POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
BUDIDAYA PAPRIKA (Pola Pembiayaan Konvensional)
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 4 a. Profil Usaha................................ ................................ ............... 4 b. Pola Pembiayaan................................ ................................ ........ 5 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 6 a. Permintaan ................................ ................................ ............... 6 b. Penawaran ................................ ................................ ................ 7 c. Harga ................................ ................................ ....................... 7 d. Persaingan dan Peluang Usaha ................................ ..................... 8 e. Pemasaran Produk ................................ ................................ ..... 8 f. Kendala Pemasaran................................ ................................ ..... 9 4. Aspek Produksi ................................ ................................ ..........10 a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ........... 10 b. Fasilitas Produksi dan Peralatan................................ .................. 10 c. Sarana Produksi ................................ ................................ ....... 12 d. Tenaga Kerja................................ ................................ ........... 12 e. Teknologi ................................ ................................ ................ 12 f. Proses Produksi ................................ ................................ ........ 14 g. Jenis dan Mutu Produksi ................................ ............................ 20 h. Produksi Optimum................................ ................................ .... 21 i. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 21 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........23 a. Pola Usaha ................................ ................................ .............. 23 b. Asumsi ................................ ................................ ................... 23 c. Biaya Investasi dan Operasional ................................ ................. 25 d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja ................................ .......... 26 e. Produksi dan Pendapatan ................................ .......................... 28 f. Proyeksi Laba-Rugi dan Break Even Point ................................ ..... 29 g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ..... 30 h. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ .. 30 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 34 a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ............................... 34 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ . 34 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 36 a. Kesimpulan ................................ ................................ ............. 36 b. Saran ................................ ................................ ..................... 37 LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 38
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
1
1. Pendahuluan Jumlah penduduk yang semakin bertambah menuntut tersedianya bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk untuk kelangsungan hidupnya. Salah satu bahan pangan yang menjadi kebutuhan penduduk adalah sayuran. Sayuran menjadi penting dalam kebutuhan pangan penduduk karena menjadi salah satu penyedia gizi berupa serat, vitamin, protein dan lain-lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Foto 1.1. Buah Paprika (Capsicum annum var. Grossum) Permintaan produk buah-buahan dan sayuran dari Indonesia cenderung terus meningkat. Pasar Amerika dan Eropa setiap tahun meminta kiriman produk olahan buah-buahan dan sayuran dalam jumlah besar. Namun salah satu kendala utama ekspor hortikultura adalah produktivitas tanaman dan kualitas yang rendah. Akibatnya permintaan akan produk buah-buahan dan sayuran tidak selalu dapat terpenuhi. Masalah kualitas atau mutu sayuran menjadi salah satu pertimbangan negara-negara pengimpor. Pertimbangan ini karena komoditi sayuran harus memenuhi syarat untuk konsumsi segar dan industri pengolahan bahan baku. Masalah kualitas atau mutu sayuran harus menjadi perhatian, mengingat sifat komoditi sayuran yang mudah rusak dan mudah busuk. Untuk saat ini, komoditi sayuran yang memiliki volume ekspor cukup besar dan stabil adalah jamur dan cabai merah segar. Jamur banyak diekspor ke Inggris, Singapura dan Brunei Darussalam. Sedangkan cabai merah segar diekspor ke Taiwan dan Arab Saudi. Paprika merupakan salah satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar luar dan dalam negeri masih terbuka lebar karena pasokan lebih kecil dibandingkan permintaan. Produksi dalam negeri masih terbatas,
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
2
karena paprika merupakan tanaman yang memerlukan kondisi agroklimat dan terbatas pada daerah dataran tinggi. Walaupun bukan merupakan tanaman sayuran asli Indonesia, perubahan gaya hidup dan pola konsumsi penduduk (khususnya perkotaan) berupa menu sayuran permintaan terhadap paprika menunjukkan peningkatan. Paprika yang lebih dikenal dengan nama cabai manis ini banyak ditemukan di pasar swalayan, dan juga di pasar tradisional di daerah perkotaan. Paprika adalah tanaman subtropis sehingga akan lebih cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian di atas 750 m dpl (di atas permukaan laut). Di Indonesia, tanaman ini banyak diusahakan di daerah seperti Brastagi, Lembang, Cipanas, Bandung, Dieng, dan Purwokerto. Walaupun jika dibandingkan dengan permintaan jenis cabai yang lain, permintaan paprika lebih kecil, luas penanaman paprika terus berkembang seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi paprika adalah melalui intensifikasi dan teknologi penanaman. Teknik budidaya secara hidroponik merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi pada kondisi lahan yang semakin sempit sebagai akibat dari konversi lahan pertanian untuk kawasan industri dan pemukiman. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari teknik budidaya hidroponik antara lain adalah pertumbuhan tanaman dapat lebih dikontrol, produksi tidak tergantung musim, dan harga jual komoditi lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual komoditi yang dibudidayakan secara tradisional di tanah. Teknik budidaya secara hidroponik memiliki banyak keuntungan, namun di sisi lain budidaya secara hidroponik memerlukan modal yang besar serta pengetahuan dan ketrampilan khusus dalam pelaksanaannya. Usaha budidaya paprika di Kabupaten Bandung mulai marak sejak tahun 1994. Pada awal usaha ini dilakukan, petani paprika menggunakan modal mereka sendiri. Baru pada tahun 1997 mulai ada kredit dari bank untuk pengembangan usaha budidaya paprika. Di Kabupaten Bandung usaha ini cukup dapat bertahan selama masa krisis ekonomi. Peluang pasar komoditi paprika baik di pasar global, regional, dan lokal perlu di raih antara lain melalui program-program yang mendukung pengembangan komoditi ini dari mulai pembudidayaannya di lahan petani, pengolahan hasilnya menjadi berbagai produk agroindustri, dan pemasaran produk-produk tersebut. Dukungan tersebut sekaligus juga mengembangkan usaha kecil/menengah yang merupakan pelaku bisnis usaha budidaya tanaman sayuran, khususnya paprika. Tulisan ini akan menyajikan informasi berdasarkan hasil studi lapang yang mencakup aspek-aspek teknik produksi, pemasaran, keuangan, dan ekonomi-sosial yang terkait dengan pengembangan paprika tersebut.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
