BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dikemukakan deskripsi, analisis, dan pembahasan hasil penelitian. Deskripsi bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang keadaan
sekolah,
deskripsi
informan
tentang
implementasi
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, deskripsi hasil penelitian dan pembahasan. A. Gambaran Umum 1.
Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta adalah salah
satu unit di bidang pendidikan formal dalam lingkungan Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta dan bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Kementerian Agama. Sebagaimana lazimnya penyelenggara-penyelenggara
pendidikan
formal,
maka
Madrasah
Tsanawiyah Ali Maksum memiliki visi, misi, dan tujuan (MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, 2014: 1) a. Visi: Madrasah Berbasis Pesantren Utama
Indikator : 1) Mampu bersaing dengan lulusan yang sederajat dengan kelebihan tersendiri 2) Peningkatan daya nalar, ketrampilan dan kreatifitas non akademis sesuai bakat dan minatnya 3) Terwujudnya prestasi akademik dan non-akademik 4) Berkembangnya lingkungan warga dan perilaku yang relegius dan rasa kebangsaan serta wawasan global
64
65
5) Terciptanya suasana yang kondusif dalam 7K : kemandirian (otonomi), keluwesan (fleksibilitas), keperansertaan (partisipasi), keterbukaan (akuntabilitas, transparansi), kemajuan (transformasional), kepengetahuaan, kepercayaan (amanah) (MTs Ali Maksum, 2014: 1-2). b. Misi:
1) Menyelenggarakan pendidikan dasar berbasis pesantren yang di dalamnya berlangsung pembelajaran Al-Qur’an, ilmu-ilmu akademis dan kepesantrenan 2) Menyelenggarakan pengembangan diri baik, keterampilan komunikasi bahasa Arab dan Inggris, pembinaan teknologi informasi, seni serta olahraga 3) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik dan non-akademik 4) Membimbing dan menumbuhkembangkan lingkungan dan perilaku ke arah pengamalan ajaran Islam, rasa kebangsaan dan wawasan global 5) Menciptakan kondisi lingkungan dalam 7K : kemandirian (otonomi), keluwesan (fleksibilitas), keperansertaan (partisipasi), keterbukaan (akuntabilitas, transparansi), kemajuan (transformasional), kepengetahuaan, kepercayaan (amanah) (MTs Ali Maksum, 2014: 2). Madrasah Tsanawiyah merupakan madrasah swasta berbasis pesantren, dan dengan jumlah keberadaannya yang sedikit di Indonesia, jatidirinya semakin unik karena menerapkan ciri-khas konvergensi dalam kurikulumnya. Dalam pola ini, madrasah masih mempertahankan muatan lokal kepesantrenan di samping mengadopsi Kurikulum Nasional Diknas dan Kemenag. Demikian pula karakter kuat madrasah pesantren terlihat dari pola
keterpaduan
dalam
kurikulum
dan
pengelolaan
proses
pembelajarannya. Dengan kata lain, siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum adalah santri dan siswa dalam waktu yang sama. Identitas dan ciri ini merupakan penampakan dari embanan visi dan misi yang didasarkan atas nilai-nilai pendidikan pesantren yang teguh sekaligus luwes dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
66
c.
Tujuan Seluruh proses penyelenggaraan Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum memiliki tujuan agar warga dan siswanya : 1) Memiliki kepribadian yang matang, memahami dan mengamalkan ajaran Islam kepesantrenan dalam kehidupan sehari-hari, memiliki rasa kebangsaan dan wawasan global. 2) Mampu membaca al-Qur’an sesuai dengan ilmu Tajwid 3) Mampu berkomunikasi dengan bahasa Arab dan Inggris 4) Mampu menguasai dasar ilmu-ilmu akademis 5) Mampu menguasai dasar-dasar membaca kitab kuning 6) Terampil terutama dalam teknologi informasi, seni dan olahraga 7) Mampu menjalankan proses pendidikan dalam lingkungan yang yang tercakup dalam 7K (Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan dan Kesehatan) (MTs Ali Maksum, 2014: 2-3) Adapun tujuan madrasah dalam jangka pendek : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Meningkatkan kelulusan dan rata-ratanya Meningkatkan siswa kompeten dalam bidang TI Meningkatkan guru kompeten dalam bidang TI Memiliki kelompok tim olah raga aktif dan berprestasi. Memiliki kelompok seni aktif dan berprestasi. Meningkatkan kedisiplinan, santun dan arif dalam perilaku dan tindakan 8) Meningkatkan prestasi akademis dan non-akademis (MTs Ali Maksum, 2014: 3) 2. Letak Geografis Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum terletak di Dusun Krapyak, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebelah utara berbatasan dengan batas Kotamadya
Yogyakarta
dan
Kabupaten
Bantul.
Lokasi
Madrasah
Tsanawiyah Ali Maksum berada di Jalan Dongkelan 325 Krapyak Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta (MTs Ali Maksum, 2014: 3).
67
Dusun Krapyak adalah salah satu dusun yang cukup maju dibandingkan dengan dusun-dusun lain yang berada di Desa Panggungharjo. Kemajuan tersebut tidak lepas dari beberapa faktor. Salah satunya adalah letak geografis yang sangat mendukung, yakni dekat daerah perkotaan dan banyaknya lembaga pendidikan yang ada. Dengan demikian dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat, sosial budaya dan status ekonominya. Sedangkan mayoritas penduduknya beragama Islam (MTs Ali Maksum, 2014: 3). Secara geografis, jarak Dusun Krapyak dengan Kantor Desa Panggungharjo 1,5 km, dengan Kota Kecamatan 2,5 km, dengan Kota Kabupaten 8 Km, dengan propinsi 3 km. Karena letak geografisnya yang sangat strategis ini, Dusun Krapyak termasuk dusun yang sangat dikenal apalagi letak wilayahnya yang berbatasan dengan Kodya Yogyakarta yang menjadikan Krapyak termasuk dusun yang cukup maju. Faktor pendukung lainnya adalah terdapatnya terdapatnya lembaga-lembaga pendidikan baik keagamaan (pondok pesantren) maupun umum (sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi) baik formal maupun non formal (MTs Ali Maksum, 2014: 3). Lembaga pendidikan keagamaan non-formal terdiri atas tiga pondok pesantren, yaitu : PP Al Munawwir (berdiri 1909), PP Krapyak Yayasan Ali Maksum (berdiri 1990) dan PP Al-Muhsin (berdiri 1991). Adapun pendidikan keagamaan non-formal yang lainnya seperti : Ma’had Aly (Perguruan Tinggi Ilmu-ilmu Salafiyah), Lembaga Kajian Islam Mahasiswa
68
(LKIM), Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Salafiyah I, II, III dan IV, juga Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Diniyah, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ-Plus) dan lain-lain. Lembaga keagamaan formal terdiri dari Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Sedang lembaga pendidikan umum yang banyak di Dusun Krapyak, diantaranya Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Dasari Budi I dan II, Sekolah Dasar (SD) Jageran I, II, III dan SMP Panggungharjo (MTs Ali Maksum, 2014: 4). 3. Sejarah Singkat Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Sejarah dan periodesasi kepemimpinan Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tidak lepas dari al Maghfurlah KH. Ali Maksum (1911-1989 M). Atas dukungan dari seluruh ahli bait (keluarga) Pondok Krapyak dan dengan keinginan serta keilmuan yang dimiliki oleh KH. Ali Maksum, akhirnya Pondok Pesantren Krapyak yang semula hanya dikenal sebagai pesantren di bidang Al Qur’an, dengan kajian-kajian khusus Al Qur’an, kemudian menjadi pesantren yang mengkaji juga ilmu-ilmu syari’ah dan lughah (bahasa). Kepeloporan beliau ini melahirkan lembaga-lembaga baru, seperti Madrasah Tsanawiyah (1949), Madrasah Ibtidaiyah Putra (1946), Sekolah Menengah Pertama Eksata Alam (1950), Madrasah Banat (1951), Madrasah Aliyah (1955), Madrasah Diniyah (1960), Madrasah Tsanawiyah 6 Tahun (1962), lalu dipisah menjadi Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan Madrasah Aliyah 3 tahun pada tahun 1979 (MTs Ali Maksum, 2014: 5).
69
Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga-lembaga pendidikan tersebut mengalami pasang surut, sehingga tinggal Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Madrasah Aliyah (3 tahun), Madrasah Diniyah dan Pendidikan Kepesantrenan. Keadaan ini berlangsung sampai KH. Ali Maksum meninggal dunia dan berdirilah Yayasan Ali Maksum. Secara tidak langsung lembagalembaga tersebut berada di bawah naungan kepengurusan Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. 4. Periodisasi Kepemimpinan Sejak berdirinya Madrasah Tsanawiyah pada tahun 1962 (dahulu sering disebut Madrasah Tsanawiyah
6 tahun, kelas 1–3 untuk
Tsanawiyah dan kelas 4–6 untuk Aliyah) mulai tahun 1979 dipisah secara resmi. Kepemimpinan di Madrasah Tsanawiyah mengalami 4 periodesasi, yaitu periode KH. Ali Maksum, KH. M. Hasbullah AS., KH. Masyhuri Ali Umar, Afif Muhammad Hasbullah, S. Ag. dan periode H. Fairuzi Afik, kemudian kembali kepada H. Afif Muhammad, M.A. dan sekarang kembali pada pada H. Fairuzi Afik (MTs Ali Maksum, 2014: 5). 5. Pengurus Madrasah Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum adalah salah satu lembaga pendidikan
yang
bertujuan
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
bertanggung jawab terselenggaranya pendidikan siswa, maka perlu penanganan khusus yang kemudian dinamakan pengurus madrasah (MTs Ali Maksum, 2014: 7).
70
Pengurus madrasah bertugas sebagai penentu dan pengelola secara operasional kegiatan kemadrasahan. Secara struktural lembaga ini terdiri atas : a. Kepala Madrasah b. 4 orang Wakil Kepala Madrasah : 1) Wakil Kepala Urusan Humas 2) Wakil Kepala Urusan Kesiswaan 3) Wakil Kepala Urusan Pengajaran/Kurikulum 4) Wakil Kepala Urusan Sarana Prasarana & Perencanaan c. Bagian-bagian : 1) Bag. Administrasi Siswa 2) Bag. Administrasi Guru & Humas 3) Bag. Administrasi Sarana/ Prasarana 4) Bag. Administrasi Keuangan 5) Bag. Administrasi Kepala Madrasah dan Ketenagaan 6) Bag. Kerumahtanggaan 7) Bag. Kepala Perpustakaan 8) Staf Perpustakaan 9) Bag. Laboratorium IPA (MTs Ali Maksum, 2014: 7). 6. Struktur MTs Ali Maksum Struktur Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta pada tahun pelajaran 2008/2009 sebagaimana dalam lampiran 2.
71
7. Sarana dan Prasarana MTs Ali Maksum Sarana dan prasaran Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta tercantum sebagaimana dalam lampiran. 8. Pendidikan, Pengajaran dan Kurikulum Sejak tahun Pelajaran 2004/2005, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran serta kurikulum yang diterapkan di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum mengacu pada basis kompetensi untuk yang kelas I dan yang kelas II dan III masih meneruskan sistem tahun sebelumnya. Artinya bahwa kebijakan-kebijakan yang ditetapkan baik berkenaan dengan pendidikan, pengajaran maupun kurikulumnya didasarkan pada usaha secara maksimal dari visi dan misi Madrasah Tsanawiyah yang mempunyai otonomi pendidikan (MTs Ali Maksum, 2014: 12). a. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Dalam pendidikan dan pengajaran; usaha yang dilakukannya meliputi sistem pendidikan-pengajaran, kurikulum dan ekstra kurikuler. Sejak tahun pelajaran 2002/2003, sistem yang digunakan dalam proses belajar mengajar di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum adalah dengan menggunakan sistem Semester. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan daya serap siswa dan keberhasilan usaha komulatif dalam mata pelajaran pendidikan, lebih khusus bagi tenaga pengajar.
