BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Pustaka 2.1.1
Teori Keagenan (Agency Theory) Agency theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini.
“Teori ini menyebutkan bahwa perusahaan adalah tempat atau intersection point bagi hubungan kontrak yang terjadi antara manajemen, pemilik, kreditor, dan pemerintah (Harahap, 2013:532)”. Teori ini bercerita tentang monitoring berbagai macam biaya dan memaksakan hubungan diantara kelompok ini. Audit misalnya dianggap sebagai alat meyakinkan diri bahwa laporan keuangan harus tergantung pada pemeriksaan dari aspek pengawasan intern. Seandainya laporan hasil pemeriksaan akuntan adalah wajar, ini berarti bahwa penyajiannya telah sesuai dengan prinsip akuntansi. Dalam hal ini audit memberikan keyakinan pada pihak luar, pemilik, dan kreditor tentang pengelolaan perusahaan oleh manajemen sebagai agen. Salah satu hipotesis dalam teori agency ini adalah bahwa manajemen akan mencoba
memaksimalkan
kesejahteraannya
sendiri
dengan
cara
meminimalisasi berbagai biaya agency. Hipotesis ini tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Oleh karena itu,
12 Universitas Sumatera Utara
manajemen diasumsikan akan memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan tujuannya memaksimalkan kepentingannya. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (stakeholder) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Suranggane (2007:80) “teori keagenan adalah economic rational man dan kontrak antar prinsipal dan agen dibuat berdasarkan angka akuntansi sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen”. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Masalah keagenan potensial terjadi apabila kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen. Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan
13 Universitas Sumatera Utara
bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai
investasi
yang
berisiko
tinggi
yang
juga
menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasaan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dari hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik, keanggotaan klub dan jam kerja yang fleksibel. Prinsipal (pemegang saham), dipihak lain diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka disuatu perusahaan. Agen biasanya memiliki sebagian besar dari kekayaan mereka terikat dengan kekayaan perusahaan. Kekayaan ini terdiri baik dari kekayaan keuangan maupun modal manusia mereka. Modal manusia merupakan nilai manajer sebagaimana dipandang oleh pasar dan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Karena semakin menurunnya utilitas
14 Universitas Sumatera Utara
atas kekayaan dan besarnya jumlah modal agen yang bergantung pada perusahaan, agen diasumsikan akan bersikap enggan menghadapi risiko (risk averse). Sedangkan, prinsipal termotivasi untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan oleh agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Prinsipal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Dengan demikian prinsipal berada sebagai asimetri informasi karena agen lebih mengetahui kinerja dan aktivitas perusahaan dibandingkan prinsipal. Adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara prinsipal dan agen memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi yang dihasilkan dapat lebih memaksimalkan kepentingannya. Cara yang dapat dilakukan agen untuk mempengaruhi angka-angka akuntansi dapat berupa rekayasa laba atau manajemen laba dalam laporan keuangan.
