67
Strategi pengembangan budidaya udang galah GIMacro (Lies Emmawati Hadie)
STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG GALAH GIMACRO Lies Emmawati Hadie*), Wartono Hadie*), Imron**), Ikhsan Khasani**), dan Nurbakti Listyanto*) Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragungan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail :
[email protected] **) Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya Sukamandi No. 2, Subang 41256 *)
ABSTRAK Berdasarkan kajian sosial dan ekonomi mengenai usaha budidaya udang galah pada sentra produksi udang di Yogyakarta, Bali, Jawa Timur, dan Ciamis, Jawa Barat memperlihatkan hasil bahwa peluang usaha masih terbuka luas. Namun kendala dalam usaha tersebut adalah keterbatasan dalam suplai udang konsumsi secara kontinu, padahal permintaan cukup besar. Kendala teknis pada tingkat pembudidaya adalah keterbatasan dalam penyediaan induk yang bermutu dan keterbatasan dalam mengadopsi hasil-hasil riset. Berdasarkan survai pada tahun 2008 keterbatasan induk udang galah yang berkualitas baik juga menjadi kendala bagi UPT seperti di BBAP Samas, Yogyakarta; BBUG Klungkung, Bali; serta UPR yang mengembangkan usaha perbenihan udang galah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menanggulangi masalah tersebut dengan membentuk net working dalam mengelola parents stock udang galah GIMacro. Pengelolaan induk yang dimaksud perlu dirancang dan dibentuk dalam suatu sistem produksi yang dapat beroperasi secara berkelanjutan. Penelitian dilakukan dengan sistem pengembangan udang galah GIMacro yang dirancang dengan sistem piramida yang terdiri atas kelompok utama yaitu penghasil induk, kelompok kedua adalah penghasil benih, dan kelompok ketiga ialah pembudidaya. Metode analisis data dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Metode MPE merupakan suatu tipe analisis guna menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak.Hasil riset memberikan rekomendasi bahwa sistem pemuliaan berbasis pembudidaya ternyata efektif untuk pengembangan udang galah GIMacro. Sistem yang dapat dikembangkan adalah dengan sistem piramida yang terdiri atas kelompok utama yaitu penghasil induk, kelompok kedua adalah penghasil benih, dan kelompok ketiga ialah pembudidaya. Institusi yang berperan sebagai kelompok utama adalah LRPTBPAT Sukamandi, kelompok kedua adalah BBU Pamarican (Jabar), BBAP Samas-Yogya (Jateng), UPU Probolinggo (Jatim), BBUG Klungkung (Bali), dan kelompok ketiga ialah pembudidaya di wilayah Jabar, Jateng, Bali, dan Jatim. Sistem piramida ini akan memberikan dampak terhadap berkembangnya sistem budidaya udang galah GIMacro secara berkelanjutan.
KATA KUNCI:
induk, udang galah GIMacro, sistem piramida
PENDAHULUAN RENSTRA dari Departemen Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan yaitu mendorong tercapainya sasaran pembangunan kelautan dan perikanan, sekaligus mengantisipasi dinamika dan perkembangan situasi dan kondisi dalam negeri, lingkungan strategis, dan kecenderungan global yang berubah dengan cepat. Pembangunan perikanan menjadi prime mover terlebih lagi dalam situasi krisis ekonomi, usaha perikanan mampu bertahan, bahkan dapat menyumbangkan penerimaan devisa negara, utamanya usaha yang menghasilkan komoditas ekspor. Komoditas udang galah merupakan salah satu komoditas yang dapat diekspor. Udang merupakan komoditas unggulan yang memiliki nilai ekspor terbesar (21%) dari nilai perdagangan dunia hasil perikanan. Sektor perikanan Indonesia mengandalkan sumber perolehan devisa dari udang, karena 50% dari total ekspor hasil perikanan bersumber dari udang tersebut. Ekspor udang Indonesia adalah ke Jepang, Hongkong, AS, dan Eropa. Pasar Eropa tetap prospektif terutama karena pemekaran anggota, kemampuan daya beli yang tinggi, di samping ketergantungan kepada impor udang makin besar. Di samping Eropa tujuan ekspor udang kedua adalah Jepang. Peluang sangat besar, namun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan budidaya udang juga sangat besar. Hal ini menuntut upaya dari berbagai pihak, baik pemerintah, pelaku budidaya, swasta, dan stake holder untuk menanggulangi bersama-sama tantangan tersebut. Agar potensi tersebut dapat
