POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
BUDIDAYA PENDEDERAN DAN PEMBESARAN UDANG GALAH (Pola Pembiayaan Konvensional)
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 6 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 8 a. Permintaan................................ ................................ .................. 8 b. Penawaran ................................ ................................ .................. 9 c. Harga ................................ ................................ ......................... 9 d. Peluang Pasar ................................ ................................ ............ 11 e. Rantai Pemasaran ................................ ................................ ...... 12 f. Masalah Pemasaran ................................ ................................ ..... 13 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 14 a. Teknologi ................................ ................................ .................. 14 b. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............. 15 c. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................... 16 d. Sarana Produksi ................................ ................................ ......... 19 e. Tenaga Kerja ................................ ................................ ............. 22 f. Masalah Produksi Udang Galah ................................ ...................... 22 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 26 a. Pola Usaha ................................ ................................ ................ 26 b. Asumsi dan Jadwal Kegiatan ................................ ........................ 27 c. Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional ............................... 29 d. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja ........................... 30 e. Produksi dan Pendapatan................................ ............................. 32 f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ................................ ........ 33 g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek................................ ........ 33 h. Analisis Sensitivitas Kelayakan Proyek ................................ ........... 34 6.Penutup ................................ ................................ ...................... 37 a. Kesimpulan ................................ ................................ ............... 37 b. Saran ................................ ................................ ....................... 38 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 39
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
1
1. Pendahuluan Udang galah (Macrobrachium Rosenbergii de Man) atau dikenal juga sebagai Giant Freshwater Shrimp merupakan salah satu jenis Crustacea, dari famili Palaemonidae yang mempunyai ukuran terbesar dibandingkan dengan udang air tawar lainnya. Komoditas ini diklaim oleh berbagai negara sebagai fauna asli, antara lain oleh India dan Indonesia. Di Indonesia, udang galah dapat ditemukan di berbagai wilayah dan masing-masing memiliki varietas dengan ciri tersendiri. Misalnya, udang galah dari Sumatera dan Kalimantan memiliki ukuran kepala besar, capit panjang, dan berwarna hijau kuning. Udang galah dari Jambi memiliki ukuran kepala lebih kecil, capit kecil dan berwarna keemasan. Pada Foto 1. dapat dilihat bentuk udang galah jantan dan betina, yang secara fisik berbeda. Perbedaan terutama pada "galah" yang didapati hanya pada udang galah jantan. Foto 1: Udang galah jantan dan betina.
Sumber: http://www.ppk.kpm.my/udang/f_udang1.htm Di Indonesia komoditi ini dikembangkan antara lain oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat Pasar Minggu, Jakarta; Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Limnologi LIPI) dan beberapa lembaga di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan antara lain: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di Sukamandi, Unit Pengembangan Udang Galah Pamarican, Ciamis dan Balai Budidaya Air Tawar di Sukabumi. Salah satu penelitian yang dilakukan memberikan hasil yang menggembirakan dengan diperkenalkannya strain udang galah jenis unggul (GI Macro) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada 24 Juli 2001. Selain penelitian mengenai strain udang galah unggul, upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembangkan udang galah adalah dengan melakukan optimalisasi hatchery melalui perbaikan manajemen induk; dan manajemen kesehatan dan lingkungan. Disamping itu, dilakukan pula pengkajian wilayah potensi pengembangan udang galah guna mengembangkan kawasan terpadu mulai dari sub sistem pembenihan, pendederan dan pembesaran hingga pasca panen.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
2
Komoditas yang di Indonesia mulai populer sejak lima tahun yang lalu ini juga banyak dikembangkan di kawasan Asia. Negara produsen terbesar adalah China diikuti Bangladesh, Taiwan dan Thailand. Dalam jumlah yang relatif kecil, komoditi ini juga diproduksi di India, Costa Rica, Ecuador, Brazil dan Malaysia. Peluang pasar udang galah masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk pasar lokal, permintaan datang terutama dari wilayah yang banyak dikunjungi turis seperti Bali, Jakarta, Batam, dan Surabaya. Sementara pasar udang galah di luar negeri telah terbentuk di Jepang, Korea, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Skotlandia, Inggris, Belanda, Selandia Baru, dan Australia dengan pasokan utama datang dari Thailand, Cina dan India. Di India dan Malaysia budidaya udang galah sangat memperoleh dukungan dari Pemerintah, terutama dari sisi permodalan. Walaupun tidak disediakan skim kredit secara khusus namun skim kredit yang ada dapat digunakan untuk membiayai budidaya udang galah. Di India pinjaman disalurkan oleh National Bank for Agricultural and Rural Development (NABARD) yaitu bank milik Pemerintah yang khusus membiayai sektor pertanian. Sedangkan di Malaysia, pinjaman serupa disediakan oleh Bank Pertanian Malaysia. Pada Lampiran 2. disajikan informasi mengenai skim pembiayaan udang galah di Bank Pertanian Malaysia. Di Indonesia, Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan juga menyediakan bantuan modal yang disalurkan melalui dinas di tingkat kabupaten. Pinjaman ini juga tidak spesifik untuk udang galah. Sampai saat buku ini ditulis belum diperoleh informasi mengenai pemberian pinjaman dari perbankan di Indonesia untuk komoditi ini. Berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan salah satu sentra penghasil udang galah di Indonesia ditetapkan sebagai wilayah survey dalam rangka penyusunan buku ini. Walaupun di seluruh wilayah DIY terdapat pengusaha udang galah namun informasi hanya digali dari pengusaha di Kabupaten Sleman, terutama dari pengusaha di desa Jamur, Sindangrejo, Minggir. Dengan demikian informasi teknis budidaya udang galah yang disajikan pada buku ini terutama menggunakan informasi yang diperoleh dari kondisi pengusaha dan lembaga lain di wilayah tersebut. Budidaya udang galah di Sleman, Yogyakarta telah berkembang dengan baik walau masih dalam skala mikro. Sewaktu pertama kali dibudidayakan, usaha ini tidak mendapatkan per-hatian dari masyarakat. Sejalan dengan keberhasilan yang dicapai, akhirnya banyak petani yang mulai beralih profesi dari penanam padi menjadi pembudidaya udang galah. Walaupun tidak memerlukan perizinan dari instansi yang berwenang, namun untuk memulai usaha dalam budidaya udang galah di wilayah Sleman, diperlukan izin dari aparat desa dan masyarakat setempat.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
3
Boks 1: Alamat Lembaga yang Disurvey di Yogyakarta. Pada saat survey di DIY, beberapa lembaga yang dihubungi antara lain: 1. Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Istimewa Yogyakarta Jl. Gondosuli No. 2-A Yogyakarta Telp: (0274) 561030, Fax: (0274) 511031 2. Asosiasi Pengusaha Udang Galah Alamat sementara: Toko Lima Satu, Jl. Diponegoro No. 51 Yogyakarta; Telp. (0274) 514177 3. Balai Benih Udang Galah Jl. Srigading Sanden, Samas (Pantai Samas), Bantul Kode Pos 55763; HP. 0822758821. Sumber : Data Primer
Usaha ini memberikan dampak yang positif terutama bagi masyarakat di sekitar tempat pembudidayaan. Dilihat dari sisi ekonomi usaha ini memberikan keuntungan yang ber-lipat apabila dibandingkan dengan bercocok tanam padi dan bagi pemilik lahan memberikan penghasilan dari usaha persewaan lahan non produktif. Akibat dari perlunya penyediaan kebutuhan untuk usaha antara lain penyediaan pakan, peralatan, obatobatan dan pemasaran, muncul usaha lain yang mendukung usaha budidaya udang galah tersebut, misalnya, toko atau kios pakan dan saprokan serta pedagang pengepul khusus untuk udang galah. Untuk memenuhi kebutuhan akan benih, di desa Jamur telah didirikan pula suatu hatchery. Didukung oleh lingkungan desa yang sejuk dan asri serta pemandangan yang indah, maka pada tahun 2002 desa Jamur dicanangkan sebagai Desa Wisata oleh Menteri Pariwisata. Di lokasi kolam didirikan dangau untuk tempat menikmati makanan dari hasil kolam berupa udang galah dan produk budidaya air tawar lain yang diolah secara langsung oleh penduduk setempat. Bagi warga setempat, pencanangan sebagai desa wisata merupakan hal yang membanggakan dan merupakan sarana untuk meningkatkan penghasilan. Usaha ini juga memberikan manfaat dari sisi sosial, terutama dalam hal pemanfaatan tenaga kerja dari lingkungan masyarakat sekitar. Kaum muda yang semula tidak mempunyai ketrampilan dapat ditarik minatnya untuk ikut
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
4
terjun secara langsung guna mempelajari cara membudidayakan udang galah. Dampak ikutannya adalah, tenaga kerja dari wilayah ini dinilai terlatih sehingga banyak dimanfaatkan oleh wilayah lain yang akan mengembangkan komoditi ini. Pemanfaatan tenaga kerja dari penduduk setempat juga menurunkan tingkat kriminalitas dan masalah-masalah sosial lainnya. Budidaya udang galah tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik berupa limbah air kotor maupun bau amis, mengingat untuk melakukan budidaya udang galah, kolam harus memenuhi syarat-syarat untuk selalu menjaga kondisi air kolam dalam keadaan bersih dan tidak tercemar. Dengan demikian tidak ada kekuatiran terjadinya pencemaran lingkungan akibat maraknya pembudidayaan udang galah.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
5
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan Udang galah adalah jenis udang yang bisa dibudidayakan pada lahan tanah sawah, kolam atau empang air tawar. Pemeliharaannya relatif lebih mudah dibandingkan dengan jenis udang lainnya dan sampai saat ini di wilayah DIY belum ditemukan adanya hama atau penyakit yang membahayakan yang dapat mengganggu budidaya udang galah dan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Lahan potensial yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya udang galah di DIY pada tahun 2001 adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Lahan Potensial di DIY Tahun 2001
No.
