ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH DI KABUPATEN CIAMIS
SKRIPSI
DONI ZEPRIANA H34052835
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN DONI ZEPRIANA. Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan NUNUNG KUSNADI) Tingkat produksi udang galah masih rendah jika dibandingkan dengan produksi udang windu maupun udang vaname. Padahal udang galah mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dan mempunyai potensi pasar yang cukup luas. Tingkat produksi yang rendah ini diduga diakibatkan oleh penggunaan faktorfaktor produksi yang tidak efisien. Penggunaan faktor produksi yang efisien tentu tidak akan terlepas dari tingkat pendapatan usaha yang didapatkan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah (1). Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian. (2). Menganalisis pendapatan usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di tiga kecamatan yaitu Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangkasih. Daerah ini berada di Kabupaten Ciamis bagian Utara yang sebagian besar wilayahnya berupa bukit dan gunung. Waktu penelitian dilakukan selama sebulan antara bulan Juli-Agustus 2009. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 30 orang dari populasi pembudidaya udang di lokasi penelitian. Metode penarikan sample dilakukan secara snowballing. Data yang diperoleh diolah secara kualitatif maupun kuatitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif berdasarkan data karakteristik responden. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan analisis regresi menggunakan bantuan Minitab 14 dan Microsoft excel. Untuk melihat hubungan antara input dan produksi menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, dan kapur. Setelah dilakukan analisis regresi ternyata faktor produksi yang sesuai dengan syarat ekonomi dan ekonometrika adalah benih/ha, tenaga kerja/ha, pupuk TSP/ha, pakan buatan/ha, dan kapur/ha. Analisis yang digunakan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi adalah nilai rasio NPM dan BKM. Hasilnya menunjukkan bahwa semua faktor produksi tidak efisien. Penggunaan faktor produksi benih, tenaga kerja, dan pakan buatan telah melebihi batas optimal, maka dari itu penggunaannya harus dikurangi. Sedangkan penggunaan faktor produksi pupuk TSP dan kapur masih belum mencapai batas optimal., maka penggunaannya harus ditambah. Analisis pendapatan menunjukan nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,18. Sedangkan nilai rasio R/C atas biaya total sebesar 0,74. Secara keseluruhan hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya udang galah di daerah penelitian kurang profitable atau pembudidaya kurang efisien dalam menggunakan biaya input. Efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi akan tercapai jika pembudidaya udang galah tidak menggunakan faktor produksi tersebut berdasarkan atas perkiraan. Oleh karena itu diperlukan sebuah pembinaan atau penyuluhan agar meningkatkan pengetahuan juga kemampuan pembudidaya, sehingga akan meningkatkan pula hasil produksi udang galah dan pendapatan.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH DI KABUPATEN CIAMIS
DONI ZEPRIANA H34052835
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis.
Nama
: Doni Zepriana
NIM
: H34052835
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908.198403.1.002
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908.198403.1.002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Doni Zepriana H34052835
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Doni Zepriana, lahir di Ciamis pada tanggal 20 Februari 1986. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Uri Mustari dan Ibu Titi Sumiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN I Golat pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Panumbangan. Pendidikan menengah atas di SMUN 1 Cihaurbeuti diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB pada tahun 2005. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai macam organisasi. Pada tahun 2005-2006 penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Tahap Persiapan Bersama (BEM TPB IPB). Pada tahun 2006-2007 pernah menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM IPB). Pada tahun 2007-2008 penulis juga bergabung dan aktif di organisasi bidang ekonomi syariah yaitu Sharia Economic Student Club (SES-C).
KATA PENGATAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah di Kabupaten Ciamis” Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dan efesiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta melihat tingkat pendapatanya, sehingga dapat menjawab pertanyaan pada rendahnya tingkat produksi usaha budidaya udang galah di daerah penelitian. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam tulisan ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar tulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Penulis juga berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2010 Doni Zepriana
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Nunung Kusnasdi, MS selaku dosen pembimbing sekaligus pimpinan departemen Agribisnis atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini 2. Ir. Dwi Rachmina, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji utama. 3. Ir. Narni Farmayanti M.Sc yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi dosen penguji dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis. 4. Dosen dan staf departemen Agribisnis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dorongan yang diberikan. 5. Pemerintahan dan masyarakat pembudidaya udang galah di Kecamatan Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangkasih atas informasi, waktu dan dukungan yang diberikan. 6. Bapak dan ibu serta keluarga yang tiada hentinya selalu mendoakan atas kesuksesan penulis dalam mencapai cita-cita. 7. Teman-teman Departemen Agribisnis 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua kenangan indah yang telah terukir selama ini.
Bogor, Januari 2010 Doni Zepriana
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................. II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1. Penelitian Usaha Budidaya Udang ........................................... 2.2. Penelitian Faktor-Faktor Produksi ............................................ III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................. 3.1.1. Teknis Budidaya Udang Galah ..................................... 3.1.2. Fungsi Produksi ............................................................ 3.1.3. Efisiensi Produksi ......................................................... 3.1.4. Pendapatan Usahatani .................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
1 1 6 8 8 9 9 10 15 15 15 17 22 25 26
IV. METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3. Metode Penarikan Contoh ...................................................... 4.4. Metode Analisis Data ............................................................ 4.4.1.Analisis yang Mempengaruhi Faktor-Faktor Produksi ..... 4.4.2.Pengujian Analisis Regresi ............................................ 4.4.3.Analisis Efisiensi Produksi ............................................ 4.4.4.Analisis Pendapatan ...................................................... 4.4.2.Analisis Penerimaan dan Biaya Imbangan ..................... V. GAMBARAN UMUM .................................................................. 5.1. Kondisi Wilayah .................................................................... 5.2. Gambaran Penduduk .............................................................. 5.3. Karakteristik Responden ........................................................ 5.3.1. Jenis Pekerjaan ........................................................... 5.3.2. Usia Responden .......................................................... 5.3.3. Pendidikan .................................................................. 5.3.4. Penagalaman ............................................................... 5.3.5. Status Kepemilikan lahan ............................................ 5.3.6. Luas Lahan Garapan ...................................................
29 29 29 29 30 30 34 37 37 38 39 39 41 43 43 46 47 48 49 50
ix
Halaman VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DAN EFISIENSI PRODUKSI USAHA BUIDAYA UDANG GALAH ......................................... 6.1. Analisis Faktor-Faktor Produksi Budidaya Udang Galah ....... 6.2. Retturn to Scale Usaha Budidaya Udang Galah ...................... 6.1. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ........... VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH ......................................................................................... 7.1. Analisis Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah ............... 7.2. Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Udang Galah ........... 7.3. Analisis Pendapatan dan Biaya Imbangan Usaha Budidaya Udang Galah .......................................................................... VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 8.1. Kesimpulan ............................................................................. 8.2 Saran ......................................................................................
51 51 63 63 67 67 69 70 73 73 73
D AFTAR PUSTAKA ............................................................................ 74 LAMPIRAN .......................................................................................... 76
x
DAFTAR TABEL Nomor
1.
Halaman
Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian Tahun 2003-2006 ............
1
2. Jumlah Volume Ekspor Udang Nasional Tahun 2002-2006 ...........
3
3. Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 2002-2006 …
4
4.
Jumlah Volume Produksi Nasional Udang Windu, Vaname, dan Galah Tahun 2003-2007 …………………………………………..............
5.
5
Pembagian Potensi Areal atau Lahan Perikanan Kabupaten Ciamis Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007 ………….…………………....
5
6. Hasil Produksi Perikanan Kabupaten Ciamis Tahun 2005-2007 …..
5
7. Penggunaan Lahan Penduduk di Kecamatan Panumbangan dan Sindangkasih Tahun 2007/2008 ....................................................
40
8. Jumlah Penduduk di Kecamatan Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangksih Tahun 2007/2008 .......................................................
41
9. Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Panumbangan, Cihaurbeuti, dan Sindangkasih Tahun 2007/2008 .....................................................................................
42
10. Anggapan Responden Terhadap Pekerjaan Usaha Budidaya Udang Galah ............................................................................................
43
11. Jenis Pekerjaan Utama Responden yang Menganggap Usaha Budidaya Udang Galah sebagai Pekerjaan Sampingan .................................. 44 12. Pembagian Kelompok Umur Responden Budidaya Udang Galah ...
46
13. Tingkat Pendidikan Responden Budidaya Usaha Udang Galah .......
47
14. Lama atau Pengalaman Responden Melakukan Usaha Budidaya Udang Galah .................................................................................
48
15. Status Kepemilikan Lahan Responden Usaha Budidaya Udang Galah ..................................................................................
49
16. Luas Lahan Garapan Responden Usaha Ussaha Budidaya Udang Galah ..................................................................................
50
17. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Awal Usaha Budidaya Udang Galah ..................................................................
52
18. Hasil Analisis Regeresi Setelah Penyatuan Faktor Produksi TKLK dan TKDK Usaha Budidaya Udang Galah ..........................
53 xi
19. Hasil Analisis Regresi Setelah Pengurangan HOK pada Faktor Produksi Tenaga Kerja Usaha Budidaya Udang Galah ..................................
54
20. Hasil Analisis Regresi Setelah Semua Variabel Dibagi dengan Faktor Produksi Luas Lahan (Ha) Usaha Budidaya Udang Galah ...
55
21. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Faktor Produksi Pupuk Urea Usaha Budidaya Udang Galah ...................................................... 57 22. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Data Pencilan Usaha Budidaya Udang Galah ..................................................................
58
23. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Faktor Produksi Pupuk Kandang Usaha Budidaya Udang Galah ........................................
59
24. Nilai Rasio NPM dan BKM Usaha Budidaya Udang Galah .............. 64 25. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim ....................................................................................... 68 26. Pendapatan dan Nilai R/C Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim …………………………………………....……..……….
71
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bentuk Fungsi Produksi dengan Satu Variabel .................................
20
2. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi .........................................
21
3. Alur Kerangka Pemikiran .................................................................
28
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Input Produksi Usaha Budidaya Udang Galah per Musim ......................
77
2. Input Produksi Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim ....
78
3. Hasil Analisis Regresi Faktor Produksi Usaha Budidaya Udang Galah .. 78 4. Uji Normalitas Hasil Regresi Terbaik Usaha Budidaya Udang Galah …
85
5. Struktur Biaya Per Hektar Per Musim Budidaya Udang Galah ……...…
86
6. Kuisioner penelitian ………………………………………………...…... 88
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai 5,8 juta km persegi (75 persen dari luas total wilayah) dengan garis pantai 81.000 km atau sekitar 14 persen dari garis pantai dunia. Dengan demikian wilayah geogrfis negara Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan sektor perikanan. Pertumbuhan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari berbagai faktor, salah satunya berdasarkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). (Tabel 1) Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 2003-2006 Tahun
Lapangan Usaha 2003
2004
2005
2006
Kenaikan rata-rata % 2000-2006
Kelompok pertanian
305.783,5
329.124,6
363.928,8
430.439,9
12,3
Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan
157.648,8
165.558,2
181.331,6
213.529,7
11,7
46.753,8
49.630,9
56.433,7
62.690,9
12,1
Peternakan dan hasilhasilnya Kehutanan
37.354,2
40.634,7
44.202,9
51.276,4
13
18.414,6
20.290
22.561,8
30.017
10,2
Perikaanan
45.612,1
53.010,8
59.398,8
72.979,9
15,5
2.013.674,7
2.95.826,2
2.784.960
3.338.195
15,8
Produk Domestik Bruto (PDB)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan selama periode 20032006 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 15,5 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perikanan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan maka kenaikan PDB rata-rata sektor perikanan paling tinggi. Oleh karena itu sektor perikanaan merupakan sektor yang mempunyai prospek dan potensi yang besar. Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 1999 produksi perikanan tangkap mendominasi, mencapai 81,95 persen terhadap perikanan budidaya akan tetapi pada tahun 2006
1
mengalami penurunan menjadi 65 persen. Akan tetapi kondisi ini diikuti oleh adanya peningkatan yang cukup signifikan pada produksi perikanan budidaya mulai dari tahun 2002-2007. Volume produksinya sebesar 1,1 juta ton pada tahun 2002 telah meningkat menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2007. Hal ini menunjukan pertumbuhan volume produksi tahunan sebesar 23,6 persen. Pada tahun 2006 Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia penghasil komoditas budidaya (DKP 2007). Kondisi seperti ini mencerminkan keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan budidaya dan menekan produksi perikanan tangkap. Usaha perikanan budidaya diperkirakan akan mempunyai peran yang penting dalam jangka panjang karena sumber daya laut akan semakin berkurang yang disebabkan oleh sifatnya yang terbuka untuk di manfaatkan oleh siapa saja dan termasuk sumber daya alam yang mempunyai waktu lama untuk bisa diperbaharui. Potensi yang dimiliki oleh sektor perikanan ini perlu dikelola dengan baik dan optimal agar mampu menjadi penggerak utama perekonomian nasional. Dalam pelaksanaannya, usaha pengembangan sektor perikanan perlu melibatkan seluruh pihak, seperti pemerintah, pengusaha, pembudidaya dan stakeholder. Pemerintah mempunyai peran yang paling penting karena mempunyai kewenangan dalam pengambilan kebijakan tingkat mikro dan makro. Kebijakankebijakan yang diambil diharapkan mengarah pada komoditas-komoditas yang mempunyai keunggulan supaya kebijakan yang diambil lebih efektif dan terarah. Udang merupakan komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Bukan hanya itu, udang juga mempunyai pasar yang luas terutama di luar negeri. Sebelumnya udang hanya menjadi hasil sampingan dari tambak ikan bandeng serta harga jualnya relatif rendah. Padahal di luar negeri udang merupakan makanan yang mewah dan cukup digemari. Setelah pasar ekspor udang terbuka dan semakin meningkatnya permintaan komoditas ini, maka udang menjadi komoditas ekspor unggulan. Keunggulan yang dimiliki oleh komoditas udang memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah volume ekspor udang dari tahun ke tahun (Tabel 2).
2
Tabel 2. Jumlah Volume Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 20022006 No
Komoditas (ton)
2002
2003
2004
2005
2006
1
Udang
124.765
137.636
142.135
153.906
169.329
Rata-rata kenaikan (%) 9,15
2
Tuna, Cakalang, Tongkol
92.797
117.092
94.221
91.631
91.822
-0,24
236.937
470.045
515.834
428.395
493.540
25,63
11.226
12.041
20.903
18.593
17.905
8,92
3
4
Ikan lainnya (termasuk darat) Kepiting
5
Lainnya
100.014
120.971
134.877
165.397
153.881
17,74
Total
565.739
857.783
907.970
857.922
926.478
15,67
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
Berdasarkan Tabel 2, volume ekspor udang setiap tahunnya naik mulai dari tahun 2002-2006 dengan rata-rata kenaikan 9,15 persen. Sedangkan untuk komoditas Tuna, Cakalang, dan Tongkol ternyata rata-rata kenaikan tiap tahunnya -0,24 persen. Komoditas ikan lainnya (termasuk darat) mempunyai rata-rata kenaikan yang paling tinggi tiap tahunnya yaitu 25,6 persen. Besarnya nilai kenaikan volume produksi untuk komoditas ikan lainnya (termasuk darat) karena merupakan gabungan dari beberapa komoditas perikanan. Selanjutnya, kenaikan rata-rata tiap tahun untuk komoditas kepiting sebesar 8,92 persen. Jumlah volume ekspor komoditas udang pernah mengalami penurunan dari tahun 2001-2002. Volume ekspor pada tahun 2001 sebesar 128.830 ton menjadi 124.765 ton pada tahun 2002. Penurunan volume ekspor ini diakibatkan adanya pembatasan ekspor udang ke Amerika dari negara-negara Asia. Hal ini disebabkan isu atau dugaan oleh pemerintah Amerika tentang adanya kandungan antibiotik dalam udang yang dihasilkan. Disamping peningkatan jumlah volume produksi diikuti pula oleh peningkatan nilai ekspornya (Tabel 3).
3
Tabel 3. Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 2002 – 2006 No
Komoditas (Rp. 000)
2002
2003
2004
2005
1
Udang
836.563
850.222
892.479
948.130
1.115.963
Rata-rata kenaikan (%) 2,27
212.426
213.179
243.938
246.303
250.567
2,38
297.827
341.494
357.022
366.414
449.812
16,49
90.349
91.918
14.355
130.905
134.825
19,53
133.188
146.730
156.216
221.553
152.305
2,68
1.570.353
1.643.542
1.784.010
1.913.305
2.103.471
5.11
4
Tuna, Cakalang, Tongkol Ikan lainnya (termasuk darat) Kepiting
5
Lainnya
2
3
Total
2006
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
Berdasarkan Tabel 3, kenaikan rata-rata nilai ekspor per tahun komoditas udang sebesar 2,27 persen. Sedangkan untuk tuna, cakalang, dan tongkol mempunyai nilai rata-rata kenaikan nilai ekspor tiap tahun sebesar 2,38 persen. Komoditas ikan lainnya (termasuk darat) mempunyai kenaikan rata-rata 16,49 persen, disusul komoditas kepiting yang mempunyai kenaikan rata-rata sebesar 19,53 persen. Jika melihat dari besaran kenaikan rata-rata nilai ekspor, komoditas udang mempunyai kenaikan rata-rata yang paling kecil. Akan tetapi jika melihat total nilai ekspor komoditas udang dibandingkan dengan total nilai ekspor keseluruhan komoditas perikanan maka nilai ekspor udang mempunyai kontribusi lebih dari 50 persen. Dengan demikian tidak heran jika udang dijadikan komoditas unggulan ekspor sektor perikanan. Produsen udang terbesar dunia yang menguasai pasar lebih dari 15 persen yaitu Negara Indonesia, Ekuador, Thailand, India, dan Meksiko. Pasar utama dari komoditas ekspor udang Indonesia adalah Jepang, AS, dan Uni Eropa. Dengan banyaknya pesaing maka pelaku ekspor udang Indonesia harus bisa meningkatkan kualitas komoditi ekspornya supaya memenuhi kebutuhan pasar dunia. Pada periode 2005-2007, sekitar 70-75 persen produksi perikanan Indonesia masuk ke pasar Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Pangsa pasar untuk Amerika sebesar 34 persen, sedangkan Jepang dan Uni Eropa masingmasing sebesar 26 persen dan 13 persen. Adapun produk yang paling besar
4
diekspor adalah udang (47 persen), tuna (13 persen), dan rumput laut (4 persen). (Painte 2008). Pada saat ini produksi udang Indonesia lebih didomonasi oleh jenis udang windu dan vaname. Udang jenis ini hanya bisa diusahakan pada air payau. Padahal ada jenis udang lainnya yang bisa diusahakan pada air tawar yaitu jenis udang galah. Udang galah mempunyai nilai ekonomis tinggi karena harganya cukup tinggi di pasaran dan prospeknya pun cukup bagus karena pasarnya masih luas. Udang galah bisa menjadi alternatif pilihan pengembangan usaha budidaya udang dalam upaya meningkatkan produktivitas udang nasional. Akan tetapi pada saat ini jumlah produksi usaha budidaya udang galah masih sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan jumlah produksi secara nasional antara udang windu dan vaname dengan udang galah (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Volume Produksi Nasional Udang Windu, Udang Vaname, dan Udang Galah Tahun 2003-2007 Jenis (Ton)
Tahun
Udang
Udang Windu Udang Vaname Udang Galah
2003
2004
133.836
131.399
134.682
147.867
133.113
53.217
103.874
141.649
179.966
290
1029
1349
1015
246
2005
2006
2007
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008 Berdasarkan Tabel 4, jumlah volume produksi udang galah pada tahun 2007 hanya sebesar 1.015 ton. Jika dibandingkan dengan jumlah volume produksi udang windu dan vaname pada tahun yang sama, masing-masing sebesar 133.113 ton dan 179.966, maka volume produksi udang galah hanya 0,7 persen dari udang windu dan 0,5 persen dari udang vaname. Pada saat ini pengembangan usaha perikanan budidaya udang lebih diutamakan daripada usaha penangkapan udang di laut. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai macam upaya melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi dengan pemeliharaan benih unggul usaha budidaya udang. Upaya ini dilakukan supaya bisa meningkatkan hasil produksi dan kualitas udang yang di hasilkan. Adanya arahan pengembangan usaha budidaya udang dari pemerintah
5
serta potensi yang dimiliki udang cukup tinggi maka penelitian tentang komoditas udang skala budidaya menarik untuk dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mentargetkan pada tahun 2009 produksi udang nasional mencapai 540.000 ton.1 Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target nasional yaitu merevitalisasi lahan tambak udang seluas 154.993 ha pada lahan yang terbengkalai (idle). Total lahan di Indonesia yang berpotensi untuk dijadikan lahan tambak yaitu seluas 960.000 hektar. Akan tetapi pada saat ini lahan yang baru dimanfaatkan diperkirakan baru 35 persen oleh para petambak udang. Dengan demikian pemanfaatan lahan untuk dijadikan lahan tambak masih terbuka lebar. Bukan hanya itu produktivitas udang masih sangat rendah yaitu 600 kilogram per hektar per tahun. Padahal jika dibandingkan dengan Negara Thailand mereka mampu memproduksi 10 ton per hektar per tahun.2 Untuk meningkatkan produksi udang nasional maka udang galah bisa menjadi alternatif. Salah satu daerah yang menghasilkan udang galah yaitu di kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Luas lahan untuk kolam, empang, dan tambak di Kabupaten Ciamis mencapai 2.782,42 ha atau 1,14 persen dari luas wilayah kabupaten dengan potensi areal pengembangan sebagai berikut. (Tabe 5).
