BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil 4.1.1 Profil Kecamatan Kota Tengah Kecamatan Kota Tengah merupakan pemekaran dari Kecamatan Kota Utara, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005, yang diresmikan pada tanggal 24 Maret 2005. Lahirnya Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo diawali dengan berkembangnya aspirasi masyarakat terutama dari kalangan tokoh agama/adat, tokoh Masyarakat, Generasi Muda, yang kemudian ditindak lanjuti dengan dibentuknya Komite Pemekaran Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo melalui surat keputusan Camat Kota Utara Kota Gorontalo tanggal 4 Desember 2004. Adapun Maksud dan Tujuan Pemekaran Kecamatan adalah dalam rangka Upaya Peningkatan dan Percepatan Pelayanan kepada Masyarakat dibidang Pemerintahan dan Pembangunan mulai dari Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan
kesejahteraan Masyarakat. Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kota Gorontalo, dengan Luas wilayah Kecamatan Kota Tengah 4.13 km2 atau 6.37% dari luas Kota Gorontalo
dengan
posisi
geografis terletak
antara
0,19’ –
1,15’ Lintang Selatan dan 121,23’ – 123,43’ Bujur Timur dengan ketinggian + 5 M dari permukaan laut, dengan Suhu rata – rata pada siang hari berkisar antara 30,9 – 34,0 0 C dan pada malam hari berkisar antara 20,8 – 24,4 0C. Sedangkan kelembaban relatif tergolong tinggi dengan rata – rata 83 %.
Batas Wilayah Kecamatan Kota Tengah adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kelurahan Tapa Kecamatan Kota Utara. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Dembe II, Wongkaditi Barat, Kecamatan Kota Utara, Kelurahan Heledulaa Utara,
Kecamatan
Kota
Timur c. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Limba U1 dan Limba U2, Kecamatan Kota Selatan. d. Sebelah Barat : berbatasan dengan
Kelurahan Libuo, Huangobotu,
Tomulabutao, dan Kecamatan Dungingi. Jumlah RT/RW dan lingkungan di tingkat kelurahan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Jumlah RT/RW Dan Lingkungan Di Tingkat Kelurahan Luas No Kelurahan Lingk RT RW Ket (Km2) 1.
Paguyaman
0,75
3
9
3
2.
Pulubala
0,74
5
19
6
3.
Dulalowo
0.33
2
10
4
4.
D. Timur
1.02
3
9
3
5.
Liluwo
0,56
4
11
4
6.
Wumialo
0,73
4
10
5
Jumlah
4.13
21
68
25
Sumber : Doc. Profil Kecamatan Kota Tengah
4.1.2 Profil Puskesmas Dulalowo Puskesmas Dulalowo adalah salah satu puskesmas dari tujuh puskesmas yang ada di Kota Gorontalo, tepatnya berkedudukan di Jalan Sulawesi No. 2 Kelurahan Dulalowo Kecamatan Kota Tengah. Puskesmas Dulalowo mewilayahi Kecamatan Kota Tengah sebagai wilayah kerja. Jarak antara Puskesmas Dulalowo dengan ibukota Kecamatan Kota Tengah adalah 1 Km. 4.1.2.1 Rencana Strategis Puskesmas Dulalowo Tahun 2008-2013 a. Visi : Hidup sehat melalui kemandirian masyarakat b. Misi: Membuat pelayanan kesehatan masyarakat yg berkualitas c. Penilalian nilai :
1. Berpihak kepada masyarakat 2. Bertindak cepat dan tepat 3. Kerja sama tim 4. Integritas yang tinggi 5. Transparan dan akuntabel
d. Motto : Jadikan pasien sebagaimana keluarga sendiri e. Tujuan : 1. Meningkatnya umur harapan hidup menjadi 70 tahun 2. Menurunnya angka kematian bayi menjadi 12 orang per 1000 kelahiran hdup 3. Menurunnya angka kematian ibu menjadi I bawah 1 orang 4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi 5 %