Kabupaten
1.
Sleman
2.
Gunung Kidul
3.
Bantul
5.
Kolam (Ha)
Sawah (Ha)
Total (Ha)
2.068,00
4.428,00
6.496,00
426,00
435,00
861,00
2.005,00
4.920,00
6.925,00
Kulonprogo
493,00
3.150,00
3.643,00
Yogyakarta
46,40
78,00
124,40
5.038,40
13.011,00
18.049,40
Total
Sumber : Peluang Usaha Perikanan dan Kelautan di DIY, Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi DIY, 2002
Secara umum terdapat beberapa cara budidaya udang galah yaitu tradisional, semi intensif dan intensif. Di Kabupaten Sleman sampai saat ini baru dikembangkan pembudidayaan dengan dua cara yaitu cara tradisional dan semi intensif dan sebagian besar petani menggunakan cara semi intensif. Perbedaan umum kedua cara disajikan pada Tabel 2 yang hanya menyajikan informasi perbedaan dilihat dari spesifikasi kolam, pemberian pakan dan penggunaan sistem pemeliharaan.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
6
Tabel 2. Perbedaan Budidaya Udang Galah Secara Tradisional dan Semi Intensif No 1
Kriteria Spesifikasi kolam
Tradisional Belum memenuhi standard
2
Pemberian pakan
3
Sistem pemeliharaan
Maksimum 3 kali sehari dengan takaran berdasarkan perkiraan Polikultur
Semi Intensif Disesuaikan dengan spesifikasi kolam yang ideal Sebanyak 4-5 kali sehari dengan takaran sesuai kebutuhan Monokultur
Sumber: Data primer Sebagian besar petani udang galah di Kabupaten Sleman, DIY menjalankan usaha skala mikro dan menggunakan lahan tidak produktif yang disewa dari tanah kas desa. Pembiayaan usaha baik untuk investasi maupun modal kerja sebagian besar masih bersumber dari dana pribadi. Sementara, sebagian kecil pengusaha telah menerima pembiayaan yang disebut dengan Dana Penguatan Modal yang sumber dananya berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Tingkat I dan II. Kredit ini tidak khusus diberikan kepada petani pembudidaya udang galah tetapi juga bagi petani ikan lainnya. Penyalurannya dilakukan melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Sub Dinas Perikanan Sleman, dan diberikan kepada kelompok tani pemenang kontes budidaya perikanan air tawar yang mempunyai nilai teknis dan manajemen tertinggi. Setiap kelompok tani mendapatkan kredit bervariasi dengan plafon tergantung pada skala usaha. Kredit ini tanpa jaminan, berjangka waktu 12 bulan dan bunga bersubsidi sebesar 6% per tahun. Pembayaran angsuran dilakukan setiap 6 bulan sekali atau secara semesteran. Di Kabupaten Sleman belum diperoleh informasi mengenai pemberian kredit dari perbankan untuk petani budidaya udang galah, dengan penyebab: 1. Usaha budidaya udang galah belum termasuk dalam jenis usaha yang direncanakan untuk dibiayai oleh bank. 2. Usaha tersebut dirasa masih memiliki risiko yang tinggi karena udang galah cukup rentan terhadap ketersediaan air. Sementara bank dari wilayah Bantul menyatakan bahwa bank tersebut belum membiayai udang galah karena belum pernah mendengar mengenai keberadaan usaha tersebut. Salah satu bank mengungkapkan bahwa usaha budidaya udang galah dapat dibiayai sepanjang kredit diberikan secara berkelompok dan penerima kredit bersedia menggunakan sistem tanggung renteng.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
7
3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Sampai saat ini belum terdapat lembaga yang menyediakan data kuantitatif yang dapat menggambarkan permintaan udang galah. Namun, secara kualitatif diperoleh informasi bahwa untuk pasar lokal permintaan datang dari perseorangan, restoran dan hotel di Jakarta, Cilegon, Medan, Semarang, Surabaya, Batam, Yogyakarta dan terutama Bali. Peminat udang galah di Bali terutama adalah turis asing dan komoditas ini populer sebagai baby atau mini lobster. Permintaan udang galah konsumsi di Bali tergolong cukup tinggi (tahun 2001 mencapai 700 kg per hari) sementara produksinya hanya antara 100-200 kg per hari, sehingga perlu didatangkan dari Yogyakarta dan Jawa Barat. Untuk memperkirakan angka permintaan ekspor didekati dengan menggunakan data ekspor udang tahun 1991-2000 sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Pendekatan ini dilakukan mengingat adanya pemikiran untuk menawarkan udang galah sebagai alternatif pengganti udang windu karena pembudidayaan udang galah yang relatif mudah dengan harga jual relatif tinggi namun lebih murah dibanding udang windu. Dari tabel tersebut terlihat bahwa volume dan nilai ekspor udang tahun 1991-2000 masing-masing meningkat rata-rata sebesar 1,97%% dan 2,67% per tahun. Untuk DIY, permintaan udang galah berasal dari rumah makan dan pasar swalayan. Pemintaan udang galah berfluktuasi. Peningkatan permintaan terjadi pada bulan Desember-Januari, bulan Juni-Juli, bulan penyelenggaraan wisuda sarjana dan bulan hajatan, sedangkan penurunan terjadi pada bulan Suro (kalender Jawa) dan pada saat pendaftaran sekolah. Tabel 3. Ekspor Udang Tahun 1991-2000 Volume Nilai (1000 US Tahun (ton) $) 1991 95.626 769.982 1992 100.455 764.850 1993 98.569 876.703 1994 99.523 1.007.380 1995 94.551 1.037.006 1996 100.230 1.017.892 1997 93.043 1.011.136 1998 142.689 1.011.467 1999 109.650 888.982 2000 116.188 1.002.123 Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, tahun 2002
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
8
b. Penawaran Sebagaimana diungkapkan di atas, data statistik terutama data nasional yang terkait dengan udang galah belum tersedia. Oleh karena itu, informasi mengenai penawaran hanya disajikan untuk produksi di wilayah DIY. Adapun produksi udang galah di DIY pada tahun 2001 adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Udang Galah di DIY Tahun 2001 Produksi No. Kabupaten (Ton) 1. Sleman 15,4 2. Gunung Kidul 0 3. Bantul 65,1 4. Kulonprogo 15,4 5. Yogyakarta 0 Total 95,9 Sumber : Peluang Usaha Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi DIY, 2002
di
DIY,
Selain DIY, sentra produksi udang galah adalah Bali. Propinsi lain yang sedang mengembangkan budidaya udang galah adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Pada akhir tahun 2002, Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan ditetapkan sebagai sentra pengembangan dan pembibitan udang galah dengan lahan usaha sekitar 9.100 hektare. Kabupaten Ciamis dan Sukabumi Jawa Barat juga menawarkan wilayahnya sebagai lahan yang cocok untuk investasi budidaya udang galah. Mengenai potensi luas lahan budidaya udang galah di Indonesia pada saat ini belum ada data yang pasti, namun dilihat dari segi persyaratan teknis budidaya, udang galah dapat dikembangkan pada daerah-daerah pengembangan budidaya perikanan air tawar, daerah persawahan, dan tambak darat. c. Harga Harga udang galah ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: a) wilayah produksi dan pemasarannya; b) kondisi udang; c) jumlah udang per kilogram (kg) atau per pound (lb) atau ukuran udang. Harga udang makin mahal apabila ukuran makin besar atau udang dalam kondisi hidup. Di Indonesia udang galah dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut jumlah udang per kg sebagai berikut:
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
9
a. Besar: - Super : 10-15 ekor - Biasa : 20-25 ekor b. Medium : 30-40 ekor c. Kecil : 40-60 ekor Sedangkan udang galah yang berkondisi baik adalah yang dapat memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Berwarna biru gelap (badannya berwarna kehijauan); b) Berkulit keras, bersih tidak ditempeli efibion dan tidak cacat fisik; c) Tidak berbau lumpur; dan d) Kondisi fisik masih segar dan utuh. Pada Foto 2. ditampilkan udang galah yang baik dengan ukuran super. Foto 2. Udang Ukuran Super.