Tabel 5. Pembagian Potensi Areal atau Lahan Perikanan Kabupaten Ciamis Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007. No
Jenis Ikan
Potensi Areal (Ha)
1
Udang Galah
185,00
2
Ikan Nila
828,00
3
Ikan Mas
860,00
4
Ikan Gurame
882,00
5
Ikan Tawes
61,00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007.
1
2
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2006112900584741 [27 April 2009] http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/27/ekonomi/1840817.htm - 40k [25 April 2009]
6
Berdasarkan Tabel 5, potensi areal untuk usaha budidaya udang galah cukup luas yaitu mencapai 185 Ha. Akan tetapi jika dibandingkan dengan potensi ikan nila, gurame, dan mas, potensi pengembangan areal usaha budidaya udang galah relatif kecil. Selain itu produksi udang galah di Kabupaten Ciamis juga masih rendah, jika dibandingkan dengan produksi komoditas perikanan lainnya (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil Produksi Perikanan Kabupaten Ciamis Tahun 2005-2007 Produksi (Ton) No
Jenis ikan
2005
2006
2007
99,05
100,09
121,43
Ikan Nila
1970,03
1934,20
3155,50
Ikan Mas
857,17
855,69
558,82
Ikan Gurame
774,90
1100,99
1840,44
Ikan Tawes
889,50
999,89
704,46
Udang Galah
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007
Berdasarkan Tabel 6, menunjukan bahwa tingkat produksi udang galah paling kecil jika dibandingkan dengan tingkat produksi jenis ikan lainnya. Akan tetapi dari tahun 2005 – 2007 produksi udang galah terus mengalami kenaikan. Kondisi tingkat produksi udang galah yang masih rendah salah satunya diduga akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien pada tingkat petani usaha budidaya udang galah. Oleh karena itu timbul pertanyaan faktorfaktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi pada budidaya udang galah di lokasi penelitian? Apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien? Rendahnya tingkat produksi ini pula tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani, sehingga timbul pula pertanyaan bagaimana tingkat pendapatannya?
7
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pelaksanaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian. 2. Menganalisis pendapatan usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan pada usaha budidaya udang galah yang dilakukan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan. 3. Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan ilmiah dan penelitian.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, dan lain-lain) untuk mencapai tujuan utama yaitu mendapatkan keuntungan (bersifat komersil). Untuk mencapai keuntungan atau produksi yang maksimal maka penggunaan faktor-faktor produksi (sumberdaya) sebagai korbanan harus efisien. Tingkat pendapatan merupakan indikator dari keberhasilan yang diperoleh dari setiap usaha budidaya. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 2002). Untuk menganalisis, apakah usaha budidaya yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak, maka dilakukan perbandingan antara jumlah penerimaan dan biaya (R/C). Usaha yang menguntungkan (profitable) mempunyai nilai R/C > 1. Nilai R/C dapat pula menunjukan ukuran efisiensi suatu usaha. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Telah banyak dilakukan penelitian mengenai analisis usaha pada budidaya udang. Diantaranya Agustina (2006) menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak udang windu (Penaeus monodon) di kecamatan Muara Gembong, kabupaten Bekasi. Penelitian yang dilakukan yaitu membandingkan tingkat keuntungan antara petambak tradisional dan semi intensif. Hasil penelitiannya bahwa untuk petambak tradisional mengahsilkan nilai R/C 3,37. Penerimaan rata-rata petambak tradisional Rp 15.333.333 per tahun dan biaya yang dikeluarkan Rp 4.181.750, jadi pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp. 11.151.583,33 per tahun. Sedangkan untuk petambak semi intensif menghasilkan nilai R/C 1,89 dengan penerimaan rata-rata Rp 35.425.000 per tahun dan biaya yang dikeluarkan Rp. 18.741.546, jadi rata-rata pendapatan yang diperoleh Rp. 16.683.454 per tahun. Nilai R/C petambak tradisional lebih besar dari pada petambak semi intensif hal ini menunjukan bahwa petambak tradisional lebih efisien didalam menggunakan input produksi akan tetapi pendapatan yang diperoleh lebih besar petambak semi intensif. Nilai R/C pada petambak semi intensif lebih kecil karena
9
adanya penggunaan pakan tambahan, obat-obatan, dan mesin pompa, sehingga akan menambah biaya (cost). Sedangkan pada tambak tradisional hanya menggunakan pakan alami yang terdapat pada kolam tambak. Perbedaan teknik pemeliharaan dan penggunaan teknologi pada budi daya tambak udang windu ternyata cukup mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh. Saputra (2006) menganalisis usaha budidaya udang windu di CV Amri Ali, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Hasil dari analisis mengahsilkan nilai R/C sebesar 1,31 dengan penerimaan Rp.456.459.000 dari total produksi 10.118 kg per dua musim pada lahan seluas 24.800 m2 . Sedangkan untuk biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 348.309.964,50 maka keuntungan yang diperoleh Rp.108. 149.035,50. Dengan demikian usaha budidaya udang windu yang dilakukan oleh CV Amri Ali menguntungkan atau porfitable. Triwahyuni (2005) melakukan analisis ekonomi usaha budidaya udang galah kelompok tani Puspasari di Desa Tambaksari, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis. Dalam penelitiannya meperlihatkan bahwa tingkat keuntungan usaha budidaya udang yang dilakukan lebih besar jika dibandingkan dengan usaha padi yang dilakukan sebelumnya. Tingkat penerimaan yang diperoleh sebesar Rp.600.638.500 dengan biaya sebesar Rp. 416.213.811,25 maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 184.424.688,75. Jika menghitung nilai R/C maka nilainya 1,44. Dengan demikian usaha budidaya udang galah yang dilakukan oleh kelompok tani Puspasari menguntungkan atau profitable. Beberapa contoh penelitian terdahulu di atas memperlihatkan bahwa usaha budidaya udang windu dan galah menguntungkan atau profitable. Analisis mengenai perbandingan penerimaan terhadap biaya juga akan dilakukan oleh penulis pada usaha budidaya udang galah di tiga kecamtan di Kabupaten Ciamis sebelah utara. Kecamatan ini terdiri dari Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti. 2.2 Penelitian Faktor-Faktor Produksi Faktor produksi merupakan sebuah korbanan yang diberikan pada kegiatan produksi untuk menghasilkan output tertentu. Faktor produksi (input) akan mempengaruhi besar kecilnya produksi (output) yang diperoleh. Jenis dan pengaruh faktor produksi terhadap jumlah produksi tergantung dari jenis dan
10
kondisi usaha yang dilakukan. Berikut merupakan faktor-faktor produksi pada usaha budidaya perikanan. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat produksi budidaya perikanan adalah luas lahan (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Faktor ini cukup penting karena berkaitan dengan tempat berlangsungnya kegiatan usaha budidaya. Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap tingkat produksi budidaya perikanan adalah tenaga kerja (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Jika dalam ilmu usahatani tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rumah tangga dan tenaga kerja luar rumah tangga. Faktor tenaga kerja diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan produksi. Jumlah tebaran benih juga mempengaruhi tingkat produksi (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Jumlah tebaran benih berkaitan dengan jumlah benih yang ditebar tiap m2 kolam atau tambak. Kepadatan benih yang ditebar akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil produksi. Jumlah dan jenis pakan yang digunakan juga mempengaruhi tingkat produksi budidaya perikanan (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Faktor ini berhubungan dengan kebutuhan nutrisi ikan atau udang sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhannya. Jumlah dan jenis pupuk juga mempengaruhi tingkat produksi (Haerani, 2004; Lindawati, 2005; Diyaniati, 2005). Pupuk ini berfungsi untuk menyediakan hara yang diperlukan untuk pertumbuhan pakan alami dan memperbaiki struktur tanah sehingga akan mempengruhi tingkat produksi. Obat-obatan pemberantas penyakit yang mempengaruhi tingkat poduksi (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Penggunaan obat-obatan yang aman dan tepat akan mencegah penurunan hasil produksi akibat serangan hama penyakit. Sebelum menganalisis faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi tingkat produksi maka diperlukan bentuk fungsi produksi. Banyak penelitian yang menggunakan model faktor produksi Cobb-Douglas sebagai model fungsinya (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Model ini mempunyai kelebihan yaitu setiap penyelesaian fungsi selalu dilogaritmakan dan diubah
11
bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, nilai variabel hasil analisis sekaligus menunjukan elastisitasnya. Hal ini membuat banyak peneliti yang menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Metode yang paling banyak digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan menguji signifikansi antara faktor-faktor yang ada adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan untuk model regresi dengan bentuk hubungan linier (Haerani, 2004 ; Lindawati, 2005 ; Diyaniati, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Haerani (2004) tentang analisis optimalisasi faktor produksi usaha budidaya ikan nila gift, menduga faktor produksi yang menpengaruhi tingkat produksi yaitu luas lahan (X1), benih (X2), pakan (X3), urea (X4), zeolit (X5), kapur (X6), dolomit (X7), dan tenaga kerja (X8). Selanjutnya dilakukan pemodelan fungsi dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas yang diteruskan dengan melakukan analisis regresi metode Ordinary Least Square (OLS). Setelah dilakukan uji t, ternyata faktor X1, X5, X6, X7, dan X8 mempunyai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel. Oleh karena itu faktor ini kurang berpengaruh nyata, tetapi faktor-faktor ini cukup penting maka tetap dimasukan kedalam model. Meskipun demikian perbaikan model tetap harus dilakukan maka selain dilihat dari nilai t, dilihat pula dari nilai koefisien korelasi antar faktor. Hasilnya untuk faktor X5, X6, X7, dan X8 mempunyai nilai koefien korelasi yang tinggi sehingga faktor ini harus dikeluarkan dari model. Untuk faktor X1 dikeluarkan karena lahan yang diteliti merupakan lahan pribadi petani sehingga tidak ada biaya sewa. Selain itu sulit bagi petani untuk melakukan penambahan dan pengurangan luas petak lahan. Oleh karena itu setelah dilakukan perbaikan model maka faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah benih (X2), pakan (X3), dan urea (X4). Untuk analisis efisiensi produksi ternyata faktor produksi benih, pakan, dan urea memiliki rasio NPM dan BKM lebih dari satu. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini belum optimal sehingga perlu penambahan dalam penggunaannya. Lindawati (2005) tentang optimalisasi faktor produksi usaha budidaya ikan gurame pada kolam air deras, faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh
12
adalah luas kolam, benih, pakan, dan tenaga kerja. Dari faktor produksi ini dibuat model fungsi Cobb-Douglas yang selanjutnya dianalisis menggunakan regresi. Hasil analisis ternyata faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi adalah benih, pakan, dan tenaga kerja. Untuk luas lahan tidak dianggap faktor yang berpengaruh nyata meskipun mempunyai nilai yang positif karena mempunyai nilai regresi yang paling kecil. Hasil analisis efisiensi menunjukan bahwa pada kondisi aktual belum efisien karena penggunaan input belum optimal. Hal ini ditunjukan dari nilai rasio NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Berdasarkan hasil perhitungan maka penggunaan faktor produksi benih harus dikurangi, sedangkan untuk pakan dan jam tenaga kerja harus ditambah sehingga perolehan keuntungan dapat ditingkatkan. Penelitian Diyaniati (2005) tentang analisis optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha pembesaran ikan gurame, diduga faktor-faktor produksi yang berpengaruh yaitu luas lahan, padat tebaran benih, pakan alami, pakan pelet, kotoran ayam, dan tenaga kerja. Setelah pendugaan dilakukan maka dibuat model fungsi produksi Cobb-Douglas yang selanjutnya akan dianalisis secara regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Setelah dianalisis secara regresi yang pertama maka dilakukan perbaikan model fungsi dengan menghilangkan salah satu faktor yang kurang berpengaruh nyata yaitu faktor produksi lahan. Hal ini disebabkan faktor produksi lahan di daerah penelitian sulit untuk dilakukan penambahan atau pengurangan maka secara parsial faktor lahan tidak berpengaruh secara nyata pada hasil produksi. Selanjutnya dilakukan pula analisis regresi yang kedua dengan menggunakan model yang sudah diperbaiki sebelumnya. Pada tahap ini faktor pakan alami dihilangkan karena mempunyai nilai t-hitung yang lebih kecil dari ttabel dan mempunyai nilai korelasi tinggi dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Oleh karena itu faktor produksi yang berpengaruh nyata yaitu padat tebaran benih, pakan pelet, kotoran ayam, dan tenaga kerja. Hasil analisis efisiensi ekonomi rasio NPM dan BKM ternyata penggunaan faktor produksi belum efisien. Hal ini diperlihatkan dengan tidak adanya nilai rasio yang sama dengan satu. Faktor produksi benih dan pakan pelet
13
mengahasilkan nilai rasio NPM dan BKM lebih dari satu. Nilai ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi belum efisien. Oleh karena itu penggunaan faktor produksi benih dan pelet harus dilakukan penambahan agar mencapai tingkat yang optimal. Sedangkan untuk faktor produksi tenaga kerja mempunyai nilai rasio NPM dan BKM yang kurang dari satu. Nilai ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi tenaga kerja melampaui batas optimal. Oleh karena itu untuk mencapai tingkat yang optimal maka penggunaan faktor produksi ini harus dikurangi. Untuk faktor produksi kotoran ayam mempunyai nilai rasio NPM dan BKM yang negatif hal ini menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi ini dapat mengurangi jumlah produksi. Berdasarkan pemaparan dari beberapa penelitian di atas tentang optimalisasi faktor produksi usaha budidaya perikanan maka persamaan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksinya yaitu luas lahan, tenaga kerja, padat atau jumlah tebaran benih, jumlah dan jenis pupuk, jumlah dan jenis pakan, dan pestisida atau obat-obatan pemberantas penyakit. Pada penelitian yang akan dilakukan mengenai analisis faktor-faktor produksi usaha budidaya udang galah di tiga kecamatan di Kabupaten Ciamis yaitu Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti, diduga faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi tingkat produksi bududaya udang galah yaitu luas lahan, tenaga kerja, benih, kapur, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, pakan tambahan, obat-obatan, dan nutrisi. Pada pendugaan faktor produksi yang mempengaruhi produksi udang galah ini, ada penambahan faktor produksi yaitu nutrisi. Penambahan ini berdasarkan informasi yang didapatkan dari literatur-literatur teknik usaha budidaya udang galah. Jadi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada pendugaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi. Selain itu lingkup dan objek komoditas yang diteliti juga mempunyai perbedaan karena pada penelitian ini dilakukan juga analisis mengenai pendapatan usaha budidaya galah yang dilakukan oleh pembudidaya di daerah penelitian.
14
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teknis Budidaya Udang Galah Sebelum melakukan usaha budidaya udang galah, perlu persiapan atau perencanaan terlebih dahulu. Pemilihan lokasi usaha sangat penting karena akan menunjang pada kelangsungan usaha yang dilakukan. Lokasi budidaya udang galah di usahakan dekat dengan sumber air, supaya air mengalir secara teratur. Berikut merupakan tahapan teknis usaha budidaya udang galah : 1. Persiapan Kolam Jenis tanah kolam yang baik untuk usaha budidaya udang galah yaitu tanah yang tidak berlumpur dan berpasir. Dasar kolam harus rata dan dibuat kemalir (caren) secara diagonal dari saluran pemasukan dan pembuangan air. Hal ini dilakukan supaya memudahkan dalam pemanenan. Selain itu air yang masuk ke kolam harus baik dan bebas dari hama atau predator. Oleh karena itu saluran pemasukan dan pembuangan air diusahakan menggunakan penyaring. Jika telah melakukan pemanenan, maka dilakukan pengeringan kolam selama kurang lebih 1 – 2 minggu, supaya terjadi proses mineralisasi bahan organik baik berupa sisa-sisa bahan organik yang ada di kolam dan membunuh hama, seperti benih-benih ikan liar yang merugikan kehidupan udang galah. Selain itu pengeringan kolam juga berfungsi untuk menguraikan senyawa sulfida dan senyawa beracun lainnya akibat dari proses perendaman selama musim tanam. Tanah dasar kolam jangan terlalu kering, cukup terlihat sudah retak-retak dan bila terinjak masih melesak. Pengeringan yang tidak sempurna akan memudahkan kolam tercermar setelah diisi oleh air.
2. Pengapuran dan pemupukan. Setelah kolam dikeringkan maka dilakukan pembajakan atau membalikan tanah kolam supaya mempercepat proses mineralisasi bahan organik dan melancarkan sirkulasi oksigen serta mengeluarkan gas-gas beracun. Lalu tanah dasar kolam di taburi dengan kapur kurang lebih 500 kg/ha. Penaburan kapur dilakukan untuk menetralkan keasaman kolam. Jika udang galah dipelihara
15
di kolam asam maka akan menghambat pertumbuhannya. Udang akan mengeluarkan lendir sebagai usaha untuk melindungi cangkangnya dari asam. Lapisan lendir itu bisa menghambat pertukaran gas dalam udang, akibatnya udang akan mati karena tidak mampu mengikat oksigen. Jika telah selesai melakukan pengapuran maka dilakukan pemupukan secara merata ke seluruh permukaan dasar kolam dengan menggunakan pupukorganik atau pupuk kandang kurang lebih 1000 kg/ha. Setelah itu kolam dialiri air dengan ketinggian 3-5cm, lalu dibiarkan menggenang selama 2-3 hari. Hal ini dilakukan supaya terjadi proses pembentukan pakan alami. Setelah penggenangan air, maka dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk non organik. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea dan TSP. Pupuk urea merupakan sumber nitrogen, sedangkan pupuk TSP merupakan sumber fosfat. Maka penggunaan pupuk urea lebih sedikit daripada pupuk TSP.Dosis penggunaan pupuk urea sebanyak 25 kg/ha sedangkan pupuk TSP 100 kg/ha.
3. Penebaran Benih Benih udang yang baru datang tidak langsung di tebar, akan tetapi harus di aklimatisasi (penyesuaian) terlebih dahulu. Aklimitasi dilakukan untuk menekan jumlah kematian dan mengurangi tingkat stres benih. Ketika benih udang masih di dalam kantong oksigen, kantong tersebut dimasukan ke dalam air kolam lalu dibiarkan mengapung selama 10-20 menit. Setelah itu udang ditebar secara perlahan-lahan ke dalam air kolam. Penggunaan benih udang sebanyak 5 – 7 ekor/m2.
4. Pemeberian Pakan. Jenis pakan udang galah ada dua macam yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah terbentuk dengan sedirinya didalam kolam. Pakan alami tidak cukup untuk memberi makan udang galah, oleh karena itu diperlukan pakan tambahan berupa pakan buatan. Terkadang pembudidaya udang galah ada yang memberikan pakan tambahan lainnya seperti kelapa, singkong, dan siput. Pemberiaan pakan tambahan ini tidak dilakukan secara rutin
16
Pemberian pakan pada udang galah harus merata. Hal ini dapat menghindari adanya kompetisi dalam memperoleh makanan. Apabila kompetisi dapat dikurangi maka akan mengurangi pula sifat kanibal udang. Kompetisi udang galah dalam mecari makan dapat dilihat dari keseragaman ukuran udang. Frekuensi pemberian pakan pada udang galah dilakukan sebanyak 3-4 kali per hari. Jumlah pakan yang diberikan akan meningkat setiap bulannya. Waktu pemberian pakan yang baik pada malam hari karena udang mempunyai sifat mencari makan pada malam hari.
5. Penggantian Air Kolam dan Pemanenan Sisa-sisa pemberian pakan yang berlebih akan mengendap di dasar kolam, sehingga kolam menjadi kotor dan rentan terhadap penyakit bagi udang. Oleh karena itu harus dilakukan pengurasan atau penggantian air kolam setiap bulannya. Air kolam tidak semuanya diganti, akan tetapi disisakan kurang lebih satu per empat air kolam. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi udang galah agar bisa berganti kulit atau molting. Panen dilakukan setelah masa pemeliharaan udang kurang lebih 4-5 bulan dengan ukuran 30 ekor/kg. Akan tetapi di lapangan akan sulit ditemukan ukuran udang yang seragam. Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari atau pagi hari sehingga udang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah ditangkap udang sebaiknya langsung dikemas atau dimasukan kedalam pendingin atau freezer, agar daging udang tidak cepat busuk.