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
68
secara nyata dimanfaatkan dan dikelola baik untuk meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya dari pihak pemerintah dalam hal ini adalah DKP yang telah berhasil merilis varietas unggul udang galah GIMacro pada tahun 2001. Karakter keunggulan dari udang galah varietas GIMacro yaitu lebih cepat pertumbuhannya sehingga produktivitasnya 30% lebih tinggi dibanding udang galah pada umumnya, selain itu, proporsi daging lebih besar serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan (Hadie et al., 2000). Berdasarkan kajian sosial dan ekonomi mengenai usaha budidaya udang galah pada sentra produksi udang di Yogya, Bali, Jatim, dan Ciamis–Jabar memperlihatkan hasil bahwa peluang usaha masih terbuka luas. Namun kendala dalam usaha tersebut adalah keterbatasan dalam suplai udang konsumsi secara kontinu, padahal permintaan cukup besar. Kendala teknis pada tingkat pembudidaya adalah keterbatasan dalam penyediaan induk yang bermutu dan keterbatasan dalam mengadopsi hasilhasil riset (Koeshendrajana et al., 2001). Keterbatasan induk udang galah yang berkualitas baik juga menjadi kendala bagi UPT seperti di BBAP Samas–Yogyakarta, BBUG Klungkung–Bali, serta UPR yang mengembangkan usaha perbenihan udang galah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menanggulangi masalah tersebut dengan membentuk net working dalam mengelola parents stock udang galah GIMacro. Pengelolaan induk yang dimaksud perlu dirancang dan dibentuk dalam suatu sistem yang dapat beroperasi secara berkelanjutan (Pane, 1993; Warwick et al., 1995; Hatchwell et al., 2002). Penelitian ini bertujuan untuk membentuk sistem pemuliaan berbasis pembudidaya (village breeding program) dan rancangan operasionalisasi pengembangan udang galah GIMacro. Sasaran yang dituju adalah pengembangan sistem budidaya udang galah GIMacro yang berkelanjutan. Ruang lingkup kegiatan adalah membentuk sistem terpadu antara pembudidaya dan periset dalam peningkatan mutu benih serta rancangan operasionalisasi dalam pengembangan budidaya udang galah GIMacro. BAHAN DAN METODE Kegiatan riset meliputi wilayah sentra pengembangan budidaya udang galah yang meliputi UPT dan UPR. Daerah pengembangan meliputi DI Yogyakarta, JawaTengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Sistem pemuliabiakan pada kelompok utama, kelompok kedua, dan kelompok ketiga secara berkesinambungan diatur sebagai berikut: 1. Sistem pengembangan udang galah GIMacro dirancang dengan sistem piramida yang terdiri atas kelompok utama yaitu penghasil induk, kelompok kedua adalah penghasil benih, dan kelompok ketiga ialah pembudidaya. Dalam pelaksanaan riset direncanakan kelompok utama adalah LRPTBPAT–Sukamandi, kelompok kedua adalah BPLAPU Pamarican (Jabar), BBAP Samas–Yogya (Jateng), UPU Probolinggo (Jatim), BBUG Klungkung (Bali) dan kelompok ketiga ialah pembudidaya di wilayah Jabar, Jateng, Bali, dan Jatim. 2. Kelompok utama menyediakan calon induk udang galah GIMacro untuk diberikan kepada kelompok penghasil benih. 3. Kelompok pembenih memberikan benih udang galah GIMacro kepada kelompok pembudidaya. Sistem Produksi Benih Udang Galah Standar operasional pembenihan udang galah di kelompok utama dan kelompok kedua adalah sebagai berikut: 1. Pembenihan udang galah dilaksanakan dengan sistem air jernih. Kepadatan larva 100–200 ekor/L. Pakan berupa nauplii Artemia dan pakan buatan berbentuk pasta (Alston & Sampaio, 2000; D’Abramo & New, 200). 2. Pendederan pasca larva (PL) dilakukan di bak beton atau di kolam tanah sampai mencapai ukuran 3–5 g (Hadie et al., 1992; Daniel et al., 1995). 3. Fase pembesaran dilakukan di kolam tanah dengan kepadatan 7–10 ekor/m2. Pemeliharaan di kolam selama 4–5 bulan sehingga mencapai ukuran rata-rata 50–75 g (Correia et al., 2000).
