BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 2.1 Opini Audit Menurut Mulyadi (2002) auditing adalah Suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Dalam (IAI, 2001: SA Seksi 508, paragraf 03) dijelaskan bahwa “opini audit harus didasarkan atas standar auditing dan temuan-temuannya”. Oleh karena itu, opini audit jelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Menurut (IAI, 2001: SA Seksi 110, paragraf 01) juga dinyatakan bahwa ”tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”. Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan diberikan pada laporan keuangan auditee berdasarkan setiap keadaan yang dijelaskannya. Terdapat lima tipe pendapat audit (IAI, 2001: SA Seksi 508) yaitu:
9 Universitas Sumatera Utara
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk baku. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, jika memenuhi kondisi berikut ini : a) Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan. b) Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan. c) Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 2. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language) Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah dengan bahasa penjelasan. 2. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan tersebut misalnya:
10 Universitas Sumatera Utara
a) Lingkup audit dibatasi oleh klien. b) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi di luar kekuasaan klien maupun auditor. c) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. d) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. 4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika auditor tersebut tidak dibatasi ruang lingkup auditnya, sehingga auditor tersebut dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Keadaan yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah : a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
2.2 Opini Audit Going Concern Standar audit (SA seksi 341) menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan 11 Universitas Sumatera Utara
entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit. Selagi penentuan ini dilakukan selama perencanaan perikatan, auditor juga harus mempertimbangkan isu menjelang akhir perikatan. Jadi, opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Setyarno dkk, 2006). Going concern merupakan salah satu konsep yang mendasari pelaporan keuangan (Gray dan Manson, 2000 dalam Praptitorini dan Januarti, 2007). Jadi, ketika auditor memberikan opini dengan modifikasi mengenai going concern kepada auditee atas laporan keuangannya, itu merupakan suatu indikasi bahwa auditee beresiko tidak dapat bertahan dalam bisnis atau dengan kata lain, terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan.
12 Universitas Sumatera Utara
Secara umum, contoh kejadian jika di pertimbangkan secara keseluruhan, yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai berikut (IAI, 2001: SA Seksi 341.3):
1) Trend negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, ratio keuangan penting yang jelek. 2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva. 3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva. 4) Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang – undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan perrusahaan untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor sebagai berikut: 13 Universitas Sumatera Utara
1. Jika auditor yakin terhadap kemampuan satuan usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas,maka auditor harus: a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. b. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif terlaksana. 2. Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
terhadap
kemampuan
satuan
usaha
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). 3. Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa diatas,maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas aktivitas rencana tersebut. 4. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif,maka audior menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion) 5. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan,maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) 6. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif, tetapi klien tidak mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion). Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan.
14 Universitas Sumatera Utara
PSA No. 30 memperbolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak memberikan pendapat karena adanya keraguan atas kelangsungan hidup.
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (IAI, 2001: SA Seksi 341.1).
2.3 Opinion Shopping
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan, walaupun menyebabkan laporan tersebut menjadi tidak reliable. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan.
Menurut Mirna dan Indira (2007) Beberapa faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan opinion shopping, diantaranya keinginan untuk mencapai target yang ditetapkan, serta kebutuhan untuk mem-pertahankan kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Manajer ingin laporan audit yang positif
15 Universitas Sumatera Utara
(unqualified). Laporan audit yang negatif akan mempengaruhi kemampuan perusahaan bertahan di pasar modal, dan nilai return dari saham yang dimilikinya. Motivasi untuk opinion shopping bisa juga ditimbulkan oleh kemunduran kondisi ekonomi.
Demi menghindari penerimaan opini going concern, biasanya perusahaan melakukan auditor switching (pergantian auditor). Teoh (1992) dalam Mirna dan Januarti (2007) menyatakan pergantian auditor dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, jika auditor bekerja pada perusahaan tertentu, perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Kedua, bahkan ketika auditor tersebut independen, perusahaan akan memberhentikan auditor (akuntan publik) yang cenderung memberikan opini going concern. Argumen tersebut dinamakan opinion shopping.
