BAB II TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2011
A.
KONDISI UMUM 1. Pencapaian Tahun 2009 dan Perkiraan Tahun 2010
Pelaksanaan pembangunan tahun 2009 dan perkiraan tahun 2010 merupakan pelaksanaan pembangunan tahun terakhir RPJMN 2004-2009 dan tahun pertama RPJMN 2010-2014. Berbagai upaya dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dan diperkirakan akan dicapai merupakan landasan bagi pelaksanaan pembangunan RPJMN 2010-2014. Perkembangan perekonomian nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia yang mengalami krisis ekonomi yang dipicu oleh kasus subprime mortgage di Amerika Serikat. Krisis ini telah menyebabkan perekonomian Amerika mengalami resesi yang dalam yang telah menjalar ke negara maju lainnya, dan berimbas pula ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Dampak krisis global mulai dirasakan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sejak triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 adalah minus 3,6 persen jika dibandingkan dengan triwulan III tahun 2008 (q-t-q) dan meningkat 5,2 persen (y-o-y). Sementara itu, pada triwulan sebelumnya ekonomi tumbuh cukup tinggi, yaitu 6,2 persen pada triwulan I; 6,4 persen pada triwulan II; dan 6,4 persen pada triwulan III (y-o-y). Krisis global-yang berdampak pada turunnya permintaan dunia, menurunnya harga minyak dan komoditas menyebabkan ekspor barang dan jasa tumbuh negatif 5,5 persen pada triwulan IV 2008 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dampak global juga mendorong pembalikan aliran modal dari Indonesia ke luar negeri sehingga investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 0,8 persen pada triwulan IV jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan pertumbuhan ekonomi berlanjut sampai dengan triwulan II tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2009 adalah 4,5 persen dan pada triwulan II pertumbuhan menurun menjadi 4,1 persen. Sejak triwulan III tahun 2009 laju pertumbuhan ekonomi meningkat kembali menjadi 4,2 persen dan pada triwulan IV meningkat menjadi 5,4 persen yang menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional sejalan dengan membaiknya ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 sebesar 4,5 persen (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi didorong oleh pengeluaran pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing-masing tumbuh 15,7 persen dan 4,9 persen. Sementara itu ekspor masih tumbuh negatif, yaitu -9,7 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian yang meningkat sebesar 4,1 persen; dan sektor tersier, yaitu sektor listrik, gas, dan air; serta pengangkutan dan telekomunikasi yang masing masing tumbuh 13,8 persen dan 15,5 persen. Sementara itu, industri pengolahan nonmigas hanya tumbuh 2,1 persen (Tabel 2.1).
I.2-2
TABEL 2.1 KONDISI UMUM PEREKONOMINAN NASIONAL Uraian
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2008
2009
TW I
TW II
TW III
TW IV
Total
TW I
TW II
TW III
TW IV
Total
6,2
6,3
6,2
5,3
6,0
4,5
4,1
4,2
5,4
4,5
5,7
5,5
5,3
4,8
5,3
6,0
4,8
4,7
4,0
4,9
SISI PENGELUARAN Konsumsi Masyarakat Konsumsi Pemerintah
3,6
5,3
14,1
16,3
10,4
19,2
17,0
10,3
17,0
15,7
Investasi
13,9
12,2
12,3
9,4
11,9
3,5
2,4
3,2
4,2
3,3
Ekspor Barang dan Jasa
13,7
12,4
10,6
2,0
9,5
-18,7
-15,5
-7,8
3,7
-9,7
1,6
-15,0
Impor Barang dan Jasa
18,0
16,1
11,1
-3,7
10,0
-24,4
-21,0
14,7
SISI PRODUKSI Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
6,4
4,8
3,2
5,1
4,8
5,9
2,9
3,3
4,6
4,1
-1,6
-0,4
2,3
2,4
0,7
2,6
3,4
6,2
5,2
4,4
Industri Pengolahan
4,3
4,2
4,3
1,8
3,7
1,5
1,5
1,3
4,2
2,1
Industri Bukan Migas
4,6
4,6
4,9
2,1
4,0
1,9
1,8
1,5
4,9
2,5
Listrik, Gas dan Air
12,3
11,8
10,4
9,3
10,9
11,3
15,3
14,5
14,0
13,8
Konstruksi
8,2
8,3
7,8
5,9
7,5
6,2
6,1
7,7
8,0
7,1
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
6,7
7,7
7,6
5,5
6,9
0,6
0,0
-0,2
4,2
1,1
Pengangkutan dan Telekomunikasi
18,1
16,6
15,6
16,1
16,6
16,8
17,0
16,4
12,2
15,5
Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
8,3
8,7
8,6
7,4
8,2
6,3
5,3
4,9
3,8
5,0
5,5
6,5
6,9
5,9
6,2
6,7
7,2
6,0
5,7
6,4
Pada tahun 2010 berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan ekspor dan pertumbuhan investasi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi. Di samping itu, konsumsi masyarakat diupayakan untuk terjaga dengan memelihara daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi, meningkatkan ketersediaan pasokan komoditas utama dan kebutuhan pokok, serta berbagai program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial. Efektivitas pengeluaran pemerintah juga ditingkatkan dengan program stimulus untuk menjaga daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. Dengan memperhatikan pengaruh eksternal dan berbagai kebijakan yang diambil, pertumbuhan ekonomi tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,5 persen. Sementara itu, inflasi tahun 2009 mencapai 2,78 persen (y-o-y) jauh lebih rendah dibanding inflasi tahun 2008 yang besarnya 11,06 persen (y-o-y), dan bahkan lebih rendah dibanding sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah sekitar 5,0 persen.
I.2-3
Rendahnya inflasi pada tahun 2009 terutama disumbangkan oleh harga kelompok barang dan jasa yang dapat dikendalikan oleh Pemerintah (administered prices). Penurunan harga komoditas global terutama harga BBM telah mendorong Pemerintah untuk menu runkan harga BBM dalam negeri yang kemudian diikuti oleh penurunan tarif angkutan. Pada tahun 2009, Pemerintah menurunkan harga BBM dan tarif angkutan masing-masing sebesar 14,1 persen dan 12,1 persen. Selain oleh faktor-faktor tersebut, rendahnya inflasi tahun 2009 juga didukung oleh penurunan inflasi bahan pokok yang harganya mudah bergejolak, khususnya pangan (volatile food) yang cenderung menurun. Di samping itu, menguatnya nilai tukar rupiah, melambatnya permintaan domestik dan membaiknya ekspektasi inflasi juga berkontribusi pada rendahnya laju inflasi pada tahun 2009. Seiring dengan pemulihan kegiatan ekonomi dunia dan domestik, tekanan inflasi pada tahun-tahun mendatang diperkirakan cenderung meningkat. Inflasi tahun 2010 diperkirakan 5,3 persen sesuai asumsi APBN-P 2010. Dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian global mendorong peningkatan harga komoditas dan tekanan inflasi mitra dagang. Dengan kondisi tersebut tekanan inflasi melalui perubahan harga barang yang diimpor (imported inflation) diperkirakan meningkat dibanding tahun 2009. Sementara itu, tekanan eksternal tampaknya masih akan cukup terkendali dengan meningkatnya pemasukan modal asing baik melalui pasar modal maupun penanaman modal langsung (PMA). Kondisi Keuangan Negara pada tahun 2009 banyak dipengaruhi oleh dampak krisis ekonomi global. Sampai dengan 31 Desember 2009, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 adalah Rp 866,8 triliun (16,3 persen PDB) atau turun sebesar Rp114,8 triliun dibandingkan dengan realisasi di tahun 2008. Penurunan tersebut didorong oleh menurunnya penerimaan perpajakan dari sebesar Rp658,7 triliun di tahun 2008 menjadi sebesar Rp641,2 triliun (12 persen PDB) di tahun 2009. Penurunan juga terjadi pada penerimaan bukan pajak, yang turun sebesar Rp96,1 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp320,6 triliun (6,5 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp224,5 triliun (4,2 persen PDB) di tahun 2009. Penurunan pendapatan negara dan hibah pada tahun 2009 disebabkan antara lain oleh adanya penurunan pertumbuhan ekonomi dan lebih rendahnya realisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Dari sisi pengeluaran, realisasi belanja negara hingga 31 Desember 2009 mencapai Rp 954,0 triliun (17,9 persen terhadap PDB) atau turun sebesar Rp31,7 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN Tahun 2008. Penurunan tersebut terutama didorong oleh turunnya belanja penerimaan pusat, dari sebelumnya Rp693,4 triliun (14,0 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp645,4 triliun (12,1 persen PDB) di tahun 2009. Sementara itu, belanja ke daerah mengalami peningkatan dari Rp293,4 (6,9 persen PDB) di tahun 2008 menjadi Rp308,6 triliun (5,8 persen PDB) di tahun 2009. Sementara itu, sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian domestik, defisit APBN meningkat menjadi 1,6 persen PDB, dari sebelumnya sebesar 0,1 persen PDB di tahun 2008. Walau demikian, pemerintah mampu menjaga surplus pada keseimbangan primer sebesar Rp6,6 triliun (0,1 persen PDB) sehingga tingkat stok utang pemerintah di akhir tahun 2009 berkurang menjadi sekitar 28 persen PDB. Pada tahun 2010, pulihnya perekonomian domestik diperkirakan akan berdampak positif terhadap kinerja APBN. Seiring dengan pulihnya perekonomian domestik tersebut, I.2-4
pendapatan negara dan hibah diperkirakan meningkat menjadi Rp949,7 triliun (15,9 persen PDB) di tahun 2010 atau lebih tinggi Rp82,9 triliun dibandingkan realisasinya di tahun 2009. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh penerimaan perpajakan yang diperkirakan meningkat sebesar Rp101,6 triliun dari realiasinya di tahun 2009, yakni menjadi sebesar Rp742,7 triliun (12,4 persen PDB) . Sementara itu, penerimaan bukan pajak diperkirakan sebesar Rp205,4 triliun (3,4 persen PDB), sedikit lebih rendah dibandingkan realisasinya di tahun 2009. Dari sisi pengeluaran negara, alokasi belanja negara pada APBN Tahun 2010 diperkirakan meningkat sebesar Rp93,7 triliun dibanding realisasi APBN Tahun 2009. Total belanja negara yang ditetapkan sebesar Rp1.047,7 triliun (17,5 persen terhadap PDB). Peningkatan belanja negara didorong oleh peningkatan pada belanja pemerintah pusat sebesar Rp79,8 triliun dan alokasi belanja ke daerah sebesar Rp13,9 triliun bila dibandingkan dengan realisasi APBN tahun 2009. Terkait defisit anggaran, mengingat masih strategisnya peran kebijakan fiskal dalam upaya percepatan pemulihan perekonomian domestik, dalam APBN tahun 2010 defisit anggaran ditetapkan sebesar 1,6 persen PDB. Dengan defisit anggaran sebesar 1,6 persen PDB, APBN diharapkan mampu memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian domestik. Peningkatan defisit tersebut rencananya sebagian besar, yakni sebesar Rp104,4 triliun di tahun 2010, akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Negara,. Sementara itu, dilihat dari keseimbangan primer, APBN tahun 2010 diperkirakan akan mengalami surplus sebesar 0,3 persen PDB. Dengan demikian, stok utang pemerintah diharapkan akan turun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 30 persen PDB di akhir tahun 2010. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Reformasi birokrasi dan tata kelola dimaksudkan untuk memantapkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik, yang dilakukan melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum dan berwibawa, transparan, serta peningkatan kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Hal itu diharapkan dapat dicapai melalui: (1) penataan struktur kelembagaan instansi pemerintah; (2) penataan otonomi daerah; (3) penyempurnaan kebijakan pengelolaan SDM aparatur; (4) peningkatan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan; (5) peningkatan sinergi antara pusat dan daerah; (5) peningkatan penegakan hukum, melalui peningkatan integritas dan sinergi antar lembaga penegak hukum; dan (7) tersedianya data kependudukan yang akurat dan up to date. Kebijakan penataan kelembagaan instansi pemerintah ditujukan untuk mewujudkan organisasi pemerintah yang proporsional, efektif, dan efisien. Untuk mencapai hal tersebut pemerintah telah menetapkan UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kementerian Negara. Adanya Undang-Undang ini telah menjadi acuan yang baku bagi Presiden dalam menyusun Kementerian Negara. Di samping itu, Pemerintah juga telah menetapkan PP No. 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PP No 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Merujuk kepada PP ini, pada dasarnya seluruh Pemerintah Daerah telah menyusun organisasinya secara lebih proporsional, efektif, dan efisien. Pelaksanaan reformasi birokrasi instansi (RBI) hingga tahun 2009, terus disempurnakan, dimantapkan, dan diperluas pelaksanaannya secara nasional. Kerangka I.2-5
kebijakan sebagai landasan pelaksanaan reformasi birokrasi telah disiapkan, dalam bentuk Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (GDRB). Grand Design tersebut mengatur kebijakan nasional maupun kerangka implementasinya, hingga pada tingkat operasional. Hingga tahun 2009, instansi yang telah melaksanakan reformasi birokrasi adalah Depkeu, MA, BPK dan Setneg/Seskab. Pada tahun 2010, diharapkan 12 instansi akan melaksanakan reformasi birokrasi. Dalam rangka penataan struktur kelembagaan instansi pemerintah pusat, pada tahun 2010 diharapkan telah diselesaikan konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga yang menangani aparatur negara yaitu Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Selanjutnya, Pemerintah akan melakukan penyusunan Grand Design Kelembagaan Instansi Pemerintah, yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai landasan penataan kelembagaan instansi pemerintah secara menyeluruh. Terkait dengan penataan otonomi daerah, beberapa capaian sampai dengan tahun 2009 adalah telah diterbitkannya PP No. 78 tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang menjadi pedoman dalam mengevaluasi usulan pembentukan daerah otonom baru. Selain itu, sebagai implementasi dari PP No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah dilakukannya evaluasi terhadap 31 Daerah Otonomi Baru (DOB) dari 57 DOB yang usia pembentukannya kurang dari tiga tahun (2007-2009) dengan hasil 17 Kabupaten/Kota termasuk kategori baik dan 14 Kabupaten/Kota termasuk kategori kurang baik. Terkait dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah, sampai dengan tahun 2009 telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Alokasi Khusus di Daerah, dilakukannya sosialisasi SEB Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Menkeu dan Mendagri tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK. Pada tahun 2010, yang terkait dengan penataan otonomi daerah diperkirakan sudah tersusun Strategi Dasar Penataan Daerah. Sedangkan terkait peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan daerah diperkirakan 70 persen daerah dapat memanfaatkan DAK sesuai dengan petunjuk pelaksanaan serta optimal dalam penyerapannya. Disamping itu peningkatan kualitas belanja daerah diperkirakan 30 persen daerah memiliki proporsi belanja langsungnya lebih besar dari belanja tidak langsung serta 26 persen daerah memiliki persentase rata-rata belanja modal terhadap total belanja daerah. Sumber daya manusia (SDM) aparatur memiliki peran strategis sebagai pendorong reformasi birokrasi. Dalam rangka mewujudkan birokrasi yang profesional, kompeten dan berkinerja tinggi dengan prinsip tata kelola yang baik, hingga tahun 2009 telah dilakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas SDM aparatur melalui berbagai jenis pendidikan dan pelatihan. Penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian telah makin meningkat, antara lain melalui penerapan assesment center untuk menilai kemampuan, kualifikasi dan kompetensi PNS. Sedangkan untuk memperbaiki prosedur atau tatalaksana dalam manajemen SDM aparatur disusun beberapa pedoman seperti pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan struktural maupun fungsional PNS; pedoman pelaksanaan evaluasi jabatan dalam rangka penyusunan klasifikasi jabatan nasional PNS, dan lain-lain. I.2-6
Kebijakan pengelolaan SDM aparatur terus dilakukan dengan menyempurnakan berbagai kebijakan agar lebih berbasis merit. Pada tahun 2010 diharapkan telah dapat dihasilkan penyempurnaan kebijakan yang ada, antara lain: kebijakan sistem pengadaan atau rekruitmen dan seleksi PNS secara lebih fair, sesuai kompetensi dan kebutuhan, kebijakan yang mengatur formasi pegawai, kebijakan tentang pola dasar karir PNS, kebijakan tentang penilaian, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam jabatan struktural, dan dan kebijakan tentang pengelolaan dana pensiun PNS. Di samping itu, dalam tahun 2010 diharapkan dapat disempurnakan penyusunan naskah RUU SDM Aparatur Negara, sebagai landasan pengaturan yang lebih komprehensif atas SDM aparatur. Pembangunan hukum meliputi pembangunan substansi hukum, pembangunan kelembagaan hukum dan pembangunan budaya hukum. Selama tahun 2009 DPR telah membentuk 193 undang-undang dari 284 rancangan undang-undang yang tertuang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2004-2009. Capaian pembangunan substansi hukum yang selama ini menjadi instrumen penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan, khususnya untuk pencegahan dan penindakan terhadap berbagai penyimpangan pengelolaan keuangan Negara pada berbagai sektor, antara lain, penetapan UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UU Nomor 50 Tahun2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU Nomor 51 TAhun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping itu, untuk mendorong penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, telah ditetapkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di bidang politik, telah ditetapkan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Derah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sementara itu pada tahun 2010 sebagaimana dituangkan dalam dokumen Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010, telah disepakati baik oleh Pemerintah maupun DPR 70 rancangan undang-undang yang akan menjadi prioritas untuk dibahas pada tahun ini. Pada tahun 2010, rancangan undang-undang yang sangat mendasar untuk memantapkan penegakan hukum dan hak asasi manusia adalah RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, RUU tentang Undang-undang Hukum Pidana, RUU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, RUU, dan RUU tentang Bantuan Hukum. Sinergi antara pusat dan daerah sangat penting untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan publi, karena. ujung tombak pelayanan kepada masyarakat berada pada pemerintahan daerah. Pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah, dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik. Sampai akhir tahun 2009 terdapat 339 pemerintah daerah yang telah membentuk unit pelayanan satu pintu atau dikenal dengan one stop services (OSS). Kemudian, pemanfaatan telekomunikasi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai upaya memberikan pelayanan yang cepat, murah, akurat, dan akuntabel sudah diterapkan pada berbagai sektor pelayanan, seperti pelayanan pengadaan barang dan jasa (e-procurement), kepabeanan, perpajakan, I.2-7