Foto udang galah ukuran super, dengan berat sampai dengan 100 gr per ekor, bandingkan besarnya dengan tangan si pembawa. Sumber: Dr. Fauzan Ali, Puslit Limnologi LIPI, Bogor. Harga jual udang galah terbentuk di dua tingkat, yaitu : a. Di tingkat pembudidaya yang menjual produk ke pengepul. b. Di tingkat pengepul yang menjual produk yang ditampungnya ke konsumen akhir yaitu pedagang pengecer, hotel, rumah makan, dan pasar swalayan. Harga jual udang galah ke pengepul lebih rendah daripada harga jual langsung ke konsumen rumah tangga. Pada saat survey, yaitu bulan Mei
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
10
2003 di Yogyakarta harga jual udang ukuran medium di tingkat pembudidaya adalah Rp.29.000 sampai dengan Rp.34.000 per kilo. Di Jawa Barat harga udang galah sekitar Rp.35.000 - Rp.37.000 per kg, sedangkan di Bali mencapai Rp.40.000. Di tingkat pedagang pengecer dan pasar swalayan di Jakarta, harga udang galah dapat mencapai Rp.75.000 - Rp.85.000 per kg. Di pasar swalayan tertentu untuk udang ukuran medium harganya bisa mencapai lebih dari Rp. 100.000. d. Peluang Pasar Peluang pasar bagi produk udang galah masih terbuka lebar, terutama untuk ekspor karena adanya permintaan dari beberapa negara yang masih belum dapat terpenuhi oleh produksi dalam negeri. Dengan semakin mahalnya harga udang windu, maka diharapkan makin banyak konsumen yang beralih ke udang galah. Hal ini merupakan peluang pasar yang cukup bagus untuk dimanfaatkan. Data statistik mengenai perkembangan ekspor udang galah belum tersedia. Untuk itu, sebagaimana halnya dengan informasi permintaan, data yang digunakan untuk menyajikan informasi mengenai ekspor adalah data udang secara umum. Pada Tabel 5 disajikan informasi mengenai 10 besar negara yang menjadi tujuan ekspor dari produk udang Indonesia pada tahun 2000. Tabel 5. Sepuluh Besar Negara Tujuan Ekspor Udang Indonesia Tahun 2000 Volume Ekspor No. Negara (Ton) 1 Jepang 54.064 2 Amerika Serikat 16.216 3 Hongkong 7.164 4 Belanda 6.900 5 Singapura 6.572 6 Malaysia 5.236 7 Inggris 4.218 8 Taiwan 2.623 9 RRC 2.223 Belgia & 10 Luxemburg 2.011 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan & Perikanan, Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2000, Agustus 2002. Dalam program ekspor hasil perikanan tahun 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan menetapkan target ekspor hasil perikanan sebesar USD 6,78 milyar. Untuk mencapai target nilai ekspor tersebut, produksi perikanan harus mencapai 6,06 juta ton dimana 1,11 juta ton (18,3%) dari perikanan
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
11
budidaya yaitu hasil perikanan yang tidak diperoleh dari penangkapan. Untuk memenuhi target tersebut, udang galah mempunyai potensi untuk dijadikan komoditi ekspor karena perdagangan udang galah telah meluas di dunia, harganya cukup tinggi dan permintaannya dari tahun ke tahun diperkirakan semakin meningkat. Pada saat ini ekspor udang galah dilakukan melalui pelabuhan Surabaya, Jakarta dan Medan. e. Rantai Pemasaran Pembudidaya udang galah dapat menjual produksinya melalui dua cara: a. Dipasarkan sendiri dengan sistem door to door untuk menjaring konsumen rumah tangga dan rumah makan. b. Dijual ke pengepul untuk kemudian dipasarkan oleh pengepul ke pedagang pengecer, rumah makan dan pasar swalayan. Dalam rangka pemasaran tersebut, kelompok pembudidaya baik di wilayah survey di DIY maupun di Bogor telah menjalin kerjasama dengan beberapa rangkaian pasar swalayan. Diagram Alir 1. berikut ini menggambarkan rantai pemasaran udang galah, yang masih relatif sederhana. Diagram Alir 1. Rantai Pemasaran Udang Galah
Catatan : Konsumen akhir meliputi: Hotel, Rumah tangga, Rumah makan dan Pasar swalayan
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
12
f. Masalah Pemasaran Masalah yang dihadapi oleh sebagian besar pembudidaya udang galah dalam memasarkan produknya antara lain adalah produk belum standar dalam hal jenis dan ukuran; serta kondisi fisik dari produk belum memenuhi persyaratan mutu. Dengan masih adanya masalah tersebut, pengepul sebagai pembeli produk kadang kecewa dengan hasil panen yang dibeli karena tidak sesuai dengan klasifikasi udang yang diinginkan. Demikian pula, belum dikuasainya teknologi pasca panen dan kurangnya peralatan pengemasan dan transportasi untuk pengiriman jarak jauh, menyebabkan jangkauan pemasaran hasil produk masih terbatas atau hanya berorientasi lokal. Namun demikian, diperoleh informasi bahwa Puslit Limnologi LIPI Bogor telah berusaha menciptakan alat transportasi darat berupa mobil pick-up berkapasitas 50 kg yang dilengkapi dengan aerator dan mampu digunakan untuk memindahkan udang dalam jangka waktu sampai dengan 12 jam. Untuk ekspor, masalah yang dihadapi adalah belum terjaminnya kesinambungan pasokan; belum terpenuhinya ukuran udang galah ekspor yaitu udang berukuran super; dan belum terpenuhinya persyaratan mutu sebagai komoditas ekspor, khususnya baku mutu kandungan bakteri, kandungan logam berat dan residu antibiotik.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
13
4. Aspek Produksi a. Teknologi Untuk memperoleh gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan pada pembudidayaan udang galah, pada Diagram Alir 2. berikut ini ditampilkan tahapan kegiatan yang dilakukan dalam rangka memproduksi udang galah konsumsi ukuran medium. Diagram Alir 2.Tahapan Produksi Udang Galah
Pembudidayaan udang galah terdiri atas beberapa tahapan teknologi budidaya, yaitu teknologi pembenihan, pendederan dan pembesaran. Untuk mendukung budidaya pada berbagai tahapan diperlukan teknologi lain, misalnya, teknologi pakan dan nutrisi, pengendalian hama penyakit, pengelolaan kualitas air dan teknologi panen dan pasca panen serta pemasaran (Kartamiharja dkk, 2001). Mengingat buku ini hanya membahas mengenai pendederan dan pembesaran maka berikut ini akan dijelaskan mengenai teknologi pendederan dan pembesaran sebagaimana dijelaskan oleh Kartamiharja dkk. a. Teknologi pendederan. Teknologi pendederan pasca larva atau sering disebut pentokolan terdiri dari 2 pilihan yaitu : 1. Teknologi pendederan tersirkulasi.
indoor
dengan
menggunakan
sistem
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
air
14
2. Teknologi pendederan outdoor dengan menggunakan kolam tanah, sawah dan karamba jaring apung (KJA). Tujuan dari pendederan adalah : 1. Mempersiapkan benur menjadi benih udang siap tebar (tokolan) untuk meningkatkan survival rate di kolam pembesaran. 2. Memperpendek waktu pembesaran sehingga produk yang dihasilkan memenuhi ukuran konsumsi dan seragam. 3. Menekan pemborosan benur. b. Teknologi pembesaran Pembesaran udang galah dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau polikultur, dengan teknologi antara lain sebagai berikut : 1. Teknologi pembesaran di kolam dengan persyaratan teknis tertentu 2. Teknologi pembesaran di sawah tambak yang merupakan perairan pasang surut (contoh di wilayah Bengawan Solo, Jawa Tengah).Dengan teknologi ini udang galah dapat dibudidayakan secara polikultur dengan ikan lain misalnya tawes dan bandeng. 3. Teknologi pembesaran di tambak darat yang mempunyai kadar garam kurang dari 10 permil. Persyaratan teknisnya hampir sama dengan pembesaran udang galah di kolam, namun yang perlu diperhatikan adalah proses aklimatisasi benih udang dari air tawar ke sedikit payau.
b. Lokasi Usaha Udang galah merupakan komoditas perikanan air tawar yang dalam pembudidayaannya memerlukan beberapa persyaratan dalam hal pemilihan lokasi kolam dan lingkungannya. Untuk lokasi, persyaratan utamanya adalah ketinggian, jenis tanah dan adanya air mengalir. Secara lengkap persyaratannya adalah sebagai berikut: a. Syarat lokasi: -
Ideal di dataran rendah dengan ketinggian 400 M Dpl Tanah lumpur berpasir Terdapat sumber air mengalir Bebas banjir Bebas dari pencemaran Keamanan terjamin Mudah dijangkau
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
15
b. Syarat lingkungan: -
pH : 7-8 Salinitas : 0-5 permil (namun sebaiknya air tawar) Tinggi genangan : 80-120 cm Temperatur air : 26°C-30°C Kecerahan air : 25-45 cm Oksigen terlarut : 5-7 ppm Karbondioksida : 2-12 ppm Amoniak (NH3) : < 2 ppm
c. Fasilitas Produksi dan Peralatan 1. Kolam Bentuk kolam untuk budidaya udang galah sebaiknya memanjang sesuai aliran air masuk dan keluar. Hal ini akan bermanfaat terhadap peng-gantian air yang sempurna sehingga kandungan oksigen di dalam air akan tetap tinggi selama pemeliharaan. Ukuran kolam yang ideal adalah lebar maksimum 20 m dan panjang 50 m atau luas maksimal 1000 m2. Ukuran lebar ideal akan memudahkan dalam pemberian pakan, karena pakan udang dapat ditebar secara merata dari pinggir sampai ke tengah kolam. Hal tersebut sangat penting agar pendistribusian pakan dapat optimal karena udang galah hidup merayap dan tersebar ke seluruh dasar kolam. Selain itu, kolam mudah dikeringkan pada saat pemanenan. Dasar kolam sebaiknya tanah berpasir dan diusahakan agar jumlah lumpur sesedikit mungkin. Hal ini untuk mencegah terjadinya pembusukan bahan organik sisa pakan atau kotoran udang yang dapat menimbulkan racun dan menyebabkan udang yang dipelihara mabuk atau stress. 2. Pematang Pematang atau tanggul pembatas kolam harus dibuat kokoh dan kuat agar tidak longsor dan bocor. Lebar bagian atas dari pematang sebaiknya tidak kurang dari 1 m. Untuk memudahkan pengelolaan kolam, maka perbandingan antara sisi tegak dan sisi mendatar adalah 1 : 2 untuk tanah lempung dan minimal 1 : 1 untuk tanah berpasir. 3. Shelter Udang galah selama hidupnya mengalami beberapa kali molting, dan pada saat itu udang galah berada pada kondisi yang paling lemah. Di sisi lain udang galah juga mempunyai sifat kanibal. Dengan demikian udang galah yang sedang molting perlu shelter yang diberikan merata di sekeliling kolam, agar udang galah terhindar dari kejaran udang yang sehat yang dapat memangsanya. Luas shelter sebaiknya kurang lebih 20% dari luas kolam. Shelter dapat dibuat dari pelepah daun kelapa atau pucuk pohon bambu Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
16
yang telah dibuang daunnya atau anyaman bambu. Shelter diambangkan di dalam kolam, diikatkan pada patok bambu/kayu dengan kedalaman 40 cm dari dasar kolam. Foto 3. berikut ini menampilkan kolam dengan shelter berupa daun kelapa sedangkan shelter pada Foto 4. terbuat dari bambu yang dibentuk seperti kerangka bangunan. Foto 3. dan 4. Kolam Pembudidayaan Udang Galah Dengan Shelter.
