BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling, dimana sampel yang diambil adalah yang tersedia atau kebetulan ada, yaitu sebanyak 105 sampel. Data dikumpulkan dengan cara mengumpulkan lembar resep anak dengan keluhan batuk-pilek yang memuat antibiotik pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013 dan memberikan kuesioner kepada orang tua pasien. Tabel 4.1 Persentase peresepan keluhan batuk-pilek infeksi dan non infeksi No. Keluhan Jumlah Sampel Persentase (%) 1 Batuk-pilek infeksi 23 21,90 2 Batuk-pilek non infeksi 82 78,10 Jumlah 105 100% Sumber: Data sekunder yang diolah, 2013
Tabel 4.2 Distribusi pertanyaan orang tua pasien yang menjadi sampel penelitian sebanyak 105 responden di Apotek Mega Farma Jawaban Responden Persentase No Pertanyaan (n = 105) (%) 1 Apakah anak anda Semua responden menjawab 100 % sedang batuk-pilek? ya 2
3
Sudah berapa lama Yang menjawab 3 hari anak anda batuk- sebanyak 63 orang pilek? Yang menjawab 1 minggu sebanyak 26 orang Yang menjawab lebih dari 2 minggu sebanyak 16 orang Berapa kali anak anda Yang menjawab tiap minggu dibawa ke dokter sebanyak 2 orang karena batuk-pilek?
60 % 24,76 % 15,24 %
1,9 %
Tabel 4.3 Lanjutan distribusi pertanyaan orang tua pasien yang menjadi sampel penelitian sebanyak 105 responden di Apotek Mega Farma Jawaban Responden Persentase No Pertanyaan (n = 105) (%) Yang menjawab 2-3 minggu 18,1 % sekali sebanyak 19 orang Yang menjawab sesekali dalam 80 % 6-12 bulan sebanyak 84 orang 4
Apakah menurut anda, antibiotik adalah obat yang paling ampuh untuk menyembuhkan batuk-pilek anak anda?
Responden yang menjawab ya sebanyak 49 orang Responden yang menjawab tidak sebanyak 56 orang
46,67 % 53,33 %
5
Apakah antibiotik yang Semua responden menjawab ya diberikan dokter untuk anak anda selalu dihabiskan?
6
Berapa kali anak anda Responden yang menjawab tiap batuk dalam sehari? pagi sebanyak 23 orang Responden yang menjawab tiap malam sebanyak 59 orang Responden yang menjawab sepanjang hari sebanyak 23 orang
21,91 %
Apa jenis batuk anak Responden yang menjawab anda? kering sebanyak 29 orang Responden yang menjawab berdahak sebanyak 76 orang
27,62 %
Apakah jika anak anda batuk, sering mengeluarkan dahak berwarna kuning/kehijauan?
Responden yang menjawab ya sebanyak 17 orang Responden yang menjawab tidak sebanyak 88 orang
16,19 %
Apakah hidung anak Responden yang menjawab ya anda berair (hingus)? sebanyak 102 orang Responden yang menjawab tidak sebanyak 3 orang
97,14 %
7
8
9
100 %
56,19 % 21,90 %
72,38 %
83,81 %
2,86 %
Tabel 4.4 Lanjutan distribusi pertanyaan orang tua pasien yang menjadi sampel penelitian sebanyak 105 responden di Apotek Mega Farma Jawaban Responden Persentase No Pertanyaan (n = 105) (100%) 10 Bagaimana warna Yang menjawab bening sebanyak 95,24 % cairan yang keluar dari 100 orang hidung anak anda? Yang menjawab kuning kehijauan 4,76 % sebanyak 5 orang Sumber: Data primer yang diolah, 2013
4.2 Pembahasan Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik accidental sampling, yaitu untuk responden yang kebetulan ada atau tersedia, dalam hal ini diperoleh responden sebanyak 105 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar resep dokter dan kuesioner untuk orang tua pasien. Resep digunakan untuk melihat apakah anak dengan keluhan batuk-pilek diberikan antibiotik oleh dokter, sedangkan kuesioner merupakan data pendukung, yang berisi pertanyaan seputar gejala yang dikeluhkan pasien. Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman. Lazimnya antibiotik dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan dalam tangki-tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotik dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan. Dalam perkembangannya, hasil sintesis senyawa antibiotik diubah secara kimiawi untuk menghasilkan berbagai macam turunan dengan cara mengubah struktur intinya yang menyebabkan terjadinya
