BAB II REVIEW SSK DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN 2.1.
Profil Kabupaten Bintan
2.1.1. Kependudukan Pada Tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Bintan melakukan pemekaran wilayahnya melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Toapaya Asri di Kecamatan Gunung Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi di Kecamatan Bintan Timur, Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung Uban Timur di Kecamatan Bintan Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk Sebong. Selain itu juga dilakukan Pemekaran Kecamatan melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan. Tabel 2.1: Nama, Luas Wilayah Per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan
Nama Kecamatan
Jumlah Keluraha n/Desa
Luas Wilayah Administrasi
Terbangun
Kecamatan Gunung Kijang
4
22.112,13
(%) thd total 16,83%
Kecamatan Bintan Timur
4
9.649,17
7,34%
346,14
38,67%
Kecamatan Bintan Utara
5
4.300,60
3,27%
174,21
19,46%
Kecamatan Teluk Bintan
6
12.173,12
9,27%
40,80
4,56%
Kecamatan Tambelan
8
8.330,95
6,34%
13,86
1,55%
Kecamatan Teluk Sebong
7
29.089,89
22,14%
66,14
7,39%
Kecamatan Toapaya
4
14.936,53
11,37%
44,96
5,02%
Kecamatan Mantang
4
6.762,51
5,15%
10,54
1,18%
Kecamatan Bintan Pesisir
4
11.893,54
9,05%
22,95
2,56%
5 51
12.137,14 131.385,5 8
9,24% 100%
101,36 895,01
11,33% 100,00%
Kecamatan Seri Kuala Lobam Total Sumber: Buku Putih Sanitasi Bab 2
(Ha)
74,05
(%) thd total 8,27%
(Ha)
Pada Maret Tahun 2014 penduduk Kabupaten Bintan tercatat sebanyak 162.127 jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak 83.861 jiwa dan jenis kelamin perempuan sebanyak 78.266 jiwa dengan jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bintan Timur (46,152 jiwa) sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Mantang (4.375 jiwa). Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2011 yang berjumlah 155.463 jiwa, maka ratarata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2011-2014 sebesar 1,59 % per tahun. Kepadatan penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bintan Utara dengan tingkat kepadatan sebesar 556 Jiwa/Km2, dan wilayah di Kabupaten Bintan yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah di Kecamatan Gunung Kijang dengan tingkat kepadatan sebesar 58 jiwa/Km2. Secara keseluruhan jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bintan tiga tahun terakhir dapat digambarkan pada tabel 2.2 berikut. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bintan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir relatif rendah, hal ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Bintan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 hanya sebesar 1.41% dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi terdapat di Kecamatan Gunung Kijang (2,99 %) dan rata-rata laju pertumbuhan penduduk terendah terdapat di Kecamatan
Bintan
Utara
(0,00%).
Setelah
melalui
uji
proyeksi
dengan
menggunakan metode aritmatika dengan rumus perhitunagn proyeksi adalah sebagai berikut : “ P1=P0 {1+(r.n)} “ Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka akan dihasilkan angka proyeksi jumlah penduduk di Kabupaten Bintan dalam jangka waktu 5 tahun mendatang sampai pada tahun 2018. Jumlah penduduk Kabupaten Bintan pada tahun 2015 akan berjumlah 164.413 jiwa, meningkat pada tahun 2016 menjadi 166.699 jiwa, meningkat pada tahun 2017 dengan jumlah 168.985 jiwa dan pada akhir tahun perencanaan tahun 2018 jumlah penduduk keseluruhan sejumlah 171.271 jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Bintan tahun 2018 paling banyak tersebar di Kecamatan Bintan Timur dengan jumlah penduduk 49.663 jiwa, dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Mantang dengan jumlah penduduk sebesar 4.708 jiwa pada tahun 2018. Data proyeksi penduduk dari Tahun 2014 – 2018 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini.