Sumber : Foto 3. Khulusiniah, Biro Kredit-Bank Indonesia, dan Foto 4. Fauzan Ali, Puslit Limnologi LIPI. 4. Lubang penangkapan Pada saat panen, udang harus dapat ditangkap dengan mudah, sehingga perlu dibuat lubang penangkapan yang disambung dengan selokan kecil (caren) memanjang di tengah kolam. Ukuran lubang penangkapan adalah panjang 2 m, lebar 3 m dan tinggi 0,75 m, sedangkan lebar caren adalah 0,5 m dengan kedalaman 0,4 m. Dengan adanya lubang penangkapan ini, udang yang akan dipanen akan terkumpul di dalamnya melalui caren.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
17
5. Aerasi Aerasi adalah upaya untuk menambah oksigen terlarut di dalam air. Kebutuhan oksigen untuk udang galah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan. Semakin padat udang galah yang dibudidayakan di kolam, semakin tinggi kelarutan oksigen yang diperlukan. Apabila debit air kurang mencukupi maka untuk memperkaya kelarutan oksigen, dilakukan aerasi dengan menggunakan kincir air. Apabila debit air cukup maka aerasi dilakukan dengan sistem air kolam yang mengalir. 6. Peluap dan drainase Peluap diperlukan untuk mengatur tinggi permukaan air di kolam agar kedalamannya sesuai dengan yang diharapkan dan juga tidak terjadi over topping yang dapat merusak pematang. Lubang drainase digunakan untuk membuang kelebihan air di kolam, karena kolam yang ideal adalah yang selalu ada aliran masuk dan keluar selama 24 jam. Lubang drainase ini dapat dibuat dari pipa tanah liat (hong) yang menembus pematang menuju saluran drainase, kemudian disambung dengan pipa PVC vertical sebagai peluap dengan sambungan berbentuk "L" (siku) yang sewaktu-waktu dapat dilepas untuk mengurangi atau mengeringkan air saat udang dipanen. Perkakas dan peralatan yang diperlukan oleh pembudidaya udang galah secara semi intensif di Kabupaten Sleman, DIY cukup sederhana dan tidak terlalu bervariasi. Perkakas dan peralatan tersebut antara lain meliputi seser bulat, seser kotak, cangkul, jala, drum plastik, kelambu/jaring hapa, keranjang, timbangan sampling dan timbangan gantung. Foto 5. berikut ini menampilkan jaring yang digunakan untuk memanen.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
18
Foto 5 dan 6 : Jaring yang Digunakan untuk Memanen
Sumber: Khulusiniah, Biro Kredit - Bank Indonesia. d. Sarana Produksi 1. Benih Pembudidaya udang galah harus memperhatikan mutu benih yang akan ditebar, karena mutu menentukan laju pertumbuhan selama pembesaran di kolam. Ciri-ciri benih bermutu : (1). Murni monospecies (Macrobrachium Rosenbergii); (2). Sama umur dan ukuran; (3). Tidak cacad fisik (kelainan bentuk); (4). Bereaksi cepat terhadap rangsangan cahaya/mekanik dan bergerak aktif; (5). Bebas dari penyakit (jamur, parasit, bakteri dan virus); (6). Cepat tumbuh. Jumlah benur yang disediakan perlu mempertimbangkan tingkat kematian (mortalitas) selama adaptasi dan pemeliharaan. Angka survival rate dari benur sampai tokolan ± 50%, sedangkan dari tokolan sampai udang konsumsi ± 50% - 75%. Sebelum ditebar di kolam untuk pendederan, benur terlebih dahulu diaklimatisasi agar tidak stress karena perubahan secara mendadak, Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
19
terutama perubahan suhu karena benur lebih peka terhadap perubahan suhu daripada udang galah dewasa. Aklimatisasi dilakukan dengan cara merendam kantung benur ke dalam kolam selama ±15 menit, kemudian kantong dibuka untuk penyesuaian dengan suhu udara selama ±15 menit sambil diperciki air kolam sedikit demi sedikit. Setelah beberapa saat baru kantong benur ditumpahkan ke dalam kolam secara perlahan dan hati-hati. Diusahakan agar benur berenang keluar dari kantong ke kolam dengan sendirinya. Perbedaan suhu 1-2°C dianggap cukup aman bagi benur untuk ditebar ke kolam. Benih udang galah telah dihasilkan oleh hatchery baik milik rakyat (swasta) yang disebut Unit Pembenihan Udang Galah (UPUG) maupun milik pemerintah yang disebut Balai Benih Udang Galah (BBUG). Berdasarkan data statistik tahun 2001 produksi benih di Indonesia masih terbatas. Di Jawa Barat hanya terdapat satu UPUG dengan total produksi benur 300.000 ekor pertahun, di Jawa Tengah terdapat tujuh UPUG dengan produksi benur mencapai 11.809.000 ekor per tahun, di Bali terdapat sembilan UPUG dengan total produksi benur sebanyak 7.786.000 ekor per tahun. Sementara itu unit pembenihan di Jawa Timur dalam kondisi tidak berproduksi. Jumlah unit pembenihan udang galah tersebut belum mampu memenuhi permintaan benur untuk pembesaran. Sebagai contoh di Bali kebutuhan benur baru terpenuhi 20% dari permintaan. 2. Pakan Pakan memegang peranan yang penting dalam budidaya udang galah. Pemberian pakan yang berkualitas baik dan dalam takaran yang tepat dapat mendukung keberhasilan panen udang galah. Pemberian pakan yang berkualitas jelek dan dalam jumlah yang kurang akan mengakibatkan pertumbuhan udang tidak maksimal dan meningkatkan sifat kanibalisme. Dilain pihak pemberian pakan yang berlebihan akan menyebabkan pemborosan dan pakan yang tidak terkonsumsi akan membusuk di dasar kolam yang mengakibatkan lingkungan kolam menjadi tidak sehat dan berdampak buruk pada pertumbuhan udang galah. Pakan udang galah terdiri dari dua jenis, yaitu pakan alami berupa fitoplankton dan pakan buatan berupa pelet. Fitoplankton ditumbuhkan melalui pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan anorganik (Urea, TSP). Pemupukan perlu dilakukan secara periodik sesuai dengan kepadatan fitoplankton yang diinginkan. Pakan buatan yang digunakan harus mengandung kadar protein yang cukup dan bermutu bagi pertumbuhan udang galah, selain itu harus mengandung cukup vitamin dan mineral guna menambah daya tahan tubuh dan menghindari penyakit malnutrisi. Pakan juga harus memenuhi persyaratan fisik yang diperlukan agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh udang, yaitu jumlah pakan disesuaikan dengan ukuran dan umur udang yang dipelihara.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
20
3. Kapur dan pupuk Pengapuran dan pemupukan dilakukan pada saat persiapan kolam. Pengapuran dilakukan jika tanah dasar kolam bereaksi masam (pH < 6,0) dengan cara dan dosis yang tepat agar tidak merugikan kehidupan udang galah. Pengapuran dimaksudkan untuk meningkatkan pH tanah dasar kolam menjadi netral (pH 7,0) dan dapat berfungsi sebagai desinfektan. Dosis pengapuran harus disesuaikan dengan kondisi pH tanah dasar dan jenis kapur yang digunakan. Jenis kapur yang digunakan dapat berupa kapur sirih, kapur tohor, kapur tembok dan kapur karbonat/kapur giling. Pada Tabel 6. berikut ini dicantumkan dosis pengapuran kolam per ha. Tabel 6. Keperluan Jumlah Kapur Per Ha untuk Meningkatkan pH Tanah Menjadi 7 pH Tanah 4,00
Kapur Giling (kg)
Kapur Tembok
Kapur Sirih (kg)
1690
1610
1130
4,50
1500
1430
1020
5,00
1130
1050
720
5,50
750
720
530
6,00
380
340
270
6,50
sedikit
sedikit
sedikit
7,00
-
-
-
Sumber : Demetra, E.M. System Soil Tester Tokyo, Japan dalam Petunjuk Teknis Pengoperasian Unit Usaha Pembesaran Udang Galah.
Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air guna mendorong pertumbuhan fitoplankton yang merupakan pakan alami udang galah, dan pelindung udang dari terik sinar matahari. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik (urea dan TSP). Penggunaan pupuk organik lebih baik daripada pupuk anorganik karena dapat terhindar dari efek samping bahan-bahan kimia; aman bagi lingkungan, dan menjaga kesuburan dasar kolam dalam jangka waktu lama. Jumlah pupuk yang digunakan tergantung pada tingkat kesuburan kolam. Pemupukan dilakukan pada air kolam, bukan dasar kolam karena dapat membahayakan kehidupan udang yang dipelihara. Dosis pemupukan awal untuk penyuburan dasar kolam adalah 100 kg/1.000m2 kolam. Untuk pupuk organik pemupukan dilakukan dengan melarutkan pupuk dalam ember, kemudian air yang telah mengandung pupuk di-percikkan secara merata di permukaan air kolam. Sedangkan untuk pupuk anorganik pemupukan dapat dilakukan dengan: a) ditebarkan ke seluruh permukaan dasar kolam ketika kolam diairi setinggi sekitar 10 cm atau b) dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlubang halus dan dicelupkan ke dalam air kolam di dekat
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
21
pintu pemasukan air agar pupuk larut secara bertahap. Dosis pemupukan lanjutan adalah 20 kg/1.000m2 kolam. 4. Pemberantasan hama dan penyakit Hama yang sering menyerang udang galah adalah predator dan ikan. Predator dalam budidaya udang galah antara lain adalah lele, gabus, betok, betutu, anjing-anjing air, belut dan ular serta ikan-ikan penyaing pakan seperti tawes, nila, mujair, dan ikan mas. Sedangkan kepiting adalah hewan yang dianggap sebagai pengganggu atau perusak karena melubangi pematang kolam. Untuk mencegah masuknya hewan-hewan tersebut, pada saluran air dapat dipasang saringan dan di sekeliling pematang dipasang net setinggi 60 cm. Cara lain adalah dengan penggunaan obat kimiawi seperti saponin (11-18 ppm), rotenan (0,2 ppm) atau chemfish (4 ppm). Untuk mencegah masuknya hama seperti musang air dan ular maka sekitar kolam harus bersih dari rumpun tanaman dan belukar. Penyakit yang banyak menyerang udang galah adalah black spot, yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan jamur. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian dan menurunkan mutu udang galah. Obat yang dipergunakan untuk mencegah penyakit ini adalah obat anti bakterial yang diberikan secara oral melalui pakan. e. Tenaga Kerja Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan untuk budidaya udang galah ditentukan oleh pola teknologi yang diterapkan dan besarnya skala usaha. Kebutuhan jenis tenaga kerja untuk budidaya udang galah secara semi intensif di Kabupaten Sleman, DIY adalah sebagai berikut: a. Tenaga kerja yang mempunyai keahlian mengenai pakan, penyakit dan hama. b. Tenaga kerja kasar antara lain untuk mengatur air, pakan, mesin/pompa, dan memanen. c. Tenaga kerja untuk menjaga keamanan lingkungan kolam. Untuk meningkatkan semangat dan tanggung jawab tenaga kerja terhadap kolam yang digarapnya, beberapa pemilik kolam di Kabupaten Sleman, DIY memberikan insentif berupa pembagian keuntungan bersih hasil usaha setiap panen kepada tenaga kerjanya. Cara ini dipandang efektif dalam meningkatkan produktivitas kolam, karena berdasarkan pengalaman, tenaga kerja akan bekerja lebih giat dan bersungguh-sungguh dalam menggarap kolam dan ikut serta menjaga keamanan kolam. f. Masalah Produksi Udang Galah Dalam budidaya udang galah ditemukan berbagai permasalahan antara lain:
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
22
1. Teknis Budidaya Berbeda dengan memelihara ikan, pemeliharaan udang galah memerlukan lingkungan yang spesifik untuk tempat hidupnya. Kolam perlu didisain dengan dasar dan sedimen yang cocok dan sehat karena udang galah adalah hewan yang merangkak di dasar habitatnya. Kedalaman air, pemberian shelter tempat berlindung udang, sarana caren di dasar kolam, sirkulasi air masuk-keluar harus mendapat perhatian khusus untuk meningkatkan produksi dan kemudahan dalam pemeliharaan. Pemberian pakan yang tepat jumlah, mutu, ukuran dan waktu pemberian seringkali kurang mendapat perhatian khusus dan akibatnya produksi udang tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Tahap persiapan kolam dan pemupukan berkala selama pemeliharaan akan sangat membantu dalam efisiensi pemberian pakan, kestabilan kualitas air dan kompetisi dari hewan air lainnya. Pembudidaya udang galah pemula biasanya menghadapi masalah dalam menentukan waktu panen, menetapkan ukuran udang yang sesuai dengan permintaan pasar, dan mengemas udang pasca panen dengan baik. Terdapat beberapa hal pada saat panen yang harus dihindari agar tidak merugikan pembudidaya, antara lain: a. Panen dilakukan dengan mengeringkan kolam secara total, karena udang yang masih kecil ikut terpanen dan air yang telah kaya dengan organisme dan mineral terbuang percuma. b. Panen selektif dengan menggunakan jaring hapa dilakukan tanpa mengeringkan kolam, karena yang tertangkap adalah udang dengan ukuran tertentu. Kerugian yang muncul dengan sistem ini adalah banyak membutuhkan tenaga kerja dan ikan predator tidak dapat dibersihkan dari kolam. c. Udang galah hasil panen dicampur dengan udang galah yang sedang molting. Udang campuran tersebut mudah rusak sehingga tidak laku dijual ke pengepul. Akibatnya, udang tersebut harus dijual ke konsumen akhir dengan harga yang lebih murah. 2. Variasi Pertumbuhan Tinggi Udang galah mempunyai kekhasan dalam variasi tumbuhnya. Dominasi udang galah yang cepat tumbuh terhadap yang lambat tumbuh merupakan penghambat dalam mengejar produktivitas udang yang akan dipanen. Teknologi seleksi udang pada ukuran tokolan merupakan satu pilihan untuk menghindari masalah tersebut. Udang yang cepat tumbuh dipelihara terpisah dengan udang yang lambat tumbuhnya, sehingga efisiensi pemberian pakan dapat terwujud dan pertumbuhan dapat lebih cepat.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
23
3. Keterbatasan Benih Udang Galah Jaminan pasokan benih yang lancar dan cukup merupakan masalah utama yang sering dihadapi petani. Hal ini terjadi karena kurangnya hatchery dan cara pengoperasionalnya yang belum optimal sebagai akibat keterbatasan induk. Sebagai gambaran pada tahun 2001, permintaan benur udang galah mencapai sekitar 5.000.000 ekor, sementara kapasitas produksi dari hatchery yang ada hanya berkisar 700.000 - 1.000.000 ekor per bulan. Lokasi pemeliharaan udang galah yang jauh dari hatchery merupakan masalah turunan selanjutnya. Konsekuensi dari kedua masalah itu adalah tambahan biaya produksi bagi petani. Kerjasama antar hatchery dan petani pentokolan dan pembesaran perlu digalakkan sehingga permasalahan penyediaan pasokan benih dari hatchery dapat ditangani oleh sekelompok petani pentokol saja. Petani pembesar akan mudah mendapatkan benih dari petani pentokol terdekat.