pertanahan, sisminbakum, e-learning, keimigrasian, pelayanan SIM, kependudukan, pelayanan haji dan lain sebagainya. Dari sisi kebijakan, telah diterbitkan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang diharapkan dapat lebih memperkuat landasan hukum dalam memberikan jaminan pelayanan yang lebih berkualitas kepada masyarakat. Dalam rangka menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, khususnya guna mempermudah pelayanan di bidang penanaman modal, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang menstandarkan pelayanan penanaman modal di provinsi dan kabupaten/kota, disertai dengan sistem pelayanan berbasis TIK. Selain itu, pencapaian terkait standar pelayanan minimum (SPM) sampai dengan tahun 2009 adalah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, dan sebagai petunjuk teknis dan pedoman penyusunan telah diterbitkan Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan SPM, Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM, Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 100.05-76 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Konsultasi Penyusunan SPM dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur/Bupati/Walikota tentang Pelaksanaan SPM di daerah. Terkait penyusunan SPM sampai dengan tahun 2009 telah tersusun 6 (enam) dokumen SPM Bidang, yaitu: 1) Bidang Kesehatan; 2) Bidang Lingkungan Hidup; 3) Bidang Pemerintahan Dalam Negeri; 4) Bidang Sosial; 5) Bidang Perumahan Rakyat; dan 6) SPM Bidang Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pada tahun 2010, diharapkan telah dapat diterbitkan berbagai kebijakan sebagai pelaksanaan dari UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yaitu: PP tentang Ruang Lingkup Pelayanan publik; PP tentang Sistem Pelayanan Terpadu; PP tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan; PP tentang Proporsi Akses dan Kategori Kelompok Masyarakat; PP tentang Tata Cara Pengikutsertaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; dan Perpres tentang Mekanisme dan Ketentuan Pemberian Ganti Rugi. Dalam tahun 2010 juga diharapkan dapat tersusun kebijakan dalam bentuk Inpres yang mengatur percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Pemerintah akan terus mendorong penerapan OSS di berbagai daerah, disertai peningkatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik oleh unit penyelenggara pelayanan publik, disertai dengan pelaksanaan sistem pemberian insentif dan hukuman (reward and punishment). Prakiraan pencapaian tahun 2010 terkait SPM adalah ditetapkannya SPM pada bidang pendidikan dan 7 (tujuh) bidang lainnya yang belum ditetapkan pada tahun 2009, yaitu 1) SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera; 2) SPM Bidang Pelayanan Terpadu bagi anak dan perempuan korban kekerasan; 3) SPM Bidang Ketenagakerjaan; 4) SPM Bidang Pekerjaan Umum; 5) SPM Bidang Ketahanan; 6) SPM Bidang Perhubungan; 7) SPM Bidang Budaya. Selain itu pada tahun2010 juga diperkirakan akan diterapkan 5 (lima) bidang SPM di daerah. Pemantapan penegak hukum selain melalui pembenahan substansi hukum, juga dilaksanakan melalui pembangunan kelembagaan hukum pada lingkup peradilan, dengan pengadilan percontohan pada 5 (lima), yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Semarang, Pengadilan Negeri Makassar, dan I.2-8
Pengadilan Negeri Medan, sebagai pelaksanaan SKMA 144 Tahun 2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Dengan fokus pada penyediaan meja informasi agar masyarakat pencari keadilan lebih mudah memperoleh data informasi mengenai perkara yang sedang ditangani oleh pengadilan. Pada tahun 2009, pelayanan meja informasi juga dilaksanakan pada Pengadilan Agama Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi Bandung. Terkait kinerja penanganan perkara pada empat lingkungan pengadilan, pada tahun 2009 telah diputus 11.985 perkara dari 20.820 perkara yang ada. Sinergitas penegakan hukum telah dilakukan pula antara Mahkamah Agung dengan Kejaksaan Agung, melalui penandatanganan MoU untuk meningkatkan kualitas koordinasi pengawasan antara kedua instansi tersebut, termasuk mekanisme tukar menukar informasi mengenai adanya penyimpangan yang dilakukan oleh personil dari kedua istansi tersebut. Di samping itu, pada tahun 2009 juga telah dikembangkan dan diterapkan sistem pengaduan masyarakat pada empat pengadilan yaitu Pengadilan Agama dan Tinggi Agama Bandung, serta Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Bandung. Pemberantasan korupsi merupakan bagian dari upaya penegakan hukum, yang meliputi penindakan dan pencegahan. Terkait pencegahan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2009 telah dapat ditingkatkan dari 2,6 menjadi 2,8. Peningkatan IPK tersebut terjadi terutama karena dilakukannya reformasi birokrasi secara mendasar di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sekretariat Negara, dan MENPAN serta adanya upaya pencegahan juga dilakukan melalui Konsultasi dan Kampanye Publik Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) dan fasilitasi penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK). Pada tahun 2009 telah dilakukan fasilitasi penyusunan RAD PK pada empat Provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Jambi, Provinsi Tengah, dan DKI Jaya. Terkait penindakan korupsi, pada tahun 2009, Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), telah melakukan investigasi mendadak kepada rumah tahanan (Rutan) Pondok Bambu, dan menemukan penyimpangan terhadap perlakuan istimewa narapidana terhadap fasilitas Rutan Pondok. Pada tahun 2010, pelaksanaan debottlenecking, terfokus antara lain pada peningkatan kepastian hukum investasi dan kepastian hukum penggunaan lahan. Terkait dengan data kependudukan, telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Selain itu telah ditetapkan pula Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional. Terkait dengan penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), sampai dengan tahun 2009 telah dilakukan penyempurnaan Sistem Koneksi (interfase) Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi antar instansi untuk 4 (empat) instansi, serta implementsi SIAK untuk pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang telah dilakukan di 312 kabupaten/kota dari 465 daerah yang telah menerima bantuan stimulan sarana dan prasarana SIAK. Pada tahun 2010 untuk aspek data penduduk, diperkirakan akan tercapai pemberian NIK kepada penduduk di 329 Kabupaten/Kota.
I.2-9
Pendidikan Pembangunan pendidikan sampai dengan tahun 2009, telah berhasil meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang ditandai dengan menurunnya proporsi buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,3 persen, serta meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan. APM SD/MI/sederajat mencapai 95,2 persen, APM SMP/MTs/sederajat mencapai 73,3 persen; APK SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 69,6 persen, dan APK PT mencapai 23,5 persen. Pada tahun 2010, daya jangkau dan daya tampung sekolah diperkirakan bisa ditingkatkan melalui kegiatan pembangunan sekolah baru dan penambahan ruang kelas baru. Selain itu disediakan pula bantuan operasional sekolah (BOS) untuk seluruh sekolah, madrasah, pesantren salafiyah, dan sekolah keagamaan non-Islam yang menyelenggarakan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Program BOS dimaksudkan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain. Di samping itu, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin menyekolahkan anaknya disediakan pula beasiswa bagi siswa miskin untuk semua jenjang pendidikan. Oleh karena itu, pada tahun 2010 taraf pendidikan diperkirakan akan meningkat yaitu; APM SD/MI/sederajat mencapai 95,2 persen, APM SMP/MTs/sederajat mencapai 74,0 persen; APK SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 73,0 persen, dan APK PT mencapai 24,8 persen. Peningkatan taraf pendidikan masyarakat tergantung pada kualitas guru dan dosen. Peningkatan kualitas guru dan dosen terus dilakukan antara lain melalui pelaksanaan program kualifikasi dan sertifikasi guru dan dosen sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada tahun 2009, program ini telah berhasil meningkatkan kualitas guru memenuhi kualifikasi akademik D4/S1 menjadi 24,6 persen untuk SD, 73,4 persen untuk SMP, dan 91,2 persen untuk SMA. Kesehatan Status kesehatan dan gizi masyarakat terus ditingkatkan melalui perluasan akses penduduk terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian empat sasaran dampak pembangunan kesehatan, antara lain meningkatnya umur harapan hidup pada tahun 2009 menjadi 70,7; menurunnya angka kematian ibu pada tahun 2007 menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup; menurunnya angka kematian bayi pada tahun 2007 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup; dan menurunnya prevalensi kurang gizi pada anak balita pada tahun 2007 menurun menjadi 18,4 persen. Selain itu, kinerja upaya peningkatan kesehatan terus menunjukkan perbaikan, yang antara lain ditunjukkan oleh: meningkatnya pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 77,37 persen (2009); meningkatnya cakupan kunjungan kehamilan keempat (cakupan K4) menjadi 86,04 persen (2008); meningkatnya cakupan imunisasi lengkap anak balita menjadi 58,6 persen (2007); dan cakupan imunisasi campak mencapai 75,47 persen (2008). Demikian halnya dengan cakupan jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) yang meningkat dari 36,4 juta orang (2005) menjadi 76,4 juta orang (2009). Sementara itu, I.2-10
jumlah, kualitas, dan penyebaran sumberdaya manusia kesehatan telah ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah terutama pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Upaya untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, mutu, penggunaan serta pengawasan obat dan makanan juga telah dilaksanakan. Namun, pengawasan obat dan makanan masih belum berjalan secara optimal, terkait dengan keterbatasan sumber daya, sarana dan prasarana pemeriksaan obat dan makanan. Data Sensus Penduduk (SP) 2000 dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2005 menunjukkan bahwa rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia menurun dari 1,49 persen pada periode tahun 1990-2000 menjadi 1,30 persen pada periode tahun 20002005. Sedangkan LPP pada periode tahun 2005-2010 diperkirakan terus menurun menjadi 1,27 persen. Namun secara absolut jumlah penduduk masih tetap besar dan masih akan meningkat. Pada tahun 2000 jumlah penduduk adalah 205,8 juta jiwa dan meningkat menjadi 218,9 juta jiwa pada tahun 2005. Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2005−2025, jumlah penduduk diperkirakan terus bertambah menjadi 234,2 juta jiwa pada tahun 2010 Pembangunan kependudukan yang didukung oleh program keluarga berencana (KB) telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) dan angka kelahiran pada wanita usia 15-19 tahun (ASFR 15-19 Thn). Berdasarkan hasil koreksi nilai TFR survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 −2003 dan 2007, TFR menurun dari 2,4 menjadi 2,3 per perempuan usia reproduksi. Sedangkan ASFR 15-19 tahun menurun dari 39 menjadi 35 per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun. Penurunan tersebut antara lain, disebabkan oleh meningkatnya median usia kawin pertama perempuan dari sekitar 19,2 tahun (SDKI −2003) 2002 menjadi 19,8 tahun (SDKI 2007) dan peningkatan pemakaian kontrasepsi, meskipun tidak signifikan peningkatannya, yaitu dari 56,7 persen menjadi 57,4 persen (SDKI 2002/03 dan 2007). Kemiskinan Program penanggulangan kemiskinan, terutama yang tercakup di dalam 3 (tiga) klaster penanggulangan kemiskinan dapat terlaksana sesuai dengan yang direncanakan. Untuk meringankan beban pemenuhan kebutuhan dasar dan agar rumah tangga miskin dan anggotanya dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya, telah disalurkan subsidi Raskin per 29 Desember 2009 sebesar 3,24 juta ton atau 97,37 % dari pagu Januari-Desember 2009, sehingga rencana distribusi sebesar 3,33 juta ton kepada 18,5 juta rumah tangga sasaran dapat dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan Jamkesmas pada akhir Desember 2009, mencapai Rp 4,41 Triliun (99%) dari alokasi sebesar Rp 4,46 Triliun., dengan jumlah peserta tetap sebesar 76,4 juta orang, disesuaikan dengan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008. Pada tahun 2010 penyediaan Jamkesmas diperkirakan dapat melayani 76,4 juta orang, walaupun jumlah orang miskin sudah menurun. Sementara itu, pemberian beasiswa pendidikan untuk siswa miskin juga ditingkatkan seiring dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya pembangunan nasional. Rencana pemberian beasiswa untuk siswa miskin pada tahun 2009 sebanyak 5,3 juta siswa, telah dilaksanakan dengan baik, sehingga mereka dapat menikmati pendidikan dengan tenang dan menyelesaikannya sebagai bekal kehidupan ke depan serta dapat membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan dasarnya. I.2-11
Pelaksanaan program keluarga harapan (PKH) yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan terutama pada masyarakat miskin terus ditingkatkan kualitas pelaksanaannya. Pada tahun 2009, pelaksanaan PKH pada rumah tangga sangat miskin, baru dapat dilakukan pada 726 ribu rumah tangga sangat miskin di 70 Kabupaten pada 13 Provinsi. Jumlah ini pada tahun 2010 ditingkatkan menjadi 816 ribu rumah tangga sangat miskin, di 88 Kabupatan pada 20 Provinsi. Selanjutnya penanganan masyarakat dengan masalah kesejahteraan sosial juga semakin diperluas cakupannya. Pada tahun 2010 diharapkan pelayanan terhadap sekitar 300 ribu jiwa dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga tekad pemerintah untuk mewujudkan pembangunan inklusif dapat dilakukan dengan bertahap dan semakin baik kualitasnya. Sementara itu, pelaksanan program Klaster II Pemberdayaan Masyarakat telah diperluas dan ditingkatkan kualitasnya, sehingga semakin efektif meningkatkan kemandirian dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pada tahun 2009 sudah dapat dilaksanakan pelayanan PNPM Mandiri Inti di 6.408 Kecamatan di seluruh Indonesia. Untuk melanjutkan upaya ini, pada tahun 2010 PNPM Mandiri Inti dilaksanakan dan akan mencakup pemberdayaan masyarakat di lebih dari 6.321 Kecamatan. Untuk pelaksanaan PNPM Mandiri Inti di kecamatan-kecamatan tersebut dilakukan dengan penempatan 17.890 fasilitator sebagai pendamping masyarakat dan didukung dengan penyaluran bantuan langsung masyarakat sebesar 11 Triliun yang berasal dari APBN dan APBD. Pelaksanaan PNPM Mandiri, selain dilakukan oleh PNPM Mandiri Inti, juga didukung oleh pelaksanaan PNPM pendukung yaitu diantaranya: (i) PNPM Generasi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas generasi penerus, yang pada tahun 2009 dilakukan di 164 Kecamatan di 21 kabupaten pada 5 provinsi, dan pada tahun 2010 akan dilaksanakankan di 189 Kecamatan, 25 Kabupaten dan 5 Provinsi; (ii) PNPM Perikanan dan kelautan pada tahun 2009 dilaksanakan di 133 Kecamatan, 120 Kabupaten dan 33 Provinsi; (iii) PNPM agribisnis (PUAP) yang pada tahun 2009 dilaksanakan di 9.884 Desa, dan pada tahun 2010 akan menjangkau 10.000 Desa, ditujukan agar usaha agribisnis berkembang dan meningkat kualitasnya Pelaksanan Klaster III yang berupa Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sampai pada periode 2008-2009 mencapai hampir Rp 17,88 triliun, dan mencakup sekitar 2,55 juta nasabah, dengan rata-rata pembiayaan/kredit sebesar Rp 7,15 juta per debitur. Sektor yang menyerap KUR terbesar adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel, dengan proporsi KUR mencapai 70,78 persen, dan proporsi debitur 81,79 persen. Sektor lainnya yang cukup besar menyerap KUR yaitu pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan sebesar 14,5 persen, dengan proporsi debitur sebesar 9,95 persen. Sementara itu jumlah UMKM pada tahun 2008 mencapai sekitar 51,2 juta unit usaha, yang sebagian besar merupakan usaha skala mikro (98,9 persen) yang bergerak di sektor pertanian dan perdagangan. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di UMKM pada tahun yang sama mencapai sekitar 90,8 juta orang. Untuk itu telah dilaksanakan berbagai upaya pemberdayaan. Sebagai hasil dari pelaksanaan berbagai program di atas, tingkat kemiskinan yang pada tahun 2008 sebesar 15,42 persen, dapat diturunkan menjadi sebesar 14,15 persen pada tahun 2009. Dengan demikian, telah terjadi kecenderungan penurunan kemiskinan, baik secara absolut maupun persentase. Dengan pelaksanaan kebijakan dan program I.2-12
