BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Auditing 2.1.1 Pengertian Auditing Menurut Rahayu dan Suhayati (2010: 1) Auditing adalah suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif menegenai informasi tingkat kesesuaian anatara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membeutuhkan, dimana auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memeberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2012: 4). Ada beberapa hal penting dari pengertian tersebut yang perlu dibahas lebih lanjut. 1. Yang diperiksa adalah laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen
beserta
catatan-catatan
pembukuan
dan
bukti-bukti
pendukungnya. Laporan keuangan yang harus diperiksa terdiri atas Laporan Posisi Keuangan (neraca), laporan laba rugi komprehensif,
6
laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Catatan-catatan pembukuan terdiri atas buku harian (buku kas/bank, buku penjualan, buku pembelian, buku serba serbi), buku besar, sub buku besar (piutang, liabilities, asset tetap, kartu persedian). 2. Pemerikasaan dilakukan secara kritis dan sistematis. Dalam
pemeriksaan
melakukan
pemerikasaannya,
akuntan
publik
berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik (di USA: Generally Accepted Auditing Standards), menaati Kode Etika IAI dan Aturan Etika Profesi Akuntan Publik serta mematuhi Standar Pengendalian Mutu. Agar pemeriksaan dapat dilakukan secara sistematis, akuntan akuntan public ahrus merencanakan pemeriksaannya sebelum proses pemeriksaan dimulai, dengan membuat apa yang disebut rencana pemeriksaan (Audit Plan). Agar pemerikasaan dapat dilakukan secara kritis, pemerikasaan tersebut harus dipimpin oleh seorang yang mempunya gelar akuntan (Registered Accountant), sertifikasi CPA dan mempunyai izin praktik sebagai akuntan public dari Menteri Keuangan. Pelaksanaan pemeriksaan haruslah seoran yang mempunyai pendidikan, pengalaman dan keahlian di bidang akuntansi, perpajakan, system akuntansi dan pemeriksaan akuntan. 3. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak independen, yaitu akuntan publik. Akuntan public harus independen, dalam arti, sebagai pihak diluar perusahaan yang diperiksa, tidak boleh mempunyai kepentingan tertentu di dalam perusahaan tersebut (missal, sebagai pemegang saham, direksi
7
atau dewan komisaris), atau mempunyai hubungan khusus (missal, keluarga dari pemegang saham, direksi atau dewan komisaris). Akuntan publik harus independen, baik in-fact maupun bekerja secara objektif, tidak memihak ke pihak manapun dan melaporkan apa adanya. 4. Tujuan dari pemeriksaan akuntan adalah untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Laporan keuangan yang wajar adalah yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku umum ( di Indonesia: Standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang dikodifikasi dalam Standar Akuntansi Keuangan, di USA: Generally Accepted Accounting Principles), diterapkan secara konsisten dan tidak mengandung kesalah yang material (besar atau signifikan). Akuntan publik tidak dapat menyatakan bahwa laporan keuangan itu benar, karena pemeriksaan dilakukan secara sampling (test basis) sehingga mungkin saja terdapat keasalahan dalamlaporan keuangan tetapi jumlahnya tidak material (kecil atau immaterial) sehingga tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Untuk perusahaan kecil dan menengah bisa memilih menggunakan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) atau PSAK sebagai dasar penyusunan laporan keuangannya, sedangkan untuk perusahaan besar dan public company harus menggunakan PSAK dan mulai tahun 2012 menggunakan International Financial Reporting Standards (IFRS).
