BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi sanitasi dapat menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup, pencemaran air, meningkatnya penderita penyakit. Sebagai gambaran, Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi (pengelolaan air limbah domestik) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar (ANTARA News, 2006). Meskipun kuantitas layanan air limbah telah mencapai 69,3% namun kualitasnya belum memadai. Menurut data Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3 / hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. 61,5 % dari jumlah tersebut terdapat di Pulau Jawa. Potensi kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai 2,1% dari GDP pada tahun 2007. Berdasarkan data yang ada,68% masyarakat menggunakan fasilitas umum sanitasi, tetapi sanitasi belum menjadi prioritas utama pembangunan baik di tingkat nasional sampai ke tingkat daerah, hal ini terlihat dari masih sedikitnya dana yang tersedia untuk sanitasi. Sehingga target MDGs Indonesia sampai tahun 2015 adalah penurunan setengah proporsi penduduk Indonesia yang belum memiliki akses air minum bersih dan fasilitas sanitasi dasar. Di beberapa daerah di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan memiliki sanitasi yang sangat minim. Sebagian masyarakat masih membuang hajat di sungai karena tidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuangan air limbah rumah tangga maupun air buangan dari kamar mandi. Hal ini terjadi selain disebabkan karena faktor ekonomi, faktor kebiasaan yang sulit dirubah dan kualitas pendidikan yang relatif rendah sehingga mempengaruhi pola hidup masyarakat. Indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2007adalah 70,59, khusus untuk IPM Kesehatan adalah 68,7. Sedangkan untuk IPM Kota Cirebon pada tahun 2007 adalah 73,88, khusus untuk IPM Kesehatan adalah 69,57. Penanganan sanitasi harus dilakukan secara bersama antara masyarakat dan pemerintah. Untuk di Kota Cirebon, pembangunan sanitasi masih banyak
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-1
dilakukan secara parsial, masing-masing SKPD melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sendiri, padahal seringkali kegiatan tersebut dapat diintegrasikan dalam satu kegiatan yang saling bersinergi. Berdasarkan kondisi tersebut Pemerintah Kota Cirebon berupaya meningkatkan layanan sanitasi di Kota Cirebon dengan turut serta dalam Program Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP) 2010-2014. Pada program ini Pemerintah Kota Cirebon menyusun strategi pembangunan sanitasi perkotaan yang bersifat komprehensif dan koordinatif dengan melibatkan dinas-dinas terkait dengan sanitasi dan pemerintahan provinsi. Keikutsertaan Kota Cirebon dalam Program Nasional PPSP didahului dengan Surat Walikota Cirebon nomor: 14/1491-Bappeda kepada Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas mengenai pernyataan minat Pemerintah Kota Cirebon untuk mengikuti Program Nasional PPSP. Ditindaklanjuti dengan menetapkan Kota Cirebon sebagai salah satu kota dari 41 kota yang mengikuti Program PPSP tahun 2010 melalui surat Bappenas nomor: 7057/Dt.6.3/II/2009 tanggal 25 November 2009 dengan perihal Penetapan Kabupaten/Kota Program PPSP Tahun 2010. Berdasarkan Surat Edaran Mendagri nomor 050/2615/VI/Bangda mengenai Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Sanitasi di Daerah, Pemerintah Kota Cirebon membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Cirebon dengan Surat Keputusan Walikota Cirebon Nomor : 443.5.05/Kep.124BAPPEDA/2010. Diharapkan Pokja Sanitasi dapat berfungsi sebagai unit koordinasi perencanaan, pengembangan, pelaksanaan