Pergantian auditor secara wajib dan sukarela dapat dibedakan atas dasar pihak mana yang menjadi fokus perhatian dari independensi auditor. Jika pergantian auditor terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien. Sebaliknya, jika pergantian secara wajib maka perhatian utama beralih kepada auditor (Febrianto, 2009).
Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk memanipulasi hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Opinion shopping selanjutnya akan menimbulkan dampak negatif. Istilah opinion shopping atau biasa disebut auditor switching adalah istilah yang digunakan apabila perusahaan melakukan pergantian auditor atau Kantor Akuntan Publik (KAP).
16 Universitas Sumatera Utara
2.4 Corporate Governance
Good Corporate Governance merupakan suatu aturan mengenai pengelolaan perusahaan yang perlu diterapkan pada setiap perusahaan terutama perusahaan publik (BUMN). Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001) dalam Linoputri (2010) pengertian corporate governance adalah: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan. Menurut jurnal World Bank dalam Wardani (2008). Good Corporate Governance di defenisikan sebagai “The blend of law, regulation and appropriate voluntary private sector practices, Which enable a corporation to attact financial and human capital, perform efficiently and thereby prepetuale itself by generating long term economic value for its shareholders and society of the whole”. Sementara pengertian Good Corporate Governance yang disimpulkan dalam GCG Workshop Kantor Meneg PM BUMN (Desember,1999)adalah: Good Corporate Governance berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses, bisnis,kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif dan pertanggungjawaban perusahaan terhadap pemegang saham dan stakeholder lainnya. Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) adalah sebagai berikut :
17 Universitas Sumatera Utara
a. Fairness (Kewajaran) Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading). b. Transparency (Transparansi) Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuuntungan perusahaan. c. Accountability (Akuntablitas) Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan Komisaris dan auditor. d. Responsibility (Responsibilitas) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepemtingan dalam menciptakan kesejahteraan. e. Indenpendency (indenpendensi) Indenpendensi
yaitu
pengelolaan
bank
secara
profesional
tanpa
pengaruh/tekanan dari pihak manapun sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-
18 Universitas Sumatera Utara
undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif. Menurut Wibowo dan Tangkilisan (2004), tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain: 1) memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat untuk mendukung iklim investasi; 2) mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi, dan RUPS; 3) mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku; 4) kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. 2.4.1 Komite Audit Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung kepada Dewan Komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan independensi terhadap manajemen. Kewenangan komite audit hanya sebatas memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, kecuali jika komite audit mendapatkan kuasa dari Dewan Komisaris, misalnya untuk menentukan komposisi auditor eksternal. Meskipun demikian, peran komite audit dalam
19 Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kinerja perusahaan cukup penting. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap (Forum for Corporate Governance Indonesia, 2000). Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia adalah: Memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. 2.4.2 Kepemilikan Terpusat Salah satu faktor penting yang diyakini sebagai salah satu faktor yang dapat mengatasi masalah keagenan adalah kepemilikan terpusat. Kepemilikan terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan (Violita, 2008). Pemilik atau pemegang saham ini memiliki saham di perusahaan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih. Pemegang saham yang memiliki sebagian besar saham perusahaan tentu akan berupaya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut dengan kebijakan-kebijakannya. Ini sejalan dengan penelitian “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan” yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham diprediksi berpengaruh terhadap struktur modal. Semakin terpusat kepemilikan saham, perusahaan cenderung mengurangi utang, sehingga akan terjadi pengawasan yang efektif terhadap manajemen. Pada akhirnya, manajemen akan semakin berhati-hati
20 Universitas Sumatera Utara
dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan menimbulkkan resiko financial distress yang dapat mempengaruhi going concern perusahaan (Linoputri, 2010). 2.4.3 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai Dewan Komisaris, atau bisa juga dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki manajer dan direktur perusahaan. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. 2.5 Debt Default Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor suatu perusahaan dalam membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam Mirna dan Diah). Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas perusahaan akan banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, yang akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila utang tak mampu dilunasi maka kreditor akan memberikan status default. Manfaat status default utang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church dalam Surbakti (2011) yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit going concern.