8
2.1.2 Jenis-jenis Audit Menurut Agoes (2012: 10) ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas: 1. Pemeriksaan Umum (General Audit) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Propesional Akuntan Publik atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Profesi Akuntan Publik serta Standar Pengendalian Mutu. 2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas: 1. Management Audit (Operational Audit) Suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh
9
manajemen, untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis. 2. Pemeriksaan Ketaatan (Compliance Audit) Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah menaati peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan oleh pihak intern perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak eksternal (Pemerintah, Bapepam LK, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, dan lain-lain). 3. Pemeriksaan Intern (Internal Audit) Pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan. 2.1.3 Standar Audit Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia dalam buku Agoes (2012:31) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
10
c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
11
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawwab yang dipikul oleh auditor (IAPI, 2011: 150). 2.1.4 Jenis Tes Audit Jenis tes audit yang dilakukan auditor meliputi complince test dan substantive test (Agoes, 2012: 120) 1.Complince test Complince test atau tes ketaatan adalah tes terhadap bukti-bukti pembukuan yang mendukung transaksi yang dicatat perusahaan untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem dan prosedur yang ditetapkan manajemen. 2. Substantive test Subtantive test adalah tes terhadap kewajaran saldo-saldo perkiraan laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi). Jika pada waktu melakukan subtantive test, auditor menemukan kesalahan-kesalahan, harus dipertimbangkan jumlahnya material atau tidak. Jika kesalahannya material, auditor harus mengusulkan audit adjusment secara tertulis (dalam bentuk daftar audit adjusment). Jika usulan
12
adjustment tidak disetujui klien, dan auditor yakin usulan adjustment tersebut benar, maka auditor tidak boleh memberikan unqualified opinion. Untuk kesalahan yang jumlahnya tidak material (immaterial), auditor tetap perlu mengajukan usulan adjustment, tetapi tidak perlu dipaksakan karena tidak akan mempengaruhi opini akuntan publik. Dalam melakukan substantive test, auditor perlu membuat kertas kerja dalam bentuk berikut. a. Working Balance Sheet dan Working Profit and Loss Working balance sheet (WBS) dan working profit and loss (WPL) berisi angka-angka per book (bersumber dari Trial Balance klien), Audit Adjusment, Saldo Per Audit, yang nantinya akan merupakan angka-angka di Neraca dan Laba Rugi yang sudah diaudit, serta saldo tahun lalu (bersumber dari Audit Report atau kertas kerja pemeriksaan tahun lalu). WBS biasanya terbagi atas WBS untuk pos-pos aset dan WBS untuk pospos pasiva, sedangkan WPL berisi pos-pos Laba Rugi. Setiap angka yang tercantum di WBS dan WPL akan didukung oleh angka-angka dalam Top Schedule, untuk itu antara WBS, WPL dengan Top Schedule harus dilakukan cross index. b. Top Schedule dan Supporting Schedule Angka-angka dalam Top Schedule akan didukung oleh angka-angka dalam Supporting Schedule, untuk itu antara Top Schedule dan Supporting Schedule harus dilakukan cross index. Top Schedule akan memperlihatkan saldo Per Book (bersumber dari Trial Balance klien), audit adjusment, saldo per audit, serta saldo tahun lalu (bersumber dari kertas kerja
13
pemeriksaan tahun lalu). Dalam Top Schedule biasanya dicantumkan kesimpulan atas pos yang bersangkutan. Sifat perkiraan, prosedur audit yang dilakukan beserta tick mark, audit adjusment yang diusulkan auditor dan diterima klien, harus tercantum di Supporting Schedule. 2.1.5 Sifat Bukti Audit Menurut Rahayu dan Suhayati (2010: 122) Sifat bukti audit mencakup catatan akuntansi yang mendasari (underlying accounting data) dan semua informasi lain yang tersedia yang mendukung atau menguatkan (colaborating information). 1. Bukti Pendukung Laporan Keuangan (Data Akuntansi)
Jurnal-jurnal
Buku besar dan buku pembantu
Pedoman akuntansi
Memorandum
dan
catatan-catatan
informal;
seperti;
perhitungan-perhitungan, dan rekonsiliasi. 2. Bukti Penguat (Coraborating Evidence)
Dokumen-dokumen, cek, faktur, kontrak, risalah rapat.
Konfirmasi dan pernyataan tertulis.
Informasi yang diperoleh melalui: o Pengajuan pertanyaan (inquiry) o Pengamatan (observation) o Inspeksi (inpection) o Pemeriksaan fisik (physiccal examination)
Worksheets,
14
Informasi lain yang dikembangkan oleh auditor.