Tabel 2.2: Jumlah dan Kepadatan Penduduk 3 Tahun Terakhir
Sumber : Buku Putih Sanitasi Bab 2
Tabel 2.2.a: Jumlah Penduduk Saat ini dan Proyeksinya untuk 5 Tahun
Sumber : Buku Putih Sanitasi Bab 2
2.1.2 Area Beresiko Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Maksud dilakukannya penilaian area berisiko sanitasi adalah bahwa hasil dari penilaian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu kriteria dalam penentuan prioritas pelaksanaan program dan kegiatan pada sektor sanitasi. Sedangkan tujuan dilakukannya penilaian area berisiko sanitasi adalah ditetapkannya area dan subsektor prioritas pengembangan sanitasi berdasarkan tingkat risiko sanitasi, fungsi dan peruntukan ruang dan lahan, kondisi alam dan kawasan pengembangan khusus. Penentuan area berisiko berdasarkan tingkat risiko sanitasi untuk sanitasi (air limbah domestik, persampahan dan drainase perkotaan) dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer berdasarkan hasil penilaian oleh SKPD dan hasil stusi EHRA. Penentuan area berisiko berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko sebuah area (kelurahan/desa) berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD mengenai ketersediaan layanan sanitasi dan data umum wilayah, meliputi jumlah populasi, luas area terbangun, jumlah KK miskin, fungsi urban/rural, cakupan akses ke jamban layak (onsite, offsite, komunal), perkiraan cakupan sampah yang terangkut serta luas area genangan. Penentuan area berisiko berdasarkan penilaian SKPD diberikan berdasarkan pengamatan, pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja kabupaten. Adapun penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko berdasarkan kondisi sumber air, pencemaran karena air limbah domestik, pengelolaan persampahan ditingkat rumah tangga, kondisi drainase perkotaan, aspek prilaku (cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penanganan air minum, buang air besar sembarangan). Proses penentuan area berisiko dimulai dengan melakukan analisis data sekunder diikuti dengan penilaian SKPD dan melakukan analisis berdasarkan hasil studi EHRA. Penentuan area berisiko dilakukan bersama-sama seluruh anggota Pokja berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut. Hasil penentuan area berisiko akan disajikan dalam bentuk tabel berikut untuk air limbah, persampahan dan drainase, serta hasil setelah dilakukan penyesuaian oleh Pokja.
Tabel 2.3 Hasil Penentuan Area Berisiko Sanitasi
Drainase
Persampahan
Kelurahan/Desa
Air Limbah
Kecamatan
Skor Risiko Sanitasi (Penyesuaian)
Kecamatan Gunung Kijang Kelurahan Kawal Desa Gunung Kijang Desa Malang Rapat Desa Teluk Bakau
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Bintan Timur Kelurahan Kijang Kota Kelurahan Sei. Lekop Kelurahan Gn. Lengkuas Kelurahan Sei. Enam
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Bintan Utara Kelurahan Tanjung Uban Kota Kelurahan Tanjung Uban Utara Kelurahan Tanjung Uban Selatan Kelurahan Tanjung Uban Timur Desa Lancang Kuning
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Teluk Bintan Kelurahan Tembeling Tanjung Desa Bintan Buyu Desa Pangkil Desa Penaga Desa Pengujan Desa Tembeling
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Tambelan Kelurahan Teluk Sekuni Desa Batu Lepuk Desa Kampung Hilir Desa Kampung Melayu Desa Pulau Mentebung Desa Pulau Pinang Desa Air Kukup Desa Pengikik
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Teluk Sebong Kelurahan Kota Baru Desa Berakit
1.0 1.0
1.0 1.0
1.0 1.0
Desa Desa Desa Desa Desa
Ekang Anculai Pengudang Sebong Lagoi Sebong Pereh Sri Bintan
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Toapaya Kelurahan Toapaya Asri Desa Toapaya Desa Toapaya Utara Desa Toapaya Selatan
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Mantang Desa Mantang Baru Desa Mantang Besar Desa Mantang Lama Desa Dendun
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Bintan Pesisir Desa Kelong Desa Mapur Desa Numbing Desa Air Gelubi
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0
Kecamatan Seri Kuala Lobam Kelurahan Teluk Lobam Kelurahan Tanjung Permai Desa Busung Desa Teluk Sasah Desa Kuala Sempang
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
Berdasarkan hasil penghitungan pada instrumen dalam penentuan area berisiko sanitasi dan setelah dilakukan penyesuaian dengan melakukan verifikasi ke lapangan pada wilayah kajian BPS, diperoleh hasil peta area berisiko sanitasi air limbah domestik, persampahan dan Drainase dengan risiko 1 (sangat rendah) terletak pada seluruh desa/kelurahan di Kabupaten Bintan. Peta Area Berisiko air limbah domestik secara visual dijabarkan dalam peta berikut ini.
