Buku Putih Sanitasi Kota Bogor BAB V
INDIKASI
PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI
5.1. Area beresiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya Area beresiko tinggi merupakan area yang harus menjadi prioritas penanganan permasalahan sanitasi. Untuk menentukan area prioritas ini adalah dengan memberikan bobot pada variable-variabel yang dapat menggambarkan kondisi umum sanitasi diarea tersebut dimana kondisi umum tersebut merupakan hasil dari analisis dan intepretasi data sekunder yang ada namun mencakup keseluruhan sector sanitasi dari sector air limbah, persampahan, drainase lingkungan hingga air minum terhadap 68 kelurahan di Kota Bogor. Variabel variable yang digunakan dalam penilaian ini ditentukan oleh kesepakatan POKJA Sanitasi Kota Bogor dimana variable-variabel tersebut antara lain sebagai berikut: a. Tingkat kepemilikan jamban keluarga. b. Cakupan pelayanan persampahan. c. Kerawanan genangan dan atau banjir. d. Cakupan pelayanan air minum e. Tingkat kesejahteraan penduduk. 5.1.1. Berdasarkan Hasil Analisis Data Sekunder
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 1
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Dengan mengacu pada data sekunder tersedia yang kemudian dilakukan overlay terhadap data dari berbagai variable tersebut setelah dilakukan pembobotan dan dituangkan dalam overlay peta tematik dalam tingkat kedalaman wilayah administrasi secara rinci dapat dilihat pada gambar peta berikut :
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 2
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 3
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 4
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 5
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 6
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 7
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 5.1.2. Berdasarkan Hasil Studi EHRA EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi singkat yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki risiko pada kesehatan warga. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, kondisi kesehatan yang mencakup sistem penyediaan air bersih, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan air limbah. Untuk perilaku dengan higenitas dan sanitasi, antara lain; cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak, dan pembuangan sampah. Studi EHRA di Kota Bogor dilakukan terhadap 68 kelurahan dan diharapkan dengan 2978 sample/responden dapat diperoleh penilaian hingga ke tingkat kelurahan. 5.1.2.1.
Penilaian sektor air limbah
Untuk menilai cakupan pelayanan dalam sector air limbah secara komperhensif harus dipandang baik dari sisi jumlah (kuantitas) maupun sisi kelayakan teknisnya (kualitas). Berikut tingkat kepemilikan dan jenis prasarana limbah domestik hasil studi EHRA Tahun 2010 : Tabel 5.1 Jenis dan Kondisi Prasarana Air Limbah Domestik (Jamban) Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sewerage Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit Jamban siram/kekolam Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit Jamban nonsiram/ke Kolam Gantung di atas sungai/ kolam Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got Di tempat Ibadah Di fasilitas jamban umum lain Lainnya Tidak tahu Total
Frekuensi 11 1935 15 1 584 6 3 11 2 63 1 19 91 1 41 14 0 2798
Prosentase 0,4 69,2 0,5 0,0 20,9 0,2 0,1 0,4 0,1 2,3 0,0 0,7 3,3 0,0 1,5 0,5 0 100,0
Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 8
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Untuk
ukuran
tingkat
Kota
limbah
omestic
pelayanan
air
beberapa
kelurahan
Bogor
tercatat
secara
keseluruhan
baru
mencapai
masih
sangat
cakupan
69,5%,
dimana
memprihatinkan
diantaranya Kel. Gudang 19,2%, Kel. Babakan Pasar 21,1%, Kel. Bondongan 35,0%, Kel. Pakuan 39,3% dan Kel. Katulampa 36,7%. Kelima kelurahan tersebut dalam penilaian kondisi pelayanan air limbah domestiknya masih dibawah 40%, dimana kondisi ini belum ternilai secara kualitas. Sehingga area/kelurahan ini harus menjadi prioritas penanganan. Di Kota Bogor juga masih banyak terdapat pembuangan limbah domestik yang disalurkan langsung ke sungai baik dengan jamban siram dan non-siram serta langsung di sungai yang jumlahnya mencapai 26,5% dimana perilaku ini tentu semakin menyebabkan
kualitas
air
sungai
yang
semakin
buruk
akibat
pencemaran bakteri e-coli pada air sungai, kondisi ini dijuga semakin diperburuk dengan situasi dimana 8,9% masyarakat di Kota Bogor belum memiliki fasilitas jamban siram leher angsa sama sekali tentunya kondisi ini ikut menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Gambar 5.6 Diagram Cakupan Pengelolaan Septik Tank Masyarakat
Melaporkan menggunakan tangki septik (70%) Dibangun kurang dari 2 thn lalu (4,2%) atau antara 2 – 5 tahun lalu (14,2%) Dibangun lebih dari 5 tahun lalu (46,2%) Tidak pernah dikosongkan (57,4%) Pernah dikosongkan (7,9%) Diikosongkan 2–5 thn lalu (33,2%) Dikosongkan 2 thn lalu atau kurang (40%) Dikosongkan 5 thn lalu (24,5%) N = 1957 Suspek cubluk Tidak bisa dispesifikasikan Suspek tangki septik Suspek cubluk Suspek tangki septik N = 1957
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 9
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor N=220 N= 1957
Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010
Ditinjau dari sisi kualitasnya hampir sebesar 57,4% dari jumlah tangki septic yang berumur lebih dari 5 tahun, terindikasi suspek cubluk atau kondisi ini menggambarkan kualitas tangki septik yang tidak layak kesehatan dan teknis. 5.1.2.2.