3
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Usaha Paprika/cabe manis termasuk salah satu produk pertanian yang merupakan kerabat daricabe pedas. Produksi dan konsumsi paprika di Indonesia belum begitubanyak jika dibandingkan dengan cabe pedas. Belum terkenalnya paprikadi Indonesia menyebabkan belum ada data hasil dan produksi dan luasareal penanamannya secara nasional. Pada tabel 2.1 dapat dilihat jumlahdan penyebaran usaha pertanian paprika di daerah Kabupaten Bandungtahun 2004/2005. Tabel 2.1. Jumlah dan Penyebaran Usaha Pertanian Paprika di Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2004/2005 Wilayah
Jumlah
Luas Areal
Produksi
Tenaga
Kecamatan
Petani
(Ha)
(ton)
Kerja
19
3,8
190
45
700
200
Parongpong Cisarua
100 14,0 Sumber : ASPERIKA
Petani pengusaha paprika di Kabupaten Bandung memulai usaha ini selain karena harganya yang baik, juga didukung oleh adanya pasar yang mampu menyerap hasil produksi paprika mereka. Kondisi lingkungan yang ada juga memungkinkan usaha budidaya paprika ini untuk dikembangkan menjadi sumber penghasilan mereka. Kondisi dan potensi yang dimiliki ini menjadi pertimbangan pihak perbankan yang ada di Kabupaten Bandung dalam mengucurkan kredit untuk pengembangan usaha ini. Di Kabupaten Bandung, usaha budidaya paprika memiliki asosiasi yaitu Asosiasi Petani Paprika (ASPERIKA) yang berpusat di Kecamatan Parongpong. Keberadaan asosiasi ini oleh petani paprika di Kabupaten Bandung dirasakan bermanfaat karena menyediakan informasi mengenai permintaan akan paprika dan perkembangan harga paprika. Harga jual paprika ditingkat petani umumnya seragam. Selain tergabung dalam ASPERIKA, beberapa petani paprika di Kecamatan Cisarua juga membentuk koperasi yang berfungsi membeli seluruh paprika hasil produksi anggotanya dan kemudian memasarkannya ke Pasar Swalayan. Pengusahaan paprika di Kabupaten Bandung pada umumnya menggunakan pola monokultur. Pada pola ini dalam satu lahan pertanian hanya ditanami satu jenis tanaman. Pemilihan pola monokultur pada usaha budidaya paprika ini dimaksudkan agar produktivitas dari tanaman paprika dapat maksimal
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
4
dan memenuhi permintaan pasar. Pola monokultur yang diterapkan petani di Bandung menggunakan greenhouse sebagai naungan dan budidayanya menggunakan sistem hidroponik. b. Pola Pembiayaan Pemberian kredit untuk usaha budidaya paprika di Kabupaten Bandung sudah dilaksanakan sejak tahun 1997. Pada tahun itu, petani paprika dari Kecamatan Cisarua mendapatkan kredit dari Bank Artha Graha berupa kredit investasi untuk mengembangkan usaha paprika yang telah mereka mulai sejak tahun 1994. Saat ini pelayanan pinjaman dari bank juga diperoleh dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BPD Jabar). Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha ini berasal modal sendiri dan kredit perbankan. Pembiayaan yang berasal dari perbankan yaitu kredit investasi dan kredit modal kerja. Untuk memperoleh kredit, pengusaha wajib memiliki 30 - 40% dari total modal investasi dan modal kerja dan sisanya 60 - 70% dibiayai oleh bank. Bank Artha Graha hanya memberikan kredit investasi pada usaha paprika dengan suku bunga kredit yang ditawarkan sebesar 24% dan jangka waktu angsuran 3 tahun. BPD Jawa Barat memberikan kredit investasi dan modal kerja dengan suku bunga kredit yang ditawarkan sebesar 14,5% untuk kredit investasi dengan jangka angsuran 3 tahun dan 14% kredit modal kerja dengan jangka pengembalian 1 tahun. Suku bunga kredit yang ditawarkan oleh kedua bank bersifat efektif menurun. Setelah permohonan kredit memenuhi persyaratan dan disetujui, kredit akan direalisasikan oleh pihak bank dalam waktu 7 - 10 hari pada Bank Artha Graha dan 2 - 3 hari pada BPD Jawa Barat. Pencairan kredit pada BPD Jawa Barat dilakukan secara bertahap pada kredit investasi dan sekaligus pada kredit modal kerja. Sedangkan pencairan kredit pada Bank Artha Graha dilakukan sekaligus. Prosedur dalam mendapatkan kredit meliputi permohonan kredit oleh debitur yang dilanjutkan dengan peninjauan dan analisis oleh pihak bank dan jika memenuhi persyaratan maka kredit dapat segera dikucurkan. Persyaratanpersyaratan yang diajukan diantaranya sebagai berikut : adanya jaminan dari debitur, adanya keikutsertaan dana debitur sendir, adanya perijinan dalam mendirikan usaha seperti SIUP, TDP, NPWP dan SITU, dan debitur menanggung biaya administrasi seperti provisi, notaris, dan pengikatan jaminan.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
5
3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Pasar dalam negeri Paprika merupakan salah satu tanaman sayuran. Di Indonesia tanaman ini hanya dibudidayakan di beberapa wilayah saja, seperti di Lembang, Garut, Cisarua, Dieng, dan Brastagi. Pertumbuhan penduduk perkotaan, berkembangnya menu sayuran non-tradisional yang menggunakan bahan paprika, serta tumbuhnya restoran dan hotel yang menyajukan masakan Barat dan China menyebabkan permintaan akan paprika semakin meningkat. Data produksi dan permintaan paprika secara nasional hingga sekarang belum tersedia dikarenakan masih sedikitnya pengusahaan paprika. Untuk daerah Bandung dengan produksi lebih dari 54 ton per bulan belum mampu memenuhi permintaan dalam negeri. Pasar luar negeri Berdasarkan berita dari www.tempointeraktif.com (2003), ekspor paprika Indonesia telah mencapai beberapa negara seperti Taiwan dan Singapura. Pada tahun 2003 hingga pertengahan Agustus ekspor paprika ke Taiwan mencapai Rp 1,5 miliar dengan volume ekspor sebanyak 155.995 kilogram. Pada tahun yang sama, Taiwan memberlakukan larangan impor paprika dari Indonesia karena paprika Indonesia diduga membawa lalat buah yang belum ada di sana. Tabel 3.1 Ekspor Paprika Indonesia ke Taiwan Tahun
Volume (kg)
Nilai (milyar Rp)
2001
105.124
0,97
2002
190.055
1,78
2003*
155.995 * : sampai bulan Agustus Sumber : www.tempointeraktif.com
1,50
Data pada Tabel 3.1. menunjukkan bahwa permintaan akan paprika di pasar luar negeri meningkat tiap tahunnya. Dengan penanganan yang serius dan peran serta pemerintah, paprika Indonesia mempunyai peluang pasar yang cukup besar di pasar luar negeri. Peran serta pemerintah dapat berupa adanya pengujian produk paprika sebelum diekspor dengan metode pengujian yang disetujui oleh negara-negara tujuan ekspor. Pengujian ini
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
6
