BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
Analisis pendapatan pada usaha budidaya udang galah akan menjelaskan apakah usaha yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak yaitu dengan melihat nilai perbandingan R/C. Selain itu untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha yang dilakukan juga bisa dilihat dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai struktur biaya dan penerimaan usaha budidaya udang galah. Analisis mengenai struktur biaya dibagi menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang benar-benar secara tunai dikeluarkan
oleh
pembudidaya
untuk
kegiatan
usahanya.
Biaya
yang
diperhitungkan meliputi semua biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya akan tetapi tidak dibayarkan secara tunai. Meskipun demikian biaya ini tetap dimasukan kedalam struktur biaya dan diperhitungkan dalam biaya. Analisis penerimaan dibagi menjadi penerimaan secara tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang benarbenar diterima secara tunai oleh pembudidaya dari hasil produksi udang dikalikan dengan harga udang di pasar. Penerimaan tidak tunai merupakan hasil produksi yang tidak dijual, biasanya untuk dikonsumsi sendiri atau dijadikan benih kembali. 7.1 Analisis Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah Berdasarkan penelitian di lapangan, hasil produksi udang galah menunjukan nilai rata-rata sebesar 952,7 per hektar per musim. Hasil udang yang dipanen dibedakan menjadi udang yang siap jual atau udang konsumsi, udang tokolan, dan udang molting. Udang konsumsi atau udang komersil biasanya mempunyai ukuran 30 ekor per kilogram, dijual dengan harga Rp. 50.000 per kilogram. Udang tokolan ukurannya lebih kecil daripada udang konsumsi biasanya udang ini tidak dijual. Akan tetapi dijadikan benih atau ditebar kembali di kolam yang berbeda. Sedangkan udang molting adalah udang yang sedang berganti kulit. Udang ini biasanya dikonsumsi sendiri atau dibagikan kepada pekerja. 67
Pembudidaya yang hanya mempunyai satu kolam biasanya menjual seluruh udang yang dipanen karena tidak ada lagi tempat untuk membesarkan tokolan sisa panen. Sedangkan pembudidaya yang mempunyai kolam lebih dari satu biasanya tidak menjual udang tokolan, akan tetapi ditebar kemabali. Pembudidaya mendapatkan penerimaan dari hasil produksi udang galah yang dijual. Berikut penerimaan tunai dan tidak tunai usaha budidaya udang galah (Tabel 25). Tabel 25. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim Uraian
Harga (Rp)
Jumlah Fisik (kg)
Nilai (Rp)
Penerimaan tunai Udang konsumsi
50.000
587
29.350.000
Udang benih (dijual)
35.000
237
8.295.000 37.645.000
Total Penerimaan tidak tunai Udang benih (ditebar)
35.000
384
13.440.000
Udang molting
35.000
128
4.480.000 17.920.000
Total Total Penerimaan Usahatani
55.556.000
Berdasrkan Tabel 25, total dari penerimaan usaha budidaya udang galah sebesar Rp 55,5 juta. Untuk penerimaan tunai sebesar Rp 37,6 juta sedangkan untuk penerimaan tidak tunai sebesar Rp 17,9 juta. Jika dipersentasekan terhadap total penerimaan maka persentase penerimaan tunai sebesar 67,76 persen sedangkan penerimaan tidak tunai sebesar 32,24 persen. Persentase penerimaan tunai lebih besar daripada penerimaan tidak tunai. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar hasil panen udang dimaksudkan untuk dijual, tidak untuk dikonsumsi sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya udang galah yang dilakukan bersifat komersil.