Auditor perlu memperhatikan kewajaran dan kecermatan data akuntansi untuk lebih menjamin pendapat auditor atas laporan keuangan. Tanpa adanya keabsahan dan keakuratan bukti
dasar akuntansi,
pendapat
auditor atas
laporan
keuanganyang diaudit tidak akan dapat dijamin. Ada enam tipe bukti audit menurut Konrath dalam buku Agoes (2012: 119), yaitu 1. Physical Evidence terdiri atas segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeks, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. Contohnya adalah bukti-bukti fisik yang diperoleh dari kas opname, observasi dari perhitungan fisik persediaan, pemeriksaan fisik surat berharga, dan investarisasi aset tetap. 2. Confirmation Evidence, adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian, langsung dari pihak ketiga diluar klien. Contohnya adalah jawaban konfirmasi piutang, utang, barang konsinyasi, surat berharga yang disimpan biro administrasi efek dan konfirmasi dari penasehat hukum klien. 3. Documentary Evidence, terdiri atas catatan-catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi. Contohnya adalah faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger, dan sub ledger. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completeness dan eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir dan
15
melakukan vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan sebaliknya. 4. Mathematical Evidance, merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsilasi yang dilakukan auditor. Misalnya footing, cross footing dan extention dari rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi penarikan aset tetap, PPh dan accruals. Untuk rekonsilasi misalnya pemeriksaan rekonsilasi bank, rekonsilasi saldo piutang usaha dan utang menurut buku besar dan sub buku besar, rekonsilasi inter company accounts dan lain-lain. 5. Analitical Evidance, bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakuakan pada waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan subtantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan (audit field work). Prosedur analisis bisa dilakukan dalam bentuk. a. Trend (Horizontal) Analysis, yaitu membandingkan angka-angka laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dan penyelidiki kenaikan dan penurunan yang signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun persentase. b. Common size (Vertical) Analysis. c. Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage, dan rasio manajemen aset.
16
6. Hearsay (oral) Evidence, merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pernyataan-pernyataan yang diajukan auditor. Misalnya pernyataanpernyataan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contigent liabilities, persediaan yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca dan lain-lain. 2.1.6 Cara Pemilihan Sampel Menurut Agoes (2012: 121) Dalam melakukan pemeriksaan, akuntan publik biasanya tidak memeriksa keseluruhan transaksi dan bukti-bukti yang terdapat dalam perusahaan. Jika seluruhnya diperiksa tentunya akan memerlukan waktu yang lama dan memakan biaya yang besar. Oleh karena itu, transaksi-transaksi dan bukti-bukti diperiksa secara “test basis” atau secara sampling. Dari keseluruhan “universe” diambil beberapa sampel untuk dites, dan dari hasil pemeriksaan sampel, auditor akan menarik kesimpulan mengenai “universe’ secara keseluruhan. Sampel harus dipilih dengan cara tertentu yang bisa dipertanggung jawabkan, sehingga sampel tersebut betul-betul representative. Metode sampling apapun yang digunakan, auditor dianjurkan untuk terlebih dahulu menyusun “samplin plan”. Beberapa cara pemilihan sampling yang sering digunakan adalah 1. Random/Judgement Sampling Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan judgement akuntan publik. Cara lainnya auditor bisa menggunakan random sampling table dalam memilih sampel. Pemilihan sampel juga dilakukan dengan menggunakan komputer.
17
2. Blok Sampling Dalam hal ini auditor memilih transaksi di bulan-bulan tertentu sebagai sampel, misalnya bulan Januari, Juni, dan Desember. 3. Statistical Sampling Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, tetapi lebih sulit. Namun sampai yang terpilih betul-betul representative. Karena memakan waktu yang lebih banyak, statistical sampling lebih banyak digunakan dalam audit di perusahaan yang sangat besar dan mempunyai internal control yang cukup baik. 2.2 Piutang 2.2.1 Definisi piutang Menurut Subramanyam dan Wild (2010: 274) Piutang (receivable) merupakan nilai jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa, atau dari pemberian pinjaman uang. 2.2.2 Jenis Piutang Menurut Warren, dkk. (2014: 448) Piutang terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Piutang Usaha Transaksi paling umum yang menghasilkan piutang adalah penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang dicatat sebagai debit pada akun Piutang Usaha. Piutang usaha semacam ini biasanya diharapkandapat ditagih dalam waktu dekat, misalnya 30 atau 60 hari. Piutang ini dogolongkan sebagai aset lancar di laporan posisi keuangan.