Gambar 2.1.a Peta Area Beresiko Air Limbah di Kabupaten Bintan
Gambar 2.1.b Peta Area Beresiko Air Limbah di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan
Gambar 2.1.c Peta Area Beresiko Persampahan di Kabupaten Bintan
Gambar 2.1.d Peta Area Beresiko Persampahan di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan
Gambar 2.1.e Peta Area Beresiko Drainase di Kabupaten Bintan
Gambar 2.1.f Peta Area Beresiko Drainase di Kabupaten Bintan
2.1.3 Zona Sistem Identifikasi sistem sanitasi yang paling sesuai untuk suatu wilayah serta perumusan program dan kegiatan yang diusulkan, dirangkum dalam penetapan sistem dan zona sanitasi. Sistem sanitasi adalah suatu proses multi-langkah, dimana berbagai jenis limbah dikelola dari titik timbulan (air limbah) ke titik pemanfaatan kembali atau pemrosesan akhir. Setiap tahapan disebut kelompok fungsional karena memiliki teknologi sendiri-sendiri dengan pengelolaan spesifik, ditentukan berdasarkan pentahapan implementasinya. Penentuan sistem sanitasi juga perlu mempertimbangkan berbagai aspek, tidak hanya teknis tetapi juga kemampuan keuangan daerah, kelembagaan, regulasi serta kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat setempat. 1.
Sub Sektor Air Limbah Di Kabupaten Bintan pengelolaan air limbah masih dilakukan secara
individual oleh penduduknya. Pengelolaan secara komunal maupun sistem perpipaan masih belum dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun oleh swasta. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan kondisi Kabupaten Bintan yang hampir semua kota-kotanya masih belum terlalu padat dan pola pemukiman penduduk yang menyebar. Kota-kota di Kabupaten
Bintan
sebagian
besar
masih
berupa
ibukota kecamatan dengan skala kota kecil yang kepadatan penduduknya masih belum tinggi. Berdasarkan
pengalaman,
kenyataan
di
lapangan
dan
penelitian
bakteriologi membuktikan bahwa cubluk sistem lama berbahaya bagi kesehatan dan menganggu. Para ahli sanitasi sepakat bahwa semua sistem pembuangan air limbah/kotor harus dilengkapi tangki septik. Pada tangki tersebut limbah ini diubah menjadi gas dan cairan melalui aksi bakterianaerobic, yang kemudian menjadi tidak berbahaya. Sistem pengelolaan air limbah yang dipergunakan oleh penduduk di Kota Bintan hanya sebagian kecil yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu penduduk yang berada dipusat
kota
yang telah
menggunakan
Septik
Tank (Tanki
Septik) sebagai media pembuangan air limbah. Sedangkan sebagian besar dari penduduk kota pembuangan air limbah selain kotoran manusia (tinja) disalurkan ke lahan-lahan yang lebih rendah tanpa pembuatan saluran air limbah yang memenuhi
kriteria
kesehatan
serta sebagian lagi langsung disalurkan ke
sungai. Pembuangan air limbah rumah tangga (domestik) yang memenuhi kriteria sehat adalah dengan sistem pembuangan air limbah melalui septik tank dengan
bidang resapan. Permasalahan prioritas yang dihadapi terkait dengan pengelolaan air limbah domestik pada umumnya masyarakat di Wilayah Kabupaten Bintan tidak mempunyai SPAL yang memadai, bahkan tidak punya SPAL sama sekali. Zona Sistem Air Limbah Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.4 Zona Sistem Air Limbah
Catatan (jelaskan jika Kelurahan/ Desa
Kode
Kode Zona
zona berubah setelah
Zona
Penyesuaian
disesuaikan dengan hasil pemetaan)
Kelurahan Kawal
1
1
Desa Gunung Kijang
2
2
Desa Malang Rapat
1
1
Desa Teluk Bakau
1
1
Kelurahan Kijang Kota
1
1
Kelurahan Sei. Lekop
1
1
Kelurahan Gn. Lengkuas
1
1
Kelurahan Sei. Enam
1
1
1
1
1
1
1
1
Uban Timur
1
1
Desa Lancang Kuning
1
1
Tanjung
1
1
Desa Bintan Buyu
1
1
Desa Pangkil
2
2
Desa Penaga
2
2
Desa Pengujan
2
2
Desa Tembeling
1
1
Kelurahan Tanjung Uban Kota Kelurahan Tanjung Uban Utara Kelurahan Tanjung Uban Selatan Kelurahan Tanjung
Kelurahan Tembeling
Kelurahan Teluk Sekuni
2
2
Desa Batu Lepuk
2
2
Desa Kampung Hilir
2
2
Desa Kampung Melayu
2
2
Desa Pulau Mentebung
2
2
Desa Pulau Pinang
2
2
Desa Air Kukup
2
2
Desa Pengikik
2
2
Kelurahan Kota Baru
2
2
Desa Berakit
2
2
Desa Ekang Anculai
2
2
Desa Pengudang
2
2
Desa Sebong Lagoi
2
2
Desa Sebong Pereh
2
2
Desa Sri Bintan
2
2
Kelurahan Toapaya Asri
1
1
Desa Toapaya
2
2
Desa Toapaya Utara
2
2
Desa Toapaya Selatan
1
1
Desa Kelong
1
1
Desa Mapur
2
2
Desa Numbing
2
2
Desa Air Gelubi
2
2
Kelurahan Teluk Lobam
1
1
Permai
1
1
Desa Busung
2
2
Desa Teluk Sasah
2
2
Desa Kuala Sempang
2
2
Kelurahan Tanjung
Gambar 2.2.a Peta Area Beresiko Air Limbah di Kabupaten Bintan
Gambar 2.2.b Peta Area Beresiko Air Limbah di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan
2.