Penilaian Sektor Persampahan
Berdasarkan hasil data primer yang diperoleh dari studi EHRA apabila cakupan pelayanan diukur dari jumlah sampah rumah tangga terangkut ternyata Kota Bogor baru mencapai 50,6% rumah tangga yang sampahnya diangkut oleh petugas. Tabel 5.2 Karakteristik Cara Pembuangan Sampah di Kota Bogor Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas pemda/ kelurahan Dikumpulkan di tempat bersama, diangkut petugas Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dikubur Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dibakar Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu didiamkan Dibuang di hlm rumah: Tidak ada lubang ditumpuk & didiamkan Dibuang di hlm rumah: tidak ada lubang lalu dibakar Ke Kolong Rumah Dibuang di luar hlm rumah: ke TPS/Depo Dibuang di luar hlm rumah: ke lubang/ tempat sampah Dibuang ke luar rumah: kali/ sungai kecil Dibuang di luar rumah: selokan/ parit Dibuang di luar rumah: lub galian/ kolam ikan/ tambak Dibuang di luar rumah: ke ruang lubang terbuka Dibuang di luar rumah: tidak tahu ke mana Langsung dibakar Langsung dikubur Lainnya Tidak tahu Total
Frekuensi Prosentase 887 31,7 316 11,3 31 1,1 242 8,6 18 0,6 8 0,3 153 5,5 4 0,1 213 7,6 97 3,5 455 16,3 18 0,6 29 1,0 171 6,1 0 0,0 131 4,7 2 0,1 23 0,8 0 2798 100,0
Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010
Gambar 5.7 Grafik Cakupan Pelayanan Persampahan
Dari hasil studi EHRA Tahun 2010 tersebut (Tabel 5.2 & Gambar 5.7) dapat
terlihat
bahwa
pada
kenyataannya
masih
banyak
sekali
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 10
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor penduduk yang belum mendapatkan pelayanan persampahan yang baik yaitu sekitar 49,4% dimana penduduk yang belum mendapatkan pelayanan tersebut mengatasinya dengan cara dibakar dan dibuang ke sungai/kali tentunya hal ini menyebabkan pencemaran udara dan juga pencemaran air permukaan. Masyarakat yang belum terlayani dalam pengangkutan sampah tersebut tersebar pada beberapa kelurahan diantaranya yang kondisinya paling buruk yaitu pada Kelurahan Bojong Kerta,
Rancamaya,
Genteng,
Kertamaya,
Harjasari,
Pamoyanan,
Kencana, Situ Gede, Mekarwangi, Bubulak, Kayumanis dan Katulampa serta sejumlah kelurahan lainnya yang cakupan pelayanannya tidak mencapai 50%. Gambar 5.8 Grafik Tingkat Perilaku Pemilahan Sampah
Dari gambar grafik di atas terlihat bahwa meskipun kesadaran masyarakat dalam pemilahan sampah masih sangat rendah sebesar 11,0% tapi ini merupakan potensi, bahwa sebenarnya masyarakat tersebut masih memiliki kesadaran dalam kepengelolaan sampah. 5.1.2.3.