f. Strategi : 1. Meningkatkan akses masyarakat Terhadap pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas 2. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat 3. Meningkatkan system surveilans, monitoring, dan informasi kesehatan 4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan dasar g. Program a. Upaya kesehatan Wajib : 1. Promosi kesehatan 2. Kesehatan Lingkungan 3. KIA Dan KB 4. Perbaikan gizi masyarakat 5. Pemberantasan penyakit menular 6. Pengobatan b. Upaya kesehatan Pengembangan : 1. Perawatan kesmas 2. Upaya kesehatan Sekolah 3. Kesehatan gigi dan mulut 4. Kesehatan kerja 5. Kesehatan jiwa 6. Kesehatan usia lanjut 7. Kesehatan mata dan telinga 8. Kesehatan olahraga
9. Laboratorium Sederhana 10. Konsultasi medik, gizi, dan sanitasi c. Upaya kesehatan Inovatif 1. Pelayanan prima 2. Pengembangan keluarga siaga 3. Menuju kelurahan sehat 4. Pengembangan system informasi kesehatan 4.1.2.2 Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo memiliki wilayah kerja sebanyak enam kelurahan seKecamatan Kota Tengah yaitu : 1. Kelurahan Wumialo dengan 4 lingkungan, 7 RW dan 28 RT 2. Kelurahan Dulalowo dengan 2 lingkungan, 4 RW dan 17 RT 3. Kelurahan Dulalowo Timur dengan 3 lingkungan, 5 RW dan 18 RT 4. Kelurahan Liluwo dengan 4 lingkungan, 6 RW dan 22 RT 5. Kelurahan Pulubala dengan 5 lingkungan, 8 RW dan 34 RT, dan 6. Kelurahan Paguyaman dengan 3 lingkungan, 5 RW dan 16 RT Dengan batas-batas wilayah kerja : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi Kecamatan Kota Utara 2. Sebelah Timur berbatasan dengan sebagian wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kecamatan Kota Timur dan sebagian lagi wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan, dan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Dungingi Kecamatan Dungingi. Jumlah penduduk pada tahun 2012 di wilayah kerja puskesmas Dulalowo berdasarkan data SP2PT adalah 24.658 Jiwa dan jumlah KK adalah 6.489 KK, dengan jumlah masyarakat miskin 4.574 jiwa, jumlah KK miskin 1.120 kk, jumlah peserta Askes Sosial 572 kk, Ibu Hamil 605, Ibu Menyusui/Bersalin 570 , Bayi 0 – 1 thn 648 Anak Balita 1 – 5 thn 3.241 orang. Kepadatan penduduk diwilayah kerja Puskesmas Dulalowo tahun 2012 adalah 987.57 jiwa per kilometer persegi, terpadat di Kelurahan Wumialo dan terendah kepadatannya adalah Kelurahan Paguyaman seperti yang terdapat dalam lampiran tabel 4.2 berikut : Tabel 4.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan Tahun 2012 Penduduk Kelurahan
Wumialo Dulalowo Liluwo Pulubala Paguyaman Dul-tim Jumlah
Kepadatan Per Km² 2008
2012
(Km²)
3053 4397 4451 5254 2438 2398
4612 3319 4813 5601 2703 3610
7,86 135,96 9,735 74,58 78,99 -
2008 504,33 40,10 359,01 56,03 28,09 -
2012 504,33 40,10 359,01 56,03 28,09 -
21.991
24.658
307,125
987,57
987,57
Sumber Data : SP2TP 2012
Ratio
kepadatan
penduduk
diwilayah
kerja
Puskesmas
Dulalowo
menunjukkan bahwa tingkat persebaran penduduk antar kelurahan berbeda dimana tampak penduduk terkonsentrasi di Kelurahan Dulalowo dan Kelurahan Wumialo. 4.1.2.3 Diagnosis Epidemiologi Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja suatu puskesmas maka disusunlah 10 Penyakit Menonjol Puskesmas. 10 penyakit menonjol merupakan suatu pola penyakit yang disusun berdasarkan tingkat kunjungan pasien ke puskesmas yang dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan upaya – upaya pencegahan dan surveylans epidemiologis puskesmas. Berikut ini adalah tabel prevalensi penyakit paling menonjol di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo padas tahu 2012. Tabel 4.3 10 Penyakit Menonjol Wilayah Puskesmas Dulalowo Tahun 2012 No Jenis Penyakit Jumlah 1