72
b. Kurikulum Kurikulum yang diterapkan di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum yaitu
kurikulum
yang
berbasis
kompetensi,
sehingga
dalam
kebijakannya diputuskan, bahwa dalam pelaksanaan kurikulum di Madrasah Tsanawiyah menerapkan pola 100% kurikulum Kementrian Agama (Kemenag RI) dan 100% kurikulum Kepesantrenan dengan waktu belajar mulai jam 07.30 s/d 21.30 WIB (MTs Ali Maksum, 2014: 12). Dengan demikian berbagai macam kajian, pelajaran dan bimbingan dasar, Madrasah Tsanawiyah berdasarkan sejarah awal bahwa madrasah ini semula bernama Madrasah Tsanawiyah 6 tahun. Artinya kurikulum ini bermaksud mengembalikan pesantren sebagai ma’had bagi tafaqquh fi al-din. Dan apabila dicermati kurikulum ini memberi penekanan pada kajian al-Qur’an al-Hadits dan penyerapan tiga pilar utama ilmu bahasa arab nahwu, shorof dan bahasa arab), serta pembinaan perilaku (MTs Ali Maksum, 2014: 12-13). Untuk menunjang kurikulum yang ada dibuat rapot sendiri pula, di samping raport dari negara. Penentuan kenaikan kelas, maupun kelulusan/tamat juga dilihat dan ditentukan berdasarkan baik dari negara maupun dari lokal (kepesantrenan). Sehingga pada akhirnya siswa dapat melanjutkan jenjang yang kebih tinggi, baik Madrasah Aliyah maupun SMA atau setingkatnya (MTs Ali Maksum, 2014: 13). Tabel 2. Kurikulum Mts Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
73
No 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 2. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3. 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7
Mata Pelajaran VII VIII Kurikulum Pendidikan Nasional (Diknas) Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 Bahasa Indonesia 4 4 Matematika 4 4 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 6 6 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 4 4 Seni Buadaya 2 2 Penjaskes 2 2 Bahasa Inggris 4 4 TIK 2 Bahasa Jawa 2 2 Kurikulum Departemen Agama (Depag) al-Qur’an al-Hadits 2 2 Aqidah Akhlaq 2 2 Fiqh 2 2 Sejarah Kebudayaan Islam 2 2 Bahasa Arab 4 2 Kurikulum Kepesantrenan Nahwu 4 4 Shorof 6 4 Tajwid 2 2 Mumarosah 2 2 Mahfudhat 2 2 Fiqh Idhafy (Kitab al-Taqrib) 2 2 Nahwu II (Matn al-Jurumiyah) 2 Jumlah 60 60 Sumber: Administrasi Tata Usaha MTs Ali Maksum, 2014: 13)
IX 2 4 6 6 6 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 60
9. Kegiatan Ekstrakurikuler MTs Ali Maksum Kegiatan ekstrakurikuler ini bertujuan agar siswa lebih memperkaya dan memperluas wawasan, mendorong pembinaan nilai dan sikap serta memungkinkan penerapan lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum. Adapun bentuk kegiatan ekstrakurikuler di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum adalah :
74
a. Perpustakaan Perpustakaan sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan perlu dilembagakan secara formal. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa terhadap ilmu pengetahuan. Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta telah mempunyai perpustakaan sendiri dengan pelayanan yang memadai serta persediaan buku-buku pengetahuan umum, bukubuku agama dan buku pegangan guru. Penempatan buku dan pelayanan peminjaman ditempatkan di ruang tersendiri (sebelah barat Kantor Madrasah). b. Laboratorium Laboratorium ini adalah laboratorium dasar untuk IPA (fisika dan
Biologi)
bertujuan
untuk
meningkatkan
keberhasilan
siswaterutama dalam bidang IPA. Adapun peralatannya sudah cukup memadai (walaupun belum semuanya tersedia) untuk praktikum IPA. c. Pencak Silat LPSNU Pagar Nusa Pencak Silat ini adalah salah satu cabang olah raga bela diri yang didirikan oleh para pendekar Nahdlatul Ulama (NU) yang biasa dilakukan di pondok-pondok pesantren baik di Jawa maupun di luar Jawa. Hingga sekarang masih eksis dan semakin berkibar, dengan dilatih oleh para pendekar seniornya. Kegiatan ini bertujuan:
75
mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan santri dalam cabang olah raga beladiri. d. Seni Baca al-Qur’an (Qiro’ah) Qiro’ah adalah salah satu bentuk kesenian atau ketrampilan yang sudah biasa dijalani dan dilakukan oleh lembaga pesantren dimanapun berada. Tujuan utama adalah mengembangkan bakat dan minat santri dalam bidang olah vokal seni baca al-Qur’an. Melalui kegiatan ini diharapkan santri semakin mencintai Kitab Suci alQur’an. e. Seni Hadroh dan Qosidah Seni
Hadroh
dan
Qosidah
(Samrah)
ini
bertujuan
:
mengembangkan bakat dan minat santri dalam bidang seni musik yang bernuansakan keislaman. f. Seni Drama Kegiatan
ini
bertujuan:
membina
dan
mengembangkan
keterampilan santri dalam bidang olah jiwa dan mengekspresikan diri untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. g. Pelatihan Keorganisasian / Kepemimpinan Pelatihan ini diselenggarakan sekali dalam setahun. Tujuan pelatihan ini untuk membina dan memupuk jiwa kepemimpinan dan berorganisasi siswa dalam kehidupan.
76
h. Majalah Dinding (Mading) Bertujuan untuk melatih dan mengembangkan bakat santri dalam bidang tulis menulis di majah dinding. i. Buletin Siswaan-Nahdloh Bertujuan untuk melatih dan mengembangkan kreativitas santri dalam bidang tulis menulis dengan mengikuti perkembangan ilmu dan tehnologi dalam bentuk bulletin/majalah kecil. j. Palang Merah Remaja (PMR) Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk membina dan melatih para siswa dalam memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. Setiap tahunnya diadakan pendataan kepada anggota baru dan pelatih/pembimbingnya diambil dari para instruktur kabupaten dan terkadang dari propinsi. k. Dewan Keamanan Sekolah (DKS) Kegiatan ini banyak manfaatnya bagi para siswa, antara lain untuk melatih siswaagar mampu lebih berdisiplin diri dan membantu tugas-tugas kemadrasahan dalam mendisiplinkan orang lain. l. Olahraga Bertujuan untuk mengembangkan bakat dan minat santri dalam bidang
olahraga.
Untuk
sementara
cabang
dikembangkan adalah sepakbola dan bola voli.
olahraga
yang
77
m. Tata Boga dan Tata Busana Kegiatan ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan keterampilan siswi dalam bidang busana, merangkai bunga, masakmemasak, membuat kue, dan menyajikannya secara baik dan menarik. 10. Deskripsi Informan Penelitian Berikut ini merupakan deskripsi informan dalam penelitian skripsi ini, yaitu: a. Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Guru mata pelajaran Pendididikan Kewarganegaraan merupakan pihak yang berkaitan langsung dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ali Maksum Krapyak Yogyakarta yang terdiri dari 2 (dua) guru, yaitu : 1) Pak A. Hanis Thoriq, S.H.I, M.SI. Merupakan
seorang
guru
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan yang memegang kelas VIII A, VIII B, VIII C, IX A dan IX B di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Beliau merupakan lulusan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta dengan jurusan Syariah (Jinayah Siasah) SI, S2 dengan jurusan MKPI (Kebijakan Pendidikan) dan sekarang merupakan salah satu guru di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan sekaligus mengajar Akidah Akhlak.
78
2) Agung Wicaksono, S.Pd Merupakan
seorang
guru
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan yang memegang kelas semua kelas VII (VII A - VII F) dan VIII D, VIII E, VIII F di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Beliau merupakan lulusan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan mengajar di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sejak tahun 2013 sampai sekarang.
79
b. Siswa MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta Merupakan siswa yang diampu oleh Guru Pendidikan Kewarganegaraan yang bersangkutan. Tabel 3. Daftar Informan Siswa No. Nama Siswa Kelas 1. Alfan Maulana VIII C Putra 2. Afnan Mubaroq M VIII C Putra 3. Alwi Muhibullah VIII C Putra 4. Viky Faun VIII C Putra 5. M. Afandi Valeva VIII C Putra 6. Muhammad Iqbal VIII C Putra 7. Ridwan Amaray VIII C Putra 8. Muchlis VII C Putra 9. Alip Nur Muhharam VII C Putra 10. Muafid Sigit VII B Putra 11. Thoriq Alfa Risqi VII B Putra 12. Rofiq Burhannudin VII B Putra 13. Alfat Muftahudin VII B Putra 14. Muhammad Fardan VII B Putra 15. Abudulla Faqiy VII B putra 16. M. Nurrul Ihsan VIII A Putra 17. M. Arief Arafat VIII A Putra 18. Syeh AbuLaits Samarqandi VIII A Putra 19. Faiz Muaddibi VIII A Putra 20. Rifa Hazriyyah VIII D Putri 21. Ainna Asyifatun Fitri VIII D Putri 22. Shoffy Muniroh VIII D Putri 23. Afiefah Nurul Adhaa VIII D Putri 24. Maulaya Advikna VIII D Putri 25. Afra Hikmatul Maulida VIII D Putri 26. Anisatun Novia Ariqoh VIII D Putri 27. Najdatul Izzah VIII D Putri 28. Sabella Isnani Martha Benedia VIII D Putri 29. Taqiya Banafsaj Rahman VIII D Putri 30. Qonita Annavidza VIII F Putri 31. Sholiha VIII E Putri Sumber: daftar presensi siswa MTs Ali Maksum tahun ajaran 2013/2014.
80
B. Deskripsi Hasil Penelitian Berikut ini disajikan data hasil penelitian yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi mengenai implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ali Maksum Krapyak Yogyakarta yang meliputi penyusunan
Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
Pendidikan
Kewarganegaraan, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, dan teknik penilaian hasil pembelajaran yang berdimensi pembentukan karakter
kebangsaan.
Selanjutnya
faktor
penghambat
terlaksananya
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di MTS Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yang muncul pada pembelajaran Pendidikan Kewargangeraan dalam pembentukan karakter siswa di MTS Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. 1. Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan Siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang Berdimensi Pembentukan Karakter Kebangsaan Pada proses belajar mengajar yang dilakukan oleh tiap-tiap guru memiliki strategi maupun pedoman tersendiri dalam menyampaikan materi kepada setiap siswa. Pedoman inilah yang menjadi utama untuk melakukan
berbagai
kegiatan
selama
proses
belajar
mengajar
berlangsung, hal ini dikarenakan agar kegiatan belajar mengajar lebih
81
terarah dan sistematis nantinya. Pedoman ini berupa silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam penyusunan RPP yang termuat di dalamnya tidak hanya mencakup materi semata, tetapi lebih jauh lagi menyisipkan nilai-nilai karkter sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya diberi pemahaman akan pengetahuan semata melainkan nilai-nilai karakter juga menjadi perhatian khusus dalam penyusunan RPP. Menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan terkait proses penyusunan RPP yang berdimensi karakter tidak dimungkinkan untuk menyisipkannya di dalam RPP, tetapi hanya bisa mengkaitkan nilai-nilai yang ada dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dikarenakan waktu yang tersedia hanya 1 jam 45 menit, yang mana berbeda dengan sekolah umum lainnya seperti SMP yang pelajarannya tidak seperti di MTs Ali Maksum ini. Harus melakukan penyesuaian dengan berbagai kebijakan dari pemerintah di mana materi yang ada harus disesuaikan dengan waktu yang ada, sehingga untuk penyususnan RPP juga harus disesuaikan (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Penyisipin nilai-nilai yang tidak bisa dimasukkan dalam RPP kemudian disisipkan dalam pelaksaan pembelajaran dengan memasukkan nilai-nilai seperti persatuan dan kesatuan yang biasannya memasukkan perilaku-perilaku pondok melalui cerita-cerita tentang perjuangan yang
82
ada hubungannya dengan persatuaun seperti perjuangan Arek-Arek Surabaya (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Hasil studi dokumentasi menunjukkan informasi bahwa terdapat rangsangan dalam pembentukan karakter kebangsaan dalam perencanaan pembelajaran PKn yang berupa RPP, yaitu pada format karakter siswa yang diharapkan. Namun, penyusunan RPP yang ada masih kasar seperti penyusunan RPP pada umumnya. Hal ini terlihat pada kompetensi dasar “mendeskripsikan sistem pemerintahan Indonesia” nilai karakter yang diharapkan muncul adalah toleransi, kejujuran, kejuangan, dan kewarganegaraan. Format
penyususnan
RPP
pada
kompetensi
dasar
“mendeskripsikan sistem pemerintahan Indonesia” karakter siswa yang diharapkan muncul sebenarnya masih banyak lagi karakter yang dapat dimunculkan. Namun, kembali lagi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat hanya digunakan sebagai pedoman pembelajaran saja, tetapi untuk pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelas lebih bersifat fleksibel (Hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Berdasarkan hasil data dokumentasi dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas VIII yang dibuat oleh A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan terintegrasi ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pendidikan Kewarganegaraan pada umumnya. Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan yang
83
berdimensi pembentukan karakter kebangsaan terlihat pada format perencanaan pembelajaran yaitu pada kolom kegiatan belajar mengajar (KBM), pada karakter siswa yang diharapkan. Gambar 1. Format Karakter Siswa yang diharapkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Sumber: Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) guru PKn MTs Ali Maksum Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa ditunjukkan pada format penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan merencanakan karakter yang diharapkan muncul pada siswa berupa karakter toleransi, kejujuran, kejuangan, dan kewarganegaraan. Jika dikaji lebih dalam dari format
84
perencanaan pembelajaran tersebut karakter yang diharapkan muncul pada diri siswa dapat dijadikan semangat awal dalam menumbuhkan perilaku kecintaan terhadap bangsa , negara dan tanah air Indonesia. Artinya dalam hal ini untuk format perencanaan pembelajaran pada indikator karakter siswa yang diharapkan muncul sudah mengindikasikan kearah adanya pembentukan karakter kebangsaan, meskipun jika dilihat secara keseluruhan format RPP yang ada belum mengarah pada transformasi nilai-nilai karakter kebangsaan. Karakter
kebangsaan
yang
dimaksud
dalam
perencanaan
pembelajaran yaitu RPP ini yang dapat disisipkan dalam setiap materi PKn adalah semangat untuk cinta tanah air. Karena memang tugas seorang guru untuk bisa menanamkan perilaku kecintaan kepada bangsa dan negara. Oleh karena itu, untuk semua materi Pendidikan Kewarganegaraan dirasa bisa disisipkan karakter kebangsaan (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang ada biasanya tidak hanya memuat terkait materi semata tetapi memuat nilai-nilai karakter. Terkait letak perbedaan penyusunan RPP yang berdimensi karakter menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. hanya terletak pada titik tekan, yang memang waktunya hanya cukup untuk menjelaskan materi semata. Untuk menyisipkan karakter presentasinya tidak sama dengan menyampaikan materi, karena nilai-nilai karakter hanya disampaikan melalui penyisipan-penyisipan (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014).