untuk menjamin bahwa produk paprika Indonesia sesuai persyaratan yang diminta oleh negara pengimpor. b. Penawaran Seperti yang telah disebutkan, data produksi paprika secara nasional belum tersedia. Untuk Kabupaten Bandung, ternyata luas areal tanam dan produksi paprika dari tahun 2000 sampai 2004 mengalami penurunan dari 24,3 Ha dengan produksi 1.200 ton menjadi 17,8 Ha dengan produksi 890 ton, seperti dapat dilihat pada Tabel 3.2. Petani yang masih bertahan sampai sekarang telah menggeluti usaha paprika ini sejak awal (1994) dan telah memiliki pasar untuk produk paprika yang mereka hasilkan. Tabel 3.2. Perkembangan Usaha Pertanian Paprika Selama 5 Tahun Luas Areal
Luas Panen
Tanam (ha)
(ha)
2000
24,3
24,3
1.200
2001
24,3
24,3
1.200
2002
21,0
21,0
1.050
2003
20,0
20,0
1.050
2004
17,8 17,8 Sumber : ASPERIKA
Tahun
Produksi (ton)
890
c. Harga Masih sedikitnya pengusahaan paprika di Indonesia menyebabkan produksi paprika yang ada belum mampu memenuhi permintaan. Kekurangan produksi ini membuka peluang untuk mengusahakan paprika. Peluangpeluang lainnya timbul dari pertumbuhan penduduk dan informasi yang cepat di Indonesia dan pertumbuhan waralaba yang lebih dari 50% nya bergerak dibidang makanan dan minuman. Dari keterangan yang diperoleh, peluang pasar ekspor paprika masih terbuka terutama untuk ekspor ke Singapura. Salah satu petani paprika di Kecamatan Parongpong, menjual produksi paprikanya sebanyak 80% ke eksportir yang mengekspor ke Singapura dan sisanya 20% ke pasar lokal.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
7
d. Persaingan dan Peluang Usaha Harga paprika ditentukan oleh jenis paprika dan waktu panennya. Pemanenan paprika pada saat masih hijau harganya lebih rendah daripada paprika yang dipanen pada saat matang berwarna merah, kuning atau orange. Harga jual di tingkat petani pada saat ini adalah Rp 7.500 10.000/kg paprika hijau, Rp 8.000 - 12.000/kg paprika merah dan Rp 9.000 - 13.000/kg paprika kuning. Tabel 3.2 menunjukkan perkembangan harga paprika ditingkat petani yang cenderung mengalami kenaikan selama periode 5 tahun terakhir. Tabel 3.3. Perkembangan Harga Paprika Tahun 2000 - 2005 Harga (Rp/kg)
Jenis Paprika Hijau
Merah
Kuning
2000
2001
2002
2003
2004
2005
5.000-
6.000-
6.000-
7.000-
7.000-
7.500-
6.000
7.000
8.000
8.000
8.000
10.000
7.000-
8.000-
8.000-
9.000-
8.000-
8.000-
8.000
9.000
9.000
10.000
11.000
12.000
8.000-
9.000-
9.000-
10.000-
11.000-
9.000-
9.000
10.000 10.000 11.000 * : sampai bulan Mei 2005 Sumber: ASPERIKA
12.000
13.000
e. Pemasaran Produk Terdapat 3 jalur pemasaran produk paprika di Kabupaten Bandung untuk pemasaran dari petani sampai ke konsumen. Jalur pertama yaitu konsumen membeli paprika langsung dari petani, jalur kedua yaitu petani menjual paprikanya kepada koperasi kemudian ke pedagang atau konsumen, dan jalur ketiga yaitu petani menjual paprikanya kepada pedagang sebelum sampai pada konsumen. Alur pemasaran paprika tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Di Kecamatan Parongpong, Bandung, konsumen terbanyak yang menyerap produksi paprika adalah eksportir yaitu sebanyak 80% dari total produksi diikuti dengan pedagang perantara sebanyak 20%. Pada Kecamatan Cisarua, seluruh hasil produksi paprika diserap oleh koperasi yang kemudian disalurkan ke konsumen dalam negeri dan eksportir. Untuk pembayaran paprika yang dijual, diterima 30 hari setelah paprika diambil oleh pedagang.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
8
Gambar 3.1. Alur Pemasaran Produk f. Kendala Pemasaran Salah satu kendala pemasaran paprika khususnya untuk ekspor adalah adanya lalat buah yang terdapat pada produk paprika Indonesia, yang berakibat produk paprika Indonesia tidak dapat diekspor ke beberapa negara seperti Taiwan sejak tahun 2003 hingga sekarang. Salah satu tindakan budidaya yang dapat menurunkan permintaan produk paprika Indonesia adalah penggunaan pestisida yang berlebihan untuk pencegahan hama dan penyakit. Tindakan ini meninggalkan residu pestisida yang tidak diperkenankan pada beberapa pasar luar negeri. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan pembinaan mengenai budidaya yang tepat sehingga diperoleh kualitas produk paprika yang dapat diterima oleh pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Dan diperlukan juga dukungan dari pemerintah untuk menyakinkan negara tujuan ekspor bahwa produk paprik Indonesia bisa memenuhi standar yang mereka tentukan.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
9
4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha Lokasi budidaya paprika sebaiknya dipilih di daerah yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman ini, yaitu : ketinggian 750 - 1.500 m dpl, suhu harian antara 16 - 25oC, pH tanah 5,5 - 6,5, dan kelembaban udara 80 90%. Kesesuaian tempat tumbuh paprika sangat penting mengingat paprika bukan tanaman asli Indonesia tetapi dari Meksiko, Peru dan Bolivia dan sangat responsif terhadap faktor suhu, cahaya matahari, pH tanah, kelembaban udara dan air.
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan Untuk membudidayakan paprika dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi seperti : lahan, greenhouse, peralatan irigasi dan peralatan pemeliharaan. Lahan yang dipilih untuk usaha budidaya paprika sebaiknya memiliki topografi yang datar. Lahan yang datar akan memberikan penerimaan cahaya matahari yang merata pada seluruh tanaman. Selain itu lahan yang datar memudahkan dalam pemeliharaan tanaman. Greenhouse tempat penanaman paprika di Kabupaten Bandung menggunakan konstruksi dari bambu. Bagian atap greenhouse terbuat dari bahan plastik UV. Plastik UV ini berfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke dalam greenhouse. Bagian dinding bangunan greenhouse menggunakan plastik UV dan kasa polynet. Kasa polynet berfungsi sebagai saringan udara dan tempat terjadinya pertukaran udara di dalam greenhouse dengan udara luar greenhouse. Bentuk greenhouse dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Bentuk dan Bahan Atap dan Dinding Greenhouse Untuk membudidayakan paprika dengan kapasitas 6.000 tanaman per 2.000 m2 dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
10
Tabel 4.1. Fasilitas Produksi dan Peralatan No
Asumsi
Jumlah
Satuan
Bahan Bangunan Greenhouse 1
PlastikUV
450
kg
2
Kasapolinet
250
m
3
Bambutiang
135
batang
4
Bambukecil
6.600
batang
5
TambangIjuk
294
ikat
6
Paku
250
kg
7
Kawat
250
kg
8
Benangkasur
60
pak
4
unit
Peralatan Irigasi Tetes 9
Pompalistrik
10
SelangFE 5/8
1.200
m
11
SelangFE kecil
1.471
m
12
RegulatingStick
3.000
buah
13
Naple
3.000
buah
14
Takeoff
33
set
15
Ballvalve 1"
10
buah
16
Saringan
5
buah
17
Pipaparalon 1 1/2"
24
batang
18
Pipaparalon 1"
59
batang
19
Torn1000 liter
7
buah
Peralatan Pemeliharaan 20
Handsprayer
2
buah
21
Backpacksprayer
2
buah
22
Tray
65
buah
23
Timbangan
1
buah
24
Cangkul
2
buah
25
Skop
2
buah
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
11
26
Pisaulapang
2
buah
27
Parang
2
buah
28
Guntingpangkas
2
buah
29
Gembor
2
buah
30
Gudang
1
buah
Sumber: Data Primer Seluruh bahan-bahan untuk membangun greenhouse, irigasi, dan peralatan pertanian di atas diperoleh petani dari toko-toko dan suplier peralatan pertanian yang ada di Bandung.