penanggulangan kemiskinan yang diudkung dengan stabilitas harga kebutuhan pokok dan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan yang efektif di daerah maka tingkat kemiskinan tahun 2010 diperkirakan akan menurun menjadi sebesar 12-13,5 persen dapat dicapai. Ketahanan Pangan Pada tahun 2009, produksi komoditas pangan meningkat dibandingkan tahun 2008. Produksi padi meningkat sekitar 6,6 persen dari 60,3 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) menjadi 64,3 juta ton. Produksi jagung meningkat sekitar 7,8 persen dari 16,3 juta ton menjadi 17,6 juta ton. Produksi kedele meningkat sekitar 25,4 persen dari 776 ribu ton menjadi 973 ribu ton. Produksi perikanan meningkat 11 persen dari 9,05 juta ton menjadi 10,17 juta ton. Produksi daging meningkat 1,2 persen dari 1,68 juta ton menjadi 1,70 juta ton. Produksi susu meningkat 4,9 persen dari 647 juta ton menjadi 679 juta ton. Pada tahun 2010, produksi komoditas bahan pangan pokok tersebut diperkirakan akan terus meningkat dengan jumlah produksi masing-masing mencapai 64,9 juta ton GKG; 18,1 juta ton jagung; 962,5 ribu ton kedelai; dan 10,8 juta ton ikan. Peningkatan produksi bahan pangan mampu menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri. Kondisi harga beras tahun 2008 relatif stabil dibandingkan fluktuasi harga pangan internasional. Memang pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010, terjadi gejolak harga pangan, khususnya beras, Berdasarkan perkembangan harga sampai saat ini, telah terjadi kecenderungan penurunan harga. Untuk harga beras misalnya, lonjakan harga terjadi selama bulan Januari 2010, dan saat ini mulai stabil kembali. Kondisi harga pangan mempengaruhi konsumsi pangan masyarakat. Berdasarkan hasil Susenas, terjadi penurunan konsumsi kalori penduduk Indonesia dari rata-rata 2.038,2 kilo kalori per kapita per hari pada tahun 2008 menjadi sekitar 1.927,6 kilo kalori per kapita per hari pada tahun 2009. Untuk konsumsi ikan, ketersediaan ikan meningkat sebesar 0,6 persen dari 29,98 kg/kapita/tahun tahun 2008 menjadi 30,17 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Pada tahun 2010, konsumsi ikan masyarakat Indonesia diperkirakan akan mencapai 30,50 kg/kapita/tahun. Selanjutnya, pada tahun 2010, skor pola pangan harapan (PPH) ditargetkan akan mencapai skor 86,4. Selain itu, sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan juga berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan ketenagakerjaan nasional. Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan mencapai 4,1 persen atau melebihi target rata-rata RPJMN 2004-2009 yaitu sebesar 3,52 persen. Pada tahun 2010, pertumbuhan PDB sektor ini diperkirakan dapat tumbuh melebihi target pertumbuhan PDB dalam RKP 2010 sebesar 4,1 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan masih menjadi tumpuan utama lapangan kerja nasional. Pada tahun 2009, sektor ini mampu menyerap sekitar 41,2 persen total tenaga kerja atau sekitar 43,0 juta orang. Pada tahun 2010, diperkirakan masih akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi sekitar 43,7 juta orang. Sementara itu, Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) juga menunjukkan adanya peningkatan yang pada tahun 2009 nilainya mencapai 100,79. Pada tahun 2009, dukungan infrastruktur irigasi terhadap peningkatan ketahanan pangan diwujudkan melalui: 1) tercapainya peningkatan luas layanan jaringan irigasi seluas 73,09 ribu hektar; 2) berfungsinya kembali jaringan irigasi seiring dengan direhabilitasinya jaringan irigasi seluas 611,5 ribu hektar; 3) meningkatnya fungsi jaringan irigasi setelah I.2-13
dilakukan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seluas 2,09 juta hektar. Selain itu, dukungan juga dilakukan melalui: 1) upaya peningkatan/ rehabilitasi jaringan rawa untuk meningkatkan layanan jaringan rawa seluas 102,97 ribu hektar; dan 2) meningkatnya layanan jaringan rawa seiring dengan telah dilaksanakannya operasi dan pemeliharaan jaringan rawa seluas 376,32 ribu hektar. Selain meningkatkan dan mempertahankan fungsi jaringan irigasi dan rawa, juga telah dilakukan upaya peningkatan pemanfaatan air tanah untuk irigasi melalui: 1) pengeboran sumur air tanah sebanyak 94 titik; 2) pembangunan jaringan irigasi air tanah untuk mengairi lahan seluas 2.548 hektar; 3) rehabilitasi jaringan irigasi air tanah seluas 3.033 hektar; dan 4) operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi air tanah seluas 3.000 hektar. Selanjutnya pada tahun 2010 beberapa sasaran yang hendak dicapai dari dukungan infrastruktur irigasi adalah: 1) meningkatnya luas layanan jaringan irigasi seluas 117,27 ribu hektar; 2) terehabilitasinya jaringan irigasi untuk mengairi lahan seluas 310,83 ribu hektar; 3) beroperasi dan terpeliharanya jaringan irigasi yang mengairi lahan seluas 2,34 juta hektar; 4) meningkatnya luas layanan jaringan rawa seluas 8.100 hektar; 5) terehabilitasinya jaringan rawa yang mengairi lahan seluas 83,94 ribu hektar; 6) beroperasi dan terpeliharanya jaringan rawa yang mengairi lahan seluas 1,2 juta hektar; 7) meningkatnya luas layanan irigasi air tanah seluas 2.617 hektar; 8) terehabilitasinya prasarana irigasi air tanah untuk mengairi lahan seluas 5.013 hektar; dan 9) beroperasi dan terpeliharanya jaringan irigasi air tanah yang mengairi lahan seluas 6.785 hektar. Dalam rangka meningkatkan dukungan terhadap ketahanan pangan juga dilakukan upaya peningkatan kelestarian dan ketersediaan air. Upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan pembangunan, rehabilitasi, operasi, dan pemeliharaan waduk/embung/situ. Beberapa capaian penting yang telah dihasilkan pada tahun 2009 antara lain: 1) penyelesaian pembangunan 2 buah waduk dan 12 embung; 2) beroperasi dan terpeliharanya 54 buah waduk, embung, dan situ. Pada tahun 2010 diperkirakan akan dapat dicapai beberapa sasaran antara lain: 1) pembangunan waduk, embung, situ dan bangunan penampung lainnya dengan kapasitas tampung sebesar 10,65 juta meter kubik; 2) terehabilitasinya waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya dengan kapasitas tampung sebesar 4,13 miliar meter kubik; dan 3) beroperasi dan terpeliharanya waduk, embung, situ dan bangunan penampung air lainnya dengan kapasitas tampung sebesar 5,42 miliar meter kubik. Guna kelancaran pelaksanaan UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diharapkan adanya jaminan kepastian hukum atas lahan pertanian pangan. Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan upaya yang terkait dengan reforma agraria. Dalam rangka mendukung perlindungan lahan pertanian pangan dan reforma agraria, telah diterbitkan PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Infrastruktur Pembangunan infrastruktur dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung dan daya gerak bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan. Untuk itu pembangunan infrastruktur mencakup bidang pertanahan dan tataruang, jalan, perhubungan, perumahan rakyat, pengendalian banjir, telekomunikasi, dan transportasi umum. I.2-14
Pencapaian utama dalam bidang tata ruang di tahun 2009 dan awal tahun 2010 adalah : a) disahkannya 2 (dua) Perda RTRW Provinsi yaitu Perda RTRW Provinsi Bali No. 16/2009 dan Perda RTRW Provinsi Sulawesi Selatan no. 9/2009, 7 (tujuh) Perda RTRW Kabupaten dan 1 (satu) Perda RTRW Kota sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007; b) disahkannya PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai peraturan pelaksana UU No. 26 Tahun 2007; c) diterbitkannya Keppres No. 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) sebagai revisi dari Keppres No. 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Perkiraan pencapaian utama dalam bidang tata ruang di tahun 2010 adalah : a) disahkannya 17 (tujuh belas) Perda RTRW Provinsi, 36 (tiga puluh enam) Perda RTRW Kabupaten dan 20 (dua puluh) Perda RTRW Kota sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007 dan Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; b) disahkannya RPP Sumber Daya Alam, RPP tentang Tata Cara dan Bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, RPP tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, dan RPP tentang Penataan Ruang Kawasan Pertahanan amanat UU No. 26 Tahun 2007; c) disahkannya Raperpres Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau Sumatera, RTR Pulau Jawa-Bali, RTR Pulau Kalimantan, RTR Pulau Sulawesi, RTR Pulau Papua, RTR Kepulauan Maluku, RTR Kepulauan Nusa Tenggara, RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) Batam-Bintan-Karimun (BBK), RTR KSN Kawasan Perbatasan Kalimantan-Serawak (Kasaba), RTR KSN Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo (Mebidangro), RTR KSN Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar (Mamminasata) dan RTR KSN Borobudur; d) penguatan koordinasi dalam rangka mendukung upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Pusat dan Daerah melalui penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN; e) tersedianya peta dasar sebagai basis perencanaan; f) diimplementasikannya zoning regulation sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang; g) penguatan dukungan sistem informasi dan monitoring penataan ruang dalam rangka mendukung upaya pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya, dalam upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan tanah bagi pembangunan saat ini Pemerintah tangah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-undang tersebut diharapkan akan meningkatkan efektivitas mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan. Untuk lebih menarik minat swasta/badan usaha melakukan investasi di bidang infrastruktur, pemerintah telah merevisi Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Untuk mempermudah pelaksanaanya, Revisi Perpres ini akan disertai dengan lampiran pedoman teknis pelaksanaannya untuk tingkat pusat dan daerah. Di samping itu, telah disahkan UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Pembangunan infrastruktur transportasi diperlukan untuk meningkatkan kelancaran pergerakan penumpang dan barang ke seluruh wilayah Nusantara. Percepatan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan kuantitas dan kapasitas serta perbaikan kualitas infrastruktur transportasi yang mampu memberikan pelayanan dan menghubungkan seluruh wilayah Nusantara (domestic connectivity). Walaupun produksi dan pembiayaan fasilitas transportasi telah meningkat seiring dengan peningkatan kualitas, kuantitas dan kapasitas I.2-15
infrastruktur transportasi, namun permintaan terhadap infrastruktur transportasi masih belum mampu dipenuhi, sehingga kesenjangan transportasi sangat terasa tidak hanya di wilayah yang telah berkembang dengan pesat, namun juga di wilayah pedalaman, pulaupulau luar dan terpencil serta perbatasan. Pembangunan transportasi pada tahun 2009 menghasilkan antara lain: (1) peningkatan jalan nasional 2.365,8 km jalan dan 6.243,9 m jembatan pada lintas utama yaitu Lintas Timur Sumatera, Pantura Jawa, lintas selatan Kalimantan, lintas barat Sulawesi, dan lintas lainnya serta non lintas sehingga total lajur jalan menjadi 84.985 lajur km; (2) peningkatan jalan rel sepanjang 1.849,62 km dan pembangunan jalur KA baru sepanjang 244,80 km; (3) pembangunan dermaga penyeberangan sebanyak 151 unit (baru dan lanjutan), dan dermaga danau 36 unit (baru dan lanjutan); (4) pembangunan 195 pelabuhan baik untuk pelabuhan baru dan kegiatan lanjutan serta rehabilitasi terhadap 42 pelabuhan; (5) pembangunan bandara Medan Baru, Hasanuddin Makassar, Lombok Baru, serta terminal tiga Bandara Soekarno Hatta. Pada tahun 2010, pembangunan transportasi diprioritaskan untuk memenuhi target RPJM 2010-2014 secara bertahap. Beberapa perkiraan pencapaian antara lain: (2) peningkatan kapasitas dan kualitas 1.598,72 km jalan pada lintas-lintas strategis; (2) melanjutkan pembangunan jalur ganda Kutoarjo-Kroya, double-double track (DDT) Manggarai-Cikarang dan pembangunan MRT Jakarta; (3) pembangunan pelabuhan di 146 lokasi serta fasilitas sistem telekomunikasi dan navigasi pelayaran; serta (4) lanjutan pembangunan bandara Kualanamu. Dalam rangka menjamin kelancaran distribusi barang, jasa, dan informasi untuk meningkatkan daya saing produk nasional, pembangunan infrastruktur salah satunya difokuskan untuk mendukung peningkatan daya saing sektor riil. Dukungan pembangunan infrastruktur sumber daya air dalam mendukung daya saing sektor riil diwujudkan melalui kegiatan pengendalian banjir, lahar gunung berapi, dan pengamanan pantai. Beberapa hasil yang telah dicapai pada tahun 2009 antara lain: 1) terbangunnya 72,47 km prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 3.500 hektar; 2) terehabilitasinya prasarana pengendali banjir sepanjang 170 km untuk mengamankan kawasan seluas 82.194 ha; 3) beroperasi dan terpeliharanya sungai sepanjang 31,15 km; dan 4) terbangunnya prasarana pengaman pantai sepanjang 31,2 km. Pada tahun 2010 diperkirakan beberapa sasaran penting dalam rangka pengendalian banjir, lahar gunung berapi dan pengamanan pantai dapat dicapai, antara lain: 1) terbangunnya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 82.194 hektar; 2) terehabilitasinya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 5.629 hektar; 3) beroperasi dan terpeliharanya prasarana pengendali banjir untuk mengamankan kawasan seluas 16.775 hektar; 4) terbangunnya sarana/prasarana pengaman pantai untuk mengamankan kawasan seluas 5.824 hektar; 5) operasi dan pemeliharaan sarana/prasarana pengaman pantai untuk mengamankan kawasan seluas 10.136 hektar; 6) rehabilitasi sarana/prasarana pengaman pantai untuk mengamankan kawasan seluas 1.250 hektar; 7) operasi dan pemeliharaan 10 unit sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen; 8) rehabilitasi 4 unit sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen; dan pembangunan 28 unit prasarana pengendali lahar/sedimen.
I.2-16
Dalam rangka penanganan DAS Bengawan Solo secara terpadu, pada tahun 2010 diperkirakan telah dapat dilaksanakan pembangunan pompa air di 5 lokasi, diselesaikannya pembangunan Waduk Gonggang, dan rehabilitasi Pasca Banjir Kali Madiun. Selain itu dalam rangka meningkatkan kawasan perkotaan yang dilindungi dari bahaya banjir diperkirakan telah dapat diselesaikannya konstruksi bangunan utama Banjir Kanal Timur. Dari pembangunan perumahan, hasil yang telah dicapai pada tahun 2009 antara lain: 1) pembangunan rumah baru layak huni sebanyak 161.577 unit; 2) pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) sebanyak 8.791 unit; 3) fasilitasi pembangunan rumah swadaya sebanyak 517.586 unit; 4) penataan dan perbaikan lingkungan permukiman seluas 637,54 hektar; 5) penataan bangunan dan lingkungan di 255 kelurahan; 6) dukungan infrastruktur kawasan perumahan PNS/TNI/POLRI/Pekerja yang mencakup 140.050 unit rumah; 7) penyediaan infrastruktur permukiman di kawasan terpencil/pulau kecil/terluar; serta 8) penyediaan infrastruktur permukiman di 44 kawasan perbatasan. Pada tahun 2010 diperkirakan dapat dicapai: 1) pembangunan 80 twin blok rumah susun sederhana sewa bagi pekerja dan sebagai upaya penanganan lingkungan permukiman kumuh; 2) pembangunan 150.000 unit rumah sederhana sehat bersubsidi; serta 3) pembangunan 30.000 unit rumah susun sederhana milik bersubsidi. Untuk kegiatan penyediaan infrastruktur dasar permukiman yang mencakup air minum, air limbah, pengelolaan persampahan, dan drainase telah dilakukan pada tahun 2009 antara lain: 1) pembangunan sarana dan prasarana air minum sebanyak 6.320 liter per detik; 2) pembangunan pengolahan air limbah di 106 kabupaten/kota; 3) pengelolaan persampahan di 133 kabupaten/kota; serta 4) pembangunan drainase untuk kawasan seluas 2.678 hektar. Perkiraan pencapaian kegiatan penyediaan infrastruktur dasar permukiman tahun 2010 antara lain: 1) fasilitasi pembangunan air minum di 159 ibukota kecamatan, 18 kawasan khusus perbatasan, dan 1.472 desa; 2) fasilitasi pembangunan air limbah sistem off-site di 9 kab/kota, serta penanganan drainase di 10 kabupaten/kota; 3) fasilitasi pembangunan air limbah komunal berbasis masyarakat di 404 Kabupaten/kota; 4) implementasi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di 26 kota besar dan metropolitan; 5) pembangunan infrastruktur persampahan (TPA Regional) sebanyak 6 TPA Regional yang melayani 17 kabupaten/kota; 6) pembangunan infrastruktur persampahan (TPA Sanitary Landfill) di 49 kabupaten/kota; serta 7) penyediaan prasarana persampahan terpadu 3 R di 50 lokasi. Dari sisi pembangunan pos dan telematika pada tahun 2009 telah dilaksanakan antara lain (1) pelaksanaan Public Service Obligation (PSO) pos di 2.350 kantor pos cabang luar kota (kpclk); (2) pengesahan UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos; (3) penyelesaian penyediaan jasa akses telekomunikasi (Universal Service Obligation) melalui program Desa Berdering di 24.051 desa dan Desa Punya Internet di 70 desa; (4) dimulainya pembangunan jaringan backbone serat optik Palapa Ring sepanjang 1.237,8 km oleh PT Telkom antara Mataram dan Kupang; (5) pemberian izin penyelenggaraan untuk akses nirkabel pita lebar (broadband wireless access); (6) peresmian uji coba televisi digital free to air dan TV bergerak (mobile); (7) penyelesaian pembangunan pemancar TVRI di 27 lokasi perbatasan, blank spot, remote areas, dan wilayah non komersial; (8) penyelesaian pembangunan dua ICT Training Center masing-masing bekerja sama dengan Jababeka dan UIN Syarif Hidayatullah. Melalui perkuatan regulasi dan pengawasan penyelenggaraan, teledensitas total akses telekomunikasi menjadi 79 persen (per September 2009) yang I.2-17