Sub Sektor Persampahan Pengelolaan persampahan di Kabupaten Bintan besar berada pada Dinas
Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) serta Badan Lingkungan hidup (BLH) Kabupaten Bintan. Wilayah pelayanannya belum mencakup seluruh Kecamatan di Kabupaten Bintan, dikarenakan ada beberapa Kecamatan di Kabupaten Bintan yang terletak di luar pulau Bintan seperti Kecamatan Bintan Pesisir, Kecamatan Mantang dan Kecamatan Tambelan dan wilayah-wilayahnya jauh dari pusat kecamatan. Untuk Melayani Pengelolaan Sampah di Kecamatankecamatan tersebut DKPP mengerahkan Tim Kebersihan yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan pada setiap Kecamatan, Namun dikarenakan jumlah petugas yang yang masih kurang sehingga tersentuh
oleh
ada
beberapa
Desa yang
masih
belum
layanan persampahan. Sistem pengelolaan persampahan di
Kabupaten Bintan dapat di bagi menjadi 4 tahap pengelolaan yakni: a. Kegiatan Penyapuan Jalan. b. Pengumpulan Sampah Dari Sumber Sampah. c. Pengangkutan Sampah. d. Tempat Pembuangan Akhir. Zona Sistem Persampahan Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.5 Zona Sistem Persampahan Catatan (jelaskan jika
perkotaan)
luas terbangun+ fungsi
(Kepadatan penduduk dari
Fitur Zona
> 100 orang/ha; Urban
Kelurahan/ Desa
Kode Zona
Kode Zona
zona berubah
Penyesuai
setelah
an
disesuaikan dengan hasil pemetaan)
Kelurahan Kawal
1
1
urban
Desa Gunung Kijang
2
2
> 100 orang/ha; Urban
Desa Malang Rapat
1
1
> 100 orang/ha; Urban
Desa Teluk Bakau
1
1
3
3
> 100 orang/ha; bukan-
Kelurahan Kijang CBD
Kota
> 100 orang/ha; Urban
Kelurahan Sei. Lekop
1
1
Kelurahan Gn. > 100 orang/ha; Urban
Lengkuas
1
1
> 100 orang/ha; Urban
Kelurahan Sei. Enam
1
1
3
3
1
1
1
1
Kelurahan Tanjung CBD
Uban Kota Kelurahan Tanjung
> 100 orang/ha; Urban
Uban Utara Kelurahan Tanjung
> 100 orang/ha; Urban
Uban Selatan Kelurahan Tanjung
> 100 orang/ha; Urban
Uban Timur
1
1
> 100 orang/ha; Urban
Desa Lancang Kuning
1
1
Kelurahan Tembeling > 100 orang/ha; Urban
Tanjung
1
1
> 100 orang/ha; Urban
Desa Bintan Buyu
1
1
Desa Pangkil
2
2
urban
Desa Pengujan
2
2
> 100 orang/ha; Urban
Desa Tembeling
1
1
> 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukan-
Kelurahan Teluk area kepadatan rendah
Sekuni
4
4
area kepadatan rendah
Desa Batu Lepuk
4
4
area kepadatan rendah
Desa Kampung Hilir
4
4
4
4
Desa Kampung area kepadatan rendah
Melayu Desa Pulau
area kepadatan rendah
Mentebung
4
4
area kepadatan rendah
Desa Pulau Pinang
4
4
area kepadatan rendah
Desa Air Kukup
4
4
area kepadatan rendah
Desa Pengikik
4
4
Kelurahan Kota Baru
2
2
Desa Berakit
2
2
> 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukan-
urban > 100 orang/ha; bukanurban
Desa Ekang Anculai
2
2
Desa Pengudang
2
2
Desa Sebong Lagoi
2
2
Desa Sebong Pereh
2
2
Desa Sri Bintan
2
2
Asri
1
1
Desa Toapaya
2
2
Desa Toapaya Utara
2
2
> 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukanurban
Kelurahan Toapaya > 100 orang/ha; Urban > 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukanurban
Desa Toapaya > 100 orang/ha; Urban
Selatan
1
1
> 100 orang/ha; Urban
Desa Mantang Besar
1
1
> 100 orang/ha; Urban
Desa Mantang Lama
1
1
urban
Desa Dendun
2
2
> 100 orang/ha; Urban
Desa Kelong
1
1
Desa Mapur
2
2
Desa Numbing
2
2
Desa Air Gelubi
2
2
1
1
> 100 orang/ha; bukan-
> 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukanurban > 100 orang/ha; bukanurban
Kelurahan Teluk > 100 orang/ha; Urban
Lobam Kelurahan Tanjung
> 100 orang/ha; Urban
Permai
1
1
> 100 orang/ha; bukan-
Desa Busung
2
2
urban > 100 orang/ha; bukanurban
Desa Teluk Sasah
2
2
Desa Kuala Sempang
2
2
> 100 orang/ha; bukanurban
Gambar 2.3.a Peta Area Beresiko Persampahan di Kabupaten Bintan