3.1.2 Fungsi Produksi Faktor keberhasilan suatu kegitan produksi tidak akan terlepas dari faktor ketersediaan bahan baku secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Untuk mencapai produksi atau output yang optimal maka akan sangat dipengaruhi oleh inputnya. Untuk melihat hubungan antara input dan output suatu kegiatan produksi, maka diperlukan sebuah bentuk fungsi produksi. Menurut Nicholson (2004), fungsi produksi merupakan hubungan matematis antara input dan output. Sedangkan menurut Soekartawi et al (1986), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.
17
Input produksi merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses produksi. Input produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen. Ketiga input produksi selain manajemen merupakan syarat mutlak dalam suatu proses produksi. Tanah merupakan input atau faktor produksi yang penting karena menjadi tempat berlangsungnya suatu usaha. Faktor produksi ini terdiri dari faktor alam lainnya seperti air, udara, sinar matahari, kimia tanah, temperatur, dan lainnya (Daniel 2002). Semua faktor ini akan menentukan keputusan pada hasil produksi yang diharapkan. Faktor produksi tenaga kerja merupakan pelaku yang menjalankan proses proses produksi. Jumlah tenaga kerja dan curahan waktu yang diberikan pada suatu proses produksi akan mempengaruhi output produksi yang dihasilkan. Bukan hanya itu tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi teknologi untuk medapatkan komoditas yang mempunyai nilai jual tinggi (Rahim dan Hastuti 2008). Modal merupakan setiap hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk memproduksi hasil selanjutnya (Daniel 2002). Dalam proses produksi modal dapat dibagi menjadi dua yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap merupakan modal yang tidak habis sekali pakai, tetapi bisa berkali-kali pemakaian dalam jangka waktu lama. Contohnya seperti mesin pabrik, bangunan, tanah, peralatan, dan sebagainya. Biaya modal tetap dihitung dari nilai penyusutannya. Sedangkan modal variabel merupakan modal yang habis sekali pakai, contohnya penggunaan pupuk, benih, pakan, dan sebagainya. Biaya modal variabel merupakan biaya riil yang dikeluarkan untuk membelinya. Faktor produksi manajemen merupakan faktor produksi yang tidak mutlak harus ada dalam proses produksi. Faktor produksi ini berkaitan dengan kemampuan seorang pengelola dalam mengelola atau mengorganisasi usaha yang dijalankan. Tolak ukur keberhasilan dalam pengelolaan suatu usaha yaitu adanya peningkatan produktivitas usaha. Untuk menghasilkan produksi yang bagus, petani biasanya mengetahui jumlah input produksi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.
18
Pendugaan atau pengetahuan sebagian besar berasal dari pengalaman sebelumnya. Akan tetapi mungkin akan lebih sulit jika masukan produksinya berupa hal yang diluar kendali petani seperti iklim, penyakit, dan lain-lain. Jika diketahui bentuk fungsi produksi, lalu memanfaatkan informasi harga dan biaya yang dikorbankan maka kita bisa menentukan kombinasi masukan input untuk menghasilkan output yang terbaik. Namun hal itu sulit dilakukan karena informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi itu tidak sempurna. Hal ini disebabkan, (1) adanya ketidaktentuan mengenai cuaca, hama, dan penyakit tanaman. (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar. (3) pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan. (4) data harga dan biaya yang dikorbankan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti. (5) setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat khusus. Meskipun para petani atau petambak kurang menguasai keadaan iklim, penyakit, kualitas air, akan tetapi selayaknya membuat keputusan, seperti tanaman apa yang akan ditanam, jenis ikan apa yang akan dibudidayakan, berapa luas lahan yang akan digunakan, dan sebagainya. Menurut Soekartawi et al (1986), fungsi produksi mempunyai notasi sebagai berikut : Y
= f (X1, X2, X3,…..Xn)
(3.1)
dimana Y
= Output
f
= Bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi
X1, X2, ….Xn = Input-input yang digunakan
Berdasarkan fungsi di atas maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya Y (produksi) ditentukan peranan X1, X2, X3, ….Xn, dan faktor-faktor lain yang tidak terdapat pada persamaan. Perlu diperhitungkan juga bahwa besar kecilya
19
produksi dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local spesific). Hubungan antara masukan X dan Y produksi berlaku hukum kenaikan yang berkurang (The law of diminishing return). Artinya bahwa setiap tambahan unit masukan pada saat tertentu akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi semakin kecil dibanding dengan masukan tersebut (Gambar 1).
Y I Y=f (X1)
X
0
Gambar 1. Bentuk fungsi produksi dengan satu variabel Y=f (X1) Sumber : Soekartawi et al (1986)
Menurut Soekartawi (2002), bahwa dalam mengukur produktivitas suatu produksi didasarkan pada dua tolak ukur yaitu Produk Marginal (PM) dan Produk Rata-Rata (PR). Produk marginal adalah tambahan satu-satuan input X yang akan menyebabkan tambahan atau pengurangan satu-satuan output Y. Sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total per jumlah input. Bisa dirumuskan sebagai berikut : PM =
(3.2)
PR =
(3.3) Ada tiga kondisi hubungan antara Y dan X yaitu, (1) Jika penambahan
jumlah input X mengakibatkan penambahan jumlah output Y secara proposional disebut produk marginal konstan. (2) Jika penambahan jumlah input X mengakibatkan pengurangan jumlah output Y disebut produktivitas yang menurun (decreasing productivity). Kondisi ini sering terjadi pada aktivitas usaha pertanian. Misalnya, penambahan pupuk
urea
yang terus menerus akan
20
menyebabkan jumlah produksi padi terus berkurang. (3) Jika penambahan jumlah input X mengakibatkan penambahan atau menaikan jumlah output secara tidak proposional disebut produktivitas yang menaik (increasing productivity). Untuk mengukur jumlah perubahan produk yang dihasilkan akibat faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut : Ep =
(3.4)
dimana: Ep
= Elastisitas produksi
∆Y
= Perubahan hasil produksi
∆Xi
= Perubahan faktor produksi
Y
= Hasil produksi
Xi
= Jumlah faktor produksi ke-i Berdasarkan nilai elastisitas produksi, maka fungsi produksi dibagi atas
tiga daerah (Gambar 2)
Y
I Ep>1
II 0<Ep<1
III Ep<0
P T X
PM/PR P RX X1
X2
X3
PM
Gambar 2. Daerah produksi dan elstisitas produksi Sumber : Soekartawi, 2002
21
Keterangan : Y
= jumlah output
X
= jumlah input
PM
= produk marginal
PT
= produk total
PR
= produk rata-rata
Daerah I mempunyai nilai elastistas produksi lebih dari satu (Ep > 1), artinya bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih dari satu persen. Pada daerah ini produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh sebab itu maka daerah ini disebut daerah irasional. Daerah II mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari nol kurang dari satu (0 <Ep<1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan peambahan produksi paling kecil nol dan paling besar satu persen. Daerah ini tandai dengan adanya penambahan hasil produksi yang menurun. Pada daerah ini dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor tertentu. Oleh sebab itu daerah ini disebut daerah rasional. Daerah III mempunyai nilai elastisitas produksi kurang dari nol (Ep<0), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen menyebabkan penurunan jumlah produksi sebesar nilai elastisitasnya. Daerah ini mencerminkan bahwa pemakaian faktor produksi tidak efisien, daerah ini disebut daerah irrasional. 3.1.3 Efesiensi Produksi Setiap petani menginginkan hasil produksi usahatani atau budidaya yang maksimum dengan menggunakan input yang minimal. Dalam teori produksi hal ini dinamakan efisiensi produksi. Efisiensi digolongkan menjadi tiga macam : a) efisiensi teknis terjadi jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. b) efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan. c) efisiensi
22
ekonomi terjadi jika usaha yang dilakukan mencapai efisiensi teknis sekaligus mencapai efisiensi harga. Kondisi efisiensi ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan tujuan memaksimumkan keuntungan. Oleh karena itu variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisisnya adalah varibel harga. Keuntungan maksimum dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis : π = Py ∙ Y - (∑ Pxi Xi + BTT)
(3.5)
dimana : π
= laba atau keuntungan
I
= 1,2,3,……n
Y
= output produk
Py
= harga output
Xi
= faktor produksi ke-i
Pxi
= harga faktor produksi
BTT
= biaya tetap total
Keuntungan maksimum tercapai ketika turunan pertama dari pesamaan keuntungan terhadap masing–masing faktor produksi sama dengan nol. Sehingga persamanaan: py.dy-pxi=0
; = Py .
Py
- Pxi = 0
i = 1, 2, 3, ……n
= Pxi
Dimana
(3.6)
adalah produk marginal faktor produksi ke-i
sehingga Py PMxi = Pxi
(3.7)
23
Dimana Py PMxi = nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi
= harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi)
Dengan membagi kedua ruas dengan Py maka persamaan menjadi : PMxi =
(3.8)
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya produk marginal.
Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi jumlah pembelian faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
NPMxi = BKMxi
=1
(3 9)
Secara ekonomis, efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari faktor produksi X ke-i (Pxi) adalah biaya korbanan marginal (BKM) dan produk marginal dikalikan dengan tingkat harga output adalah nilai produk marginal (NPM), maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai apabila :
…….. =
=1
(3.10)
Jika nilai NPM/BKM < 1, menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi yang telah melampaui batas optimal maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi nilai NPM sama dengan BKM. Pada saat nilai NPM/BKM >1, menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi masih kurang sehingga produsen yang rasional akan
24
menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.
3.1.4 Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani sering juga diartikan sebagai keuntungan yang diterima oleh petani. Berhasil atau tidaknya usahatani bisa diukur dari tingkat pendapatan yang didapatkan selama periode usahatani. Ada pula yang disebut pendapatan rumah tangga usahatani merupakan total dari penerimaan rumah tangga dikurangi total pengeluaran yang berasal dari kegiatan usahatani maupun luar usahatani pada suatu periode tertentu. Pendapatan yang berasal dari sektor usahatani, misalkan penerimaan dari usahatani padi, usaha peternakan, usaha budidaya perikanan, kegiatan berburuh tani dan jasa tanah. Sedangkan pendapatan yang berasal dari luar sektor usahatani, meliputi seluruh penerimaan luar usahatani, misalkan usaha angkutan, industri rumah tangga, kegiatan perdagangan dan lain-lain. Penelitian ini hanya menganalisis pendapatan yang berasal dari usahatani budidaya udang galah. Menurut Sokartawi et al (1986), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Bisa dirumuskan : Pd = TR – TC
(3.11)
dimana : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya Penerimaan usahatani bisa dibedakan menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai mencakup bentuk benda, tapi yang benar-benar diterima petani dalam bentuk tunai (cash), seperti hasil penjualan produk. Penerimaan tidak tunai memperhitungkan penerimaan yang tidak berbentuk uang cash, seperti produk yang dikonsumsi keluarga. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yaitu pengeluaran tunai usahatani yang
25
dikeluarkan oleh petani itu sendiri. Biaya yang dipehitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja keluarga, penyusutan alat-alat pertanian, dan biaya sewa lahan milik. Biaya yang diperhitungkan ini merupakan biaya yang tidak secara benar-benar dikeluarkan dalam bentuk tunai, tapi diperlukan untuk memperhitungkan berapa besar sumberdaya yang telah dikeluarkan untuk proses produksi. Berdasarkan istilah tunai atau tidaknya penerimaan dan biaya usahatani, maka pendapatan dapat dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih dari penerimaan total usahatani termasuk penerimaan tidak tunai dikurangi biaya total usahatani termasuk biaya yang diperhitungkan. Rasio antara besar penerimaan dengan total biaya (R/C) dalam usahatani bisa digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan (profitable) atau tidak. Besar atau nilai R/C menunjukan besaran penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Jika nilai R/C meningkat maka menunjukan adanya peningkatan penerimaan dan semakin efisien biaya yang digunakan. Nilai R/C >1, menujukan bahwa penerimaan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan atau profitable untuk dijalankan. Sedangkan nilai R/C <1, menunjukan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan. Nilai R/C dapat pula menunjukan ukuran efisiensi suatu usaha. Semakin besar nilai R/C maka semakin efisien usaha yang dilakukan.
3.2 Kerangka Pemikiran Oprasional Udang merupakan komoditas unggulan sektor perikanan, lebih dari 50 persen udang memberikan kontribusi terhadap total nilai hasil ekspor perikanan Indonesia. Hasil produksi udang berasal dari usaha penangkapan dan budidaya. Pada saat ini produksi usaha penangkapan semakin berkurang karena cenderung eksploitatif atau over fishing, sehigga program-program pemerintah lebih mengarahkan pada pengembangan usaha budidaya.
26
Pada saat ini produksi udang Indonesia masih didominasi oleh jenis udang windu dan vaname. Akan tetapi produksi dan produktivitasnya masih rendah. Selain itu masih banyak lahan tambak yang potensial tetapi masih sedikit luasan lahan yang dimanfaatkan. Udang galah merupakan jenis udang yang diusahakan pada kolam air tawar. Udang ini mempunyai nilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek pasar yang bagus. Meskipun jumlah udang galah yang diekspor masih sedikit akan tetapi udang galah bisa menjadi alternatif pilihan dalam meningkatkan jumlah produksi nasional. Akan tetapi kondisinya sama dengan jenis udang windu dan vaname yaitu tingkat produksi dan produktivitas usaha budidaya udang galah masih sangat rendah. Kondisi ini diduga salah satunya akibat adanya penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien pada tingkat pembudidaya. Sehingga akan menyebabkan tingkat pendapatan usaha budidaya udang galah sedikit bahkan sampai rugi. Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu menganalisis karakteristik pembudidaya udang galah. Selanjutnya menganalisis faktor–faktor produksi yang mempengaruhi terhadap tingkat produksi usaha budidaya udang galah serta menganalisis efisiensi penggunaannya. Faktor-faktor produksi yang akan dianalisis yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja dalam keluarga, tenaga kerja luar keluarga, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, dan kapur. Analisis mengenai penerimaan dan biaya yang telah dikeluarkan oleh petani juga dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis pendapatan yang diterima dengan menggunakan analisis biaya imbangan yaitu rasio antara penerimaan dan biaya (R/C). Setelah semua hasil analisis dan pembahsan dilakukan maka dibuat kesimpulan serta saran. Hasil penelitian ini harapannya bisa menjadi sebuah informasi yang bermanfaat bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan pengembangan usaha budidaya udang galah. Selain itu juga bagi pembudidaya diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan pada proses usaha budidaya udang galah yang dilakukan. (Gambar 4).
27
Produktivitas udang Indonesia masih rendah
Upaya peningkatan produktivitas udang Kabupaten Ciamis
Alternatif pengembangan usaha budidaya udang galah
Analisis faktor produksi
Analisis pendapatan usaha
Analisis efisiensi produksi Kesimpulan dan Saran
Gambar 4. Alur Kerangka Berpikir Oprasional
28
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena lokasi penelitian merupakan salah satu sentra produksi usaha budidaya udang galah di Kabupaten Ciamis. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah dibuat sebelumnya. Data sekunder berasal dari literatur-literatur seperti buku, jurnal, skripsi, tesis, dan semua sumber literatur yang mendukung penelitian ini. Selain itu data sekunder juga berasal dari data Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik, dan kantor pemerintahan terkait.
4.3. Metode Penarikan Contoh Sebelum melakukan penarikan data, dilakukan pembatasan sampel (sampling frame) yang akan diambil. Sampel yang diambil adalah pembudidaya yang melakukan usaha budidaya dengan tujuan komersil dan langsung sebagai pengelola utama sehingga lebih mengetahui keadaan sebenarnya usaha yang dilakukan. Selain itu, pembudidaya masih melakukan usaha serta pernah melakukan panen udang minimal satu kali. Metode atau teknik penarikan sampel dilakukan secara snowballing. Metode atau teknik ini dilakukan karena tidak adanya data responden pembudidaya udang galah di lokasi penelitian. Data responden didapatkan dari rekomendasi responden sebelumnya. Sampel yang diwawancara sebanyak 30 orang dari populasi.
29
4.4. Metode Analisis Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya yaitu mengolah data secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan berdasarkan data karakteristik responden. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Minitab 14, mengenai data penggunaan faktor-faktor produksi, penerimaan, dan biaya usaha. 4.4.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Analisis faktor-faktor produksi ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan output dengan input atau faktor produksinya. Menurut Soekartawi et al (1986), pemilihan model produksi hendaknya dapat memenuhi syarat berikut : (1) dapat dipertanggung jawabkan; (2) mempunyai dasar logis secara fisik maupun ekonomis; (3) mudah dianalisis; (4) mempunyai implikasi ekonomi. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model fungsi CobbDouglas. Menurut Soekartawi (2002), fungsi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel; variabel yang satu disebut dengan variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dilakukan dengan cara regresi. Persamaan model fungsi Coob-douglas, dirumuskan sebagai berikut : Y = β0X1β1, X2β2….Xiβi….Xnβn eπ
(4.1)
Untuk menduga parameter dalam persamaan fungsi Cobb-Douglas maka harus diubah terlebih dahulu kedalam bentuk double logaritme natural (ln), bentuk persamaannya menjadi :
Ln Y = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3….. + βn Xn + e
(4.2)
30
dimana Y
= variabel yang dijelaskan
X
= variabel yang menjelaskan
β0
= konstanta/intercep
β1, β2,..βn
= nilai koefisien regresi masing-masing variabel
e
= kesalahan atau error (disturbance term) Nilai β1, β2,…. βn pada persamaan di atas mempunyai nilai yang tetap
meskipun variabel yang lain telah dilogritmakan. Hal ini terjadi karena dalam fungsi Cobb-Douglas nilai β sekaligus menunjukan nilai elastisitas X terhadap Y. Alasan pemilihan persamaan model fungsi Cobb-Douglas dalam penelitian ini karena model fungsi ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: 1. Penyelesaian fungsi produksi relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, karena dapat diubah ke dalam bentuk linier. 2. Hasil pendugaan garis fungsi akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukan elastisitas. 3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukan return to scale. Sebelum melakukan analisis maka harus ditentukan terlebih dahulu faktorfaktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi serta digunakan dalam usaha budidaya udang galah. Berikut faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi udang galah : 1. Luas lahan (X1) Luas lahan kolam budidaya udang galah diduga mempengaruhi jumlah hasil produksi. Secara umum dikatakan bahwa semakin luas lahan kolam udang yang digunakan maka semakin bertambah jumlah produksi udang galah. Ukuran yang digunakan adalah hektar (ha). Kemungkinan di lapangan ukuran ha pada luasan kolam jarang digunakan, pembudidaya masih menggunakan ukuran m2 bata, tumbak, dan lain-lain. Oleh karena itu setelah data luasan kolam diperoleh maka dilakukan konversi kedalam bentuk ha.
31
2. Benih (X2) Jumlah benih yang digunakan akan mempengaruhi pada tingkat produksi yang dihasilkan. Besaran yang digunakan untuk jumlah benih adalah ekor. Diduga semakin banyak benih yang digunakan maka semakin bertambah jumlah produksi udang galah. Jenis benih yang digunakan juga akan cukup mempengaruhi pada jumlah produksi udang galah, akan tetapi petani udang galah di lokasi penelitian sebagian besar menggunakan jeinis benih udang yang sama. Jadi jenis benih udang galah tidak dimasukan kedalam analisis. 3. Tenaga kerja dalam keluarga (X3) Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) merupakan tenaga kerja berasal dari dalam keluarga serta tidak ada upah yang diberikan. Akan tetapi upah untuk TKDK dihitung menjadi biaya yang diperhitungkan atau biaya tidak tunai. Besaran yang digunkan adalah Hari Orang Kerja (HOK), diduga semakin besar HOK yang digunakan dalam usaha budidaya udang galah maka semakin bertambah jumlah hasil produksi udang galah. 4. Tenaga kerja luar keluarga (X4) Tenaga kerja luar keluarga (TKLK) merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga yang dibayar untuk melakukan pekerjaan tertentu dalam proses produksi usaha budidaya udang galah. Besaran yang digunakan adalah Hari Orang Kerja (HOK). Diduga semakin besar jumlah HOK yang digunakan maka akan semakin bertambah jumlah produksi udang galah yang dihasilkan. 5. Pupuk urea (X5) Pupuk urea digunakan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air. Besaran yang digunakan adalah kilogram (kg). Diduga semakin banyak pupuk urea yang digunakan maka semakin bertambah hasil produksi udang galah. 6. Pupuk TSP (X6) Fungsi pupuk TSP sama dengan pupuk urea yaitu berguna untuk menambah unsur hara yang larut dalam air. Besaran yang digunakan
32
adalah kilogram (kg). Diduga semakin banyak pupuk TSP yang digunakan maka semakin bertambah hasil produksi udang galah. 7. Pupuk kandang (X7) Merupakan pupuk organik yang digunakan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air sehingga mendorong pertumbuhan pakan alami. Besaran yang digunakan kilogram (kg). Diduga semakin banyak pupuk kandang yang digunakan maka semakin bertambah hasil produksi udang galah. 8. Pakan buatan (X8) Pakan merupakan makanan bagi udang galah yang diberikan secara teratur. Pemberiaan jumlah, waktu, dan jenis pakan akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan udang. Besaran penggunaan pakan yang digunakan adalah kilogram (kg). Diduga semakin banyak jumlah pakan buatan yang digunakan maka semakin bertambah jumlah hasil produksi udang galah. 9. Kapur (X9) Kapur dalam budidaya udang galah digunakan pada saat persiapaan lahan agar tanah mempunyai tingkat PH yang netral bisa juga dijadikan disinfektan. Besaran kapur yang digunakan adalah kilogram (kg). Diduga semakin banyak kapur yang digunakan maka semakin besar jumlah produksi udang galah.