68
7.2 Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Udang Galah. Biaya merupakan korbanan yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Total biaya usaha budidaya udang galah yang dilakukan oleh pembudidaya adalah Rp 74,6 juta. Biaya total ini merupakan hasil penjumlahan antara biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai dikeluarkan untuk membiayai pembelian benih udang galah, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, nutrisi, kapur, pakan buatan, pakan tambahan (kelapa, singkong, dan siput), sewa lahan, gadai lahan, pajak lahan, dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) hanya dibayarkan pada waktu kegiatan persiapan lahan dan pemanenan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya benih, pakan tambahan (kelapa, singkong, dan siput), tenaga kerja dalam dan luar keluarga (TKDK), penyusutan alat dan sewa lahan. Pakan tambahan juga dimasukan kedalam biaya yang diperhitungkan karena ada sebagian pembudidaya tidak membeli pakan tambahan akan tetapi pakan tersebut berasal dari kebun sendiri. Sedangkan untuk TKDK biayanya dimasukan untuk kegiatan pengapuran, pemupukan, peneberan benih, pemberian pakan, dan penggantian air rutin. TKLK yang bersifat sukarela dilakukan secara gotong royong, biasanya pada saat pemanenan. Selain itu ada juga tenaga kerja yang berasal dari bandar. Tenaga kerja ini datang langsung ke kolam yang akan dipanen, pemilik kolam hanya menyediakan makanan. Tenaga kerja yang melakukan pemanenan dibayar langsung oleh bandar. Oleh karena itu tenaga kerja yang berasal dari bandar dimasukan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Pengeluaran terbesar dari biaya tunai adalah untuk pakan buatan sebesar Rp 16,1 juta atau 21,6 persen dari keseluruhan total biaya atau pengeluaran usaha budidaya udang galah. Disusul oleh pengeluaran dari pembelian benih udang galah sebesar Rp 14,5 juta atau 19,5 persen. Pakan dibutuhkan untuk makan udang galah setiap harinya. Udang galah diberi pakan 2 – 3 kali per hari. dengan jumlah komposisi yang bertambah setiap bulannya. Sedangkan untuk benih para pembudidaya biasanya membeli dengan jumlah ribuan ekor. Harga benih dihitung per ekor dengan harga Rp. 300 per ekor. Alasan inilah yang menjadi penyebab besarnya biaya pengeluaran untuk pakan dan benih. 69
Biaya yang paling kecil dikeluarkan oleh pembudidaya adalah untuk penggunaan siput dan pupuk kandang. Pengeluaran untuk siput sebesar Rp 71432 atau 0,09 persen dari biaya total. Penggunaan pakan siput dilakukan tidak secara rutin dan tidak semua pembudidaya menggunakan pakan tambahan ini. Hal ini menjadi penyebab biaya pengeluran untuk siput kecil. Sedangkan pengeluaran untuk pupuk kandang sebesr Rp 297.322,87 atau 0.39 persen. Pupuk kandang dibeli per karung,, setiap karung mempunyai berat 20 -25 kilogram dengan harga Rp 4000-5000/karung. Harga yang sangat murah inilah yang menjadi alasan pengeluaran untuk pupuk kandang juga kecil. Selain itu tidak semua pembudidaya menggunakan pupuk kandang karena mereka menganggap bahwa kolam yang memakai pupuk kandang akan membuat kolam menjadi bau sehingga dianggap akan menghambat pada pertumbuhan udang. Pengeluaran terbesar pada biaya yang diperhitungkan adalah tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan pemberian pakan dan penggantian air kolam rutin. Pengeluaran untuk TKDK pada kegiatan pemberian pakan dan penyusutan alat masing-masing sebesar Rp. 11,2 juta atau 18,7 persen dan Rp. 8.7 juta atau 14,6 persen. Setiap harinya pembudidaya memberi pakan sebanyak 2-3 kali. Kegiatan ini dilakukan secara rutin selama budidaya sampai waktu panen tiba. Alasan inilah yang menjadikan biaya tenaga kerja dalam keluarga pada kegitan pemberian menjadi besar. Jika
kita
membandingkan antara
biaya
tunai
dan
biaya
yang