Penilaian sektor drainase lingkungan
Untuk menilai kondisi drainase lingkungan di Kota Bogor dalam study EHRA dapat dilihat dari faktor variabel kunci utama yaitu pengalaman menderita banjir dan keberadaan Saluran Pengaliran Air Hujan (SPAH), akan tetapi perlu dibedakan antara drainase lingkungan dan lingkup drainase makro. Hal ini sangat penting karena tidak semua permasalahan banjir merupakan permasalahan drainase lingkungan tetapi juga dapat merupakan akibat pengelolaan sumber daya air yang dan drainase makro yang kurang baik. Gambar 5.9 Grafik Prosentase Jumlah Rumah Tangga Pernah Mengalami Banjir
Gambar 5.10 Grafik Prosentase Frekuensi Banjir Rutin
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 11
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Dari gambar 5.9 dan gambar 5.10 dapat diketahui prosentase masyarakat yang sering mengalami banjir sebesar 33,5% dari yang pernah mengalami banjir sebesar 5,9% sehingga mereka yang mengalami banjir secara rutin terdapat sebesar 1,98%. Sementara ditinjau dari aspek keberadaan saluran pengaliran air hujan baru berkisar 41,8% saja rumah tangga yang memiliki SPAH. Kondisi tersebut tentunya perlu mendapat perhatian khusus untuk dapat meningkatkan cakupan pelayanan drainase lingkungan. Diantara area yang rawan terhadap banjir dan permasalahan drainase lingkunan antara
lain
adalah
Kelurahan
Kedung
jaya,
Pasirjaya,
Cibuluh,
Tegallega, Sempur, Sindang Barang, Kebon Pedes, Babakan Pasar, Rangga Mekar, Cimahpar, Kedung Waringin, Bondongan, Cikaret, Panaragan, Cibogor dan Kedung Halang serta area kelurahan lainnya yang SPAHnya belum mencapai 50%. Gambar 5.11 Grafik Prosentase Keberadaan SPAH
Kondisi tersebut diatas juga semakin terpuruk karena masih terdapat 6,2% SPAH tersebut tidak mengalir dan 19,1% dari SPAH tersebut 19,1%. Gambar 5.12 Grafik Kondisi Aliran Saluran
5.1.2.4.
Penilaian sektor pengelolaan air minum/air bersih
Dengan
melihat
sumber-sumber
air
yang
aman
yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Bogor maka dapat dinilai bahwa cakupan pelayanan air bersih di Kota Bogor sudah mencapai 88,9%, dengan cakupan pelayanan air minum telah mencapai 56% dimana sumber air minum PDAM memiliki cakupan pelayanan sebesar 43,4% dan sisanya adalah penyediaan air minum non-PDAM yang berasal dari sumber-sumber air aman dan terlindungi. Tabel 5.3
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 12
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Sumber Air Minum Masyarakat Kota Bogor Air Ledeng/ PDAM: sampai di dalam rumah Air Ledeng/ PDAM: sampai di halaman/ gedung Air Ledeng/ PDAM: Umum/ Hidran Ledeng dari tetangga Sumur bor (pompa tangan, mesin) Sumur gali terlindungi Sumur gali tidak terlindungi Sanyo Mata air terlindungi Mata air tidak terlindungi Air hujan Penjual air: Isi ulang Penjual air: Kereta/ gerobak Air botol kemasan Lainnya (catat) Total
Frekuensi 1190 22 3 9 273 392 90 530 68 25 187 1 34 1 2 2798
Prosentase 42,5 % 0,8 % 0,1 % 0,3 % 9,8 % 14,0 % 2,1 % 18,9 % 2,4 % 1,0 % 6,7 % 0 1,2 % 0 0,1 % 100 %
Meskipun tingkat cakupan pelayanan air minum dan air bersih di Kota Bogor sudah relative jauh lebih baik dari daerah-daerah lainnya, namun pencapaian tersebut masih jauh dari target MDG’s dan disisi lain juga masih banyak area area yang rawan dalam pemenuhan kebutuhan air minum maupun air bersihnya diantaranya adalah daerah Kelurahan Kedung Halang, Ciparigi, Cilendek Barat, Cilendek Timur, Tajur, Ciluar, Sindang Sari, Bojong Kerta dan Curug Induk. 5.1.3 Area Beresiko Sanitasi Area beresiko sanitasi ini diidentifikasi dengan melihat parameter ukur dari setiap sub-sektor yang dikelompokkan seperti cakupan pelayanan