Boks 2. Alamat Lembaga Peminat yang ingin mengetahui lebih jauh atau memperdalam mengenai budidaya udang galah dapat menghubungi lembaga berikut ini: 1. Balai Bimbingan Pengujian Hasil Perikanan Jakarta. Jl. Muara Baru Ujung, Jakarta Utara. Telp. (021) 6695516, 6695593, 6695586, Faks.(021) 6695593 2. Balai Budidaya Air Payau Jepara. Jl. Pemandian Kartini, P.O Box No. 1, Jepara, Jawa Tengah. Telp. (0291) 591125, 591724 3. Loka Budidaya Air Payau Takalar Jl. Desa Bontole, Kec. Galesong Selatan , Takalar, Ujung Pandang 92254, Sulawesi Selatan. Telp. (0411) 320730, Fax. (0411) 858779 4. Loka Budidaya Air Payau Situbondo Divisi Udang : Jl. Raya Betok, P.O Box 4, Mlandingan, Situbondo, Jawa Timur. 5. Loka Budidaya Air Payau Ujung Batee Jl. Krueng Raya Km 16, P.O BOX 46, Banda Aceh, NAD. Telp. (0651) 24686 6. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi Jl. Salabintana No. 17 Sukabumi, Jawa Barat. Telp. (0266) 225211, 221762 7. Loka Budidaya Air Tawar Sei Gelam Jambi Desa Sungai Gelam, Kec Kumpueulu, Kab. Muaro Jambi,
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
24
Jambi 36361. Telp. (0741) 54472, 54468 8. Loka Budidaya Air Tawar Tatelu Jl. Penilih Desa Tatelu, Kec. Dimimbe, Kab. Minahasa, Sulawesi Utara. Telp. (043) 821170, 921171 9. Loka Budidaya Air Tawar Mandiangin Jl. Tahura Selatan Adam Mandiangin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70661 Telp. (0511) 780758, Fax. (0511) 92887 10.Pusat Penelitian Limnologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Komplek LIPI Cibinong, Jl.Jakarta-Bogor Km 46-Cibinong 16911, Telp. (021) 8757071 Sumber: Web Site Forek Indonesia, http://www.forek.or.id/balai-loka.php dan data primer 4. Lokasi Budidaya Terpencar Tapi Dalam Skala Luasan Yang Kecil Mencari lokasi pembesaran udang galah yang luas dengan kriteria sumber air dan kualitas sedimen yang memenuhi syarat lebih sulit dibandingkan lokasi untuk udang windu (tempat pemeliharaannya dipinggir pantai). Lokasi budidaya udang galah yang terpusat pada suatu lokasi yang luas akan dapat meningkatkan efisiensi usaha budidaya. Biaya transportasi benih, transportasi pakan/pupuk dan pemakaian tenaga akan menjadi lebih murah bila dibandingkan dengan kondisi lokasi budidaya yang terpencar di banyak tempat tapi dalam luasan yang kecil. Disamping itu, pengelolaan akan lebih mudah dan efisien serta jaminan produksi untuk skala pasar yang besar dapat terlayani. 5. Belum Ada Studi Skala Usaha Optimum Sampai saat ini belum dilakukan studi untuk skala usaha optimum bagi budidaya udang galah. Akibatnya pembudidayaan yang dilakukan sifatnya hanya disesuaikan dengan luas lahan. Bagi pembudidaya yang memiliki beberapa buah kolam, besarnya keuntungan yang diperoleh tergantung pula pada manajemen pengelolaan kolam yang dimilikinya.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
25
5. Aspek Keuangan a. Pola Usaha Dalam lima tahun terakhir minat masyarakat untuk membudidayakan udang galah semakin meningkat. Diperkirakan dengan diperkenalkannya bibit udang galah jenis unggul GI Macro oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001 menjadi pendorong meningkatnya minat ini. Kegiatan budidayanya mencakup tiga komponen yang saling berkaitan, yaitu dimulai dari (1) Pembenihan yang menghasilkan benih (larva); (2) Pendederan pasca larva (PL) atau pentokolan yang menghasilkan udang tokolan atau benur; dan (3) Pembesaran yang menghasilkan udang konsumsi. Masing-masing kegiatan tersebut dapat merupakan usaha terpisah atau usaha gabungan, tergantung pada kemampuan pengusaha dalam hal teknologi dan manajemen budidaya, modal yang dimiliki dan luas lahan usaha. Dalam pola pembiayaan ini dipilih usaha gabungan dari dua komponen yaitu pendederan dan pembesaran dengan pola usaha monokultur dan menggunakan teknologi semi intensif. Alasan memilih pola usaha ini adalah teknologi budidayanya sederhana, mudah dan cepat dikuasai oleh masyarakat dan produk udang galah berbagai ukuran langsung terserap pasar dengan harga yang memadai. Budidaya pendederan dan pembesaran juga tidak memerlukan modal besar sehingga dapat dilakukan terutama dalam skala usaha mikro. Sistem pemeliharaan kedua kegiatan ini dilakukan secara outdoor dengan menggunakan kolam tanah. Dari berbagai informasi yang diperoleh, belum ditemukan suatu skala luas tanah optimum dalam budidaya pendederan dan pembesaran udang galah. Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan di DIY, ditetapkan luas tanah yang diperlukan untuk pola usaha ini adalah 11.000 m2. Lahan tersebut digunakan untuk kolam seluas 8.500m2 dan sisanya 2.500m2 digunakan untuk pematang dan daratan tempat kegiatan lainnya. Dari luas kolam tersebut, 2.200 m2 digunakan sebagai kolam pendederan dan 6.300 m2 sebagai kolam pembesaran. Produk dari kegiatan pendederan adalah udang tokolan, sedangkan produk kegiatan pembesaran adalah udang konsumsi. Hasil panen pendederan sebagian dijual dan sebagian lainnya dipelihara sebagai kegiatan lanjutan sampai menghasilkan udang konsumsi. Jumlah udang tokolan yang dijual tergantung dari jumlah udang tokolan yang diperlukan untuk kegiatan pembesaran. Jika panen udang tokolan dalam kegiatan pendederan bertepatan waktunya dengan tebar udang tokolan pada kegiatan pembesaran maka hanya sebagian udang tokolan yang dijual sedangkan sisanya dipakai sendiri.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
26
b. Asumsi dan Jadwal Kegiatan Analisis keuangan suatu proyek investasi terdiri dari proyeksi penerimaan dan pengeluaran selama periode kegiatan proyek guna memperoleh gambaran secara finansial mengenai: (a) Pendapatan dan biaya proyek; (b) Kemampuan keuangan proyek membayar lunas kredit; dan (c) Kelayakan proyek. Untuk itu biasanya dalam analisis aspek keuangan proyek digunakan asumsi-asumsi yang didasarkan kepada penelitian dan pengamatan terhadap kegiatan serupa di lapangan serta masukan dari berbagai referensi terkait guna menentukan besarnya parameter yang akan dipakai. Beberapa asumsi dan parameter analisis keuangan disajikan pada Tabel 7. Periode proyek diasumsikan selama 8 semester atau 4 tahun. Adapun siklus usaha untuk pendederan adalah 3 bulan dan untuk pembesaran adalah 4 bulan terhitung mulai dari persiapan kolam, tebar benih, pemeliharaan sampai dengan panen. Setelah panen diperlukan waktu 2 - 3 minggu guna mempersiapkan kembali kolam yang telah dipanen untuk penebaran benih berikutnya. Padat penebaran benur untuk pendederan adalah 40 ekor per m2 dengan survival rate 50%, sedangkan padat penebaran tokolan untuk pembesaran adalah 6 ekor per m2 dengan survival rate 75,6%. Dalam pola ini, tebar benih untuk kegiatan pendederan dan pembesaran dijadwalkan dilakukan secara bersamaan pada bulan pertama. Penebaran benih dilakukan sekaligus pada kolam seluas 2.200 m2, sedangkan kegiatan pembesaran dilakukan dalam 3 tahapan selama 3 bulan berturut-turut pada kolam seluas 2.100 m2 untuk tiap tahap. Hasil panen pada kegiatan pembenihan berupa tokolan dijual seluruhnya, kecuali jika hasil panennya bersamaan dengan kegiatan tebar tokolan dalam kolam pembesaran karena sebagian tokolan akan dipelihara dalam kolam pembesaran. Tabel 7. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan No Asumsi Satuan Jumlah Keterangan 1 Periode proyek Semester 8 Per semester 6 bulan 2 Pola usaha a. Jenis usaha Pendederan & pembesaran b. Luas tanah M2 11.000 c. Luas kolam total M2 8.500 Pembenihan M2 2.200 Pembesaran M2 6.300 3 Siklus usaha Pembenihan Bulan 3 Tebar s/d panen Pembesaran Bulan 4 Tebar s/d panen 4 Survival rate Pembenihan % 50 Larva s/d tokolan Pembesaran % 75,6 Tokolan s/d udang
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
27
konsumsi 5
6
7
Padat penebaran Pembenihan Pembesaran Harga udang a. Benur b. Tokolan c. Udang konsumsi Ukuran Harga Pupuk a. Penggunaan awal - Kapur - Urea - TSP b. Penggunaan ulangan TSP
Ekor/m2 Ekor/m2
40 6
Rp/ekor Rp/ekor
37,5 200
Di tingkat pembudidaya Di tingkat pembudidaya
Jumlah/kg 30 Medium Rp/kg 35.000 Di tingkat pembudidaya
Kg/m2 Kg/m2 Kg/m2
0,01 0,05 0,01
Kg/m2 0,03 Sumber : Lampiran 4, Catatan : Harga berlaku pada bulan Mei 2003 di wilayah DIY
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, kegiatan tebar benur dan panen tokolan dilakukan masing-masing 2 kali setiap semester. Sedangkan tebar tokolan dan panen udang konsumsi pada semester 1 dilakukan 5 kali dan pada semester 2 dilakukan 4 kali, kecuali pada tahun 1 semester 1 tebar tokolan dalam kolam pembesaran dilakukan 5 kali, tetapi panen hanya dilakukan 3 kali. Dengan asumsi demikian maka sejak semester 2 sampai dengan semester 8, panen udang dapat berlangsung setiap bulan sehingga dapat menjamin kesinambungan arus kas penerimaan proyek. Untuk jelasnya jadwal kegiatan tebar dan panen dalam kegiatan pendederan dan pembesaran udang galah dapat dilihat pada Lampiran 6. Sebelum penebaran benur, kolam harus disiapkan terlebih dahulu dengan diberi kapur, pupuk urea dan TSP, sedangkan untuk pemupukan ulangan hanya diberi TSP. Untuk menjamin kualitas benih yang unggul maka benur sebaiknya dibeli dari UPUG/BBUG. Selama pemeliharaan diberikan pakan buatan (pelet) yang dibeli dari kios pakan ikan. Penggunaan pakan disajikan dalam Tabel 8. Parameter yang digunakan dalam asumsi diatas didasarkan pada hasil pengamatan dan informasi di lapangan, kecuali untuk penggunaan jumlah pakan digunakan parameter hasil penelitian Pusat Riset Perikanan Budidaya. Adapun jenis pakan dan harganya didasarkan pada informasi lapangan yang diperoleh dari pembudidaya.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