c. Sarana Produksi Sarana produksi tanaman untuk budidaya paprika adalah benih paprika, arang sekam, pupuk, pestisida, dan polybag. Benih paprika hingga saat ini masih diimpor dari luar negeri yaitu Belanda. Para petani memperoleh benih paprika dari pemasok yang mengimpor dari Belanda seperti PT Joro dan Buana Tani. Sedangkan arang sekam, pupuk, pestisida, dan polybag diperoleh dari toko pertanian setempat. Arang sekam yang digunakan sebagai media merupakan hasil pembakaran dari sekam/kulit ari padi. Pupuk yang digunakan dalam budidaya ini terdiri dari bahan kimia seperti Ca(NO3)2, KNO3, KH2PO4, K2SO4, MgSO4, FE-HEEDTA 12%, MnSO4, H3BO3, ZnSO4, CuSO4, Na2MoO4, dan MgNO3. d. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha budidaya paprika dengan sistem hidroponik irigasi tetes relatif tidak banyak, akan tetapi memerlukan persyaratan tingkat keterampilan khusus. Di Kabupaten Bandung, untuk budidaya paprika seluas 2.000 m2 dengan populasi tanaman sebanyak 6.000 tanaman tenaga kerja yang dibutuhkan hanya sebanyak 2 orang untuk melaksanakan seluruh proses budidaya dari pembibitan sampai pemanenan. e. Teknologi Budidaya paprika dapat dilakukan dengan cara konvensional (lahan terbuka) dan di dalam greenhouse. Perbedaan cara budidaya paprika tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
12
Tabel. 4.2. Perbedaan Budidaya Paprika Konvensional (Lahan Terbuka) dan Greeenhouse Rincian Ketergantungan pada
Konvensional
Greenhouse
Besar
Kecil
Penyiraman
Manual
Otomatis
Pemberian pupuk
Manual
Irigasi tetes/fertigasi
Kontinuitas produksi
Tergantung musim
Sepanjang tahun
Mutu paprika
Sulit dikontrol
kondisi alam
Lebih mudah dikontrol
Sumber : Data Sekunder
Budidaya paprika pada pertanian konvensional sangat tergantung pada kondisi alam yang menentukan ketersediaan air, cahaya matahari, angin, temperatur dan hama dan penyakit. Penggunaan greenhouse sebagai tempat pertanaman memungkinkan usaha budidaya paprika ini dilaksanakan sepanjang tahun selama ketersediaan air terjaga. Pemupukan dengan cara fertigasi (mencampur pupuk dan air penyiraman) dalam sistem hidroponik meningkatkan efisiensi tenaga kerja dan waktu. Efisiensi ini dimungkinkan karena dengan irigasi tetes pemberian pupuk dan air dilakukan pada waktu yang bersamaan untuk seluruh tanaman paprika.
Foto 4.1. Pertanaman paproka daman Greenhouse
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
13
f. Proses Produksi 1. Persiapan Greenhouse Persiapan greenhouse meliputi sanitasi dansterilisasi. Sanitasi dilakukan dengan membuang sisa tanaman yang masihada didalam greenhouse. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinanpenularan penyakit dan hama yang ada pada sisa tanaman itu.
Foto 4.2.Sterilisasi Greenhouse Sterilisasigreenhouse dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti Lysol danFormalin untuk membunuh bibit penyakit yang dapat menyerang tanamanpaprika. Untuk musim tanam berikutnya, dilakukan penggantian plastikmulsa greenhouse yang berfungsi untuk menjaga kelembaban daerah sekitarperakaran tanaman paprika. 2. Pembibitan Benih paprika sebelum ditanam di dalam greenhouse disemai dahulu agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan tanam nanti. Teknis pembibitan paprika adalah sebagai berikut :
Benih terlebih dahulu direndam dengan air hangat kuku selama 30 menit. Media tanam berupa arang sekam atau rockwool dibasahi dengan air bersih dan dipastikan agar media basah sampai merata dan dibiarkan sesaat agar air siraman yang berlebihan menetes. Apabila menggunakan media Rockwool, dibuat lubang kecil pada Rockwool dan apabila menggunakan arang sekam dibuat garitan kecil yang saling berpotongan pada sekam dengan jarak + 2 x 2 cm.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
14
Benih diletakkan satu persatu pada setiap lubang dengan posisi calon lembaga (titik tumbuh) menghadap ke bawah ± 0,5 cm dengan menggunakan pinset, setelah semua benih disemai kemudian tutup dengan plastik mulsa. Benih-benih tersebut ditaruh dilemari semai (germnation chamber) dengan suhu optimal 20-25 ºC dan RH 70%-90%. Suhu dan RH dapat diatur dengan cara memasang lampu jika suhu rendah dan jika kelembaban rendah semprotkan air ke dalam lemari semai dengan menggunakan hand sprayer. Benih akan berkecambah dalam waktu ± 7 hari, plastik mulsa dibuka kemudian bibit dipindahkan ke tempat yang ada sinar dengan tetap menjaga suhu dan kelembaban. Bibit dengan kotiledon tumbuh sempurna, dipindahkan ke polybag 15 x 15 cm yang telah dibasahi dengan larutan nutrisi dengan EC 1,5 mS/cm dan pH 5,5. Pemeliharaan di persemaian/pembibitan meliputi penyiraman 1-2 kali sehari (tergantung cuaca, fase pertumbuhan bibit, dan media yang digunakan), pengendalian hama dan penyakit selama di nursery misalnya Trips, Mite, Leaf miner, rebah kecambah dll) dan yang tak kalah pentingnya adalah pengaturan kembali jarak antar tanam agar daun tanaman tidak saling menutupi. Bibit siap ditanam ke greenhouse produksi setelah berumur ± 21-30 hari di polybag atau sudah berdaun ± 5 helai.
Foto 4.3. Persemaian Paprika 3. Penanaman Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit yang telah berumur + 2130 hari pada media tanam yang lebih besar yang telah disusun di dalam greenhouse. Media yang digunakan untuk penanaman ini adalah arang sekam. Pemindahan tanaman dilakukan dengan cara :
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
15
Bibit diletakkan di sisi polybag untuk penyesuaian cuaca. Media tanam disiram sampai basah dengan larutan hara sebanyak 2 liter. Regulating stick dicabut dan dikeluarkan dari media. Bagian tengah media dilubangi dan tambahkan karbofuram 1 g/polybag. Bibit disiram dan dikeluarkan beserta medianya dengan cara membalikkan polybag bibit sambil menyangga bibit dengan tangan. Bibit dimasukkan ke lubang tanam, dan media dirapatkan di sekitar batang. Regulating stick dipasang kembali.
Foto4.4. Penanaman Paprika 4. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman paprika meliputi pemupukan, pengajiran, pemangkasan, penjarangan buah, dan pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiramaan/irigasi. Pupuk dilarutkan dalam air kemudian ditampung di dalam tangki air untuk irigasi tetes. Frekuensi pemberian pupuk ini tergantung pada kondisi cuaca dan umur tanaman. Pada kondisi cuaca panas, pemberian pupuk dilakukan lebih sering untuk menjaga supaya tanaman tidak layu. Waktu pemberian pupuk dilakukan pada pukul 8:00, 10:00, 12:00, 14:00, dan 16:00 dengan lama tiap pemberian selama 2 menit. Terdapat 2 sistem irigasi pada hidroponik paprika di Kabupaten Bandung. Sistem irigasi pertama menggunakan metode penyiraman tanaman satu per satu menggunakan selang. Sistem irigasi kedua menggunakan irigasi tetes dimana pada masing-masing polybag tanaman dipasang pipa kecil yang terhubung dengan tangki penyimpanan air. Dengan irigasi tetes penyiraman
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
16
tanaman dilakukan sekaligus pada seluruh tanaman pada waktu yang bersamaan. Skema irigasi tetes dapat dilihat pada Gambar 4.2. Padatanaman yang masih muda larutan pupuk diberikan sebanyak 0,5 liter perpohon dan pada tanaman dewasa diberikan sebanyak 1,2 liter per pohon.Salah satu sistem irigasi yang digunakan petani paprika di KabupatenBandung menggunakan sistem irigasi tetes. Pada sistem irigasi tetesini, selain seluruh polybag tanaman mendapat penyiraman yang bersamaan,volume penyiraman lebih terkontrol sehingga lebih efisien dalam halwaktu dan volume penyiraman.