Gambar 2.3.b Peta Area Beresiko Persampahan di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan
2 . 1 . 4 K e u a n g a n e 2
O
1.1.4 Keuangan Daerah Sebagai penunjang terlaksananya tahapan pengembangan sub sektor sanitasi di atas maka diperlukan juga perencanaan keuangan oleh kabupaten sesuai dengan kemampuan Kabupaten Bintan. Oleh sebab itu berikut perkiraan dana sanitasi yang diperlukan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan periode 2014-2018 : Tabel 2.5 Perhitungan pertumbuhan pendanaan APBD Kabupaten Bintan untuk sanitasi Perkiraan Belanja Murni Sanitasi (Rp) Perkiraan
U r
2014
2015
2017 1,881,411,362
2018 2,306,747,314
Komitmen
20,517,456,798
23,974,965,620
Pendanaan
34,347,492,083
137,162,372,204
puan
23,436,915,893
28,941,386,883
Mendan
45,454,799,853
172,229,289,367
n Mendanai
18,636,045,436
21,668,218,306
SSK
30,764,736,913
123,501,955,874
Kebutuhan
Total Pendana (Rp)
2016
2,732,083,266 3,157,419,218 a Operasional 3,582,755,170 13,660,416,330 i /Pemelihara a anPerkiraan APBD Murni Untuk Sanitasi 25,318,327,255 31,248,134,197 n 7,177,941,139 43,107,748,081 49,037,555,023 185,889,705,697 Perkiraan 27,432,474,441
30,889,983,262
34,445,857,873
39,950,328,863
24,700,391,175
27,732,564,044
Sanitasi Kemam
ai SSK (APBD Murni) (2-1) Kemampua
Komitmen) (3-1)
Sumber : Pokja Sanitasi Kabupaten Bintan 2014, diolah
2.2
Air Limbah
2.2.1 Permasalahan Mendesak Air Limbah Di Kabupaten Bintan, kegiatan limbah domestik yang dihasilkan oleh masyarakat bersumber dari WC sentor, jamban helikopter, tempat cuci piring, tempat pembuangan air cucian dan mandi. Seperti halnya black water yang dihasilkan oleh rumah tangga tertentu yang disalurkan langsung dan mengendap di tanah dimana saluran penampungan itu berada. Pada wilayah semi perkotaan yang terdapat di Kecamatan Bintan, limbah domestik dari masyarakat disalurkan ke penampungan awal/tangki septik kemudian diangkut dan disedot oleh mobil tinja berhubung jenis dari tangki septik yang dibangun sifatnya permanen, sehingga limbah (black water) yang ada tidak dapat mengendap/diolah langsung oleh tanah.
Selain itu, limbah domestik (black
water) yang kelompok penggunanya tanpa ada sarana sanitasi atau jamban helikopter membuang langsung kotorannya kesungai dan ada juga yang membuang kotorannya langsung ke pekarangan belakang rumah/kebun. Pada wilayah tertentu dibagian desa masih terdapat masyarakat yang membuang limbah cuciannya
langsung
ke
tanah
tanpa
ada
saluran
pembuangan. Sementara itu, ada juga masyarakat yang membuang limbah air cucian ke laut dan sungai. Untuk pipa sewer yang terdapat pada grafik di atas berupa sarana sanitasi system komunal seperti SANIMAS yang tersedia di beberapa desa di kabupaten Bintan. Berdasarkan hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa tidak semua tanki yang dimiliki masyarakat aman masih ada 35% merupakan tanki septik suspek tidak aman. Hal ini dikarenakan tanki septik sudah dibangun lebih dari 5 tahun dan belum pernah dikuras. Beberapa
permasalahan
mendesak
terkait
Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut:
kondisi
air
limbah
Permasalahan mendesak
N
Permasalahan Mendesak
o 1
Belum ada PERDA yang mengatur permasalahan air limbah
2
Manajemen air limbah belum optimal
3
Kurangnya sarana dan prasarana pengelolaan air limbah
Sumber : Pokja PPSP Kabupaten bintan 2014
Tabel 2.7: Permasalahan mendesak Air Limbah Domestik Aspek Teknis 1.Aspek pengembangan sarana dan prasarana:
User Interface:
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa tempat penyaluran akhir tinja di
Kabupaten
Bintan
terbesar
mengunakan - tangki septic sebesar 64 %, -
tidak tahu sebesar 13 %,
-
cubluk
atau
lobang
tanah
sebesar 1 %, -
ke
sungai
19,5
%,
pipa
sewer 2 % -
langsung ke drainase 1%.