28
Tabel 8. Penggunaan Pakan untuk Benur dan Tokolan Rata-rata Per Ekor Rata-rata Umur No Kegiatan Pakan Jenis Pakan (Bulan) (Kg/Ekor) 1 Pendederan 1 s/d 2 0,009 Seri SGH 1 2 Pembesaran 1 0,021 Seri SGH 2 2 0,029 Seri SGH 3 3 0,035 Seri SGH 4 Sumber : Lampiran 9 c. Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya investasi Biaya investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari beberapa komponen seperti biaya perizinan, sewa tanah, konstruksi kolam, peralatan perikanan dan peralatan lainnya. Biaya perizinan hanya dibutuhkan jika luas usaha budidaya air tawar (air tenang) minimal 2 ha (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 815/KPTS/lk.120/11/90) Dalam proyek ini luas lahan usaha hanya 1,1 ha sehingga tidak memerlukan biaya perizinan. Biaya investasi dalam proyek ini meliputi sewa tanah yang harus dikeluarkan setiap tahun, konstruksi kolam dan saluran air pada pra (awal) proyek (tahun 0), pembelian peralatan perikanan yang meliputi jaring hapa, seser, tong fiber glass, keranjang dan lembaran plastik serta peralatan lainnya seperti timbangan dan lain-lain. Jumlah biaya investasi seluruhnya pada tahun 0 proyek mencapai Rp.5.762.000. Selama periode proyek biaya re-investasi diperlukan untuk komponen biaya yang umur ekonomisnya kurang dari 4 tahun, seperti sewa tanah (setiap tahun) dan alat-alat perikanan (kecuali tong fiber glass) antara 1 dan 2 tahun, sedangkan peralatan lainnya tidak memerlukan biaya reinvestasi. Untuk jelasnya biaya investasi awal proyek disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Biaya Investasi Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Penyusutan No Jenis Biaya Nilai (Rp) (Rp) 1 Perijinan 0 0 2 Sewa tanah 2.640.000 2.640.000 3 Konstruksi kolam 2.435.000 487.000 4 Alat perikanan 507.000 262.000 5 Peralatan lainnya 180.000 38.250 Jumlah biaya investasi 5.762.000 3.427.250 Sumber : Lampiran 10
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
29
2. Biaya operasional Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable cost) yang besarnya tergantung jumlah dan luas penebaran benih pada setiap kegiatan. Komponen biaya operasional terdiri dari pembelian benur udang untuk pendederan dan udang tokolan untuk pembesaran, biaya pembelian kapur, pupuk urea dan TSP, biaya pakan buatan (4 jenis sesuai dengan umur udang yang dipelihara), biaya tenaga kerja tetap dan tenaga kerja tidak tetap (harian). Pada Tabel 10. disajikan biaya operasional proyek. Tabel 10. Biaya Operasional Pendederan dan Pembesaran Udang Semester 1 Semester 1 No Jenis Biaya Tahun 1 Tahun 2-4 1 Benih 14.160.000 14.160.000 2 Pupuk 2.056.200 2.056.200 3 Pakan 21.612.993 23.139.291 4 Tenaga kerja 4.725.000 4.935.000 Jumlah 42.554.193 44.290.491 Sumber : Lampiran 11
Galah (Rupiah) Semester 2 Tahun 1-4 14.160.000 1.766.400 25.015.834 4.830.000 45.772.234
Dari Tabel 10 terlihat, total biaya operasional yang diperlukan adalah Rp.42.554.193 pada semester 1 tahun ke 1, Rp.44.290.491 pada semester 1 tahun ke 2 sampai dengan tahun ke 4, dan Rp.45.772.234 pada semester 2 tahun ke 1 sampai dengan tahun ke 4. Perbedaan biaya per semester terjadi karena adanya perbedaan luas lahan dan jumlah udang yang ditebar. Dari jumlah biaya operasional, komponen biaya pakan mencapai 50,78% 54,65% dan sisanya adalah komponen biaya lainnya. d. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja Dana yang diperlukan dalam budidaya pendederan dan pembesaran udang galah terdiri dari dana investasi dan modal kerja yang bersumber dari dana sendiri dan dana kredit sebagaimana disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja Total Biaya No Rincian Dana Proyek (Rp) 1 Dana investasi yang bersumber dari a. Kredit 3.745.300 a. b. Dana sendiri 2.016.700 Jumlah Dana investasi 5.762.000 Dana modal kerja yang bersumber 2 dari a. Kredit 13.553.137
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
30
3
b. Dana sendiri Jumlah Dana modal kerja Total Dana proyek yang bersumber dari a. Kredit b. Dana sendiri Jumlah Dana proyek Sumber : Lampiran 12
7.297.843 20.850.980
17,298.437 9,314.543 26,612.980
Dana untuk biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar seluruh biaya investasi pada tahun 0 proyek, yaitu Rp.5.762.000. Sumber dana pembiayaan investasi diasumsikan 65% dari kredit perbankan, yaitu Rp.3.745.300 dan 35% dari dana sendiri, yaitu Rp.2.016.700. Dana modal kerja untuk biaya operasional yang diperlukan pada tahun 0 proyek adalah sebesar Rp.20.850.980 , diasumsikan 65% atau Rp.13.553.137 bersumber dari kredit perbankan dan 35% atau Rp.7.297.843 dari dana sendiri. Dana yang diperlukan sebagai modal kerja dihitung atas dasar biaya operasional selama 1-3 bulan kegiatan proyek, yaitu sebelum panen pertama udang tokolan pada bulan 3 dan panen udang konsumsi pada bulan 4. Sumber kredit adalah dari perbankan dan jenis kredit adalah kredit komersial dimana ketentuan dan persyaratan kredit disesuaikan dengan kondisi yang berlaku di masing-masing bank. Oleh karena belum ada bank yang membiayai budidaya udang galah, maka untuk keperluan perhitungan angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja digunakan asumsi sebagai berikut :
Jangka waktu pinjaman 2 tahun, tanpa masa tenggang (grace period) Suku bunga 22% menurun Angsuran pokok dan bunga per triwulan
Berdasarkan asumsi tersebut, pembayaran angsuran pokok dan bunga kredit adalah seperti pada Tabel 12.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
31
Tabel 12. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo Tahun Periode Pokok Bunga Angsuran Akhir 1. Kredit investasi Rp.3.745.300 Tahun 1 Semester 1 936.325 386.234 1.322.559 2.808.975 Semester 2 936.325 283.238 1.219.563 1.872.650 Tahun 2 Semester 1 936.325 180.243 1.116.568 936.325 Semester 2 936.325 77.247 1.013.572 0 2. Kredit modal kerja Rp.13.553.137 Tahun 1 Semester 1 3 .388.284 1.397.667 4.785.951 10.164.853 Semester 2 3 .388.284 1.024.956 4.413.240 6.776.568 Tahun 2 Semester 1 3 .388.284 652.245 4.040.529 3.388.284 Semester 2 3 .388.284 279.533 3.667.818 0 Sumber : Lampiran 13
e. Produksi dan Pendapatan Hasil produksi dari kegiatan pendederan dan pembesaran masing-masing adalah udang tokolan dan udang konsumsi. Proyeksi pendapatan bersih usaha ini menunjukkan defisit pada tahun 0 proyek sebesar Rp.26.612.980 namun pada tahun-tahun berikutnya pendapatan bersih setiap semester sudah surplus. Pendapatan bersih per semester rata-rata Rp.11.879.402 atau per bulan Rp.1.979.900 (lihat Lampiran 15). Hasil proyeksi produksi dan pendapatan kotor setiap semester disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Produksi dan Pendapatan Kotor Per Semester Tahun Uraian Satuan Semester 1 Semester 2 1. Udang tokolan Th 1 - 4 a. Luas kolam per panen M2 2.200 2.200 b. Frekuensi panen Kali 2 2 c. Produksi per panen Ekor 44.000 44.000 d. Total produksi Ekor 88.000 88.000 Dibesarkan di kolam tokolan Ekor 25.200 12.600 Di jual Ekor 62.800 75.400 e. Pendapatan kotor Rp 12.560.000 15.080.000 2. Udang konsumsi Thn 1 a. Luas kolam per panen M2 2.100 2.100 b. Frekuensi panen Kali 3 4 c. Produksi per panen Ekor 9.526 9.526 d. Total produksi Ekor 28.577 38.102 Kg 953 127 e. Pendapatan kotor Rp 33.339.600 44.452.800
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
32
Thn 2 - 4
a. Frekuensi panen b. Total produksi
c. Pendapatan kotor Sumber : Lampiran 14 dan Lampiran 15
Kali Ekor Kg Rp
5 4 47.628 38.102 1.588 127 55.566.000 44.452.800
f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Hasil proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama semester 1 proyek mengalami kerugian sebesar Rp.6.190.354 namun pada tahun-tahun berikutnya setiap semester laba rugi proyek selalu positif (lihat Lampiran 16). Laba proyek selama 8 semester adalah Rp.68.761.939 atau rata-rata tiap semester adalah Rp.8.595.242 dengan profit margin 14,08%. Dengan mempertimbangkan biaya tetap, biaya variabel dan hasil penjualan udang galah, dari hasil analisis diperoleh rata-rata BEP pola usaha ini adalah sebesar Rp.23.029.278 atau setara dengan 658 kg udang galah konsumsi. Apabila diperhitungkan sebagai harga per volume produk maka BEP untuk udang galah dengan pola usaha ini adalah sebesar Rp 33.209 per kg.