Gambar4.2. Skema Irigasi Tetes pada Sistem Hidroponik
Foto4.5. Pengajiran Pengajiran dilakukan dengan melilitkan benang pada tanaman paprika untuk menopang tanaman paprika. Dengan penopangan tanaman akan diperoleh
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
17
bentuk tanaman yang sesuai dengan kegiatan produksi secara maksimal, terutama dalam efisiensi lahan. Pengajiran dilakukan pada tanaman yang berumur 2 minggu setelah tanam. Pemangkasan dilakukan untuk membentuk tanaman sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman maksimal. Pemangkasan ini meliputi pemangkasan cabang dan tunas (pewiwilan), pemangkasan daun dan pemangkasan bunga.
Pemangkasan cabangdan tunas dilakukan dengan mengatur dan mengurangi cabang dan tunas diketiak daun sehingga hanya ada 2 cabang utama. Pemangkasan inidilakukan sampai bunga yang dipelihara tumbuh dan mekar. Pemangkasan daundilakukan dengan membuang semua daun pada batang utama, daun yang tuadan sakit serta daun yang terlalu rimbun. Pemangkasan bungadilakukan sampai tanaman berusia 4 minggu setelah tanam. Bunga yangmuncul sebelum 4 minggu setelah tanam dibuang. Dari satu ketiak daunsebaiknya hanya dipelihara 1 bunga agar buah yang dihasilkan besar danberkualitas.
Gambar4.3. Tanaman Paprika Hasil Pemangkasan
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
18
Foto4.6. Pemeliharaan Paprika Salahsatu kendala dalam pertanian yang menggunakan sistem monokultur adalahpenyebaran penyakit dan hama yang sangat cepat jika tidak segeraditangani. Untuk mencegah penyebaran penyakit dan hama, dilakukantindakan seperti pengamatan dini pada serangan hama dan penyakit,membuang dan membakar tanaman yang terkena serangan dan penyemprotanpestisida. 5. Pemanenan Dalam pemanenan perlu diperhatikan beberapa hal seperti waktu dan cara pemanenan. Berdasarkan waktu, pemanenan dibagi menjadi 2, yaitu panen buah matang hijau dan panen buah matang berwarna (merah, kuning, orange). Penggolonganini disesuaikan dengan permintaan pasar dan harga jual. Pada saatpemetikan harus diusahakan agar tidak merusak ranting atau tanaman yangmasih muda. Buah paprika sebaiknya dipanen beserta tangkai buahnyadengan menggunakan gunting atau pisau tajam. Diusahakan agar tangkaibuah tidak terlepas dari buah atau tertinggal di cabang tanaman karenabuah akan mudah terserang patogen.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
19
Foto4.7. Pemanenan Paprika 6. Pascapanen Padatahap pascapanen, buah paprika yang telah dipanen dicuci. Pencucian inibertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisa pestisida yang ada padabuah paprika. Selain itu, pencucian ini juga bertujuan untuk menurunkanpanas lapang buah sehingga transpirasi buah menurun. Setelah dilakukanpencucian, buah paprika kemudian disortasi dan digrading.
Foto4.8. Pascapanen Paprika
g. Jenis dan Mutu Produksi Produksi paprika di Kabupaten Bandung pada saat ini mencapai 25 ton/ha. Produksi ini terdiri dari 2 jenis masa panen, yaitu panen hijau dan panen
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
20
berwarna (merah, kuning dan orange). Selain merah, kuning dan orange, paprika juga ada yang berwarna ungu. Akan tetapi untuk daerah Bandung paprika jenis ini tidak ditanam. Di Kabupaten Bandung, jenis paprika merah yang banyak ditanam adalah Athena, Edison, Ferrari, Spartacus; paprika kuning adalah Mazanila, Suni, Palace, Gold Flame dan paprika orange adalah Paramox, Eagle, Margeriox. Pengusahaan paprika orange di Bandung masih dalam tahap uji coba. Paprika matang hijau adalah paprika yang belum berubah warna menjadi merah, kuning atau orange. Untuk menghasilkan mutu paprika yang diinginkan, dibutuhkan benih tanaman dan teknologi budidaya yang mendukung. Benih unggul menjamin produktivitas tanaman paprika tinggi baik dalam jumlah maupun mutu. Pemilihan bakal buah yang akan dibiarkan besar juga sangat menentukan mutu buah yang diperoleh nantinya. Mutu paprika yang dihasilkan pada daerah Bandung yaitu: • Paprika hijau dengan diameter 80 - 100 mm dan berat 100 - 175 gr. • Paprika merah dengan diameter 80 - 120 mm dan berat 150 - 250 gr. • Paprika kuning dengan diameter 80 - 110 mm dan berat 150 - 225 gr.
h. Produksi Optimum Produksi paprika ditentukan oleh varietas paprika yang ditanam dan teknologi budidaya. Salah satu varietas paprika berwarna merah yaitu Spartacus, tiap pohonnya dapat menghasilkan buah sebanyak 2,5 kg sampai umur 8 bulan. Varietas kuning seperti Gold Flame dapat menghasilkan paprika sebanyak 2,5 kg/tanaman sampai umur 8 bulan. Varietas orange seperti Orange DRD dapat menghasilkan paprika sebanyak 2,5 kg/tanaman sampai umur 8 bulan. Produksi tanaman paprika di Bandung 2 - 3 kg/tanaman dengan jumlah buah sebanyak +17 buah/tanaman dan menggunakan teknologi budidaya sistem hidroponik. Dengan produktivitas per tanaman tersebut untuk luasan 2.000 m2 dan populasi tanaman sebanyak 6.000 pohon dapat menghasilkan praprika sebanyak 12.000 - 18.000 kg/musim.
i. Kendala Produksi Kendala produksi dari budidaya paprika ini adalah bahwa tanaman paprika menghendaki kondisi iklim tempat tumbuh yang di Indonesia hanya dapat ditemukan di daerah dataran tinggi, sehingga untuk pengembangan usaha paprika ini hanya bisa dilakukan secara maksimal pada dataran tinggi. Selain itu, ketersediaan air yang bersih sangat dibutuhkan agar budidaya dapat
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
21
berjalan dengan baik. Kondisi lokasi di Bandung menunjukkan air yang digunakan untuk budidaya paprika berasal dari mata air yang lokasinya dengan beberapa tempat budidaya paprika tidak dekat sehingga dibutuhkan pompa air untuk mengalirkan air dari mata air ke lokasi budidaya. Hal lain yang berpotensi menjadi kendala produksi paprika ini adalah ketergantungan petani pada benih yang masih diimpor dari luar negeri sehingga ketersediaan benih sangat perlu diperhatikan jika ingin melakukan usaha budidaya paprika dalam waktu yang lama. Masih diimpornya benih ini juga menyebabkan harga benih yang mahal sehingga beban biaya produksi untuk pembelian benih juga besar.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
22
5. Aspek Keuangan a. Pola Usaha Produksi paprika sangat dipengaruhi oleh jenis paprika dan teknik budidaya yangditerapkan. Dengan kondisi iklim tropik Indonesia yang memiliki curahhujan tinggi dan cahaya matahari sepanjang tahun, penggunaan greenhousesebagai tempat budidaya paprika sangat bermanfaat untuk mengendalikanfaktor lingkungan seperti jumlah air, angin, dan cahaya matahari.Selain itu penggunaan greenhouse juga bermanfaat untuk mencegahpenyebaran serangan hama. Pola penanaman paprika di dalam greenhouse diBandung menggunakan pola monokultur. Penggunaan pola ini bertujuanuntuk memperoleh tingkat produktivitas yang optimum.