18
2. Wesel Tagih Wesel tagih merupakan pernyataan jumlah utang pelanggan dalam bentuk tertulis yang formal. Selama dihapkan dapat ditagih dalam waktu setahun, wesel tagih biasanya digolongkan sebagai aset lancar di laporan posisi keuangan. 3. Piutang Lainnya Piutang lainnya termasuk piutang bunga, piutang pajak, dan piutang kryawan atau pekerja. Piutang lainnya biasanya dikelompokkan secara terpisah dilaporan posisi keuangan. Jika piutang tersebut diharapkan akan ditagih dalam waktu satu tahun, maka digolongkan sebagai aset lancar. Jika diperkirakan tertagih lebih dari setahun, maka digolongkan sebagai aset tidak lancar dan dilaoporkan di bawah pos investasi. 2.2.3 Penyajian Piutang Menurut Martani, dkk. (2012: 226) Piutang dalam laporan posisi keuangan disajikan dalam kelompok aset lancer. Nilai piutang disajikan di laopran keuangan setelah dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan nilai. Piutang biasanya disajikan dalam satu baris, tetapi dapat juga disajikan secara detail subkomponennya. Jika disajikan dalam satu baris, maka subkomponennya disajikan dalam catatan atas laporan keuangan. Penyajian subkomponennya yang biasa muncul di antaranya adalah piutang pihak berelasi, piutang pihak ketiga, dan cadangan kerugian piutang yang ditampilkan dalam baris tersendiri (beberapa menembahkan pada penjelasan akun). Penyajian piutang pihak berelasi mengikuti ketentuan dalam PSAK 7 Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi.
19
2.2.4 Pengungkapan Piutang Menurut Martani, dkk. (2012: 226) Pengungkapan piutang dalam laporan keuangan cukup lengkap. Pengungkapan tersebut terbagi dalam tiga bagian, yaitu pengungkapan kebijakan akuntansi, pengungkapan rincian piutang yang menjelaskan angka dalam laporan keuangan pokok, serta penjelasan lain yang material dan signifikan. Secara khusus pengungkapan piutang mengikuti ketentuan dalam PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan. Pengungkapan kebijakan akuntansi piutang deletakan bersamaan dengan pengungkapan instrument keuangan. Kebijakan akuntansi yang dijelaskan dalam kebijakan akuntansi piutang di antaranya adalah: 1. Metode pengakuan awal; 2. Metode pengukuran setelah perolehan; 3. Metode untuk menghitung penurunan nilai; 4. Penjelasan mengenai penghapusan piutang. 2.2.5 Pengendalian Piutang Usaha Menurut Pandiangan (2014: 139) Pengendalian internal yang dapat dilakukan oleh manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan terkait dengan penagihan dan upaya menjaga akuntabilitas piutang usaha perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan membuat pemisahan tugas antara bagian yang menagih, menerima, dan mencatat piutang usaha perusahaan.
20
2. Peruhasaan harus membuat aturan atau kebijakan yang mengatur tentang penjualan kredit perusahaan, misalnya perusahaan dapat menyetujui pembelian kredit suatu pelanggan apabila kewajiban pelanggan tersebut telah lunas dibayar kepada perusahaan. 3. Manajemen perusahaan harus mengotorisasi pembelian kredit yang diajukan pelanggan kepada perusahaan sesuai dengan aturan atau kebijakan perusahaan. 4. Manajemen perusahaan harus memastikan bahwa pesanan pelanggan benar-benar sampai ke pelanggan yang sebenarnya. 5. Manajemen perusahaan harus selalu melakukan konfirmasi kepada pelanggan terkait kewajibannya yang belum dibayar kepada perusahaan. 6. Manajemen harus membuat daftar piutang usaha menurut pelanggan dan umur piutang usaha. 7. Manajemen perusahaan harus memuktakhirkan data yang ada di buku besar piutang usaha dan kartu piutang usaha yang dibuat secara manual. 8. Manajemen perusahaan harus melakukan penagihan secara berkala dan/atau sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pelanggan. 9. Manajemen harus menganalisis perkembangan usaha pelanngan. Apabila operasional usaha pelanggan tidak berkembang atau tidak aktif, maka hal itu menjadi dasar bagi perusahaan untuk segera melakukan pendiskontoan piutang usaha atau menghapuskan piutang usaha. 10. Internal audit perusahaan harus melakukan pemeriksaan lapangan untuk mempertegas keberdaan pelanggan dan piutang perusahaan (hal ini dilakukan untuk mendeteksi pelanggan fiktif dan terjadinya lapping).