terdiri dari 14,9 persen sambungan tetap (akses kable dan nirkabel) dan 64,1 persen sambungan bergerak. Perkiraan pencapaian pokok di tahun 2010 antara lain meliputi (1) pelaksanaan PSO pos di 2.515 kpclk; (2) pelaksanaan Desa Berdering di 31.824 desa; (3) dimulainya penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan untuk 5.748 kecamatan; (4) selesainya pembentukan ICT Fund sebagai sumber pembiayaan pembangunan jaringan Palapa Ring dengan skema kerja sama antara pemerintah dan swasta; (5) pengesahan seluruh RPP UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik termasuk RPP Penyelenggaraan Sistem Elektronik di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah (eGovernment); (6) penyelesaian penyusunan Rencana Induk e-Government Nasional; (7) penyelesaian pelaksanaan perbaikan stasiun transmisi di 30 lokasi; (8) selesainya reorganisasi Kementerian Komunikasi dan Informatika yang sejalan dengan proses konvergensi sektor telekomunikasi, informatika, dan penyiaran. Terkait dengan infrastruktur, kemajuan dalam pembangunan ketenagalistrikan hingga tahun 2009 ditunjukkan dengan: (1) meningkatnya rasio elektrifikasi sebesar 66,30 persen dan rasio desa berlistrik sebesar 94 %. Pencapaian ini diantaranya merupakan hasil pembangunan listrik perdesaan yang memanfaatkan energi baru terbarukan; (2) penambahan kapasitas panas bumi sebesar 127 MW yang berasal dari PLTP Lahendong III (10MW) dan PLTP Wayang Windu II (117 MW); (3) pembangunan jaringan transmisi dan juga pembangunan pembangkit listrik baik oleh PT. PLN, independent power producers (IPP), maupun pembangkit terintegrasi, sehingga kapasitas pembangkit meningkat menjadi 33.430 MW dimana sebesar 84 persen atau sebesar 28.234 MW berasal dari pembangkit PT. PLN; (4) pembangunan jaringan gas kota untuk rumah tangga di kota Palembang dan Surabaya. Hingga saat ini ketergantungan pada energi konvensional/BBM masih besar. Komposisi bauran energi masih terdiri dari BBM 48 persen, batubara sebesar 30 persen, gas bumi sebesar 19 persen, panas bumi sebesar 1 persen, dan tenaga air sebesar 2 persen. Selain itu, telah diterbitkan beberapa regulasi yaitu : (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang menyatakan bahwa penyediaan tenaga listrik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat melalui PT. PLN tetapi juga oleh pemerintah daerah; (2) Permen KESDM No. 31 tahun 2009 tentang Harga Pembelian Tenaga Lsitrik oleh PT. PLN dari Pembangkit yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik; (3) Permen KESDM No. 32 tahun 2009 tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Lsitrik oleh PT. PLN dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi. Penyempurnaan regulasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan peranserta Pemerintah Daerah, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan dalam penyediaan tenaga listrik, serta untuk mendorong upaya diversifikasi energi melalui pemanfaatan energi alternatif selain minyak. Hal tersebut dilakukan mengingat peran koperasi, swasta, dan pemda masih terbatas, bahkan tingkat keberhasilan independent power producers (IPP) sampai saat ini hanya sekitar 13 persen dari seluruh IPP yang saat ini telah mendapat ijin. Adapun perkiraan pencapaian pembangunan energi dan ketenagalistrikan pada tahun 2010 adalah : (1) melanjutkan upaya pembangunan transmisi ruas Kalimantan-Jawa Tengah dan trans-Jawa, serta beberapa wilayah distribusi yang dekat dengan ruas transmisi I.2-18
eksisting (diantaranya Jakarta, Banten, Cepu, Palembang, dan Surabaya); (2) pengembangan jaringan gas kota termasuk pengelolaan dan aspek hukum pascakontruksi jaringan gas; (3) pemanfaatan potensi energi lokal yaitu EBT terutama di daerah perdesaan termasuk kegiatan diseminasi dan capacity building guna mendukung pelaksanaan Desa Mandiri Energi (DME); (4) tersusunnya rumusan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan; (5) meningkatnya rasio desa berlistrik menjadi sekitar 95,59 persen yang merupakan hasil dari penambahan pembangunan pembangkit skala kecil dan menengah yang menggunakan energi baru terbarukan (PLTS, PLTMH, dan PLT Bayu) dan berikut pembangunan jaringan transmisi dan distribusi; (6) meningkatnya rasio elektrifikasi menjadi sebesar 70,4 persen melalui pembangunan jaringan transmisi 500kV, 275 kV, 175kV, dan 150kV beserta Gardu Induk serta jaringan distribusi; (7) meningkatnya kapasitas pembangkit seiring dengan selesainya pembangunan pembangkit listrik dari program pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap I; dan (8) tersusunnya turunan dari peraturan perundang-undangan di bidang energi dan ketenagalistrikan serta fasilitasi terhadap pembangunan ketenagalistrikan yang dilakukan oleh swasta. Iklim Investasi dan Iklim Usaha Perkembangan investasi sangat dipengaruhi oleh iklim investasi dan iklim berusaha di dalam negeri. Upaya untuk meningkatkan iklim investasi dan iklim usaha terus dilakukan. Namun, posisi dayasaing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain masih perlu terus ditingkatkan. Dalam peringkat Ease Doing Business (World Bank, 2010) Indonesia menempati peringkat ke 122 dari 183 negara. Posisi Indonesia di bawah negaranegara sekawasan seperti Malaysia (peringkat 23), Thailand (peringkat 12), dan Vietnam (peringkat 93). Menurut Global Competitiveness Index (World Economic Forum, 2009) Indonesia berada pada peringkat 55 dari 134 negara yang disurvey, di bawah negara Singapura (peringkat 3), Malaysia (peringkat 24), Thailand (peringkat 36) dan China (peringkat 29). Sedangkan menurut World Competitivenss Indicators (IMD, 2009) Indonesia menempati peringkat 42 dari 57 negara yang disurvey. Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,5 persen. Investasi dalam bentuk PMTB hanya meningkat dengan 3,3 persen. Peningkatan investasi dalam PMTB pada tahun 2009 merupakan sumbangan dari meningkatnya nilai investasi sektor nonmigas berupa realisasi Ijin Usaha Tetap (IUT) terutama dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang meningkat pada tahun 2009. Realisasi IUT PMDN pada 2009 mengalami peningkatan sebesar 85,7% (y-o-y) jika dibandingkan pada posisi yang sama pada tahun 2008, atau naik sebesar Rp 17,5 triliun. Sementara itu realisasi investasi PMA selama tahun 2009 baik dalam mata uang rupiah maupun dolar Amerika Serikat (AS) menurun masing-masing negatif 21,9 persen dan 27,3 persen. Namun demikian, realisasi investasi langsung asing pada tahun 2009 yang mencapai USD 10,82 miliar masih sedikit di atas 2 (dua) tahun sebelumnya (2007) yang mencapai USD 10,34 miliar. Dengan berbagai upaya dan kebijakan dalam rangka meningkatkan iklim investasi, diperkirakan pada tahun 2010 investasi dalam bentuk PMTB meningkat sebesar 7,3 persen. PMA dan PMDN pada tahun 2010 masing-masing diperkirakan US$ 13,2 milyar dan Rp 39,5 trilliun. Seiring meningkatnya perekonomian, tingkat pengangguran terbuka menurun menjadi 7,41 persen pada Februari 2010. Jumlah angkatan kerja pada Februari 2010 I.2-19
sebanyak 116,0 juta orang dan jumlah orang yang bekerja sebanyak 107,41 juta orang. Dengan demikian terdapat 8,59 juta penganggur yang sedang mencari pekerjaan, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 7,41 persen. Angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja sekitar 2,26 juta orang dan kesempatan kerja baru yang tercipta 2,92 juta. Kesempatan kerja yang tercipta pada Februari 2009 hingga Februari 2010, terdistribusi ke dalam sektor pembangunan. Diantaranya adalah sektor industri dan sektor perdagangan masing-masing menyerap 430 ribu pekerja dan 370 ribu pekerja. Sedangkan sektor jasa menyerap 2,01 juta pekerja. Tabel 2.2. LAPANGAN KERJA BERDASARKAN STATUS PEKERJAAN (Ribu Orang) Lapangan Kerja
Feb 2009
Feb 2010
Perubahan 2009-2010
Formal
31,88
33,74
1,86
• Bekerja dibantu buruh tetap • Buruh/ karyawan
2,97 28,91
3,02 30,72
0,05 1,81
Informal
72,61
73,67
1,06
104,49
107,41
2,98
Jumlah
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, BPS
Kesempatan kerja yang tercipta pada tahun 2009, sebagian besar terserap di kegiatan ekonomi formal, yaitu sebesar 1,86 juta pekerja dan kegiatan ekonomi informal sebesar 1,06 juta pekerja. Pekerja pada kegiatan ekonomi formal ini mengalami kenaikan dari 31,88 juta pekerja menjadi 33,74 juta pekerja. Energi Minyak bumi, gas bumi, dan batubara mempunyai peranan besar sebagai sumber energi untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Selain sebagai pendukung pembangunan ekonomi, ketiga komoditas energi tersebut juga berperan sebagai sumber penerimaan devisa negara yang sangat penting. Pada tahun 2010, pendapatan dari minyak dan gas bumi diperkirakan mencapai Rp. 272,7 trilyun yang meningkat dari realisasi penerimaan tahun 2009 sebesar Rp. 235,3 trilyun. Pasokan minyak mentah pada tahun 2010 dialokasikan untuk memenuhi permintaan BBM nasional, yakni sebesar 1.307 ribu barel per hari. Pada tahun tersebut, untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, sebanyak 918 ribu barel per hari minyak mentah dan sebanyak 389 ribu barel per hari BBM diperkirakan dipasok dari pasar internasional. Gas bumi telah dimanfaatan oleh industri pupuk, baja, kilang petrokimia, LPG (Liquefied Petroleum Gas), dan sebagainya. Pada tahun 2010, sebanyak 53,04 persen dari total produksi gas bumi sebesar 7.951 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), diperkirakan I.2-20
telah dimanfaatkan untuk kebutuhan di dalam negeri, terutama untuk keperluan bahan baku. Sebagian besar dari gas bumi yang diproduksi masih tetap diekspor ke Jepang, Taiwan dan Korea dalam bentuk LNG, dan sebagian diekspor melalui pipa ke Singapura dan Malaysia. Walaupun pemanfaatan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri relatif masih kecil dibandingkan untuk ekspor, peranan batubara dalam sumber energi didalam negeri semakin penting. Pada tahun 2010, produksi batubara diperkirakan meningkat menjadi 250 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 240 juta ton. Dari jumlah tersebut sekitar 25 persen dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2010, cadangan minyak bumi diperkirakan mencapai 8,2 milyar barel. Apabila diproduksi sesuai dengan tingkat produktivitas saat ini, yakni 0,35 milyar barel per tahun, maka cadangan ini akan bertahan selama 23 tahun. Cadangan gas bumi sebesar 170 trilyun kaki kubik (TSCF) dan dengan tingkat produksi saat ini mencapai 2,9 TSCF per tahun, maka cadangan akan bertahan selama 62 tahun. Cadangan batubara sebesar 20,98 miliar ton, dengan tingkat penambangan seperti saat ini, yakni sekitar 200 juta ton per tahun, maka cadangan ini akan bertahan selama 82 tahun. Selain upaya-upaya peningkatan produksi minyak dan gas bumi, guna menjamin pasokan energi di dalam negeri, upaya-upaya penganekaragaman (diversifikasi) sumber energi lainya, selain minyak bumi, terus dilakukan. Dengan upaya diversifikasi ini, peran minyak bumi dalam penyediaan energi nasional menurun dari 48 persen pada tahun 2009 menjadi 45 persen pada tahun 2010 melalui upaya-upaya ini antara lain adalah pemanfaatan gas dan batubara, serta energi baru terbarukan (EBT) untuk pembangkit listrik, seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi, tenaga surya dan angin, mikrohidro, dan sebagainya, serta bahan bakar alternatif non-BBM, seperti bahan bakar nabati (BBN) dan batubara cair dan gas (liqeufied dan gasified coal). Pada tahun 2010, kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT diperkirakan sebesar 1.210 MW, meningkat dari 854 MW (2004). Penambahan kapasitas terutama dari pembangkit listrik tenaga panas bumi, yakni 1.052 MW. Kapasitas terpasang energi tenaga surya sebesar 12,1 MW, dan tenaga angin sebesar 1,1 MW. Sedangkan pemanfaatan BBN pada tahun 2009 mencapai 2.563 ribu kilo liter (KL) yang terdiri dari bio-diesel sebanyak 2.329,2 ribu KL, bio-ethanol sebanyak 196,4 KL, dan bio-oil sebanyak 37,3 ribu KL. Guna mempercepat pemanfaatan EBT, program Desa Energi Mandiri (DME) masih terus dikembangkan. Dari potensi EBT terbesar adalah air (hydro), yakni sebesar 75.670 MW, pada tahun 2009 hanya sekitar 87,8 MW yang sudah dimanfaatkan atau sekitar 0,12 persen saja. Potensi EBT terbesar kedua adalah panas bumi, dengan perkiraan total potensi panas bumi sekitar 27 GW. Potensi terbesar panas bumi ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali, dan sisanya tersebar di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dari potensi sebesar ini yang dimanfaatkan baru sebesar 4%, yaitu PLTP di Kamojang, Lahendong, Dieng, Gunung Salak, Darajat, Sarula, Sibayak dan Wayang Windu. Potensi sumber energi biomassa juga cukup besar dan diperkirakan mencapai 50.000 MW, yang sampai saat ini hampir belum dikelola. Disamping itu, bahan baku BBN cukup bervariasi dan tersedia dengan jumlah yang cukup melimpah, seperti kelapa sawit, jarak, jagung, tebu, ubi, dan I.2-21
aren. Ketersediaan bahan mentah yang melimpah ini membuat BBN akan menjadi salah satu fokus utama dalam pemanfaatan EBT di tahun-tahun yang akan datang. Di samping peningkatan produksi minyak dan gas bumi, serta upaya penganekaragaman energi, efisiensi dalam penyediaan dan pemanfaatan energi terus dilakukan. Pada tahun 2010, intensitas energi, yakni rasio antara konsumsi energi final dengan produk domestik bruto (PDB), diperkirakan masih menunjukkan angka yang masih cukup tinggi/boros, yakni mendekati 401 ton oil equivalent (TOE) per juta US$ PDB. Walaupun demikian upaya-upaya kearah efisiensi telah dilakukan terutama melalui gerakan penghematan, seperti promosi penggunaan lampu hemat energi, dan sebagainya. Di samping gerakan penghematan, upaya mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2) telah dilakukan. Upaya-upaya itu antara lain adalah dengan dicanangkannya program percepatan pembangkit listrik 10,000MW tahap kedua, yang sebagian besar sumber energinya berbasis panas bumi, EBT dengan tingkat emisi CO2 yang sangat rendah, penggantian BBM dengan CNG (Compressed Natural Gas) untuk kendaran umum di perkotaan, dsb. Lingkungan Hidup dan Bencana Alam Sebagai bentuk antisipasi dalam mengatasi perubahan iklim telah dilakukan berbagai upaya perbaikan kerusakan lingkungan yang mengarah kepada upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global. Salah satu upaya adalah peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan telah dilakukan melalui: Penataan batas kawasan; konservasi termasuk penanggulangan illegal logging dan kebakaran hutan, pengembangan jasa lingkungan dan rehabilitasi hutan dan lahan; peningkatan fungsi daya dukung daerah aliran sungai (DAS); dan peningkatan penelitian, ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan. Dalam penataan batas kawasan, sudah diselesaikan penataan batas yang difokuskan pada 21 lokasi taman nasional model dan wilayah yang rawan konflik serta perambahan kawasan hutan. Selain itu, telah dilaksanakan berbagai kegiatan dengan menggandeng berbagai pihak dan masyarakat untuk berpartisipasi pada kegiatan penanaman, seperti One Man One Tree dimana sampai dengan bulan September 2009 jumlah pohon yang telah ditanam adalah sekitar 22,19 juta batang. Selain itu, sampai dengan triwulan III tahun 2009, upayaupaya rehabilitasi telah berhasil menurunkan laju deforestasi dan degradasi sampai 0,9 juta ha per tahun, dan diperkirakan akan terus turun pada tahun berikutnya. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan ini mendukung pula pemulihan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). Masih terkait dengan lingkungan hidup, dalam menjaga dan memelihara ekosistem wilayah pesisir dan laut guna menjaga kelestarian sumber daya ikan pada tahun 2009 telah dilakukan rehabilitasi dan konservasi sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil antara lain melalui: Pengelolaan kawasan konservasi perairan seluas 13,5 juta hektar; Konservasi 4 jenis ikan yang dilindungi; dilaksanakannya pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang pada 16 kabupaten/kota di 8 provinsi; serta pengembangan kerja sama antarnegara tetangga dalam pengelolaan ekosistem pesisir dan laut. Pada tahun 2010 kawasan yang dikonservasi diperkirakan semakin terkelola melalui penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan dan peningkatan pengawasan kawasan konservasi perairan. Upaya pengendalian kerusakan lingkungan dilakukan untuk mempertahankan pelestarian lingkungan dan meningkatkan kualitas daya dukung lingkungan. Untuk itu pada I.2-22
tahun 2009 telah dilaksanakan berbagai upaya antara lain: pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan, peningkatan perlindungan dan konservasi sumber daya alam, peningkatan kualitas kapasitas pengelolaan lingkungan, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pencemar dan perusak lingkungan, serta penyebarluasan informasi dan isu lingkungan hidup. Sementara pada tahun 2010 diperkirakan akan dicapai penurunan beban pencemaran lingkungan melalui pengawasan ketaatan pengendalian pencemaran air limbah dan emisi di 680 kegiatan industri dan jasa, pengelolaan air limbah domestik dan Recycle) di 5 kota, pengembangan 2 IPAL Terpadu Biogas untuk sentra industri kecil, pelaksanaan Program Adipura di 26 kota, Program Langit Biru di 20 kota, pembinaan pengendalian pencemaran di kabupaten/Kota, pengelolaan limbah industri skala kecil, 6 kota supervisi Prokasih dan penanganan kasus pencemaran lingkungan. Upaya yang telah dilakukan dalam sistem peringatan dini ialah pembangunan sarana dan pengembangan informasi meteorologi, klimatologi, kualitas udara dan geofisika secara komprehensif. Beberapa hasil yang dapat dilihat diantaranya yaitu kecepatan waktu penyediaan informasi gempa bumi dan tsunami yang saat ini telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu di bawah 7 menit, penayangan informasi cuaca dan kejadian gempa bumi di media massa dan media elektronika menjadi 4 kali per hari dalam kondisi khusus, penyampaian layanan cuaca penerbangan dan cuaca maritim; penyusunan peta iklim, peta agro klimat (Pulau Jawa), peta iso dan peta curah hujan di seluruh Indonesia; peningkatan penyebaran dan akses informasi kepada masyarakat; serta pengembangan sistem informasi dini yang berkaitan dengan dinamika global dan perubahan kondisi alam, seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan kekeringan. Untuk tahun 2010, perkiraan pencapaian terkait dengan sistem peringatan dini adalah terkelolanya Sistem Peringatan Dini Cuaca (MEWS) dan Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) meliputi antara lain, Radar Cuaca, Automatic Weather Station (AWS), Automatic Rain Gauge (ARG), penakar hujan 1.000 lokasi. Tersusunnya Peta dan Atlas mengenai Iklim sebanyak 3 peta, serta terkelolanya Sistem Operasional TEWS yang meliputi antara lain, Sensor Seismik, Sistem Sirine, Sistem Komunikasi dan Integrasi, Sistem Prosesing, terbangunnya Sistem Monitoring CCTV, Sistem Sirine, dan terpasangnya Accelerometer. Dalam hal penanggulangan bencana, upaya konservasi sumber daya hutan melalui kegiatan pengelolaan kawasan konservasi telah dilaksanakan termasuk di dalamnya pencegahan illegal logging dan kebakaran hutan. Luasan kebakaran hutan dan lahan mengalami penurunan dimana pada tahun 2008 luas kawasan hutan yang terbakar terutama di 10 provinsi rawan adalah sebesar 6.783,08 ha, dan akan diperkirakan akan terus turun menjadi sebesar 6.113,77 ha pada tahun 2010. Penurunan ini merupakan hasil antisipasi secara dini berdasarkan data sebaran hotspot yang terupdate secara reguler serta adanya penguatan kelembagaan pengendalian kebakaran hutan. Potensi kerugian negara yang dapat diselamatkan sekitar US$ 5 miliar per tahun, termasuk penyelamatan keanekaragaman hayati yang tidak ternilai. Dalam penyediaan peta dasar dan peta tematik, sampai dengan tahun 2009, telah tersedia peta dasar dan peta tematik nasional bagi keperluan mitigasi bencana, antara lain Peta rupabumi Skala 1:10.000 sebanyak 633, Peta Rupabumi Skala 1:5.000 sebanyak 128, Peta tematik MCRMP skala 1:15.000 sebanyak 200, Peta Tematik Sumber Daya Alam I.2-23