21 Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan utang,
fakta-fakta pembayaran
yang
lalai
atau
pelanggaran perjanjian,
memperjelas masalah going concern suatu perusahaan. Jumlah hutang perusahaan dalam mata uang asing meningkat secara signifikan, disamping itu banyak perusahaan yang mengalami rugi operasi dan realisasi penjualan pun anjlok. Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga. Ramadhany
(2004)
menunjukkan
bahwa
variabel
debt
default,
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church (1992), yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit going concern. Hasil temuannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan. 2.6 Kualitas Audit Menurut Mirna dan Indira (2007) adalah auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit di industri tersebut. Pemahaman dalam sebuah industri akan membutuhkan pengembangan keahlian yang lebih dibandingkan auditor pada umumnya. Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP dengan kualitas audit (Lennox,2002).
22 Universitas Sumatera Utara
Sedangakan penelitian yang dilakukan oleh Craswell et al. (1995) reputasi auditor kurang bernilai ketika dalam suatu industri juga terdapat auditor spesialis. Auditor yang memiliki spesialisasi pada industri tertentu pasti akan memiliki pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi lingkungan industri tersebut. Kebutuhan akan industry specialization mendorong auditor untuk menspesialisasikan diri dan mulai mengelompokkan klien berdasarkan bidang industri. Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dinilai mampu meningkatkan tingkat kredibilitas laporan keuangan, karena KAP besar umumnya akan menjaga reputasi mereka dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas kinerja mereka dalam mengaudit suatu perusahaan. Auditor yang berasal dari KAP besar cenderung lebih berani mengeluarkan opini audit going concern terhadap perusahaan yang memang seharusnya mendapatkan opini tersebut. Kualitas audit sering diproksikan dengan KAP yang berafiliasi dengan The Big Four maupun dengan Non Big Four. Ukuran KAP the big four didasarkan pada besarnya jumlah pendapatan yang diterima atas jasa audit atau jasa lainnya. Kategori KAP the big four di Indonesia terdiri dari: a. KAP Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte) yang berafiliasi dengan Hans Tuanakotta Mustofa & Halim; Osman Ramli Satrio & Rekan; Osman Bing Satrio & Rekan. b. KAP Ernst & Young (EY) yang berafiliasi dengan Prasetio Utomo & Co; Prasetio, Sarwoko & Sandjaja; Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.
23 Universitas Sumatera Utara
c. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan Siddharta-Siddharta & Widjaja. d. KAP Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang berafiliasi dengan Hadi Sutanto & Rekan; Haryanto Sahari & Rekan; Tanudiredja Wibisana & Rekan. 2.7. Opini Audit Tahun Sebelumnya Beberapa penelitian menemukan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit going concern jika opini tahun sebelumnya adalah opini going concern, oleh karena itu opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap pengungkapan opini going concern. Menurut Santosa (2007) dalam memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih di tahun berikutnya, atau perusahaan dalam menerima kembali opini audit going concern. Mutchler (1985) dalam surbakti (2011) bahwa
menguji pengaruh
ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9% dibandingkan model lain. Mutchler juga melakukan wawacara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going oncern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan.