b. Asumsi Analisis keuangan suatu proyek terdiri dari proyeksi pendapatan dan pengeluaran selama periode proyek. Analisis keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai pendapatan dan biaya, kemampuan melunasi kredit dan kelayakan proyek. Penyusunan analisis keuangan dalam buku ini menggunakan beberapa asumsi yang didasarkan pada hasil pengamatan lapangan, masukan dari instansi terkait serta referensi yang mendukung dalam penentuan parameter yang digunakan. Tabel 5.1. menyajikan asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis keuangan. Periode proyek dipilih selama 3 tahun atau 4 periode musim tanam karena umur ekonomis dari greenhouse hanya selama 3 tahun. Selain itu juga karena jangka waktu kredit investasi adalah 3 tahun sehingga pada akhir tahun ke-3 kredit sudah terlunasi. Penentuan harga jual paprika dilakukan dengan mengambil rata-rata harga jual di tingkat petani dari 4 petani di Kabupaten Bandung pada bulan Mei 2005 dan diasumsikan tetap selama periode proyek. Pengaruh perubahan harga akan dianalisis pada bagian analisis sensivitas usaha. Proses budidaya diasumsikan berlangsungsepanjang tahun atau selama 12 bulan, hal ini dapat dijelaskanmengingat faktor lingkungan yang mempengaruhi usaha pertanian dapatdikendalikan dengan sistem hidroponik greenhouse. Hari kerja dalam 1bulan adalah 30 hari mengingat tanaman paprika harus disiram setiaphari.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
23
Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Untuk Analisis Keuangan No
Asumsi
Jumlah
Satuan
1
Periode proyek
5
2
Luas lahan
2.000
m2
3
Populasi tanaman
6.000
tanaman
4
Produktivitas
5
Waktu pendapatan pertama
6
Harga jual ke mitra usaha
2,75
bulan
7.375
Rp/kg
- Merah
11.500
Rp/kg
- Kuning
12.500
Rp/kg
Volume penjualan - Hijau
8 9
kg/tanaman
4
- Hijau
7
tahun
1.702
kg/bulan
- Merah
786
kg/bulan
- Kuning
262
kg/bulan
Suku bunga
14
%
- Kredit
70
%
- Modal Sendiri
30
%
Proporsi kredit dan modal sendiri
10 Jangka waktu pengembalian - Kredit investasi - Kredit modal kerja
3
tahun
1 Sumber: Lampiran 1
tahun
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
24
c. Biaya Investasi dan Operasional Biayayang diperlukan untuk usaha budidaya paprika terdiri dari biayainvestasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahunke-0 sebelum dilakukannya kegiatan operasional. Biaya operasionaldikeluarkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari usahabudidaya paprika. 1. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan aset tetap untuk memulai usaha budidaya paprika. Biaya investasi budidaya paprika meliputi sewa tanah, greenhouse, peralatan irigasi tetes, peralatan budidaya dan perizinan. Perizinan untuk memulai usaha budidaya paprika adalah SIUP, TDP, NPWP dan SITU. Petani paprika di Kabupaten Bandung mengeluarkan biaya Rp 1.000.000 untuk memperoleh izin itu. Jumlah biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 sebesar Rp 92.836.500 dengan nilai penyusutan per musimnya sebesar Rp 15.190.580. Tabel 5.2. Komposisi Biaya Investasi No. Komponen Biaya Investasi
Nilai (Rp)
1
Sewa lahan
9.000.000
2
Greenhouse
55.172.500
3
Peralatan irigasi tetes
24.818.000
4
Peralatan budidaya
2.846.000
5
Perizinan
1.000.000
Total Biaya Investasi
92.836.500
Bagian terbesar biaya investasi digunakan untuk pembangunan greenhouse yang mencapai 59,43% dari seluruh kebutuhan biaya investasi. Peralatan irigasi tetes menempati posisi kedua dalam kebutuhan biaya investasi yang mencapai 26,73% dari seluruh biaya investasi usaha paprika ini. Kebutuhan biaya investasi secara rinci terdapat pada Lampiran 2. 2. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang besarnya tergantung pada jumlah produk. Komponen biaya operasional dalam budidaya paprika ini meliputi biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya pengadaan sarana produksi pertanian (saprotan) seperti benih paprika, arang sekam, pupuk, pestisida, polybag, plastik slap, dan plastik mulsa. Biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja, listrik, telepon, perawatan greenhouse, dan biaya
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
25
lainnya (retribusi, zakat, PBB, pungutan liar). Besarnya biaya variabel dan biaya tetap pada usaha budidaya paprika ini sebesar biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha selama 4 bulan karena pendapatan pertama dari panen pertama paprika diperoleh pada bulan ke-3 dan pembayarannya setelah 30 hari kemudian. Besarnya biaya operasional yang diperlukan untuk menjalankan usaha ini selama 9 bulan (1 musim) adalah sebesar Rp 110.825.500 dengan biaya variabel yang dibutuhkan sebesar Rp 54.215.500 dan biaya tetap yang dibutuhkan sebesar Rp 56.610.000. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat biaya operasional yang dibutuhkan usaha paprika selama satu musim. Perhitungan rinci biaya operasional perbulan dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan biaya operasional permusim pada Lampiran 4. Tabel 5.3. Komposisi Biaya Operasional
No
Uraian
Total Biaya per musim
1
Biaya variabel
54.215.500
2
Biaya Tetap
56.610.000
Total Biaya Operasional
110.825.500
d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja Dana yang dibutuhkan untuk usaha budidaya paprika terdiri dari modal investasi dan modal kerja. Untuk investasi dibutuhkan dana sebesar Rp 92.836.500, sedangkan untuk modal kerja dibutuhkan dana sebesar Rp 51.738.000, yaitu dana yang dibutuhkan untuk operasional 4 bulan pertama sebelum diperoleh pendapatan. Dalam memberikan kredit investasi bank mensyaratkan proporsi 70% kredit bank dan 30% dana sendiri. Dengan perbandingan tersebut, kredit investasi yang dibutuhkan adalah Rp 64.985.550 sedangkan dana sendiri untuk investasi sebesar Rp 27.850.950, sedangkan modal kerja dengan perbandingan Rp 36.216.600 dari kredit bank dan Rp 15.521.400 dari dana sendiri. Rincian kebutuhan dana investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