air
minum,
air
limbah,
persampahan
dan
drainase
lingkungan. Dari peng-identifikasian tersebut dapat diketahui sejumlah area yang patut menjadi area prioritas, diantaranya adalah sebagai berikut :
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 13
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor
5.2. Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Jender di Area Prioritas Untuk hasil kajian dan Opsi partisipasi Masyakat dan Jender di Area Prioritas belum dilakukan secara kongkrit namun salah satu peran serta aktif masyarakat adalah realisasi CSR untuk air minum, kemudian bentuk
partisipasi
masyarakat
yang
lainnya
seperti
pada
saat
pelaksanaan pengelolaan sampah (3R) dan pada kegiatan sanitasi berbasis lingkungan. Akan tetapi untuk mengkaji lebih jelas lagi harus dilakukan study tersendiri terkait partisipasi dan Jender.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 14
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 5.3. Komunikasi untuk Peningkatan Kepedulian Sanitasi Secara
umum,
saluran
komunikasi
yang
digunakan
untuk
meningkatkan kepedulian sanitasi mencakup lima bagian. Pemangku kepentingan, media massa, media komunikasi, potensi kemitraan, dan kegiatan tradisional adalah ke lima saluran tradisional yang dimaksud. Ke lima saluran komunikasi itu memiliki peran, tanggung jawab, dan karakteristik yang berbeda dalam menunjang upaya peningkatan kepedulian sanitasi Kota Bogor. Keterpaduan saluran komunikasi dan ketepatan memilih saluran komunikasi adalah kunci keberhasilan dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kondisi sanitasi Kota Bogor. A.
Peranan Pemangku Kepentingan Pada aspek pemangku kepentingan mulai dari Walikota dan Wakil
Walikota, unsur Muspida seperti Kapolresta, Dandim 0606, Kajari; kepala SKPD, para camat, para lurah, dan tokoh masyarakat, dapat berperan sebagai juru bicara sekaligus brand ambassador untuk mengkampanyekan
peningkatan
kepedulian
masyarakat
terhadap
masalah sanitasi. Keterlibatan mereka tidak hanya dikaitkan peran mereka untuk menyampaikan pesan-pesan kepedulian terhadap sanitasi. Tetapi juga, harapan agar isu sanitasi dapat menjadi isu daerah, sehingga sanitasi turut menjadi bagian dalam program terpadu P2WKSS dan Kelurahan Siaga. Peran pemangku kepentingan terbilang besar, terutama dalam menjangkau masyarakat yang menjadi sasaran kampanye sanitasi yaitu masyarakat menengah ke bawah. Dalam konteks masyarakat menengah ke bawah, para pemangku kepentingan seperti kepala daerah dan tokoh masyarakat adalah patron mereka dalam bertindak dan perilaku. Tak terkecuali dalam masalah kepedulian terhadap kondisi sanitasi. Secara khusus, tokoh masyarakat yang diharapkan berperan besar adalah tokoh-tokoh agama yang dapat memanfaatkan media-media dakwah mereka untuk menyampaikan pesan-pesan tentang sanitasi. Pemangku kepentingan lain yang diharapkan mampu berperan adalah keterlibatan Tim Penggerak PKK Kota Bogor. Melalui keterlibatan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 15
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor TP Penggerak PKK, para kader sangat diharapkan menjadi juru bicara ke tingkat masyarakat paling bawah. Selama ini, kader-kader PKK telah banyak berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kota Bogor. B.
Peranan Media Massa Perkembangan media lokal di Kota Bogor berkembang relatif
pesat dalam beberapa tahun terakhir. Radio adalah media pertama yang
memiliki
keterikatan
secara
lokal.