dan pengawasan serta monitoring pembangunan sanitasi dari berbagai aspek. Tidak hanya melibatkan unsur pemerintah saja namun juga melibatkan masyarakat serta swasta secara langsung, baik dalam pokja maupun sebagai mitra pendukung. Untuk memudahkan pekerjaan Pokja Sanitasi dibentuk Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tugas Tim Pengarah mencakup aspek advokasi dan pengarahan kebijakan bidang kelembagaan, teknis, pemberdayaan dan kerja sama masyarakat, optimalisasi sumber pendanaan dan peluang investasi oleh swasta dalam program PPSP Kota Cirebon. Tim Teknis bertugas mengkaji, menganalisa, dan mengumpulkan data untuk memetakan kondisi sanitasi Kota Cirebon. Hasil analisa dan pemetaan kondisi sanitasi akan disajikan dalam Buku Putih dan selanjutnya dijadikan sebagai dasar Penyusunan Strategi Sanitasi Kota Cirebon. BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-2
1.2
PENGERTIAN DASAR SANITASI Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Sanitasi juga merupakan usaha untuk memastikan pembuangan kotoran manusia, cairan limbah dan sampah secara higienis. Hal ini akan berkontribusi pada kebersihan dan lingkungan hidup yang sehat, baik di rumah maupun lingkungan sekitarnya. Pengertian dasar Penanganan Sanitasi di Kota Cirebon adalah sebagai berikut : 1. Penanganan Air Limbah Rumah Tangga yaitu pengolahan air limbah rumah tangga (domestic) dengan sistem : a. Pengelolaan On Site adalah penanganan air limbah rumah tangga menggunakan sistem septic-tank dengan dua cara pembuangan yaitu : a.1
Konvensional Limbah air rumah tangga diangkut dengan menggunakan kendaraan tangki khusus yang kemudian dibuang ke IPAL. Untuk sementara limbah air ini dibuang ke IPAL karena Kota Cirebon belum mempunyai IPLT.
Gambar 1.1. Pengelolaan On Site secara konvensional
a.2
Johkasou Limbah air rumah tangga dikumpulkan secara komunal sebelum disalurkan ke septik tank johkasou, cairan keluaran dari septik tank ini merupakan green water dan dapat langsung dibuang ke badan air penerima Kota. Merupakan pengolahan mandiri dari bantuan Pemerintah Jepang untuk skala terbatas sampai 300 KK. Saat ini telah terbangun dan beroperasi sebanyak 2 unit di kantor PDAM dan di kompleks Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA).
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-3
Gambar 1.2. Pengelolaan On Site secara johkasou
b. Pengelolaan Off Site adalah pengolahan air limbah rumah tangga yang disalurkan melalui saluran tersier, sekunder atau induk (primer), kemudian dibuang ke IPAL.
Gambar 1.3. Pengelolaan Off Site
2. Penanganan persampahan atau limbah padat yaitu penanganan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran dan lainnya yang ditampung melalui TPS atau transfer depo ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 3. Penanganan drainase kota adalah memfungsikan saluran drainase sebagai pengalir air kota dan memutuskan air permukaan 4. Penyediaan air bersih adalah upaya pemerintah Kota Cirebon untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat baik melalui jaringan PDAM maupun non PDAM yang bersumber dari air permukaan maupun sumur dalam. 1.3
MAKSUD DAN TUJUAN Penyebab penanganan sanitasi di Kota Cirebon tidak maksimal adalah masih lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi seperti tidak terpadu dan tidak berkelanjutan, serta kurangnya perhatian masyarakat pada perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu upaya memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemerintah Kota Cirebon perlu memetakan situasi dan kondisi sanitasi Kota Cirebon kemudian menyusun perencanaan pembangunan sanitasi.