perbedaan aktivitas, sehingga ada antibiotik dengan aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan ada antibiotik yang bersifat bakterisid (menghentikan pertumbuhan bakteri) (Tjay dan Rahardja, 2007). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bahwa dari 105 lembar resep anak dengan keluhan batuk-pilek dan diberi antibiotik, diperoleh data sebanyak 82 sampel (78,10%) dengan keluhan batuk-pilek karena alergi (non infeksi) dan 23 sampel (21,90%) dengan keluhan batuk-pilek karena infeksi. Batuk-pilek karena alergi basanya terjadi pada malam atau pagi hari. Antibiotik seharusnya diberikan hanya untuk keluhan batuk-pilek karena infeksi, bukan karena alergi. Selain itu, dokter juga memberikan antibiotik untuk anak dengan keluhan batuk-pilek yang gejalanya baru berlangsung selama 3 hari kepada 63 sampel yang diteliti (60%), sehingga dapat dikatakan pemberian antibiotik oleh dokter tidak tepat. Sebagaimana CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menyatakan bahwa indikasi pemberian antibiotik adalah bila batuk dan pilek berkelanjutan selama lebih dari 14 hari, yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari) (Judarwanto, 2006). Kasus penyakit infeksi pada anak sebagian besar penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10-15% penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk-pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Jadi, jika memang anak mengeluh batuk pilek baru
berlangsung selama 3 hari, sebaiknya dokter tidak langsung meresepkan antibiotik. Orang tua harusnya diberi saran untuk lebih bersabar jika menanggapi anak yang batuk-pilek, dan memberikan anak asupan cairan yang lebih banyak serta istrahat yang cukup. Hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data sebanyak 84 responden (80%) menjawab bahwa anaknya dibawa ke dokter karena batuk-pilek hanya sesekali dalam kurun waktu 6-12 bulan. Ini merupakan hal yang wajar, karena secara umum setiap anak akan mengalami 8-12 kali penyakit saluran napas karena virus setiap tahunnya. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya, secara alamiah pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari setelah gejala lainnya membaik. Antibiotik tidak efektif mengobati infeksi saluran napas atas dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi saluran napas atas termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri (Judarwanto, 2006). Penggunaan antibiotik seharusnya diberikan secara benar dan sesuai indikasi. Bila penggunaan antibiotik tidak tepat, maka akan banyak kerugian yang terjadi, salah satu kerugian yang akan dihadapi adalah meningkatnya resistensi bakteri. Jadi jenis bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah dengan antibiotik yang ringan, apabila antibiotiknya digunakan dengan tidak tepat, maka bakteri tersebut akan bermutasi dan menjadi kebal, sehingga memerlukan jenis antibiotik yang lebih kuat. Apabila pemakaian antibiotik yang tidak tepat ini terus berlanjut, maka suatu saat tidak ada lagi jenis antibiotik yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus
bermutasi ini. Hal lain yang mungkin terjadi nantinya kebutuhan pemberian antibiotik dengan generasi lebih berat, dan menjadikan biaya pengobatan semakin meningkat karena semakin mahalnya harga antibiotik. Indikasi yang tepat dan benar dalam penggunaan antibiotik pada anak adalah bila penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas
>39 0C dengan cairan hidung, nyeri,
pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan pertama pengobatan antibiotik untuk kasus ini cukup dengan pemberian amoxicillin atau amoxicillin clavulanat. Bila dalam 3 hari tidak membaik, pengobatan dapat dilanjutkan selama 7 hari. Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur di rumah sakit yang membutuhkan beberapa hari untuk observasi. Setelah beberapa hari akan ketahuan bila ada infeksi bakteri berikut jenisnya dan sensitivitas terhadap jenis obatnya. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat apabila dikarenakan faktor dokter, maka orang tua sebagai penerima jasa dokter dalam keadaan posisi yang sulit. Terkadang orang tua kurang mengerti tentang obat, sehingga menerima apa saja obat yang diresepkan dokter. Seharusnya orang tua penderita sebagai pihak pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang rencana pengobatan, tujuan pengobatan dan efek samping pengobatan tersebut. Kalau perlu orang tua sedikit berdiskusi apakah boleh tidak diberi antibiotik. Orang tua dilain pihak juga sering sebagai faktor terjadinya penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pendapat umum yang tidak benar terus berkembang,
bahwa kalau tidak memakai antibiotik maka penyakitnya akan lama sembuhnya. Pendapat ini masih diyakini oleh responden yang diteliti yaitu sebanyak 49 orang (46,67%), yang menganggap bahwa antibiotik merupakan obat yang paling ampuh untuk mengobati batuk-pilek untuk anaknya. Tidak jarang penggunaan antibiotik adalah permintaan dari orang tua, yang lebih mengkawatirkan saat ini beberapa orang tua dengan tanpa beban membeli sendiri antibiotik tersebut tanpa pertimbangan dokter. Antibiotik merupakan obat keras yang harus diresepkan oleh dokter. Tetapi kenyataannya obat antibiotik tersebut mudah didapatkan di apotek meskipun tanpa resep dokter. Bahkan yang lebih parah lagi, ada orang tua sudah yang mengerti akan bahaya pemberian antibiotik yang tidak tepat, malah tidak memberikan antibiotik kepada anaknya sampai habis karena setelah dua hari mengkonsumsi antibiotik anaknya sudah sembuh. Hal ini akan menyebabkan resistensi, dimana saat infeksi yang sama terjadi, akan sulit untuk diobati dan dapat membahayakan nyawa pasien yang terinfeksi serta memerlukan terapi yang lebih lama dan mahal. Harus ada kesadaran diri dari orang tua dalam hal ini, tidak seharusnya orang tua mengorbankan kesehatan anaknya. Sebaiknya orang tua memberikan antibiotik untuk anaknya sampai habis, minimal dalam waktu tiga hari. Persoalan menjadi lebih rumit karena ternyata bisnis perdagangan antibiotik sangat menggiurkan. Pabrik obat, perusahaan farmasi, sales obat dan apotek sebagai pihak penyedia obat mempunyai banyak kepentingan. Antibiotik merupakan bisnis utama mereka, sehingga banyak strategi dan cara dilakukan.
Dokter sebagai penentu penggunaan antibiotik ini, harus lebih bijak dan harus lebih mempertimbangkan latar belakang keilmuannya. Sesuai sumpah dokter yang pernah diucapkan, apapun pertimbangan pengobatan semuanya adalah demi kepentingan penderita, bukan kepentingan lainnya. Di Indonesia telah dilakukan berbagai upaya untuk menanggulangi penggunaan antibiotik yang irrasional. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah antara lain: 1. Mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011
tentang
pedoman
umum
penggunaan
antibiotik, yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan nasional dalam menyusun kebijakan antibiotik dan pedoman antibiotik bagi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik milik pemerintah maupun swasta. Sehingga mengoptimalkan penggunaan antibiotik secara bijak. 2. Mengeluarkan pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi antibiotik, yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian termasuk monitoring penggunaan antibiotik, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien, tenaga kesehatan dan masyarakat. 3. Melakukan sosialisasi pada peringatan hari kesehatan sedunia tanggal 7 April 2011 dengan mengangkat tema pentingnya penggunaan antibiotik yang tepat.
Mengadakan symposium nasional pada tanggal 21-24 Februari 2013 dalam rangka pengendalian resistensi mikroba dengan mengusung tema ‘Challenges in Controlling Emerging and Re-Emerging Antimicrobial Resistant Strains’.