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek Analisis arus kas pola usaha ini dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan analisis arus kas dilakukan perhitungan net Benefit/Cost ratio (Net B/C ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha pendederan dan pembesaran udang galah menguntungkan karena pada suku bunga 22% per tahun net B/C ratio = 2,71 dan NPV = Rp.45.634.954. Dengan nilai IRR = 99,37% artinya proyek ini secara finansial layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga 99% (lihat Tabel 14). Tabel 14. Kelayakan Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah No Kriteria Kelayakan Nilai 1 Net B/C ratio pada DF 22% 2,71 2 NPV pada DF 22% (Rp) 45.634.954 3 IRR (%) 99,37 4 PBP 8 bulan Sumber : Lampiran 17 Dari tabel diatas terlihat PBP proyek adalah 8 bulan artinya seluruh biaya investasi sudah dapat dikembalikan dalam masa tersebut dan hasil penjualan
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
33
pada semester selanjutnya merupakan pendapatan bersih dari investasi proyek.
h. Analisis Sensitivitas Kelayakan Proyek Dalam analisis kelayakan suatu proyek, penerimaan dan biaya-biaya didasarkan kepada asumsi dan proyeksi yang sudah tentu memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk menguji (test) seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan dari harga-harga input dan output, kesalahan dalam pembangunan fisik dan keperluan sarana operasional ataupun kelemahan estimasi hasil produksi. Dalam pola pembiayaan ini, analisis sensitivitas menggunakan 3 skenario, yaitu : (1). Skenario I Penerimaan proyek mengalami penurunan sedangkan biaya investasi dan biaya operasional dianggap tetap (konstan). Penurunan penerimaan dapat terjadi apabila harga tokolan atau udang galah konsumsi menurun atau asumsi jumlah produksi udang galah tidak tercapai. (2). Skenario II Biaya operasional mengalami kenaikan sedangkan biaya investasi dan penerimaan proyek dianggap tetap (konstan). Kenaikan biaya operasional dapat terjadi apabila harga alat dan sarana produksi meningkat. Dalam hal ini mengingat komponen biaya terbesar budidaya adalah pada pakan, maka diperkirakan peningkatan biaya produksi akan sensitif pada kenaikan harga pakan. (3). Skenario III Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan II yaitu diasumsikan penerimaan proyek mengalami penurunan dan pada saat yang bersamaan biaya operasional juga mengalami kenaikan, sementara biaya investasi dianggap tetap. Hasil analisis sensitivitas disajikan dalam Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
34
Tabel 15. Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario I Penerimaan Turun No Kriteria Kelayakan 14% 15% 1 Net B/C ratio pada DF 22% 1,05 0,94 2 NPV pada DF 22% (Rp) 1.397.835 -1.761.959 3 IRR (%) 24,39 19,21 4 PBP 2 thn 4 bln 2 thn 7 bln Sumber : Lampiran 18 dan Lampiran 19
Tabel 16. Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario II Biaya Operasional Naik No Kriteria Kelayakan 19% 20% 1 Net B/C ratio pada DF 22% 1,03 0,96 2 NPV pada DF 22% (Rp) 1.067.812 -1.277.827 3 IRR (%) 23,78 20,09 4 PBP 2 thn 5 bln 2 thn 6 bln Sumber : Lampiran 20 sampai dengan Lampiran 21 Tabel 17. Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario III Pendapatan turun dan Biaya Operasional Naik No Kriteria Kelayakan 19% 20% 1 Net B/C ratio pada DF 22% 1,05 0,87 2 NPV pada DF 22% (Rp) 1.591.488 -3.913.945 3 IRR (%) 24.67 15,49 4 PBP 2 thn 4 bln 3 thn 0 bln Sumber : Lampiran 22 dan Lampiran 23
Dari tabel-tabel diatas tampak bahwa pada skenario I dengan asumsi terjadi penurunan penerimaan, pada saat penerimaan turun 14% proyek ini masih menguntungkan karena pada suku bunga 22%, Net B/C ratio lebih besar dari satu dan NPV positif. IRR masih mencapai 24,39% artinya proyek ini tetap layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga 24%. Namun dengan asumsi penerimaan turun 15%, proyek ini sudah tidak layak dilaksanakan karena pada suku bunga 22%, Net B/C ratio lebih kecil dari satu dan NPV negatif serta IRR lebih kecil dari suku bunga bank. Pada skenario II dengan asumsi terjadi kenaikan biaya operasional, pada saat kenaikan biaya mencapai 19% proyek ini masih menguntungkan karena pada suku bunga 22% Net B/C ratio lebih besar dari satu dan NPV positif. Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
35
IRR proyek ini mencapai 23,78% artinya proyek ini tetap layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga 23%. Namun dengan asumsi biaya operasional naik 20%, proyek ini sudah tidak layak dilaksanakan karena pada suku bunga 22%, Net B/C ratio lebih kecil dari satu dan NPV negatif serta IRR lebih kecil dari suku bunga bank. Pada skenario III dengan asumsi terjadi penurunan penerimaan dan kenaikan biaya operasional, pada saat penurunan penerimaan dan kenaikan biaya mencapai 8%, proyek masih menguntungkan karena pada suku bunga 22% Net B/C ratio lebih besar dari satu dan NPV positif. IRR proyek ini mencapai 24,67% artinya proyek ini tetap layak dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga 24%. Namun dengan asumsi penurunan penerimaan dan kenaikan biaya operasional sebesar 9%, proyek ini sudah tidak layak dilaksanakan karena pada suku bunga 22%, Net B/C ratio lebih kecil dari satu dan NPV negatif serta IRR lebih kecil dari suku bunga bank. Hasil analisis aspek keuangan diatas menunjukkan bahwa usaha pendederan dan pembesaran udang galah dapat memberikan pendapatan yang memadai bagi pembudidaya sehingga proyek ini layak untuk dilaksanakan. Bagi bank, usaha ini juga prospektif untuk dibiayai.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
36
6.Penutup a. Kesimpulan 1.
Usaha budidaya udang galah yang dilakukan oleh masyarakat di DIY adalah dalam skala mikro.
2.
Kegiatan budidaya udang galah yang dikembangkan adalah pendederan dan pembesaran di lahan kolam dengan menggunakan sistem dan teknologi semi intensif.
3.
Dana untuk investasi dan modal kerja bersumber dari modal sendiri, karena belum ada bank yang bersedia memberikan pinjaman untuk budidaya udang galah.
4.
Permintaan udang galah pada umumnya fluktuatif dan konsumennya masih bersifat lokal yaitu rumah tangga, rumah makan dan pasar swalayan. Peningkatan permintaan terjadi pada bulan Desember Januari dan Juni - Juli.
5.
Budidaya udang galah relatif baru berkembang sehingga peluang pengembangan masih terbuka.
6.
Harga udang konsumsi pada semester I tahun 2003 di tingkat pembudidaya berkisar antara Rp.29.000 - Rp.40.000, tergantung pada wilayah produksi, ukuran dan mutu produk. Sedangkan harga ditingkat konsumen berkisar antara Rp.75.000 - Rp.100.000 per kg.
7.
Ditinjau dari segi teknis, budidaya pendederan dan pembesaran udang galah relatif lebih mudah dan cepat dapat diadopsi masyarakat dibandingkan dengan pembenihan.
8.
Berdasarkan analisis kelayakan finansial terhadap budidaya pendederan dan pembesaran udang galah, pada tingkat discount rate 22% usaha ini memberikan NPV sebesar Rp.45.634.954, Net B/C ratio = 2,71 dan IRR 99,37%. Artinya proyek ini secara finansial layak untuk dilaksanakan sampai pada tingkat suku bunga 99%. Dari segi PBP, proyek ini mampu mengembalikan modal investasinya dalam waktu 8 bulan.
9.
Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan penerimaan sampai dengan 15% dengan asumsi biaya operasional konstan. Pada tingkat perubahan tersebut proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
10. Analisis sensitivitas terhadap perubahan biaya operasional menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap kenaikan biaya operasional sampai dengan 20% dengan asumsi penerimaan proyek dan biaya investasi konstan. Pada tingkat perubahan tersebut proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan. 11. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dan biaya operasional menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
37
penurunan penerimaan dan kenaikan biaya operasional sampai dengan 9% dengan asumsi biaya investasi konstan. Pada tingkat perubahan tersebut proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan. b. Saran 1. Untuk memperbaiki mutu produk yang dihasilkan, pembudidaya perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan teknis udidaya, teknologi dalam pemeliharaan dan pasca panen, serta pasokan benih dari hatchery yang kompeten. 2. Untuk memperbaiki harga di tingkat pembudidaya, pembudidaya perlu mencari informasi harga secara reguler baik dari dinas terkait maupun dari pembudidayaan lainnya dan mengatur jadwal tebar agar sesuai dengan waktu permintaan konsumen. 3. Secara finansial proyek ini layak dibiayai, namun bank masih perlu melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian.
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
38
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Budidaya Pendederan dan Pembesaran Udang Galah Konvensional
39