ISPA
3475
2
Nesofaringitis Akut
2972
3
Hipertensi
1457
4
Febris
1377
5
Influenza
1341
6
Luka / Trauma
641
7
Gastritis
638
8
Dermatitis kontak Alergi
514
9
Artristis
439
10
Pulpitis
282
Jumlah Sumber : Data Puskesmas Dulalowo
13136
Menurut tabel di atas, sepanjang tahun 2012 jumlah seluruh kasus di Puskesmas Dulalowo sebanyak 13136 kasus, dengan penyakit tertinggi selama tahun 2012 adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan jumlah kasus 3475 dan jumlah kasus terendah adalah penyakit pulpitis. 4.2 Hasil Penelitian Pengumpulan data penelitian tentang “Fakor Risiko Penyebab Asma Bronkial” dilakukan tanggal 20 April 2013 sampai dengan tanggal 04 Mei 2013. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara terhadap responden, sedangkan data sekunder diambil dari catatan medik penderita yang berobat di Puskesmas Dulalowo, dan alamat lengkap penderita di peroleh dari pencatatan penduduk yang berada di kantor Kecamatan Kota Tengah. Berdasarkan jumlah sampel yang dicantumkan di atas, jumlah penderita asma yang berobat di Puskesmas Dulalowo sebanyak 52 penderita. Namun, setelah melakukan penelitian, ada 2 penderita yang tidak memenuhi kriteria inklusi. Dua penderita tersebut tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo. Yang satunya bertempat tinggal di Kelurahan Tomulabutao dan penderita yang satu lagi sudah pindah di luar daerah. Hal ini merupakan salah satu kendala yang ditemui selama melakukan penelitian. Berdasarkan hasil pengumpulan data penelitian melalui wawancara langsung kepada pasien asma di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo, maka data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sebagai berikut :
4.2.1 Deskripsi Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada tabel 4.4 di bawah ini : Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Jenis Kelamin n % Laki – laki (L) Perempuan (P) Jumlah Sumber : Data Primer
26 24 50
52 48 100
Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki jenis kelamin laki – laki lebih banyak dari jumlah penderita perempuan. Laki – laki 26 penderita (52%) dan perempuan 24 penderita (48%). 4.2.2 Deskripsi Berdasarkan Kelompok Umur Distribusi responden berdasarkan kelompok umur disajikan pada tabel 4.5 di bawah ini : Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Kelompok Umur n % <1 thn 1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 40 – 50 >50 Jumlah Sumber : Data Primer
0 18 6 7 6 5 8 50
0 36 12 14 12 10 16 100
Berdasarkan tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang paling banyak yaitu penderita yang berusia 1 – 10 tahun sebanyak 18 penderita (36%), dan yang paling sedikit yaitu penderita asma yang berusia 40 – 50 tahun sebanyak 5 penderita (10%). Sedangkan tidak ada penderita yang berusia <1 tahun. 4.2.3 Deskripsi Faktor Paparan Debu Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap debu disajikan pada tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Paparan Debu Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Debu n % Ya Tidak Jumlah Sumber : Data Primer
33 17 50
66 34 100
Berdasarkan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap debu sebanyak 33 penderita (66%), dan yang tidak alergi terhadap debu sebanyak 17 penderita (34%).