15 Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Manajemen Laba (Earning Management) “Earning Management dalam kamus akuntansi dikenal dalam berbagai istilah: ada yang menyebut “window dressing” atau “lipstick accounting” untuk menciptakan laporan keuangan lebih cantik (Harahap, 2013:552)”. Ada istilah cooked book atau income smoothing untuk mengatur laba dengan menu yang diinginkan sponsor. Semua istilah itu berkonotasi negatif karena ingin menciptakan angka laba yang distortif inflatif tidak sesuai dengan kenyataan. Akhirnya akuntansi dituduh tidak memberikan informasi yang akurat dan reliable lagi bahkan dinilai membingungkan. Upaya mengatur laba ini kadang bisa didukung oleh standar akuntansi yang dipakai. Artinya dengan menerapkan standar akuntansi yang diterima umum saat ini kita bisa mengatur laba supaya sesuai dengan keinginan sponsor. Sifat akuntansi yang banyak mengandung taksiran (estimasi), pertimbangan (judgment) dan sifat accrual membuka peluang untuk bisa mengatur laba. Taksiran penyusutan, bad debts, nilai persediaan, pemilihan standar penilaian persediaan misalnya FIFO, LIFO, standar penyusutan misalnya straight line, double declining bisa mengubah angka laba. Sistem akrual bisa mempengaruhi alokasi waktu dari hasil dan biaya yang menimbulkan perubahan laba periodik. Praktikpraktik Earning Management di BEI menurut beberapa penelitian menunjukkan eksistensinya. Tetapi di Indonesia belum melihat dampak
16 Universitas Sumatera Utara
dan regulasi yang mencoba untuk mengikat para pelaku untuk tidak melakukan earning management yang merugikan publik ini. Dikalangan akademisi sendiri sebenarnya ada upaya untuk keluar dari konvensi standar akuntansi yang ada sekarang. Menurut Tom Lee, menganjurkan “cash flow accounting” atau akuntansi berbasis kas yang tidak menggunakan basis akrual untuk menghindari manajemen laba melalui sistem akrual. Manajemen laba (earning management) merupakan bagian dari Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory). Positive Accounting Theory merupakan teori yang membahas mengenai pemilihan prinsip akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer bereaksi atas standar akuntansi yang dianjurkan (Scott, 2003 dalam Kusuma, 2014). Dalam perkembangannya, positive accounting theory mencoba menjelaskan dan memprediksikan praktik akuntansi yang dilakukan didalam perusahaan salah satunya adalah praktik earning management. Beberapa peneliti terdahulu mengartikan manajemen laba dengan bahasa berbeda-beda. Namun demikian pada intinya adalah sama yaitu menentukan laba sedemikian rupa dengan mempermainkan pos-pos pendapatan dan biaya dalam laporan laba rugi baik melalui pemanfaatan pemilihan alternatif metode maupun melalui operasi. Terdapat tiga hipotesis terkait dengan positive accounting theory, yang didasarkan pada pemikiran bahwa manajer akan memilih standar
17 Universitas Sumatera Utara
akuntansi yang paling menguntungkan mereka sendiri. Ketiga hipotetis tersebut adalah: 1.
Bonus Plan Hypothesis Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan bonus plan yang didasarkan pada besarnya laba yang dicapai akan cenderung memilih standar akuntansi yang akan meningkatkan laba tahun berjalan atau melakukan perataan laba (income smoothing).
2.
Debt Covenant Hypothesis Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan dengan debt covenant yang
didasarkan
pada
angka-angka
laporan
keuangan,
akan
menghindari kondisi gagal bayar (default) dengan cara menggeser laba dimasa mendatang untuk dilaporkan sebagai laba tahun berjalan. 3.
Political Cost Hypothesis Hipotesis ini menyatakan semakin besar political cost yang dihadapi perusahaan apabila melaporkan laba, manajer akan cenderung menunda
pengakuan
laba.
Perusahaan-perusahaan
besar
atau
perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri tertentu memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian publik dan pemerintah. Apabila perusahaan-perusahaan ini melaporkan profitabilitas yang tinggi, dapat menimbulkan kebijakan pemerintah baru yang akan mengurangi profitabilitasnya (misalnya kebijakan dibidang pajak). Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk melakukan
18 Universitas Sumatera Utara
kebijakan manajemen laba yang mengurangi laba (income decreasing earnings management).