Berdasarkan faktor-faktor produksi di atas maka secara matematis model dari fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut: Y = β0X1β1X2β2X3β3X4β4X5β5X6β6X7bβ7X8β8X9β9u
(4.3)
dari model di atas kemudian diubah kedalam bentuk linier, sehingga fungsi produksi bisa ditulis : Ln Y = lnβ0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3……+ β9 lnX9 + u
(4.4)
33
dimana : Y
= Hasil produksi per musim tanam (kg)
X1
= Luas lahan (ha)
X2
= Jumlah benih (ekor)
X3
= Tenaga kerja dalam keluarga (HOK)
X4
= Tenaga kerja luar keluarga (HOK)
X5
= Jumlah pupuk urea (kg)
X6
= Jumlah TSP (kg)
X7
= Jumlah pupuk organik (kg)
X8
= Jumlah pakan buatan (kg)
X9
= Jumlah kapur (kg)
Ln β0
= Intersep (besaran parameter)
u
= Unsur sisa (galat)
4.4.2 Pengujian analisis regresi a. Pengujian asumsi OLS (Ordinary Least Square) Metode pendugaan model dilakukan dengan metode OLS. Akan tetapi sebelumnya harus diuji terlebih dahulu asumsi-asumsi yang sesuai dengan OLS yaitu : 1. Normalitas Regresi linier normal mengasumsikanbahwa tiap residual model regresi telah menyebar mengikuti distribusi normal. (Gujarati 1978) 2. Homoskedastisitas Bisa juga merupakan nilai gangguan atau disturbance yang homoskedastik atau mempunyai varian yang sama. (Gujarati 1978) 3. Multikolineieritas Suatu kondisi dimana adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa variabel atau semua variabel yang menjelaskan regresi (Frisch dalam Gujarati 1978). Untuk mengidentifikasi adanya multikolinieritas adalah jika nilai VIF dari hasil regresi lebih besar dari 10 untuk masing-masing variabel maka terdapat multikolinieritas.
34
4. Autokolerasi Autokolerasi merupakan kondisi linier antara anggota serangkaian obsevasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang (Gujarati 1978). Pengujian masalah autokolerasi umumnya terjadi pada data time series, sehingga pada penelitian ini tidak dilakukan. b. Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi adalah besaran yang dipakai untuk menunjukan sampai sejauh mana keragaman produksi Y dapat diterangkan oleh model dugaan. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu, jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu berarti samakin besar keragaman hasil produksi dapat dijelaskan oleh faktor-faktor produksinya. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut : 2
R =1–
∑ (Ŷi – Y)2 ∑ (Ŷi – Y)2
(4.5)
c. Pengujian Parameter secara keselurhan (uji-F) Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakah variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas atau apakah signifikan atau tidak model dugaan yang digunakan untuk menduga produksi udang galah. Pengujiannya sebagai berikut
Hipotesis : H0 : b1 = b2 = …..=b9 = 0 H1 : paling sedikit ada satu bi
0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F
F-hitung =
R2 (k-1)
(4.6)
(1-R2) (n-k)
35
Dimana R2
= koefisien determinasi
k
= jumlah variabel bebas
n
= jumlah sampel
kriteria uji F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), maka tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), maka terima H0 Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat dari nilai P dengan kriteria uji sebagai berikut : P-value < α , maka tolak H0 P-value > α , maka terima H0 Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi. d. Pengujian Parameter secara Individu (Uji-t) Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas (Xi) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas (Y). Pengujian secara statistik sabagai berikut : Hipotesis : H0 : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t t-hitung =
(4.7)
dimana : bi
= koefisien regresi ke-i
Sbi
= standar deviasi koefisien regresi ke-i
36
Kriteria uji: t-hitung > t-tabel (α/2, n-k) t-hitung < t-tabel (α/2, n-k) jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P dengan kriteria sebagai berikut : P-value < α, maka tolak H0 P-value > α, maka terima H0 Jika nilai t-hitung> t-tabel atau P-value< α maka variabel faktor-faktor produksi yang diuji berpengaruh secara nyata terhadap variabel hasil produksi. Sedangkan jika nilai t-hitung< t-tabel atau P-value> α maka variabel faktor-faktor produksi yang diuji tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel hasil produksi.
4.4.3 Analisis Efisiensi Produksi Kondisi efisiensi tercapai jika nilai produk marginal (NPM) sama dengan biaya korbanan marginal (BKM), atau dengan kata lain rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu (NPM/BKM=1). Namun pada kenyataannya rasio ini seringkali tidak sama dengan satu. Nilai rasio NPM dan BKM bisa jadi lebih dari satu (NPM/BKM>1) yang berarti penggunaan input belum efisien sehingga input perlu ditambah untuk mencapai efisien. Selain itu nilai rasio NPM dan BKM bisa kurang dari satu (NPM/BKM<1) yang berarti penggunaan input tidak efisien lagi sehingga input perlu dikurangi agar menjaadi efisien. 4.4.4 Analisis Pendapatan Analisis pendapatan dilakukan dengan melihat selisih antara penerimaan dengan biaya pengeluarannya. Penerimaan total pada usaha budidaya udang berasal dari produk yang dijual, produk yang dikonsumsi, dan produk yang dijadikan induk untuk benih. Biaya meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai bisa dituliskan sebagai berikut :
37
Y= TR – Bt
(4.8)
Dimana : Y = tingakt pendapatan atau keuntungan usaha budidaya udang. TR = penerimaan total usaha budidaya Bt = biaya tunai Sedangkan untuk pendapatan atas biaya total bisa dirumuskan sebagai berikut : Y = TR – BT
(4.9)
Dimana : Y = tingkat pendapatan atau keuntungan usaha budidaya udang TR = penerimaan total usaha budidaya BT = biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan) 4.4.5 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio) Untuk melihat keuntungan relatif usaha budidaya dilakukan dengan memperhitungkan nilai imbangan antara penerimaan dengan biaya. Nilai imbangan ini berasal dari rasio penerimaan terhadap biaya total atau bisa juga berasal dari rasio penerimaan terhadap biaya tunai. Nilai imbangan bisa dirumuskan sebagai berikut : R/C atas biaya total =
(4.10)
dan R/C atas biaya tunai =
(4.11)
38
BAB V GAMBARAN UMUM
5.1. Kondisi Wilayah Penelitian dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih dan Cihaurbeuti. Tiga kecamatan ini berada di daerah Kabupaten Ciamis sebelah utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Luas Kabupaten Ciamis mencapai 244.479 Ha dengan objek usaha perikanan budidaya baik budidaya air payau (tambak) atau air tawar seluas 2.782,42 Ha atau 1,14 persen dari luas keseluruhan kabupaten. Memang sebagian besar usaha perikanan berada di daerah selatan Kabupaten Ciamis, akan tetapi wilayah utara juga mempunyai potensi yang cukup bagus untuk pengembangan usaha perikanan khususnya perikanan air tawar. Berdasarkan kondisi geografis, tiga kecamatan yang menjadi objek penelitian berada langsung di bawah kaki Gunung Syawal dengan ketinggian daerah 400-600 Mdpl. Keberadaan Gunung Syawal ini menjadi tempat untuk menyimpan cadangan air karena gunung ini banyak ditumbuhi oleh pepohonan. Bukan hanya itu curah hujan yang cukup tinggi membuat kondisi air di tiga kecamatan ini cukup melimpah dan air mengalir sepanjang tahun. Kecamatan Panumbangan memilki luas wilayah 6.120,58 Ha. Secara administratif Kecamatan Panumbangan terdiri dari 14 desa. Adapaun batas-batas wilayahnya yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bantarujeg Kabupaten Majalengka, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Panjalu, sebelah selatan Kecamatan Cihaurbeuti, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya. Daerah selanjutnya yaitu Kecamatan Sindangkasih dengan luas daerah sebesar 2840 ha. Batas wilayah Kecamatan Sindangkasih sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cihaurbeuti dan Kecamatan Cikoneng, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cikoneng. Selanjutnya Kecamatan Cihaurbeuti yang memiliki luas daerah 6.414,20 Ha. Berdasarkan batas wilayah, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Panumbangan, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sindangkasih,
39
sebelah barat berbatasan dengan Sungai Citanduy, dan sebelah timur berbatasan dengan Gunung Syawal. Adapun data mengenai penggunaan lahan di daerah penelitian (Tabel 7). Tabel 7. Penggunaan Lahan di Kecamatan Panumbangan dan Sindangkasih Tahun 2007/2008 Kec. Panumbangan No 1
Penggunaan lahan
Persentase (%)
Luas (Ha)
Persentase (%)
Pertanian Kebun/tegalan
413,00
6,75
1.077,20
38,00
Sawah
1.144,00
18,70
800,00
28,20
Kolam
111,00
1,80
94,70
3,30
1.668,00
27,25
1.971,90
69,43
Lainnya
4.452,58
72,75
868,10
30,60
Total
6.120,58
100,00
2840,00
100,00
Total 2
Luas (Ha)
Kec. Sindangkasih
Sumber : Data kantor kecamatan, 2007/2008
Berdasarkan Tabel 7, penggunaan luas lahan wilayah Kecamatan Panumbangan untuk kebun atau tegalan sebesar 413 ha atau 6,75 persen. Sedangkan untuk lahan sawah sebesar 1.144 ha atau 18,7 ha dan lahan untuk kolam sebesar 111 ha atau 1,8 persen dari keseluruhan luas lahan Kecamatan Panumbangan. Sedangkan di Kecamatan Sindangkasih penggunaan luas lahan kebun atau tegal dan lahan sawah mendominasi masing-masing sebesar 1.077,2 ha atau 38 persen dan 800 ha atau 28,2 persen. Sedangkan penggunaan luas lahan kolam sebesar 94,7 ha atau 3,3 persen dari total luas keseluruhan. Penggunaan luasan lahan lainya di dua kecamatan ini digunakan
untuk pemukiman,
pemakaman, pekarangan, bangunan umum dan lain-lain. Penggunaan lahan untuk pertanian di Kecamatan Sindangkasih ternyata lebih dari setengah luas keseluruhan kecamatan yaitu sebesar 1.971,9 ha atau 69,43 persen. Sedangkan di Kecamatan Panumbangan luas lahan pertanian mencapai 1.668 atau 27,25 persen. Luas penggunaan lahan untuk Kecamatan Cihaurbeuti tidak dimasukan kedalam tabel karena adanya keterbatasan data. Berdasarkan data yang diperoleh,
40
lahan peruntukan sawah dan ladang sebesar 78,4 ha dan penggunaannya sebesar 70 ha. Untuk luas lahan peruntukan empang atau kolam sebesar 100 ha akan tetapi data tentang penggunaan luasan lahan empang atau kolam tidak diperoleh. Jika melihat data luas lahan untuk sawah atau ladang, luasannya lebih kecil yaitu sebesar 78,4 ha daripada luasan untuk empang atau kolam yang sebesar 100 ha. Akan tetapi penggunaan lahan sawah atau ladang mencapai 70 ha atau 90 persen dari total luasan. Dengan demikian pemanfaatan lahan sawah di Kecamatan Cihaurbeuti cukup maksimal. Sedangkan untuk penggunaan luas lahan empang atau kolam tidak dapat diambil kesimpulannya karena keterbatasan data. Akan tetapi jika melihat kondisi dilapangan, jumlah petani kolam budidaya udang galah di Kecamatan Cihaurbeuti paling sedikit jika dibandingkan dengan Kecamatan Panumbangan dan Sindangkasih. Dengan demikian bisa disimpulkan penggunaan lahan kolam udang galah di Kecamatan Cihaurbeuti belum maksimal. Secara keseluruhan penggunaan luas lahan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti ternyata sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa masyarakat di tiga kecamatan daerah penelitian masih menganggap penting peranan sektor pertanian. 5.2. Gambaran penduduk Jumlah penduduk yang berada di daerah penelitian yaitu Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti (Tabel 8). Tabel 8. Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Wilayah Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Tahun 2007/2008 No
Kecamatan
Jumlah Penduduk (jiwa)
1
Panumbangan
58.622
2
Sindangkasih
44.162
3
Cihaurbeuti
48.479
Sumber : Data kantor kecamatan 2007/2008
Berdasarkan Tabel 8, Kecamatan Panumbangan memiliki jumlah penduduk paling besar jika dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya. Jumlah penduduk Kecamatan Panumbangan sebanyak 58.622 jiwa. Sedangkan untuk Kecamatan Cihaurbeuti memiliki jumlah penduduk terbesar kedua yaitu sebanyak
41
48.479 jiwa, selanjutnya Kecamatan Sindangkasih dengan jumlah penduduk sebanyak 44.162 jiwa. Penduduk yang berada di daerah penelitian memiliki jenis pekerjaan yang beragam. Akan tetapi sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Berikut merupakan data mata pencaharian penduduk di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti (Tabel 9). Tabel 9. Pembagian Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Tahun 2007/2008
No
Mata Pencaharian
Kec. Panumbangan
Kec. Sindangkasih
Kec. Cihaurbeuti
Jumlah (jiwa) 30.214
persen (%) 51,54
Jumlah (jiwa) 9.475
persen (%) 21,25
Jumlah (jiwa) 8.033
persen (%) 18,18
1
Petani
2
Buruh tani
7.011
11,96
4.443
10,06
9.009
18,58
3
Pedagang
6.941
11,84
4.043
9,15
4.982
10,27
4
PNS
862
1,47
828
1,87
593
1,22
5
Karyawan
24
0,04
655
1,48
431
0,88
6
TNI/POLRI
24
0,04
76
51
0,10
7
Pesiunan
0,17 -
425
0,87
311 0,53 Sumber : Data kantor kecamatan 2007/2008
-
Berdasarkan Tabel 9, sebagian besar penduduk di tiga kecamatan penelitian memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Untuk Kecamatan Panumbangan jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 30.214 jiwa atau 51,54 persen dan buruh tani sebanyak 7011 jiwa atau 11,96 persen dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan untuk Kecamatan Sindangkasih jumlah penduduk yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani masing-masing sebanyak 9.475 jiwa atau 21,25 persen dan buruh tani sebanyak 4.443 jiwa atau 10,06 persen dari seluruh jumlah penduduk. Selanjutnya jumlah peduduk Kecamatan Cihaurbeuti yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 8.033 jiwa atau 18,18 persen dan buruh tani sebanyak 9.009 jiwa atau 18,58 persen dari keseluruhan jumlah penduduk. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk di daerah penelitian yaitu di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti 42
sebagian besar menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Oleh karena itu pertanian masih mempunyai peran yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat di daerah penelitian. Hal ini sesuai dengan kondisi sebagian besar penduduk Indonesia yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani terutama didaerah pedesaan. Masih kuatnya peran penting sektor pertanian terutama padi di daerah penelitian, diduga mengakibatkan usaha budidaya kolam ikan tawar terutama udang galah jumlahnya masih sedikit. Sehingga akan mempengaruhi juga pada besar kecilnya jumlah produksi udang galah yang dihasilkan. 5.3. Karakteristik Responden 5.3.1 Jenis Pekerjaan Pemaparan karakteristik responden akan membantu dalam memahami kondisi sosial ekonomi pembudidaya. Sehingga akan membantu dalam melihat keragaan usaha budidaya udang galah di daerah penelitian. Diharapkan pembahasan ini akan memberikan landasan untuk menjelaskan fenomena yang didapatkan pada pembahasan berikutnya. Untuk memberikan gambaran umum responden, data yang digunakan adalah data pribadi pembudidaya hasil dari wawancara. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai pekerjaan, ternyata sebagian besar responden menganggap bahwa usaha budidaya udang galah merupakan pekerjaan sampingan (Tabel 10). Tabel 10. Anggapan Responden Terhadap Pekerjaan Usaha Budidaya Udang Galah. No
Uraian
Jumlah
Persentase (%)
1
Utama
11
36,67
2
Sampingan
19
63,33
Jumlah
30
100,00
Berdasarkan data Tabel 10, sebanyak 11 orang responden atau 36.67 persen menganggap bahwa usaha budidaya udang galah merupakan usaha utama dan 19 orang responden atau 63.33 persen menganggap usaha sampingan. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden relatif tidak menggantungkan
43
hidupnya pada usaha budidaya udang galah dan tidak tertarik untuk mengusahakannya. Responden yang menganggap usaha budidaya udang galah bukan merupakan pekerjaan utama mempunyai pekerjaan sebagai PNS, pensiunan, petani ikan gurame, wiraswasta, pensiunan dan petani padi (Tabel 11). Tabel 11. Jenis Pekerjaan Utama Responden yang Menganggap Usaha Budidaya Udang Galah sebagai Pekerjaan Sampingan. No
Pekerjaan
Jumlah responden
Persentase (%)
1
PNS
2
10,53
2
Pensiunan
4
21,05
3
Wiraswasta
3
15,79
4
Budidaya ikan lainnya.
2
10,53
5
Petani padi
6
31,58
6
Peternak ayam
1
5,26
7
Karyawan
1
5,26
Total
19
100,00
Berdasarkan Tabel 11, respoden mempunyai pekerjaan yang beragam. Hal ini disebabkan di daerah penelitian tidak terdapat sentra produksi apapun yang dominan. Sebanyak 6 orang atau 31,58 persen responden mempunyai pekerjaan sebagai petani padi yang terdiri dari empat orang responden yang berasal dari Kecamatan Sindangkasih dan dua orang responden berasal dari Kecamatan Cihaurbeuti dan Panumbangan. Ini sesuai dengan data dari tiap kecamatan yang menunjukan bahwa sebagian besar penduduk bermatapencaharian pada sektor pertanian. Responden yang mempunyai pekerjaan utama sebagai petani padi harus menunggu saat panen padi tiba agar bisa mendapatkan penghasilan. Padahal biaya untuk kebutuhan sehari-hari selalu diperlukan. Oleh karena itu mereka memerlukan pekerjaan sampingan, salah satunya usaha budidaya udang galah. Sebanyak tiga orang atau 15,79 persen responden mempunyai pekerjaan utama sebagai wiraswasta, masing-masing dua orang mempunyai toko kelontongan yang buka setiap hari mulai dari pagi sampai malam. Selain pendapatannya yang cukup besar, masalah waktupun menjadi alasan mereka
44
untuk tidak menjadikan usaha udang galah sebagai pekerjaan utama. Mereka khawatir akan mengganggu usaha utamanya. Sedangkan satu orang sebagai pengrajin kerajinan tangan. Sebanyak empat orang atau 21,05 persen responden merupakan pensiunan, sebagian besar dari mereka mempunyai banyak waktu luang dan tidak mempunyai banyak kegiatan. Oleh karena itu mereka mengisi waktu kosong dengan melakukan usaha budidaya udang galah. Sebanyak dua orang atau 6,67 persen responden mempunyai pekerjaan sebagai PNS. Alasan menjadikan usaha udang galah sebagai usaha sampingan karena pekerjaan sebagai PNS mempunyai pendapatan lebih besar dan selalu ada setiap bulannya. Sebanyak dua orang atau 6,67 persen responden merupakan petani usaha budidaya ikan gurame dan satu orang atau 5,26 persen responden peternak ayam. Pekerjaan utama mereka sebagai petani budidaya ikan gurame dan peternak ayam memberikan pendapatan yang lebih besar dari usaha budidaya udang galah. Sehingga budidaya udang galah menjadi usaha sampingan. Berbeda dengan responden yang bekerja sebagai karyawan, meskipun pendapatannya lebih kecil dari usaha udang galah akan tetapi dia menganggap pendapatan dari pekerjaan sebagai karyawan bisa diterima setiap bulannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yang menganggap usaha budidaya udang galah sebagai usaha sampingan karena tingkat pendapatan yang didapatkan lebih kecil daripada usaha utamanya dan pendapatan dari udang galah tidak bisa dinikmati setiap bulannya. Selain itu dari segi curahan waktu responden lebih banyak mencurahkan waktu untuk pekerjaan utamanya daripada usaha budidaya udang galah. Tingkat keseriusan responden yang menganggap usaha budidaya udang galah sebagai usaha sampingan bisa dilihat dari jumlah kolam yang mereka garap. Semua responden yang menganggap usaha udang galah sebagai sampingan memiliki jumlah kolam garapan tidak lebih dari dua. Dengan demikian tingkat produksi udang galah yang rendah diduga disebabkan oleh sedikitnya jumlah kolam yang digarap oleh responden karena mereka memiliki pekerjaan lain yang menghasilkan pendapatan lebih tinggi dari usaha budidaya udang galah.