4.2.4 Deskripsi Faktor Paparan Asap Rokok Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap asap rokok disajikan pada tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Asap Rokok Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Asap Rokok n % Ya Tidak Jumlah Sumber : Data Primer
23 27 50
46 54 100
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap asap rokok sebanyak 23 penderita (46%), dan yang tidak alergi terhadap asap rokok sebanyak 27 penderita (54%). 4.2.5 Deskripsi Faktor Binatang Peliharaan Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap binatang peliharaan disajikan pada tabel 4.8 di bawah ini : Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Binatang Peliharaan Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Binatang n % Peliharaan Ya Tidak Jumlah Sumber : Data Primer
11 39 50
22 78 100
Berdasarkan tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap binatang peliharaan
(kucing / anjing / burung) sebanyak 11 penderita (22%), dan yang tidak alergi terhadap binatang peliharaan sebanyak 39 penderita (78%). 4.2.6 Deskripsi Faktor Makanan Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita alergi terhadap makanan tertentu disajikan pada tabel 4.9 di bawah ini : Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Alergi Terhadap Makanan Tertentu Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Alergi Makanan n % Ya Tidak Jumlah Sumber : Data Primer
32 18 50
64 36 100
Berdasarkan tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang alergi terhadap makanan tertentu yaitu sebanyak 32 penderita (64%), dan yang tidak alergi terhadap makanan apapun sebanyak 18 penderita (36%). 4.2.7 Deskripsi Berdasarkan Faktor Riwayat Keturunan Distribusi responden berdasarkan jumlah penderita yang memiliki riwayat keturunan asma disajikan pada tabel 4.10 di bawah ini : Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Keturunan Pada Penderita Asma di Puskesmas Dulalowo Memiliki Riwayat n % Keturunan Asma Ya Tidak Jumlah Sumber : Data Primer
20 30 50
40 60 100
Berdasarkan tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa penderita asma yang pernah berobat di Puskesmas Dulalowo yang memiliki riwayat keturunan penyakit asma yaitu sebanyak 20 penderita (40%), dan yang tidak memiliki riwayat keturunan asma sebanyak 30 penderita (60%). 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian di atas, faktor risiko penyebab asma bronkial di wilayah kerja Puskesmas Dulalowo akan disajikan pada tabel 4.11 berikut : Tabel 4.11 Distribusi Faktor Risiko Penyebab Asma Bronkial No Faktor Risiko Ya % Tdk % 1 2 3 4 5
Debu Asap Rokok Binatang Peliharaan Makanan Riwayat Keturunan TOTAL Sumber : Hasil Penelitian
33 23 11 32 20 119
27,7 19,3 9,2 26,9 16,8 100
17 27 39 18 30 131
13 20,6 29,8 13,7 22,9 100
Berdasarkan tabel 4.11 diatas, faktor risiko penyebab asma bronkial yang sangat berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial yaitu faktor paparan debu. Dimana dari 50 responden yang saya temui, ada 33 responden yang menyatakan bahwa responden alergi terhadap debu, sedangkan 17 responden lainnya tidak alergi terhadap debu. Dan faktor risiko yang kurang mempengaruhi kejadian asma bronkial yaitu faktor binatang peliharaan. Dimana responden yang alegi terhadap binatang peliharaan hanya 11 responden, sedangkan 39 responden lainnya menyatakan bahwa mereka tidak alergi terhadap binatang peliharaan. Berikut ini merupakan pembahasan hasil penelitian tentang faktor risiko penyebab asma bronkial yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Dulalowo :
4.3.1 Umur Berdasarkan hasil penelitian, responden yang lebih banyak mengalami penyakit asma yaitu anak – anak yang berusia 1 – 10 tahun. Menurut asumsi dari peneliti, hal ini disebabkan karena pada usia 1 – 10 tahun tergolong dalam usia anak – anak. Pada usia ini, merupakan usia sekolah dan usia bermain. Di usia ini dimana anak – anak lebih banyak berinteraksi dengan berbagai macam benda, melalui benda – benda tersebut mereka tidak menyadari bahwa mereka banyak menghirup debu. Hal lainnya, di usia seperti ini pemahaman anak – anak tentang pentinnya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) masih kurang. Serta pada usia seperti ini, anak – anak lebih suka mengkonsumsi berbagai macam makanan seperti cokelat, ice cream, makanan yang mengandung