2.1.3
Deferred Tax Liabilities (Kewajiban Pajak Tangguhan) Dalam Akuntansi Pajak Pengahsilan (PPh), laba dibedakan antara
laba akuntansi (accounting profit), laba komersial dengan laba fiskal (taxable profit), atau penghasilan kena pajak. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan lebih ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi, sedangkan laba fiskal adalah laba/rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan Peraturan Perpajakan dan lebih ditujukan untuk menjadi dasar penghitungan PPh. Tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan Penyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi PPh. Penerapan PSAK 46 ini diharapkan dapat menjembatani antara Peraturan Perpajakan dengan ketentuan akuntansi (Sukrisno Agoes, 2007:197). Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan adalah efek atau konsekuensi pajak periode mendatang dari perbedaan temporer. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan berasal dari beda temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) timbul apabila beda
19 Universitas Sumatera Utara
waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan ditimbulkan oleh beban pajak tangguhan (deferred tax expense). Menurut Yulianti (2005), “beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak)”. Perbedaan antara laporan keuangan akuntansi dan fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan dimana standar akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi akuntansi dibandingkan dengan yang diperbolehkan oleh peraturan perpajakan. “Pengakuan pajak penghasilan dalam PSAK No.46, telah menetapkan metode akuntansi pajak penghasilan secara komprehensif dengan pendekatan aktiva kewajiban atau balance-sheet approach (Wijayanti, 2006 dalam Kusuma, 2014)”. Metode akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan temporer dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan. Untuk itu, perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan (deferred tax expense), yang berarti bahwa kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan
20 Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aset pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa kenaikan aset pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibandingkan pelaporan pajak. Yulianti (2005) menyatakan “bahwa semakin besar perbedaan antara laba yang dilaporkan perusahaan (laba komersial) dengan laba fiskal menunjukkan “red flag/bendera merah” bagi pengguna laporan keuangan”. Hal ini berarti pengguna laporan keuangan harus berhati-hati dalam menggunakan laporan keuangan tersebut dalam pengambilan keputusannya. Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan pemakaian standar akuntansi yang semakin liberal (Yulianti, 2005).
Menurut Philips, Pincus and Rego (2003) mengatakan bahwa Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak).
21 Universitas Sumatera Utara
Menurut Zain (2007) dalam Jayanto dan Kiswanto (2009): Pajak tangguhan terjadi akibat perbedaan antara PPh terutang (pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan kena pajak yang sesungguhkan dibayar kepada pemerintah) dengan beban pajak penghasilan (pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan sebelum pajak) sepanjang menyangkut perbedaan temporer.
2.1.4 Deferred Tax Asset (Aset Pajak Tangguhan) Aset pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (Purba, 2009:32). Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak dimasa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan judgement untuk menaksir seberapa mungkin aset pajak tangguhan tersebut dapat direalisasikan. Aset pajak tangguhan adalah aset yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang Pajak. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, nilai tercatat Aset Pajak Tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca. Perusahaan harus menurunkan nilai tercatat apabila laba fiskal tidak mungkin memadai untuk mengkompensasi sebagian atau semua aset pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila besar kemungkinan laba fiskal memadai. Dengan adanya kewajiban untuk melakukan peninjauan kembali pada tanggal neraca, maka setiap tahun manajemen harus mebuat suatu penilaian untuk menentukan saldo aset pajak
22 Universitas Sumatera Utara
tangguhan dan pencadangan aset pajak tangguhan, sedangkan penilaian manajemen untuk melakukan saldo cadangan aset pajak tangguhan tersebut bersifat subjektif (Suranggane, 2007:81). Dengan diberlakukannya PSAK No.46 yang mensyaratkan para manajer untuk mengakui dan menilai kembali aset pajak tangguhan yang dapat disebut pencadangan nilai aset pajak tangguhan. Peraturan ini dapat memberikan
kebebasan
manajemen
untuk
menentukan
kebijakan
akuntansi yang digunakan dalam penilaian aset pajak tangguhan pada laporan keuangannya, sehingga dapat digunakan untuk mengiindikasikan ada tidaknya rekayasa laba atau manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan keuangan yang dilaporkan dalam rangka menghindari penurunan atau kerugian laba.
2.1.5
Akrual Dalam
buku
Pengantar
Akuntansi
(Warren
Reeve
Fees
Accounting), pada waktu akuntan menyiapkan laporan keuangan, mereka berasumsi bahwa umur ekonomi suatu bisnis dapat dibagi dalam beberapa periode
waktu.
Dengan
menggunakan
konsep
periode
akuntansi
(accounting period concept) ini, akuntan harus menentukan dalam periode mana pendapatan dan beban bisnis akan dilaporkan. Untuk menentukan periode yang tepat, akuntan akan menggunakan akuntansi dasar kas atau akuntansi dasar akrual.