69
Strategi pengembangan budidaya udang galah GIMacro (Lies Emmawati Hadie) Pemeliharaan Calon Induk Udang Galah GIMacro di Unit Kerja Balai Air Payau Samas, Yogyakarta
Jumlah induk yang diberikan untuk dikembangkan di Unit Kerja Budidaya Air Payau Samas sebanyak 100 ekor jantan dan 300 ekor betina dengan bobot rata-rata 30 g/ekor. Calon induk dipelihara dalam kolam yang sama. Ukuran kolam 20 m x 24 m dilengkapi saluran pemasukan dan pembuangan sistem monik serta parit yang memotong dasar kolam secara diagonal searah dari pemasukan ke pembuangan. Pematang terbuat dari tembok dan dasar tanah padas sedikit berlumpur. Jantan dan betina dipisah dengan cara menyekat kolam menggunakan jaring yang ditanam di dasar kolam. Luasan kolam untuk memelihara calon induk jantan adalah 3 m x 20 m = 60 m2, (padat tebar 100 ekor/60 m2 H ≈ 2 ekor/m2). Sedangkan untuk betina adalah 9 m x 20 m = 180 m2 (padat tebar 300 ekor/180 m2 H ≈ 2 ekor/m2). Selama pemeliharaan calon induk diberikan pakan pelet dengan kandungan protein minimal 30% dan lemak 5%. Dosis pakan sebanyak 5% dari biomassa dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali/hari. Benur dipelihara dalam wadah bak beton yang berukuran 3 m x 2 m x 1 m = 6 m3. Ketinggian air 50 cm. Setelah pemeliharaan 30 hari, tokolan dipanen. Saat ini hasil pentokolan dipelihara dalam kolam pembesaran untuk calon induk. Konstruksi kolam dinding beton dasar tanah dengan luas @ 400 m2. Sistem monitoring produksi benih udang galah: 1. Monitoring terhadap produksi udang dilakukan pada setiap satu siklus produksi. 2. Hasil monitoring akan digunakan sebagai dasar bagi opsi rekomendasi kebijakan. 3. Kendala dan permasalahan diidentifikasi pada sistem pemuliabiakan dan sistem produksi udang galah GIMacro. Metoda Analisis Data produksi benih udang galah dari kelompok utama, dan kelompok kedua di analisis dengan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Metode MPE merupakan suatu tipe analisis guna menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak (Marimin, 2004). Tahapan analisis adalah: 1). Penyusunan-penyusunan alternatif keputusan, 2). Penentuan kriteria untuk di evaluasi, 3). Penentuan tingkat kepentingan relatif, 4). Penilaian terhadap semua alternatif dan kriteria, 5). Perhitungan skor pada setiap alternatif, 6). Pembuatan urutan skala prioritas. Formulasi perhitungan skor atau nilai untuk setiap alternatif dalam MPE adalah sebagai berikut:
TNi =
∑ [RK ]
TKKj
m
j =1
ij
di mana: TNi = Total nilai alternatif ke–i RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke–j pada pilihan keputusan i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke–j; TKK j>0; bulat n = Jumlah pilihan keputusan m = Jumlah kriteria keputusan
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Dalam penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial. HASIL DAN BAHASAN Pengembangan Budidaya Udang Galah GIMacro Sistem pengembangan udang galah GIMacro dirancang dengan sistem piramida yang terdiri atas kelompok utama yaitu penghasil induk, kelompok kedua adalah penghasil benih, dan kelompok
70
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
ketiga ialah pembudidaya. Dalam pelaksanaan riset dirancang sebagai kelompok utama adalah LRPTBPAT Sukamandi, kelompok kedua adalah BBU Pamarican (Jabar), BBAP Samas Yogya (Jateng), UPU Probolinggo (Jatim), dan BBI Sangeh (Bali). -
Pengembangan Budidaya Udang Galah GIMacro pada Kelompok Utama dalam Sistem Piramida
Dalam sistem piramida untuk pengembangan udang galah GIMacro, maka calon induk udang didistribusikan kepada kelompok kedua yaitu BBU Pamarican (Jabar), BBAP Samas Yogya (Jateng), UPU Probolinggo (Jatim), dan BBI Sangeh (Bali). Data secara rinci disampaikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Data ukuran induk dan calon induk udang galah GIMacro (g) yang didistribusikan oleh Kelompok Utama kepada Kelompok Kedua di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali Ukuran Induk 15–20 g Induk 30–50 g Tokolan 50 hari Pasca larva
Kelompok kedua
Jumlah (ekor)
Ciamis, Jabar DI Yogyakarta, Jateng Probolinggo, Jatim Bali
Jantan
2.050 400 5.000 5.000
750 100
Betina 1.300 300