24 Universitas Sumatera Utara
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern pada perusahaan diringkas dalam tabel 2.1 sebagai berikut ini:
Tabel 2.1 Ringkasan Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul (Tahun) Penelitian Ramadhany Analisis (2004) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta
Variabel Dependen Independen Penerimaan Komisaris independen opini audit dalam komite audit, going debt default, kondisi concern keuangan, laporan audit sebelumnya, ukuran perusahaan, skala auditor
Hasil Penelitian debt default, kondisi keuangan, dan opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh pada opini going concern
Mirna dan Indira (2007)
Penerimaan opini audit going concern
Debt default secara signifikan berpengaruh positif terhadap going concern. Sedangkan kualitas audit, opinion shopping tidak berpengaruh signifikan dan
Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going Concern
Independen: Kualitas Audit, Debt default, Opinion Shopping
25 Universitas Sumatera Utara
Januarti (2008)
Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Penerimaan opini audit going concern
Santoso dan Wedari (2007)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern
Penerimaan opini audit going concern
negatif terhadap going concern. financial distress, debt debt default, default, ukuran ukuran perusahaan, audit lag, perusahaan, opini pergantian sebelumnya,pergantian auditor, opini auditor, kualitas audit, sebelumnya, opinion shopping, dan kualitas kepemilikan audit manajerial dan berpengaruh institusional signifikan terhadap opini going concern. Financial distress, audit lag, opinion shopping, kepemillikan manajerial dan institusional tidak berpengaruh terhadap opini going concern Kualitas audit, kondisi Kualitas audit keuangan, laporan dan audit tahun pertumbuhan sebelumnya, dan perusahaan pertumbuhan tidak perusahaan, dan mempengaruhi ukuran perusahaan opini going concern, ukuran perusahaan dan kondisi keuangan perusahaan berpengaruh secara negatif terhadap opini going concern. Sebaliknya, opini going concern tahun
26 Universitas Sumatera Utara
sebelumnya berpengaruh positif terhadap opini going concern.
Pada penelitian, Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa debt default, kondisi keuangan, dan opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Dan komisaris independen dalam komite audit tidak berpengaruh pada opini going concern. Pada penelitiannya, Januarti (2008) menunjukkan bahwa kualitas audit, debt default, opini sebelumnya, ukuran perusahaan, dan pergantian auditor berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, tetapi financial distress, audit lag, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan institusional tidak berpengaruh terhadap opini going concern. Maka dari penjelasan diatas. Penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul “Pengaruh pengaruh opinion shopping, corporate governance, dan debt default terhadap penerimaan opini going concern perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI”.
2.9. Kerangka Konseptual Berdasarkan urutan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu, maka variabel independen penelitian adalah opinion shopping, corporate governance dan debt default. Sedangkan variabel dependennnya adalah opini going concern yang diterima. Hubungan antara opinion shopping, corporate governance dan
27 Universitas Sumatera Utara
debt default terhadap penerimaan opini going concern dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut: Variabel Independen Opinion Shopping (X1)
Variabel Dependen
H1
Corporate Governance KomiteAudit Audit Komite (X2) (X2)
H2
Kepemilikan terpusat Kepemilikan Manajerial (X3) (x3)
H3
Kepemilikan Manajerial
H4
Kepemilikan Terpusat (x4) (X4)
Penerimaan Opini Going Concern (Y)
Debt Default (X5) Kualitas Audit (X6) Opini Audit Tahun Sebelumya (X7)
H5
H6
H7
Gambar 2.2 Gambar Kerangka Konseptual
Dari kerangka konseptual diatas, diketahui bahwa dalam penelitian ini, yang merupakan variabel independen adalah opinion shopping, mekanisme corporate
28 Universitas Sumatera Utara
governance (komite audit, kepemilikan terpusat, dan kepemilikan manajerial) debt default, kualitas audit dan opini audit tahun sebelumnya; sedangkan variabel dependennya adalah penerimaan opini going concen. 2.10 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara terhadap suatu masalah yang dihadapi yang masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut mengenai analisas data yang relevan dengan masalah yang terjadi. Menurut Erlina (2007) hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris, hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dari kerangka konseptual dan tinjauan teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Hubungan Opinion Shopping dengan Penerimaan Opini Going Concern Jika dikaitkan denngan teori agensi, maka agen biasanya menggunakan pergantian auditor untuk menghindari penerimaan opini audit going concern (Teoh, 1992) dalam Januarti (2009). Jadi pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan sehingga terhindar dari opini audit going concern. Januarti (2009) menyatakan bahwa opinion shopping tidak signifikan tetapi tandanya sama dengan yang diprediksikan (negatif) jadi auditee yang menerima opini audit going concern tidak akan berganti auditor.