23 Universitas Sumatera Utara
Pada dasar kas (cash basis), pendapatan dan beban dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode dimana kas diterima atau dibayar. Misalnya, penghasilan dicatat ketika kas diterima dari klien, dan upah dicatat ketika kas dibayarkan kepada karyawan. Laba (rugi) bersih merupakan selisih antara penerimaan kas (pendapatan) dan pengeluaran kas (beban). Pada dasar akrual (accrual basis), pendapatan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode saat pendapatan tersebut dihasilkan (earned). Misalnya pendapatan dilaporkan pada saat jasa diberikan kepada pelanggan tanpa melihat apakah kas telah diterima atau belum dari pelanggan selama periode ini. Konsep yang mendukung pelaporan pendapatan ini disebut konsep pengakuan pendapatan (revenue recognition concept). Pada dasar akrual, beban dan pendapatan yang saling terkait dilaporkan pada periode yang sama. Sebagai contoh, upah karyawan dilaporkan sebagai beban pada periode dimana karyawan memberikan jasa bukan pada saat upah dibayarkan. Pada buku Akuntansi Intermediate (Kieso Weygandt Warfield, 2008) dijelaskan bahwa sebagian besar perusahaan menggunakan akuntansi dasar akrual dimana perusahaan itu mengakui pendapatan ketika dihasilkan dan mengakui beban pada periode terjadinya, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas. Namun, sejumlah perusahaan kecil dan pembayar pajak individu rata-rata menggunakan pendekatan dasar kas murni atau yang telah dimodifikasi. Menurut akuntansi dasar kas murni (strict cash basis), pendapatan hanya
24 Universitas Sumatera Utara
diakui pada saat kas diterima dan beban hanya diakui pada saat kas dibayarkan. Penentuan laba menurut dasar kas tergantung pada penagihan pendapatan serta pembayaran beban. Dasar kas mengabaikan prinsip pengakuan pendapatan serta prinsip penandingan. Akibatnya, laporan keuangan dasar kas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Sehingga, tidak jarang laporan keuangan dengan dasar kas dikonversi menjadi laporan keuangan dasar akrual untuk tujuan penyajian kepada para investor dan kreditor. Akuntansi dasar akrual secara teoritis lebih disukai karena menyediakan informasi tentang arus kas masuk dan arus kas keluar yang berhubungan dengan aktivitas operasi sepanjang arus kas ini dapat diestimasi dengan tingkat kepastian yang memadai. Menurut PSAK, Laporan keuangan disusun berdasarkan akrual. Dengan dasar ini pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas dan setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Konsep Akrual dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Discretionary Accrual Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. 2. Non Discretionary Accrual Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk suatu standard atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.
25 Universitas Sumatera Utara
Model yang digunakan untuk menghitung total akrual yaitu Modified Jones Model dengan formula: TAit = NIit – CFOit Dimana:
TA
= Total Akrual
NIit
= Laba bersih perusahaan i dalam periode t
CFOit = Arus kas operasi perusahaan i dalam periode t
2.2
PSAK No.46 Tentang Akuntansi Pajak Penghasilan 2.2.1
Tujuan Dari PSAK No.46 Tujuan dari dikeluarkannya PSAK No.46 tentang akuntansi pajak
penghasilan antara lain: 1.
Mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan
2.
Dalam akuntansi pajak penghasilan, agar dilakukan pengakuan (recognition) terhadap future tax effect yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT. Disamping itu agar dilakukan pengakuan terhadap future tax effect dari kompensasi kerugian fiskal yang belum digunakan apabila persyaratan tertentu terpenuhi.
3.
Pengakuan future tax effect dilakukan dengan mengakui adanya aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dalam PSAK No.46 dilakukan dengan menggunakan Balance Sheet Liability Method.
4.
Mengatur tentang penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan serta pengungkapan informasi yang relevan.
26 Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Terminologi Yang Digunakan Dalam PSAK No.46 Dalam PSAK No.46 terdapat istilah baru yang digunakan, antara
lain: 1.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
2.
Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan
yang
dikenakan
pajak
penghasilan
final
tidak
digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau usaha tertentu. 3.
Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
4.
Penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) atau rugi pajak (tax loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan.
5.
Beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang dihitung dalam laba atau rugi satu periode. .
6.
Pajak kini (current tax) adalah jumlah pajak penghasilan terutang atas penghasilan kena pajak satu periode.
27 Universitas Sumatera Utara
7.
Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
8.
Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya: a. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan b. Sisa kompensasi kerugian
9.
Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau kewajiban dengan DPP-nya. Perbedaan temporer dapat berupa: a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi. b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban dilunasi.
10. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) aset atau kewajiban adalah nilai aset atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam penghitungan laba fiskal.
28 Universitas Sumatera Utara
11. Surat Ketetapan Pajak adalah surat yang diterbitkan oleh DJP yang dapat berupa: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besar jumlahnya pajak terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. d. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 12. Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitkan oleh DJP untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
2.2.3
Akuntansi Pajak Penghasilan Masalah timbul ketika adanya perbedaan-perbedaan antara laba
kena pajak (taxable income) sebagaimana yang ditentukan oleh DJP
29 Universitas Sumatera Utara
dengan laba sebelum kena pajak yang ditentukan berdasarkan SAK, apakah perlu diadakan alokasi pajak penghasilan terhadap pengaruh pajak (tax effects) atas perbedaan-perbedaan tersebut. Disini muncul dua pendapat berbeda diantara para akuntan. Beberapa menyatakan bahwa pajak yang dilaporkan dalam laporan keuangan adalah pajak yang benarbenar terjadi atau dikenakan pada tahun yang bersangkutan. Sehingga tidak perlu adanya pengakuan secara akuntansi atau pengakuan terhadap tax effects atas perbedaan-perbedaan tersebut. Pendapat ini merupakan dukungan terhadap nonallocation method (flow-through). Di pihak lain kelompok kedua menyatakan perlu adanya alokasi pajak penghasilan atas perbedaan-perbedaan tersebut, dengan argumenargumen sebagai berikut: 1. Pajak penghasilan berasal dari transaksi atau kejadian yang terjadi akibatnya, beban pajak penghasilan harus berdasarkan hasil dari transaksi atau kejadian yang dimasukkan dalam laba akuntansi keuangan. 2. Pajak penghasilan adalah beban dalam melakukan usaha, dan seharusnya dimasukkan konsep akrual, penangguhan dan estimasi yang sama yang diterapkan dalam beban-beban lainnya. 3. Perbedaan waktu pengakuan beban dan pendapatan yang berakibat pada perbedaan temporer akan berbalik dimasa depan. Peluasan usaha, bisnis yang berkembang sehingga meningkatkan saldo aset dan liabilities.
30 Universitas Sumatera Utara
Aset lama diterima, kewajiban lama dilunasi dan yang baru digantikan. Pajak tangguhan pun bertambah dengan cara yang sama. 4. Alokasi pajak interperiode membuat net income perusahaan lebih berguna sebagai dasar pengukuran long-term earning power dan mencegah adanya periodik yang berasal dari peraturan pajak penghasilan. 5. Non-alokasi atas beban pajak penghasilan menyulitkan prediksi arus kas masa depan. Contohnya, arus kas masuk masa depan perusahaan dari pelunasan penjualan kredit biasanya akan dihapuskan oleh arus kas keluar untuk pajak. 6. Business entity diharapkan untuk berkelanjutan dalam going concern basic dan pajak penghasilan yang kini ditangguhkan akhirnya akan dilunasi. 7. Pengakuan atas pajak tangguhan diperlukan untuk melaporkan pajak yang dimasa depan diharapkan dilunasi atau dipulihkan karena perlakuan tax return untuk berbagai item berbeda dengan perlakuan dalam laporan keuangan. Pada akhirnya, argumen mengenai alokasi pajak interperiodelah yang paling tepat. Lalu muncul dua konsep berkenaan dengan masalah pengalokasian itu sendiri. Konsep tersebut adalah comprehensive basic dan partial basic. Dalam comprehensive allocation, beban pajak penghasilan yang dilaporkan dalam satu periode akuntansi dipengaruhi oleh semua transaksi dan kejadian yang termasuk dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak pada periode yang bersangkutan.