85
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PKn yang di dalamnya tidak hanya mencakup segi kognitif, tetapi psikomotorik dan afektif menjadikan PKn sebagai mata pelajaran yang khas dengan ketiga kompetensi yang harus ada dalam pembelajaran PKn. Dalam membuat RPP PKn menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. terdapat sedikit perbedaan dengan penyususnan RPP mata pelajaran lainnya, hal ini terlihat dari evaluasi penilaian hasil pembelajaran yang tidak hanya mencakup penilaian kognitif tetapi sikap juga diutamakan, sehingga penilaian yang ada berbeda dengan mata pelajaran lain. Pada tanggal 29 April 2014 peneliti melakukan wawancara kepada Agung Wicaksono, S.Pd selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan terkait Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berdimensi karakter. Menurut Agung Wicaksono, S.Pd untuk kurikulum 2013 seharusnya dicantumkan nilainilai karakter terlebih karakter kebangsaan, tetapi untuk KTSP tahun 2006 lalu tidak dicantumkan nilai-nilai karakter. Hal ini dikarenakan Agung Wicaksono, S. Pd lebih mengutamakan penyisipan nilai-nilai karakter pada proses pembelajaran yang akan dilakukan. Jadi untuk karakter nasionalisme disampaikan secara spontanitas, yang mana dalam hal ini Agung Wicaksono, S. Pd jarang mengacu pada RPP. Menurut Agung Wicaksono, S.Pd secara administrasi penyusunan RPP itu merupakan sesuatu hal yang penting, tetapi dikarenakan kondisi internal seperti adanya rasa malas untuk membuat RPP menjadikan
86
Agung Wicaksono, S. Pd tidak membuat RPP. Kemudian beliau mengatakan sebenarnya RPP itu penting meskipun dalam prakteknya tidak selamanya mengacu ke sana. Lebih lanjut menurut beliau RPP itu di MTs Ali Maksum ini masih terbatas pada guru-guru yang sertifikasi dan proses sertifikasi. Penyisipan nilai-nilai karakter dalam penyusunan RPP terkadang memberikan sedikit kesulitan bagi guru PKn, sehingga menjadikan RPP hanya sebagai formalitas sebagai syarat administrasi semata. Hal ini dinyakatan oleh Agung Wicaksono, S.Pd. Yang mana dari pernyataan beliau diketahui bahwa Agung Wicaksono, S. Pd belum pernah membuat RPP yang berdimensi karakter kebangsaan, dalam penyusunan RPP masih kasar, tidak terperinci dan hanya terpaku pada materi pokoknya semata, untuk menyampaikan karakter nasionalisme dilakukan secara spontanitas. Kemudian pertanyaan lainnya terkait apakah karakter kebangsaan itu bisa dimasukkan dalam setiap materi Pendidikan Kewarganegaraan atau tidak menurut Agung Wicaksono, S.Pd semua materi yang ada bisa dimasukkan karakter kebangsaan. Karakter kebangsaan yang lebih diajarkan adalah sikap semangat dan pantang menyerah (hasil wawancara tanggal 19 April 2014).
87
b.
Pelaksanaan pembelajaran yang Berdimensi Pembentukan Karakter Kebangsaan Pada pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di kelas berbagai model pembelajaran yang dilakukan tiap-tiap guru memiliki ciri khasnya masing-masing. Hal ini terlihat dari mulai kegiatan pendahuluan, kegiatan inti yang meliputi kegiatan eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan kegiatan penutup. Perbedaan penggunaan model pembelajaran ini memberikan pengaruh yang berbeda pula pada pemahaman siswa terkait materi yang dijelaskan oleh tiap-tiap guru. Seperti halnya di MTs Ali Maksum pelaksanaan pembelajaran yang
berlangsung
di
kelas
menggunakan
beragam
model
pembelajaran yang berbeda-beda antara guru PKn satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 26 April 2014 di kelas Agung Wicaksono, S.Pd, kelas VII F Putri dengan materi “mengaktualisasikan kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab”. Proses pembelajaran yang memuat
kegiatan
pendahuluan
dilakukan
dengan
membuka
pembelajaran dengan salam, presensi, dan pemberian informasi terbaru (Breaking News). Kegiatan inti yang meliputi kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi berlangsung seperti pada umumnya.
88
Pada kegiatan inti ini guru menyampaikan materi pokok dengan menggunakan metode ceramah disertai dengan tanya jawab, sedangkan media yang digunakan adalah papan tulis dan spidol. Agung Wicaksono, S.Pd menyampaikan materi yang akan dibahas tentang saluran dalam mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab. Beberapa siswa antusias dalam mengemukakan pertanyaannya dan menyimak penjelasan atau klarifikasi dari guru terkait pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh mereka. Pada kegiatan ini hanya berlangsung tanya jawab selama proses pembelajaran. Di samping menjawab pertanyaan siswa terkadang Agung Wicaksono, S.Pd menyisipkan nilai-nilai positif kepada siswa dengan mengkaitkan pada materi yang sudah dijelaskan. Kegiatan penutup dilakukan dengan pemberian tugas kepada siswa dan mengakhiri proses belajar mengajar dengan memberikan semangat kepada siswa berupa semangat untuk terus belajar dan gemar membaca tentang peristiwa atau apapun berita yang sedang terjadi, baik
nasional
dan
internasional
dan
kemudian
mengakhiri
pembelajaran dengan mengucapkan salam. Beberapa hal penting yang menjadi catatan pada saat pelaksanaan pembelajaran
yang
berlangsung
di
kelas
dengan
materi
mengaktualisasikan kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab yakni pembentukan nilai-nilai karakter kebangsaan
yang dilakukan
guru
dilihat
secara
keseluruhan
89
menunjukkan
adanya
rangsangan
dalam
membentuk
karakter
kebangsaan pada diri siswa. Meskipun belum dijumpai pembelajaran khusus terkait model pembelajaran yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan. Observasi yang dilakukan pada tanggal 30 April 2014 di kelas Agung Wicaksono, S.Pd kelas VIII E Putri menunjukkan pada kegiatan pendahuluan diawali dengan salam, karena semua siswa yang ada terlambat masuk kelas kemudian dilakukan pengecekkan kebersihan dan kerapian kelas. Siswa secara bersama-sama merapikan dan membersihkan kelas, dan dilanjutkan dengan presensi. Ada beberapa siswa yang tidak hadir dikarenakan sakit, dan Agung Wicaksono, S.Pd menanyakan lebih jauh terkait siswa yang tidak hadir kepada siswa yang lain. Pada kegiatan ini Agung Wicaksono, S.Pd memberikan himbauan kepada siswa untuk selalu menjaga kebersihan, baik kebersihan badan atau diri sendiri maupun kebersihan lingkungan. Hal ini dikarenakan para siswa yang ada tidak hanya menghabiskan waktu di sekolah, tetapi juga di asrama atau pondok. “Untuk itu kebersihan merupakan hal penting yang harus dijaga, karena kebersihan merupakan sebagian dari iman”. Pada kegiatan inti yaitu eksplorasi, Agung Wicaksono, S.Pd menjelaskan materi tentang peran lembaga negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dalam kegiatan ini metode yang digunakan adalah ceramah bervariasikan
90
tanya jawab, sedangkan media yang digunakan hanya papan tulis dan spidol dan sumber belajar yang digunakan juga hanya sebatas buku LKS. Selama penjelasan materi yang dilakukan oleh Agung Wicaksono, S.Pd, beberapa siswa dari mereka ada yang mengantuk. Pada kegiatan elaborasi, Agung Wicaksono, S.Pd memancing siswa dengan menjelaskan materi dengan diselingi cerita, yang kemudian menunjuk salah satu siswa untuk mengemukakan pendapatnya tentang materi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Proses tanya jawab berlangsung pada kegiatan ini, dan siswa mulai antusia dalam mengikuti pembelajaran yang ada. Selanjutnya kegiatan konfirmasi, Agung Wicaksono, S.Pd kembali bertanya kepada siswa terkait materi mana yang dirasa kurang jelas, dan bersama-sama dengan siswa yang lainnya untuk membuat penguatan tentang materi yang telah dijelasakan sebelumnya dan memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Kegiatan penutup dilakukan dengan memberikan konfirmasi dan menyimpulkan tentang materi apa saja yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pemberian tugas terkait masing-masiang tugas dan wewenang lembaga tinggi negara dan mengakhiri pembelajaran dengan salam. Hasil observasi yang dilakukan tanggal 29 April 2014 di kelas A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. kelas VIII A Putra pada materi tentang mendeskprisikan sistem pemerintahan Indonesia aspek yang diamati
91
untuk kegiatan pendahuluan yaitu kegiatan berdoa, presensi sudah terlihat. Penyampain nilai disiplin mulai terlihat ketika ada beberapa siswa yang terlambat masuk kelas, meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit kepada siswa. Untuk menyanyikan lagu nasional belum terlihat, memberikan pertanyaan yang mangaitkan materi sebelumnya dengan yang akan dipelajari sudah terlihat, menyampaikan tugas dan kompetensi yang akan dicapai belum terihat. Kemudian untuk kegiatan inti pada pelaksanaannya belum berpedoman pada Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Di mana kegiatan yang dilakukan hanya dengan menggunakan metode ceramah bervariasikan tanya jawab dan resitasi (penugasan). Penyisipan nilainilai atau karakter saat proses pembelajaran terlihat seperti nilai toleransi, kejujuran, kejuangan dan kewarganegaraan pada kegiatan pendahuluan, yaitu pada waktu presensi salam dan pemanggilan siswa, telihat juga pada kegiatan inti (elaborasi dan konfirmasi) di mana ketika menjawab pertanyaan siswa A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. mengkaitkan dengan nilai-nilai yang ada di pondok, dan kegiatan penutup ketika berdoa sekaligus memberikan motivasi untuk terus semangat dalam berprestasi. Meskipun tidak dijelaskan secara verbal pengertian atau makna dari masing-masing nilai tersebut. Cara guru memotivasi siswa agar aktif sudah terlihat dengan menunjuk siswa yang sedang mengobrol atau yang sedang tidur untuk menjelaskan materi yang sudah dijelaskan atau menjawab pertanyaan
92
yang diberikan, siswa melakukan refleksi dan bertanya dan guru melakukan berbagai penjelasan sudah terlihat. Selanjutnya kegiatan penutup untuk siswa membuat kesimpulan dan refleksi yang dibimbing guru belum terlihat, siswa mencatat tugas untuk pertemuan selanjutnya sudah terlihat, dan menutup pelajaran dan berdoa guru bersama siswa sudah terlihat. Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 23 April 2014, 26 April 2014, 28 April 2014 dan 29 April 2014 menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pembelajaran yang mengarah pada pemahaman tentang nilai,
mengkaitkan
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
dengan nilia-nilai yang ada di pondok pesantren dengan tetap berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Di samping itu pembelajaran yang ada juga menunjukkan persoalan nyata dalam memberikan contoh
permasalahan-permasalahan
yang
sedang
terjadi
baik
permasalahan yang menyangkut ranah nasional maupun internasional. Dengan memberikan sebuah persoalan nyata kepada siswa, siswa dituntut untuk mengemukakan pendapat mereka dan mengkritisi setiap permasalahan yang muncul. Kegiatan belajar mengajar yang di dalamnya tidak hanya menjelaskan tentang materi semata, tetapi juga berkaitan tentang strategi
atau
metode
pembelajaran
guna
menunjang
proses
pembelajaran untuk mempermudah siswa dalam memahami materi
93
yang akan dijelaskan sengatlah penting. Metode pembelajaran memiliki peran penting guna meningkatkan daya ingat, daya tangkap, dan daya tarik dalam menerima materi pembelajaran dari guru. Jika metode pembelajaran yang digunakan guru tidak menarik tentu saja bagi siswa akan kesulitan untuk menangkap bahkan mengingat materi yang diberikan oleh guru. Tabel 4. Hasil Observasi Kelas No.
Tanggal
Kelas
Hasil Observasi
1.
23 April 2014
VIII F Putri
Metode Ceramah bervariasi, Diskusi,
2.
26 April 2014
VII F Putri
Metode Ceramah bervariasi, Penugasan
VII C Putra
Metode Ceramah bervariasi, Penugasan
3.
28 April 2014 VII A Putra
Metode Ceramah bervariasi
VIII A Putra
Metode Ceramah bervariasi, Penugasan
VIII E Putri
Metode Ceramah bervariasi, Penugasan
VIII F Putri
Metode Ceramah bervariasi
VII D Putri
Metode Ceramah bervariasi
4.
29 April 2014
4.
30 April 2014
5.