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-4
1.3.1 Maksud Maksud utama dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon adalah memberikan informasi awal yang lengkap tentang situasi dan kondisi sanitasi Kota Cirebon saat ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pembangunan sanitasi di masa mendatang yang dituangkan dalam Strategi Sanitasi Kota Cirebon. Buku Putih Sanitasi merupakan hasil kerja berbagai komponen dinas terkait dengan sanitasi yang diwakilkan pada Kelompok Kerja Sanitasi. 1.3.2 Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon adalah : 1. Memberikan gambaran pemetaan situasi dan kondisi sanitasi Kota Cirebon berdasarkan kondisi aktual atau kondisi sebenarnya (existing condition). Pemetaan mencakup aspek teknis dan aspek non teknis yaitu aspek keuangan, kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, perilaku hidup bersih dan sehat, serta aspek lain seperti keterlibatan para pemangku kepentingan secara lebih luas. 2. Menjadi panduan kebijakan Kota Cirebon dalam manajemen kegiatan sanitasi di Kota Cirebon. Pemetaan sanitasi dilakukan dalam bentuk zona-zona sanitasi di tingkat kota sehingga akan muncul kebijakan serta prioritas dalam penanganan kegiatan pengembangan strategi sanitasi skala kota yang didalamnya mencakup strategi sanitasi, rencana tindak dan anggaran perbaikan maupun peningkatan sanitasi di Kota Cirebon. 3. Buku ini dapat digunakan oleh semua unsur pemangku kepentingan baik di level masyarakat, level kota maupun nasional dan swasta untk memainkan perannya dengan berpartisipasi dalam pembangunan sanitasi, penerapan strategi dan implementasi dari rencana strategi di lapangan.
Monitoring
dan
evaluasi
perlu
dilakukan
sehingga
penerapan strategi sanitasi kota berjalan dengan baik. 1.4
PENDEKATAN DAN METODOLOGI 1.4.1 Metode Penyusunan Buku Putih Metode yang digunakan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon adalah studi dokumen dan pengumpulan data sekunder yang ada
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-5
di masing-masing SKPD terkait dengan sanitasi, kemudian didukung dengan observasi objek yang relevan. Selain itu untuk mendapatkan pemetaan yang lebih akurat maka dilakukan beberapa kajian atau studi, seperti survey EHRA, Studi Penyedia Layanan Sanitasi (SSA) dan Studi Komunikasi dan Pemetaan Media. Dari hasil kajian dan analisa baik data sekunder maupun data primer akan menggambarkan kebutuhan layanan sanitasi dan peluang pengembangan di masa mendatang, sehingga bisa menyusun rencana pembangunan sanitasi dan menghasilkan usulan atau rekomendasi terkait dengan peluang pengembangan layanan sanitasi. 1.4.2 Tahapan Penyusunan Buku Putih Proses penyusunan Buku Putih Sanitasi dilakukan melalui tiga tahap,yaitu: 1. Penetapan lingkup buku putih, dimana pada tahap ini merupakan proses konsolidasi awal bagi Pokja melalui rapat koordinasi dalam menyamakan persepsi tentang pengertian Buku Putih. Dalam penetapan lingkup buku putih, Pokja menyepakati jenis informasi dan sumber data, cakupan wilayah pemetaan, metoda analisis, pembagian tugas dan pelaporan, rencana penetapan kawasan prioritas, jadwal kerja penyusunan Buku Putih. 2. Pemetaan secara cepat situasi sanitasi, dimana pada tahap ini dilakukan
pengumpulan
dan
analisis
data
sekunder
untuk
menghasilkan gambaran situasi sanitasi secara cepat. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber data seperti SKPD, dokumen yang dimiliki Kota Cirebon (laporan penelitian, dokumen perencanaan), pemerintah pusat, publikasi media, atau yang dimiliki LSM. Data yang telah terkumpul akan diverifikasi kebenarannya, kemudian data dikonsolidasikan dan disusun secara sistematis. Setelah penyusunan data secara sistematis, selanjutnya dilakukan analisis untuk memetakan situasi sanitasi, baik aspek teknis (sarana dan prasarana) maupun aspek non-teknis. Sehingga berdasarkan hasil pemetaan dapat diketahui potret umum kondisi sanitasi Kota Cirebon (termasuk kawasan beresiko sanitasi) dan hal-hal yang perlu dilengkapi agar penyusunan Buku Putih lebih berkualitas. 3. Konsep dan Finalisasi Buku Putih, dimana pada tahap ini untuk mempertajam BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