Pengumpulan & Penampungan / Pengolahan Awal:
Berdasarkan
hasil
studi
EHRA
dapat
diketahui bahwa tidak semua tanki yang dimiliki masyarakat aman masih ada 35% merupakan
tanki
septik
suspek
tidak
aman. Hal ini dikarenakan tanki septik sudah dibangun lebih dari 5 tahun dan belum pernah dikuras. Pengangkutan / Pengaliran: Pengolahan Akhir Terpusat
Belum memiliki IPLT.
Daur Ulang / Pembuangan
belum dilakukannya praktek
Akhir: Perencanaan Teknis dll.
pendeteksian kualitas limbah
Belum adanya Master Plan Air Limbah Permukiman yang terintegrasi dengan RTRW perkotaan
Aspek Non-Teknis
2. Aspek Pendanaan:
Teralokasi pendanaan dari Pemerintah
Belum tertariknya sektor swasta untuk melakukan investasi
Belum optimalnya penggalian potensi pendanaan dari masyarakat
3. Aspek Kelembagaan:
Masih rendah dan terbatasnya SDM yang terkait pengelolaan
Rendahnya
koordinasi
antar
instansi
dalam penetapan kebijakan 4. Aspek Peraturan Perundangan dan penegakan hukum:
Belum
memadainya
perangkat Perda
yang diperlukan dalam pengelolaan
Belum adanya Perda terkait Restribusi Air Limbah Permukiman
Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air limbah
/ Swasta:
penyelenggaraan
pengembangan system yang berbasis
5. Aspek Peran serta Masyarakat dan Dunia Usaha
Terbatasnya masyarakat
Masih kurangnya sosialisasi mengenai pentingnya pengelolaan
Rendahnya terkait
koordinasi
dalam
antar
instansi
menggerakkan
peran
masyarakat
belum
masyarakat 6. Aspek Komunikasi, PMJK dll.
Sebagian
besar
memahami akan pentingnya pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
Sumber BPS Bab 3 Kabupaten Bintan 2014
2.2.2 Sasaran dan Rencana Pengembangan Pembangunan Air Limbah Tabel 2.8: Resume Tujuan dan Sasaran Air Limbah Domestik Air Limbah Permukiman Tujuan: 1. Membentuk karakter atau prilaku masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dalam pengelolaan air limbah permukiman 2. Meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman dengan sistem setempat (on-site) dan sistem terpadu atau sistem pengelolaan dan reklamasi air terpusat pada suatu kawasan yang saling terhubung dalam untuk jangka panjang tahun 2019 Sasaran: 1.
Berkurangnya angka BABS sebanyak 16.61% atau 6.657,8 Rumah Tangga dan
Berkurangnya angka Cubluk dan Sejenisnya sebanyak
0.48% atau 230,79 Rumah Tangga pada tahun 2020 dengan indikator sasaran Tahun
2020 penduduk yang BABS berkurang menjadi
6.657,8 Rumah Tangga dan Berkurangnya angka Cubluk dan Sejenisnya sebanyak 0.48% atau 230,79 Rumah Tangga pada tahun 2020 2.
Peningkatan layanan air limbah sistem on-site menjadi 65.23% atau 26.146,14 Rumah Tangga pada tahun 2020 serta penyediaan sistem komunal bertambah dengan cakupan layanan eksisting menjadi 1.40% atau 561,162 Rumah Tangga pada tahun 2020 dan penyediaan MCK++ menjadi 0.83% atau 332,68 Rumah Tangga dan penyediaan sistem offsite dengan cakupan layanan 4.63% atau 1.855,84 Rumah Tangga pada tahun 2020 dengan indikator sasaran Sampai tahun 2020 sebanyak 26534,95 Rumah Tangga yang terlayani sistem on site dan 561,16 Rumah Tangga yang terlayani sistem sistem komunal, sebanyak 332,68 RT yang terlayani
siatm MCK/MCK++, serta 1.855,84 Rumah
Tanggayang terlayani dengan sistem off-site.