Darat Skala 1:250.000 sebanyak 28, Peta Tematik Sumber Daya Alam Darat Skala 1:50.000 sebanyak 11, dan Peta Tematik Sumber Daya Alam Darat Skala 1:25.000 sebanyak 111. Pada tahun 2010 diperkirakan peningkatan kapasitas ketahanan masyarakat pesisir terhadap bencana laut semakin meningkat, yang dicapai melalui kajian penguatan kapasitas iptek kebencanaan dan peta probabilitas gempa, dan penanggulangan bencana, tersusun peta resmi tingkat peringatan tsunami sebanyak 2 NLP dan peta multirawan bencana sebanyak 27 NLP, ditetapkannya Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014, penyelesaian pembentukan kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat provinsi, pembentukan unit pelaksana teknis penanggulangan bencana yang juga difungsikan sebagai depo logistik dan peralatan penanggulangan bencana, penguatan kapastitas satuan reaksi cepat penanggulangan bencana (SRC-PB), penyusunan rencana kontijensi tingkat provinsi, serta pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pasca bencana. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik Beberapa capaian yang diperkirakan akan dihasilkan dalam pembangunan kawasan perbatasan pada tahun 2010 dalam aspek kebijakan dan infrastruktur antara lain meliputi : (1) Terlaksananya koordinasi dan evaluasi hubungan multilateral, wilayah negara dan tata ruang pertahanan, serta koordinasi pengelolaan masyarakat kawasan tertinggal; (2) Meningkatnya sarana dan prasarana dalam pelayanan umum pemerintahan di 25 persen kabupaten/kota di kawasan perbatasan; (3) Meningkatnya kerjasama perbatasan antar negara (SOSEKMALINDO, JBC RI-RDTL, JBC RI-PNG) di 6 provinsi; (4) Meningkatnya kemampuan pengelolaan 3 Pos Lintas Batas (PLB) internasional dan tradisional secara terpadu yang telah disepakati antar Negara; (5) Terlayaninya 100 persen desa oleh akses telekomunikasi, 5 persen desa oleh akses internet, 15 desa oleh radio komunitas, serta tersedianya regional internet exchange di 10 persen ibukota provinsi; (6) Meningkatnya status 75 unit puskesmas di kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar berpenduduk menjadi puskesmas perawatan; (7) Meningkatnya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin di 101 puskesmas prioritas di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan; (8) Terselenggaranya pelayanan kesehatan rujukan di 14 RS bergerak di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan; (9) Terlaksananya pendayagunaan 1200 orang tenaga kesehatan, pemberian insentif 1900 residen senior dan tenaga kesehatan, serta pendayagunaan 700 residen senior di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan; (10) Terlaksananya tunjangan khusus bagi 30.000 orang guru; (11) Terlaksananya upaya peningkatkan kompetensi dan profesionalisme bagi 10 persen guru di daerah terpencil; dan (12) Terselenggaranya identifikasi dan pemetaan potensi serta penyediaan infrastruktur yang memadai secara terintegrasi di 20 pulau-pulau kecil termasuk pulau kecil terluar. Hasil-hasil yang diperkirakan akan dicapai dalam aspek kerjasama internasional pada tahun 2010 meliputi : (1) Meningkatnya operasional dan pemeliharaan kapal dalam rangka pengawasan 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) bagian barat dan 6 WPP bagian timur; (2) Terpenuhinya 15 unit kapal speedboat dengan rancang bangun dan sistem pemantauan yang terintegrasi dan tepat sasaran; (3) Meningkatnya sarana dan prasarana pertahanan di wilayah pertahanan sebesar 45 %; (4) Terselenggaranya operasi wilayah pertahanan. I.2-24
Sedangkan perkiraan capaian dalam aspek keutuhan wilayah pada tahun 2010 meliputi: (1) Terlaksananya perundingan perbatasan antar negara sebanyak 12 perundingan; (2) Tersusunnya kebijakan pemetaan batas wilayah dan meningkatnya cakupan peta batas wilayah, meliputi 72 NLP pemetaan kecamatan perbatasan RI-PNG, RI-Malaysia, dan RIRDTL, 25 peta pulau-pulau terluar, 22 perapatan pilar batas RI-Malaysia; 60 perapatan pilar batas RI-RDTL, 3 buah dokumen perundingan teknis batas darat, danm 3 buah dokumen perundingan teknis batas maritim; serta (3) Terinventarisasirnya wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasanm dan wilayah tertentu sebanyak 200 SP. Erat kaitannya dengan keutuhan wilayah, upaya pemerintah dalam mewujudkan percepatan pembangunan didaerah tertinggal telah menunjukkan hasil positif. Hal ini ditandai dengan telah keluarnya 50 kabupaten tertinggal pada periode RPJMN 2004-2009 sehingga pada akhir tahun 2009 terdapat 183 kabupaten tertinggal yang akan menjadi fokus penanganan dalam periode RPJMN 2010-2014. Kondisi perekonomian daerah tertinggal dapat ditunjukkan melalui indikator rata-rata laju pertumbuhan PDRB Non Migas dan ratarata PDRB Perkapita. Sampai dengan tahun 2008, rata-rata laju pertumbuhan PDRB Non Migas (konstan) adalah sebesar 5.85 persen dan rata-rata PDRB Perkapita (berlaku) adalah sebesar 9.27 juta rupiah. Sedangkan perkiraan pencapai pada tahun 2010 untuk rata-rata laju pertumbuhan PDRB Non Migas adalah sebesar 6.32 % dan rata-rata PDRB Perkapita adalah sebesar 9.38 juta rupiah. Melalui intervensi pemerintah berupa program dan kegiatan yang berbasis pro poor dan mendukung pembangunan di daerah tertinggal, diharapkan dapat menurunkan rata-rata persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 19.4 % pada tahun 2010. Pembangunan daerah tertinggal dan terdepan (perbatasan) selama ini banyak didukung oleh kegiatan ketransmigrasian. Sampai dengan tahun 2009 pembangunan kawsan transmigrasi telah berhasil mengembangkan peran serta masyarakat, dimana terdapat 204 Kab/kota yang melaksanakan program transmigrasi, serta tersedianya tanah transmigrasi seluas 86.000 Ha, terbangunnya pemukiman di kawasan transmigrasi yaitu sebenyak 8.573 unit Rumah Transmigran dan Jamban Keluarga (RTJK), dan terfasilitasinya perpindahan penduduk ke kawasan transmigrasi sebanyak 8.800 keluarga. Kegiatan pengembangan usaha ekonomi di kawasan transmigrasi dapat dilihat dari terbangunnya 4 unit lembaga perbankan/ keuangan di kawasan transmigrasi dan 23 unit koperasi. Sedangkan, perkiraan pencapaian pada tahun 2010 untuk peningkatan tata kelola ekonomi untuk kegiatan pengembangan usaha ekonomi transmigrasi yaitu diperkirakan ada 4 unit lembaga perbankan/keuangan di kawasan transmigrasi dan 23 unit koperasi yang akan membantu masyarakat kawasan transmigrasi. Pembangunan kawasan transmigrasi ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta dapat mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal dan perbatasan. Kebudayaan, Kreatifitas dan Inovasi Teknologi Pembangunan kebudayaan mencapai berbagai kemajuan antara lain semakin meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap arti penting pembangunan karakter dan jati diri bangsa. Kemajuan tersebut terutama dipengaruhi oleh semakin meningkatnya berbagai upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya, upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya, serta upaya pelestari nilai budaya (culture building) di masyarakat melalui peningkatan layanan I.2-25
perpustakaan. Untuk mencapai pemantapan karakter dan jati diri bangsa pada tahun 2010, upaya pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya serta perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya terus dilakukan dengan dukungan dan kerjasama yang sinergis antarpihak terkait. Dari sisi iptek, kondisi kelembagaan iptek yang meliputi perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang, secara umum mencapai beberapa kemajuan dan semakin mampu berkiprah di dunia internasional. Kemajuan ini sejalan juga dengan peningkatan sumbangan penelitian, pengembangan dan penerapan iptek dalam pembangunan nasional yang antara lain ditunjukkan oleh penemuan yang dihasilkan baik dalam bentuk publikasi ilmiah maupun paten yang terdaftar. Pada tahun 2009 jumlah publikasi ilmiah mencapai 1.808 judul yang meningkat dari 1.376 judul pada tahun 2005. Minat untuk mendaftarkan paten di Indoensia baik yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri munjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2009 jumlah paten yang terdaftar mencapai 4.803 dan sebanyak 662 diantaranya berasal dari dalam negeri. Paten dalam negeri yang berhasil memenuhi syarat Patent Cooperation Treaty (PCT) dari tahun 2005 hingga tahun 2009 mencapai 25 buah. Perkembangan Lainnya di Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Hubungan Luar Negeri. Sehubungan dengan diplomasi perbatasan, sampai dengan akhir tahun 2009, Indonesia telah melakukan perundingan masalah penetapan batas maritim dengan Malaysia melalui forum Joint Technical Working Group sebanyak 15 (lima belas) kali. Indonesia juga telah menandatangani perjanjian dengan Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura pada tahun 2009. Dengan selesainya batas laut wilayah pada segmen barat (Tuas – Pulau Nipa) ini, maka masih terdapat segmen timur yang perlu dirundingkan. Terkait peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan menciptakan perdamaian dunia, selama tahun 2009, Indonesia telah mengerahkan 1623 personil di 6 Misi Perdamaian PBB dan menempati urutan ke-17 dalam peringkat negara-negara kontributor OPP PBB (Troops Contributing Countries/TCC dan Police Contributing Countries/PCC). Terhadap serangan Israel ke wilayah Palestina pada tahun 2008-2009, pemerintah Indonesia merespons melalui penyerahan pernyataan tertulis kepada Sekjen PBB dan Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB dengan pernyataan protes dan keprihatinan, di samping memberikan bantuan obatobatan, serta dana bantuan sejumlah USD 1 juta. Dalam hal Pelayanan dan Perlindungan WNI/BHI di Luar Negeri, Indonesia telah merealisasikan 24 (dua puluh empat) Sistem Pelayanan Warga (Citizen Service) di beberapa Perwakilan RI di luar negeri, di antaranya di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Kuwait. Indonesia juga terus berupaya memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja. Terkait dengan pelaksanaan diplomasi ekonomi capaian penting Indonesia adalah menjadi satu-satunya negara ASEAN yang berpartisipasi dalam forum G20 yang semakin dikukuhkan sebagai forum pengganti G-8. G-20 telah mengubah formasi kelompok elit dunia, yang sebelumnya didominasi oleh negara maju, namun kini dibagi ke kelompok negara-negara emerging economies. Hak Azasi Manusia (HAM). Pembangunan hak asasi manusia sampai dengan tahun 2009 terus dilaksanakan melalui pelaksanaan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, I.2-26
Sosial, dan Budaya (ICESCR) 1966 serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1966, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights. Untuk mendukung pelaksanaan hak asasi manusia di daerah, sampai dengan bulan Juli tahun 2009 telah dibentuk 407 Panitia Pelaksana Panpel (PanPel) Rencana Aksi Nasional hak Asasi Manusia (RANHAM) pada kab/kota dan 33 panpel RANHAM Provinsi yang dalam pembentukannya bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Selain itu, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Strategi Nasional Akses terhadap keadilan dalam rangka pemberdayaan hukum (legal empowerment) kepada masyarakat miskin dan terpinggirkan yang menekankan prioritas untuk melakukan reformasi keadilan pada semua bidang kehidupan yang mendorong pemantapan yang lebih baik, untuk mempromosikan hukum, keadilan dan hak asasi manusia bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) Kedua yang sudah berakhir pada tahun 2009, sedang disiapkan kelanjutannya dalam bentuk RAN HAM 2010-2014 untuk melanjutkan program-program yang belum tercapai pada RAN HAM 2004-2009. Di sisi lain, tingkat aduan masyarakat terhadap pelanggaran HAM yang diterima Komnas HAM pada tahun 2009, berjumlah 5.879 (lima ribu delapan ratus tujuh puluh sembilan) surat pengaduan. Jumlah korban Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) pada tahun 2009 adalah sebanyak 143.586 (seratus empat puluh tiga ribu lima ratus delapan puluh enam) orang, dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu sebanyak 54.425 (lima puluh empat ribu empat ratus dua puluh lima) orang. Pelanggaran HAM berat yang ditangani pada tahun 2009 adalah Peristiwa Semburan Lumpur Panas Lapindo, Peristiwa 1965-1966 dan Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus). Sedangkan pelanggaran HAM berat yang masih belum ada perkembangan penanganannya pada tahun 2009 adalah Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa, Peristiwa Wasior dan Wamena, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 serta Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II. Keamanan. Tidak lama setelah terjadinya peledakan bom di hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton di Jakarta pada tanggal 17 Juli 2009, Polri berhasil mengungkapkan kasus dan menangkap pelakunya dan bahkan dalam penyerbuan di Bekasi, Temanggung, dan Surakarta, tokoh teroris Air Setiawan, Eko Joko Sarjono, Ibrohim, Nurdin M. Top, Syaifudin Zuhri, dan beberapa yang lainnya terbunuh. Selanjutnya pada awal 9 Maret 2010, Dulmatin, tokoh yang memegang peran penting dalam terorisme internasional juga terbunuh. Keberhasilan ini menuai pujian dari berbagai belahan dunia, sekaligus menunjukkan keberhasilan Indonesia dalam melawan terorisme global. Upaya peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri diperlukan dalam rangka mendukung pencapaian kemandirian alutsista TNI dan perlengkapan Polri. Sejak tahun 2006, pemerintah telah memberikan komitmen yang besar untuk meningkatkan peran industri pertahanan nasional. Untuk mewujudkan komitmen pemerintah tersebut, beberapa perangkat dan payung hukum telah di tetapkan. Pada saat ini, telah ditandatangani nota kesepahaman oleh Menteri Pertahanan, Menteri BUMN, Panglima TNI, dan Kapolri I.2-27
tentang kebutuhan Alutsista TNI dan Alut Polri yang dapat disediakan oleh BUMN Industri Pertahanan dalam waktu lima tahun ke depan. Perpres untuk pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), sebagai institusi yang akan membentuk kebijakan untuk pembelian Alutsista TNI dan Alut Polri yang mendukung industri pertahanan dalam negeri, juga sedang dalam proses pengesahanan tahun ini. Diharapkan pada tahun 2010, Master Plan Industri Pertahanan dan road map menuju revitalisasi industri pertahanan akan selesai dibentuk. Perkembangan Lainnya di Bidang Perekonomian Di tengah kondisi krisis ekonomi dunia pada tahun 2009, industri pengolahan mampu memberikan sumbangan pada PDB sebesar Rp. 523 Trilliun yang tumbuh sebesar 2,5 persen dari tahun 2008. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh industri makanan, minuman tembakau yang pada tahun 2009 mampu tumbuh sebesar 11,3 persen dan sektor industri kertas dan barang cetakan yang tumbuh sebesar 6,3 persen. Pada tahun 2010 perkembangannya diperkirakan akan lebih baik dari tahun 2009. Sektor makanan, minuman dan tembakau diperkirakan akan tetap menjadi penopang pertumbuhan industri pengolahan, hal tersebut disebabkan dengan bertambahnya daya beli masyarakat Indonesia seiring dengan perbaikan iklim ekonomi yang akan terjadi di tahun 2010. Perkembangan lainnya di bidang perekonomian yang memerlukan perhatian khusus antara lain yang tterkait dengan ketenagakerjaan khususnya Tenaga Kerja Industri (TKI). Jumlah TKI terus meningkat seiring dengan banyaknya lowongan pekerjaan di luar negeri. Diperkirakan jumlah yang terdaftar sekitar 4 (empat) juta pekerja, dan yang tidak terdaftar jumlahnya bisa lebih besar. Perkembangan Lainnya di Bidang Kesejahteraan Rakyat Pembangunan kepariwisataan pada tahun 2009, telah menunjukkan pencapaian yang cukup berarti. Jumlah kunjungan wisman meningkat dari 6,43 juta orang pada tahun 2008 menjadi 6,45 juta orang pada tahun 2009, atau meningkat sebesar 0,31 persen. Pada tahun 2009 rata – rata pengeluaran wisman per hari mengalami penurunan dari USD 1.105 menjadi USD 995 dan rata-rata lama tinggal per kunjungan wisman turun dari 8,5 hari menjadi 7,6 hari. Sementara itu, Jumlah pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) meningkat dari 225,04 juta perjalanan pada tahun 2008 menjadi 229,95 juta perjalanan pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 2,18 persen. Pengeluaran wisnus meningkat dari Rp. 123,17 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp. 128,77 triliun pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 4,55 persen. Pada tahun 2010 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia diperkirakan mencapai 6,75 juta orang dengan jumlah devisa yang dihasilkan sekitar USD 6,75 miliar. Namun pencapaian tersebut belum diimbangi oleh kondisi daya saing pariwisata Indonesia di tingkat global. Pada tahun 2009, peringkat peringkat daya saing pariwisata Indonesia berada diposisi 81 dari 133 negara, atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan peringkat tahun 2008 yang berada di posisi 80 dari 133 negara. Pembangunan pemuda dan olahraga selama tahun 2009 telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini ditunjukkan antara lain, dengan semakin meningkatnya keserasian kebijakan pembangunan pemuda dengan disahkannya UndangUndang No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, serta meningkatnya prestasi olahraga yang ditandai dengan naiknya peringkat Indonesia pada kejuaraan SEA Games dari peringkat 4 pada tahun 2007 menjadi peringkat 3 pada tahun 2009. Pada tahun 2010 I.2-28