26
Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Investasi danModal Kerja Awal No 1
Rincian Biaya
Persentase Total Biaya (Rp)
Danainvestasi yang bersumber dari a.Kredit
70%
64.985.550
b.Dana Sendiri
30%
27.850.950
Jumlahdana investasi 2
92.836.500
Danamodal kerja yang bersumber dari a.Kredit
70%
36.216.600
b.Dana Sendiri
30%
15.521.400
Jumlahdana modal kerja 3
51.521.400
Totaldana proyek a.Kredit
70%
101.202.150
b.Dana Sendiri
30%
43.372.350
Jumlahdana proyek
144.574.500
Dana yang berasal dari bank dikembalikan atau diangsur selama jangka waktu 3 tahun untuk kredit investasi dan selama 1 tahun untuk kredit modal kerja. Sementara bunga kredit yang berlaku untuk investasi maupun modal kerja diasumsikan sebesar 14% efektif per tahun atau 10,5% efektif per musim tanam (9 bulan). Angsuran pokok dan bunga dibayar setiap bulan tanpa ada masa tenggang. Secara keseluruhan jumlah pengembalian pinjaman dari bank berupa angsuran pokok dan bunga sebagaimana Tabel 5.5. Angsuran pokok pada musim 1 dan 2 yang mencapai Rp 43.952.087 dan Rp 25.481.621 berasal dari angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja. Angsuran kredit investasi pada musim ke-1 sebesar Rp 16.246.388 dan kredit modal kerja Rp 27.705.699 dan pada musim ke-2 angsuran kredit investasi sebesar Rp 16.246.388 dan kredit modal kerja Rp 9.235.233. Sementara itu untuk musim tanam 3 dan 4 angsuran hanya berasal dari kredit investasi. Secara lebih rinci pengembalian dana investasi dapat dilihat pada Lampiran 6.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
27
Tabel 5.5. Perhitungan Angsuran Kredit
Musim
Angsuran tetap
Bunga
Total
Saldo Awal Saldo Akhir
0
101.926.482 101.926.482
1
43.952.087 8.651.183 52.603.270 101.926.482 57.974.396
2
25.481.621 4.574.936 30.056.557 57.974.396 32.492.775
3
16.246.388 2.653.577 18.899.964 32.492.775 16.246.388
4
16.246.388
947.706 17.194.093 16.246.388
0
e. Produksi dan Pendapatan Produksi paprika yang dihasilkan berupa buah paprika segar yang dijual langsung setelah perlakuan pasca panen. Harga jual untuk paprika hijau adalah Rp 7.375 per kg, paprika merah Rp 11.500 per kg dan paprika kuning Rp 12.500 per kg. Dalam satu musim tanam, greenhouse dengan ukuran 2.000 m2 dan populasi 6.000 tanaman mampu menghasilkan paprika hijau sebanyak 1.702 kg, paprika merah 786 kg dan paprika kuning 262 kg. Pendapatan yang diperoleh oleh usaha budidaya paprika dengan luas greenhouse 2.000 m2 dan populasi 6.000 tanaman adalah sebesar Rp 141.732.697 dengan kehilangan produksi sebesar 5%. Selain itu produksi paprika diasumsikan sama tiap musim tanamnya selama priode proyek. Proyeksi produksi dan pendapatan dapat dilihat di Tabel 5.6 dan lebih rinci pada Lampiran 5. Tabel 5.6. Proyeksi Produksi dan Pendapatan Satu Bulan Produktif No
Jenis Mutu Volume(kg) Harga(Rp/kg)
1
Hijau
2 3
Faktor
Nilaijual (Rp)
Kehilangan Produksi (%)
Nilai Penjualan 1 musim
1.702
7.375 12.554.094
5 71.588.334
Merah
786
11.500 9.034.208
5 51.494.988
Kuning
262
12.500 3.277.083
5 18.679.375
Total
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
141.732.697
28
f. Proyeksi Laba-Rugi dan Break Even Point Proyeksi rugi laba menggambarkan potensi keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh suatu usaha atau proyek. Hasil perhitungan proyeksi rugi laba usaha paprika menunjukkan bahwa pada musim pertama usaha budidaya paprika mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 6.048.716 dengan profit on sales sebesar 4% dan BEP rupiah rata-rata Rp 91.678.987 atau sebanyak 10.673 kg paprika. Potensi keuntungan ini terus meningkat dari musim ke musim hingga musim tanam ke-4. Pada musim ke-4 usaha ini mengalami peningkatan keuntungan menjadi Rp 12.553.574 dengan profit on sales 9% dan BEP Rupiah Rp 91.678.987.
Tabel 5.7. Proyeksi Rugi Laba Usaha
No
1
2
Uraian Total Penerimaan Total Pengeluaran
Musim 1
2
3
4
141.732.697 141.732.697 141.732.697 141.732.697
134.616.560 130.586.791 128.669.657 126.963.786
R/L Usaha 3
sebelum
7.116.137 11.145.906 13.063.040 14.768.911
pajak 4 5
Pajak (15%) Laba setelah pajak
1.067.421. 6.048.716
1.959.456
2.215.337
9.474.020 11.103.584 12.533.574
6
Profit on sales
7
BEP : Rupiah 130.208.227 123.682.081 120.577.313 117.814.682 Unit produksi (kg)
4%
1.671.886
15.158
7%
14.399
8%
14.037
9%
13.716
Rata-rata keuntungan bersih selama 4 musim tanam mencapai Rp 9.794.974 per musim tanam sedangkan profit on sales rata-rata mencapai 7%. Sementara rata-rata BEP mencapai Rp 123.070.576 atau 14.327 kg paprika. Secara lebih rinci proyeksi rugi laba dan BEP sebagaimana pada Lampiran 7.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
29
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Arus kas usaha budidaya paprika ini secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 8. Dalam analisis kas dilakukan perhitungan Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Hasil perhitungan pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa budidaya paprika merupakan usaha yang menguntungkan karena pada suku bunga 14% per tahun (10,5% per musim), net B/C ratio 1,08 dan NPV Rp 7.103.801 dan IRR sebesar 14,34% artinya proyek ini layak dilaksanakan sampai suku bunga pinjaman sebesar 14,34%. Rincian ringkas hasil perhitungan itu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8. Kelayakan Usaha Budidaya Paprika
No
Kriteria
Justifikasi
Nilai
Kelayakan
1
NPV (Rp)
7.103.801
2
IRR (%)
3
Net B/C ratio
1,08
>1
4
PBP (musim)
3,75
<4
14,34
>0 > suku bunga per musim
Dari hasil analisis kelayakan keuangan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua biaya investasi yang ditanamkan pada usaha ini akan kembali pada bulan ke-34, pendapatan bulan ke-35 sampai 36 merupakan pendapatan bersih.