45
5.3.2 Usia Responden Pembagian usia atau umur menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu usia 0 – 14 tahun, usia 14– 60 tahun, dan usia diatas 60 tahun. Kelompok usia produktif yaitu usia 14-60 tahun, sedangkan kelompok non produktif yaitu usia 0 – 14 tahun dan diatas 60 tahun (Tabel 12). Tabel 12. Pembagian Kelompok Umur Responden Usaha Budidaya Udang Galah No
Usia
Jumlah responden
Persentase (%)
1
0 – 14 tahun
-
-
2
15 – 60 tahun
24
80
3
>60 tahun
6
20
Dari Tabel 12, di atas menunjukan bahwa sebanyak 24 orang atau sebesar 80 persen responden mempunyai umur 15 – 60 tahun. Sedangkan sebanyak enam orang atau sebesar 20 persen responden mempunyai umur diatas 60 tahun dan tidak ada responden yang mempunyai umur 0 – 14 tahun. Dengan demikian sebagian besar responden yang mengusahakan udang galah di daerah penelitian termasuk kedalam responden yang berusia produktif. Responden yang masih berusia produktif diduga cenderung lebih semangat dalam melakukan usaha sehingga akan mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Meskipun sebagian besar responden merupakan kelompok usia produktif akan tetapi tingkat produksi usaha budidaya udang galah dilapangan masih kecil. Hal ini diduga karena keberhasilan usaha budidaya udang galah tidak hanya ditentukan oleh usia responden yang produktif akan tetapi ditentukan oleh faktor diluar usia, seperti dari lamanya pengalaman melakukan usaha dan tingkat pendidikan responden. Oleh karena itu bisa disimpulakan bahwa kelompok usia tidak mempengaruhi besar atau kecilnya jumlah produksi udang galah yang dihasilkan.
5.3.3 Pendidikan Tingkat pendidikan petani usaha budidaya udang galah bisa dilihat dari tinggi atau rendahnya pendidikan yang pernah diterima. Tingkat pendididkan
46
yang diterima diduga akan mempengaruhi perlakukan responden terhadap usaha budidaya udang galah yang dilakukan. Selain itu, akan mempengaruhi juga tingkat penerimaan responden pada informasi dan teknologi baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka akan semakin cepat menerima informasi dan teknologi baru. Lalu menerapkannya dalam kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan, bukan berdasarkan perkiraan. Sebagai contoh, sebagian besar responden yang mempunyai pendidikan rendah menggunakan input produksi berdasarkan atas perkiraan sendiri, meskipun mereka pernah mengikuti penyuluhan. Berikut merupakan data tingkat pendidikan responden (Tabel 13). Tabel 13. Tingkat Pendidikan Terakhir Responden Usaha Budidaya Udang Galah No
Pendidikan
Jumlah responden
Persentase (%)
1
SD
14
46,67
2
SLTP
4
13,33
3
SLTA
8
26,67
4
Diploma
1
3,33
5
S1
3
10,00
Bedarsarkan Tabel 13, sebanyak 14 orang atau 46,67 persen responden mempunyai tingkat pendidikan akhir SD. Sedangkan untuk tingkat SLTP sebanyak empat orang atau 13,33 persen responden. Untuk tingkat SLTA sebanyak delapan orang atau 26,67 persen responden. Sedangkan untuk tingkat Diploma dan S1 masing-masing sebanyak satu orang atau 3.33 persen responden dan tiga orang atau sebanyak 10 persen responden. Dengan demikian sebagian besar petani responden usaha budidaya udang galah mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Kondisi ini menyebabkan kecenderungan petani untuk mengadopsi teknologi menjadi kurang. Sehingga dalam penggunaan faktor-faktor produksi cenderung tidak efisien karena dalam penggunaannya lebih banyak berdasarkan perkiraan sendiri tanpa adanya aturan penggunaan sesuai anjuran. Pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi tingkat penerimaan terhadap penerapan teknologi baru. Implikasinya akan meningkatkan produksi usaha budidaya udang galah. Akan tetapi berdasarkan kondisi di lapangan ternyata semakin tinggi
47
tingkat pendidikan responden kecenderungannya semakin meninggalkan usaha budidaya udang galah karena lebih tertarik untuk mencari pekerjaan selain usaha budidaya udang. Mereka menganggap pekerjaan diluar usaha budidaya udang galah mempunyai pendapatan yang lebih tinggi. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden yang cenderung meninggalkan usaha budidaya udang galah, serta sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan rendah menjadi penyebab rendahnya produksi udang galah di daerah penelitian. 5.3.4 Pengalaman Pengalaman melakukan usaha budidaya udang galah diduga akan mempengaruhi kemampuan dalam melakukan usaha, apalagi jika ditunjang dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Semakin lama pengalaman usaha budidaya udang galah dilakukan maka semakin terampil responden dalam melakukan usaha. Sebagian besar responden mempunyai pengalaman 1 – 5 tahun (Tabel 14). Tabel 14. Lama atau Pengalaman Responden Melakukan Usaha Budidaya Udang Galah. No
Lama usaha (tahun)
Jumlah responden
Persentase (%)
1
1–3
22
73,33
2
4–5
6
20,00
3
>5
2
6,67
Total
30
100,00
Berdasarkan Tabel 14, menunjukan bahwa sebanyak 28 orang atau 93,33 persen responden mempunyai pengalaman usaha 1-5 tahun. Sebanyak dua orang atau 6,67 % persen responden mempunyai pengalaman usaha >5 tahun dan tidak terdapat responden yang memiliki pengalaman usaha <1 tahun. Berdasarkan data di atas ternyata sebagian besar responden memiliki pengalaman usaha 1-3 tahun. Pengalaman yang masih kurang mengakibatkan tingkat keterampilan atau kemampuan responden dalam melakukan usaha budidaya udang galah juga menjadi kurang. Sehingga mengurangi tingkat keberhasilan dalam melakukan
48
usaha budidaya udang. Hal ini diduga yang menyebabkan tingkat produksi udang galah di daerah penelitian rendah. 5.3.5 Status Pemilikan Lahan Berdasarkan status kepemilikan lahan, petani dibedakan menjadi petani pemilik yang menggarap lahannya sendiri dan petani bukan pemilik yang menggarap lahan orang lain. Responden pada daerah penelitian mempunyai kolam garapan bukan hanya milik pribadi akan tetapi milik orang lain dengan sistem bagi hasil, sewa dan gadai. Jadi satu responden bisa mempunyai beberapa kolam garapan (Tabel 15). Tabel 15. Status Kepemilikan Lahan Responden Usaha Budidaya Udang Galah No
Status
Jumlah Responden
Persentase (%)
1
Pribadi
27
90,00
2
Sewa
10
33,33
3
Bagi Hasil
3
10,00
4
Gadai
1
3,00
Berdasarkan Tabel 15, menunjukan bahwa sebanyak 27 orang atau 90 persen dari jumlah total responden menggarap lahan kolam milik pribadi. Responden yang menggarap kolam sewa sebanyak sepuluh orang atau 33,33 persen. Sedangkan untuk responden yang menggarap kolam dengan bagi hasil dan gadai masing-masing sebanyak tiga orang dan satu orang. Kolam sewaan bisa disewa dengan sejumlah uang per tahun atau dibayar dengan padi. Pembayaran dengan menggunakan padi biasanya dibayarkan ketika musim panen padi. Sedangkan untuk bagi hasil, pembagiannya adalah 50 : 50 bagi penggarap dan pemilik kolam. Biasanya pemilik kolam memberikan modal untuk biaya usaha budidaya udang galah kepada penggarap. Pemilik tidak terjun secara langsung menggarap kolam akan tetapi hanya menerima hasil dari panen.
49
5.3.6 Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan akan mempengaruhi tingkat produktifitas suatu produksi. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa sebagian besar luas lahan garapan petani responden 0,25 – 0,50 ha (Tabel 16). Tabel 16. Luas Lahan Garapan Responden Usaha Budidaya Udang Galah No
Luas lahan (ha)
Jumlah responden
Persentase (%)
1
<0,25
1
3,33
2
0,25 – 0,50
27
90,00
3
>0,50
2
6,67
Total
30
100,00
Berdasarkan Tabel 16, bahwa sebanyak 27 orang atau 90 persen responden memiliki luas lahan kolam garapan 0,25 – 0,50 ha. Sedangkan dua orang atau 6,67 persen responden memiliki luas lahan kolam garapan >50 ha dan satu orang atau 3,33 persen responden yang memiliki luas lahan kolam garapan <0,25 ha. Dengan demikian sebagian besar responden mempunyai luas lahan kolam garapan yang tergolong lahan sedang. Meskipun sebagian besar responden termasuk penggarap kolam lahan sedang. Akan tetapi masih belum memberikan tingkat produksi yang tinggi. Hal ini bisa diakibatkan oleh tingkat kemampuan dan pengalaman responden dalam mengelola usaha budidaya udang galah yang masih rendah.
50
BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR DAN EFISIENSI PRODUKSI USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH 6.1 Analisis Faktor-Faktor Produksi Usaha Budidaya Udang Galah Untuk melihat hubungan variabel faktor produksi terhadap produksi dapat dianalisis dengan menggunakan regresi. Untuk menganalisis faktor produksi usaha budidaya udang galah menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Syarat menggunakan fungsi Cobb-Douglas yaitu nilai pengamatan tidak boleh ada yang bernilai nol atau negatif. Namun hal ini jarang ditemukan di lapangan. Nilai hasil pengamatan di lapangan tidak bisa terhindar dari nilai nol karena ada beberapa responden yang tidak menggunakan sejumlah faktor produksi. Untuk mengatasi masalah ini pengamatan yang bernilai nol diganti dengan bilangan yang sangat kecil dan tidak bernilai negatif yaitu 0,000001. Penentuan faktor-faktor produksi usaha budidaya udang galah berdasarkan literatur dan apa yang digunakan oleh petani di lapangan. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja dalam keluarga (TKDK), tenaga kerja luar keluarga (TKLK), pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, pakan buatan, kapur, pakan tambahan, obat-obatan, dan nutrisi Akan tetapi ada beberapa faktor produksi yang tidak dimasukan kedalam analisis seperti pakan tambahan, obat-obatan, dan nutrisi. Pertimbangannya bahwa faktor produksi pakan tambahan tidak rutin digunakan oleh petani. Faktor ini hanya bersifat tambahan saja sehingga diduga tidak mempengaruhi produksi. Sedangkan untuk faktor produksi obat-obatan disebabkan karena tidak adanya pembudidaya udang galah yang menggunakan faktor produksi ini dalam melakukan kegiatan usahanya. Untuk faktor produksi nutrisi hanya digunakan oleh sedikit petani yang mempunyai modal cukup kuat. Jadi nutrisi tidak cukup mewakili keseluruhan petani sehingga diduga tidak berpengaruh pada tingkat produksi. Dengan demikian faktor-faktor produksi yang dianggap berpengaruh terhadap tingkat produksi usaha budidaya udang galah adalah : Luas lahan (X1), benih (X2), tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) (X3), tenaga kerja luar keluarga (TKLK) (X4) , pupuk urea (X5), pupuk TSP (X6), pupuk kandang (X7), pakan 51
buatan (X8), dan kapur (X9). Selanjutnya faktor-faktor produksi ini akan dianalisis secara regresi. Berikut merupakan hasil analisis regresi awal dari faktor produksi (Tabel 17). Tabel 17. Hasil Analisis Regresi Awal pada Faktor-Faktor Produksi Usaha Budidaya Udang Galah. Variabel
Koef Regresi
T Hitung
Peluang
Konstanta
34,98
-1,44
0,17
-1,27
0,22
9,3
Benih (X2)
-325,60 0,04
13,32
0,00
7,1
TKDK (X3)
0,64
1,33
0,20
2,9
TKLK (X4)
-1,61
-1,63
0,12
2,0
Pupuk Urea (X5)
-0,56 0,55
0,60
7037,8
Pupuk TSP (X6)
-2,70 2,63
0,59
7051,9
Pupuk kandang (X7)
0,13
0,70
0,49
2,0
Pakan buatan (X8)
-0,10
-4,45 -1,13
0,00
3,8
Luas lahan (X1)
Kapur (X9)
-0,05 0,27 S = 61,5329 R-Sq = 97,1% R-Sq(adj) = 95.8% F hit = 74,94
VIF
1,6
Berdasarkan Tabel 17, hasil dari analisis regresi menunjukan faktor produksi luas lahan, TKLK, pupuk urea, pakan buatan, dan kapur mempunyai nilai koefisien yang negatif. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan ekonomi fungsi produksi Cobb-Douglas yang tidak memperbolehkan adanya nilai negatif pada setiap koefisien fungsi. Selain itu persyarartan secara ekonometrika juga belum terpenuhi karena masih terdapat nilai yang multikolinier. Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan perbaikan dengan penyatuan TKDK dan TKLK menjadi faktor produksi Tenaga Kerja (TK). Dengan demikian faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi usaha budidaya udang galah menjadi luas lahan (X1), benih (X2), tenaga kerja (X3), pupuk urea (X4), pupuk TSP (X5), pupuk kandang (X6), pakan buatan (X7), dan kapur (X8). Sehingga model fungsi produksi budidaya udang galah dapat diduga menjadi persamaan berikut :
52
Ln Y = –37,32 – 282,90 Ln X1 + 0,04 Ln X2 + 0,08 Ln X3 – 3,84 Ln X4 + 3,77 Ln X5 + 0,10 Ln X6 – 0,10 Ln X7 – 0,08 Ln X8
Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Setelah Penyatuan Faktor Produksi TKDK dan TKLK Usaha Budidaya Udang Galah. Variabel
Koef Regresi
Konstanta
-37,32
-1,46
0,16
Luas lahan (X1)
-282,90 0,04
1,05
0,31
9,3
12,57
0,00
7,1
0,21 -0,76
0,84
2,9
Pupuk Urea (X4)
0,08 -3,84
0,45
6925,9
Pupuk TSP (X5)
3,77 0,10
0,46 0,61
6940,4
Pupuk kandang (X6)
0,75 0,52
- 0,10
-4,05
0,00
3,8
- 0,08 -1,93 0,07 S = 65,0445 R-Sq = 96,6% R-Sq(adj) = 95,3% F hit = 75,06
1,3
Benih (X2) Tenaga kerja (X3)
Pakan buatan (X7) Kapur (X8)
T Hitung
Peluang
VIF
2,0
Berdasarkan Tabel 18, hasilnya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya yaitu masih adanya variabel yang mempunyai nilai negatif. Hal ini tentu saja tidak memenuhi syarat ekonomi fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor produksi luas lahan, pupuk urea, pakan buatan, dan kapur masih menunjukan nilai yang negatif. Selain itu secara ekonometrika juga belum memenuhi syarat karena masih ada nilai yang multikol pada variabel pupuk urea dan TSP. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih dari 10. Artinya variabel pupuk urea dan TSP kurang mempengaruhi produksi akan tetapi saling mempengaruhi antar variabel bebas. Jika melihat nilai R-sq (koefisien determinasi) ternyata nilainya cukup tinggi yaitu sebesar 96,6 persen. Hal ini menunjukan bahwa 96,6 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas dan sebesar 3,4 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Nilai uji-F atau F hitung terhadap model sebesar 75.06 yang berarti semua faktor produksi yang digunakan pada usaha budidaya udang galah berpengaruh nyata terhadap produksi karena nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel yang nilainya sebesar 2,42. Meskipun nilai R-sq besar dan nilai uji-F memenuhi syarat akan tetapi model ini tetap tidak 53
dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat ekonomi dan ekonometrika dari fungsi produksi Cobb-Douglas. Usaha selanjutnya supaya memperoleh model fungsi produksi yang sesuai dengan syarat Cobb-Douglas maka dilakukan pengurangan jumlah HOK yaitu dengan tidak menyertakan aktifitas persiapan kolam dan pemanenan dengan pertimbangan bahwa kedua aktifitas tersebut dianggap tidak berpengaruh nyata pada hasil produksi. Ln Y = – 43,08 – 336,1 Ln X1 + 0,04 Ln X2 + 0,47 Ln X3 – 4,00 Ln X4 + 3,93 ln X5 + 0,07 Ln X6 – 0,10 Ln X7 – 0,08 Ln X8 Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Setelah Pengurangan HOK pada Faktor Produksi Tenaga Kerja Usaha Budidaya Udang Galah Variabel
Koef Regresi
Konstanta
-43,08
Luas lahan (X1)
-336,1
T Hitung
Peluang
VIF
-1,72 -1,27
0,10 0,22
9,3
0,00
6,9
0,38
2,3
Benih (X2)
0,04
Tenaga kerja (X3)
0,47
12,96 0,89
Pupuk Urea (X4)
-4,00 3,93
-0,82 0,80
0,42 0,43
6832,7
0,40 -4,12
0,70
1,8
Pakan buatan (X7)
0,07 -0,10
0,00
3,7
Kapur (X8)
-0,08
-4.12 -2,00
0,06
1,3
Pupuk TSP (X5) Pupuk kandang (X6)
6848,3
S = 63.9176 R-Sq = 96.7% R-Sq(adj) = 95.5% F hit = 77.82
Berdasarkan Tabel 19, hasil dari pengurangan jumlah HOK ternyata tidak memberikan perubahan, faktor produksi luas lahan, pupuk urea, pakan buatan, dan kapur masih mempunyai nilai koefisien yang negatif. Secara kaidah fungsi CobbDouglas fungsi ini belum memenuhi kriteria karena masih mempunyai nilai koefisen yang negatif dan multikolinier. Nilai R-sq (koefisien determinasi), nilainya cukup tinggi yaitu sebesar 96,7 persen, hal ini yang menunjukan bahwa 96,7 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel bebas dan 54
sebesar 3,3 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Nilai F hit sebesar 77,8 lebih besar daripada nilai F tabel sebesar 2,42. Nilai ini menunjukan bahwa semua faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksinya. Meskipun nilai R-sq besar dan nilai uji-F memenuhi akan tetapi tetap saja model fungsi ini tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat ekonomi dan ekonometrika. Untuk memperoleh model fungsi yang sesuai dengan syarat fungsi CobbDouglas maka langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan pembagian semua variabel dengan luas lahan (X1). Artinya menghilangkan variabel luas lahan (X1) dari model fungsi sehingga diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Ln Y = 8,90 + 0,02 Ln X2 + 0,05 Ln X3 – 0,37 Ln X4 + 0,36 Ln X5 – 0,10 Ln X6 + 0,01 Ln X7 + 0,04 Ln X8
Tabel 20. Hasil Analisis Regresi Setelah Membagi Semua Variabel dengan Faktor Produksi Luas Lahan (Ha) Usaha Budidaya Udang Galah Variabel
Koef
Konstanta
Regresi 8,90
0,04
0,97
Benih (X2)
0,02
5,45
0,00
1,6
Tenaga kerja (X3)
0,05
0,23
0,82
1,1
Pupuk Urea (X4)
-0,11 0,11
Pupuk kandang (X6)
-0,10
-1,22
0,91 0,91 , 0,23
2134,2
Pupuk TSP (X5)
-0,37 0,36
Pakan buatan (X7)
0,01
0,19
0,86
1,3
Kapur (X8)
T Hitung
Peluang
0,04 0,70 0,49 S = 407.256 R-Sq = 72.9% R-Sq(adj) = 64.3% F hit = 8.47
VIF
2140,8 1,3
1,4
Berdasarkan Tabel 20, hasil analisis regresi menunjukan bahwa meskipun telah dilakukan pembagian seluruh variabel bebas dengan luas lahan (Ha), ternyata model fungsi produksi masih belum memenuhi syarat ekonomi dan ekonometrika. Variabel pupuk kandang yang sebelumnya mempunyai nilai koefisien positif ternyata berubah menjadi negatif. Sedangkan untuk variabel kapur dan pakan buatan berubah menjadi positif. Untuk nilai koefisien pupuk urea 55
masih mempunyai nilai koefisien negatif. Nilai R-sq pada persamaan model di atas mengalami penurunan dari 96,7 persen menjadi 72,9 persen. Hal ini berarti variasi dari variabel bebas untuk bisa menjelaskan variasi produksi semakin menurun. Dengan demikian sebesar 72,9 persen variasi produksi bisa dijelaskan oleh variasi variabel dalam model dan sisanya sebesar 27,1 persen dijelaskan oleh faktor di luar model. Nilai F hit sebesar 8,47 lebih besar dari nilai F tabel sebesar 2,42. Untuk variabel pupuk urea dan TSP tetap menunjukan nilai VIF yang multikolinier. Variabel yang mempunyai nilai multikolinier diakibatkan oleh nilai hasil pengamatan yang cenderung homogen. Hal ini sesuai dengan data dilapangan yang menunjukan bahwa sebagian besar responden atau pembudidaya udang galah menggunakan input pupuk urea dan pupuk TSP dengan jumlah perbandingan yang sama. Pentuan jumlah penggunaan pupuk ini dilakukan oleh sebagian besar pembudidaya dengan cara perkiraan tanpa pengukuran atau disesuaikan dengan petunjuk teknis yang ada. Untuk memperoleh nilai variabel yang tidak multikolinier maka cara yang dilakukan yaitu dengan mengoreksi salah satu variabel antara variabel pupuk urea atau TSP. Hal ini berarti salah satu dari kedua variabel tersebut dihilangkan dari model karena peran pupuk urea dan pupuk TSP tidak bisa dijelaskan secara bersama-sama di dalam model. Kedua variabel ini harus dijelaskan secara terpisah untuk menghindari munculnya nilai yang multikolinier. Variabel yang dihapus adalah variabel pupuk urea karena selain mempunyai nilai multikolinier variabel ini juga mempunyai nilai koefisien variabel yang negatif. Setelah melakukan koreksi terhadap variabel urea, maka model fungsi produksi menjadi : Ln Y = 10,00 + 0,02 Ln X2 + 0,05 Ln X3 – 0,002 Ln X5 – 0,10 Ln X6 – 0,01 Ln X7 + 0,03 Ln X8