20 Mei 2014
Sumber: Hasil observasi di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta Sejauh ini metode pembelajaran yang pernah dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta seperti yang sudah dipaparkan pada tabel di atas adalah ceramah bervariasi tanya jawab dan diskusi. Menurut Taqiya Banafsaj Rahman siswa kelas D Putri penggunaan metode pembelajaran yang pernah dilakukan adalah ceramah, diskusi, tanya jawab, dan terkadang ada permainan. Lanjutnya, metode pembelajaran ceramah dan tanya jawab
94
terkadang dirasa kurang menarik, apalagi ketika pelajaran tersebut berada di jam terakhir. Namun ketika ceramah itu diselingi dengan cerita-cerita menjadikan suasana kelas lebih menarik lagi (Hasil wawancara tanggal 3 Mei 2014). Strategi pembelajaran menjadi salah satu bagian penting dalam pembentukan karakter kebangsaan guna menarik minat dan perhatian siswa untuk dapat fokus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Strategi
pembelajaran
PKn
tidak
hanya
dimaksudkan
untuk
menyampaikan materi semata tetapi lebih jauh lagi mampu mendorong terjadinya pembentukan karakter atau sikap pada diri siswa. Oleh karena itu, terkait strategi pembelajaran yang dilakukan guru
PKn
menanyakan:
dalam
pembentukan
adakah
strategi
karakter
khusus
kebangsaan
yang
dilakukan
penulis dalam
pembelajaran guna membentuk karakter kebangsaan siswa? Menurut Agung Wicaksono, S.Pd strategi pembelajaran yang dilakukan dalam pembentukan karakter kebangsaan sejauh ini masih sebatas pada pemberian informasi terbaru, terkait info apa yang sedang hangat, atau ada kasus apa yang sedang terjadi dijelaskan kepada siswa , kemudian siswa diajak untuk bertukar pikiran (hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Selanjutnya teknik khusus dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan Agung Wicaksono, S.Pd hanya mengalir saja dengan cara berkomunikasi pada siswa, yaitu
95
memberikan motivasi-motivasi untuk membentuk sikap siswa. Seperti menunjukkan kepada siswa kondisi real di masyarakat, kemudian menggali informasi dan menuangkannya dalam sebuah coretancoretan. Strategi lainnya yang dilakukan Agung Wicaksono, S.Pd adalah pemberian berita-berita terbaru terkait dengan apa yang kemudian sedang terjadi di Indonesia dan siswa dituntut untuk mengemukakan pendapat maupun kritik terhadap permasalahan yang sedang terjadi. (Hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Strategi pembelajaran yang baik adalah strategi pembelajaran yang dapat diterima oleh semua siswa, yang mana setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menguasai ataupun memahami sutau materi yang diajarkan. Oleh karena itu, kondisi keberagaman siswa yang ada memberikan konsekuensi beragamnya pula kemampuan siswa, beragamnya pandangan dan sikap tentunya. Agung Wicaksono, S.Pd memberikan pernyataan bahwa strategi yang dilakukan tidak terlalu beda. Tetapi untuk kelas yang di dalamnya terdapat siswa yang memiliki perbedaan warna kulit dapat dijadikan tambahan materi untuk menunjukkan keberagaman yang dimiliki negara Indonesia (hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Berbeda dengan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Agung Wicaksono, S. Pd strategi pembelajaran yang digunakan oelh A. Hanis Thoriq, S. H.I, M.SI. adalah dengan memberikan contoh nyata kepada siswa terkait penokohan-penokohan. Seperti para Sunan
96
atau Pangeran Diponegoro, tokoh-tokoh pahlawan yang bisa dicari literaturnya oleh para siswa. Terkait alasan mengapa para pahlawan yang ada berani untuk melawan penjajah seperti Belanda, Jepang. (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Selanjutnya beliau mengatakan belum menggunakan metode khusus untuk pembelajaran seperti pembentukan karakter. Hal itu karena berbagai faktor yaitu guru lebih terfokus pada banyak materi yang harus diselesaikan dan juga masalah waktu. Banyak materi Pendidikan Kewarganegaraan yang dirasa terlalu berat untuk pelajar SMP, sehingga siswa kesulitan untuk menerima materi pelajaran. c. Teknik Penilaian Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang Berdimensi Pembentukan Karakter Kebangsaan. Menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. penilaian Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi karakter berbeda dengan penilaian Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi lain. Teknik penilaian yang
digunakan
untuk
hasil
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan yang berdimensi karakter masih sederhana yaitu penilaian sikap dengan menggunakan pengamatan/observasi. Selama tidak ada siswa yang terlalu mencolok sikap negatifnya, tidak akan mendapat nilai yang jelek. Kemudian penambahkan point terkait keaktifan di kelas, semangat pada waktu pelajaran, respon mereka terhadap guru. Misalnya, ketika masuk kelas memberikan salam atau tidak. Selanjutnya terkait kelengkapan seragam misalnya peci, sepatu
97
juga jadikan bagian dari penilaian (Hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. pembentukan sikap lebih yang diutamakan, meskipun penilain kognitif juga penting. Ketika nilai kognitif itu standarnya sudah ada secara umum dapat disampaikan dan dapat diusahakan agar siswa mencapai target nilai kognitif. Berbeda ketika dengan penilaian sikap, karena sikap ini adalah sesuatu yang sifatnya non-tes, jadi untuk tanggung jawab moralnya lebih kepada pembentukan sikap (Hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Agung Wicaksono, S.Pd Wicaksono, bahwa dalam penilaian Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi karakter terdapat teknik penilaian yang berbeda dengan teknik penilaian Pendidikan Kewarganegaraan pada materi yang bersifat kognitif. Penggunakaan teknik penilaian hasil belajar yang dilakukan adalah melalui observasi atau pengamatan yang kemudian dapat dikomunikasikan dengan guru-guru atau wali kelas terkait sikap ataupun perilaku para siswa. (Hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Pada hasil data dokumentasi terlihat bahwa format penilaian Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
untuk
KD
4.3
Mengaktualisasikan kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab selain terdapat penilaian kognitif
98
terdapat penilaian sikap. Berikut format penilaian sikap pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh Agung Wicaksono, S.Pd Tabel 5. Format Penilaian Sikap KD 4.3 Mengaktualisasikan kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pernyataan Perilaku Nilai Keterangan Menghormati pendapat orang lain 85-100 Baik Sekali Tidak memaksakan kehendak kepada oranh lain 75-84 Baik Menyinggung perasaan orang lain 65-74 Cukup Memotong pembicaraan orang lain Mendukung suara terbanyak Menggunakan kata-kata yang sopan dan santun Mengemukakan pendapat dengan tertib Mematuhi aturan yang berlaku Menghargai perbedaan pendapat Melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan Jumlah nilai Jumlah skor nilai maksimal 50 Nilai – Jumlah Nilai : 50 X 100 Sumber: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru PKn Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
Pada format penilaian di atas dapat dilihat bahwa secara tidak langsung siswa melakukan penilaian diri mereka sendiri. Di mana pada pertanyaan perilaku tersebut di dalamnya terdapat nilai-nilai kejujuran, rasa hormat dan perhatian, tanggung jawab, kepedulian, toleransi dan berani. Nilai-nilai tersebut juga termasuk dalam karakter kebangsaan yang cinta dan bangga terhadap bangsa, negara dan tanah air dengan ditandai
cara bersikap, berpikir, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
99
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta untuk teknik penilaian observasi langsung ini, bukan merupakan hal yang sulit karena pendidikan di MTs Ali Maksum Krapyak adalah sekolah berasrama yang berbasis asrama (Pondok Pesantren) dan pembentukan karakter siswa adalah pondasi pokok dalam keberhasilan proses tujuan lembaga pendidikan. Hal ini dikarenakan raport yang ada di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta ada dua yaitu, nilai raport yang pertama adalah raport sekolah, yang kedua adalah raport pesantren. Seperti hasil wawancara yang dipaparkan oleh A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. yang menyatakan bahwa raport di MTs Ali Maksum ini ada dua, raport sekolah dan raport pesantren. Semua itu akan ada penilain sendiri, sehingga meskipun raport Negara (MTs) lulus bisa saja untuk tidak diperbolehkan melanjutkan di MTs Ali Maksum jika nilai raport pesantren jelek (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan, penilaian terhadap sikap merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena penilaian yang bersifat non-tes, di mana yang dinilai bukan hanya satu atau dua siswa tetapi banyak siswa. Ketidakhafalan guru pada setiap siswa dianggap menjadi hambatan untuk menilai sikap mereka, sehingga guru sering menganalogikan
100
jika siswa tidak terlalu bermasalah baik dalam asrama maupun sekolah maka siswa tersebut tetap mendapat nilai yang baik. d. Karakter Siswa Terkait pertanyaan karakter nasionalisme yang seperti apa yang diharapkan dapat terbentuk pada diri siswa apabila Pendidikan Karakter
disampaikan
melalui
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan? Menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. kecintaan terhadap bangsa Indonesia itu memang dalam hal sehari-hari dapat dipraktekkan. Misalnya kebersamaan, kemudian kepedulian terhadap teman-teman yang lain, saling mengerti asal muasal daerah itu bisa jadi semangat awal untuk membentuk kebangsaan dari anak-anak itu. Jadi keberagaman itu bagaimana anak-anak dilatih untuk bisa mengelola bisa saling mengenal, bisa saling berkomunikasi yang nantinya bisa saling memahami sesama. Terkait karakter kebangsaan yang perlu ditanamkan pada diri anak- anak rasa yaitu sikap senasib sepenanggungan. Karena disini kondisi mereka sama-sama tidak mempunyai orang tua, sama-sama berada dalam aturan, sama-sama kurang, sama-sama butuh dan akhirnya dari sikap itu saling menghargai orang lain dan lingkungan sekitar (Hasil Wawancara tanggal 18 Mei 2014). Sedangkan
menurut
Agung
Wicaksono,
S.Pd
karakter
kebangsaan yang ingin dibentuk pada diri siswa adalah sikap peduli, bangga dan cinta tanah air wujudnya dengan pembentukan sikap
101
peduli. Bangga tidak selamanya ketika apa yang kita banggakan. Tetapi tetap bangga dengan kondisi nyata bangsa Indonesia meskipun kondisi sekarang ini juga masih banyak korupsi dan sebagainya tetap harus diperjuangkan negara ini, sehingga rasa memiliki bangsa itu harus terus kita munculkan. Paling tidak peduli apapun kondisi bangsa Indonesia, siswa bisa menerima apapun kondisi yang ada, dan tidak kemudian dengan banyaknya persoalan yang ada menjadikan mereka tidak bangga menjadi orang Indonesia dan memiliki pemikiran untuk pindah kewarganegaraan lain, tetapi lebih kepada menerima apapun kondisi saat ini , ini Indonesia kita tanah air kita yang mungkin suatu saat nanti kita bisa memberi perubahan pada Indonesia ini (Hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Setelah dilakukan cross check dengan pernyataan Kepala MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta karakter kebangsaan pada diri siswa terlihat ketika kegiatan upacara bendera berlangsung, di mana pada saat latihan upacara siswa antusias dan semangat untuk menampilkan yang terbaik pada saat upacara bendera akan dilaksanakan. Meskipun pada pelaksanaannya upacara bendera yang dilakukan oleh sekolah MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta ini hanya satu bulan sekali menerut kepala MTs Ali Maksum hal tersebut tidak kemudian menjadikan semangat kebangsaan menjadi menurun (Hasil wawancara tanggal 12 Mei 2014).
102
Langkah-langkah atau proses dalam membentuk karakter siswa tersebut menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. adalah dengan mencari contoh real seperti Ricki Elson, kemudian menceritakan bahwa dia memiliki beberapa hak paten yang bisa dijual keberbagai negara, selanjutnya memiliki banyak penemuan tetapi ketika dia diminta di Indonesia dengan tanpa memperoleh gaji itu juga sering saya ceritakan. Seperti kasus yang lain, seperti hacker dari Medan, dari salah satu cerita itu dapat memberikan semangat pada siswa. Siswamemiliki hobi yang beranekaragam di sini. Seperti menyukai internet, bermain game, dari pada itu tidak ada cenderungnya. Lebih baik diberikan panduan, seperti di sini ada mas Fahrul itu juga memiliki kelebihan
misalnya membuat desain gambar dan beliau
mengikuti lomba di tingkat sesama pengguna internet (Hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Lanjut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. untuk menumbuhkan karakter kebangsaan juga bisa melalui study museum, seperti misalanya ke istana negara, tempat pembuatan batik, Desa wisata Kasongan, ke tempat mainan education yang digunakan oleh pengguna-pengguna cacat, kemudian ke makam-makam Sultan Imogiri itu untuk kelas VIII setiap satu tahun. Tujuannya adalah agar siswa tidak hanya belajar di dalam kelas, melihat, mengamati, merasakan pengalaman belajar yang di luar kelas agar bisa
103
membentuk pengalaman mereka sendiri (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Menurut
A.
Hanis
Thoriq,
S.H.I.,M.SI.
secara
pribadi
pembentukan karakter yang dilakukan adalah tidak lewat simbol, lebih kepada tradisi-tradisi agama, tradisi-tradisi yang berkembang di pesantren yang itu lebih mudah bagi mereka untuk memperaktekkan. Melalui cerita-cerita, menonton film, atau drama (hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Selanjutnya
wawancara
yang
dilakukan
kepada
Agung
Wicaksono, S. Pd terkait bagaimana cara menumbuhkan karakter nasionalisme kepada siswa, beliau menyatakan untuk siswa laki-laki karena seleranya sama soal sepak bola. Misalnya U-19 kemarin yang bertanding, entah dengan hasil yang baik ataupun buruk, yang jelas ada kebanggaan tersendiri yang bisa dimunculkan ke dunia Internasional entah dengan bentuk olahraga, maupun kesenian, dan banyak juga orang luar negeri yang belajar di sini. Kesenian, kebudayaan bahkan makanan yang khas ternyata banyak hal unik yang dimiliki negara Indonesia. Namun dengan banyaknya hal-hal unik yang dimiliki mengapa justru pihak Asing yang menguasainya, yang mengelolahnya, dari sana diajarkan kepada siswa bahwa sikap peduli terhadap bangsa dan negara itu perlu (hasil wawancara tanggal 28 April 2014).
104
Pembentukan karakter siswa dipengaruhi oleh berbagai faktorfaktor yang ada, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktorfaktor dalam pembentukan karakter kebangsaan yang dirasakan oleh Agung Wicaksono, S.Pd adalah sekolah MTs Ali Maksum ini basisnya adalah Pondok Pesantren kondisi yang banyak dilihat siswa di sini belajar sambil ngaji, ngaji sambil belajar dan dipaksakan. Kemudian untuk yang belajar yang penting bisa, sedangkan untuk mengaji harus jauh lebih dari bisa. siswa motivasinya karena mereka tidak terlalu melihat sekolah, yang penting ngajinya bagus, maka yang diharapkan ngajinya bagus. Basisnya karena agama yang akhirnya semuanya kembali keporsi agama dibandingkan pelajaran umum lainnya. Mungkin disisi lainpun ketika pelajaran yang sekiranya umum porsinya pun nanti dianggap sedikit lebih rendah dengan porsi agama (hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Pada pembentukan karakter siswa untuk tingkat SMP menurut Agung Wicaksono, S.Pd dirasa lebih muda, karena siswa SMP masih sebatas menerima manut (nurut), istilahnya masih bisa diarahkan dengan baik, tanpa banyak argumen yang ditanyakan, dan untuk rasa hormat masih terlihat. Tetapi untuk yang SMA karena pola pikir yang sudah berbeda dan mungkin mereka sudah bisa sedikit mengenal jati diri mereka, jadi anak SMA memang sedikit susah, bilang pondok itu bisa membentuk anak menjadi lebih baik. menurut beliau anak-anak
105
pondok bisa diatur dibandingkan mereka yang tidak (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014). Lanjut Agung Wicaksono, S.Pd faktor utama adalah ketika waktu di SD siswa yang setiap hari senin melakukan upacara bendera. Ketika di sini dengan kebijakan yang upacaranya mungkin satu bulan sekali kemudian konteks yang disampaikan juga tidak sepenuhnya karena basiknya lebih ke agama, meskipun bisa menyampaikan nilainilai kebangsaan tetapi porsinya akan lebih banyak di agama (hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Pembentukan karakter seseorang apalagi banyak orang bukanlah hal yang instan dan mudah. Hal ini menyebabkan sulitnya mengukur tingkat keberhasilan guru dalam membentuk karakter kebangsaan pada siswa atau siswa agar karakter yang diharapkan oleh guru dapat terbentuk dalam diri siswa. Bagaimana cara guru mengukur keberhasilan pencapaian Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta? Dari pemaparan Agung Wicaksono, S.Pd menyatakan soal target atau pengukuran keberhasilan itu tidak mentargetkan, terkait apakah ini salah atau benar lebih kepada proses, kemudian timbal baliknya kembali ke pengamatan/observasi. Pengukurannya berlangsung selama proses pembelajaran berlangsung, di mana pengukurannya
106
berbeda dengan segi kognitif yang dapat diukur dengan hasil test (hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Sementara dari pemaparan A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. menyatakan bahwa ketika harus dilakukan pengukuran dirasa sulit, biasanya beliau mengukur melalui keaktifan di kelas, semangat pada waktu pelajaran. Selain itu, respon siswa terhadap guru. Misalnya, ketika masuk mengucapkan salam atau tidak, kelengkapan seragam seperti menggunakan sepatu atau tidak, menggunakan peci atau tidak untuk anak-anak laki-laki, itu bagian dari penilaian, dia disiplin atau tidak. Dari hal-hal yang sederhana seperti itu jika tidak diingatkan kedisiplinan mereka, kecintaan mereka terhadap kebanggaan mereka awalnya adalah kebanggaan terhadap sekolah, nantinya akan berkembang kebanggan mereka terhadap bangsanya sendiri akan memudar (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Berdasarkan nilai-nilai karakter utama yang dikembangkan baik di pondok pesantren maupun di sekolah seseorang dikatakan memiliki karakter tertentu dalam mata pelajaran PKn, maka dapat diidentifikasi nilai-nilai karakter kebangsaan yang tercermin oleh peserta didik di MTs Ali Maksum yaitu adanya sikap religius yang ditunjukkan oleh siswa-siswi dengan mengucapkan salam, sapa dan memberikan senyum; sikap cinta dan bangga terhadap bangsa dan negara yang wujudnya adalah kepedulian, hal ini ditunjukkan ketika ada teman yang sakit mereka mengambilkan makan siang dan memberikan obat
107
kepada teman yang sakit; rasa saling menghargai keberagaman yang ada dengan menunjukkan toleransi kepada teman yang memiliki perbedaan fisik seperti perbedaan warna kulit; sikap kritis ditunjukkan ketika guru menjelaskan berita-berita aktual yang sedang terjadi. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran PKn menjadi landasan awal dalam menumbuhkan karakter kebangsaan pada diri siswa. Yang mana nantinya karakter yang sudah tertanam dan menjadi suatu kebiasaan pada tiap-tiap siswa mencerminkan karakter kebangsaan yang dimiliki oleh sekolah MTs Ali Maksum. 2. Faktor Penghambat terlaksananya Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan Siswadi Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa ditunjukkan melalui tiga proses penting mulai dari penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Melalui tiga proses penting ini diharapkan mampu memberikan rangsangan dalam membentuk karakter kebangsaan siswa baik melalui pengalaman belajar maupun dari keteladanan yang ditunjukkan. Pelaksanaan PKn dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di MTs Ali Maksum ini tentunya tidak lepas dari kendala atau hambatan-hambatan yang terjadi, baik hambatan yang muncul dari dalam maupun dari luar. Berikut akan disajikan hasil deskripsi penelitian
yang
berkaitan
denga
hambatan
pembentukan
karakter
108
kebangsaan siswa melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam pembentukan karakter kebangsaan pada siswa dalam hasil wawancara dengan A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. menunjukkan bahwa: pertama, terlalu banyak simbol yang harus dikuasai oleh siswa, Seperti untuk memahami Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa yang tidak bisa dipraktekkan. Di tambah kebutuhan sekarang ini adalah kebutuhan praktis, disisi lain tantangan yang harus dihadapi misalnya globalisasi, peranan orang tua, guru maupun sekolah harus bisa memberikan pengarahan atau membentengi para siswa. Kepraktisan siswa ini mungkin terkait simbol-simbol yang ada bisa diterapkan
dalam
pembelajaran
yang
sifatnya
non-akademik
atau
ekstrakulikuler, disela-sela kegiatan misalnya lewat upacara, kegiatan kepramukaan atau yang lainnya. Tapi untuk mendefinisikan apakah itu baik, lagu wajib nasional seperti apa masih perlu mendapat perhatian seksama (Hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Kedua, kurikulum saat ini terlalu tinggi kajian tetapi lemah dipraktek. Hal-hal praktis seperti pengamalan Pancasila sehari-hari, lagu kebangsaan yang tidak masuk dimateri, kemudian hafalan tentang Pancasila, yang mana Pancasila untuk materi kelas VIII adalah tentang ideologi, memberikan pertanyaan pada siswa terkait apa yang dimaksud dengan ideologi. Kemudian terkait Pancasila sebagai ideologi, dasar negara, falsafah negara siswa masih kebingungan untuk membedakannya. Mempertantangkan
109
ideologi Pancasila, ideologi Liberal dengan Komunis merupakan materi yang terlalu tinggi kajiannya, tetapi di sisi lain muncul pertanyaan untuk Pancasila apakah makna dan bagaimana mempraktekkannya di kehidupan sehari-hari (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Hasil yang telah dipaparkan oleh guru tersebut di cross check dengan wawancara terhadap beberapa siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa diketahui bahwa penguasaan terhadap Pancasila, lagu-lagu nasional, lambang negara, lagu kebangsaan, pembukaan UUD 1945, serta makna upacara masih banyak yang belum mengerti dan paham tentang semua itu. Penyebutan sila-sila Pancasila yang keliru masih sering dijumpai pada siswa, hal ini diketahui dengan dilakukannya tes secara lisan kepada siswa ketika wawancara sedang dilakukan. Data hasil observasi menunjukkan hal yang sama, yang mana beberapa kelas tidak dapat menyebutkan urutan sila-sila Pancasila dengan benar dan belum mampu menguasai lagu kebangsaan Indonesia. Menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I., M.SI. hal ini disebabkan karena materi Pendidikan Kewarganegaraan yang terkesan overload, tumpang tindih, begitu banyak hal yang harus diajarkan dan dihafalkan oleh siswa, sehingga membebani mereka. Tidak sampai di situ keterbatasan metode dan media pembelajaran juga termasuk salah satu hambatan yang masih sering ditemukan. Ketertarikan siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih perlu mendapat perhatian seksama. Karena metode pembelajaran yang
110
sering dilakukan paling banyak adalah ceramah (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Di sisi lain, Menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. terkait latar belakang siswa yang beranekaragam. Memberikan konsekuensi pada guru untuk menentukan teknik atau metode pembelajaran yang dapat diterima oleh seluruh siswa. Kemampuan siswa yang berbeda-beda dalam memahami materi ini pula menuntut guru harus profesional dalam menjelaskan materi baik dari segi kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Kemudian persoalan waktu juga menjadi kendala bagi A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI., di mana waktu yang singkat dengan materi yang banyak menjadikan terget pencapaian yang harus dicapai adalah segi kognitif. Di satu sisi kita menghendaki untuk cerdas secara kognitif, namun di sisi lain pembentukan sikap juga merupakan hal yang penting. Tetapi kembali ke waktu lagi dan tuntutan dari pemerintah yang memiliki standarnya sendiri, memberikan konsekuensi target kognitif menjadi ukuran dalam ujian nasional. Oleh karena itu untuk pembentukan karakter sendiri menjadi kurang diperhatikan (Hasil wawancara tanggal 22 Mei 2014). Sedangkan menurut Agung Wicaksono, S.Pd hambatan yang dirasakan dalam pembentukan karakter kebangsaan melalui Pendidikan Kewarganegaraan
sistem
sekolah
yang kurang mendukung dalam
membentuk karakter nasionalisme, sehingga siswa atau siswa ketika ditanya makna upacara, makna Pancasila, dan UUD 1945 itu masih banyak yang bingung (hasil wawancara tanggal 29 April 2014).
111
Lebih jauh lagi, hambatan yang dirasakan oleh Agung Wicaksono, S.Pd
adalah
minat
siswa
terhadap
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan masih kurang. Tingkat dan kemauan siswa yang berbeda menjadikan ada beberapa siswa yang antusias mengikuti tetapi ada beberapa yang penting absen. Terdapat beberapa kelas yang untuk kearah pembelajaran pun harus sedikit ekstra dalam menjelaskannya. Kemudian kendalanya dalam melakukan penilaian yang berdimensi sikap. Karena penilaian yang dilakukan adalah sebatas pengamatan jadi sedikit kesulitan ketika kemampuan menghafal itu tidak bisa diandalkan. Dalam artian mungkin yang bisa dihafal adalah siswa dengan prestasi terbaik kemudian yang terendah memang sangat mudah untuk menghafalkannya (hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Kesulitan lain yang dirasakan oleh Agung Wicaksono, S.Pd secara internal adalah beliau kurang bisa mengupdate UU terbaru, karena faktor tekhnologi. Keterbatasan waktu mungkin juga karena tuntutan yang ada bukan hanya mengajar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jadi kembali kepada pengahasilan dalam hal ini tingkat kesejahteraan masih perlu mencari pekerjaan lain (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014). Hambatan lainnya
menurut
Agung Wicaksono,
S.Pd adalah
penguasaan materi terkait karakter nasionalisme itu masih kurang, yang diketahui hanya sebatas rasa cinta tanah air, ketika kemampuan yang sempit sekali itu menjadikan kemampuan dalam menggali lebih jauh nasionalisme itu seperti apa kesulitan (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014).
112
Dari hasil deskripsi di atas baik wawancara maupun observasi, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat beberapa hambatan dalam implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter kebangsaan siswa yaitu pertama, terlalu banyak simbol yang harus dikuasi oleh siswa. Kedua, materi PKn yang terkesan overload, tumpang tindih, dan terlalu banyak yang harus diajarkan dan dihafalkan oleh siswa, sehingga membebani siswa. Ketiga, penggunaan metode dan media pembelajaran masih terbatas. Keempat, kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kelima, keterbatasan waktu, yang mana waktu yang singkat dengan materi yang banyak
menjadikan target
pencapaian yang harus dicapai adalah segi kognitif. 3. Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Hambatan terlaksananya Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan Siswa Upaya
guru
PKn
mengatasi
hambatan-hambatan
pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sudah dilakukan meskipun belum sepenuhnya dapat diwujudkan secara optimal. Pembentukan karakter kebangsaan ini seharusnya menjadi tanggungjawab semua komponen sekolah,
tidak
serta
merta
menjadi
tanggungjawab
Pendidikan
Kewarganegaraan semata dalam mendorong terjadinya pembentukan karakter kebangsaan. Iklim sekolah yang baik dapat medorong pembentukan karakter yang baik, sehingga dihasilkan karakter yang ajeg yang tidak
113
memperdulikan tempat dan waktu atau sedang berada dalam pengawasan atau tidak. Berdasarkan hasil wawancara dengan A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. upaya yang dilakukan ketika kajian teori yang terlalu banyak sehingga prakteknya dirasa kurang adalah melalui cerita-cerita, dengan memberikan contoh dalam penokohan-penokohan. Seperti tokoh para Sunan atau Pangeran Diponegoro, tokoh-tokoh pahlawan yang bisa dicari literaturnya oleh para siswa. Mengapa dengan keterbatasan yang ada Indonesia mampu melawan para penjajah (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Upaya lainnya yang dilakukan terkait kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah dengan penggunaan metode games, kuis seperti ones to be a millioner. Karena siswa seusia kelas VII, VIII, bahkan kelas IX ketika diadakan kuis seperti tebak kata atau ones to be a millioner dapat memunculkan ketertarikan dan antusias siswa selama proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berlangsung (hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Sementara itu upaya yang dilakukan oleh Agung Wicaksono, S.Pd ketika
siswa
kurang
tertarik
dalam
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah dengan pemberian motivasi. Memotivasi siswa dengan cara memberikan info terbaru, kemudian dari sana perhatian siswa pada persoalan yang sedang dibahas menjadi awal dari sikap antusias mereka. Dengan begitu dapat mengetahui berbagai pendapat atau pandangan
114
siswa terkait persoalan yang sedang dibahas selama proses pembelajaran berlangsung (hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Terkait hambatan pada materi yang tidak bisa tersampaikan secara maksimal Agung Wicaksono, S.Pd mengatasinya dengan pemberian tugas tambahan, baik nanti hasilnya didapat dari buku, saling berdiskusi atau internet. Karena dengan begitu secara tidak langsung siswa mau tidak mau mereka telah membaca materi yang sebelumnya tidak dijelaskan. Harapannya dengan pemberian tugas ini mereka menjadi paham dan semakin menambah wawasan mereka (hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Pada hambatan yang berupa kesulitan dalam mewujudkan nilai-nilai Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan siswa sehari-hari upaya yang dilakukan
Agung Wicaksono,
S.Pd adalah mencoba untuk
memberikan pengetahuan baru, sharing atau dengan yang lain mencoba untuk memunculkan kepada siswa dan berani mencoba dan membuat terobosan
baru,
menanamkan
kepada
siswa
sikap
berani
untuk
mengemukakan pendapat, untuk berbeda dengan yang lain namun tetap dalam konteks yang positif. Dari sini diharapkan nantinya dapat membentuk sikap mandiri dan sikap berani pada diri siswa (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi guru sering kali menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis nilai, dan pendekatan
115
pembelajaran berpikir kritis dengan memberikan motovasi dan menyisipkan setiap materi pembelajaran yang ada dengan nilai-nilai yang ada di pondok, kemudian dengan memberikan suatu kasus atau berita terbaru yang kemudian siswa diberi waktu untuk memberikan tanggapan terkait permasalahan yang sedang terjadi. Dari sini guru dapat melihat pengetahuan siswa dan daya kekritisan siswa dalam menanggapi suatu masalah yang sedang terjadi. Data hasil wawancara dan observasi di atas menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengatasi hambatan yang terjadi yaitu pertama, dalam mengingat berbagai simbol melalui berbagai cerita, games, dan bermain peran. Kedua, melakukan pengamatan sepanjang proses pembelajaran berlangsung kemudian juga melalui model pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa. Seperti menggunakan pendekatan berpikir kritis di mana setiap pertemuan diberikan informasi terbaru (Breaking News) terkait persoalan yang sedang terjadi untuk menarik perhatian siswa agar lebih fokus dalam pembelajaran nantinya. Ketiga, Kepraktisan siswa terkait simbol-simbol yang ada dapat diatasi dengan diterapkannya dalam pembelajaran yang sifatnya non-akademik atau ekstrakulikuler seperti lewat kegiatan upacara, kegiatan kepramukaan. Keempat, keterbatasan waktu yang ada, sehingga dilakukan pemberian tugas tambahan ketika materi yang diajarkan belum selesai dijelaskan. Kelima, pemberian motivasi disetiap kegiatan pembelajaran guna menumbuhkan
116
semangat belajar dan minat siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. C. Pembahasan Hasil Penelitian Berikut ini disajikan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi mengenai implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta yang meliputi penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan teknik penilaian hasil pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan. Kemudian faktor penghambat terlaksananya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa, serta upaya yang dilakuakan dalam mengatasi hambatan yang muncul pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa. 1.
Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan Siswa di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang Berdimensi Pembentukan Karakter Kebangsaan Siswa Proses
implementasi
Pendidikan
Kewarganegaraan
dalam
pembentukan karakter kebangsaan siswa diperlukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik agar sesuai dengan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
berdimensi
karakter
yang
117
dimaksudkan untuk membentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, menunjukkan pentingnya siswa sebagai generasi muda yang memiliki komitmen kuat terhadap NKRI. Hal ini sesuai dengan pendapat A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. bahwa pembentukan karakter atau sikap merupakan hal yang utama. Karena menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. untuk apa cerdas di bidang Matematika, Fisika atau lain sebagainya ketika sikap kejujuran dan kepedulian tidak tertanam pada diri siswa, bahkan ketika kebangaan terhadap negara sendiri tidak ada hal ini akan berdampak buruk bagi rasa nasionalisme mereka yang nantinya akan menyebabkan berbagai konflik. Salah satu peran guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pengajar adalah membuat panduan dan arah acuan mengajar berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Persiapan yang paling utama dilakukan guru adalah dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan digunakan selama satu tahun dalam proses
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan.
Penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) inilah yang nantinya menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Karena tidak hanya terkait materi yang akan dibahas tetapi langkah-langkah dalam setiap
kegiatan
sudah
Pembelajaran (RPP) ini.
terencana
dalam
Rencana
Pelaksanaan
118
Pada prinsipnya dalam proses belajar mengajar yang meliputi tahap persiapan sampai dengan tahap evaluasi dibutuhkan suatu pedoman dalam pelaksanaannya. Proses penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki keunikan tersendiri. Keunikan-keunikan tersebut bisa dilihat dari mulai penyusunan materi sampai dengan proses evaluasinya. Di mana materi pembelajaran atau bahan ajar (instructional materials) secara garis besar terdiri atas pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci materi pembelajaran yang bersifat pengetahuan (fakta, konsep, preposisi, prinsip, teori) materi bersifat keterampilan (tata cara, prosedur) dan materi bersifat nilai. Pendidikan
karakter
dalam
Pendidikan
Kewarganegaraan
merupakan pengembangan dari komponen civic skills dan civic disposition yang bertujuan untuk penanaman dan pembentukan sikap siswa. Pada materi Pendidikan Kewarganegaraan tingkat SMP/MTs terkandung dalam Kompetensi Dasar sebagai berikut:
119
Tabel 6. Dimensi Ketrampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) Tingkat SMP/MTS Kelas Semester Dimensi Ketrampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) VII
1
2
VIII
1
IX
2 1
Menerapkan norma-norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Menampilkan perilaku kemerdekaan mengemukakan pendapat Mengaktualisasikan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila Menampilkan ketaatan terhadap perundang-undangan nasional Menampilkan partisipasi dalam usaha pembelaan negara Menampilkan peran serta dalam usaha pembelaan negara
2
Menampilkan prestasi diri sesuai dengan kemampuan demi keunggulan bangsa Menampikan peran serta dalam berbagai aktivitas untuk mewujudkan prestasi diri sesuai kemampuan demi keunggulan bangsa Sumber : Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isi, Strategi, dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara, hal 165 Tabel 7. Dimensi Sikap dan Nilai Kewarganegaraan (Civic Disposition) Tingkat SMP/MTS Kelas Semester Dimensi sikap dan nilai Kewarganegaraan (Civic Disposition) VII 1 Memiliki sikap positif terhadap norma yang berlaku Memiliki sikap positif terhadap proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama Indonesia 2 Memiliki sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan HAM Bertanggung jawab dalam mengemukakan pendapat VIII 1 Memiliki sikap positif terhadap Pancasila Memiliki sikap positif terhadap UUD 1945 hasil amandemen Taat terhadap perundangan nasional 2 Memiliki sikap-sikap positif terhadap demokrasi Memiliki sikap positif terhadap kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan di Indonesia IX 1 Memiliki sikap bela Negara 2 Memiliki sikap terhadap globalisasi Sumber : Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan: Isi, Strategi, dan Penilaian. Jakarta: Bumi Aksara, hal 193
120
Berdasarkan dimensi civic skills dan civic disposition di atas, Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang mengemban salah satu misi yaitu sebagai pendidikan karakter memiliki tanggung jawab moral dalam penanaman dan pembentukan sikap siswa. Hal tersebut
dikarenakan
materi
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan secara garis besar tidak hanya terdiri atas pengetahuan, tetapi sikap dan keterampilan juga harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Oleh karena itu dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memiliki kompetensi pencapaian yang berbeda dengan materi Pendidikan Kewarganegaraan lainnya. Pencapaian tersebut bukan merupakan pencapaian kognitif saja tetapi juga pada pencapaian afektif dan psikomotorik yang merupakan penanaman nilainilai dan pembentukan sikap. Hal ini terlihat dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sebagai berikut:
121
Tabel 8. Format Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada karakter siswa yang diharapkan MTs Ali Maksum Krapyak Kelas/ Karakter siswa yang SK KD Semester diharapkan 4.1 Menjelaskan hakekat Dapat dipercaya, rasa kemerdekaan hormat dan perhatian, mengeluarkan pendapat tekun,tanggung jawab, kewarganegaraan
VII/2
VIII/2
4. Menampilkan perilaku kemerdekaan mengeluarkan pendapat
3. Menampilkan sikap positif terhadap perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)
4.2 Menguraikan pentingnya kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
Dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, tekun, tanggung jawab, berani
4.2 Mengaktualisasikan kemerdekaan mengeluarkan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab
Dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, tekun, tanggung jawab, berani, peduli, jujur
3.1 Menguraikan hakikat, hukum, dan kelembagaan HAM
Dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, tanggung jawab, integritas
3.2 Mendeskripsikan kasus Dapat dipercaya, pelanggaran dan upaya peduli, jujur, penegakan HAM kewarganegaraan
3.3 Menghargai upaya perlindungan HAM
Dapat dipercaya, kewarganegaraan
Sumber: Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru Pendidikan Kewarganegaraan
122
Pada format penyususnan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran di atas dapat diketahui bahwa karakter siswa yang diharapkan sudah mencakup nilai-nilai karakter dalam satuan pendidikan yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional yang kesemua nilai tersebut menjadi nilai-nilai nasional yang harus ditanamkan kepada siswa. Dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan pembelajaran yang berdimensi karakter, nilai-nilai pembentukan karakter kebangsaan harus berlandaskan Pancasila. Di mana dalam sila-sila Pancasila terkandung nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia dalam bersikap dan berperilaku di berbagai lingkungan sosial. Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Karakter yang diharapkan terbentuk pada diri siswa dalam format penyusunan RPP di atas, guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sudah mencantumkan karakter kebangsaan. Karakter kebangsaan
yang
dimaksud
adalah
karakter
tanggung
jawab
(responsibility), rasa hormat dan perhatian (respect), dapat dipercaya (trustworthines), tekun (diligence), kewarganegaraan (citizenship), berani (courage), peduli (caring), dan jujur (fairnes). Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembentukan karakter kebangsaan di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dalam
123
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) diketahui bahwa pada dasarnya Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tersebut sudah mengintegrasikan penyusunannya.
pembentukan Dengan
karakter
menyertakan
kebangsaan nilai
di
dalam
tanggung
jawab
(responsibility), rasa hormat dan perhatian (respect), dapat dipercaya (trustworthines), tekun (diligence), kewarganegaraan (citizenship), berani (courage), peduli (caring), dan jujur (fairnes) yang diharapkan tercapai melalui masing-masing KD. Serta dari Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dimiliki guru, dapat diketahui bahwa ketika mengajar guru sudah menyampaikan materi pembelajaran yang sesuai dengan SK-KD yang juga sudah sesuai dengan Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun. Meskipun terkadang dalam pelaksanaan kegiatan inti masih tidak sesuai dengan Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru. Pada
pelaksanaan
pembelajaran
Guru
Pendidikan
Kewarganegaraan tidak selalu sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun. Hal tersebut mengingat beberapa faktor, antara lain mengenai karakter siswa yang beranekaragam, sehingga guru merasa kesulitan untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa sekarang. Kondisi atau keadaan siswa yang tidak menentu membuat proses pembelajaran yang telah terencana keluar dari skema yang telah ditentukan. Banyaknya materi yang harus disampaikan dan keterbatasan waktu
124
mempersulit guru untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Oleh karena itu, tidak semua pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun. b. Pelaksanaan
Pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
Berdimensi Pembentukan Karakter Kebangsaan Pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas merupakan proses belajar mengajar yang mencakup baik indera pendengaran maupun indera penglihatan. Di mana dalam proses belajar mengajar selain menyampaikan materi guru juga dituntut untuk mengintegarasikan nilai-nilai karakter pada setiap materi pembelajaran dan pada setiap mata pelajaran. Oleh karena itu siswa diharapkan nantinya memiliki kemampuan tidak hanya pada aspek kognitif semata, tetapi siswa juga memiliki kemampuan dalam aspek psikomotorik dan aspek afektif. Pada hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan karakter dalam proses belajar mengajar secara implisit telah dilakukan dan disampaikan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Dengan memberikan teladan untuk masuk kelas terlebih dahulu sebelum siswa berada di kelas menjadi pengajaran nilai yang secara tidak langsung memberikan nilai disiplin kepada siswa untuk dapat disiplin dalam waktu. Pengecekan kerapian dan kebersihan kelas yang dilakukan oleh guru Pendidikan
125
Kewarganegaran MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta secara tidak langsung mengajarkan kepada siswa untuk menjaga kebersihan, baik kebersihan
diri
sendiri
maupun
kebersihan
lingkungan
serta
mengajarkan kepada siswa untuk peduli terhadap lingkungan. Pengecekan
presensi
yang
dilakukan
secara
tidak
langsung
mengajarkan kepada siswa untuk saling mengenal dan menghormati. Karena ketika ada siswa yang sakit guru Pendidikan Kewarganegaran MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta memberikan himbauan untuk saling membantu dalam hal kebaikan dan saling peduli kepada sesama. Penyisipan nilai-nilai karakter pada proses belajar mengajar dari hasil observasi menunjukkan bahwa nilai-nilai karakter lebih banyak disisipkan pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti (elaborasi dan konfirmasi) dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan menunjukkan bahwa karakter yang diharapkan tertanam pada diri siswa merupakan karakter kepedulian, cinta lingkungan, saling menghargai dan menghormati, religius, jujur, toleransi, disiplin, serta rasa ingin tahu. Sedangkan untuk pembentukan karakter kebangsaan meskipun masih secara implisit sudah mulai terlihat pada kegiatan inti (elaborasi, konfirmasi) dan kegiatan penutup.
Seperti pada materi memahami
kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan Indonesia secara implisit sudah disisipkan karakter untuk mengutamakan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok. Hal ini terlihat pada kegiatan tanya jawab terkait tugas dan wewenang lembaga
126
tinggi negara, di samping menjelaskan tugas dan wewenang dari masing-masing lembaga negara guru Pendidikan Kewarganegaraan memberikan pemahaman bahwa sebagai pejabat negara yang salah satu tujuannya adalah mensejahterahkan rakyat menjadi tujuan utama, bukan sebaliknya mensejahterahkan diri sendiri maupun keluarga atau kelompoknya. Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam pembelajaran yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan pendekatan berbasis nilai dan pendekatan berpikir kritis. Di setiap pengajaran dalam kegiatan elaborasi yang merupakan kegiatan inti guru bersama siswa mendiskusiakan atau saling tanya jawab terkait materi yang sebelumnya telah dijelaskan, kemudian guru mencoba memadukan dan mengkaitkan dengan nilai-nilai yang ada di pondok. Seperti pada materi mendiskripsikan sistem pemerintahan Indonesia, ketika kegiatan tanya jawab selain menjawab pertanyaan siswa guru juga menyisipkan nilai atau karakter kepada siswa, sadar atau tidak secara implisit guru menyisipkan karakter tanggung jawab, saling menghormati dan menghargai,
kepedulian
terhadap
lingkungan,
kejujuran,
dan
kemandirian. Tidak sampai di situ guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam setiap pertemuan pembelajaran selalu mencoba untuk memberikan informasi terbaru terkait persoalan apa yang sedang terjadi, karena di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta ini untuk akses informasi sangat
127
terbatas maka salah satu cara yang dilakukan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan adalah dengan memberikan informasi terbaru kepada siswa. Kemudian dari informasi ini siswa dimintai pendapat mereka, baik berupa tanggapan positif ataupun tidak siswa memberikan pandangan mereka tentang persoalan yang sedang terjadi. Pada kegiatan ini yang bisanya dilakukan pada kegiatan pendahuluan setelah presensi guru Pendididikan Kewarganegaraan mengaharapkan siswa secara perlahan mulai peduli dengan kejadian-kejadian yang sedang terjadi karena kasus yang dihadirkan adalah kasus dari pengalamanpengalaman nyata dan tidak dibuat-buat. Dengan demikian lamakelamaan dapat membangkitkan kemampuan berpikir kritis karena berangkat dari kenyataan sosial yang pada gilirannya akan mampu memberi kontribusi berharga bagi pemecahan masalah. Selain itu penggunaan pendekatan pembelajaran yang berbasis nilai dan berpikir kritis, penggunaan metode dan media yang dilakukan di dalam kelas adalah yang dapat disesuaikan dengan kondisi siswa dan materi yang akan disampaikan. Guru dituntut untuk sekreatif mungkin dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang ada. Di mana dalam hal ini, sekolah juga memiliki pengaruh yang besar. Ketika kemampuan guru sudah cukup memadai dalam penggunaan berbagai model pembelajaran tetapi sarana dan prasarana yang ada di sekolah kurang mendukung maka hal ini akan menjadi kendala tersendiri bagi guru.
128
Hal inilah yang terjadi di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, karena fasilitas baik sarana dan prasarana kurang memadai. Untuk penggunaan media pembelajaran menuru A. Hanis Thoriq, S.H.I., M.SI. dikarenakan LCD yang ada dalam keadaan rusak maka dalam 3 bulan terakhir ini tidak dapat menggunakan LCD. Oleh sebab itu penerapan metode yang dilakukan hanya sebatas ceramah bervariasikan tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Berbeda ketika pengecekkan yang dilakukan pada Penyusunan Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
(RPP)
Pendidikan
Kewarganegaraan terkait metode pembelajaran, prakteknya sebagaian besar guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam proses pembelajaran tidak sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun termasuk guru Pendidikan Kewarganegaraan di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Berbagai macam alasan mengenai hal tersebut, seperti keterbatasan waktu dan banyaknya materi yang harus disampaikan, ketika berada dalam kelas, kondisi kelas tidak sesuai rencana, karena yang dihadapi guru dalam kelas adalah manusia, dan manusia bersifat fleksibel dan mempunyai karakter yang berbeda-beda. Sehingga Rencana Pelaksanaan Pembelajaran digunakan sebagai pedoman, dan pelaksanaan pembelajaran dalam kelas lebih bersifat fleksibel. Berdasarkan hasil penelitian di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta,
tidak
semua
guru
Pendidikan
Kewarganegaran
129
menerapkan metode pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang sesuai untuk diterapkan dalam pembentukan karakter melalui pembelajaran
Pendidikan
Kewaganegaraan.
Penggunaan
metode
pembelajaran seperti ceramah bervariasikan tanya jawab, diskusi, dan resitasi
(penugasan)
masih
sering
digunakan
dalam
kegiatan
sebatas
ceramah
pembelajaran. Penggunaan
metode
pembelajaran
yang
bervariasikan tanya jawab, diskusi dan resitasi (penugasan) membuat siswa kurang tertarik pada kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini terlihat dari hasil observasi tanggal 26 April 2014 di kelas VII C Putra beberapa siswa tidur dan beberapa lainnya mengobrol ketika pembelajaran berlangsung. Ketika dilakukan cross check dengan data wawancara kepada siswa Muchlis kelas VII C Putra, menurutnya menjelaskan materi dengan penggunaan metode ceramah terkadang kurang menarik, tetapi ketika ceramah tersebut diselingi dengan cerita-cerita, misalnya cerita tentang sejarah atau perjuangan para tokoh pahlawan menjadikan pembelajaran lebih menarik (hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Siswa berpendapat bahwa pembelajaran dengan cerita menjadi lebih menarik karena tidak terpaku pada materi dan penyampaian dengan cerita menjadi lebih
mudah
diterima bagi siswa. Selanjutnya menurut Muchlis pernah ada penerapan media pembelajaran seperti menonton film, film ini tentang pendidikan tetapi
130
penggunaan media ini jarang dilakukan. Dari menonton film banyak hal yang didapat, menurut Muchlis menjadikannya semakin semangat belajar. Karena banyak nilai yang dapat diambil dari menonton film, tentang
perjuangan
mengejar
cita-cita
dan
lain
sebagainya.
Pembelajaran dengan penggunaan metode dan didukung dengan media yang menarik dapat meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran, sehingga materi yang hendak disampaikan dapat diserap, ditangkap, dan diingat oleh siswa. Pembelajaran dengan bercerita mempunyai kelebihan tersendiri bagi siswa. Siswa lebih mudah menerima pelajaran dengan cerita yang didalamnya penuh dengan motivasi-motivasi dan contoh fenomenal yang sedang terjadi, sehingga siswa dapat mengetahui contoh penerapan dari materi yang didapat. Secara umum metode pembelajaran ini
sebagai
implementasi
Pendidikan
Kewarganegaraan
dalam
pembentukan karakter kebangsaan siswa sudah cukup efektif untuk diterapkan kepada siswa. Menurut Agung Wicaksono, S.Pd selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan, teknik pembelajaran yang dilakukan sejauh ini masih sebatas ceramah bervariasikan tanya jawab, pemberian informasi terbaru, info apa yang sedang hangat, atau kasus apa yang sedang terjadi kemudian dijelaskan kepada anak-anak dan selanjutnya bersamasama untuk saling bertukar pikiran (hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Sementara itu terkait teknik khusus dalam pembelajaran
131
Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan membentuk karakter kebangsaan siswa. Agung Wicaksono, S.Pd melakukannya dengan mengalir saja, yaitu dengan cara berkomunikasi pada siswa. Seperti pemberian motivasi-motivasi untuk membentuk sikap anak-anak (hasil wawancara 29 April 2014). Sedangkan menurut Pak A. Hanis Thoriq, S.H.I., M.SI. selaku guru Pendidikan Kewarganegaraan kelas VIII A, VIII B, VIII C untuk strategi pembelajaran dalam menyampaikan materi yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan yang digunakan secara umum adalah lewat sisipan-sisipan, lewat cerita yang bisa menambah rasa patriotisme, rasa cinta mereka kepada bangsa dan tanah air (hasil wawancara 22 Mei 2014). Penggunaan metode pembelajaran seperti bermain peran (drama) dan permainan menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. juga pernah dilakukan. Hanya saja karena keterbatasan waktu dan media menjadikan penggunaan metode yang dilakukan hanya sebatas ceramah, tanya jawab, dan diskusi. Data wawancara guru kemudian dilakukan cross check dengan hasil wawancara siswa, ternyata dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan penerapan metode drama
dan
permainan
memang
penggunaannya jarang dilakukan.
pernah
dilakukan
walaupun
132
Hasil observasi menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang digunakan selama proses belajar mengajar yang dilaksanakan di dalam kelas adalah ceramah bervariasikan tanya jawab, diskusi dan resitasi (penugasan). Hal ini seperti yang terlihat pada tabel 2, yang menunjukkan selama dilakukannya observasi kelas penerapan metode pembelajaran
yang
dipraktekkan
hanyalah
metode
ceramah
bervariasikan tanya jawab, diskusi dan penugasan. Oleh karena itu strategi pembelajaran yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dapat dikategorikan Class based-passive cognitive pedagoggies. Pada model ini dicirikan dengan adanya pelajar yang pasif. Di mana dilihat dari hasil observasi yang dilakukan, penerapan metode yang sebatas ceramah bervariasikan ceramah, diskusi serta resitasi (penugasan) masih sering dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Pencapaian target materi masih menjadi tujuan utama guru, sehingga untuk menanamkan nilai-nilai karakter belum menjadi perhatian khusus oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Guru merencanakan pelajaran yang bersifat mendorong siswa menjalankan keterampilan kognitif. Guru Pendidikan Kewarganegaraan di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dalam hal ini belum
memiliki
strategi khusus dalam
pembentukan karakter kebangsaan siswa melalui proses pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.
Walaupun
guru
Pendidikan
133
Kewarganegaraan di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta belum memiliki metode khusus dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa, guru Pendidikan Kewarganegaraan tetap memiliki alternatif tersendiri untuk menyampaikan karakter-karakter nasionalisme. Metode alternatif yang dipilih oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta adalah dengan mencoba menyisipkan karakter kebangsaan pada setiap materi Pendidikan Kewarganegaraan. Namun dalam pelaksanaannya, alternatif tersebut belum sepenuhnya dapat berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini dikarenakan sistem sekolah yang berbasis mengutamakan karakter keislaman. Penerapan
metode
pembelajaran
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan masih banyak mengalami kesulitan. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, baik faktor dari guru tersendiri, dari siswa, maupun dari sistem sekolah. Di mana guru harus menyesuaikan penerapan metode pembelajaran dengan kondisi siswa pada saat pembelajaran di kelas, keterbatasan waktu serta sistem sekolah yang basisnya adalah pesantren menjadikan tujuan utama adalah lebih kepada ilmu agama.
134
c. Teknik Penialain Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang Berdimensi Pembentukan Karakter Kebangsaan Penilaian dalam Pendidikan Kewarganegaraan menitikberatkan pada penilaian kepribadian. Penilaian kepribadian dilakukan dengan cara mengamati perubahan perilaku dan sikap guna menilai perkembangan afeksi dan kepribadian siswa (Winarno, 2013: 220). Dalam penilaian berbasis kelas, terdapat 7 (tujuh) macam teknik penilaian yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian sikap,
penilaian
tertulis,
penilaian
proyek,
penilaian
produk,
penggunaan portofolio, dan penilaian diri (Puskur, 2006). Berdasarkan hasil wawancara kemudian dilakukan cross check dengan data dokumentasi MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta teknik
evaluasi/penilaian
Kewarganegaraan
yang
hasil
berdimensi
pembelajaran pendidikan
Pendidikan
karakter
yaitu
menggunakan teknik penilaian sikap. Penilaian sikap dilakukan untuk menilai sikap siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas
dengan menggunakan teknik observasi perilaku dan
pertanyaan langsung. Sedangkan untuk penilaian pembentukan karakter kebangsaan belum terlihat pada penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penilaian sikap merupakan salah satu penilaian yang diterapkan dalam penilaian pendidikan karakter yaitu untuk menilai sikap siswa. Dalam penilaian sikap yang menjadi objek penilaian dalam proses
135
pembelajaran adalah sikap siswa terhadap materi pelajaran, sikap siswa terhadap guru, sikap siswa terhadap proses pembelajaran, dan sikap siswa berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran (Winarno, 2013: 222). Pertanyaan langsung dapat diterapkan dengan cara tanya jawab atau wawancara dengan siswa mengenai sikap yang seharusnya terhadap sesuatu hal atau masalah yang terjadi. Teknik evaluasi ini dapat disimpulkan melalui reaksi atas jawaban yang diberikan siswa. Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi karakter merupakan ilmu yang bersifat aplikatif dan secara langsung seharusnya dapat menanamkan nilai-nilai karakter untuk membentuk siswa yang berkarakter, sehingga untuk mengukur hasil pembelajaran dengan menggunakan teknik observasi perilaku. Teknik ini dilakukan untuk menilai sikap siswa terhadap materi pembelajaran dan terhadap proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Seperti yang diungkapkan oleh Pak A. Hanis Thoriq, S.H.I., M.SI. penilaian Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi karakter berbeda
dengan
berdimensi
penilaian
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
lain. Teknik penilaian yang digunakan untuk hasil
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi karakter masih sederhana yaitu dengan menggunakan pengamatan/observasi. Selama tidak ada siswayang terlalu mencolok sikap negatifnya, tidak
136
akan mendapat nilai yang jelek, biasanya rata-rata kelas menjadi tolah ukurnya, jika memang baik maka nilai semuanya juga baik. Namun di samping menggunakan pengamatan/observasi dalam penilaian sikap tetap ditambahkan poin plus (+) terkait keaktifan di kelas, semangat pada waktu pelajaran, respon mereka terhadap guru, kerapian serta sikap
disiplin juga menjadi pertimbangan dalam
penilaian (Hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Hal tersebut juga diungkapkan oleh Agung Wicaksono, S.Pd bahwa dalam penilaian Pendidikan Kewarganegaraan yang berdimensi karakter terdapat teknik penilaian yang berbeda dengan teknik penilaian Pendidikan Kewarganegaraan pada materi yang bersifat kognitif. Penilaian sikap yang dilakukan adalah dengan pengamatan, untuk penilaian biasanya dikomunikasikan bersama guru-guru atau wali kelas yang bersangkutan (Hasil wawancara tanggal 28 April 2014). Di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta untuk teknik penilaian observasi langsung ini, bukan merupakan hal yang sulit karena pendidikan di MTs Ali Maksum Krapyak adalah sekolah berasrama yang berbasis asrama (Pondok Pesantren) dan pembentukan karakter siswa adalah pondasi pokok dalam keberhasilan proses tujuan lembaga pendidikan. Meskipun pembentukan karakter yang utama di sini bukan karakter kebangsaan, tetapi pembentukan karakter yang berbasis nilainilai pesantren karena memang visi utama adalah Madrasah berbasis pesantren. Meskipun demikian melihat kondisi sekarang ini dengan
137
semakin memudarnya karakter nasionalisme, pengajaran tentang nilainilai nasionalisme seharusnya juga dipertimbangkan. Seperti yang dikemukakan Agung Wicaksono, S.Pd bahwa seharusnya tetap harus ada keseimbangan antara pengetahuan tentang agama karena memang basisnya adalah pondok pesantren dan juga pengetahuan tentang negara dan bangsanya sendiri. Dengan begitu siswa tidak hanya dibekali ilmu agama tetapi untuk pengetahuan yang kaitannya dengan bangsa dan negaranya siswa dapat memahaminya. (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014). Evaluasi hasil pembelajaran di MTs Ali Maksum
dalam data
dokumentasi terlihat menggunakan teknik non-tes yaitu penilaian sikap yang meliputi teknik observasi perilaku dan pertanyaan langsung. Teknik tersebut digabungkan untuk memberikan penilaian sikap siswa. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan, penilaian sikap merupakan teknik penilaian yang sulit, karena yang dinilai bukan satu atau dua orang siswa melainkan banyak siswa. Setiap siswa memiliki sikap yang berbeda-beda, bahkan tidak sama setiap harinya. Salah satu yang menjadi hambatan dalam penilaian sikap ini adalah banyaknya jumlah siswa dan juga guru kelemahan guru dalam menghafal semua nama siswanya, sehingga penilaian menjadi lebih sulit. Hambatan tersebut menjadi tidak berarti ketika guru memiliki strategi tersendiri dalam melakukan penilaian ditambah lagi dengan
138
kondisi dan lingkungan sekolah yang mendukung. Kondisi dan lingkungan sekolah memang sangat penting dalam mempengaruhi proses pembelajaran. Apabila sekolah memiliki kondisi dan lingkungan yang kondusif dan mendukung jalannya proses pembelajaran, maka pembelajaran akan berjalan efektif termasuk dalam evaluasi hasil pembelajaran siswa. Secara umum teknik penilaian yang diterapkan dalam evaluasi hasil pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan
yang
berdimensi
pendidikan karakter di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sudah cukup baik. Penilaian hasil pembelajaran disana tidak hanya ditekankan pada aspek kognitifnya tetapi juga pada aspek afektifnya. Karena penilain yang dilakukan tidak hanya berdasarkan penilaian yang diberikan oleh sekolah tetapi Pondok Pesantren juga berperan dalam penilaian sikap siswa. Sedangkan untuk penilaian yang berdimensi pembentukan karakter kebangsaan belum terlihat metode khusus dalam format penyusunan Rencana pelaksanaan Pembelajaran (RPP). d. Karakter Siswa Dalam proses pembentukan karakter di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta melalui proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan salah satu ujung tombak pendidikan karakter tentunya diharapkan nantinya terbentuk suatu karakter yang diharapkan sebagai dasar siswa berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.
139
Pembentukan karakter kebangsaan siswa di MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Adapun faktor lingkungan ini berupa kondisi pendidikan formal dalam hal ini sekolah dengan sistem yang pada dasarnya adalah Pondok Pesantren. Oleh karena itu pembentukan karakter yang merupakan tujuan utama adalah Madrasah berbasis pesantren utama. Artinya nilai-nilai pesantren yang menjadi tujuan utama dalam pembentukan atau penanaman karakter siswa atau santri. Dengan kata lain, siswa di Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum adalah santri dan siswa dalam waktu yang sama. Faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan individu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan. Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting karena perubahan perilaku siswa sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentukan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur.
140
Seperti yang terdapat pada salah satu misi MTs Ali Maksum, yang ingin dibentuk adalah
menciptakan kondisi lingkungan 7K :
kemandirian (otonomi), keluwesan (fleksibilitas), keperansertaan (partisipasi),
keterbukaan
(akuntabilitas,
transparansi),
kemajuan
(transformasional), kepengetahuaan, dan kepercayaan (amanah). Adapun karakter kebangsaan siswa yang ingin dibentuk melalui Pendidikan Kewarganegaraan menurut Agung Wicaksono, S.Pd adalah kepedulian terhadap sesama, cinta dan bangga terhadap bangsa, negara dan tanah air. Sikap bangga dan cinta terhadap bangsa, negara, dan tanah air ini wujudnya adalah pembentukan sikap peduli, peduli apapun kondisi yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Menanamkan sikap kepada siswa bahwa ini Indonesia kita tanah air kita yang mungkin suatu saat nanti kalian bisa memberi perubahan pada Indonesia ini (Hasil wawancara tanggal 29 April 2014). Sedangkan karakter kebangsaan yang ingin dibentuk pada diri siswa menurut A. Hanis Thoriq, S.H.I.,M.SI. adalah rasa cinta dan bangga terhadap bangsa, negara dan tanah air yang wujudnya adalah sikap kekeluargaan, kebersamaan, dan kepedulian terhadap temanteman yang lain, saling mengerti asal muasal daerah itu bisa jadi semangat awal untuk membentuk kebangsaan dari anak-anak itu, serta rasa senasib sepenanggungan. Di mana dari sikap ini siswa memiliki pengalaman yang sama dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari, karena kondisi asrama yang menuntut mereka selalu bersama setiap
141
harinya menjadikan siswa juga merasakan perasaan yang sama. Ini bisa dijadikan awal untuk menumbuhkan rasa cinta dan bangga lingkungan sekolah maupun lingkungan asrama atau pondok pesantrean yang kemudian bisa berkembang lebih dalam kepada rasa cinta dan bangga terhadap tanah air (Hasil wawancara tanggal 18 Mei 2014). Berdasarkan hasil wawancara, dokumentasi yang kemudian di cross check dengan data observasi guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta sudah mengintegrasikan karakter kebangsaan dalam materi Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini terlihat pada proses pembelajaran terkait kompetensi dasar mendeskripsikan sistem pemerintahan Indonesia, melalui penyisipanpenyisipan yang dilakukan dan pemberian motivasi-motivasi yang sering dikaitkan antara nilai-nilai yang ada di asrama atau pondok pesantren dengan nilai-nilai nasional. Di samping itu pemberian cerita tentang sejarah perjuangan para pahlawan menjadi salah satu cara untuk menyisipkan karakter kebangsaan kepada siswa. Dengan demikian guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dalam proses pembentukan karakter telah
menggunakan
pendekatan
pendidikan
karakter
yaitu
pembelajaran. Pada setiap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
selain
materi
yang
disampaikan
juga
terkadang
menyisipkan nilai-nilai karakter disela-sela penjelasan materi meskipun
142
secara tersirat. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan karakter. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga siswa memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai tersebut. Akan tetapi untuk langkah-langkah dalam menanamkan karakter pada diri siswa belum ada langkah-langkah khusus yang dilaksanakan. Hal ini terlihat pada observasi yang dilakukan kemudian di cross check dengan hasil wawancara dengan guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta bahwa proses pembentukan karakter hanya dilakukan melalui penyisipan-penyisipan dalam pembelajaran di kelas. Belum ada pendekatan modelling atau teladan, belum ada penjelasan atau mengklarifikasikan kepada siswa secara terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk, belum terlihat penerapan pendidikan berdasarkan karakter (character-based education) yang dilakukan dengan menerapkan karakter characterbased approach dalam setiap mata pelajaran yang ada.
143
Pembentukan karakter khususnya karakter kebangsaan seseorang apalagi banyak orang bukanlah hal yang instan dan mudah. Hal ini menyebabkan sulitnya mengukur tingkat keberhasilan guru dalam membentuk karakter kebangsaan pada siswa atau siswa agar karakter yang diharapkan oleh guru dapat terbentuk dalam diri siswa. Berdasarkan hasil penelitian guru Pendidikan Kewarganegaraan MTs Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dalam mengukur keberhasilan pencapaian pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukanlah sesuatu yang harus diukur atau ditergetkan, karena memang untuk mengukur karakter seseorang itu sudah terbentuk atau belum merupakan proses yang panjang dan juga membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu yang dilihat adalah prosesnya bukan semata-mata
target
akhir
pencapaian
keberhasilannya.
Pengamatan/observasi menjadi cara untuk melihat bagaimana proses seseorang itu dalam bersikap dan berprilaku sehari-hari. 2.
Faktor Penghambat terlaksananya Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan Dewasa ini proses pembelajaran yang ada tidak lepas dari hambatanhambatan. Tidak terkecuali dalam pembentukan karakter kebangsaan siswadi Madrasah Tsanawiyah Ali Maksum Krapyak Yogyakarta guru Pendidikan Kewarganegaraan pun mengalami hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran.
144
Hambatan-hambatan yang ditemui dalam pembentukan karakter kebangsaan siswa melalui Pendidikan Kewarganegaraan di MTS Ali Maksum Krapyak Yogyakarta antara lain: a. Terlalu banyak simbol yang harus dikuasai oleh siswa, Seperti untuk memahami Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa bagi para siswa tidak bisa dipraktekkan. 1) Kurikulum yang ada saat ini terlalu tinggi kajian tetapi lemah dipraktek. Hal-hal praktis seperti pengamalan Pancasila seharihari, lagu kebangsaan yang tidak masuk dimateri. 2) Sistem sekolah yang kurang mendukung dalam membentuk karakter nasionalisme, sehingga siswa ketika ditanya makna upacara, makna Pancasila, dan UUD 1945 itu masih banyak yang kebingungan. b. Materi Pendidikan Kewarganegaraan terkesan overload, tumpang tindih, begitu banyak hal yang harus diajarkan dan dihafalkan oleh siswa, sehingga membebani siswa. c. Keterbatasan metode dan media pembelajaran juga termasuk salah satu hambatan yang masih sering ditemukan. Ketertarikan siswa pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan masih perlu mendapat perhatian seksama. Karena metode pembelajaran yang sering dilakukan paling banyak adalah ceramah. d. Latar belakang siswa yang beranekaragam memberikan konsekuensi pada guru untuk menentukan teknik atau metode pembelajaran yang
145
dapat diterima oleh seluruh siswa. Kemampuan siswa yang berbedabeda dalam memahami materi ini pula menuntut guru harus profesional dalam menjelaskan materi baik dari segi kognitif, psikomotorik, maupun afektif. e. Keterbatasan waktu, yang mana waktu yang singkat dengan materi yang banyak menjadikan terget pencapaian yang harus dicapai adalah segi kognitif. f. Kurangnya
minat
siswa
terhadap
pembelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan. Tingkat dan kemauan siswa yang berbeda, ada beberapa yang antusias mengikuti tetapi ada beberapa yang penting absen. g. Kemudian kendala dalam melakukan penilaian yang berdimensi sikap. Karena penilaian yang dilakukan adalah sebatas pengamatan jadi sedikit kesulitan ketika kemampuan menghafal setiap siswa itu tidak bisa diandalkan. Dalam artian mungkin yang bisa dihafal adalah siswa dengan prestasi terbaik kemudian yang terendah sangat mudah untuk dihafalkan (hasil wawancara tanggal 29 April 2014). h. Kurang bisa mengupdate UU terbaru, karena faktor tekhnologi. Keterbatasan waktu mungkin juga karena tuntutan yang ada bukan hanya mengajar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jadi kembali kepada pengahasilan dalam hal ini tingkat kesejahteraan masih perlu mencari pekerjaan lain (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2014).
146
Hambatan-hambatan yang ada di atas, menunjukkan bahwa implementasi Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan guru memerlukan upaya guna mengatasi kedala yang terjadi. Di sisi lain, sekolah dan pondok pesantren sebaiknya perlu menciptakan pembiasaan dan sosok atau keteladan yang nyata, sehingga dapat menjadi contoh langsung bagi setiap siswa dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari. 3.
Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan siswa Berbagai
hambatan
yang
terjadi
dibutuhkan
upaya
untuk
mengatasinya. Upaya atau solusi yang dilakukan oleh guru Pendidikan Kewarganegaraan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dalam menghadapi hambatan yang ditemui adalah sebagai berikut: a.
Melakukan pengamatan sepanjang proses pembelajaran berlangsung kemudian juga melalui model pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa. Seperti menggunakan pendekatan berpikir kritis di mana setiap pertemuan diberikan informasi terbaru (Breaking News) terkait persoalan yang sedang terjadi untuk menarik perhatian siswa agar lebih fokus dalam pembelajaran nantinya.
b.
Kepraktisan siswa terkait simbol-simbol yang ada dapat diatasi dengan diterapkannya dalam pembelajaran yang sifatnya non-akademik atau ekstrakulikuler seperti lewat kegiatan upacara, kegiatan kepramukaan.
c.
Pemberian berita terbaru ini juga dimaksudkan agar siswa lebih peduli pada lingkungan sosial dan menjadikan mereka kritis dalam menanggapi berbagai persoalan yang sedang terjadi. Kemudian
147
pemberian tugas tambahan ketika waktu dalam menjelaskan materi tidak cukup, pemberian tugas ini bertujuan agar siswa memperoleh pengetahuan yang belum disampaikan oleh guru. d.
Pemberian
motivasi
di
setiap
kegiatan
pembelajaran
guna
menumbuhkan semangat dan minat siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Hambatan-hambatan yang terjadi telah dilakukan upaya dalam menagatasinya, meskipun belum sepenuhnya dapat berjalan optimal. Hal ini dikarenakan masalah pembentukan karakter bukan hanya tanggungjawab guru Pendidikan Kewarganegaraan tetapi semua pihak baik sekolah maupaun pondok pesantren. Upaya-upaya yang dilakukan merupakan bentuk kepedulian guru guna memberikan solusi dalam mengatasi krisis karakter kebangsaan yang terjadi saat ini. Namun demikian, upaya yang sudah dilakukan masih belum dapat sepenuhnya berjalan optimal karena keterbatasan baik dari guru maupun dari sekolah sehingga perlu tindak lanjut dari semua pihak dan perhatian semua komponen sekolah untuk memberikan keteladanan dan pembiasaan yang nyata kepada siswa guna membentuk karakter kebangsaan pada diri siswa.
148
D. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini telah diupayakan untuk dilaksanakan dengan sebaikbaiknya, namun dalam kenyataannya penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Keterbatasan waktu yang saat itu diprioritaskan untuk mempersiapkan siswa kelas IX yang akan ujian, menjadi penyebab tidak disertakannya kelas IX sebagai subjek penelitian. 2. Keterbatasan waktu yang ada, sehingga penelitian ini belum memperoleh data yang cukup luas dan subjek penelitian yang cukup banyak yaitu siswa. Oleh karena itu, penulis keterbatasan dalam menentukan informan atau subjek penelitian.