diperhitungkan, ternyata jumlah biaya tunai lebih besar daripada jumlah biaya yang diperhitungkan. Total biaya tunai adalah Rp 46,8 juta sedangkan total biaya yang diperhitungkan adalah Rp 27,7 juta (Lampiran 5). 7.3 Analisis Biaya Imbangan dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah Pendapatan usaha
budidaya
udang
galah
didapatkan dari
hasil
pengurangan antara penerimaan dan pengeluaran. Jika penerimaan lebih besar daripada pengeluaran maka usaha bisa dikatakan menguntungkan (profitable). Akan tetapi sebaliknya jika penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran maka usaha bisa dikatakan tidak menguntungkan. Analisis pendapata pada usaha budidaya udang galah bisa dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya yang diperhitungakan. Selain itu pada analisis pendapatan 70
juga akan dihitung nilai rasio antara penerimaan dan biaya atau nilai rasio R/C. Jika nilai R/C ini lebih dari 1 maka usaha yang dilakukan bisa dikatakan menguntungkan atau profitable. Berikut merupakan data gabungan antara penerimaan dan pengeluaran usaha budidaya udang galah (Tabel 26) Tabel 26. Pendapatan dan nilai R/C Usaha Budidaya Udang Galah per Musim. Uraian
Nilai (Rp)
Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai
37.645.000
Penerimaan Tidak tunai
17.920.000
Total penerimaan
55.565.000
Biaya Usahatani Total biaya tunai
46.835.569
Total biaya yang diperhitungkan
27.765.014
Total biaya
74.600.583
Pendapatan atas biaya tunai
8.729.431
Pendapatan atas biaya total
-19.035.583
R/C atas biaya tunai
1.18
R/C atas biaya total
0.74
Berdasarkan Tabel 26, usaha budidaya udang galah di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti mempunyai nilai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 8,7 juta. Dengan demikian secara tunai usaha budidaya udang galah bisa dikatakan menguntungkan atau profitaable. Meskipun secara tunai menguntungkan, akan tetapi tingkat pendapatannya masih sangat rendah jika dibandingkan dengan pendapatan tunai pembudidaya udang galah di Kecamatan Tambak Sari Kabupaten Ciamis yang mencapai Rp. 184,4 juta (Triwahyuni 2005). Tingkat keuntungan yang rendah ini menyebabkan sebagian besar responden kurang tertarik dalam mengusahakan udang galah. Hal ini ditunjukan oleh anggapan sebagian besar responden yang menganggap usaha budidaya udang merupakan usaha sampingan. 71
Selain itu, jika menghitung pendapatan atas biaya total atau keseluruhan modal maka nilainya lebih rendah lagi sebesar Rp -19 juta. Hal ini berarti usaha budidaya udang galah tidak menguntungkan atas biaya total. Untuk biaya yang diperhitungkan dalam biaya total ditutupi oleh pemakaian sumber daya milik sendiri. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai usaha budidaya udang galah sebesar 1,18. Nilai R/C>1 menunjukan bahwa usaha udang yang dilakukan bisa dikatakan efisien dalam penggunaan biaya secara tunai. Meskipun berdasarkan nilai rasio R/C atas biaya tunai menguntungkan, akan tetapi nilainya hampir mendekati titik impas atau sama dengan satu. Selain itu nilai R/C atas biaya total sebesar 0,74. Hal ini berarti nilai R/C<1 artinya usaha udang galah yang dilakukan, tidak efisien dalam penggunaan biaya total termasuk biaya yang diperhitungkan. Agustina (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis kelayakan usaha budidaya udang windu, menunjukan nilai R/C pada pembudidaya tradisional sebesar 3,37. Sedangkan nilai R/C pada pembudidaya semi intensif sebesar 1,89. Jika dibandingkan dengan hasil nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian usaha budidaya udang galah ternyata nilai R/C usaha budidaya udang windu mempunyai nilai yang lebih tinggi. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis pendapatan bisa disimpulkan bahwa usaha budidaya udang galah di daerah penelitian kurang menguntungkan. Hal ini yang menjadi penyebab sedikitnya pembudidaya yang membudidayakan udang galah sehingga tingkat produksinya pun menjadi rendah.
72