56
Tabel 21. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Faktor Produksi Pupuk Urea Usaha Budidaya Udang Galah. Variabel
Koef
Konstanta
Regresi 10,00
0,05
Benih /Ha(X2)
0,02
5,63
Tenaga kerja/Ha (X3)
0,05
0,24 -0,03
Pupuk TSP/Ha (X5)
-0,002
Pupuk kandang/Ha (X6)
-0,10
Pakan buatan/Ha(X7)
0,01
T Hitung
-1,30 0,21
Peluang
VIF
0,96 0,00
1,5
0,82
1,1
-0,97
1,1
0,21
1,3
0,84
1,3 1,4
0,48 0,03 0,72 S = 398.424 R-Sq = 72.9% R-Sq(adj) = 65.9% F hit = 10.32 Kapur/Ha (X8)
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 21, menunjukan adanya peningkatan yaitu terpenuhinya syarat ekonometrika pada model. Artinya di dalam model tidak terdapat nilai yang multikolinier setelah menghilangkan variabel pupuk urea. Akan tetapi secara ekonomi model ini masih belum memenuhi syarat, variabel pupuk TSP/ha dan pupuk kandang/ha masih mempunyai nilai koefisien variabel yang negatif. Nilai R-Sq pada hasil analisis regresi di atas adalah 72,9 persen. Nilai ini sama dengan nilai R-Sq pada hasil analisis regresi sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa sebesar 72,9 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variabel bebas dan sebesar 27,1 persen dijelaskan oleh faktor di luar model. Langkah selanjutnya untuk memperoleh model fungsi yang memenuhi syarat ekonomi yaitu dengan mengoreksi data pencilan atau tidak memasukan objek observasi yang memiliki plot sisaan yang sangat berbeda. Nilai data pencilan berasal dari responden yang menggunakan input terlalu kecil atau besar jika dibandingkan dengan responden lainnya. Maka fungsi produksi yang diperoleh sebagai berikut : Ln Y = 116,64 + 0,01 Ln X2 + 0,12 Ln X3 + 0,02 Ln X5 – 0,04 Ln X6 + 0,05 Ln X7 + 0,10 Ln X8
57
Tabel 22. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Data Pencilan Usaha Budidaya Udang Galah Variabel
Koef
Konstanta
Regresi 116,64 0,01
1,20 6,33
0,24 0,00
1,7
Tenaga kerja/Ha (X3)
0,12
1,26
0,22
1,1
Pupuk TSP/Ha (X5)
0,02
0,62
0,54
1,1
Pupuk kandang/Ha (X6)
-0,04
1,08
0,29
1,3
Pakan buatan(X7)
0,05
2,19
0,03
1,3
0,00 F hit = 30.85
1,5
Benih/Ha (X2)
Kapur (X8)
T Hitung
0,10 4,37 S = 180.821 R-Sq = 89.4% R-Sq(adj) = 86.5%
Peluang
VIF
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 22, nilai hasil regresi menunjukan adanya kemajuan yaitu koefisien variabel yang bernilai negatif hanya variabel pupuk kandang/ha. Meskipun demikian model fungsi ini masih belum bisa digunakan atau belum memenuhi syarat ekonomi. Untuk mengatasi koefisien variabel pupuk kandang/ha yang masih negatif maka langkah selanjutnya yaitu mengoreksi variabel atau tidak menyertakan variabel ini kedalam model. Variabel pupuk kandang/Ha diasumsikan mempunyai nilai yang tetap atau tidak berubahubah. Setelah mengoreksi variabel pupuk kandang/ha maka model yang terbentuk menjadi :
Ln Y = 82,77 + 0,01 Ln X2 + 0,10 Ln X3 + 0,03 Ln X5 + 0,06 Ln X7 + 0,10 Ln X8
Secara matematis model fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dibuat menjadi:
Y = 82,77 X2 0,01 X3 0,10 X5 0,03 X7 0,06 X8 0,10
58
Tabel 23. Hasil Analisis Regresi Setelah Mengoreksi Faktor Produksi Pupuk Kandang Usaha Budidaya Udang Galah Variabel
Koef
T Hitung
Peluang
VIF
Konstanta
Regresi 82,77
0,89
Benih/Ha (X2)
0,01
6,25
0,38 0,00
1,7
Tenaga kerja/Ha (X3)
0,10 0,03
1,00
0,33
1,0
0,95
0,35
0,06 0,10
2,42
0,02
1,0 1,3
4,57
0,00
1,5
Pupuk TSP/Ha (X5) Pakan buatan/Ha (X7) Kapur/Ha (X8)
S = 181.470 R-Sq = 88.8% R-Sq(adj) = 86.4%
F hit = 36.52
Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 23, menunjukan tidak adanya nilai koefisien variabel yang negatif dan nilai VIF yang multikolinier. Dengan demikian model fungsi produksi di atas merupakan model fungsi yang terbaik artinya telah memenuhi persyaratan secara ekonomi dan ekonometrika. Selain itu, model fungsi produksi di atas juga menunjukan nilai R-sq (koefisien determinasi) yang cukup besar yaitu 88,8 persen artinya variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas dan sebesar 11.2 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Nilai uji-F atau F hitung terhadap model sebesar 36,52 sedangkan nilai F tabel nilainya 2,64. Hal ini yang berarti semua faktor produksi yang digunakan pada usaha budidaya udang galah secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi karena nilai F hitung lebih besar daripada F tabel (F-hit > F tabel). Faktor –faktor produksi atau variabel usaha budidaya udang galah mempunyai peran dan nilai koefisien yang berbeda-beda. Nilai koefisien menunjukan nilai elastisitas setiap variabel. Berikut merupakan pembahasan setiap variabel dari hasil analisis regresi : 1. Benih Benih merupakan variabel atau input yang penting dalam produksi usaha budidaya udang galah. Pada penelitian ini, analisis faktor-faktor produksi dilakukan pada usaha pembesaran udang galah konsumsi bukan pada pembenihannya. Benih pada usaha pembesaran udang galah konsumsi dinamakan tokolan. Sedangkan benih udang galah untuk usaha pembenihan disebut benur. 59
Benur berasal dari hactery atau tempat penetasan telur udang galah. Di daerah penelitaian para pembudidaya udang galah biasnya membeli benur dari Balai Benih Udang Galah (BBUG) milik pemerintah yang terdapat di Ciamis bagian selatan. Pembudidaya hanya cukup menghubungi pihak balai maka benur akan langsung dikirim atau bisa juga petani datang langsung ke balai. Untuk melakukan usaha hactery diperlukan modal yang sangat besar dan keahlian khusus serta peralatan yang memadai. Oleh karena itu di daerah penelitian tidak ada pembudidaya udang galah yang melakukan usaha di sektor hactery. Para pengusaha udang galah lebih menyukai melakukan usaha pada pembenihan dari benur ke tokolan. Hasil pembenihan tersebut kemudian di jual ke pengusaha budidaya pembesaran udang galah. Pembudidaya yang melakukan usaha pembenihan ini tidak banyak karena harus mempunyai kolam banyak dan modal cukup besar. Tinggi dan rendahnya produksi pada pembesaran udang galah konsumsi tergantung jumlah tebaran benihnya, semakin padat atau banyak jumlah benih yang ditebar maka semakin tinggi jumlah produksi yang dihasilkan. Meskipun demikian padat tebaran benih harus disesuaikan dengan aturan. Padat tebaran benih yang sesuai aturan adalah 5 – 7 ekor tokolan per m2. Selain itu, hasil produksi bukan hanya ditentukan oleh jumlah padat tebaran benih akan tetapi dari kualitas benihnya. Pada saat ini jenis benur yang mempunyai kualitas unggul adalah jenis benur GI Macro. Benih udang yang berasal dari benur yang berkualitas atau unggul mempunyai hasil yang berbedadengan benih biasa. Benih ini mempunyai daya tahan yang lebih baik sehingga bisa mengurangi tingkat kematian udang. Dengan demikian hasil produksi yang dihasilkanpun akan lebih banyak. Berdasarkan hasil analsis regresi variabel benih (X2) mempunyai elastisitas sebesar 0,010 dan nyata pengaruhnya terhadap produksi karena mempunyai nilai P-value sebesar . Dengan demikian jika jumlah benih udang galah ditambah sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi udang galah sebesar 0,010 persen dalam kondisi penggunaan input lain tetap (cateris paribus).
60
2. Tenaga kerja Penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi merupakan suatu hal yang penting. Suatu produksi tidak akan berjalan kalau tidak ada orang atau tenaga kerja yang menjalankan. Penggunaan tenaga kerja dalam penelitian ini menggunakan perhitungan hari orang kerja (HOK). Tenaga kerja berasal dari dalam keluarga (TKDK) dan luar keluarga (TKLK). Akan tetapi dalam analisis ini TKDK dan TKLK digabungkan. Selain itu nilai HOK pada kegitan persiapan lahan dan panen tidak dimasukan kedalam analisis karena kegiatan tersebut dianggap tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap hasil produksi. Kegiatan yang dianggap berpengaruh nyata adalah pemupukan, pemberian kapur, pemberian pakan dan penggantian air rutin. Semua kegiatan tersebut dilakukan sendiri oleh sebagian besar pembudidaya. Mereka menganggap bahwa kegiatan tersebut tidak banyak memakan tenaga dan waktu yang banyak, oleh karena itu mereka jadi tidak perlu mengupah tenaga kerja. Penambahan tenaga kerja hanya dilakukan pada saat persiapan kolam dan panen jika diperlukan. Berdasarkan hasil analisis variabel tenaga kerja (X3) mempunyai nilai elastisitas sebesar 0,1 dan tidak nyata pengaruhnya terhadap produksi. Hal ini bisa ditunjukan oleh nilai P value sebesar 0,33 yang lebih besar dari nilai α = 0,3.
3. Pupuk Urea Jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan kolam yaitu jenis organik dan non organik. Pupuk urea merupakan jenis pupuk non organik yang digunakan untuk menambah unsur hara yang larut dalam air sehingga mendorong tumbuhnya fitoplankton atau pakan alami bagi udang. Pupuk urea mengandung sumber nitrogen yang berguna bagi pertumbuhan udang. Penggunaan pupuk urea dilakukan secara bersamaan dengan pupuk TSP. Oleh karena itu jumlah perbandingan penggunaan pupuk urea dan TSP sering sama. Padahal dosis penggunaan yang benar pupuk urea, harus lebih kecil daripa da pupuk TSP. Pada analisis regresi yang dilakukan, pupuk urea tidak dimasukan kedalam analisis karena tidak dapat menjelaskan hubungan dengan produksi secara 61
bersama-sama dengan pupuk TSP. Oleh karena itu analisis pupuk urea hanya bisa dijelaskan secara terpisah dengan pupuk TSP.
4. Pupuk TSP Pupuk TSP merupakan jenis pupuk nonorganik yang digunakan oleh pembudidaya udang di daerah penelitian. Pupuk urea merupakan sumber nitrogen, sedangkan pupuk TSP merupakan sumber fosfat. Pupuk TSP dan urea digunakan setelah panen dilakukan. Biasanya kolam terlebih dahulu dikeringkan, dibajak, dan dilakukan pengapuran. Sebelum dilakukan pemupukan, biasanya kolam dialiri air terlebih dahulu kemudian pupuk ditabur secara merata keseluruh kolam. Setelah itu kolam dibiarkan menggenang beberapa hari supaya merangsang pertumbuhan makanan alami, terutama plankton. Berdasarkan hasil analisis regresivariabel pupuk TSP mempunyai nilai koefisien atau nial elastisitasnya sebesar 0,03. Meskipun demikian variabel pupuk TSP mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi karena mempunyai nilai P-value 0,304 lebih besaar daripada nilai α = 0,30. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk diantara pembudidaya sama atau homogen sehingga tidak ditemukan variasi (Purba 2005).
5. Pakan buatan Pakan merupakan salah satu sumber makanan bagi udang galah yang diberikan secara rutin oleh pembudidaya. Variabel ini cukup penting dalam keberhasilan proses budidaya udang galah. Apabila pakan yang diberikan kurang maka bisa mengakibatkan kematian pada udang, pertumbuhan yang lambat, dan meningkatkan sifat kanibalisme udang galah. Sebaliknya, jika pemberian pakan berlebih maka bisa membuat dasar kolam menjadi kotor yang bisa mempengaruhi kualita air kolam. Oleh karena itu penggunaan pakan untuk udang harus tepat dan berkualitas. Pakan ynag digunakan pembudidaya adalah pakan buatan dan tambahan. Pakan buatan merupakan pakan kimia yang berasal dari pabrik atau toko sedangkan pakan tambahan merupakan pakan alami bisa berupa singkong, kelapa, dan siput. Untuk pakan tambahan tidak dimasukan kedalam analisis karena 62
penggunaan pakan tambahan tidak rutin dilakukan oleh pembudidaya. Hasil analisis regresi variabel pakan buatan (X7) memberikan nilai koefisien atau elastisitas 0,06 dan pengaruhnya nyata karena nilai P-value 0,02 lebih kecil daripada nilai α = 0,3. Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan pupuk buatan sebesar 1 persen maka akan menaikan produksi sebesar 0,06 persen.
6. Kapur Kapur digunakan setelah dasar kolam dikeringkan dan dibajak. Fungsi pengapuran adalah untuk menetralkan PH asam pada kolam. Jika kolam mempuyai tingkat keasaman yang melebihi ambang batas maka akan berakibat buruk pada pertumbuhan udang bahkan sampai menimbulkan kematian. Jika masih ada udang yang hidup dalam kolam yang asam maka kualitas cangkanya akan jelek. (Murtidjo 1992) Hasil analisis regresi variabel kapur (X8) memberikan nilai koefisien atau elastisitas sebesar 0,10 dan pengaruhnya nyata karena nilai P-value 0,000 lebih kecil daripada nilai α = 0,3. Hal ini berarti setiap penambahan kapur sebanyak 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,10.
6.2 Return to Scale Usaha Budidaya Udang Galah Nilai koefisien model pada hasil analisis regresi menunjukan nilai elastisitas masing-masing variabel. Jumlah dari nilai elastisitas keseluruhan variabel faktor produksi menunjukan skala usaha yang dilakukan (return to scale). Hasil penjumlahan nilai koefien setiap variabel sebesar 0,3. Dengan demikian setiap penambahan faktor-faktor produksi secara bersama-sama sebesar 1 persen maka akan meningkatkan produksi sebesar 0,3 persen. Bisa disimpulkan bahwa usaha budidaya udang galah di daerah penelitian berada pada daerah II fungsi produksi atau pada tingkat kenaikan yang menurun (decreasing return to scale). Pada daerah II bisa dicapai tingkat keuntungan yang maksimum pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu. Oleh sebab itu daerah ini disebut daerah rasional.
63
6.3 Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usaha Budidaya Udang Galah Kondisi dimana pembudidaya mendapat keuntungan yang maksimum, dicapai pada saat penggunaan faktor produksi yang optimal. Untuk mengukur kondisi efisiensi suatu produksi maka ditunjukan oleh tercapainya Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Jika nilai rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu maka menunjukan penggunaan faktor produksi masih belum optimal. Nilai NPM berasal dari perkalian antara Produk Marginal (PM) dengan harga produk (Py) sedangkan nilai BKM merupakan tingkat harga dari faktorfaktor produksi yang digunakan. Berikut merupakan kondisi tingkat efisiensi di daerah penelitian (Tabel 24).
Tabel 24. Nilai dan Rasio NPM/BKM per Hektar Usaha Budidaya Udang Galah Faktor Produksi Benih Tenaga kerja
Rata-rata Koefisien Faktor Faktor Produksi Produksi 48590,72 0,01 3104,77 0,10
NPM
BKM
NPM/BKM
8,33
300
0,03
1304,11
33.750
0,04
Pupuk TSP
405,13
0,03
2998,29
2.500
1,12
Pakan buatan
2019,86
0,06
1202,75
8.000
0,15
Kapur
739,29
600
9,13
0,10 5476,87 Keterangan : Rata-rata Y (produksi) = 952,7041389 Rata-rata harga Y = 42.500/kg
Berdasarkan Tabel 24, analisis rasio antara NPM dan BKM menunjukan bahwa tidak ada variabel produksi yang bernilai satu. Hal ini berarti bahwa penggunaan faktor-faktor produksi usaha budidaya udang galah di daerah penelitian belum efisien. Jika nilai rasio NPM dan BKM kurang dari 1 maka penggunaan faktor produksi telah melebihi batas optimal. Oleh karena itu penggunaan faktor produksi harus dikurangi agar mencapai kondisi efisien. Sedangkan jika nilai rasio NPM dan BKM lebih dari 1 maka penggunaan faktor produksi masih kurang. Oleh karena itu untuk mencapai kondisi efisien maka penggunaannya harus ditambah. 64
Variabel benih mempunyai nilai rasio NPM dan BKM sebesar 0,03 yang berarti kurang dari 1. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan benih sudah melebihi tingkat optimalnya sehingga perlu dikurangi penggunaannya agar efisien. Untuk nilai produk marginalnya sebesar 8,33 dan biaya korbanan marginalnya Rp. 300. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan penggunaan benih sebanyak 1 ekor maka akan meningkatkan penerimaan sebanyak Rp 8,33. Biaya korbanan lebih tinggi dari pada tambahan penerimaannya jadi jika menambah jumlah input variabel maka akan menimbulkan biaya yang besar. Variabel tenaga kerja mempunyai rasio NPM dan BKM sebesar 0,04 berarti kurang dari 1. Hal ini berarti penggunaan tenaga kerja melampaui batas optimal. Oleh karena itu untuk mencapai kondisi efisien maka penggunaan tenaga kerja harus dikurangi. Untuk nilai produk marginalnya sebesar 1304,11 dan biaya korbanan marginal Rp. 33.750. Artinya setiap penambahan HOK tenaga kerja maka akan menambah penerimaan sebesar Rp. 1304,11. Meskipun demikian biaya korbanannya lebih besar daripada penerimaannya. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja disarankan untuk dikurangi. Untuk faktor produksi pupuk TSP ternyata mempunyai nilai rasio NPM dan BKM sebesar 1,12 berarti lebih besar dari 1. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan pupuk TSP masih perlu ditingkatkan sehingga tercapai kondisi efisien. Sedangkan untuk nilai produk marginalnya sebesar 2998,29 sedangkan biaya korbanan marginalnya sebesar Rp. 2.500. Artinya setiap penggunaan pupuk TSP 1 kilogram akan menambah penerimaan sebesar Rp. 2.998,29. Pupuk TSP mempunyai NPM yang lebih besar dari pada biaya korbanannya. Oleh karena itu penambahan pupuk TSP tidak akan menimbulkan biaya yang besar sampai tecapai kondisi optimal. Faktor produksi pakan buatan mempunyai nilai produk marginal sebesar 1202,75 dan biaya korbanan marginal sebesar Rp 8.000. Hal ini berarti setiap penambahan 1 kilogram pakan buatan maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.202,75. Meskipun akan menambah penerimaan akan tetapi nilainya lebih kecil daripada biaya korbanannya. Oleh karena itu jika menambah input pakan buatan akan lebih menambah biaya produksi. Jika melihat rasio NPM dan BKM input pakan buatan mempunyai nilai 0,15 lebih kecil daripada 1. Dengan 65
demikian penggunaan pakan buatan telah berlebihan sehingga perlu dikurangi agar mencapai kondisi efisien. Penggunaan pakan yang berlebihan diduga adanya pembudidaya yang melakukan pemeliharaan udang galah secara polikultur. Variabel kapur dalam penggunaanya juga masih rendah hal ini ditunjukan dengan dengan rasio NPM dan BKM sebesar 9,13 yang lebih dari 1. Oleh karena itu penggunaan kapur perlu ditingkatkan lagi agar tercapai kondisi efisien. Diduga kurangnya penggunaan kapur oleh pembudidaya karena mereka tidak mengetahui aturan pemakaian dosis kapur yang disesuaikan dengan PH kolam. Berdasarkan kondisi di lapangan semua pembudidaya memang tidak mempunyai alat untuk mengukur PH kolam. Diduga pula PH kolam di daerah penelitian bersifat asam sehingga memerlukan kapur yang lebih banyak untuk menetralkan. Sedangkan untuk nilai produk marginalnya sebesar 5476,87 dan biaya korbanan marginal Rp 600. Hal ini berarti setiap penambahan penggunaan kapur sebanyak 1 kilogram maka akan meningkatkan penerimaan sebanyak Rp 5.476,87. Berdasarkan pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa pemakaian faktor produksi pada tingkat pengusaha budidaya udang galah tidak efisien. Hal ini bisa dilihat dari nilai NPM dan BKM yang tidak mempunyai nilai sama dengan satu. Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien menyebabkan rendahnya produktivitas sehingga tingkat produksi udang galah pun menjadi rendah.
66
BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
Analisis pendapatan pada usaha budidaya udang galah akan menjelaskan apakah usaha yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak yaitu dengan melihat nilai perbandingan R/C. Selain itu untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha yang dilakukan juga bisa dilihat dari selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai struktur biaya dan penerimaan usaha budidaya udang galah. Analisis mengenai struktur biaya dibagi menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang benar-benar secara tunai dikeluarkan
oleh
pembudidaya
untuk
kegiatan
usahanya.
Biaya
yang
diperhitungkan meliputi semua biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya akan tetapi tidak dibayarkan secara tunai. Meskipun demikian biaya ini tetap dimasukan kedalam struktur biaya dan diperhitungkan dalam biaya. Analisis penerimaan dibagi menjadi penerimaan secara tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang benarbenar diterima secara tunai oleh pembudidaya dari hasil produksi udang dikalikan dengan harga udang di pasar. Penerimaan tidak tunai merupakan hasil produksi yang tidak dijual, biasanya untuk dikonsumsi sendiri atau dijadikan benih kembali. 7.1 Analisis Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah Berdasarkan penelitian di lapangan, hasil produksi udang galah menunjukan nilai rata-rata sebesar 952,7 per hektar per musim. Hasil udang yang dipanen dibedakan menjadi udang yang siap jual atau udang konsumsi, udang tokolan, dan udang molting. Udang konsumsi atau udang komersil biasanya mempunyai ukuran 30 ekor per kilogram, dijual dengan harga Rp. 50.000 per kilogram. Udang tokolan ukurannya lebih kecil daripada udang konsumsi biasanya udang ini tidak dijual. Akan tetapi dijadikan benih atau ditebar kembali di kolam yang berbeda. Sedangkan udang molting adalah udang yang sedang berganti kulit. Udang ini biasanya dikonsumsi sendiri atau dibagikan kepada pekerja. 67
Pembudidaya yang hanya mempunyai satu kolam biasanya menjual seluruh udang yang dipanen karena tidak ada lagi tempat untuk membesarkan tokolan sisa panen. Sedangkan pembudidaya yang mempunyai kolam lebih dari satu biasanya tidak menjual udang tokolan, akan tetapi ditebar kemabali. Pembudidaya mendapatkan penerimaan dari hasil produksi udang galah yang dijual. Berikut penerimaan tunai dan tidak tunai usaha budidaya udang galah (Tabel 25). Tabel 25. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim Uraian
Harga (Rp)
Jumlah Fisik (kg)
Nilai (Rp)
Penerimaan tunai Udang konsumsi
50.000
587
29.350.000
Udang benih (dijual)
35.000
237
8.295.000 37.645.000
Total Penerimaan tidak tunai Udang benih (ditebar)
35.000
384
13.440.000
Udang molting
35.000
128
4.480.000 17.920.000
Total Total Penerimaan Usahatani
55.556.000
Berdasrkan Tabel 25, total dari penerimaan usaha budidaya udang galah sebesar Rp 55,5 juta. Untuk penerimaan tunai sebesar Rp 37,6 juta sedangkan untuk penerimaan tidak tunai sebesar Rp 17,9 juta. Jika dipersentasekan terhadap total penerimaan maka persentase penerimaan tunai sebesar 67,76 persen sedangkan penerimaan tidak tunai sebesar 32,24 persen. Persentase penerimaan tunai lebih besar daripada penerimaan tidak tunai. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar hasil panen udang dimaksudkan untuk dijual, tidak untuk dikonsumsi sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya udang galah yang dilakukan bersifat komersil.
68
7.2 Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Udang Galah. Biaya merupakan korbanan yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Total biaya usaha budidaya udang galah yang dilakukan oleh pembudidaya adalah Rp 74,6 juta. Biaya total ini merupakan hasil penjumlahan antara biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai dikeluarkan untuk membiayai pembelian benih udang galah, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk kandang, nutrisi, kapur, pakan buatan, pakan tambahan (kelapa, singkong, dan siput), sewa lahan, gadai lahan, pajak lahan, dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) hanya dibayarkan pada waktu kegiatan persiapan lahan dan pemanenan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari biaya benih, pakan tambahan (kelapa, singkong, dan siput), tenaga kerja dalam dan luar keluarga (TKDK), penyusutan alat dan sewa lahan. Pakan tambahan juga dimasukan kedalam biaya yang diperhitungkan karena ada sebagian pembudidaya tidak membeli pakan tambahan akan tetapi pakan tersebut berasal dari kebun sendiri. Sedangkan untuk TKDK biayanya dimasukan untuk kegiatan pengapuran, pemupukan, peneberan benih, pemberian pakan, dan penggantian air rutin. TKLK yang bersifat sukarela dilakukan secara gotong royong, biasanya pada saat pemanenan. Selain itu ada juga tenaga kerja yang berasal dari bandar. Tenaga kerja ini datang langsung ke kolam yang akan dipanen, pemilik kolam hanya menyediakan makanan. Tenaga kerja yang melakukan pemanenan dibayar langsung oleh bandar. Oleh karena itu tenaga kerja yang berasal dari bandar dimasukan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Pengeluaran terbesar dari biaya tunai adalah untuk pakan buatan sebesar Rp 16,1 juta atau 21,6 persen dari keseluruhan total biaya atau pengeluaran usaha budidaya udang galah. Disusul oleh pengeluaran dari pembelian benih udang galah sebesar Rp 14,5 juta atau 19,5 persen. Pakan dibutuhkan untuk makan udang galah setiap harinya. Udang galah diberi pakan 2 – 3 kali per hari. dengan jumlah komposisi yang bertambah setiap bulannya. Sedangkan untuk benih para pembudidaya biasanya membeli dengan jumlah ribuan ekor. Harga benih dihitung per ekor dengan harga Rp. 300 per ekor. Alasan inilah yang menjadi penyebab besarnya biaya pengeluaran untuk pakan dan benih. 69
Biaya yang paling kecil dikeluarkan oleh pembudidaya adalah untuk penggunaan siput dan pupuk kandang. Pengeluaran untuk siput sebesar Rp 71432 atau 0,09 persen dari biaya total. Penggunaan pakan siput dilakukan tidak secara rutin dan tidak semua pembudidaya menggunakan pakan tambahan ini. Hal ini menjadi penyebab biaya pengeluran untuk siput kecil. Sedangkan pengeluaran untuk pupuk kandang sebesr Rp 297.322,87 atau 0.39 persen. Pupuk kandang dibeli per karung,, setiap karung mempunyai berat 20 -25 kilogram dengan harga Rp 4000-5000/karung. Harga yang sangat murah inilah yang menjadi alasan pengeluaran untuk pupuk kandang juga kecil. Selain itu tidak semua pembudidaya menggunakan pupuk kandang karena mereka menganggap bahwa kolam yang memakai pupuk kandang akan membuat kolam menjadi bau sehingga dianggap akan menghambat pada pertumbuhan udang. Pengeluaran terbesar pada biaya yang diperhitungkan adalah tenaga kerja dalam keluarga pada kegiatan pemberian pakan dan penggantian air kolam rutin. Pengeluaran untuk TKDK pada kegiatan pemberian pakan dan penyusutan alat masing-masing sebesar Rp. 11,2 juta atau 18,7 persen dan Rp. 8.7 juta atau 14,6 persen. Setiap harinya pembudidaya memberi pakan sebanyak 2-3 kali. Kegiatan ini dilakukan secara rutin selama budidaya sampai waktu panen tiba. Alasan inilah yang menjadikan biaya tenaga kerja dalam keluarga pada kegitan pemberian menjadi besar. Jika
kita
membandingkan antara
biaya
tunai
dan
biaya
yang
diperhitungkan, ternyata jumlah biaya tunai lebih besar daripada jumlah biaya yang diperhitungkan. Total biaya tunai adalah Rp 46,8 juta sedangkan total biaya yang diperhitungkan adalah Rp 27,7 juta (Lampiran 5). 7.3 Analisis Biaya Imbangan dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah Pendapatan usaha
budidaya
udang
galah
didapatkan dari
hasil
pengurangan antara penerimaan dan pengeluaran. Jika penerimaan lebih besar daripada pengeluaran maka usaha bisa dikatakan menguntungkan (profitable). Akan tetapi sebaliknya jika penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran maka usaha bisa dikatakan tidak menguntungkan. Analisis pendapata pada usaha budidaya udang galah bisa dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya yang diperhitungakan. Selain itu pada analisis pendapatan 70
juga akan dihitung nilai rasio antara penerimaan dan biaya atau nilai rasio R/C. Jika nilai R/C ini lebih dari 1 maka usaha yang dilakukan bisa dikatakan menguntungkan atau profitable. Berikut merupakan data gabungan antara penerimaan dan pengeluaran usaha budidaya udang galah (Tabel 26) Tabel 26. Pendapatan dan nilai R/C Usaha Budidaya Udang Galah per Musim. Uraian
Nilai (Rp)
Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai
37.645.000
Penerimaan Tidak tunai
17.920.000
Total penerimaan
55.565.000
Biaya Usahatani Total biaya tunai
46.835.569
Total biaya yang diperhitungkan
27.765.014
Total biaya
74.600.583
Pendapatan atas biaya tunai
8.729.431
Pendapatan atas biaya total
-19.035.583
R/C atas biaya tunai
1.18
R/C atas biaya total
0.74
Berdasarkan Tabel 26, usaha budidaya udang galah di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti mempunyai nilai pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 8,7 juta. Dengan demikian secara tunai usaha budidaya udang galah bisa dikatakan menguntungkan atau profitaable. Meskipun secara tunai menguntungkan, akan tetapi tingkat pendapatannya masih sangat rendah jika dibandingkan dengan pendapatan tunai pembudidaya udang galah di Kecamatan Tambak Sari Kabupaten Ciamis yang mencapai Rp. 184,4 juta (Triwahyuni 2005). Tingkat keuntungan yang rendah ini menyebabkan sebagian besar responden kurang tertarik dalam mengusahakan udang galah. Hal ini ditunjukan oleh anggapan sebagian besar responden yang menganggap usaha budidaya udang merupakan usaha sampingan. 71
Selain itu, jika menghitung pendapatan atas biaya total atau keseluruhan modal maka nilainya lebih rendah lagi sebesar Rp -19 juta. Hal ini berarti usaha budidaya udang galah tidak menguntungkan atas biaya total. Untuk biaya yang diperhitungkan dalam biaya total ditutupi oleh pemakaian sumber daya milik sendiri. Berdasarkan nilai R/C atas biaya tunai usaha budidaya udang galah sebesar 1,18. Nilai R/C>1 menunjukan bahwa usaha udang yang dilakukan bisa dikatakan efisien dalam penggunaan biaya secara tunai. Meskipun berdasarkan nilai rasio R/C atas biaya tunai menguntungkan, akan tetapi nilainya hampir mendekati titik impas atau sama dengan satu. Selain itu nilai R/C atas biaya total sebesar 0,74. Hal ini berarti nilai R/C<1 artinya usaha udang galah yang dilakukan, tidak efisien dalam penggunaan biaya total termasuk biaya yang diperhitungkan. Agustina (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis kelayakan usaha budidaya udang windu, menunjukan nilai R/C pada pembudidaya tradisional sebesar 3,37. Sedangkan nilai R/C pada pembudidaya semi intensif sebesar 1,89. Jika dibandingkan dengan hasil nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian usaha budidaya udang galah ternyata nilai R/C usaha budidaya udang windu mempunyai nilai yang lebih tinggi. Dengan demikian berdasarkan hasil analisis pendapatan bisa disimpulkan bahwa usaha budidaya udang galah di daerah penelitian kurang menguntungkan. Hal ini yang menjadi penyebab sedikitnya pembudidaya yang membudidayakan udang galah sehingga tingkat produksinya pun menjadi rendah.
72
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan memenuhi syarat fungsi produksi adalah benih, tenaga kerja,pupuk TSP, pakan buatan, dan kapur. 2) Analisis faktor-faktor produksi menurut kriteria efisiensi alokatif pada tingkat harga input dan output, menunjukan bahwa semua faktor produksi dalam penggunaannya belum efisien. Penggunaan faktor produksi benih, tenaga kerja, dan pakan dalam penggunaannya melebihi tingkat optimalnya. Sedangkan faktor produksi kapur dan pupuk TSP penggunaannya masih kurang. Penggunaan faktor produksi yang belum efisien menyebabkan produksi udang galah di daerah penelitian rendah. 3) Analisis efisiensi usaha (R/C), menunjukan bahwa nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 1,18. Dengan demikian usaha budidaya udang galah efisien dalam penggunaan biaya tunai., akan tetapi nilai rasio atas biaya total menunjukan nilai rasio R/C sebesar 0,74. Dengan demikian usaha budidaya udang galah dalam penggunaan biaya secara total tidak efisien. Tidak efisiennya usaha menyebabkan banyak masyarakat didaerah penelitian yang kurang tertarik mengusahakan udang galah, sehingga mempengaruhi rendahnya produksi udang galah. 8.2 Saran. 1) Faktor-faktor produksi yang tidak efisien disebabkan penggunaan jumlah faktor produksi oleh sebagian besar pembudidaya berdasarkan atas perkiraan.. Oleh karena itu perlu adanya upaya penyuluhan yang lebih intensif bagi pembudidaya agar penggunaan faktor produksi bisa sesuai dengan standar petunjuk teknik budidaya udang galah. 2) Biaya tunai budidaya udang galah yang paling tinggi yaitu biaya pakan buatan. Oleh karena itu diperlukan bantuan alat pembuat pakan yang bisa digunakan oleh pembudidaya. Seperti bantuan kepada salah satu kelompok tani yang ada di daerah penelitian. Sehingga biaya untuk pakan buatan bisa ditekan dan tingkat pendapatanpun akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA Agustina, L. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) di Desa Pantai Bahagia, Kec Muara Gombong, Kab Bekasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan da Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Cahtono BT. 1983. Ekonomi Pertanian. Yogyakarta : Liberty. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : Buni Aksara. Diyaniati. 2005. Optimalisasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usaha Pembesaran Ikan Gurame di Desa Petir, Kec Dramaga, Kab Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Peningkatan Nilai Tambah Udang Melalui Teknologi Penanganan dan Pengolahan. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. --------- 2007. Potret dan strategi Pengembangan Perikanan Tuna, Udang, dan Rumput Laut Indonesia. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. -------- 2007. Sewindu DKP Mengawal Pembangunan Negara Kepulauan. Jakarta : Deparetemen Kelautan dan Perikanan. -------- 2008. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia. Jakarta : Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Gujarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Zain S, penerjemah ; Jakarta : PT Erlangga. Terjemahan dari : Basic Econometrics. Haerani, Ira. 2004. Analisis Optimalisasi Faktor Produksi Usaha Budi Daya Ikan Nila Gift (Oreochronis.sp) di tambak “Tiga Delapan Windu Tani”, Desa Gebang Mekar, Kec Gebang, Kab Cirebon [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hamid, Azwar.2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Usaha Tani Bawang Merah (Kasus di Desa Dumeling, Kec Wanasari, Kab Brebes, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah AM, Saefuddin AM. 2006. Tata Niaga Hasil Perikanan. Depok : UI Press. Lee D O’C, Wickins JF. 2002. Crustacean Farming Ranching and Culture. Ed ke-2. Oxford : Blackwell Science Ltd. Lindawati. 2005. Optimalisasi Faktor Produksi Usaha Budi Daya Pembesaran Ikan Mas pada Kolam Air Deras di Desa Situ Daun, Kec Ciampea, Kab
Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Murtidjo BA. 1992. Budidaya Udang Galah Sistem Monokultur. Yogyakarta : Kanisius. Nicholson, W. 2000. Intermediate Microeconomics And Its Application Eight Edition. Harcourt Inc. Painte RE. 2008. Analisis Pengaruh Hambatan Tarif dan Non Tarif di Pasar Uni Eropa Terhadap Ekspor Komoditas Udang Indonesia [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Purba HM. 2005. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahim A, Hastuti DRD. 2008. Pengantar, teori, dan kasus Ekonomika Pertanian. Jakarta : Penebar Swadaya. Saputra, NR. 2006. Analisis Finansial Usaha Budidaya Udang Windu di CV Amri Ali, Kab Selayar, Sulawesi Selatan [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press. Soekartawi. 1993. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Raja Grafindo Persada. ---------------. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Soeseno S. 1982. Gramedia.