31 Universitas Sumatera Utara
Comprehensive allocation berakibat pada penyertaan konsekuensi pajak dari semua perbedaan temporer yang terdapat dalam aset dan kewajiban pajak tangguhan. Sebaliknya, dalam partial allocation, beban pajak penghasilan yang dilaporkan dalam periode akuntansi tidak dipengaruhi oleh perbedaan temporer yang diharapkan tidak berbalik dimasa depan. Akibatnya, pengakuan pajak penghasilan tangguhan dianggap tidak tepat untuk perbedaan temporer yang pasti akan selalu ada dan akan menimbulkan perbedaan dimasa depan yang nantinya akan saling hapus perbedaan yang berbalik, mengakibatkan penundaan yang tidak terbatas dari konsekuensi pajak tangguhan. Jadi perbedaan temporer tidak jauh berbeda dengan perbedaan tetap. Selain itu konsep ini juga berpendapat bahwa beban pajak yang dilaporkan pada suatu periode harus sama dengan pajak yang terutang pada periode tersebut.
32 Universitas Sumatera Utara
2.3
Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul Penelitian
Metode Penelitian Persamaan
Philips, Pincus dan Rego (2003)
Earning Management: New Evidence Based on Deferred Tax Expense
Variabel: Earning Management (Y) Beban Pajak Tangguhan (X1) Akrual (X2) Objek Penelitian: Publicly available sources
Yulianti (2005)
Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dalam Mendeteksi Manajemen Laba
Alat uji: Pooled Regression Variabel: Manajemen Laba (Y) Beban Pajak Tangguhan (X1) Akrual (X2) Objek Penelitian: Perusahaan yang Terdaftar di BEJ
Hasil Penelitian
Perbedaan Variabel: Kewajiban Pajak Tangguhan Aset Pajak Tangguhan
Beban Pajak Tangguhan dan Akrual berpengaruh secara signifikan dapat Mendeteksi Manajemen Laba.
Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Alat uji: Regresi Logistik
Variabel: Kewajiban Pajak Tangguhan Aset Pajak Tangguhan Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Beban Pajak Tangguhan dan Akrual signifikan, dan berpengaruh positif terhadap Probabilitas Perusahaan dalam Melakukan Manajemen Laba.
33 Universitas Sumatera Utara
Suranggane (2007)
Analisis Aktiva Pajak Tangguhan Akrual sebagai Prediktor Manajemen Laba
Alat uji: Regresi Logistik Variabel: Manajemen Laba (Y) Aktiva Pajak Tangguhan (X1) Akrual (X2) Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ
Wiryandari dan Yulianti (2009)
Hubungan Laba Akuntansi dan Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba
Alat Uji: Regresi Logistik Variabel : Manajemen laba (Y) Beban pajak tangguhan (X1) Akrual (X2)
Variabel: Kewajiban Pajak Tangguhan Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
Akrual Memiliki Hubungan Positif Terhadap Manajemen Laba, sedangkan Aktiva Pajak Tangguhan Memiliki Hubungan Negatif Terhadap Manajemen Laba.
Variabel: Aset Pajak Tangguhan
Beban Pajak Tangguhan dan Akrual secara signifikan tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
Variabel: Aset Pajak Tangguhan
Beban Pajak Tangguhan dan Akrual secara
Objek Penelitian: Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
Jayanto dan Kiswanto (2009)
Deffered Tax and Accruals dalam
Alat Uji : Regresi Logistik. Variabel : Manajemen laba (Y)
34 Universitas Sumatera Utara
memprediksi Earnings Managements (Penelitian Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI).
Kusuma (2014)
Analisis Beban Pajak Tangguha dalam Mendeteksi Probabilitas Manajemen Laba
Beban pajak tangguhan (X1) Akrual (X2)
Kewajiban Pajak Tangguhan
signifikan tidak berpengaruh dalam Mendeteksi Manajemen Laba.