diperkirakan akan dapat diselesaikan: (1) penyusunan draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) sebagai turunan dari UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan; (2) penyusunan naskah kebijakan revitalisasi gerakan kepanduan; (3) pengembangan sentra pemberdayaan pemuda; (4) peningkatan apresiasi dan penghargaan kepada pelatih, mantan atlet, dan atlet yang berprestasi di tingkat internasional dan regional; dan (5) persiapan penyelenggaraan SEA Games XXVI tahun 2011 dan ASEAN Para Games VI tahun 2011 di Indonesia Kehidupan beragama telah menunjukkan perbaikan sejak dibentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) tahun 2006 di tingkat provinsi, dan beberapa kabupaten/kota, serta di tingkat kecamatan. Hal ini diperlihatkan dengan intensitas aktivitas keagamaan dan semangat kerjasama lintas agama. Hingga tahun 2009 telah dibentuk 392 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Di samping itu, dalam rangka meningkatkan kualitas manajemen ibadah haji ini telah dilakukan perbaikan pelayanan terhadap jemaah haji, dari mulai penyempurnaan sistem pendaftaran haji, perbaikan pelayanan pemondokan, transportasi, dan katering di Arab Saudi. Termasuk juga upaya memperpendek jarak tempuh penerbangan secara langsung ke Madinah. Dilakukan juga upaya efisiensi biaya perjalanan ibadah haji (BPIH). Pada tahun 2005, BPIH sebesar Rp. 722,3 ribu. Pada tahun berikutnya, 2006-2007, terjadi penurunan berturut-turut menjadi Rp. 466 ribu dan Rp. 401,0 rupiah. Setelah sempat naik lagi pada tahun 2008 menjadi Rp. 501,0 ribu, namun dapat kembali diefisienkan menjadi sangat rendah pada tahun 2009 menjadi sebesar Rp. 100,0 ribu. Sedangkan komponen BPIH dalam bentuk US Dollar memang terjadi peningkatan dari mulai USD 2,632.44 pada tahun 2005 menjadi 3,243.0 pada tahun 2009. Hal ini disebabkan dengan adanya biaya tranportasi udara yang dari tahun ke tahun terus naik. Pembangunan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan telah berhasil meningkatkan akses yang memadai serta adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta turut mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan. Keberhasilan ini ditunjukkan antara lain oleh Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender-related Development Index (GDI) yang meningkat dari 0,721 pada tahun 2005 menjadi 0,726 pada tahun 2007 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measurement (GEM) yang meningkat dari 0,597 pada tahun 2004 menjadi 0,621 pada tahun 2007. Di samping itu terladi peningkatan akses lapangan kerja bagi perempuan yang ditunjukkan oleh penurunan angka pengangguran terbuka perempuan dari 13,7 persen pada tahun 2006, menjadi 8,8 persen pada tahun 2009. Dalam jabatan publik, terdapat peningkatan partisipasi perempuan selama kurun waktu tiga tahun terakhir, terutama dari partisipasinya dalam pengambilan keputusan di lembaga pemerintah. Demikian juga di bidang politik, partisipasi perempuan di lembaga legislatif meningkat dari 11,3 persen pada tahun 2004 menjadi 17,9 persen pada tahun 2009. Demikian pula, anggota DPD perempuan meningkat dari 19,8 persen pada tahun 2004 menjadi 27,3 persen pada tahun 2009. Perkiraan pencapaian pada tahun 2010 adalah tersusunnya kebijakan pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di bidang pendidikan, kesehatan, politik dan pengambilan keputusan, dan ketenagakerjaan; kebijakan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan, perlindungan tenaga kerja perempuan, dan korban perdagangan orang; serta tersusunnya I.2-29
kebijakan penyusunan data gender dan terfasilitasinya kementerian/lembaga dalam penyusunan data gender. Pembangunan perlindungan anak ditujukan untuk memenuhi hak-hak anak Indonesia. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak mencakup anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan meliputi hak-hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan, serta mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan, perdagangan anak, eksploitasi, dan diskriminasi. Dengan demikian, upaya pemenuhan hak-hak anak terkait dengan berbagai bidang pembangunan. Pembangunan perlindungan anak yang dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dalam mewujudkan dunia yang layak bagi seluruh anak Indonesia. Dalam rangka memberikan pelayanan bagi anak dan perempuan korban kekerasan, penelantaran, eksploitasi, dan diskriminasi, terdapat peningkatan jumlah lembaga pelayanan baik yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta/masyarakat. Untuk melayani laporan/pengaduan kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak telah tersedia Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) sebanyak 305 buah di tingkat Polres yang tersebar di seluruh Indonesia (data Mabes Polri tahun 2008) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 17 provinsi dan 76 kabupaten/kota (data Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, Juli 2009). Selain itu, telah dikembangkan pula mekanisme pengaduan bagi anak melalui telepon yang disebut Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 di tujuh kota. Selanjutnya, telah terbentuk pula gugus tugas penanganan anak korban perdagangan orang pada tingkat nasional yang berfungsi untuk mengkoordinasikan dan mendorong pemberantasan perdagangan orang (termasuk perdagangan anak) serta telah disusun standar operasional prosedur pemulangan korban perdagangan anak, baik di dalam negeri maupun antarnegara. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi perempuan dan anak korban kekerasan, sampai akhir 2008 terdapat 20 Pusat Krisis Terpadu (PKT) di Rumah Sakit Umum Daerah (data Departemen Kesehatan) dan 43 Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di Rumah Sakit Bhayangkara yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia (data Mabes Polri). Selanjutnya, untuk membantu anak korban kekerasan dalam pemulihan psikososial dan perlindungan kondisi traumatis, data Departemen Sosial menunjukkan bahwa hingga awal tahun 2009 sudah terdapat sekitar 29 Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) di 23 provinsi dan 15 Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA). Perkiraan pencapaian pada tahun 2010 adalah tersusunnya suatu kebijakan penghapusan kekerasan pada anak, terfasilitasinya satu kementerian/lembaga dan 5 provinsi tentang penghapusan kekerasan pada anak, dan terfasilitasinya satu kementerian / lembaga dan 2 provinsi tentang penyusunan data anak korban kekerasan. 2. Masalah dan Tantangan Pokok Tahun 2011 Peningkatan kesejahteraan rakyat menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun juga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu tantangan utama pembangunan tahun 2011 adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang mampu menciptakan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Oleh I.2-30
karena pembangunan ekonomi yang pro poor, pro job, dan pro growth perlu untuk terus dilaksanakan. Tantangan utama kedua adalah membangun tatakelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengeluaran pemerintah. Tantangan utama ketiga adalah meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah. Tantangan ketiga ini perlu diwaspadai karena setelah desentralisasi dan otonomi daerah dilaksanakan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah juga berubah. Sekarang pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengelola pembangunan dan menyediakan pelayanan bagi masyarakat didaerahnya masing-masing termasuk menetapkan regulasi. Hal ini dapat mengakibatkan upaya yang diprakarsai pemerintah pusat tidak seirama dengan upaya yang dilakukan pemerintah daerah, demikian juga antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Ketiga tantangan utama tersebut akan mewarnai pelaksanaan prioritas nasional yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014. Pada bagian berikut akan diuraikan rincian tantangan utama ini dan tantangan lainnya dalam masing-masing prioritas. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintah memandang bahwa pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tata kelola memiliki peran strategis untuk mendukung efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Namun demikian, pemerintah menyadari masih terdapat berbagai permasalahan yang terkait dengan kelembagaan, SDM aparatur, pelayanan publik, otonomi daerah, sistem kependudukan, regulasi dan penegakan hukum. Pada aspek kelembagaan, masih dijumpai bahwa kelembagaan yang ada belum mencerminkan kebutuhan dan tuntutan kinerja yang optimal. Secara keseluruhan, kelembagaan masih memperlihatkan karakter kaya struktur miskin fungsi, dan tumpang tindih tupoksi baik intern instansi maupun antar instansi sering terjadi. Hal ini menyulitkan koordinasi, mengurangi akuntabilitas, dan membebani anggaran. Aspek sumber daya manusia (SDM) aparatur, masih belum sepenuhnya terwujud SDM aparatur yang profesional, netral dan sejahtera, yang antara lain disebabkan belum diterapkannya secara baik dan konsisten sistem merit. Pelayanan publik juga belum sepenuhnya dapat diselenggarakan secara berkualitas sesuai harapan masyarakat, dan manajemen pelayanannya belum dikelola secara profesional sesuai standar pelayanan yang bermutu. Penerapan e-government untuk mendukung transparansi dan akuntabilitas, termasuk di dalamnya pengembangan e-procurement, masih terbatas pada lingkungan instansi pemerintah. Tantangan pokok yang dihadapi ke depan, adalah melanjutkan penataan kelembagaan secara bertahap pada seluruh instansi khususnya kementerian dan lembaga di pusat, sebagai upaya mewujudkan sosok organisasi birokrasi yang mencerminkan structure follow function, proporsional, efektif, dan efisien. Hal ini sebagai implementasi dari Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (GDRBN). Selanjutnya akan didukung pula dengan pemantapan pelaksanaan sistem merit dalam manajemen kepegawaian, disertai dengan sistem reward and punishment yang adil dan berbasis kinerja. Sedangkan tantangan pokok untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, adalah penyelenggaraan pelayanan publik secara cepat, pasti, murah, dan tidak diskrimiatif melalui pengembangan manajemen pelayanan yang profesional, sumber daya manusia yang inovatif dan didukung pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) melalui perluasan e-government.
I.2-31
Pada aspek otonomi daerah, banyaknya usulan pembentukan daerah otonom baru merupakan permasalahan yang masih dihadapi, apabila pembentukan daerah baru tersebut berdampak menurunnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemampuan daerah untuk menyerap dana perimbangan yang telah dialokasikan, pada umumnya masih rendah. Demikian pula efektivitas dan akuntabilitas penggunaan dana perimbangan daerah masih harus ditingkatkan. Sistem administrasi kependudukan secara nasional masih harus dibenahi mengingat masih terdapat kelemahan dalam pendataan penduduk secara akurat dan valid. Kesadaran masyarakat umumnya masih rendah untuk melaporkan perubahan atas peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk dan keluarganya. Oleh karena itu, tantangan pokok ke depan, adalah perlu adanya kebijakan yang ketat atas usulan pembentukan daerah otonom yang baru. Sistem pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintahan daerah perlu ditingkatkan, termasuk juga peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana perimbangan untuk kepentingan pembangunan daerah. Tantangan lainnya ke depan, adalah penetapan Grand Design Sistem Administrasi Kependudukan dengan elemen utama Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pengembangan Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan (SIAK) dengan aplikasi pada Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hal ini karena masih terbatasnya cakupan kabupaten/kota dalam penerapan SIAK on-line untuk pelayanan publik, serta belum tersambungnya jaringan komunikasi data (on-line system) dari kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Selanjutnya, peraturan perundang-undangan Indonesia masih memerlukan pembenahan mengingat masih banyak ditemui peraturan perundang-undangan bermasalah maupun diindikasikan tidak harmonis, tumpang tindih, inkonsisten, multitafsir, sulit diterapkan, menimbulkan biaya tinggi dan menciptakan hambatan kegiatan pembangunan (bottleneck). Perhatian terutama diarahkan pada peraturan daerah yang masih menimbulkan banyak permasalahan terutama yang mengatur pajak dan retribusi daerah. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam rangka pembangunan hukum adalah masih rendahnya kinerja instansi penegak hukum di Indonesia, yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat dan instansi hukum sangat rendah. Adanya penyalahgunaan kewenangan dan praktek korupsi di lingkungan aparat hukum yang disebabkan karena masih belum tingginya integritas dan profesionalisme aparat hukum. Selain itu, adanya tuntutan masyarakat agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif menuntut agar aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tidak hanya memperhatikan unsur legalitas saja akan tetapi juga harus memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Pendidikan Peningkatan akses masyarakat terhadap pendidikan telah meningkat yang ditunjukkan dengan angka partisipasi pendidikan. Namun, masih ada sebagian anak yang belum pernah terlayani oleh oleh sistem pendidikan, putus sekolah, atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs/SMPLB/Paket B, baik karena kendala geografis maupun biaya. Demikian pula, belum semua lulusan SMP/MTs tertampung dalam jenjang pendidikan menengah. Sementara itu urusan pendidikan dalam jajaran pemerintah telah terbagi atas urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah I.2-32
kabupaten/kota. Sedangkan lembaga pendidikan ada yang diselenggarakan oleh pemerintah ada juga oleh swasta. Dengan kompleksitas sistem pendidikan yang demikian menuntut perhatian yang serius dalam menciptakan sinergi dari berbagai upaya yang dilakukan. Untuk itu diperlukan adanya rancangan (disain) pengembangan kerjasama baik antara pemerintah dan swasta maupun kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Tantangan berikutnya adalah menyusun dan menerapkan strategi penurunan disparitas pendidikan antarwilayah. Peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya tergantung pada sisi penyelenggara pendidikan tetapi juga kemampuan peserta didik menerima dan mengembangkannya. Kebanyakan paserta didik khususnya tingkat dasar berasal dari keluarga menengah ke bawah yang berpotensi mengalami kekurangan gizi. Untuk itu tantangan tahun 2011 adalah menyusun disain sinergi antara pusat dan daerah dalam memberikan makanan tambahan bagi anak sekolah (PMTAS) dan bantuan operasional sekolah (BOS). Selain akses dan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan masih rendah. Lulusan sekolah kejuruan dan perguruan tinggi vokasional belum diberikan bekal watak yang baik dan keterampilan dasar yang memadai yang memungkinkan lulusan bekerja dan berkembang secara lebih luwes sesuai dengan tuntutan lapangan kerja yang berkembang, seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Keterampilan dasar yang dimaksud meliputi kemampuan berpikir analitis atau kemampuan kognitif, dan kemampuan berkomunikasi serta kemampuan untuk bekerja dalam tim (soft skills), sesuai dengan standar menurut jenjang pendidikannya. Tantangan lainnya di bidang pendidikan adalah rancangan materi pendidikan agar mampu membangun karakter bangsa, meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama, serta mampu mengembangkan pribadi dan akhlak peserta didik. Selain itu, pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu menumbuhkan jiwa, sikap, serta kemampuan berpikir analitis, berkomunikasi efektif, bekerjasama dalam tim, dan kewirausahaan. Selanjutnya, angka partisipasi jenjang pendidikan tinggi yang terus meningkat dari tahun ke tahun masih belum sepenuhnya mampu menghasilkan lulusan dengan kualitas dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Pada tingkat mahasiswa, pencapaian Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) merupakan indikator kualitas hasil pembelajaran. Indikator ini hanya dapat digunakan sebagai alat ukur di tingkat perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak dapat digunakan untuk perbandingan kualitas hasil pembelajaran antar Perguruan Tinggi. Selanjutnya, proporsi guru yang memenuhi kualifikasi akademik masih perlu terus ditingkatkan. Selain itu, pemanfaatan guru belum sepenuhnya optimal yang diakibatkan, antara lain, oleh distribusi guru yang masih belum merata. Distribusi yang tidak merata berdampak pada terjadinya inefisiensi penyediaan guru. Demikian pula, satuan pendidikan di daerah perkotaan mengalami kelebihan guru, tetapi satuan pendidikan di daerah terpencil banyak mengalami kekurangan guru. Distribusi yang tidak merata berakibat pada bervariasinya beban mengajar guru di daerah perkotaan, perdesaan dan daerah terpencil.