Sebagai kontrol telah dilaksanakan perbenihan udang galah GIMacro di Sukamandi. Hasil perbenihan tersebut secara rinci disampaikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil perbenihan dari induk udang galah GIMacro pada bak fibreglass dengan volume 50 L pada Kelompok Utama Tanggal menetas
Jumlah telur (butir)
Pemeliharaan di corong (ekor)
Post larva (ekor)
Sintasan (%)
24 Nov. 2009
20.500
2.500 2.500
1.866 1.684
74,64 67,36
23 Nov. 2009
15.300
2.500 2.500
1.718 1.523
68,72 60,92
21 Nov. 2009
4.120
2.500
1.353
54,12
28 Nov. 2009
12.400
2.500 2.500
1.745 1.657
69,80 66,28
Keterangan : PT=panjang total (mm); PS = Panjang Standar (mm); BT = Bobot Tubuh (gr); BSN = Bobot Setelah Menetas (gr); TGL = Tanggal Menetas; JT = Jumlah Telur (butir); P = Pemeliharaan di Corong (ekor); PL = Post Larva (ekor); SR = Sintasan (%)
Hasil perbenihan pada Kelompok Utama memperlihatkan bahwa sintasan larva udang masih baik dengan kisaran 54,12%–74,64%, dan jumlah telur berkisar antara 4.120–20.500 butir per induk. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Daniel et al. (2000) yang menyatakan bahwa manajemen induk memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas dan sintasan benih udang galah yang dihasilkan. Oleh karena itu, Kelompok Utama perlu berperan sebagai penyedia induk-induk udang yang berkualitas tinggi. Untuk kemudian didistribusikan kepada Kelompok Kedua. -
Pengembangan Budidaya Udang Galah GIMacro di Ciamis, Jawa Barat sebagai Kelompok Kedua dalam Sistem Piramida
Perkembangan induk udang galah GIMacro di Ciamis relatif baik, namun hasil pasca larva yang dicapai masih bervariasi. Sintasan larva udang pada perbenihan di bak beton secara rinci disampaikan pada Tabel 3.
71
Strategi pengembangan budidaya udang galah GIMacro (Lies Emmawati Hadie) Tabel 3. Hasil perbenihan dari induk udang galah GIMacro pada bak beton dengan volume 1 m3 pada Kelompok Kedua di Ciamis, Jabar Siklus produksi
Produksi pasca larva (ekor)
Sintasan (%)
1 2 3
12.500 14.500 9.900
35,70 29,00 12,30
Hasil yang diperoleh tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh di kelompok utama. Namun hasil persentase (23,3%) yang didapat tersebut lebih baik dibandingkan dengan induk lokal yang rata-rata paling tinggi hanya mencapai 16,0%. Dengan demikian terdapat peningkatan hasil produksi benih udang di Pamarican dengan memanfaatkan induk udang galah GIMacro. Hasil yang didapat masih perlu ditingkatkan, karena kebutuhan benih udang di wilayah Jawa Barat belum tercukupi (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2006a). Kualitas air selama siklus produksi berlangsung diamati dalam 9 parameter seperti yang disampaikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Kualitas air pada perbenihan udang galah yang meliputi: pH, kH, NH3, PO4, NO2, NO3, Cu, Ca, dan suhu selama satu siklus produksi Parameter pH kH (°d) NH3 (mg/L) PO4 (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) Cu (mg/L) Ca (mg/L) Suhu (°C)
Kisaran nilai 8,0 9,0–10,0 0,5–1,0 1,0–2,0 0,0–0,5 0,0 0,0 300,0 29,0–32,0
Konsentrasi Ca pada media pemeliharaan larva udang relatif tinggi yaitu mencapai 300,0 mg/L. Kadar mineral yang tinggi dapat menyebabkan hambatan dalam proses pertumbuhan larva udang. Sehingga perlu adanya perbaikan kualitas air. Upaya perbaikan dapat dilakukan dengan menggunakan filter dalam reservoir air yang digunakan. Kualitas air pada kolam pemeliharaan induk udang galah GIMacro diamati pada 9 parameter. Hasil pengamatan kualitas air disampaikan pada Tabel 5. Kualitas air di kolam pemeliharaan induk udang masih dalam batas toleransi, sehingga masih mendukung kehidupan induk yang dipelihara. -
Pengembangan Budidaya Udang Galah GIMacro di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Kelompok Kedua dalam Sistem Piramida
Perkembangan budidaya udang galah di Yogyakarta relatif maju dan merupakan salah satu sentra budidaya udang galah yang mampu memproduksi lebih kurang 350 ton udang konsumsi per tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2006b). Oleh karena itu, Samas dipilih sebagai bagian dari kelompok kedua yang memperoleh calon induk udang galah GIMacro. Setelah pemeliharaan selama 1,5 bulan dilakukan pengumpulan data induk seperti terlihat pada Tabel 6.
72
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 5. Kualitas air pada kolam pemeliharaan udang galah yang meliputi: pH, kH, NH3, PO4, NO2, NO3, Cu, Fe, gH, dan DO Kisaran Nilai
Parameter pH kH (°d) NH3 (mg/L) PO4 (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) Cu (mg/L) Fe (mg/L) DO (mg/L) Suhu (°C)
7.9 - 8.0 10 0 0.25 0 0 0 0.1 5.6 – 5.89 30.5
Tabel 6. Keragaan bobot, panjang total, sintasan, daya tetas, dan fekunditas induk udang galah GIMacro di Samas Jumlah (ekor) 2009
Jantan Betina
Juli
Sept.
100 300
22 125
Sintasan (%)
Oktober–November 2009 Panjang Bobot Daya tetas Fekunditas (cm) (g) (%)
22 14,7
16,81 15,03
70,57 41,88
79,93
646
Setelah induk betina mencapai bobot minimal 40 g/ekor kemudian dilakukan pemijahan selama satu bulan. Tahap Pemeliharaan Larva Udang Galah GIMacro Induk yang bertelur kemudian ditetaskan dalam wadah akuarium untuk mengetahui daya tetasnya. Hasil tetasan dipelihara dalam wadah bak beton berkapasitas 3–4 ton dengan padat tebar 50–75 ekor/L. Waktu pemeliharaan larva 28–32 hari. Pada saat larva berumur 8–10 hari terjadi kematian yang cukup banyak (Tabel 7). Larva yang sudah mati berwarna merah menumpuk di dasar bak (terjadi pada siklus 1 dan 2). Sampel larva sudah diawetkan dengan menggunakan larutan alkohol 40% untuk dapat dikaji lebih lanjut penyebab kematian. Setelah dilakukan penyiponan diberikan perlakuan pada media air dengan penambahan cupri sulfat dengan dosis 5 mg/L. Suhu air selama pemeliharaan berkisar 29°C–31°C. Pada saat berumur 15–20 hari terlihat gejala larva berwarna keputihan. Akan tetapi kemudian gejala tersebut hilang setelah larva menjadi benur. Tabel 7. Pemeliharaan larva udang galah GIMacro pada Kelompok Kedua di DI Yogyakarta Siklus
Bobot induk (g/ekor)
Naupli (ekor/induk)
Telur (butir/induk)
Daya tetas (%)
Sintasan (%)
1 2 Rataan
40,34 40,83 40,58
21.799 19.768 20.783
27.282 27.282 27.282
79,56 72,46 76,01
4,6 10,45 7,525
73
Strategi pengembangan budidaya udang galah GIMacro (Lies Emmawati Hadie) Tahap Pendederan Benur Udang Galah
Benur dipelihara dalam wadah bak beton yang berukuran 3 m x 2 m x 1 m = 6 m3. Ketinggian air 50 cm. Setelah pemeliharaan 30 hari, tokolan dipanen. Tabel 8. Pertumbuhan benur udang galah GIMacro pada tahap pendederan di bak beton selama 30 hari masa pemeliharaan Koleksi GIMacro Samas
Pendederan Jumlah Bobot (g/ekor) 10.000 10.000
0,002 0,002
Panen Jumlah
Biomassa
3.898 2.909
470 342
Bobot (g/ekor) Sintasan (%) 0,121 0.118
38,98 29,09
Dari hasil pengamatan ternyata benur yang ditokolkan dari induk GIMacro relatif lebih baik daripada benur Samas. Pertumbuhan lebih cepat serta ukuran lebih seragam. Sintasan tokolan GIMacro juga lebih baik daripada tokolan Samas. Respons terhadap pemberian pakan juga cukup baik, tidak berbeda dengan benur Samas. Hasil produksi benih udang galah pada tahap pendederan masih perlu ditingkatkan. Oleh karena kebutuhan benih udang itu untuk wilayah Yogyakarta dan Kabupaten Sleman relatif cukup tinggi. Perkembangan budidaya di kolam air tawar cukup pesat, mengingat permintaan akan udang galah konsumsi relatif tinggi dan harga di tingkat pembudidaya mencapai Rp 50.000,-/kg (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2006b; Dinas Perikanan dan Kelautan, 2006c). Kualitas air pada media pemeliharaan udang galah dalam dua siklus produksi disampaikan dalam Tabel 9. Kisaran kualitas air masih dalam batas toleransi udang galah. Tabel 9. Kualitas air pada media pemeliharaan udang galah yang meliputi pH, kH ,NH3, PO4, NO2, NO3, Cu, gH, DO Parameter pH kH (°d) NH3 (mg/L) PO4 (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) Cu (mg/L)
Kisaran nilai 8,0 14,0–15,0 0.5 2,0 5,0 25,0–50,0 0,0
Pengembangan Budidaya Udang Galah di Provinsi Bali sebagai Kelompok Kedua dalam Sistem Piramida Perkembangan budidaya udang galah di Bali relatif maju dan merupakan salah satu sentra budidaya udang galah yang mampu memproduksi lebih kurang 100 ton udang konsumsi per tahun (Dinas Tabel 10.Pertumbuhan benur udang galah GIMacro pada kolam tanah berukuran 600 m2 selama 8 minggu pada Kelompok Kedua di Bali Koleksi
PTo
Wo PT-14 W-14 PT-28 W-28
GIMacro 10,63 0,02 12,07 0,102 16,17 Bali 10,58 0,02 11,77 0,095 15,1
0,85 0,68
PT-42
W-42 PT-56
W-56
22,46 18,95
1,917 28,32 2,983 1,323 21,72 1,993
PT: Panjang total awal; Wo: Bobot awal; PT-14: Panjang total umur 14 hari; W-14: Bobot umur 14 hari; PT-28: Panjang total umur 28 hari; W-28: Bobot umur 28 hari; PT-42: Panjang total umur 42 hari; W-42: Bobot umur 42 hari; PT-56: Panjang total umur 56 hari; W-56: Bobot umur 56 hari
74
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
Perikanan dan Kelautan, 2006d). Oleh karena itu, Provinsi Bali dipilih sebagai bagian dari kelompok kedua yang memperoleh calon induk udang galah GIMacro. Pertumbuhan udang galah GIMacro memperlihatkan kecepatan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan induk udang lokal. Pertumbuhan panjang maupun bobot jelas lebih baik seperti grafik Gambar 1. 3.5 3
25 20
Bobot (g)
Panjang total (cm)
30
15 10
GIMacro
5
2.5 2 1.5 1
Bali
GIMacro Bali
0.5
0
0 1
2
3
4
5
6
1
2
Waktu (hari)
3
4
5
6
Waktu (hari)
Gambar 1. Pertumbuhan benih udang galah GIMacro dan koleksi Bali yang dipelihara pada kolam tanah selama 8 minggu Pengembangan Budidaya Udang Galah di Probolinggo, Jawa Timur sebagai Kelompok Kedua dalam Sistem Piramida Perkembangan budidaya udang galah di Jawa Timur masih memerlukan dorongan, agar dapat berkembang lebih luas di provinsi tersebut. PPU Probolinggo merupakan salah satu center udang yang langsung berinteraksi dengan masyarakat pembudidaya di Jawa Timur (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2006e). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Probolinggo dilibatkan sebagai kelompok kedua pada sistem piramida manajemen induk udang galah GIMacro. Calon induk udang galah GIMacro dipelihara di kolam tanah berukuran 100 m2. Pertumbuhan udang selama dua bulan diperlihatkan pada Gambar 2.
10
Bobot (g)
8 6 4 2 0 WO
W1
W2
W3
Umur (bulan)
Gambar 2. Pertumbuhan udang galah GIMacro selama 2 bulan masa pemeliharaan di kolam Kualitas air pada media pemeliharaan udang galah dipantau dengan parameter yang meliputi pH, kH (°d),NH3 (mg/L), PO4 (mg/L), NO2 (mg/L), NO3 (mg/L), Cu (mg/L), gH (°d), DO (mg/L).
75
Strategi pengembangan budidaya udang galah GIMacro (Lies Emmawati Hadie) Tabel 11.Kualitas air pada media pemeliharaan udang galah yang meliputi pH, kH, NH3, PO4, NO2, NO3, Cu, Fe Parameter
Kisaran nilai
pH kH (°d) gH NH3 (mg/L) PO4 (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) Cu (mg/L) Fe (mg/L)
8,0–8,5 11,0–12,0 12,0 0,0–1,0 2,0–4,0 0,0 0,0–10,0 0,0 0,0
Kisaran kualitas air masih dalam batas toleransi udang galah, sehingga masih mampu mendukung pertumbuhan udang tersebut. Hasil Analisis MPE Sistem pengembangan udang galah GIMacro dirancang dengan sistem piramida yang terdiri atas kelompok utama yaitu penghasil induk, kelompok kedua adalah penghasil benih, dan kelompok ketiga ialah pembudidaya. Untuk menentukan sentra induk udang galah GIMacro perlu ditetapkan kelompok yang paling berkompeten. Penilaian terhadap kelompok-kelompok menggunakan analisis MPE. Dari data yang diperoleh selama penelitian berlangsung serta hasil wawancara dengan berbagai pihak baik pembudidaya, instansi pemerintah maupun para pakar budidaya, beberapa kriteria yang harus tersedia untuk pengembangan budidaya udang galah GIMacro yaitu ketersediaan teknik perbenihan, sarana produksi budidaya, tenaga kerja, tingkat kepakaran, dukungan tupoksi, dan dukungan kebijakan pemerintah. Sentra yang potensial untuk dipilih sebagai sentra induk udang galah adalah kelompok yang mempunyai nilai tinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1–9, seperti terlihat pada Tabel 12. Penilaian alternatif budidaya udang galah dapat dilihat pada Tabel 12. Setelah dihitung dengan menggunakan teknik MPE, maka terlihat urutan prioritas untuk penentuan sentra induk udang galah GIMacro seperti pada Tabel 13. Dari Tabel 13 diketahui bahwa berdasarkan nilai total yang diperoleh maka prioritas pilihan kelompok sentra induk udang galah GIMacro adalah Kelompok Utama dengan total score 135.007.082. Kompetensi Kelompok Utama dalam hal ini adalah LRPTBPAT Sukamandi terbukti paling tepat Tabel 12.Hasil rata-rata data pembenihan udang galah pada perbandingan kriteria dalam penentuan sentra induk udang galah GIMacro pada Kelompok Utama, Kelompok Kedua, dan Kelompok Ketiga pada tahun 2009 Kriteria Ketersediaan teknik perbenihan Ketersediaan sarana produksi budidaya Ketersediaan tenaga kerja Tingkat Kepakaran Dukungan Tupoksi Dukungan kebijakan pemerintah
Bobot 8 7 7 9 9 8
Nilai alternatif kelompok Utama
Kedua
Ketiga
8 7 7 9 9 8
6 8 7 5 6 5
4 6 4 2 1 2
76
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Tabel 13.Hasil perhitungan dengan MPE untuk pemilihanan sentra induk udang galah Prioritas Sentra induk potensial 1 Sentra induk potensial 2 Sentra induk potensial 3
Alternatif terpilih
Nilai MPE
Kelompok utama Kelompok kedua Kelompok ketiga
135.007.082 283.648,45 1.356,14
dibandingkan dengan kelompok lainnya untuk menjadi penyedia calon induk dan induk unggul udang galah GIMacro. KESIMPULAN Hasil riset memberikan rekomendasi bahwa sistem pemuliaan berbasis pembudidaya ternyata efektif untuk pengembangan udang galah GIMacro. Sistem yang dapat dikembangkan adalah dengan sistem piramida yang terdiri atas kelompok utama yaitu penghasil induk, kelompok kedua adalah penghasil benih, dan kelompok ketiga ialah pembudidaya. Institusi yang berperan sebagai kelompok utama adalah LRPTBPAT Sukamandi, kelompok kedua adalah BBU Pamarican (Jabar), BBAP Samas Yogya (Jateng), UPU