21
11. Manajemen perusahaan harus memastikan seluruh piutang usaha yang ada di neraca perusahaan dapat direalisasikan (ditagih) dan piutang usaha yang dicatat perusahaan sudah sesuai dengan keterjadian piutang usaha tersebut. 2.2.6 Tujuan Audit Piutang Menurut Agoes (2012: 192) pemeriksaan audit piutang bertujuan 1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengendalian intern (internal control) yang baik atas piutang dan penjualan, piutang dan penerimaan kas. 2. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) dari pada piutang. 3. Untuk memeriksa collectability (kemungkinan tertagihnya) piutang dan cukup tidaknya perkiraan allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih). 4. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih (notes recivable). 5. Untuk memriksa apakah penyajian piutang dineraca sesuai dengan standar akuntansi
yang
berlaku
umum
di
Indonesia/Standar
Akuntansi
Keuangan/SAK ETAP. 2.3 Prosedur Audit Piutang Menurut Agoes (2012: 195) prosedur pemeriksaan atas piutang adalah 1. Pahami dan evaluasi internal control atas piutang dan transaksi penjualan, piutang, dan penerimaan kas.
22
2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule Piutang per tanggal neraca. 3. Minta aging schedule dari piutang usaha per tanggal neraca yang antara lain menunjukkan nama pelanggan (customer), saldo piutang, umur piutang dan kalau bisa subsequent collectionsnya. Selain itu perlu juga diminta rincian piutang pegawai, wesel tagih, uang muka dan lain-lain, per tanggal neraca. 4. Periksa mathematical accuracy-nya dan check individual balance ke subledger lalu totalnya ke general ledger. 5. Test check umur piutang dari beberapa customer ke subledger piutang dan sales invoice. 6. Kirimkan konfirmasi piutang: a. Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirimi surat konfirmasi. b. Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau konfirmasi negatife. c. Cantumkan nomor konfirmasi baik di schedule piutang maupun di surat konfirmasi. d. Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari perbedaannya. e. Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi.
23
7. Periksa subsequent collections dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas untuk periode sesudah tanggal neraca sampai mendekati tanggal penyelesaian pemeriksaan lapangan (audit field work). Perhatikan bahwa yang dicatat sebagai subsequent collections hanyalah yang berhubungan dengan penjualan dari periode yang sedang diperiksa. 8. Periksa apakah ada wesel tagih (notes receivable) yang didiskontokan untuk mengetahui kemungkinan adanya contingent liability. 9. Periksa dasar penentuan allowance for bad debts dan periksa apakah jumlah yang disediakan oleh klien sudah cukup, dalam arti tidak terlalu besar dan tidak tidak terlau kecil. 10. Test sales cut-of dengan jalan memeriksa sales invoice, credit note dan lain-lain, lebih kurang 2 (dua) minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. Periksa apakah barang-barang yang dijual memalui invoice sebelum tanggal neraca, sudah dikirim per tanggal neraca. Kalau belum dikrim cari tahu alasannya. Periksa apakah ada faktur penjualan dari tahun yang diperiksa, yang dibatalkan dalam periode berikutnya. 11. Periksa notulen rapat, surat-surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan correspondence file untuk mengetahui apakah ada piutang yang dijadikan jaminan. 12. Periksa apakah penyajian piutang di neraca dilakukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
24
13. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa. 2.4 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2001: 5) “Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang"