam lamanya di pesawat terbang untuk mengunjungi setiap provinsi dan regio kongregasi yang mempromosikan semangat belaskasih. Hal ini juga ternyata dalam majalah Frater CMM ini. Pada tanggal 23 Oktober 2010, ia berada di Usakos, Namibia, di mana para frater secara resmi mengambil alih ‘Children’s Education Centre’ bagi anak-anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk berkembang. Pada tanggal 25 November 2010, empat frater di Manado mengikrarkan profesi seumur hidup di hadapannya. Hal yang sama terjadi di Brasil, ketika pada tanggal 12 Desember 2010 seorang frater Brasil mengikrarkan profesi seumur hidupnya. Empat hari sebelumnya Frater Broer Huitema, bersama dengan para frater dan tamu, merayakan bahwa 50 tahun lalu Frater CMM tiba di Brasil. Ia juga hadir pada tanggal 5 Maret 2011 di Mosocho - Kenya, pada saat itu dibuka secara resmi ‘Saint Vincent Primary School’, yang dibuka oleh Frater CMM. Sambil berjalan ia sering mengalami hal-hal yang menggembirakan dan hal-hal yang membuka masa depan. Akan tetapi medali kongregasi juga mempunyai sisi balik. Kongregasi Frater CMM juga memberitahukan pembubaran Regio California, yang didirikan pada tahun 1963. Kedua frater yang terakhir pulang ke Belanda pada tanggal 17 Februari 2011. Di samping itu ada skandal pelecehan seksual yang melanda Gereja dan kongregasi. Hal ini merupakan “halaman hitam dalam sejarah CMM!”, kata Frater Broer Huitema dalam kolomnya. Secara khusus ia iba hati terhadap apa yang dialami oleh para korban: “Dari kita diminta bahwa kita turut menderita bersama mereka. Itulah jalan belaskasih yang sekarang terbuka bagi kita.”
FRATER CMM SETENGAH ABAD DI BRASIL
12
PENGALIHAN DESA KANAK-KANAK DI NAMIBIA
14
BERITA PENDEK
16
KENANGAN MENGENAI KOTA DEN HAAG
KETERIKATAN in memoriam
21
SUMBER
18
23 3
KOLOM PEMIMPIN UMUM
Kurang lebih satu tahun yang lalu muncul berita pertama mengenai pelecehan seksual di dalam Gererja Katolik di Belanda. Publikasi-publikasi pertama mengakibatkan gelombang reaksi yang besar. Hampir semua kasus menyangkut pelecehan seksual yang berlangsung banyak tahun yang lalu; bahkan ada sampai 60 tahun lebih. Kami sangat terkejut mengenai berita-berita yang masuk. Puluhan korban pelecehan seksual melaporkan diri pada kami. Kadang-kadang nama seorang frater disebut di media. Hal ini merupakan halaman hitam dalam sejarah CMM. Tentu saja kami menginsafi bahwa kebanyakan frater telah bekerja dengan baik. Tentu kami tahu bahwa hanya persentase yang kecil di kalangan frater terlibat dalam hal pelecehan seksual atau dalam menggunakan kekuasaan mereka dengan salah. Walaupun demikian: kami sangat terkejut atas luasnya masalah ini. Lama-kelamahan kami melihat dengan lebih tajam apa yang pernah terjadi. Akan tetapi cerita ini belum selesai. Saya sudah berbicara dengan kurang lebih 20 korban. Cerita-cerita mereka menyedihkan hati, tidak hanya karena pelecehan yang dialami, melainkan juga karena akibat-akibat pelecehan itu dalam hidup mereka sesudahnya. Tidak setiap korban dilukai untuk seumur hidup, akan tetapi ada banyak korban yang seumur hidupnya diganggu oleh pengalaman itu. Setiap korban mempunyai ceritanya tersendiri. Sudah penting bahwa cerita mereka didengarkan dan diterima serius, dan kami ucapkan maaf sedalam-dalamnya. Namun demikian luka mendalam dalam kehidupan seorang korban, yang dilakukan oleh pembuat pelecehan, tidak dapat dihilangkan. Terkadang korban-korban berlangkah terus dan melaporkan diri pada lembaga gerejani ‘Hulp en Recht’ (Bantuan dan Keadilan), untuk memperoleh pengakuan sebagai korban dan menerima ganti rugi, melalui lembaga itu. Banyak orang melaporkan kasus mereka pada Komisi Deetman, yang menyelidiki masalah ini secara ilmiah atas nama Konferensi Uskup dan Konferens Religius. Jalan yang menuju ke perdamaian dan penyembuhan masih panjang. Namun tetapi saya berharap agar setiap orang yang bersangkutan dapat menempuh jalan itu. Kami tidak boleh membela diri dengan mengatakan bahwa masalah semacam itu terjadi di mana-mana, 4
atau sudah dilakukan banyak tahun yang lalu, atau hanya menyangkut sejumlah minoritas. Para korban muncul sekarang dan minta perhatian kami sekarang ini. Hanya ada satu jalan yang dapat kami tempuh yaitu jalan keterbukaan dan penerimaan serius kisah setiap orang. Jalan yang satu-satunya adalah mengakui bahwa di masa yang lampau dilakukan kesalahan-kesalahan, bahwa konfrater-konfrater tertentu menyalahgunakan kekuasaan mereka. Jalan yang satu-satunya adalah mohon maaf atas penderitaan yang dialami oleh para korban karena perbuatan-perbuatan konfrater kami. Kami dapat merebut kembali kepercayaan terhadap pihak kongregasi melalui bantuan, ganti rugi, keterbukaan dan transparansi. Dengan minta perhatian atas masalah ini yang seluas dunia, kami dapat menyumbangkan sesuatu agar menghindari pelecehan di masa mendatang. Para korban pernah menderita atau masih menderita. Sekarang dari pihak kami diminta agar kami turut menderita bersama mereka. Itulah jalan belaskasih yang sekarang terbuka bagi kami.
Frater Broer Huitema
MENGENAI FRATER ANDREAS
FRATER MARIA ANDREAS Biasanya kita berbicara mengenai Frater Andreas, akan tetapi namanya yang sebenarnya adalah ‘Frater Maria Andreas’. Hal ini sungguh disadari olehnya. Pada tanggal 1 November 1860 ia mengikrarkan profesinya sementara dengan mengucapkan namanya: “Saya, Frater Maria Andreas, berjanji kepada Allah yang Mahakuasa .....”. Menurut tradisi kongregasi yang sedikit aneh, kepada setiap frater diberikan nama Maria sebagai nama pertama. Sekarang kurang jelas apakah mereka sungguh memahami maknanya yang terdalam. Sudah barang tentu bahwa bagi kebanyakan frater huruf ‘M’ di muka nama mereka bukan tanpa arti. Bagi Frater Andreas hormatnya terhadap Santa Perawan Maria begitu besar dan intens, sehingga singkatan ‘M’ tidak cukup lagi dan nama Maria harus ia tulis dengan lengkap. Dalam abadnya, pemujaan Maria semakin kuat. Puncak yang dialami oleh Andreas, pada usia 13 tahun, adalah proklamasi dogma Maria dikandung tanpa noda pada tahun 1854. Kami kurang tahu apakah pemilihannya dipengaruhi oleh kejadian itu, akan tetapi satu tahun kemudian ia memilih untuk menjadi Frater CMM dan masuk sekolah guru. Langsung sesudah tiba di situ, ia Frater-frater berdoa di depan gua Lourdes di taman ‘Ruwenberg’.