29 Universitas Sumatera Utara
Januarti dan Praptitorini (2007) menyatakan bahwa tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau
kondisi keuangan perusahaan
sehingga opinion
shopping
menyebabkan dampak negatif. Lennox (2000) menggunakan model pelaporan audit untuk memprediksi opini dan menguji dampaknya pada pergantian auditor. Hasil dari metode ini berkesimpulan bahwa perusahan-perusahaan di Inggris melakukan praktik opinion shopping. Ketika perusahaan menerima opini audit tahun sebelumnya dengan modifikasi (opini going concern) maka tahun berikutnya akan berupaya untuk memperoleh opini yang lebih bagus. Upaya yang dilakukan adalah mengganti auditor. Harapan perusahaan adalah ketika mengganti auditornya maka opini yang akan diperoleh adalah wajar tanpa pengecualian. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang akan diuji adalah: H1 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Hubungan Corporate Governance dengan Penerimaan Opini Going concern Tujuan dari good corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Keberadaan komite audit dinilai berpengaruh pada perusahaan karena laporan keuangan yang disajikan akan menjadi lebih berkualitas sehingga akan menerima opini yang wajar dan non going concern dari auditor. Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris, atau bisa dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki oleh dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Semakin besar
30 Universitas Sumatera Utara
persentase kepemilikan manajerial dinilai dapat mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Kepemilikan terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar dalam perusahaan. Kepemilikan terpusat juga dinilai mampu mempengaruhi kemungkinan penerimaan opini going concern. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang akan diuji adalah: H2 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur. H3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur. H4 : Kepemilikan terpusat berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur. Hubungan Debt Default dengan Penerimaan Opini Going Concern Apabila perusahaan gagal dalam membayar utang (debt default) maka kelangsungan usahanya menjadi diragukan, oleh sebab itu kemungkinannya auditor akan memberi opini audit going concern. Keadaan default dapat dilihat dari tidak dipenuhinya syarat-syarat perjanjian hutang atau tidak melakukan pembayaran sesuai jadwal hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki masalah dengan keuangan. Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa variabel debt default, berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church (1992), Mutchler et al. (1997), Carcello et al. (1992). Penelitian Chen dan Church (1992) menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default
31 Universitas Sumatera Utara
dengan masalah going concern. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang akan diuji sebagai berikut: H5 : Debt default berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Hubungan Kualitas Audit dengan Penerimaan Opini Going Concern Ruiz et al. (2004) meneliti pengaruh kualitas audit terhadap keputusan going concern. Dalam penelitiannya Ruiz et al. (2004) menggunakan reputasi auditor sebagai proksi kualitas audit. Proksi lain dari kualitas audit adalah industry specialization. Mayangsari (2003) menggunakan industry specialization sebagai proksi kualitas audit dengan mengacu penelitian Craswell et al. (1995), yaitu auditor yang spesialis akan lebih paham terhadap risiko dari industri tersebut sehingga dimungkinkan auditor tersebut akan lebih dapat memberikan keputusan yang tepat ketika memberikan opini going concern. H6 : Kemungkinan pemberian opini audit going concern adalah lebih besar untuk perusahaan dengan auditor spesialis dibanding auditor non-spesialis. Hubungan Opini Audit Tahun Sebelumnya dengan Penerimaan Opini Going Concern Opini audit diterima suatu perusahaan di tahun sebelumnya menjadi salah satu pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit perusahaan. Santosa (2007) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih di tahun berikutnya, atau perusahaan dalam menerima kembali opini audit going concern. Mutcler (1984) melakukan
32 Universitas Sumatera Utara
penelitian dengan mewawancarai praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Penelitian Carcello (2000) dan Ramadhany (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima sebelumnya dengan opini audit tahun berjalan. Jika tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka kemungkinan besar auditor akan menerbitkan kembali opini audit going concern di tahun berikutnya. H6 : Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit going concern.
33 Universitas Sumatera Utara