I.2-33
Kesehatan dan Kependudukan Akses dan kualitas pelayanan kesehatan masih rendah. Di samping berbagai pencapaian di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, dijumpai pula beberapa permasalahan ke depan yang memerlukan perhatian, antara lain sebagai berikut: (1) masih rendahnya status kesehatan dan gizi masyarakat, terutama pada kelompok ibu dan anak; (2) terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada kelompok penduduk miskin, daerah tertinggal, terpencil dan daerah perbatasan; (3) masih lebarnya kesenjangan status kesehatan dan gizi masyarakat antarwilayah dan antartingkat sosial ekonomi; (4) masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular, serta rendahnya kondisi kesehatan lingkungan; (5) masih terbatasnya jumlah, jenis, kualitas serta penyebaran sumberdaya manusia kesehatan, dan belum optimalnya dukungan kerangka regulasi ketenagaan kesehatan; (6) masih terbatasnya ketersediaan, keterjangkauan, penggunaan dan mutu obat, serta belum optimalnya pengawasan obat dan makanan; (7) masih terbatasnya pembiayaan kesehatan untuk menjamin perlindungan kesehatan masyarakat; (8) masih belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan; dan (9) belum efektifnya manajemen dan informasi pembangunan kesehatan, termasuk dalam pengelolaan administrasi, hukum, dan penelitian pengembangan kesehatan. Untuk itu dibutuhkan upaya untuk meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah. Dengan demikian tantangannya adalah menyusun pengembangan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan layanan kesehatan serta antara pemerintah pusat dan daerah. Juga diperlukan adanya strategi penurunan disparitas pembangunan kesehatan antar wilayah serta rancangan koordinasi pemberian bantuan operasional kesehatan (BOK). Permasalahan yang dihadapi pembangunan bidang kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah (1) masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah pertambahan penduduk; (2) masih tingginya disparitas angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) antarprovinsi serta disparitas menurut tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan, dan wilayah perdesaan-perkotaan; (3) masih rendah dan tidak signifikannya kenaikan pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR), serta masih tingginya disparitas antarprovinsi; (4) masih kurang efektifnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP); (5) masih rendahnya peserta KB pria; (6) masih tingginya kebutuhan berKB yang tidak/belum terpenuhi (unmet need), dengan disparitas unmet need yang tinggi baik antarprovinsi, antartingkat pendidikan, maupun antarwilayah perdesaan-perkotaan; (7) masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran remaja dan pasangan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi; (8) belum optimalnya pembinaan dan kemandirian peserta KB; (9) masih terbatasnya kapasitas kelembagaan Program KB; (10) masih belum sinergisnya kebijakan pengendalian penduduk; dan (11) masih terbatasnya ketersediaan dan kualitas data dan informasi kependudukan. Tantangan ke depan adalah mengendalikan kuantitas penduduk melalui angka kelahiran (TFR) yang merupakan faktor dominan dalam mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah pertambahan penduduk di Indonesia dengan meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan KB melalui klinik pemerintah dan swasta guna meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi (CPR).
I.2-34
Penanggulangan Kemiskinan Permasalahan dan tantangan dalam penanggulangan kemiskinan dalam tahun 2011, diantaranya adalah: (1) masih belum berkembangnya iklim usaha yang kondusif di daerah, sehingga belum mampu menarik investasi lokal serta belum meluasnya budaya usaha di masyarakat, yang berakibat pada belum optimalnya kesempatan usaha ekonomi untuk peningkatan pendapatan dan daya beli di daerah; (2) masih kurang efektifnya penyelenggaraan bantuan dan jaminan sosial, dan masih terbatasnya jumlah dan kapasitas sumber daya manusia, seperti tenaga lapangan yang terdidik dan terlatih serta memiliki kemampuan dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial. Permasalahan pada pelaporan dan pendataan jumlah korban akibat bencana yang disampaikan dari lokasi bencana seringkali kurang tepat dan akurat; (3) tingkat pemenuhan beberapa kebutuhan dasar (indikator kemiskinan non pendapatan) misalnya pada kecukupan pangan (kalori), layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi masih rendah, dan cukup timpang antar golongan pendapatan; (4) pemenuhan hak dasar terutama bagi masyarakat miskin dan termarjinalkan perlu diperluas agar pembangunan semakin inklusif dan berkeadilan; (5) masih banyaknya rumah tangga yang meskipun sudah meningkat kesejahteraannya, namun masih berada pada kelompok hampir miskin, sehingga rentan terhadap gejolak ekonomi dan sosial (bencana alam, gangguan iklim dan konflik sosial); (6) permasalahan kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan yang berbeda antara Jawa/Bali dengan daerah lainnya, sehingga memerlukan penanganan yang berbeda; dan (7) masih kurang optimalnya pelibatan masyarakat terutama masyarakat miskin dalam pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan. Khusus untuk UMKM, tantangan yang dihadapi utamanya adalah (a) akses UMKM kepada sumber permodalan masih terbatas; (b) Kualitas sumber daya manusia UMKM umumnya masih rendah; dan (c) Kinerja koperasi masih belum menunjukkan perbaikan. Ketahanan Pangan Pada tahun 2011, pembangunan ketahanan pangan akan menghadapi beberapa permasalahan, terutama yang terkait dengan lahan pertanian, infrastruktur pertanian dan perdesaan, penelitian dan pengembangan pertanian, investasi dan pembiayaan pertanian, pangan dan gizi, serta perubahan iklim. Lahan, pengembangan kawasan, dan tata ruang. Kuantitas dan kualitas sumberdaya alam, terutama lahan, air, dan kelautan semakin menurun dari waktu ke waktu. Alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain sangat berpotensi dalam menekan dan mengurangi ketersediaan luas lahan untuk komoditas pangan. Selain itu, deforestasi, degradasi lahan, overfishing, dan penurunan kualitas tambak akan pula menyebabkan penurunan kualitas lahan dan dukungan ketersediaan air sehingga akan menghambat upaya peningkatan produktivitas. Infrastruktur pertanian dan perdesaan. Dukungan infrastruktur pertanian, perikanan, dan kehutanan masih perlu ditingkatkan. Selain isu belum memadainya sarana dan prasarana pertanian di wilayah produsen pangan, isu kerusakan infrastruktur yang sudah terbangun juga masih menjadi permasalahan pembangunan ketahanan pangan. Selain itu, sarana dan prasarana transportasi dan logistik masih memerlukan keberpihakan I.2-35
pemerintah agar distribusi bahan pangan antar waktu dan antar wilayah (connectivity) dapat terjamin secara baik. Penelitian dan pengembangan pertanian. Komponen penting yang harus menjadi perhatian utama dalam penelitian dan pengembangan pertanian adalah inovasi untuk meningkatkan kualitas produksi dan produktivitas. Mutu produksi pangan, pertanian, perikanan, dan kehutanan selama ini masih memerlukan upaya keras untuk ditingkatkan, baik untuk memenuhi tuntutan konsumsi dalam negeri maupun standar perdagangan internasional. Selain itu, penyediaan benih unggul dan varietas bernilai tinggi juga masih memerlukan dukungan penuh dari hasil inovasi penelitian dan pengembangan pertanian. Investasi, pembiayaan, serta subsidi pangan dan pertanian. Ketersediaan dan keterjangkauan input produksi dan sarana perlu dijamin agar peningkatan produksi pangan dapat terus berkelanjutan. Skema dan mekanisme investasi dan pembiayaan pertanian masih perlu pembenahan dan pengembangan agar dapat dijangkau oleh masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan. Lebih lanjut, ketersediaan dan keterjangkauan input dan sarana produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan tetap memerlukan keberpihakan investasi dan pembiayaan publik, terutama melalui subsidi pemerintah. Pangan dan gizi. Penduduk dan daerah yang rentan terhadap rawan pangan masih relatif tinggi, baik dalam persentase maupun jumlahnya. Ketidakpastian produksi dan harga pangan dunia juga menuntut pemerintah untuk terus menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri. Selain itu, upaya percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat juga harus tetap menjadi penekanan pemerintah. Lebih lanjut, perbaikan sistem mutu, keamanan pangan, dan penanggulangan penyakit zoonosis juga masih akan menjadi permasalahan yang memerlukan perhatian. Perubahan iklim. Kemampuan penyediaan bahan pangan dari produksi dalam negeri terkendala pula oleh kondisi iklim dan cuaca. Perubahan iklim yang berpengaruh terhadap frekuensi dan intensitas bencana banjir dan/atau kekeringan sangat berpengaruh terhadap kemampuan produksi bahan pangan dalam negeri. Kapasitas mitigasi dan adaptasi pelaku pertanian, perikanan, dan kehutanan terhadap perubahan iklim perlu terus ditingkatkan agar dampak negatif akibat perubahan iklim dapat diminimalkan. Selain itu, pembangunan ketahanan pangan juga menghadapi tantangan pokok, yaitu: (i) semakin meningkatnya permintaan akan bahan pangan, (ii) tuntutan terhadap jaminan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dari produksi dalam negeri, (iii) nilai strategis untuk tetap menjaga stabilitas harga dan distribusi bahan pangan agar terjangkau oleh masyarakat, (iv) potensi pengembangan nilai tambah dan daya saing komoditas bahan pangan, serta (v) perlunya tetap mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan kapasitas petani/nelayan. Infrastruktur Pembangunan infrastruktur membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah terutama menyangkut tataruang dan pengadaan tanah. Untuk itu tantangan yang harus diselesaikan terlebih dahulu adalah penyusunan strategi dan koordinasi pengadaan tanah untuk infrastruktur serta penyelesaian RTRW. Permasalahan yang dihadapi antara lain: (1) belum selesainya seluruh peraturan perundang-undangan terutama dalam rangka penyiapan acuan pelaksanaan pembangunan daerah yaitu Perda RTRW Provinsi, I.2-36
Kabupaten, dan Kota, serta Perpres Kawasan Strategis Nasional (KSN) di sebagian besar daerah; (2) masih rendahnya pemahaman mengenai berbagai peraturan perundangan bidang penataan ruang baik di pusat maupun daerah serta kurangnya kapasitas kelembagaan penataan ruang di daerah yang berkaitan dengan pengendalian dan pengawasan; serta (3) belum adanya prosedur dan mekanisme dalam upaya sinergitas berbagai kegiatan sektor pembangunan seperti kehutanan, pertanian, pertambangan, transportasi, pengairan, penanaman modal, pertanahan, dan lain-lain. Sementara itu, tantangan yang dihadapi di tahun 2011 adalah: (1) banyaknya undang-undang sektoral yang harus disinkronkan dengan penataan ruang; (2) penetapan Perda RTRW; (3) penetapan Perda RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota perlu dipercepat untuk memberikan kepastian hukum bagi investasi di daerah; dan (4) perlunya sinkronisasi rencana pembangunan yang berdasarkan kepada RTRW. Pembangunan transportasi dalam rangka mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat sampai saat ini masih menghadapi permasalahan dan tantangan, antara lain: (a) Pelayanan transportasi saat ini belum mampu menawarkan solusi yang andal dalam menciptakan jaringan transportasi yang secara efektif dalam memenuhi kebutuhan akan pergerakan dan efisien dalam biaya transportasi, terutama untuk wilayah perkotaan; (b) Pemgembangan teknologi sistem dan pola transportasi masih belum mampu mengurangi hambatan-hambatan geografis, sehingga kebutuhan terhadap aksesibilitas pelayanan transportasi bagi masyarakat di perdesaan, perbatas, wilayah terpencil, pulau-pulau terluar dan terdepan belum terpenuhi; (c) Kompetensi dan jumlah SDM dan kinerja kelembagaan transportasi belum mampu memenuhi tuntutan dalam mewujudkan tata kelola standar pelayanan minimal ; (d) Masalah sosial dan lingkungan yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan; (e) sistem transportasi nasional belum sepenuhnya siap dalam menghadapi tuntutan kompetisi global yang semakin tinggi; (f) Koordinasi antara sektoral dan daerah belum berjalan secara optimal dalam mensinergikan pola transportasi yang selama ini masih parsial untuk mewujudkan “domectic connectivity” yang mendukung ketahan pangan dan distribusi hasil-hasil produksi masyarakat Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam upaya meningkatkan dukungan terhadap ketahanan pangan pada tahun 2011 antara lain: 1) belum optimalnya jaminan ketersediaan air irigasi; 2) belum optimalnya fungsi jaringan irigasi karena kerusakan akibat bencana alam dan rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan jaringan; 3) tingginya alih fungsi lahan pertanian produktif seiring dengan pesatnya pertumbuhan pemukiman dan berkembangnya pusat-pusat perekonomian; 4) belum optimalnya pengembangan jaringan rawa sebagai alternatif lahan irigasi baru; 5) partisipasi masyarakat petani masih rendah dan kinerja kelembagaan pengelolaan irigasi yang belum optimal; dan 6) dampak perubahan iklim yang mempengaruhi pola distribusi ketersediaan air. Selain itu, permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam upaya meningkatkan ketersediaan air baku yang salah satunya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi antara lain: 1) terkendalanya pelaksanaan pembangunan tampungan-tampungan air akibat terhambatnya proses pembebasan lahan; 2) tingginya laju sedimentasi pada tampungantampungan air, sungai dan saluran akibat kerusakan daerah tangkapan air, sehingga mengurangi tingkat keandalan pasokan air; 3) terbatasnya kapasitas, kuantitas dan kualitas SDM serta pendanaan untuk melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan tampungantampungan air. I.2-37
Permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi untuk meningkatkan dukungan infrastruktur sumber daya air terhadap prioritas nasional terutama dalam pengendalian banjir, antara lain: 1) tingginya tingkat kerusakan daerah tangkapan air dan perubahan iklim yang menyebabkan frekuensi dan intensitas bahaya banjir semakin meningkat; 2) pada daerah perkotaan, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya, banjir juga disebabkan oleh buruknya sistem drainase mikro dan pembuangan sampah di badan sungai; 3) tingginya eksploitasi air tanah yang menyebabkan penurunan muka tanah (land subsidence), sehingga meningkatkan resiko banjir; 4) terhambatnya pelaksanaan pembangunan prasarana pengendali banjir akibat lambatnya proses pembebasan tanah; 5) padatnya pemukiman dan aktivitas di bantaran sungai yang menghambat upaya pengendalian banjir; dan 6) dampak perubahan iklim yang menyebabkan kenaikan muka air laut, sehingga memicu terjadinya banjir rob/pasang air laut, abrasi pantai, dan gelombang pasang yang mengancam kawasan pantai Indonesia, terutama pada daerah yang menjadi pusat-pusat perekonomian, perkotaan, permukiman, dan industri. Meskipun upaya dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak telah dilakukan, namun sampai saat ini upaya tersebut masih belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, terutama MBR. Beberapa permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam pembangunan perumahan antara lain 1) terbatasnya akses MBR terhadap penguasaan dan legalitas lahan; 2) terbatasnya akses MBR terhadap pembiayaan perumahan; 3) kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman belum mantap; 4) pasar primer dan pembiayaan sekunder perumahan yang ada belum berjalan secara optimal; 5) efisiensi pembangunan perumahan masih rendah; serta 6) pemanfaatan sumberdaya perumahan dan permukiman yang belum optimal. Dalam pembangunan air minum dan sanitasi, permasalahan pokok yang dihadapi pada tahun 2011 adalah rendahnya akses masyarakat terhadap air minum dan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) yang secara umum diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain: 1) belum memadainya perangkat peraturan; 2) terbatasnya penyedia layanan yang kredibel dan profesional; 3) belum optimalnya sistem perencanaan; dan 4) terbatasnya ketersediaan pendanaan. Permasalahan pembangunan komunikasi dan informatika yang dihadapi pada tahun 2011 adalah (1) belum meratanya penyediaan akses komunikasi dan informatika, serta sangat terbatasnya pengembangan infrastruktur broadband nasional; (2) belum optimalnya pemanfaatan spektrum frekuensi radio yang terlihat dari masih banyaknya penggunaan spektrum frekuensi radio secara ilegal, padahal di sisi lain kebutuhan akan spektrum frekuensi radio sangat tinggi; (3) masih tingginya ketergantungan terhadap industri luar negeri dan teknologi proprietary; (4) belum optimalnya kerja sama dengan pemerintah daerah yang di antaranya terlihat dari kasus perobohan menara seluler di beberapa daerah sehingga menyebabkan rendahnya kualitas dan bahkan menghilangnya layanan telekomunikasi seluler kepada masyarakat setempat; (5) meningkatnya cyber crime di dunia perbankan dan penyalahgunaan TIK yang menimbulkan keresahan di masyarakat seperti penipuan, pencurian identitas, terorisme, dan pornografi; dan (6) rendahnya tingkat eliterasi. Adapun tantangan yang dihadapi pada tahun 2011 adalah konvergensi telekomunikasi, informatika, dan penyiaran yang semakin nyata sehingga harus segera I.2-38