Sumber referensi : Dokumen SSK
Tabel 2.9: Rencana Pengembangan Jangka Menengah Air Limbah Domestik Cakupan No
Sistem
layanan eksisting
(a)
(b)
(c)
Tahun
Jumlah
(2015) (2016) (2017) (2018) (2019) (d)
(e)
(f)
39%
29%
19%
(g)
(h)
KK terlayani (i)
Buang Air A
Besar Sembarangan
49%
9%
0%
(BABS)** Sistem OnB
site (setempat)
1 2 C
Cubluk dan sejenisnya. Individual (tangki septik)
3% 47,9%
2,5%
2%
50,5% 60,5%
1,5%
1%
0%
70%
80%
85%
Sistem Komunal
1
MCK/MCK++
0,1%
1%
2%
4%
6%
8%
2
IPAL komunal
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
3
Tangki septik komunal Sistem Off-
D
site (terpusat)
2.2.3 Kerangka Kerja Logis Air Limbah Kerangka Kerja Logis (KKL) merupakan benang merah atau keterkaitan atau rangkuman antara Buku Putih dan SSK yang mencerminkan kondisi eksisting (permaalahan mendesak dan isu strategis), tujuan, Sasaran, Indikator
Sasaran, Program dan Kegiatan. Tabel Kerangka Kerja Logis (KKL) dapat dilihat di Lampiran A. 2.2.4 Prioritas Pembangunan Air Limbah Uraian pada Sub bab ini merupakan rangkaian dari sub bab sebelumnya dan sesuai manual data ini bisa di adopsi dari Daftar Program dan Kegiatan yang sudah disusun dari SSK. Penekanan pada sub bab ini, adalah agar Pokja dapat mengkaji dan menyepakati Daftar Program sesuai urutan Tingkat Prioritas-nya, dengan semata-mata mempertimbangkan kepentingan Kab/Kota dan tanpa dipengaruhi kepentingan dari masing-masing kedinasan. Secara proses, direkomendasikan untuk menetapkan terlebih dahulu 3 atau 4 saja sebagai Prioritas UTAMA – kaji terkait ketersediaan ANGGARAN dan RENCANA IMPLEMENTASI-nya. Apabila dalam proses ke 3 atau 4 program diatas
sudah
ada
kepastian
penganggarannya
(dari
berbagai
sumber
pendanaan), Pokja dapat menetapkan kembali prioritas lanjutan (kemungkinan bisa dilakukan pada tahun n+3 atau n+4 atau di review pada dokumen “MPS Tahunan”). Konsultasi dan koordinasi dengan seluruh Dinas terkait untuk penetapan prioritasi ini merupakan KEHARUSAN. Tabel 2.10: Prioritas Program dan Kegiatan Air Limbah Domestik Score (dan bobot) PermasaNo .
Program
Penerima
lahan
manfaat mendesa
Persepsi
Pro-
Score
Urutan
Pokja
poor
total
prioritas
k 25%
25%
20%
30%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
1
Pembangunan MCK
1
4
4
4
3.25
1
1
4
4
3
2.25
2
2
3
3
1
2.25
2
2 3
Pembangunan IPAL Komunal Revitalisasi IPLT
2.3
Persampahan
2.3.1 Permasalahan Mendesak Persampahan No
Permasalahan Mendesak Pengadaan Sarana dan Prasarana pengelolaan sampah
1
Toapaya,
Gunung
Kijang
di
Kec.
dan Bintan Timur telah dilaksanakan
namun belum difungsikan Kurangnya tenaga kerja (pasukan kuning) dan sarana prasarana 2
pengangkutan sampah yang dapat menjangkau seluruh Kecamatan di Kabupaten Bintan
Tabel 2.11 Permasalahan Mendesak Persampahan Aspek Teknis 1.Aspek Pengembangan Sarana dan Prasarana
User Interface:
Grafik
memperlihatkan
pengelolaan
sampah
rumah tangga berdasarkan hasil studi EHRA hanya sebesar 26,4% yang dinilai cukup baik antara lain :
1. Dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 25,3%. 2. Dikumpulkan oleh pendaur ulang sebesar 0,8%. 3. Dibuang ke lubang dan ditutup tanah sebesar 0,3%
Sebagian besar belum mengelola sampahnya dengan baik atau sebesar 73,6% yang antara lain : 1. Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 1,8%. 2. Di bakar sebesar 55 %. 3. Dibuang ke sungai/danau/kali/laut sebesar 15,3%. 4. Dibuang kedalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 1,5%. Pengumpulan
setempat
Alat pengumpulan setempat tidak memadai dari segi kuantitas (hanya ada 12 unit Becak Motor)
Belum ada pembagian zona sistem pengangkutan sampah.