Variabel: Kewajiban Pajak Tangguhan Aset Pajak Tangguhan Akrual
Beban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Expense) tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Probabilitas Perusahaan Melakukan Manajemen Laba.
Objek Penelitian: Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Alat Uji : Regresi Logistik. Variabel: Manajemen Laba (Y) Beban Pajak Tangguhan (X1) Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Alat Uji: Regresi Logistik
35 Universitas Sumatera Utara
2.4
Kerangka Konseptual
Deferred Tax Liabilities (X1)
H1
Deferred Tax Asset (X2)
H2 Manajemen Laba (Y)
Akrual (X3)
H3
H4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.5
Penjelasan Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.5.1 Pengaruh Deferred Tax Liabilities Terhadap Manajemen Laba Semakin besar perbedaan antara laba yang dilaporkan perusahaan (laba komersial) dengan laba fiskal menunjukkan bendera merah bagi pengguna laporan keuangan. Manajer menggunakan keleluasaannya untuk mengalihkan pendapatan dari periode mendatang untuk periode saat ini dalam rangka melaporkan pertumbuhan penghasilan yang konsisten.
36 Universitas Sumatera Utara
“Beban pajak adalah salah satu akun terakhir sebelum laba bersih yang disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif. Beban pajak ini digunakan sebagai upaya terakhir untuk melakukan manajemen laba (Dhaliwal et al., 2004 dalam Indriani)”. Peningkatan deferred tax liabilities terjadi karena beban pajak lebih besar daripada pajak kini. Kenaikan deferred tax liabilities akan meningkatkan beban pajak tangguhan dan secara total akan meningkatkan beban pajak penghasilan. Peningkatan beban pajak tangguhan ini terjadi karena aktivitas manajemen laba yang meningkatkan laba perusahaan. Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standar akuntansi yang semakin liberal. Dan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki hubungan yang positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus, dengan adanya hal tersebut maka dimungkinkan manajer dapat melakukan rekayasa laba atau manajemen laba dengan memperbesar atau memperkecil jumlah deferred tax expense yang diakui dengan laporan laba rugi. Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang diperoleh suatu perusahaan, begitu pula sebaliknya beban yang sedikit akan menaikkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Dari penjelasan diatas dapat terjadi rekayasa laba atau manajemen laba dengan menaikkan atau menurunkan jumlah beban pajak tangguhan yang diakui dalam laporan laba rugi.
37 Universitas Sumatera Utara
H1 : Deferred Tax Liabilities berpengaruh terhadap Manajemen laba
2.5.2 Pengaruh Deferred Tax Asset terhadap Manajemen Laba Selisih
positif
antara
laba
akuntansi
dengan
laba
fiskal
mengakibatkan terjadinya koreksi positif yang menimbulkan terjadinya aset pajak tangguhan (Suranggane, 2007:78). Aset pajak tangguhan terjadi bila laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal akibat temporer. Lebih kecilnya laba akuntansi dari laba fiskal mengakibatkan perusahaan menunda pajak terutang periode mendatang. Berdasarkan penelitian Suranggane (2007) bahwa aset pajak tangguhan dijadikan proksi sebagai indikator dari praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Aset pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen dimotivasi adanya pemberian bonus, beban politis atas besarnya perusahaan dan minimalisasi pembayaran pajak agar tidak merugikan perusahaan. Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara aset pajak tangguhan yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin besar maka semakin tinggi manajemen melakukan manajemen laba, untuk itu dibuat hipotetis sebagai berikut: H2 : Deferred Tax Asset berpengaruh terhadap Manajemen laba
38 Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Pengaruh Akrual terhadap Manajemen Laba Penyusunan laporan keuangan dengan metode akrual ini digunakan oleh para manajer dengan memanipulasi laba sedemikian rupa untuk mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, ada kecenderungan para manajer untuk mengatur laba sedemikian rupa dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals (usaha untuk merekayasa laba dengan menurunkan tingkat laba pada tingkat tertentu untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan sebelumnya). H3 : Akrual berpengaruh terhadap Manajemen Laba H4: Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual berpengaruh terhadap Manajemen Laba
39 Universitas Sumatera Utara