RRI,
Lesmana,
Kissi,
Megaswara, El Nuri, dan Elpas adalah radio-radio yang telah sejak lama menjadi
bagian
masyarakat
Kota
Bogor.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, potensi ekonomi Kota Bogor telah menarik beberapa grup media besar untuk membuka anak perusahaannya. Sebut saja Grup Jawa Pos yang kemudian menghadirkan Radar Bogor. Selang beberapa waktu kemudian, grup Jurnal
Nasional
membuka Jurnal Bogor sebagai bagian untuk memperluas akses masyarakat Kota Bogor terhadap informasi. Selain itu, kehadiran Pakuan Rakyat yang awalnya menjadi bagian dari Grup Pikiran Rakyat, turut memperkuat tiga harian lokal Kota Bogor. Sementara itu, radio lokal juga mengalami perkembangan yang pesat. Selain daya jangkau beberapa radio Jakarta yang mudah diakses di Kota Bogor, tahun 2010 pun ditandai dengan kehadiran radio baru yang memiliki potensi pendengar besar, yaitu Nagaswara FM. Untuk televisi, kekuatan daya jangkau dan keterikatan warga Kota Bogor dengan TV nasional masih relatif besar. Penjelasan itu pula yang membuat perkembangan TV lokal di Kota Bogor tidak relatif pesat. Maka, di saat beberapa TV lokal di daerah lain berkembang cukup pesat, di Kota Bogor baru muncul satu TV lokal, yaitu Megaswara TV. Selain media-media di atas, akses masyarakat Kota Bogor terhadap internet juga sangat terbuka luas. Ini yang juga berperan besar
memberikan
kemudahan
bagi
warga
Kota
Bogor
untuk
mengakses informasi.
Kekuatan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 16
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Semua media yang di Kota Bogor tersebut memiliki kekuatan dalam mengakses masing-masing segmennya. Di luar kekuatan TV nasional yang memiliki share besar di Kota Bogor, keberadaan radio lokal dan koran lokal merupakan dua media yang juga memiliki kedekatan emosional dan mengakar di Kota Bogor. Koran lokal misalnya. Berdasarkan data AC Nielsen (lembaga riset yang berperan menghitung tingkat penonton TV atau pembaca koran) menyebutkan dua harian lokal yang terbit di area Bogor mengakar cukup kuat. Dari tingkat readership (jumlah pembaca-red), Radar Bogor berada di peringkat delapan harian untuk wilayah Jabodetabek. Peringkatnya lebih baik dibandingkan penetrasi harian Pikiran Rakyat di wilayah yang sama. Sedangkan Jurnal Bogor menurut hasil survei yang sama, berada di peringkat 21 untuk jumlah pembaca di Jabodetabek. Dengan kata lain,
di
tengah
serbuan
media
nasional,
dua
koran
lokal
ini
menunjukkan jati diri dan kekhasannya. Dari segmen pembaca, ke dua media hampir menyasar segmen yang sama yaitu pembaca dari berbagai strata ekonomi. Tetapi, dari segi penampilan Jurnal Bogor coba memposisikan diri sebagai bacaan warga Bogor menengah atas. Secara khusus, ke dua harian lokal ini pun telah menjadi media pegangan bagi para pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan sebuah kebijakan. Begitu juga untuk radio. Radio-radio lokal di Bogor telah menjadi keseharian masyarakat Bogor sesuai segmen masing-masing. RRI Pro1, Megaswara, Elpas, El Nury, atau Sipatahunan hampir bisa dikatakan sebagai radio dengan segmentasi pendengar yang sama. Segmentasi radio-radio ini menyasar semua kelompok umur dengan proporsi terbesar pada kelompok usia 25 tahun ke atas. Sedangkan dari strata ekonomi, ke lima radio ini membidik sosio ekonomi menengah ke bawah. Dari sisi perhatian para pengambil kebijakan, Megaswara dan RRI Pro1 berada di posisi atas dibandingkan radio-radio lainnya. Sedangkan Kissi FM secara khusus berada di jalur radio anak muda dengan sasaran utama pendengar adalah mereka yang berada di rentang usia 20 tahun ke bawah. Dari stata ekonomi, Kissi FM sebenarnya menyasar anak muda dengan strata ekonomi menengah
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 17
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor ke atas. Tetapi, secara empiris belum dikuatkan dengan data. Terlebih lagi, penetrasi radio-radio Jakarta yang menyasar anak muda Bogor dari strata ekonomi menengah atas, cukup besar. Lesmana, RRI Pro2 FM, dan Nagaswara, berada pada ceruk pendengar yang hampir sama yaitu dewasa muda atau pendengar dengan rentang usia 20 sampai 35 tahun. Hanya saja, pada beberapa acara tertentu, Lesmana FM berada pada segmentasi pendengar yang hampir sama dengan Kissi FM, yaitu pendengar dengan rentang 20 tahun ke bawah. Strata ekonomi yang coba diakses tiga radio ini adalah pendengar dari kelas ekonomi A dan B atau menengah atas. Hanya saja, bauran pendengar dari beberapa acara tertentu masih sering kali terjadi. Media lain yang cukup efektif menjangkau generasi muda adalah internet dengan keberadaan beberapa jejaring sosialnya. Internet dipandang efektif karena sebagian besar pengguna internet adalah para generasi muda. Kondisi ini diimbangi dengan up date generasi muda terhadap perkembangan internet relatif lebih besar dibandingkan kalangan orang tua. Untuk itu, keberadaan jejaring social seperti facebook atau twitter dan blog dapat dimanfaatkan secara efektif untuk menjaring partisipasi aktif para generasi muda Kota Bogor untuk terlibat dalam penanganan masalah sanitasi. C.