mulai dengan berdoa setiap pagi dan malam tiga kali Salam Maria untuk menghormati kemurnian Maria. Sebagai calon guru, ia mendengar mengenai penampakan-penampakan yang khusus di Lourdes pada tahun 1958. Seumur hidupnya ia mencari-cari dokumentasi mengenai mujizat-mujizat Maria. “Di taman bunga ia sering berlutut sambil berdoa di depan gua Lourdes”, kata konfraternya Amatus. Frater Amatus menulis dengan rinci mengenai devosi-devosi Frater Andreas. Frater Andreas mendoakan setiap hari “dengan penuh hormat” ofisi Santa Maria. Ia juga mendoakan tiga kali sehari doa Angelus “dengan penuh hormat”. Ia memakai dengan penuh hormat sebuah medali Maria yang khusus, yang dikenal sebagai ‘Skapulir Kudus’. Setiap hari ia mendoakan doa Rosario “dengan semangat besar”, dan “sering” ia mengulangi doa itu pada hari Minggu, pada hari pesta dan hari rekoleksi. Pesta-pesta Maria ia rayakan “dengan kegembiraan rohani yang khusus” dan pesta-pesta itu ia siapkan dengan novena. Sering ia menghayati peranan Maria pada penjelmaan Anak Allah, dan ia merenungkan keutamaan-keutamaan dan privilisi-privilisi Maria. Spiritualitas Frater Andreas sangat diwarnai oleh cinta bersemangat terhadap Bunda Allah. Segi-segi tertentu dari pribadinya hanya dapat dipahami berdasarkan latar belakang pengantaraan Maria, yang dicari dan diperoleh olehnya: kelemahlembutan, kesetiaan dan kepercayaan tanpa batas pada kebaikan Allah. Frater Andreas “suka berdoa lama” kepada Bunda Allah. Menurut sahabatnya Fr. Amatus ia sering mengucapkan namanya. Charles van Leeuwen
5
BELANDA
‘DI SINILAH AKU, YA TUHAN’ Pada tanggal 26 November 2010, di Wisma Orang Lansia - Joannes Zwijsen di Tilburg, berlangsung pertemuan tahunan para frater dan anggota berasosiasi di Provinsi Belanda. Tema ‘pertemuan provinsi’ adalah ‘Memanggil’. Penceramah utama adalah Frater Frans van Pinxteren. Ia menerangkan perkembangan pesat dalam kerasulan panggilan CMM dalam 15 tahun terakhir.
“Selama dua tahun saya di kelas Frater Emilio, dan saya ingin menjadi seperti dia”, kata Fr. Frans sebagai pendahuluan ceramanya mengenai panggilannya pribadi. “Saya tidak terutama ingin menjadi guru, bukan itu; saya ingin menjadi frater dan saya menduga bahwa hal itu berhubungan dengan Allah. Tentu saja pada waktu itu panggilan saya sama sekali tidak dewasa; hanya bersifat permulaan dalam proses perkembangan panggilan.” Selain Frater Emilio van Berkel, juga Pastor Karel de Beer di masa novisiat dan Fr. Alfred Smits dan Frater Rumoldus van der Krabben memainkan peranan penting dalam perkembangan panggilannya: “Orang-orang ini, bersama orang-orang lain, membenarkan jalan panggilan yang saya tempuh.”
Aksi panggilan Kemudian Frater van Pinxteren menceritakan bagaimana kerasulan panggilan CMM mendapat bentuk baru sejak 1996, ketika diangkat dewan provinsi yang baru. Pemimpin Umum waktu itu, Frater Harrie van Geene, menugaskannya agar diselidiki masa depan kerasulan panggilan. Untuk itu didirikan ‘Kelompok Kerja Asosiasi, Panggilan dan Presentasi’. Kegiatan pertama kelompok kerja itu adalah suatu aksi panggilan yang menonjol. Dalam beberapa surat kabar, kongregasi memasang
6
Frater Frans van Pinxteren menerangkan kerasulan panggilan CMM. iklan-iklan dengan judul utama: ‘Kami mencari orang (pria) dengan hati, yang berani menjadi frater.’ Kata fr. Frans van Pinxteren: “Pada saat itu frater-frater CMM menjadi pewarta berita tingkat dunia.” Ada pun banyak reaksi: 150 lebih. Akhirnya sedikit orang masuk kongregasi. Akan tetapi kemungkinan untuk
masuk kongregasi CMM menarik banyak perhatian. Dalam suatu iklan yang lain dipanggil ‘Orang sekutu dalam gerakan belaskasih’, orang-orang yang tertarik oleh apa yang menggerak frater-frater CMM. Diadakan beberapa pertemuan bagi mereka yang berminat. Jumlahnya ratusan orang. Inilah dasar lembaga yang kemudian mandiri: ‘Gerakan Belaskasih’. Jumlah anggotanya 1.500 lebih yang tetap berhubungan erat dengan Frater CMM.
Kelompok-kelompok proyek ‘Juga perihal asosiasi selalu diperhatikan’, kata Frater van Pinxteren. Sekarang ini Kongregasi mengenal enam anggota berasosiasi: Frits Aarts, Betty Karhof, Lex van der Poel, Nelleke Verstijnen, Christianne dan Henk van de Wal. Melihat hasil usaha kami untuk memperoleh anggota asosiasi, kami merasa cukup puas. Kelompok kerja itu dibubarkan pada tahun 2008, kemudian diganti oleh dua kelompok proyek, yaiti ‘Panggilan’ dan ‘Asosiasi’. Pada tahun 2009 Kelompok Proyek Panggilan mempresentasikan brosur ‘FRATERS’, untuk menaruh perhatian terhadap kehidupan sebagai Frater CMM. Kegiatan-kegiatan Kelompok Proyek Asosiasi terarah pada pendalaman bagi para anggota asosiasi dan penambahan panggilan sebagai anggota asosiasi, antara lain melalui hari-hari refleksi dan penawaran kursus pendalaman yang berjudul: Hidup bakti di dalam gereja dan dunia. “Kursus ini sungguh berhasil”, kata Frater Frans. “Kami mengharapkan hanya 12 peserta, tetapi jumlah peserta yang datang adalah 25 orang. Sudah diputuskan untuk mengulangi kursus pendalaman tersebut, karena masih ada cukup calon peserta.” Frater Frans mengakhiri ceramahnya dengan mengatakan tentang pembinaan calon-calon asosiasi yang akan datang: “Bila seorang melamar, kami harus menyadari bahwa mereka harus belajar banyak. Mereka orang-orang zaman kini dengan kurang pengetahuan agama. Maka kami harus sabar dan jangan dituntut terlalu banyak. Kami harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertumbuh di dalam persekutuan CMM dan agar mereka memperoleh spiritualitas kami. Kalau begitu mereka dapat mengatakan: ‘Di sinilah aku, ya Tuhan, kegembiraan saya adalah melaksanakan kehendak-Mu.’ Marilah kita berdoa untuk itu setiap hari.”
Ibu dari Frater Niek Hanckmann (kiri), berbicara dengan anggota asosiasi Christianne van de Wal, waktu hari provinsi.
Pada akhir hari provinsi, pemimpin arsip CMM, Bapak Rien Vissers, membawa presentasi powerpoint mengenai pelbagai potret pendiri kongregasi, CMM, Mgr. Zwijsen.
Pada akhir hari provinsi, Frater Ben Westerburger dan Frater Jan Smits mengangkat gelas.
Peter van Zoest
7
BERITA kort PENDEK nieuws
PROFESI SEUMUR HIDUP DI BRASIL
Frater Alan Robert Benevenuto Aparecido bersama orangtuanya sesudah pengikraran profesinya seumur hidup.