Probolinggo (Jatim), BBUG Klungkung (Bali), dan kelompok ketiga ialah pembudidaya di wilayah Jabar, Jateng, Bali, dan Jatim. Sistem piramida ini akan memberikan dampak terhadap berkembangnya sistem budidaya udang galah GIMacro secara berkelanjutan. DAFTAR ACUAN Alston, D.E. & Sampaio, C.M.S. 2000. Nursery systems and management. In New, M.B. & Valenti, W.C. Eds. Freshwater prawn culture: the farming of Macrobrachium rosenbergii, Oxford, England, Blackwell Science, p. 112–125. Correia, E.S., Suwannatous, S., & New, M.B. 2000. Flow-through hatchery systems and management. In M.B. New & W.C. Valenti, eds. Freshwater prawn culture: the farming of Macrobrachium rosenbergii. Oxford, England, Blackwell Science, p. 52–68. D’Abramo, L.R. & New, M.B. 2000. Nutrition, feeds and feeding. In New, M.B. & Valenti, W.C. Eds. Freshwater prawn culture: the farming of Macrobrachium rosenbergii. Oxford, England, Blackwell Science, p. 203–220. Daniels, W.H., D’Abramo, L.R., Fondren, M.W., & Durant, M.D. 1995. Effects of stocking density and feed on pond production characteristics and revenue of harvested freshwater prawns Macrobrachium rosenbergii stocked as size-graded juveniles. J. of the World Aquaculture Society, 26: 38–47. Daniels, W.H., Cavalli, R.O., & Smullen, R.P. 2000. Broodstock management. In New, M.B. & Valenti, W.C. Eds. Freshwater prawn culture: the farming of Macrobrachium rosenbergii, Oxford, England, Blackwell Science, p. 41–51. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006a. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Dinas Perikanan dan Kelautan. 2006b. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DI Jogjakarta. Dinas Perikanan dan Kelautan. 2006c. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sleman. Dinas Perikanan Kelautan dan Perikanan. 2006d. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali. Dinas Kelautan dan Perikanan. 2006e. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Hadie, W., Jaelani, & Hadie, L.E. 1992. Padat Penebaran Berbeda dalam Usaha Pentokolan Benih Udang Galah dan Keragaan Produksinya. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar. Balitkanwar. Bogor, hlm. 153–157. Hadie, L.E., Hadie, W., Kusmini, I.I., Jaelani, Sularto, & Hikmayani, Y. 2000. Manajemen Stok Induk Penjenis pada Populasi Sintetik Udang Galah. J. Penelitian Perikanan Indonesia, VI(3–4): 63–69.
77
Strategi pengembangan budidaya udang galah GIMacro (Lies Emmawati Hadie)
Hatchwell, B.J., Ross, D.J., Chaline, N., Fowlie, M.K., & Burke, T. 2002. Parentage in the cooperative breeding system of long-tailed tits Aegithalos caudatus. Department of Animal and Plant Sciences, University of Sheffield. Division of Environmental and Evolutionary Biology, University of Glasgow Animal Behaviour, Juli, 64: 55–63. Koeshendrajana, S., Hikmayani., Y., Iriana., I., Praseno, O., Setiabudi, E., & Wahyudi, N.A. 2001. Tinjauan aspek social ekonomi mengenai system usaha dan pemasaran udang galah. Prosiding Workshop Hasil Penelitian Budidaya Udang Galah. Pusat Riset Perikanan Budidaya, BRKP, DKP. Jakarta, hlm. 29–40. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta, 197 hlm. Koeshendrajana, S., Hikmayani, Y., Iriana., I., Praseno., O., Setiabudi, E., & Wahyudi, N.A. 2001. Tinjauan aspek sosial ekonomi mengenai sistem usaha dan pemasaran udang galah. Prosiding Workshop Hasil Penelitian Budidaya Udang Galah. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, hlm. 29–40. Pane, I. 1993. Pemuliabiakan ternak sapi. Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 200 hlm. Warwick, E.J., Astuti, J.M., & Hardjosubroto, W. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah mada University Press. Yogyakarta, hlm. 364–378.