Budidaya Ikan dan Udang Dalam Tambak. Jakarta : PT
Sudiyana. 2007. Optimalisasi Penggunaan Faktor Produksi dan Analisis Finansial Usaha Pembesaran Ikan Gurame di Kec Pasawahan, Kab Kuningan [skripsi]Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Suyanto SR, Mujiman A. 2003. Budidaya Udang Windu. Jakarta : Penebar Swadaya. Triwahyuni, A. 2005. Analisis Ekonomi Usaha Budidaya Udang Galah Kelompok Tani Puspasari di Desa Tambaksari, Kec Tambaksari, Kab Ciamis, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Input Produksi Usaha Budidaya Udang Galah per Musim No Nama Total Produksi (kg) Total Luas Lahan (m2)s Tenaga Kerja (HOK) Benih (ekor) 1 Entoh 700 5040 156,75 35000 2 Totong 660 5600 156,6 33000 3 H. Jafar 226 2240 76,392 12000 4 Ahmad 101 1470 109,992 4400 5 Dena 30 420 20,064 2000 6 Supena 25 630 17,1 1500 7 Eeng 78 2100 77,646 7500 8 Atang 27 420 25,264 1500 9 Nana 54 1120 70,446 2700 10 Encu 244 1540 139,58 11000 11 Ruhimat 500 1890 142,49 20000 12 Enjang 22 280 22,864 2000 13 Elim 25 250 30,298 1500 14 Kandi 22,5 210 21,064 1500 15 Wahyudin 40 560 126,264 2000 16 Jaelani 55 490 26,298 5000 17 Nono 36 840 72,294 1800 18 Asep 100 3080 120,66 4000 19 Elan 100 1260 41,796 5000 20 Tatang 62 1050 121,32 3100 21 Suparman 54 840 91,592 2700 22 Endang 69 1680 67,992 3400 23 Nono. S 1470 4200 179,184 42000 24 Enceng 150 2100 181,412 7500 25 Barnas 125 1050 119,58 6500 26 Koswara 50 700 27,864 2500 27 Sastra 60 980 60,396 3000 28 Agus 30 560 28,1 1500 29 Obang 80 1260 79,446 3900 30 Hamdan 140 840 98,656 7000 Total 5335,5 44700 2509,404 236500
Pupuk Urea (kg) 252 0 840 735 7,5 7 7,5 1 14 15 7 1,5 0,4 1 7 2,5 10,5 18 2 13 10,5 21 60 26,25 15 8,75 3 7 60 3 2156,4
Pupuk TSP (kg) 252 0 840 735 7,5 7 7,5 0,25 14 15 7 0,5 0,7 1 7 2,5 10,5 16 2 13 10,5 21 60 26,25 1,2 8,75 3 7 60 3 2139,15
Pupuk Kandang (kg) Pakan Buatan (kg) Kapur (kg) 0 2520 504 0 4950 0 0 564 33,6 0 206,8 22,05 20 40 20 40 108 20 0 160 75 0 75 20 270 113,4 11,2 40 480 140 0 800 1890 125 40 20 80 75 23 40 72 25 80 84 5,6 0 60 40 60 75,6 4,2 175 160 100 50 150 100 150 130,2 10,5 120 113,4 8,4 240 142,8 8,4 0 960 150 300 315 10,5 187,5 150 80 100 105 7 0 150 60 150 63 2,8 120 200 40 60 140 8 2407,5 13203,2 3439,25
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor Produksi Usaha Budidaya Udang Galah 1. Hasil analisis regresi awal Regression Analysis: Produksi versus Luas lahan, Benih, ... The regression equation is Produksi = - 35.0 - 326 Luas lahan + 0.0384 Benih + 0.642 TKDK - 1.61 TKLK - 2.70 Pupuk Urea + 2.63 Pupuk TSP + 0.131 Pupuk Kandang - 0.102 Pakan Buatan - 0.0468 Kapur Predictor Constant Luas lahan Benih TKDK TKLK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur S = 61.5329
Coef -34.98 -325.6 0.038374 0.6419 -1.6119 -2.695 2.631 0.1308 -0.10185 -0.04679
SE Coef 24.36 255.5 0.002881 0.4812 0.9897 4.784 4.784 0.1860 0.02291 0.04146
R-Sq = 97.1%
PRESS = 2141238
T -1.44 -1.27 13.32 1.33 -1.63 -0.56 0.55 0.70 -4.45 -1.13
P 0.167 0.217 0.000 0.197 0.119 0.579 0.588 0.490 0.000 0.272
VIF 9.3 7.1 2.9 2.0 7037.8 7051.9 2.0 3.8 1.6
R-Sq(adj) = 95.8%
R-Sq(pred) = 18.57%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Luas lahan Benih TKDK TKLK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur
DF 9 20 29 DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1
SS 2553663 75726 2629389
MS 283740 3786
F 74.94
P 0.000
Seq SS 1572164 866858 14233 6836 795 398 13240 74317 4822
Unusual Observations Obs 1 2 11 23
Luas lahan 0.504 0.560 0.189 0.420
Produksi 700.0 660.0 500.0 1470.0
Fit 855.7 600.7 461.3 1370.6
SE Fit 35.2 58.4 60.3 57.1
Residual -155.7 59.3 38.7 99.4
St Resid -3.09R 3.07R 3.18R 4.31R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1.96183
78
2. Hasil analisis regresi dengan menyatukan TKLK dan TKDK Regression Analysis: Produksi versus Luas lahan, Benih, ... The regression equation is Produksi = - 37.3 - 283 Luas lahan + 0.0382 Benih + 0.083 TK - 3.84 Pupuk Urea + 3.77 Pupuk TSP + 0.101 Pupuk Kandang - 0.0976 Pakan Buatan - 0.0776 Kapur Predictor Constant Luas lahan Benih TK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur S = 65.0445
Coef -37.32 -282.9 0.038213 0.0832 -3.837 3.769 0.1008 -0.09759 -0.07755
SE Coef 25.56 269.2 0.003040 0.3952 5.016 5.017 0.1952 0.02410 0.04016
R-Sq = 96.6%
PRESS = 2561447
T -1.46 -1.05 12.57 0.21 -0.76 0.75 0.52 -4.05 -1.93
P 0.159 0.305 0.000 0.835 0.453 0.461 0.611 0.001 0.067
VIF 9.3 7.1 2.9 6925.9 6940.4 2.0 3.8 1.3
R-Sq(adj) = 95.3%
R-Sq(pred) = 2.58%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Luas lahan Benih TK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur
DF 8 21 29 DF 1 1 1 1 1 1 1 1
SS 2540543 88847 2629389
MS 317568 4231
F 75.06
P 0.000
Seq SS 1572164 866858 5944 780 1111 12163 65745 15777
Unusual Observations Obs 1 2 11 23 25
Luas lahan 0.504 0.560 0.189 0.420 0.105
Produksi 700.0 660.0 500.0 1470.0 125.0
Fit 868.3 595.2 460.2 1354.3 136.3
SE Fit 36.5 61.7 63.8 59.6 64.5
Residual -168.3 64.8 39.8 115.7 -11.3
St Resid -3.13R 3.14R 3.10RX 4.44R -1.32 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2.23930
79
3. Hasil Analisis Regresi Tanpa Persiapan dan Pemanenan Regression Analysis: Produksi versus Luas lahan, Benih, ... The regression equation is Produksi = - 43.1 - 336 Luas lahan + 0.0380 Benih + 0.468 TK - 4.00 Pupuk Urea + 3.93 Pupuk TSP + 0.073 Pupuk Kandang - 0.0966 Pakan Buatan - 0.0769 Kapur Predictor Constant Luas lahan Benih TK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur S = 63.9176
Coef -43.08 -336.1 0.037962 0.4675 -4.002 3.928 0.0728 -0.09661 -0.07689
SE Coef 25.00 264.7 0.002930 0.5250 4.896 4.897 0.1843 0.02346 0.03837
R-Sq = 96.7%
PRESS = 2394935
T -1.72 -1.27 12.96 0.89 -0.82 0.80 0.40 -4.12 -2.00
P 0.100 0.218 0.000 0.383 0.423 0.431 0.697 0.000 0.058
VIF 9.3 6.9 2.3 6832.7 6848.3 1.8 3.7 1.3
R-Sq(adj) = 95.5%
R-Sq(pred) = 8.92%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Luas lahan Benih TK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur
DF 8 21 29 DF 1 1 1 1 1 1 1 1
SS 2543594 85795 2629389
MS 317949 4085
F 77.82
P 0.000
Seq SS 1572164 866858 11369 1151 984 11201 63463 16404
Unusual Observations Obs 1 2 11 23 25
Luas lahan 0.504 0.560 0.189 0.420 0.105
Produksi 700.0 660.0 500.0 1470.0 125.0
Fit 861.2 597.3 461.4 1356.5 136.2
SE Fit 36.0 60.6 62.6 58.6 63.3
Residual -161.2 62.7 38.6 113.5 -11.2
St Resid -3.05R 3.09R 3.04RX 4.44R -1.30 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 2.14244
80
4. Hasil Analisis Regresi dengan melakukan pembagian semua vaiabel dengan luas lahan Regression Analysis: Produksi versus Benih, TK, ... The regression equation is Produksi = 9 + 0.0200 Benih + 0.050 TK - 0.37 Pupuk Urea + 0.36 Pupuk TSP - 0.0952 Pupuk Kandang + 0.0097 Pakan Buatan + 0.0346 Kapur Predictor Constant Benih TK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur S = 407.256
Coef 8.9 0.020038 0.0504 -0.365 0.363 -0.09516 0.00970 0.03460
SE Coef 218.1 0.003680 0.2217 3.178 3.178 0.07770 0.05233 0.04951
R-Sq = 72.9%
PRESS = 25910413
T 0.04 5.45 0.23 -0.11 0.11 -1.22 0.19 0.70
P 0.968 0.000 0.822 0.910 0.910 0.234 0.855 0.492
VIF 1.6 1.1 2134.2 2140.8 1.3 1.3 1.4
R-Sq(adj) = 64.3%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Benih TK Pupuk Urea Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur
DF 7 22 29 DF 1 1 1 1 1 1 1
SS 9835030 3648863 13483893
MS 1405004 165857
F 8.47
P 0.000
Seq SS 9387134 10930 12501 40077 295157 8230 81002
Unusual Observations Obs 11 15 16 23 25
Benih 105820 35714 102041 100000 61905
Produksi 2645.5 714.3 1122.4 3500.0 1190.5
Fit 2534.4 714.4 2112.8 2061.0 1102.5
SE Fit 401.7 374.5 241.4 222.2 390.5
Residual 111.1 -0.1 -990.3 1439.0 88.0
St Resid 1.66 X -0.00 X -3.02R 4.22R 0.76 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.80360
81
5. Hasil analisis regresi dengan mengoreksi variable urea Regression Analysis: Produksi versus Benih, TK, ... The regression equation is Produksi = * + 0.0200 Benih + 0.051 TK - 0.0024 Pupuk TSP - 0.0970 Pupuk Kandang + 0.0105 Pakan Buatan + 0.0348 Kapur Predictor Constant Benih TK Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur S = 398.424
Coef 10.0 0.019964 0.0512 -0.00241 -0.09696 0.01047 0.03479
SE Coef 213.2 0.003544 0.2168 0.07035 0.07444 0.05077 0.04840
R-Sq = 72.9%
PRESS = 24068196
T 0.05 5.63 0.24 -0.03 -1.30 0.21 0.72
P 0.963 0.000 0.815 0.973 0.206 0.838 0.479
VIF 1.5 1.1 1.1 1.3 1.3 1.4
R-Sq(adj) = 65.9%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Benih TK Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur
DF 6 23 29 DF 1 1 1 1 1 1
SS 9832841 3651052 13483893
MS 1638807 158741
F 10.32
P 0.000
Seq SS 9387134 10930 13525 329443 9787 82022
Unusual Observations Obs 2 11 15 16 23
Benih 58929 105820 35714 102041 100000
Produksi 1178.6 2645.5 714.3 1122.4 3500.0
Fit 1289.6 2533.2 713.2 2107.7 2056.7
SE Fit 346.0 392.9 366.2 232.3 214.4
Residual -111.0 112.3 1.1 -985.3 1443.3
St Resid -0.56 X 1.70 X 0.01 X -3.04R 4.30R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.80642
82
6. Hasil analisis regresi dengan mengoreksi data pencilan Regression Analysis: Produksi versus Benih, TK, ... The regression equation is Produksi = 117 + 0.0116 Benih + 0.124 TK + 0.0198 Pupuk TSP - 0.0371 Pupuk Kandang + 0.0514 Pakan Buatan + 0.101 Kapur Predictor Constant Benih TK Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur S = 180.821
Coef 116.64 0.011610 0.12424 0.01984 -0.03710 0.05136 0.10076
SE Coef 97.39 0.001835 0.09868 0.03202 0.03437 0.02344 0.02305
R-Sq = 89.4%
PRESS = 3584118
T 1.20 6.33 1.26 0.62 -1.08 2.19 4.37
P 0.244 0.000 0.221 0.542 0.292 0.039 0.000
VIF 1.7 1.1 1.1 1.3 1.3 1.5
R-Sq(adj) = 86.5%
R-Sq(pred) = 47.07%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Benih TK Pupuk TSP Pupuk Kandang Pakan Buatan Kapur
DF 6 22 28 DF 1 1 1 1 1 1
SS 6052110 719318 6771427
MS 1008685 32696
F 30.85
P 0.000
Seq SS 5094183 1895 17384 157543 156021 625083
Unusual Observations Obs 2 11 15 16 29
Benih 58929 105820 35714 102041 83333
Produksi 1178.6 2645.5 714.3 1122.4 1666.7
Fit 1280.4 2615.8 834.2 1494.8 1229.4
SE Fit 157.0 178.5 166.7 123.7 88.9
Residual -101.9 29.7 -119.9 -372.3 437.2
St Resid -1.14 X 1.03 X -1.71 X -2.82R 2.78R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.16577
83
7. Hasil Regresi dengan mengoreksi variabel pupuk kandang Regression Analysis: Produksi versus Benih, TK, ... The regression equation is Produksi = 82.8 + 0.0115 Benih + 0.0955 TK + 0.0295 Pupuk TSP + 0.0560 Pakan Buatan + 0.104 Kapur Predictor Constant Benih TK Pupuk TSP Pakan Buatan Kapur
Coef 82.77 0.011471 0.09546 0.02946 0.05597 0.10450
S = 181.470
R-Sq = 88.8%
PRESS = 3040705
SE Coef 92.53 0.001837 0.09535 0.03086 0.02313 0.02287
T 0.89 6.25 1.00 0.95 2.42 4.57
P 0.380 0.000 0.327 0.350 0.024 0.000
VIF 1.7 1.0 1.0 1.3 1.5
R-Sq(adj) = 86.4%
R-Sq(pred) = 55.10%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Benih TK Pupuk TSP Pakan Buatan Kapur
DF 5 23 28 DF 1 1 1 1 1
SS 6014007 757421 6771427
MS 1202801 32931
F 36.52
P 0.000
Seq SS 5094183 1895 17384 212789 687755
Unusual Observations Obs 2 4 10 11 15 16 29
Benih 58929 29932 71429 105820 35714 102041 83333
Produksi 1178.6 687.1 1584.4 2645.5 714.3 1122.4 1666.7
Fit 1273.2 718.8 1232.9 2614.0 795.1 1445.0 1201.3
SE Fit 157.4 146.4 54.4 179.2 163.3 115.2 85.3
Residual -94.6 -31.8 351.6 31.5 -80.8 -322.5 465.4
St Resid -1.05 X -0.30 X 2.03R 1.09 X -1.02 X -2.30R 2.91R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.22408
84
Lampiran 4. Uji Normalitas Hasil Analisis Regresi Terbaik Usaha Budidaya Udang Galah
Probability Plot of RESI4 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-6.17437E-13 164.5 29 0.170 0.039
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-400 -300 -200 -100
0 100 RESI4
200
300
400
500
85
Lampiran 5. Analisis Struktur Biaya Usaha Budidaya Udang Galah per Hektar per Musim No
Uraian
Harga satuan (Rp)
Jumlah fisik
Nilai (Rp)
Penerimaan tunai Udang Konsumsi Udang Benih (di jual) Sub Total
50.000 35.000
587,00 237,00
29.350.000 8.295.000 37.645.000
Penerimaan tidak tunai Udang Benih (di tebar) Udang molting Sub Total
35.000 35.000
384,00 128,00
13.440.000 4.480.000 17.920.000
Total Penerimaan Biaya tunai Benih (ekor) Urea (kg) TSP (kg) Pupuk kandang (kg) Nutrisi (gr) Kapur (kg) Pakan UG (kg) Kelapa (butir) Singkong (kg) Siput (kg) Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) Persiapan kolam Pemanenan Sewa lahan per tahun (m2) Gadai lahan Pajak lahan Sub Total Biaya yang diperhitungkan Kelapa (butir) Singkong (kg) Siput (kg) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) Persiapan kolam Pemberian pupuk dan kapur
55.565.000
300 1.500 2.500 200 240 600 8.000 1.000 1.000 500
48591,00 411,32 405,13 1486,61 2693,12 739,29 2019,862 798,00 897,24 142,86
14.577.216 616.977 10.12.820 297.323 646.349 443.575 16.158.896 797.604 897.239 71.432
33.750 33.750 1.175
45,23 42,50 770,00
1.526.513 143.4375 904.750 7.000.000 450.500 46.835.569
1.000 1.000 500
154,88 248,17 479,60
154.882 248.168 239.802
33.750 33.750
28,64 1,35
966.600 45.563
86
Penebaran benih Pemberian pakan Penggantian air rutin Pemanenan Tenaga Kerja dari bandar (HOK) Pemanenan Tenaga kerja sukarela (HOK) Pemanenan Penyusutan alat Sewa lahan pribadi per tahun (m2) Sub Total Total Biaya
33.750 33.750 33.750 33.750
0.98 334.23 21.88 30.51
33.075 11.280.263 738.450 1.029.713
33.750
18.61
628.088
33.750
37.45
1.175
1997,00
1263.938 8.790.000 2.346.475 27.765.014 74.600.583
87
Lampiran 6. Kuisioner Penelitian Analisis Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usaha Budidaya Udang Galah KUISIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH
I.
No
: ……………………
Tanggal
: ……………………
Karakteristik responden
1. Nama responden : ………………………….. 2. No telepon/HP
: …………………………..
3. Jenis kelamin
: Laki-laki/perempuan
4.
Alamat : RT/RW : ………….; Dusun : ………………………; Desa : ………………………..; Kecamatan : …………………; Kabupaten Ciamis
5. Umur responden : ………. tahun 6. Tingkat pendidikan terakhir : Formal : ( ) SD
( ) SLTP
( ) SMA
( ) Diploma
( ) S1
atau pernah sekolah ………… tahun Non formal : Kursus/ pelatihan……………….. 7. Lama melakukan usaha : ……………. 8. Anggota keluarga (termasuk responden) : Nama
Status dlm keluarga
Jenis Umur Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan Utama
88
9. Pendapatan non usahatani, usahatani bukan udang galah, dan udang galah : (Tanya yang mana yang menjadi pekerjaan utama) Berapa pendapatan rata-ratanya? No
Jenis usaha
Hari
Minggu
Bulan
Tahun
10. Lahan usaha a. Luas seluruh lahan budidaya udang galah yang benar-benar diusahakan dan menghasilkan : ………….. (m2) (sewa lahan dan bagi hasilnya juga) II.
Teknologi budidaya 1. Pemilihan lokasi Lokasi usaha : ( ) Dalam desa
( ) Luar desa
Alasan pemilihan lokasi : ( ) Kesesuaian tanah kesesuaian air
( ) Ketersedian sumber dan
( ) Tersedianya saran dan prasarana dan pasar
( ) Kedekatan dengan rumah
( ) lainnya ………………… 2. Persiapan kolam a. Apakah anda melakukan pengeringan kolam dengan menjemur tanah? ................
b. Apakah anda membajak atau membalikan kolam setelah dikeringkan? ……………
89
c. Apakah anda melakukan keduk teplok lumpur kolam? …………… d. Apakah anda melakukan pengapuran pada kolam? ……………. Penggunaan kapur : ………………../………bata, harga kapur :……………. e. Setelah pengapuran, apakah tanah dasar kolam diberikan pupuk kandang, Urea, TSP dan Nutrisi (untuk plankton)? ………….. penggunaan : …………………../……… bata, harga : ………………………………………………………………… f. Ketika melakukan pengairan kolam apakah air yang masuk disaring?....... dan berapa kira2 ketinggian air?............................. g. Setelah dilakukan pengairan, apakah air dibiarkan menggenang terlebih dahulu?........... berapa lama?.................. hari 3. Penebaran benih a. Darimana tokolan yang digunakan? ( ) Membeli, dari …………… harga :……………. ( ) Hasil sendiri Penggunaan tokolan tiap kolam:………………… b. Kapan anda melakukan penebaran benur? ( ) Pagi ( ) siang ( ) sore ( ) malam c. Perlakuan benur sebelum di tanam, apakah benur diaklimitasi terlebih dahulu?........ berapa lama ………….. 4. Pemberian pakan a. Jenis pakan yang digunakan? ………….. ( ) Tambahan
( ) buatan (pelet)
( ) keduanya
b. Berapa banyak kira2 pakan buatan dan tambahan yang digunakan setiap kolam/jumlah tokolan dalam satu kali panen? (tanya tiap kolam) c. Berapa kali anda memberi pakan udang?.....................................................dan berapa banyak pakan setiap sekali memberi pakan?untuk pakan buatan............................. dan untuk pakan tambahan …………………….. d. Kapan anda memberikan pakan? ( ) pagi ( ) siang ( ) sore ( ) malam
90
7. Pemanenan a. Pada umur berapa udang dipanen?............... dengan ukuran atau size?............... Berapa jumlah produksi udang yang diproduksi (kotor) : ……………. Kg (tanya tiap luasan kolan/jumlah benih) Berapa jumlah rata-rata udang yang dijadikan induk benih : ………. Kg Berapa jumlah rata-rata udang yang dikonsumsi sendiri atau dibagikan (udang apkir) :………… kg Total (a – (b+c)) = ………………………… Harga : …………………………. b. Kapan anda melakukan pemanenan? ( ) pagi
( ) siang
( ) sore
( ) malam
c. Teknik pemanenan ( ) pemanenan total (mengeringkan kolam) ( ) pemanennan selektif 8. Kolam a. Bagaimana bentuk tanah dasar kolam udang yang anda usahakan? ( ). Berlumpur ( ). Berpasir ( ). Berlumpur dan berpasir ( ). Beton
( ). Lainnya ………………..
b. Apakah ada sumber air? ( ). Ada
( ). Tidak ada
Jika ada, apakah bentuk kolam searah dengan aliran masuk dan keluar air? ……… dan apakah air mengalir sepanjang tahun?...................... c. Apakah kolam udang memakai shelter atau tempat berlindung udang? ………. d. Apakah anda mengatur sistem aerasi (pengaturan oksigen dalam air)? ………..
91
Jika ya, bagaimana caranya? ( ). Memakai kincir angin
( ). Mengatur debet air
( ). Lainnya……………… e. Apakah dalam kolam anda membudidayakan komoditas selain udang? ……….. Jika ya, apakah itu? ……………………… f. Apakah anda membuat saringan pada saluran masuk dan keluar air? ........ b.
Apakah anda membuat net/pagar di sekeliling kolam? ……...
9. Monitoring kesehatan udang dan kualitas air a. Apakah anda melakukan pengamatan/mengontrol kesehatan udang?......... berapa kali?........ per bulan b. Apakah anda rutin melakukan penggatian air kolam? ………..berapa kali? …….per minggu c. Jika pada waktu pengamatan anda menemukan kejanggalan, apakah anda melaporkannya ke penyuluh atau dinas perikanan dan udang anda dibawa ke laboratorium?........................ d. Apakah anda melakukan pengujian salinitas, PH, kadar oksigen, dan suhu pada kolam? ........... Tabel Pemilikan Alat-Alat : Uraian Persiapan -cangkul -ember -timbangan -pompa air
Jumlah Unit
Harga (rp/unit)
Umur (th)
Penebaran benih -waskom -gayung Jolang Pemberian pakan -ember Pemanenan -hapa -sair -karamba -timbangan -jala -tuperware
92
Tabel Pengeluaran Input Tenaga Kerja No
1
Uraian
Kolam
Jumlah TK
TKDK
TKLK
Jam kerja/hari
TKDK
TKLK
Jumlah hari kerja
Upah /hari
Persiapan -pengolahan tanah dasar -pengapuran -pemupukan
2
-Penebaran benih -penghitungan
4
Pemeliharaan -pemberian pakan -penggabtian air
5
Panen dan pasca -pemanenan -pemasaran
e. Biaya-biaya (rata-rata) a. Biaya transportasi/angkut : ……………….........(Rp/bulan) b.Pajak lahan
: ……………………. (Rp/bulan)
c. Biaya sewa alat
: ……………………. (Rp/bulan)
d.…………………………………………………..
93