Media Komunikasi Akses
masyarakat
terhadap
informasi
sanitasi
pun
dapat
ditunjang dengan keberadaan beragam jenis media komunikasi seperti baliho, spanduk, leaflet, pamflet, atau ILM tentang sanitasi. Sebagai media satu arah, keefektifannya akan tergantung kekuatan bahasa, frekuensi, dan lay out design media tersebut. Maka, yang perlu dipikirkan dalam menentukan media ini adalah kedekatan bahasa yang digunakan dengan target masyarakat yang hendak dituju dan design yang menarik agar masyarakat tertarik untuk membaca
dan
memahaminya.
Khusus
ILM,
penting
untuk
menampilkannya secara singkat dan menghindarkan kesan menggurui. D.
Peranan Potensi Kemitraan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 18
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor Kota Bogor dikenal dengan beberapa industri besarnya seperti PT Goodyear, PT Nutrifood, atau PT Unitex. Belum lagi, industri jasa yang ditandai dengan keberadaan mall-mall besar seperti Botani Square atau Ekalokasari Plasa, pusat-pusat hiburan keluarga seperti The Jungle, dan keberadaan café dan restoran. Keberadaan mereka adalah potensi yang besar untuk turut berkontribusi mensukseskan kampanye sanitasi. Atau bahkan berpartisipasi aktif secara langsung dalam upaya penanggulangan masalah sanitasi. Potensi itu terutama dengan keberadaan program Coorporate Social
Respontibility
(CSR)
yang
dimiliki
perusahaan-perusahaan
tersebut. Tinggal sejauhmana upaya meyakinkan kalangan swasta untuk terlibat secara aktif dalam kampanye sanitasi. E.
Peranan Kegiatan Tradisional Salah satu kegiatan tradisional di Kota Bogor yang setiap tahun
berhasil mengundang banyak orang adalah rangkaian Hari Jadi Bogor. Hampir semua kegiatan seperti Rapat Paripurna Istimewa atau Istana Open, telah mendapat tempat di hati masyarakat. Istana Open tahun 2010 misalnya, jumlah pengunjungnya telah mencapai 54.970 orang. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang baru mencapai 46.700 orang lebih. Jumlah masyarakat yang terhimpun sebesar itu menjadi potensi yang besar pula untuk menebar pesan-pesan perbaikan sanitasi, sehingga semakin besar pula yang memiliki kesadaran terhadap perbaikan sanitasi. Berdasarkan hasil analisis deskriptif studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010 sumber saluran media komunikasi yang biasa dipergunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Kota Bogor secara umum adalah sebagai berikut : a. Untuk sumber informasi Gambar 5.14 Grafik Prosentase Sumber Informasi Kebanyakan masyarakat Kota Bogor mengandalkan media televise sebagai sumber media informasi (83,3%) dan hanya
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 19
Buku Putih Sanitasi Kota Bogor 6,1% saja yang memanfaatkan surat kabar sebagai media sumber informasi.
b. Saluran TV c. Program Acara
5.4. Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Sanitasi Meskipun belum sepenuhnya teridentifikasi dan terdata dengan baik namun sebenarnya sector swasta di Kota Bogor telah ikut berperan juga dalam bidang pelayanan sanitasi ini meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. Peran swasta dalam ini sangat nyata dan memiliki keterlibatan secara langsung diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan Sedot WC/Tinja oleh badan usaha swasta. 2. Penyediaan MCK oleh swasta. 3. Pengusaha barang bekas, rongsokan dan atau daur ulang sampah tertentu. 4. Pengembang perumahan. 5. Produsen Kompos 6. Kegiatan CSR badan usaha.
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI 20