Sudah ada skema strategi untuk kerjasama dengan swasta/kelompok
masyarakat
dalam
pengelolaan
persampahan namun belum maksimal Penampungan
Sementara (TPS):
Jumlah TPS yang ada tidak mencukupi (hanya ada 8 unit TPS biasa dan 4 unit kontainer).
Jumlah TPST hanya tersedia: 2 unit TPST, kapasitas total: 20 m3/hari atau setara dengan 0,21 % dari timbulan sampah Kab./Kota.
Pengangkutan:
Masih kurangnya sarana pengangkut sampah, hanya ada 2 unit truk dan 1 unit Amroll hanya untuk melayani wilayah perkotaan.
(Semi)
Kapasitas pengolahan sampah sebesar: 150 m3/hari
Pengolahan Akhir
atau setara dengan 1,8 % dari timbulan sampah
Terpusat
kab/kota hanya dimanfaatkan untuk pengolahan 50
m3/hari. Daur Ulang /
TPA xx yang akan habis masa pemanfaatannya pada
Tempat
tahun xx
Pemrosesan Akhir:
Pengelolaan TPA masih memakai system Open Dumping
Perencanaan
Belum
tersedianya
master
plan
dan
dokumen
perencanaan lainnya Aspek Non-Teknis 2. Aspek Kelembagaan:
Dinas masih berfungsi sebagai operator dan regulator
Badan Pengelola TPST dan (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat belum bekerja maksimal karena keterbatasan pendanaan operasional.
SDM kurang memadai, baik dari kuantitas dan kualitas
3. Aspek Pendanaan:
Penganggaran untuk pembangunan prasarana dan sarana persampahan belum dapat melayani seluruh wilayah perkotaan.
Biaya Operasi dan Pemeliharaan untuk pengangkutan, TPST dan TPA masih sangat kurang untuk dapat melakukan O & P infrastruktur yang ada.
4. Aspek Peran Serta
Rendahnya dana penarikan restribusi
Potensi masyarakat belum dikembangkan
Masyarakat dan Dunia Usaha / Swasta:
secara sistematis
Peran serta masyarakat dan dunia usaha / swasta masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan untuk pengelolaan persampahan skala kota/kab.
5. Aspek Peraturan
Penerapan sanksi hukum dari Perda belum
Perundangan dan
efektif
penegakan hukum:
Belum ada Perda yang mengatur tentang tata kelola persampahan khususnya yang mengatur kelembagaan pengelolaan persampahan secara keseluruhan dan berkelanjutan.
Belum tersosialisasinya ketentuan penangan sampah terhadap masyarakat
2.3.2 Sasaran Pembangunan Sampah Tabel 2.12 Tujuan dan Sasaran Pengembangan Persampahan Tabel 2.13: Rencana Pengembangan Jangka Menengah Persampahan Cakupa
Sasaran Tahun
n
N
Sistem
o
layanan (2015 eksistin
(2016
(2017
(2018
(2019
)
)
)
)
)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
Keteranga n
g (a
(b)
)
(c)
Penangana A
n Langsung
1
Zona 1
0%
2
Zona 2
0%
Penangana B
n tidak langsung
1
Zona
2
Zona
C
TPA
(i)
2.3.3 Kerangka Kerja Logis
Kerangka Kerja Logis dimasukkan dalam Lampiran A.
Masukkan Kerangka Kerja Logis untuk PHBS menjadi bagian dari KKL Persampahan.
2.3.3 Prioritas Pembangunan Persampahan Tabel 2.14: Prioritas Program dan Kegiatan Persampahan Domestik Score (dan bobot) No.
Program
(1) 1
(2) Pembangunan TPA
Penerima manfaat
Permasalah an mendesak
Persepsi
Pro-
Score
Pokja
poor
total
Urutan priorit as
25%
25%
25%
25%
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
4
4
4
3
3.75
1
4
4
4
2
3.50
1
2
4
4
1
2.75
2
1
3
3
3
2.50
2
3
2
2
1
1.75
3
Penyusunan 2
Masterplan Persampahan
3 4 5 dst 2.4
Pengadaan alat angkut sampah Pembangunan TPST Pembangunan ITF Dst.................. Drainase
2.4.1 Permasalahan Mendesak Drainase No
Permasalahan Mendesak
1
Timbulnya daerah genangan air
2
Belum ada perda yang mengatur permasalahan drainase
3
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang fungsi dan manfaat drainase lingkungan
4
Terbatasnya anggaran pemerintah untuk pembangunan drainase
5
Belum ada Perda yang mengatur Pengelolaan drainase perkotaan
Gambar 2.4 Lokasi Genangan