pengawet, dan makanan – minuman yang dingin lainnya. Pengetahuan mereka tentang faktor risiko penyebab asma masih sangat kurang, sehingga mereka tidak menyadari bahwa yang mereka lakukan dapat menyebabkan timbulnya penyakit asma bronkial. Hal ini selaras dengan hasil penelitian penelitian Kurnia Pramesti (2006), menginformasikan bahwa makanan yang mengandung monosodium glutamat dapat menyebabkan pemicu sesak nafas pada anak – anak usia 1 – 15 tahun dengan OR = 3,45 (95%C I=2,10-3,43). Menurut Gary Rachelefsky (2006), pada beberapa orang gejala – gejala asma bisa berkurang saat merek bertambah dewasa. Namun, penyakit itu tidak menghilang. Sekitar 50% dari semua anak yang menderita asma bisa terus mengalami gejala – gejalanya sepanjang hidup mereka atau gejala – gejala akan kembali saat mereka menginjak akhir masa remaja dan dewasa. Hal ini yang
menyebabkan prevalensi penderita asma lebih banyak anak – anak dibandingkan orang dewasa. 4.3.2 Debu Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan bahwa debu rumah yang menempel pada lantai kamar dan ruang keluarga, perabot rumah, langit – langit rumah, tempat tidur, jendela kamar tidur yang selalu tertutup, membersihkan debu tidak dengan lap basah dapat menyebabkan timbulnya penyakit asma bronkial. Menurut asumsi peneliti, masuknya suatu alergen (debu) ke dalam saluran pernafasan seseorang dapat merangsang terjadinya reaksi hipersensitivitas. Bisaanya benda – benda yang paling banyak menyimpan debu, seperti kasur (tempat tidur), karpet, jok kursi, tumpukan koran – koran, buku – buku, pakaian yang lama digantung, lantai yang tidak sering dibersihkan dapat merangsang saluran pernapasan sehingga menyebabkan sesak napas kemudian terjadi asma. Penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008). Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa debu rumah yang menempel pada kipas angin, langit-langi rumah, jendela kamar tidur anak yang selalu tertutup, membersihkan debu tidak dengan lap basah, merupakan faktor risiko bagi penderita asma bronkial pada anak dengan nilai OR ; 0,66 (95% CI ; 0,29 – 1,47 ; p=0,306), artinya penderita asma memiliki peluang 0,656 kali menderita asma lebih kecil, dibandingkan anak yang tidak menderia asma. Menurut John Rees MD. FRCP (1996), debu yang tersebar luas dalam seprei, perabot rumah, karpet, dan mainan yang lembut/berbulu merupakan unsure penting dalam peningkatan prevalensi asma. Jika, penderita asma dipindahkan ke
lingkungan yang kurang dari debu, gejalanya akan membaik. Pembersihan kamar tidur secara teratur dan menghindari bahan yang mungkin mengumpulkan debu adalah upaya yang bijaksana untuk menekan jumlah antigen. Pengurangan debu telah dicoba dengan penutup kasur yang tak dapat tembus oleh debu, penyaring yang halus pada pembersih vakum, akarisida, ayau bahkan pemberian nitrogen cair pada karpet. Suatu usaha yang bersungguh – sungguh dapat mengurangi jumlah debu sehingga cukup rendah untuk memperbaiki pengendalian asma. Desensitisasi terhadap debu rumah mungkin dapat berguna pada anak – anak. 4.3.3 Asap Rokok Asap rokok yang dihirup penderita asma bronkial secara aktif mengakibatkan rangsangan pada sistima pernafasan, sebab pembakaran tembakau menghasilkan zat iritan dalam rumah yang menghasilkan gas yang komplek dan partikel – partikel berbahaya. Didukung pula pernyataan responden yang mengatakan ”bau asap rokok saja anak saya langsung kumat seseknya, diawali dengan batuk – batuk, hidung merasa tersumbat dan nafas bunyi ngik – ngik, jika akan tidur saya beri bantal agar tidak sesek”. Menurut asumsi peneliti, bahwa keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang menderita asma bronkial bila anggota keluarga lainnyanya yang merokok didalam rumah kemudian terhisap oleh penderita asma atau bahkan penderita asma merupakan perokok aktif memiliki risiko lebih besar, dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang tidak menderita asma, apabila keluarganya menghisap merokok didalam rumah. Paparan asap tembakau pasif
berakibat lebih berbahaya gejala penyakit saluran nafas bawah dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008), hasil analisis multivariat yang melihat antara asap rokok dengan kejadian asma bronkial memiliki nilai OR ; 23,13, (95% CI ; 4,141 – 129,2) nilai p=3,141, sehingga hipotesis terbukti. Dengan demikian dapat menginformasikan bahwa keluarga yang mempunyai anak menderita asma bronkial bila anggota keluarganya yang merokok didalam rumah kemudian terhisap oleh penderita asma memiliki risiko 23,13 kali lebih besar, dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai anak, tidak menderita asma, apabila keluarganya menghisap merokok didalam rumah. Hasil tersebut didukung oleh C. Infante Rivarrd (1993), dalam penelitiannya tentang ibu perokok berat mengakibatkan reaksi batuk dan asma menjadi kumat pada anak yang diasuhnya dengan OR ; 2,77 (95% CI ; 1,35 – 5,66). Hal ini didukung dengan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), pencemaran udara secara pribadi dengan asap rokok memperberat asma. Merokok aktif dan pasif menyebabkan timbulnya menyebabkan timbulnya penyempitan saluran pernapasan. Akhir – akhir ini minat akan pencemaran lingkungan meningkat. Meskipun kabut kota (smog) telah mengilang setelah adanya peraturan udara bersih, kadar ozon, belerang dioksida, oksidanitrogen, dan bahan partikulat meningkat di daerah – daerah padat penduduk dan perkotaan. Kombinasi suhu tinggi, kelembaban, dan lalu – lintas yang padat menyebabkan kadar polusi udara meningkat. Penderita asma harus sadar akan upaya untuk memperbaiki kualitas
udara. Kadar nitrogen dioksida yang ditemukan dalam rumah dapat meningkatkan respons saluran pernapasan terhadap alergen. 4.3.4 Binatang Peliharaan Kepemilikan binatang piaraan yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma bronkial. Seperti hasil wawancara dengan salah satu responden yang alergi terhadap binatang piaraan, dia mengatakan bahwa “Saya alergi jika mengirup bulu binatang seperti kucing, sehingga jika saya berada di tempat yang banyak terdapat bulu kucing, gejala yang saya rasakan adalah bersin – bersin”. Pada penelitian ini, dari 50 responden ada 11 penderita yang alergi terhadap binatang peliharaan. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008). Kepemilikan binatang piaraan yang menjadi faktor pencetus terjadinya asma bronkial pada anak, saat dilakukan analisis multivariat hasilnya bermakna secara statistik dengan p=0,025 nilai OR ;30,65 (95% CI ; 1,538-610,7), memberikan arti bahwa keluarga yang memiliki anak menderita asma bronkial dan mempunyai binatang piaraan memilki besar risiko 30,65 kali dibandingkan dengan keluarga tidak memiliki anak menderita asma dan tidak mempunyai binatang piaraan. Hasil ini juga didukung oleh David I. Duffy (1998), alergi oleh binatang yang dipelihara didalam rumah maupun diluar rumah oleh penderita asma mempunyai OR ; 10,23. Selaras dengan hasil wawancara mendalam oleh beberapa responden mengatakan ”kurang lebih lima tahun ini anak saya suka sekali menggendonggendong kucing dan setiap tidur kucing dibawa juga ketempat tidur (ibu A ; Indept Interview), responden lain menjelaskan ”kelinci yang saya punya itu kandangnya dekat rumah tinggal, kalau pada saat ganti bulu sering bulunya masuk
rumah, bahkan masuk didalam tidur dan ruang tamu” (ibu G ; Indept Interview). Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3 – 4 mikron) dan terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Hal ini didukung dengan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), orang tua dari anak – anak yang menderita asma sering khawatir mengenai hewan piaraan di rumah. Kucing merupakan masalah yang terbesar, dengan alergen dalam liur, urin, dan bulunya. Tetapi sebagian besar hewan piaraan dapat sekali kali memicu asma. Pasien yang mempunyai masalah besar dengan asma harus dianjurkan untuk tidak memelihara hewan piaraan baru. Bila anak – anak lahir dalam suatu keluarga dengan riwayat atopi yang kuat, hewan piaraan yang berbulu lebih baik dihindari. Hewan piaraan yang ada di rumah harus dijaga untuk tidak masuk ke kamar tidur dan perabot yang lembut. Kalau hewan ini diperkirakan merupakan penyebab gejala yang berbahaya, dapat dicoba untuk pemisahan sementara. Alergen hewan tetap berada dalam rumah lama setelah hewan tersebut dibuang, oleh karena itu hewan harus dipindahkan dari rumah tersebut selama satu atau dua bulan. Pilihan lainnya, pasien dapat pindah rumah selama satu atau dua minggu. Tetapi, membuang hewan kesayangan tanpa alasan yang tepat dapat menyebabkan timbulnya masalah yang lebih berbahaya akibat gangguan emosional.
4.3.5 Makanan Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa beberapa jenis makanan penyebab alergi seperti susu sapi, cokelat, ice cream, makanan – minuman dingin dapat meningkatkan produksi lendir / dahak yang menyebabkan penyempitan saluran pernapasan terutama pada bagian pernapasan bronkus sehingga penderita merasa sesak napas dan bunyi mengi, serta makanan produk industri dengan pewarna buatan, pengawet, vetsin dapat menjadi penyebab asma bronkial. Hal ini selaras dengan hasil penelitian penelitian Kurnia Pramesti (2006), menginformasikan bahwa makanan yang mengandung monosodium glutamat dapat menyebabkan pemicu sesak nafas pada anak-anak usia 1 – 15 tahun dengan OR=3,45 (95%C I=2,10-3,43) (Purnomo, 2008). Berdasarkan teori menurut John Rees MD. FRCP (1996), intoleransi pada makanan tidak selalu menunjukkan adanya mekanisme alergi. Reaksi dapat berkaitan dengan mediator farmakologik misalnya histamin atau tiramin dalam makanan. Mereka dapat dihasilkan oleh zat tambahan makanan misalnya zat warna kuning tartrazin, yang ditambahkan pada sejumlah besar makanan dan obat – obatan. Bila terdapat alergi khusus terhadap bahan makanan dan obat – obatan. Bila terdapat alergi khusus terhadap bahan makanan, yang paling mungkin akan terlibat adalah susu, telurm kacang – kacangan, dan gandum. 4.3.6 Riwayat Keturunan Adanya riwayat keturunan penyakit asma bronkial, merupakan salah satu faktor risiko penyebab menurunnya penyakit asma pada anggota keluarganya. Hal
ini dibuktikan berdasarkan hasil survey dan wawancara yang saya lakukan, dari 50 penderita asma ada 20 penderita yang memiliki riwayat keturunan asma atau 40% dari jumlah responden. Salah satu responden mengatakan bahwa “saya memiliki riwayat keturunan asma, ibu saya sejak kecil mengidap penyakit asma”. Hal ini dibuktiktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008). Adanya riwayat penyakit asma bronkial, mempunyai tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keturunan dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Melihat hasil analisi multivariat kejadian asma bronkial pada responden memiliki nilai OR ; 8,27 (95% CI : 1,505 – 45,434) dengan p=0,015. Hasil tersebut menginformasikan bahwa keluarga yang mempunyai riwayat penyakit asma bronkial mempunyai 8,27 kali dibandingkan dengan, keluarga yang tidak memiliki riwayat penyakit asma bronkial. Selaras dengan penelitian Ehrlich RI (1996), berdasarkan hasil penelitiannya yang mengunakan analisis multivariat, orang tua asma (OR=2,77: 95%CI; 1,11 - 2,48). Didukung pula dengan pernyataan responden yang mengatakan “ibu saya mempunyai penyakit sesak nafas (ampek) seperti anak saya, bahkan pernah dirawat di Puskesmas dan Rumah Sakit sampai lama”.