Pada 12 Desember 2010, dalam perayaan Ekaristi di gereja paroki Padre Eustáquio di Belo Horizonte, Frater asal Brasil yaitu Alan Robert Benevenuto Aparecido telah mengikrarkan profesinya seumur hidup. Dalam perayaan yang sama, Frater Craudeci Moreira memperbaharui profesi sementara. Dalam pidatonya, pemimpin umum, Frater Broer Huitema, mengatakan bahwa ia mengagumi keberanian untuk berlangkah demikian, karena hampir tidak ada calon untuk CMM di Brasil. Ia mengenal keadaan semacam itu: “Ketika saya mengikrarkan profesi seumur hidup, tahun 1978, hanya ada sedikit calon di Belanda. Keadaan itu tidak gampang bagi saya. Namun saya memilih untuk hidup sebagai frater, karena saya yakin bahwa Ia memanggil saya untuk menjadi anggota CMM. Saya menemukan kebahagiaan dan kerja sama yang subur dalam kongregasi. Saya mengharapkan kebahagiaan dan pekerjaan yang subur itu juga bagi Frater Alan. Sebagai frater memang mungkin untuk hidup bahagia dan menjalankan suatu kehidupan religius yang kaya.” Dengan mengacu pada perjalanan-perjalanan terakhir ke Indonesia, Kenya dan Timor Leste, di mana delapan frater mengikrarkan profesi seumur hidup, Frater Broer menggarisbawakan: “Frater Alan, kelompok kalian terdiri atas sembilan Frater CMM. Di dalam kongregasi Frater Alan tidak sendirian. Frater dapat memperhitungkan dukungan para konfratermu yang mendahului Saudara dalam hal pengikraran profesi seumur hidup. Hari ini mereka semua berdoa untuk Frater Alan.”
REGIO CMM CALIFORNIA DIBUBARKAN Regio CMM California telah dibubarkan. Regio ini didirikan pada tahun 1963 dalam masa pimpinan Frater Novatus Vinckx. Pemimpin komunitas yang pertama adalah Frater Emericus Goossens. Bertitik tolak dari komunitas Los Angeles dan Oxnard, banyak frater telah bekerja keras sebagai pendidik. Salah satu dari lima frater perintis di California adalah Pemimpin Regio yang terakhir, Frater John Grever. Pada tanggal 17 Februari 2011 ia kembali ke Belanda bersama dengan Frater Richard van Rooij. Kedua frater itu berdomisili di komunitas Joannes Zwijsen, di mana mereka bergabung dengan Fr. William Verheijen, Fr. Godfried Kanen dan Fr. Louis de Visser, yang juga pernah hidup dan bekarya di 8
California. Frater Grever mengganti Frater Louis de Visser sebagai bendahara umum. Frater Louis telah memberitahukan bahwa ia ingin berhenti sebagai bendahara, karena usianya 75 tahun. Dalam suratnya kepada para frater dan anggota-anggota asosiasi, pemimpin umum, Frater Broer Huiterma, menulis mengenai Frater Louis de Visser: “Walaupun ia bukan seorang bendahara karena dididik di bidang itu, namun ia dengan segera dapat melaksanakan tugasnya sebagai bendahara secara pandai dan dengan teliti. Selama lima belas tahun ia, sebagai bendahara umum, telah melayani kongregasi dengan dedikasi tinggi.”
MUSEUM SCRIPTION TUTUP PINTUNYA Museum Scription di Tilburg telah menutup pintunya pada tanggal 10 Januari 2010. Museum itu yang mempedulikan komunikasi tertulis, memperlihatkan media komunikasi dan sosial, tidak cukup uangnya untuk melanjutkan kegiatannya. Pada hari Minggu tanggal 9 Januari museum itu terbuka untuk kali terakhir dan orng bisa mengunjunginya secara gratis. Menurut pihak museum itu penetupannya diakibatkan oleh pemerintah kota Tilburg, yang sudah memutuskan untuk mengakhiri subsidi sebesar € 200.000,- lebih. Keduabelas karyawan dipecat pada tanggal 1 Maret. Koleksi museum disimpan oleh suatu lembaga yang bersahabat. Scription bereksistensi selama 22 tahun, dan memperlihatkan sejarah aksara dan cara menulis serta penerapannya di dunia perkantoran. Dapat dilihat pelbagai jenis mesin tik, pulpen, pensil, balpen, pena terlepas, mesin kopi, alat stensil, komputer dan perabot kantor. Willem Frederik Hermans, seorang penulis terkenal, yang meninggal tahun 1995, mewariskan koleksinya, yang terdiri atas 200 mesin tik, pada Scription. Jumlah pengunjung museum itu 20.000 orang lebih per tahun. Pengetahuan dan pengalaman sekarang digunakan dalam suatu organisasi yang baru, namanya Npuntnul. Organisasi itu menstudikan perkembangan komunikasi dan media sosial. Npuntnul itu akan mengembangkan kegiatan-kegiatan seperti pameran, alat-alat media, ceramah, diskusi, proyek media sosial dan proyek untuk dunia pendidikan. Koleksi museum pernah dimulai sebagai kumpulan oleh Frater Ferrerius van den Berg. Sesudah Perang Dunia II ia mulai studinya di bidang kaligrafi. Dalam waktu yang sama ia mulai mengumpulkan segala macam alat dan mesin berhubungan dengan menulis. Inilah menjadi permulaan koleksi yang
Patung Frater Ferrerius van den Berg di museum ‘Scryption’.
Para pengunjung di museum pada hari terakhir. berkembang menjadi ‘Museum Menulis dan Mesin Tik’, yang berdomisili di salah satu loteng generalat CMM. Sesudah mengembara di Tilburg, koleksi diberikan tempat di mantan sekolah teknik di samping Museum Alam Noord- Brabant. Museum itu, dengan koleksi terkenal di dunia, telah diatur dengan bantuan pemerintah kota Tilburg dan sponsor-sponsor lain.
Museum Scription di Spoorlaan, Tilburg.
9
INDONESIA
Elisabeth Riphagen dan Frater Jan Koppens bersama Pak Ady, penghubung wilayah.
KARYA YAYASAN BONDGENOOT PARTNER Yayasan Bondgenoot Partner melayani orang-orang yang kurang beruntung di Indonesia, baik anak-anak maupun orang-orang dewasa, melalui proyek-proyek pendidikan dan amal. Atas nama yayasan, Frater Jan Koppens, provinsial CMM Belanda, bersama Gerrit dan Elisabeth Riphagen mengunjungi tujuh belas proyek dari tanggal 16 Oktober sampai 13 November 2010. Frater Jan bekerja di Indonesia dari tahun 1979 sampai 1996, antara lain sebagai magister dan pemimpin provinsi. Di bawah ini ia berikan informasi mengenai pendirian yayasan dan kunjungan kerja. Pada tahun 60-an Pak Gerrit dan Ibu Elisabeth Riphagen, atas nama Gereja Protestan, bekerja di Rantepao (Sulawesi) di seuatu sekolah teknik dan rumah yatim piatu. Sesudah sekian tahun mereka pulang ke Belanda, namun Elisabeth tetap memperhatikan tempat asuhan tersebut. Pada tahun 1999, sesudah 27 tahun tinggal di Belanda, mereka kembali ke Sulawesi. Pas pada waktu kunjungan itu terjadi musibah: bagian sekolah teknik yang paling berharga terbakar. Apakah kejadian itu berarti sekolah ditutup? Pasangan tersebut merasa terpanggil untuk, dengan bantuan sekian sponsor, menbangun kembali sekolah itu. Upaya itu berhasil memalui kerja keras dan banyak kunjungan kerja. Berkembanglah kembali suatu sekolah teknik yang bagus di pinggiran kota Rantepao. Sebagai usaha lanjut, Gerrit Riphagen mulai mengunjungi dan membimbing proyek-proyek sekolah yang baru. Sebagai dukungan didirikan Yayasan Bondgenoot Partner pada tahun 2002. 10
Saya diundang menjadi pengurus yayasan itu. Seringkali Gerrit dan Elisabeth mendorong saya untuk sekali mengikuti mereka dalam suatu kunjungan kerja. Pada 16 Oktober 2010 saya berangkat, selama empat minggu, untuk mengunjungi bersama mereka tujuh belas proyek di Sumatera dan Sulawesi.
Kurang air Penerbangan ke Medan sangat lancar. Saya merasa saya sudah pulang. Kami diterima baik oleh Frater Aris Payung dan penghubung kami di Sumatera, Pak Samosir. Pak Gerrit dan Ibu Elisabeth langsung berangkat ke Pematang Siantar. Saya masih tinggal dua hari di Medan, di mana saya mengunjungi suatu kompkleks untuk anak-anak cacat mental. Saya dihantar keliling oleh Suster Kristiana KFSL. Waktu itu dapat dirasa bahwa suster itu sungguh terlibat dalam perkembangan dan masa depan anak-anak itu. Masalah terbesar yang
mereka alami adalah kekurangan air. Perlu dibor lebih dalam agar 60 anak dapat air secukupnya. Barangkali Yayasan Bontgenoot Partner bisa menolong mereka. Di Pematang Siantar diadakan pembicaraan yang mengesankan dengan pimpinan tiga Sekolah Menegah Teknik. Selama dua tahun Yayasan sudah mendukung pelbagai lokakarya bagi guru-guru (teori dan praktek) serta pegawai tata usaha. Kami membicarakan perkembangan pelajaran-pelajaran praktek. Suatu SMK-Puteri di Pematang Siantar, yang dipimpin oleh suster-suster KYM, di tahun-tahun silam sudah menerima suatu kelas komputer dan perpustakaan yang baik. Proyek ini dibulatkan waktu kunjungan ini.
Perpustakaan Di Pematang-Siantar kami menginap di frateran Jalan Nias, sama seperti waktu kunjungan-kunjungan kerja yang lain. Frateran itu, di mana Frater Bosco Wuarmanuk adalah pemimpin sebagai magister, adalah tempat yang baik dan nyaman. Pada suatu sore hari saya memberikan ceramah kepada kurang lebih tiga puluh novis (suster, frater dan bruder) yang berasal dari empat kongregasi. Mereka mengikuti kursus gabungan. Mudah-mudahan saya menyentuh hati mereka, supaya
panggilan pribadi mereka sebagai manusia dan religius dapat berkembang terus. Di Balige kami menginap di frateran. Sekolah Menengah ‘Bintang Timur’ dipimpin oleh Frater Florentinus Halawa. Sekolah terkenal ini memiliki suatu perpustakaan yang indah, dipimpin oleh seorang ahli perpustakaan yang sudah dididik baik untuk itu. Elisabeth, yang memberikan perhatian khusus pada pengembangan perpustakaanperpustakaan di Indonesia, dapat merasa bangga atas hasilnya. Di Balige juga berlangsung pembicaraanpembicaraan pribadi antara Gerrit, Elisabeth dan saya. Kami berbicara mengenai iman kepercayaan, oikumene, persaudaraan, kaul-kaul, pengutusan dan masa depan yayasan. Sangat menarik bahwa dengan amat polos kami dapat buka hati satu sama yang lain.
Penghubung-penghubung Di frateran CMM Makassar, kami mendapat ruang dari Frater Martin Rukka untuk berbicara panjang lebar dengan tiga penghubung di Indonesia. Tanpa semangat orang sekutu ini, yang bekerja secara sekarela, yayasan barangkali harus bubar. Dalam pembicaraan itu, 30 Oktober 2010, menjadi jelas bahwa kami berpandangan sama dan searah. Tepat dua bulan sesudahnya, pada 30 Desember, tiga orang muda di Belanda dihubungi untuk menjadi anggota dewan yayasan itu. Mereka bereaksi dengan antusias. Dengan demikian dewan diperluas dengan tiga tenaga yang segar. Begitulah kami menghadapi masa depan, antara lain diinspirasikan oleh tiga penghubung kami di Indonesia.
Wajah-wajah bergembira
Frater Jan Koppens dalam suatu ruangan praktek di sekolah teknik di Pematang Siantar.
Di Sulawesi, di mana kami tinggal selama dua minggu, kami mengunjungi banyak proyek pendidikan yang masih berjalan atau sudah diselesaikan. Saya ingin menyoroti sebentar ‘Panti Asuhan’, suatu rumah yatim piatu di Rantepao. Karena suatu sumbangan anonim, kami dapat membeli buku-buku di Makassar, juga pelbagai alat musik dan permainan untuk anakanak itu. Hal ini sungguh kena sasaran. Banyak wajah bergembira. Dengan seorang puteri, yang belajar di Sekolah Mengengah Atas, saya berbicara agak lama. Pada tanggal 13 November perjalanan panjang berakhir. Di Bandara Schiphol - Belanda saya berpisah dari Elisabeth. Gerrit lagi tinggal di Indonesia selama satu bulan. Ia menjalankan kunjungan kerjanya di Flores. Betapa senang saya bahwa saya dapat berfungsi sebagai suatu gigi roda yang kecil dalam Yayasan Bondgenoot Partner. Frater Jan Koppens
Anak-anak yatim piatu di Rantepao dengan gitar-gitar yang baru.
11
BRASIL
FRATER CMM SETENGAH ABAD DI BRASIL Pada tanggal 8 Desember 2010, Frater CMM memperingati bahwa lima puluh tahun lalu frater-frater pertama masuk Brasil. Mereka adalah Frater Sjaak Staats, Frater Leonis Puts, Frater Ignatio Beijers, Frater Cristino Gemen dan Frater Jo Huiskamp. Dari antara mereka Frater Cristino Gemen, yang sekarang pemimpin regio, masih tinggal di Belo Horizonte, di mana para frater sudah berdomisili setengah abad lamanya. Frater Nicácio Huiskamp melaporkan perayaan jubileum itu.
Gereja Paroki Padre Eustáquio penuh sesak. Pada 5 Desember, pemimpin umum Frater Broer Huitema tiba di Belo Horizonte untuk bersama dengan para frater memperingati peristiwa yang bersejarah itu. Pada 8 December, pesta Maria Dikandung tanpa Noda, berlangsung perayaan Ekaristi yang dimulia pada pukul 10 di gereja Paroki Padre Eustáquio yang penuh sesak. Misa dipimpin oleh Kardinal Serafim Fernandes de Araújo. Ia mantan uskup agung Belo Horizonte. Dengan beliau berkonselebrasi a.l. mantan Uskup Itabira-Coronel Fabriciano, yaitu Mgr. Lellis Lara dan 18 imam dari keuskupan-keuskupan di mana para frater masih atau pernah bekerja. Di gereja itu tiga belas frater hadir dan duduk di banku-banku pertama. Nyanyian liturgis dibawa oleh kor yang dalam kesempatan ini terdiri atas guru-guru Kolese Padre Eustáquio, dan dipimpin oleh Frater Cristino Gemen. 12
Penghargaan Dalam homilinya, Bapak Kardinal menjelaskan bahwa para frater bekerja di pelbagai bidang pastoral, yang sungguh dibutuhkan di dalam gereja. Dengan demikian mereka mewujudkan karisma CMM: ‘persaudaraan dan belaskasih’. Ketika para frater tiba di Belo Horizonte pada tahun 1960, kardinal itu uskup pembantu di situ. Ia mengungkapkan kegembiraannya, penghargaannya dan rasa terima kasih. Uskup Lellis Lara juga mengatakan sesuatu atas nama Keuskupan Itabira-Coronel Fabriciano, di mana para frater a.l. melayani secara khusus di ‘Cidade do Menor’ (Desa Kanak-Kanak). Dalam perayaan itu, murid-murid Kolese Padre Eustáquio memberikan penghormatan kepada para frater. Di dalam gereja mereka membawa gambar Maria Bunda yang Berbelaskasih dan
gambar Mgr. Joannes Zwijsen serta papan-papan dengan moto gerakan belaskasih: Melihat, Tergerak, Bergerak dan Mendukung manusia.
Harapan
Pemimpin Umum dan Frater Alan Robert Aparecido Benevenuto pada permulaan perayaan Ekaristi.
Prosesi pada acara persembahan terdiri atas sekian wakil karya-karya pastoral dan gerakan-gerakan dalam mana para frater terlibat, seperti paroki, pendidikan (Kolese Padre Eustáquio), pendidikan religius, pusat pembinaan, para religius dan kelompok-kelompok dari gerakan belaskasih. Ada orang dari Igarapé, São Joaquim de Bicas, Itabira, Coronel Fabriciano, Ipatinga, Lagoa Santa, Janaúba dan Belo Horizonte. Frater Broer Huitema mengucapkan penghargaannya dan terima kasih kepada dewan regio dan semua frater. Ia mengenang frater-frater pertama di Brasil; mereka yang masih hidup: Frater Sjaak Staats dan Frater Cristino Gemen, lagi mereka yang sudah meninggal: Frater Jo Huiskampdan, Frater Leonis Puts dan semua frater yang telah dan masih bekerja dengan semangat tinggi selama lima puluh tahun silam. Dengan penuh respek ia mengenangkan frater-frater yang barusan meninggal: Frater Servano Leyten dan Frater Leopoldo Remans. Rasa gembira dan harapannya ia ucapkan berhubungan dengan profesi seumur hidup Frater Alan Robert Aparecido Benevenuto.
Papan kenangan
Kata-kata kunci spiritualitas CMM.
Pada akhir perayaan diserahkan sebuah papan kenangan kepada Frater Cristino Gemen, sebagai tanda terima kasih atas karyanya dan karya para frater demi rakyat Brasil, khususnya demi kaum muda negara itu. Sesudah perayaan Ekaristi ada resepsi di wisma paroki yang terletak di samping gereja. Santapan bersama, yang dihadiri oleh k.l. 400 tamu, dinikmati di lapangan beratap di Kolese Padre Eustáquio. Frater Sjaak Staats dan Frater Misael van den Borne, yang tinggal di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg, telah bekerja di Brasil, masing-masing 21 dan 30 tahun lamanya. Pada 8 Desember mereka menerima buket bunga yang besar dari dewan umum agar bisa turut merayakan pesta emas itu dengan para konfrater mereka di Brasil. Frater Nicácio Huiskamp
Pemimpin regio Frater Cristino Gemen mengucapkan rasa terima kasih. 13
NAMIBIA
PENGALIHAN DESA KANAK -KANAK DI NAMIBIA Pada 23 Oktober 2010 Kongregasi CMM secara resmi mengambil alih kepemimpinan ‘Children’s Education Centre’ (CEC) di kampung Usakos, Namibia. Dalam acara meriah, bapak Frits Koopmans, pendiri dan pemimpin, menyerahkan statuta ‘Yayasan Desa Kanak-Kanak Usakos’ kepada Frater Broer Huitema selaku pemimpin umum Frater CMM. Dalam aula CEC, letaknya di padang gurun di arah barat laut ibu kota Windhoek, bergabung suatu rombongan besar. Banyak orang mengucapkan terima kasih kepada bapak Frits dan ibu Hanneke Koopmans atas jasa mereka. Pada tahun 1991 mereka mulai proyek yang, pada permulaan, memberikan penginapan kepada delapan anak jalanan, dan kemudian berkembang sebagai pusat bagi 40 anak. Semboyan mereka adalah: ‘Siapa yang menyelamatkan satu anak, menyelamatkan dunia.’ Di samping CEC terletak ‘Plot 65’, di mana lima penghuni yang sudah dewasa berdomisili. Mereka bekerja di desa kanak-kanak, di kebun, di sekolah yang ada di sampingnya atau di suatu perusahaan kecil yang tergabung dengan CEC dan berproduksi batu bangunan dari pasir padang gurun.
Pujian Beberapa orang dari masyarakat Namibia berpidato, akan tertapi terutama anak-anak yang tampil. Mereka memuji pasangan Koopmans dengan nyanyian dan tarian, diiringi oleh suatu orkes kulintang dari Indonesia. Di antara para tamu hadirlah Duta Besar Indonesia, yang berpidato sebagai salah satu pendukung proyek itu. Pemimpin umum, Frater Broer Huitema, mengenang pendirian proyek itu. Sudah sejak tahun 1991 ada hubungan persahabatan antara keluarga Koopmans dan para frater di Namibia. Frater Emericus Goossens yang pemimpin regio Namibia pada waktu itu membantu dalam hal penulisan statuta CEC. Sesudah 20 tahun, berkat penambahan jumlah panggilan di Namibia, Frater CMM dapat mengambil alih kepemimpinan CEC dari Frits dan Hanneke Koopmans, yang bisa menikmati masa pensiun mereka. Pemimpin umum mengucapkan banyak
14
Anak-anak dari CEC.
sukses kepada Frater Rikardus Rumangun dan Frater Johannes Mateus, yang menjadi pemimpin-pemimpin harian proyek itu. Dalam rumah keluarga Koopmans, bersama dengan Frater Gerard Mopeli Sehlabo, mereka membentuk komunitas kecil, bernama: St. Vincent de Paul. Komunitas ini bersifat internasional: ketiga frater itu berasal dari Indonesia, Namibia dan Lesoto.
Warisan Atas nama kongregasi, Frater Broer Huitema mengucap terima kasih kepada Frits dan Hanneke Koopmans “atas segala sesuatu yang dilakukan, atas segala jasa dan upaya demi anak-anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk maju di tengah masyarakat.” Dengan hati ia mengatakan bahwa tidak gampang untuk berpisah dari proyek, akan tetapi ia memastikan “bahwa kami akan mengelolah warisan anda dengan baik.” Pemimpin umum menyumbangkan € 2.000,= untuk membeli alat-alat olah raga dan musik.
Pemimpin umum menyerahkan kepada komunitas Usakos sebuah relikwi Santo Vinsentius, yang berasal dari salah satu frateran di Tilburg yang telah ditutup. Ia mengucapkan harapan bahwa relikwi itu dapat tempat yang layak di kapel, yang ditata dalam salah satu kamar mantan rumah keluarga Koopmans.
Dukungan CEC di Usakos dapat berjalan berkat bantuan dari Belanda, antara lain dari yayasan ‘Wilde Ganzen’ dan ‘Mensen in Nood’ serta Kementerian Bantuan Negara yang Sedang Berkembang dan banyak orang pribadi.
Bapak Frits Koopmans menyerahkan statuta ‘Yayasan Desa Kanak-Kanak Usakos’ kepada Fater Broer Huitema.
Peter van Zoest
Komunitas Usakos; dari kiri ke kanan: Fater Gerard Mopeli Sehlabo, Frater Rikardus Rumangaun dan Frater Johannes Mateus.
15
BERITA PENDEK
KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI: HASRAT DEMI KEMANUSIAAN Dari 11 sampai 14 November 2010, kongregasikongregasi bruder di Indonesia berkumpul di pusat pembinaan CM di Prigen, Jawa Timur. Pokok bahasan adalah bagaimana kepemimpinan dapat lebih berlaku sesuai pola kepemimpinan Yesus, contoh besar para pemimpin religius. Romo Antonius Sad Budianto CM membawa beberapa ceramah tentang tema itu. Ia menekankan bahwa seorang pemimpin harus bersedia untuk melayani orang-orang yang ia pimpin serta melayani masyarakat dan kaum miskin. Tujuan cara ‘kepemimpinan yang melayani’ ini adalah agar orang-orang yang dibimbing mampu sendiri menjadi pemimpin. Semangat altruisme merupakan syarat penting untuk melayani dengan cara demikian. Seorang pemimpin yang melayani harus melepaskan diri dari manipulasi demi kepentingan pribadi. Kepada
para peserta diberikan kesempatan luas untuk tukarmenukar pengalaman sebagai pemimpin. Dibicarakan pertanyaan: Dibuat apa dengan seorang anggota kongregasi, yang hidupnya tidak sesuai Konstitusi? Dari pihak CMM pertemuan ini dihadiri oleh Frater Martinus Leni, pemimpin provinsi CMM Indonesia, Frater Martinus Mangundap, anggota dewan provinsi, Frater Nikodemus Tala Lamak, anggota dewan provinsi dan pengurus yayasan perguruan di Banjarmasin, Frater Julius Kadang, pemimpin toko CMM di Manado dan Frater Cyrillus Kaparang, pemimpin komunitas dan pengurus yayasan di SoE. Bersama dengan tiga puluh anggota kongregasi yang lain, mereka mengalami suatu pertemuan yang mengilhami. Frater Niko Tala Lamak
Sekolah Dasar ‘Saint Vincent’ di Mosocho.
PEMBUKAAN SEKOLAH DI KENYA Di Mosocho - Kenya, Frater CMM mengambil alih sebuah sekolah dengan 80 murid, yang dibuka pada bulan Januari. Sekolah itu terdiri atas SD kelas lima dan enam. Pada 5 Maret 2011, ‘Sekolah Dasar Santo Vinsensius’ dibuka secara resmi, dihadiri oleh Frater Broer Huitema, pemimpin umum, dan Frater Lawrence Obiko, anggota dewan umum. Dahulu gedung sekolah itu digunakan
16
sebagai SD dan Sekolah Menegah Puteri, yang dulu dikenal sebagai ‘Mosocho Girls Academy’. Kongregasi juga terlibat erat di ‘Cardinal Otunga High School’ di Mosocho, di mana misi CMM dimulai pada tahun 1958. Di Frater CMM berikut, pembukaan SD-Frater itu akan dibicarakan lebih luas.
SUATU PAROKI DI TILBURG MENGADAKAN AKSI MASA ADVEN UNTUK OIP Aksi masa Adven di Paroki Frater Andreas di Tilburg diadakan demi ‘Oyugis Integrated Project’ (OIP) di Kenya. Proyek CMM itu dimulai demi pembinaan dan perawatan orang-orang yang berpenyakit hiv/aids. Diedarkan 700 folder, dan Henk dan Christianne van de Wal membawa
presentasi powerpoint mengenai tujuan dan kegiatan proyek itu. Kedua orang itu adalah anggota asosiasi Kongregasi CMM dan berupaya demi OIP itu, antara lain dengan menerbitkan Surat Edaran OIP. Informasi lanjut dapat diperoleh pada www.oip-nederland.nl.
EMPAT FRATER BERPROFESI SEUMUR HIDUP DI MANADO Di Manado, pada 25 November 2010, Frater Yulius Sole, Frater Thadeus Haki, Frater Nathaniel Kupa dan Frater Kasianus Leseman, mengikrarkan profesi seumur hidup di hadapan pemimpin umum, Frater Broer Huitema. Peristiwa ini berlangsung dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Pastor Chris Santi MSC dan lima imam turut berkonselebrasi. Dalam homilinya, Pater Santi memuju orang-orang muda itu, yang menyerahkan diri secara total kepada Allah di zaman globalisasi ini yang penuh internet dan HP. Beliau menantang muridmurid sekolah menengah Don Bosco dengan bertanya:
“Apakah kamu berani menjadi frater, suster, bruder atau imam?” Frater Broer Huitema menerima profesi keempat frater itu dengan mengatakan: “Saya menerangkan bahwa Saudara diterima untuk seumur hidup dalam tarekat kami: Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih.” Perayaan ini dihadiri oleh wakil pemimpin umum, Frater Edward Gresnigt, beberapa anggota dewan provinsi CMM Indonesia dan kebanyakan frater dari keempat komunitas terdekat di Manado dan Tomohon.
Keempat frater sesudah mengikrarkan profesi seumur hidup: Frater Yulius Sole, Frater Nathaniel Kupa, Frater Kasianus Leseman dan Frater Thadeus Haki.
17
BELANDA
Pesta di komunitas Scheveningen. Dari kiri ke kanan: Frater Pieter-Jan van Lierop, Bapak Jos Dullaert dan Frater Gérard Verstijnen.
KENANGAN MENGENAI KOTA DEN HAAG Dari tahun 1970 sampai 1979 Frater Pieter-Jan van Lierop hidup dan bekerja di kota Den Haag. Dengan bersyukur ia melihat kembali pada masa ia tinggal di kota itu, di mana kongregasi memainkan peranan penting melalui sekian frater dan proyek yang menonjol berperan besar dalam kehidupan umat beriman. Sebagai religius muda ia diilhami oleh beberapa konfrater yang jompolan dan oleh pilihan mereka untuk memihak pada orang-orang yang kurang berkesempatan untuk berkembang. Disinilah kenangan-kenangan atas masa yang kaya. Ketika pada tahun 1970 saya tiba di kota Den Haag, saya sudah tinggal empat tahun di Amsterdam. Di situ panggilan saya lebih diperkuat daripada digoyangkan. Tidak ada kesempatan untuk mengalami krisis panggilan karena suasana yang baik di komunitas dan pekerjaan untuk kaum miskin, karya mana mengisap banyak tenaga di sekolah frater di Nieuwe Leliestraat, di wilayah Jordaan di Amsterdam. Hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa, karena pada waktu itu banyak frater muda meninggalkan kongregasi. Dengan beberapa frater saya mulai berstudi teologi di Sekolah Tinggi Teologi Katolik di Amsterdam. Tujuan saya adalah memperkuat dasar rohani hidup saya sebagai frater. Studi itu menghasilkan apa yang saya harapkan, baik bagi perkembangan saya sebagai frater maupun bagi pekerjaan yang saya lakukan sesudahnya. 18
‘Leggelo’ Empat frater, - Fr. Guus Waijers dari Leeuwarden, Fr. Sjef van Ierland dan Fr. Frans van Pinxteren dari Den Haag dan saya sendiri dari Amsterdam -, akan membentuk Komunitas Scheveningen. Sebelum mulai di Scheveningen, kami tinggal beberapa bulan di frateran pada Leggelostraat di Den Haag, yang biasanya disebut: ‘Leggelo’ saja. Leggelo mengesankan saya. Rumah itu dipimpin oleh seorang frater terbuka, Joop van Dooremaal. Ia selalu mendukung frater-frater Scheveningen. Hal ini tidak wajar saja, karena beberapa konfrater menilai pendirian komunitas baru itu sebagai suatu keinginan frater-frater yang menganggap diri elite. Frater Joop melepaskan pekerjaannya sebagai guru SD untuk menjadi tenaga
pastoral di Paroki Santo Antonius dan Lodewijk di Den Haag. Peralihan ini saya sangat kagumi. Sebagai anggota Dewan Dekenat Den Haag, ia sangat dihargai. Dekat kamar saya tinggal Frater Rogier van Belkom. Saya gampang berkontak dengan frater terbuka ini. Ia hampir berpensiun sebagai guru sekolah menengah dan sedang menyiapkan diri untuk memperkuat para frater di Kenya. Bukan main frater ini. Saya berbicara dengan frater-frater yang sangat berjasa di dunia pendidikan, pembinaan kaum muda dan liturgi paroki, seperti Frater Quirinus de Veer, Frater Jan Santegoeds, Frater Piet Baas, Frater Henk Sliphorst dan Frater Lucidius Pijnenburg. Saya sangat menikmati nyanyian kor yang dipimpin oleh Frater Theo Klessens. Di rumah keramahan sering dibawa oleh Frater Jan Wouters. Lalu saya mulai mengenal banyak anggota paroki, yang bersama para frater membangun umat. Pada waktu itu menjadi jelas bagi saya betapa besar pengaruh kongregasi di wilayah Moerwijk dan Morgenstond, dan betapa besar peranan aula di frateran Nienoordstraat d dalamnya.
Sementara itu Frater Ad de Kok dan Fraterr Ad van Dun memperkuat komunitas Scheveningen. Mereka bekerja di sekolah-sekolah luar biasa, lagi bagi anak-anak yang kurang berkesempatan untuk maju. Frater Gérard Verstijnen adalah cendekiawan di komunitas itu. Ia berstudi di kota Paris dan bekerja di ‘Kantor Nasional Para Yayasan Perguruan Katolik’. Berhubungan dengan tugasnya, Fr. Gérard agak banyak ke luar negeri. Melalui dia pembesar-pembesar dunia pendidikan Katolik di Belanda menjadi tamu di komunitas kami.
Komunitas Scheveningen Pada tahun 1970, komunitas yang baru itu diterima dengan hangat di paroki S.P. Maria dari Lourdes di Scheveningen. Para frater memberikan kesan yang baik dengan keramahtamahan mereka, - rumah komunitas disebut ‘rumah terbuka’ -, dan keterlibatan mereka pada kegiatan-kegiatan paroki. Saya sendiri menjadi pembina katekese di Scheveningen dan terlibat di dewan paroki dan pada pembinaan mudika. Jan Bol MSC menjadi pastor muda-mudi dan Frater Guus Waijers berperan sebagai koster dan pembina orang-orang berusia lanjut. Sementara itu sekolah-sekolah yang dipimpin oleh Frater Sjef van Ierland dan Frater Frans van Pinxteren berkembang dengan baik. Sekolah yang dipimpin Fr. Frans, suatu sekolah kejuruan administrasi, terutama dihuni oleh anak-anak Den Haag yang agak miskin. Fr. Frans mampu menciptakan suasana, dalam mana masalah-masalah tingkah laku dapat diatasi, sehingga hampir semua murid dapat menerima ijazah. Sejumah murid yang sudah lulus di sekolah itu pindah ke sekolah menengah ‘Mavo Moerwijk’ di mana saya bekerja. Dalam satu tahun mereka disiapkan untuk ujuan sekolah itu, bahkan ada murid-murid, asal sekolah Frater Frans, yang dapat pindah sekolah lagi ke SMA di Kolese Thomas More. Di tiga sekolah itu ada guru-guru yang bercita-cita. Mereka merasa bangga membuka jalan baru bagi anak-anak yang kurang berkesempatan untuk maju. Saya bangga bahwa Frater CMM dapat memainkan peranan penting dalam proses ini, bersama dengan begitu banyak rekan guru yang antusias.
Frateran Scheveningen (dengan muka dinding berbentuk tangga).
Suster Elisabeth van de Mast dan Frater Piet Rijkers di depan rumah untuk tunawisma sebelum dibongkar.
19
BELANDA
Pada tahun 80-an Frater Piet Rijkers berkarya sosial di wilayah ‘Schilderswijk’ di Den Haag.
Monumen kecil Tidak ada kebiasaan di Kongregasi CMM bahwa fraterfrater mendirikan monumen kecil bagi konfrater. Namun demikian saya akan melakukan itu. Ini menyangkut dua frater yang secara khusus memberi kesan istimewa kepada saya: Frater Kees Verspeek dan Frater Piet Rijkers. Frater Kees Verspeek tinggal di frateran Leggelostraat dan bekerja sebagai guru matematika di Sekolah Menengah Teknik. Hatinya tergerak oleh kemiskinan dan masa depan tak cerah bagi orang-orang di wilayah kota ‘Schilderswijk’ di Den Haag. Ia meninggalkan ‘Leggelo’ yang indah dan nyaman untuk, bersama dengan dua suster dan dua imam membentuk ‘Kelompok Jacob Maris’. Nama komunitas itu diberikan karena rumahnya terletak di Jalan Jacob Maris. Kelompok itu berusaha untuk hidup sedekat mungkin pada orang-orang di ‘Schilderwijk’. Mereka menjual majalah-majalah dari rumah ke rumah dan membuat perbaikan-perbaikan di rumah orang yang membutuhkannya. Begitulah berkembang hubungan yang baik dengan orang-orang miskin. Frater Kees merasa sangat kerasan di situ. Saya sangat menghargai Frater Kees Verspeek dan merasa bangga bahwa ia adalah konfrater saya. Di rumah komunitas di Scheveningen banyak hal harus diperbaiki. Kongregasi mengutus Frater Piet Rijkers untuk
20
melakukan pekerjaan ini. Pernah ia berkontak dengan Suster Elisabeth van de Mast SCMM, yang menangani rumah tunawisma yang keadaannya sangat tidak pantas. Suster minta untuk memperbaiki sesuatu di rumah itu. Ketika Frater Piet melihat keadaan rumah itu dan kepentingan rumah itu untuk para lelaki yang menghuni rumah ini, ia langsung tertarik oleh karya ini. Selama banyak tahun ia tinggal di rumah itu dan bekerja sama dengan Suster Elisabeth. Hal yang terakhir itu merupakan sesuatu yang luar biasa, sebab tidak mudah bekerja sama dengan suster ini. Begitulah Frater Piet menemukan panggilannya: mulai sebagai tukang kayu di benkel kayu Frater Theodulphus, ia menjadi pelayan orang-orang Den Haag yang paling miskin, bersama dengan Suster Elisabeth. Itulah perwujudan semangat CMM dan SCMM yang terbaik!!
Antusiasme Pada tahun 1979 saya diutus ke Indonesia. Di situ saya menginsyafi betapa banyak pandangan, kekayaan dan semangat saya peroleh dari konfrater-konfrater saya di Den Haag. Jelaslah, saya mempunyai kenangan-kenangan indah tentang Den Haag. Frater Pieter-Jan van Lierop
BELANDA
Keterikatan sewaktu di kapal.
KETERIKATAN Keterikatan itu mulai tahun 2004, ketika pemimpin saya pada waktu itu mengatakan kepada saya: ‘Saudara tidak boleh berlibur di bulan Agustus, karena harus ke Perancis dengan frater-frater selama 13 hari.’ Saya belum tahu apa itu seorang frater, karena saya sendiri beragama Protestan, akan tetapi sekarang ini saya mengenal para frater. ” Hal ini dikatakan oleh sopir bus, Pak Piet Prinse. Setiap tahun ia mengemudi busnya ke tempat-tempat kenangan Mgr. Zwijsen, dan setiap tahun ia menghantar para peserta Ziarah Vinsensius ke Perancis.
“Pada hari Jumat 13 Agustus saya mengadakan ‘Ziarah Zwijsen’ untuk pertama kalinya. Keesokan harinya kami berangkat ke Perancis untuk mengadakan ‘Ziarah Vinsensius a Paulo’ bersama dengan frater-frater yang bekerja di beberapa benua. Ziarah itu dipimpin oleh Frater Leo de Weijer dan Frater Guillaume Caubergh. Tahun ini saya menjalankan ziarah ini untuk ke-10 kalinya, jadi saya tahu isi programnya secara mendetail. Walaupun latar belakang saya agama Protestan, hubungan saya dengan para frater semakin erat. Sesudah berkontak selama sekian tahun, saya pernah mengatakan bahwa saya lebih Katolik daripada Protestan. Biar bagaimanapun, kita percaya pada Allah yang sama, yang bekerja melalui Vinsensius a Paulo dan Louise de Marillac. Saya sangat menghargai apa yang diadakan oleh kedua orang itu. Hal itu sungguh nyata, bila mengunjungi tempat-tempat di mana mereka hidup dan berkarya.”
suster PK di Château L’Évêque dan di Le Berceau (Dax). Keterikatan itu juga berkembang karena saya bukan saja merasa diri seorang sopir, melainkan sebagai salah satu anggota kelompok penziarah. Kadang-kadang, waktu ibadat-ibadat di perjalanan, saya berpartisipasi sebagai pembaca Kitab Suci. Kadang-kadang orang bertanya kepada saya: ‘Apakah Pak Piet tidak menjadi lelah?’ Jawaban saya: ‘Bukan, karena saya merasa begitu diilhami oleh segala hal yang saya dengar dan lihat.”
Diilhami “Keterikatan pada frater dan suster dari sekian budaya berkembang, karena kami saling menghadapi sebagai saudara dan saudari. Saya sungguh merasa hal itu, juga di tempat-tempat penginapan, secara khusus dengan para
Lewat sekian tahun saya pernah mengatakan bahwa saya lebih Katolik daripada Protestan. 21
in memoriam
“Pada bulan Desember 2009, keterikatan itu semakin nampak, ketika saya menghadiri pesta profesi seumur hidup di kalangan Suster SCMM di Indonesia. Saya sangat terharu. Hal yang juga mengesankan adalah kunjungan saya di Balige, waktu saya diantar oleh Frater Amator Hems. Ia mengatur beberapa kunjungan di pelbagai paroki dan sekolah. Di situ belaskasih, cinta dan keterikatan sangat saya alami. Pengalaman itu semakin kuat ketika saya temui sekian frater dan suster yang pernah mengikuti salah satu ziarah ke Perancis. Di Balige saya menghadiri pesta jubileum paroki, yang didirikan 75 tahun lalu. Waktu itu Pastor Sybrandus van Rossum membuka paroki dan sekolah di situ. Jalan ke sekolah diberikan namanya. Pada pesta itu saya berdiri di tengah dua uskup dan pembesar-pembesar wilayah Toba, dalam mana Balige terletak. Perayaan Ekaristi di lapangan sepak bola, yang dihadiri 6.000 orang, sangat mengesankan. Berulang kali saya disapa dengan gelar ‘pastor’, dan setiap kali saya menerangkan siapakah saya dan bagaimana peran saya. Saya merasa sangat dihormati, karena saya boleh hadir pada pesta itu. Perjalanan ini luar biasa bagi saya. Syukur saya dapat kesempatan itu.
Kepercayaan Keterikatan juga saya alami waktu perayaan tahun baru di susteran SCMM di Tilburg. Disitu saya bertemu dengan beberapa suster yang di tahun-tahun terakhir mengikuti Ziarah Vinsensius. Hal yang sama saya alami di susteran dan frateran yang lain.
Piet Prinse sedang menyetir. Saya menjalankan pemeriksaan medis dengan hasil baik, maka saya boleh mengemudi bus selama lima tahun lagi, insyah Allah. Kenyataan adalah bahwa saya akan menjadi 70 tahun. Setiap kali saya sangat bahagia bila diberikan kepercayaan kepada saya untuk mengikuti perjalanan ini sebagai sopir dan pembina. Saya sungguh merasa berterima kasih bahwa saya dapat melakukan pekerjaan itu dan saya bersyukur kepada Allah atas kekuatan dan kesehatan baik yang Ia berikan kepada saya. Dan saya mengatakan kepada semua suster dan frater di mana pun di dunia ini: Semoga mereka juga menerima kekuatan, agar mampu melakukan karya penting mereka. Piet Prinse 22
Frater
Louis (J.) Holtackers Frater Louis lahir di Maasbree, Belanda, pada tanggal 21 Maret 1928. Ia masuk Kongregasi CMM pada tanggal 29 Agustus 1947. Ia mengikrarkan profesinya seumur hidup pada tanggal 15 Agustus 1952 dan meninggal dunia pada tanggal 19 Oktober 2010 di komunitas Joannes Zwijsen di Tilburg, dalam usia 82 tahun. Ia dikuburkan di pekuburan CMM, kompleks ‘Huize Steenwijk’ di Vught. Frater Louis menganggap tugasnya di bidang pendidikan sekolah dasar, pembinaan sekolah-sekolah dan pembinaan rohani sebagai tugas terpenting dalam hidupnya. Seumur hidup ia mengembangkan kepandaiannya sebagai penilik. Begitulah ia mewujudkan misi kongregasi dengan sekuat tenaga. Ia selalu menomorsatukan kepentingan anak-anak. Frater Louis bekerja di Suriname, di Curaçao dan lebih lama di Belanda. Masa dalam mana ia bekerja sebagai pembina sekolah-sekolah di kota Eindhoven ia pandang sebagai puncak karyanya di dunia pendidikan. Frater Louis tetap berhubungan erat dengan kongregasi, baik sebagai anggota salah satu komunitas, maupun ketika ia berdomisili di desa Best. Setengah tahun terakhir, Frater Louis tinggal di komunitas Joannes Zwijsen. Ia harus menghadapi penyakit yang ganas. Sebagai orang yang menghargai hal-hal yang indah dan sempurna, penderitaan fisik sangat berat baginya. Berkat kepercayaannya kepada Allah dan perawatan serta persahabatan dari banyak pihak, ia mampu mengakhiri hidupnya dengan indah sebagai seseorang yang bersyukur dan berterima kasih. Frater Louis, selama 82 tahun anda berjalan bersama Allahmu. Ketika hidupmu menjadi penuh penderitaan, Ia telah memanggil anda ke rumah-Nya.
SUMBER
‘KHUSUS KAUM MISKIN’ Kata kenabian dari Mgr. Zwijsen Orang-orang siapakah yang harus kami perhatikan secara khusus? Jawaban Zwijsen jelas. “Saya katakan: khusus orang miskin. Gereja tidak mengesampingkan golongan orang kaya dari pelayanan kalian, tetapi sebagian besar dari orang yang dipercayakan kepada kalian haruslah terdiri atas orang miskin. Dan, andaikata suatu saat terjadi bahwa orang berada yang kalian layani melebihi jumlah orang miskin, maka dapat dikatakan bahwa kongregasi kita telah menjauhkan diri dari semangat aslinya. ” (P.P. Akrab, hal. 76) “Terutama kaum miskin.” Inilah kearifan bangsa Israel dan Yesus. “Perhatikanlah orang-orang asing, ibu-ibu janda dan anak-anak yatim piatu”, kata para nabi. “Perhatikanlah orang-orang sakit dan orang-orang yang ditinggalkan”, dikatakan berulang kali oleh Vinsensius a Paulo. Dan Joannes Zwijsen menghimbau: “Jangan lupa anak-anak yang lemah dan orang-orang jompo yang rapuh.” “Terutama kaum miskin.” Akan tetapi terdapat hal lain lagi. Vinsensius sering berkontak dengan nyonya-nyonya yang kaya. Zwijsen berelasi luar biasa, bahkan berelasi dengan keluarga raja. Kedua orang tersebut hidup di tengah orang-orang yang berkuasa, kaya dan terhormat. Namun demikian, baik Vinsensius maupun Zwijsen memprioritaskan kaum miskin. Itu bukan sentimenal atau api yang hanya sebentar bernyalanyala. Kedua orang itu terpesona oleh ‘keluarga manusia’ yang bersatu, oleh persaudaraan universal di antara semua orang: ‘keluarga Allah’. Dari pengalaman dapat disimpulkan bahwa kalau orang-orang yang paling lemah tidak diperhatikan secara khusus, masyarakat tidak akan berkembang dengan baik. Tidak cukup bila dikatakan: “Juga kaum miskin.”. Tanpa “terutama kaum miskin” tidak mungkin muncul masa depan yang baik. Hal ini berlaku pun untuk kongregasi, gereja dan dunia.
Frater Harrie van Geene 23
KITA MENERIMA UNDANGAN UNTUK BERSAMADI DAN BERDOA KEPADA BAPA DI TEMPAT TERSEMBUNYI. (Pedoman Hidup CMM, 263)
Majalah Kongregasi Frater Santa Perawan Maria, Bunda yang Berbelaskasih. 24