hasil
pemetaan
awal
sanitasi
maka
dilakukan I-6
pengumpulan data primer dan beberapa kajian atau studi yaitu survey EHRA, studi Komunikasi dan Pemetaan Media, dan studi Penyedia Layanan Sanitasi (SSA). Berdasarkan hasil analisis data sekunder dan data primer didukung kajian dan studi dapat dilakukan penetapan area beresiko sanitasi, dimana peta ini bisa menjadi acuan dasar dalam penentuan lokasi prioritas pembangunan sanitasi. Berdasarkan hasil-hasil tersebut dilakukan penyusunan draft Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon kemudian diajukan dalam rapat dengan pemangku kepentingan tingkat kota dan dilakukan finalisasi Buku Putih sehingga dihasilkannya Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon. Gambar 1.4 BAGAN TAHAPAN BUKU PUTIH
Pertemuan Perdana
PROSES
Pengumpulan data sekunder
Verifikasi data sekunder
Rapat Konsultasi
Pengumpulan data primer melalui Studi EHRA, Studi Komunikasi dan Pemetaan Media, Studi SSA
Konsultasi Publik
Finalisasi Buku Putih
Penilaian pemetaan kondisi sanitasi berdasarkan data primer
Analisis data sekunder
Penetapan Area Beresiko
OUTPUT
Penilaian Pemetaan Awal Sanitasi Kota
Penilaian Pemetaan Awal Sanitasi Kota
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
Penyusunan Draft Buku Putih
Konsep Buku Putih Sanitasi Kota
Buku Putih Sanitasi Kota
I-7
1.5
POSISI BUKU PUTIH Buku Putih Sanitasi merupakan dokumen yang menggambarkan karakteristik dan kondisi sanitasi wilayah Kota Cirebon dan prioritas atau arah pengembangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota dan masyarakat kota. Buku ini mencakup profil sanitasi kota, sarana prasarana eksisting, cakupan dan tingkat pelayanan, informasi kelembagaan dan keuangan, arah pengembangan sanitasi, kebutuhan peluang, dan analisa awal untuk penetapan area berdasarkan tingkat resiko dan zona sanitasi di Kota Cirebon. Buku ini dijadikan sebagai prasyarat utama dan dasar bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kota Cirebon. Rencana pembangunan sanitasi kota dikembangkan atas dasar permasalahan yang dipaparkan dalam Buku Putih Sanitasi.
1.6
SUMBER DATA Sumber data dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Cirebon meliputi : 1. Data sekunder, diperoleh dari dokumen yang dimiliki tiap dinas atau SKPD yang terlibat dalam Kelompok Kerja Sanitasi, buku-buku umum mengenai wajah dan karakter Kota Cirebon secara umum. Untuk mendukung data sekunder
tersebut juga
dilakukan beberapa survey
terkait dengan
pengelolaan sanitasi seperti : Environmental Health Risk Assesment (EHRA), survey peran media dalam perencanaan sanitasi, survey kelembagaan, survey keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sanitasi, survey keuangan, survey priority setting area beresiko serta survey peran serta masyarakat dan gender. 2. Data primer yaitu data yang bersumber dari survey atau observasi lapangan yang dilakukan Pokja, data primer dapat berupa rekaman hasil wawancara maupun potret (photo) kondisi eksisting di lapangan. 1.7
PERATURAN PERUNDANGAN Kegiatan program Nasional Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP) 2010 Kota Cirebon didasarkan pada aturan-aturan dan dasar hukum yang meliputi : Undang-Undang 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berikut perubahan-perubahannya
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-8
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah 1. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah 2. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Menteri 1. Peraturan Menter Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Peraturan Daerah 1. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rincian Urusan Pemerinatahan yang Dilaksanakan Pemerintah Kota Cirebon 2. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 tentang Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu pada Pemerintah Kota Cirebon
BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON
I-9