h. Analisis Sensitivitas Proyeksi pendapatan dan biaya didasarkan pada asumsi dan proyeksi yang memiliki ketidakpastian. Untuk itu diperlukan analisis sensivitas untuk menguji seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan harga input maupun output, kesalahan dalam pembangunan sarana fisik dan operasional ataupun kelemahan estimasi produksi. Analisis sensivitas yang dilakukan dengan menggunakan skenario yaitu:
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
30
1. Skenario I Pada skenario I, pendapatan mengalami penurunan, sedangkan biaya investasi dan biaya operasional tetap. Penurunan pendapatan dapat terjadi karena harga paprika mengalami penurunan ataupun volume penjualan menurun. Tabel 5.9. Hasil Analisis Sensivitas Proyek Skenario I
No
Kriteria
1
NPV (Rp)
2
IRR (%)
3 4
Pendapatan turun 1%
2%
3.366.484
- 370.834
12,60
10,83
Net B/C ratio
1,04
1,00
PBP (musim)
3,88
5,01
Dari tabel sensivitas skenario I (Lampiran 9 dan Lampiran 10) diketahui bahwa pada saat pendapatan turun sebesar 2,5% dengan suku bunga 10,5% per musim, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR mencapai 12,60% dengan jangka waktu pengembalian investasi selama 3,88 musim. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan sebesar 1% proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Pada penurunan pendapatan 2% dengan suku bunga 10,5% per musim diperoleh NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga per musim, Net B/C Ratio sama dengan 1 dan PBP melebihi periode proyek, yang berarti dengan penurunan pendapatan sebesar 2% proyek tersebut tidak layak dilaksanakan. 2. Skenario II Pada skenario II, biaya operasional mengalami kenaikan, sedangkan biaya investasi dan pendapatan dianggap tetap. Kenaikan biaya produksi dapat terjadi apabila harga input meningkat. Dalam hal ini komponen terbesar adalah bahan baku, maka biaya produksi sensitif terhadap kenaikan benih, arang sekam, pupuk, pestisida, dan polybag.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
31
Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensivitas Proyek Skenario II
No
Kriteria
1
NPV (Rp)
2
IRR (%)
3 4
Biaya Operasional naik 2%
3%
1.266.502
- 1.652.148
11,60
10,22
Net B/C ratio
1,01
0,98
PBP (musim)
3,95
5,06
Dari tabel sensivitas skenario II (Lampiran 11 dan Lampiran 12) diketahui bahwa pada saat biaya operasional naik sebesar 2% dengan suku bunga 10,5% per musim, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR mencapai 11,60% dengan jangka waktu pengembalian investasi selama 3,95 musim. Dapat disimpulkan bahwa pada kenaikan biaya operasional 2% proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Pada kenaikan biaya operasional 3% dengan suku bunga 10,5% per musim diperoleh NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga per musim, Net B/C Ratio kecil dari 1 dan PBP melebihi periode proyek sehingga disimpulkan bahwa pada kenaikan biaya operasional sebesar 4,0% proyek tersebut tidak layak dilaksanakan. 3. Skenario III Pada skenario III ini merupakan gabungan dari skenario I dan skenario II, yang diasumsikan pada saat bersamaan pendapatan mengalami penurunan dan biaya operasional mengalami kenaikan. Tabel 5.11. Hasil Analisis SensivitasProyek Skenario III Pendapatan Turun dan Biaya No
Operasional naik
Kriteria 1%
1
NPV (Rp)
2
IRR (%)
3 4
2%
447.834
- 6.208.133
11,22
8,03
Net B/C ratio
1,00
0,93
PBP (musim)
3,98
5,24
Dari tabel sensivitas skenario III (Lampiran 13 dan Lampiran 14) diketahui bahwa pada saat pendapatan turun dan biaya operasional naik sebesar 1% dengan suku bunga 10,5% per musim, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
32
dari satu, NPV positif dan IRR mencapai 11,22% dengan jangka waktu pengembalian investasi selama 3,98 musim. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional 1% proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 2% dengan suku bunga 10,5% per musim diperoleh NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga per musim, Net B/C Ratio kecil dari 1 dan PBP melebihi periode proyek sehingga disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 2% proyek tersebut tidak layak dilaksanakan.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
33
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan a. Aspek Sosial Ekonomi Kabupaten Bandung khususnya Kecamatan Cisarua dan Parongpong merupakan salah satu sentra produksi paprika dan sudah mempunyai pelanggan sampai ke luar negeri. Usaha ini di Kabupaten Bandung mulai mendapat perhatian pemerintah daerah karena mampu bertahan ketika krisis ekonomi menimpa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari petani dan luas lahan yang cukup banyak pada kedua kecamatan. Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha budidaya paprika memiliki dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini, diantaranya masyarakat setempat dan pengusaha sendiri. Pihak-pihak yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari usaha tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan adalah bahwa usaha budidaya paprika mampu menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja budidaya paprika diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara langsung mengurangi pengangguran. Bagi petani paprika, usaha ini cukup dapat menghidupi keluarga, terbukti dari ada petani paprika yang telah menggeluti usaha ini sejak usaha ini muncul di daerah itu pada tahun 1994 hingga sekarang. Petani paprika itu mengaku dapat menyisihkan pendapatannya untuk ditabung walaupun jumlahnya mengalami fluktuasi tergantung produksi dan kondisi pasar. Beberapa pengusaha pernah mendapatkan pembinaan dari berbagai pihak seperti Universitas Padjadjaran, BLLP Lembang dan Koperasi dalam bentuk pelatihan manajemen, pemasaran dan teknologi budidaya. Tetapi sampai saat ini belum ada kebijakan dari pemerintah daerah ataupun instansi terkait yang secara nyata mendukung usaha ini. Misalnya mengenai kemudahan perizinan serta prosedur karantina untuk paprika yang diterima oleh negara tujuan ekspor. b. Dampak Lingkungan Usaha budidaya paprika ini menghasilkan limbah padat yang berupa arang sekam bekas media tanam dan sisa tanaman pada akhir musim. Limbah arang sekam bekas media tanam dapat dijual kepada pengusaha tanaman hias yang banyak terdapat di daerah Bandung sehingga dapat memberikan masukan tambahan. Penanganan limbah sisa tanaman dilakukan dengan dibakar di dalam greenhouse yang dimaksudkan untuk memutuskan siklus hidup hama dan penyakit yang menyerang pada saat masa produksi sehingga tidak menyebar ke pertanaman lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada limbah dari usaha budidaya paprika ini yang merugikan lingkungan sekitar usaha.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
34
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
35
7. Penutup a. Kesimpulan 1. Peluang pasar komoditi paprika baik untuk ekspor maupun pemenuhan dalam negeri masih terbuka dan berpotensi memberikan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi paprika di Indonesia. Dilihat dari potensinya, sumber daya lahan dan sumber daya manusia untuk pengembangan produksi paprika masih banyak tersedia di berbagai daerah. 2. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam pengembangan usaha paprika antara lain masalah iklim dan pemasaran. Masalah iklim disebabkan karena paprika berasal dari daerah yang kondisi iklimnya di Indonesia hanya dijumpai di dataran tinggi. Hal ini menyebabkan pengembangan paprika pada saat ini hanya bisa dilakukan secara maksimal di dataran tinggi. Masalah pemasaran terutama untuk pasar ekspor disebabkan karena dibeberapa negara memiliki peraturan mengenai produk pertanian yang masuk ke negara mereka seperti bebas lalat buah dan pestisida. 3. Jumlah modal usaha yang dibutuhkan sebesar Rp 144.574.500, yang terdiri atas modal investasi Rp 92.836.500 dan modal kerja Rp 51.738.000. Dengan asumsi proporsi kredit sebesar 70%, maka jumlah kredit investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 64.985.550 dan kredit modal kerja sebesar Rp 36.216.600. 4. Usaha budidaya paprika memiliki Internal Rate of Return (IRR) lebih besar dari suku bunga per musim yaitu 14,34%, nilai net B/C ratio lebih besar dari satu (1,08), dengan NPV Rp 7.103.801, sehingga usaha ini layak untuk dilaksanakan 5. Berdasarkan analisis sensivitas I, usaha budidaya paprika masih layak hingga penurunan pendapatan sebesar 1%. Penurunan pendapatan sebesar 2% menyebabkan usaha tidak layak karena diperoleh nilai NPV negatif. 6. Berdasarkan analisis sensivitas II, usaha budidaya paprika masih layak hingga kenaikan biaya operasional sebesar 2%. Kenaikan biaya operasional sebesar 3% menyebabkan usaha tidak layak karena diperoleh nilai NPV negatif. 7. Berdasarkan analisis sensivitas III, usaha budidaya paprika masih layak hingga penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 1%. Penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 2% menyebabkan usaha tidak layak karena diperoleh nilai NPV negatif. 8. Hasil analisis keuangan tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya paprika merupakan proyek yang layak untuk dibiayai oleh perbankan,
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
36
karena bermanfaat untuk banyak pihak seperti masyarakat dan petani pengusaha, dan secara ekonomi memiliki masa depan yang cerah dan layak dibiaya perbankan. b. Saran 1. Untuk meningkatkan kepercayaan pasar dunia pada produk paprika Indonesia, perlu adanya peran serta pemerintah dalam membuat prosedur teruji untuk paprika yang disetujui oleh negara tujuan ekspor yang menjamin produk paprika Indonesia aman di ekspor ke negara mereka. 2. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh bank, namun bank perlu untuk melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian bank.
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
37
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional)
38