diantisipasi melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, kelembagaan, dan struktur industri. Pada tahun 2011 pembangunan energi dan ketenagalistrikan diperkirakan masih menghadapi beberapa permasalahan, yaitu (1) bauran energi (energy mix) masih belum optimal sehingga masih adanya ketergantungan pada energi fosil/konvensional; (2) pasokan energi terbatas (jumlah, kualitas dan keandalan); (3) kondisi sistem transmisi interkoneksi masih belum andal dengan tingkat susut (losses) masih di atas 10 persen; (4) teknologi dan pendanaan didominasi asing mengingat keterbatasan dana; (5) ketergantungan dengan teknologi asing mengingat prasarana energi merupakan padat teknologi; (6) regulasi yang masih perlu disempurnakan sejalan dengan konsistensi kebijakan; (7) kebijakan harga (pricing policy) masih belum tepat; (8) efisiensi dan konservasi energi masih belum berjalan dengan baik; (9) belum optimalnya parsitipasi pemerintah daerah dan swasta dalam pemenuhan kebutuhan energi. Iklim Investasi dan Iklim Usaha Kondisi perekonomian dunia pada tahun 2011 diperkirakan sudah akan membaik karena dampak resesi global sudah mereda. Namun demikian upaya peningkatan daya tarik investasi di Indonesia masih menghadapi masalah antara lain: keterbatasan dalam penyediaan infrastruktur; ketersediaan energi; sistem informasi dan perijinan yang masih perlu disederhanakan; belum optimalnya harmonisasi, dan sinkronisasi berbagai perangkat peraturan pusat dan daerah; serta penyebaran investasi yang belum merata. Hal tersebut menandakan belum kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Meskipun upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan perijinan dasar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari cakupan pelayanan perijinan investasi terus dilakukan, namun masih ditemukan beberapa permasalahan dalam pelayanan perijinan. Berdasarkan hasil survei Peringkat Kualitas Pelayanan Penanaman Modal di 291 Kabupaten/Kota pada tahun 2009, Kerjasama antara Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), terhadap para pelaku usaha dan aparat Pemerintah Daerah ditemukan permasalahan dalam pelayanan perijinan, yaitu terkait dengan waktu, biaya, prosedur dan persyaratan yang sulit. Baik dari aspek waktu maupun biaya untuk mendapatkan perijinan dasar, ditemukan ada lebih dari 20 persen pelaku usaha menyatakan bahwa waktu dan biaya lebih besar dibandingkan dengan yang dijanjikan oleh Pemda. Hanya sekitar 2 persen pelaku usaha yang menyatakan waktu untuk mendapatkan perijinan dasar lebih cepat dari peraturan resmi atau yang dijanjikan oleh Pemda. Disamping itu, proses ekspor dan impor di Indonesia masih memerlukan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk melakukan ekspor di Indonesia adalah 21 hari; padahal negara Singapura, Thailand, dan Malaysia dapat memproses ekspor selama berturut-turut 5, 14, dan 18 hari. Dilain pihak, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan importasi di Indonesia adalah 27 hari; sedangkan Singapura, Thailand, dan Malaysia hanya membutuhkan waktu sebanyak 3, 13, dan 14 hari (Sumber: Doing Business 2010, Bank Dunia). Di sisi lain, hasil survei yang dilakukan oleh Bappenas (2008) menyatakan bahwa prosedur ekspor dan impor merupakan salah satu faktor penentu bagi pengusaha untuk melakukan investasi di Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, 27,9 I.2-39
persen dari keputusan berinvestasi ditentukan oleh kemudahan dan kecepatan proses ekspor dan impor. Permasalahan penting lainnya adalah belum terintegrasinya jaringan logistik domestik yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya biaya distribusi dan logistik di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2007, peringkat Logistics Performance Index (LPI) untuk Indonesia adalah pada posisi 43 dari 150 negara. Bahkan, di tahun 2010, peringkat LPI Indonesia menurun menjadi 75. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja logistik nasional masih perlu untuk ditingkatkan, agar dapat meningkatkan daya saing dunia usaha nasional di pasar global. Dampak dari iklim investasi yang belum kondusif, menyebabkan penurunan realisasi investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan penurunan daya serap tenaga kerja sehingga belum mampu mendorong penciptaan kesempatan kerja formal lebih luas. Hal sebaliknya juga terjadi, yaitu iklim ketenagakerjaan menjadikan iklim investasi yang tidak kondusif. Peraturan ketenagakerjaan dalam UU. No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, merupakan salah satu sebab yang masih menjadi kendala untuk dunia usaha. Pemahaman masyarakat khususnya serikat pekerja tentang UU. No. 13 tahun 2003 ini, telah memberikan makna yang menyebabkan kesalahpahaman tentang maksud Pemerintah untuk menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan. Hingga saat ini, penyempurnaan UU tersebut belum dapat dipahami oleh kalangan serikat pekerja. Berkaitan dengan itu, beberapa peraturan seperti pesangon, pekerja kontrak/outsourcing perlu disempurnakan. Untuk pesangon, dalam UU Nomor 13 tersebut, ketentuan besarnya pesangon merupakan yang tertinggi dibandingkan ketentuan pesangon dari negara-negara lain, seperti Malaysia, Vietnam, dan China. Peraturan lain yang memerlukan penyempurnaan adalah mengenai prosedur dalam penetapan upah minimum, yang hingga saat ini masih membuahkan perdebatan diantara kalangan serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Keinginan untuk mengaitkan antara upah dengan memperhatikan aspek produktivitas masih mengalami kendala untuk mewujudkannya. Aspek lain yang memerlukan penyempurnaan dalam UU Ketenagakerjaan mengenai pengaturan tenaga kerja kontrak atau outsourcing. Kurangnya pemahaman mengenai outsourcing yang sebenarnya telah menyebabkan permasalahan tersendiri. Sampai dengan akhir tahun 2009, upaya untuk menyempurnakan peraturan tersebut belum dapat direalisasikan. Tahun 2010, rancangan amandemen UU No. 13 tahun 2003 ini ditargetkan dapat diselesaikan, sehingga tahun 2011, mulai di lakukan sosialisasi amandemen UU tersebut. Energi Permasalahan dan tantangan pokok sektor energi timbul karena adanya laju pertumbuhan peningkatan permintaan energi akibat kegiatan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk, yang melebihi laju pertumbuhan pasokan energi. Selain itu kondisi geografis negara kepulauan, yang terdiri atas belasan ribu pulau besar dan kecil, serta luasnya wilayah nusantara, mempengaruhi tingkat pelayanan, efisiensi dan keandalan sistem penyediaan dan penyaluran energi di seluruh Indonesia. Permasalahan dan tantangan pokok lainnya adalah ketergantungan terhadap impor BBM yang terlalu tinggi disebabkan oleh karena infrastrukur kilang minyak masih sangat terbatas kapasitasnya. Saat ini, terdapat 10 (sepuluh) kilang minyak yang beroperasi, baik I.2-40
yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) maupun oleh badan usaha swasta, dengan total kapasitas pengolahan sebesar 1,156 juta barel per hari. Karena konfigurasinya, tidak semua kilang yang ada dapat memproses minyak mentah dari dalam negeri dan hanya dapat memproses minyak mentah impor. Saat ini sekitar 48,4 persen energi yang dikonsumsi secara nasional berasal dari minyak bumi, sedangkan pemanfaatan sumber energi selain minyak bumi, seperti gas bumi, batubara, dan EBT masih terbentur oleh berbagai hal. Gas bumi belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Saat ini pemanfaatan gas untuk dalam negeri masih terkendala oleh kontrak-kontrak jangka panjang dari Perjanjian Jual Beli Gas yang ditandangani sebelum diterbitkannya UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dimana sebagian besar gas ini diekspor. Pemanfaatan gas untuk dalam negeri juga terkendala oleh terbatasnya infrastruktur di dalam negeri, seperti terminal penyimpan, jaringan transmisi dan distribusi gas, dan sebagainya. Demikian juga halnya pemanfaatan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mengahadapi kendala keterbatasan infratruktur, baik berupa pelabuhan maupun jaringan pengangkut batubara. Energi panas bumi, walaupun merupakan salah satu EBT bersih lingkungan. Pengembangan panas bumi, menurut UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi, diserahkan kepada Pemerintah Daerah, dan hal ini menuntut ditingkatkannya kemampuan aparat Pemerintah Daerah. Untuk mengembangkan energi nuklir, kendala terbesar yang dihadapai adalah kekhawatiran masyarakat terhadap pengelolaan limbah uranium, disamping dibutuhkannya nilai investasi yang tinggi, dan teknologi tinggi maupun kesiapan sumber daya manusia. Demikian pula halnya dengan energi surya yang sampai saat ini belum dapat berkembang menjadi salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan secara masal. Hal ini disebabkan oleh karena biayanya yang relatif masih tinggi. Meskipun telah banyak kemajuan dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam penyediaan dan pemanfaatan energi, inefisiensi masih tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya angka elastisitas energi, dan intensitas energi nasional, yakni sekitar 400 SBM/juta US$ PDB (2008), melebihi angka-angka intensitas energi negara-negara di Asean, seperti Malaysia (335 SBM/juta US$ PDB), dan jauh diatas rata-rata negara maju yang tergabung dalam OECD (136 SBM/juta US$ PDB). Inefisiensi terutama terjadi dalam pemakaian BBM di sektor transportasi perkotaan yang disebabkan oleh belum melembaganya layanan sistem transportasi umum masal. Walaupun dirancang untuk menyediakan energi yang terjangkau oleh masyarakat luas, subsidi harga BBM/LPG dan listrik ikut menyumbang terhadap inefisiensi dan pemborosan penggunaan energi – tidak mendorong prakarsa masyarakat untuk melakukan penghematan energi. Disamping menyumbang terhadap pemborosan, subsidi harga BBM juga melemahkan upaya penggunaan energi alternatif selain BBM. Harga energi non-BBM menjadi tidak lagi kompetitif, jauh diatas harga energi BBM bersubsidi. Hal ini berdampak terhadap tidak berkembangnya pengusahaan EBT, seperti tenaga surya, angin, BBN, dan sebagainya. Konsumsi energi yang inefisien juga berdampak kepada laju peningkatan emisi karbondioksida (CO2). Saat ini emisi CO2 dari sektor energi menyumbang sekitar 14% dari total emisi CO2 secara nasional, kedua sesudah emisi yang bersumber dari deforestasi. Disamping itu, kepedulian masyarakat dunia terhadap fenomena perubahan iklim global I.2-41
semakin tinggi, namun upaya-upaya mitigasi dari fenomena perumbahan iklim ini, yakni penurunan emisi CO2 di tingkat nasional melalui pemanfaatan jenis bahan bakar dan teknologi bersih/ramah lingkungan, masih dalam taraf awal dan belum membuahkan konsensus yang melembaga. Disamping inefisiensi, penyediaan energi final, terutama listrik dan BBM, juga terkendala oleh terbatasnya tingkat pelayanan infrastruktur energi, seperti fasilitas produksi, pengolahan, pengangkutan dan distribusi terutama didaerah-daerah perdesaan, terpencil, dan perbatasan. Hal ini mengakibatkan ongkos penyediaan energi menjadi tinggi serta harga energi yang harus dibeli masyarakat menjadi mahal, dan akhirnya akses masyarakat terhadap energi menjadi terkendala. Rendahnya akses akan energi ditunjukkan oleh rendahnya konsumsi energi per kapita, yakni sekitar 0,467 SBM. Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Beberapa permasalahan dan tantangan pokok yang dihadapi dalam upaya penyediaan informasi terkait dengan perubahan iklim adalah: kurang optimalnya kinerja operasional Sistem Peringatan Dini; kurangnya kalibrasi peralatan operasional secara periodik berdasarkan ketentuan dalam operasional peralatan; kurang optimalnya Sistem Peringatan Dini Cuaca, Iklim dan Tsunami serta Pusat Peringatan Dini Badai (TCWC); belum berlakunya Undang-Undang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika dan Peraturan Pemerintah dari UU tersebut; semakin kritisnya masyarakat terhadap fenomena alam sehingga menuntut pelayanan yang semakin cepat, tepat dan akurat, terutama aspek dari perubahan iklim; dan terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) di bidang teknis untuk mendukung operasional dan pemeliharaan peralatan serta SDM untuk melaksanakan penelitian dan pengembangan, baik di kantor pusat maupun daerah. Sedangkan masalah dan tantangan yang lainnya yang dihadapi antara lain adalah: bertambahnya lahan kritis, perlunya koordinasi dalam pengelolaan hutan, konservasi dan kerusakan hutan dan lahan, pengawasan pemanfaatan ruang, serta pengelolaan terumbu karang, lamun dan mangrove. Masalah dan tantangan pokok pengendalian kerusakan lingkungan pada tahun 2011 adalah tingkat pencemaran terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayatinya sudah melebihi baku mutu lingkungan, rendahnya kapasitas sumber daya manusia dan institusi pengelola, (iii) masih rendahnya kesadaran masyarakat, pendekatan pelaksanaan pembangunan yang kurang berwawasan lingkungan, kebijakan pengelolaan keanekaragaman hayati yang belum terpadu, serta potensi timbulnya konflik antar daerah dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA Masalah dan tantangan pokok dalam membangun sistem peringatan dini adalah penyediaan sistem informasi yang cepat perlu ditingkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, masih rendahnya kapasitas sumber daya manusia dan institusi pengelola, serta ketersediaan sistem data dan informasi. Masalah dan tantangan pokok dalam penanggulangan bencana adalah pelaksanaan tanggap darurat dan penanganan korban bencana alam dan kerusuhan sosial yang terkoordinasi, efektif dan terpadu, pembentukan dan penguatan kapasitas kelembagaan bencana di daerah sampai dengan tingkat kabupaten/kota, peningkatan kapasitas penanganan kedaruratan Satuan Reaksi Cepat-Penanggulangan Bencana yang dilengakapi I.2-42
dengan peralatan dan perlengkapan yang memadai, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana yang sinergis antara pusat dan daerah dalam sistem perencanaan pembangunan daerah, serta penguatan jaringan informasi dan komunikasi serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengurangi risiko bencana. Selain itu dalam pembangunan data dan informasi spasial akan dihadapi masalahmasalah, antara lain data dan informasi spasial belum memadai baik dalam kuantitas dan kualitas. Dari segi kuantitas, ketersediaan data dan informasi geospasial berupa peta rawan bencana belum mencakup seluruh wilayah rawan bencana. Sedangkan tantangan yang dihadapi dalam bidang data dan informasi spasial di tahun 2011adalah penyediaan peta rawan bencana bagi keperluan mitigasi bencana dalam proses perencanaan pembangunan nasional. Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik Berdasarkan perkiraan hasil capaian pada tahun 2010, beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kawasan perbatasan pada tahun 2011 antara lain : (1) Belum disepakatinya seluruhnya batas wilayah negara dan batas yurisdiksi dengan negara tetangga; (2) Masih maraknya kegiatan ilegal seperti penyelundupan, pencurian ikan, penebangan hutan illegal, dan perdagangan manusia yang terjadi di kawasan perbatasan; (3) Masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya di kecamatan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar; dan (4) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas infrastruktur yang menyebabkan sulit berkembangnya perekonomian wilayah Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan daerah tertinggal sebagai berikut: (1) Belum optimalnya pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan perekonomian daerah tertinggal; (2) Rendahnya kualitas SDM dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal, yang tercermin dari rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja, rendahnya derajat kesehatan masyarakat, dan tingginya tingkat kemiskinan; (3) Lemahnya koordinasi antarpelaku pembangunan di daerah tertinggal dan belum dimanfaatkannnya kerjasama antardaerah tertinggal pada aspek perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan pembangunan; (4) Belum optimalnya tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal, khusunya pada aspek kebijakan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian pembangunan; (5) Rendahnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah, khususnya terhadap sentra-sentra produksi dan pemasaran karena belum didukung oleh sarana dan prasarana angkutan barang dan penumpang yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah tertinggal; (6) Terbatasnya sarana dan prasarana pendukung ekonomi lainnya, yang meliputi energi listrik, telekomunikasi, irigasi dan air bersih; (7) Masih terdapat beragam permasalahan terkait pertanahan serta pembangunan sarana dan prasarana fisik di kawasan transmigrasi. Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi Tantangan yang selalu dihadapi dalam pengembangan dan perlindungan kebhinekaan budaya, karya seni, serta apresiasinya, adalah memperkaya khazanah artistik dan intelektual bagi tumbuh-mapannya jati diri dan kemampuan adaptif kompetitif bangsa. Sedangkan tantangan yang selalu dihadapi dalam pembangunan kapasitas iptek nasional dalam inovasi teknologi meliputi: (1) meningkatkan kemampuan sisi litbang I.2-43
menyediakan solusi-solusi teknologi; (2) meningkatkan kemampuan sisi pengguna dalam menyerap teknologi baru yang tersedia; serta (3) membangun integrasi sisi penyedia dan pengguna teknologi belum terbangun dengan baik. Dengan kata lain, belum integrasi iptek di antara penyedia dan pengguna. Permasalahan dan Tantangan Lainnya di Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Masalah dan tantangan pokok yang dihadapi pada tahun 2011 terkait dengan peran Indonesia dalam menjaga keamanan nasional dan menciptakan perdamaian dunia antara lain adalah masih belum efektif dan belum tersedianya legitimasi upaya-upaya reformasi PBB, khususnya Dewan Keamanan. Indonesia akan terus berada di garis depan dalam memajukan peranan PBB mengatasi krisis global dan pada saat yang sama untuk menyerukan perlunya reformasi PBB. Selain itu, politik luar negeri Indonesia di tahun 2011 akan terus berupaya mengatasi apa yang disebut sebagai akar permasalahan atau kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya terrorisme melalui “Inter-faith dialogue” dan keseluruhan spektrum “soft power”. Permasalahan yang dihadapi dalam upaya Pelayanan dan Perlindungan WNI/BHI di Luar Negeri antara lain masih banyak TKI ilegal yang belum tertangani, masih terjadinya deportasi terhadap WNI, dan masih banyaknya tindak kekerasan terhadap TKI. Pemerintah Indonesia menghadapi keterbatasan penampungan, bantuan dan advokasi hukum yang kurang memadai, dan keterbatasan fasilitasi pemulangan tersedia. Untuk itu, selain mengupayakan perbaikan terhadap keterbatasan ini, setiap diplomat Indonesia akan terus dipandu dengan prinsip keberpihakan dan perlindungan WNI. Terkait dengan pelaksanaan diplomasi ekonomi, salah satu tantangan sekaligus peluang diplomasi Indonesia adalah partisipasi Indonesia dalam G-20, yang oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan negara-negara maju. Seiring dengan penegasan status G-20 selaku forum utama bagi penanganan isu-isu ekonomi dunia, politik luar negeri Indonesia ditantang untuk dapat menunjukkan ciri khas di dalam kelompok ini, yaitu sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, negara dengan penduduk Muslim terbesar, dan dapat memainkan peran strategis sebagai negara yang menyuarakan moderasi. Masih terjadinya serangkaian aksi terorisme di Indonesia, menunjukan bahwa terorisme masih menjadi ancaman bagi keamanan nasional. Walaupun Kepolisian RI telah menunjukan keberhasilan dengan menangkap gembong-gembong teroris, namun munculnya beberapa tokoh terorisme baru yang relatif muda dan terdidik mengindikasikan bahwa kemampuan jaringan terorisme dalam merekrut anggota baru sangat lihai. Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk mencegah kelompok masyarakat terdogma oleh jaringan terorisme. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah sosialisasi dan pendekatan terhadap masyarakat untuk mengenal bahayanya terorisme, diikuti dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk menurunkan potensi terjadinya tindakan terorisme di masa depan. Perkembangan pemenuhan, perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM, belum secara optimal dilaksanakan. Salah satu penyebabnya antara lain, peraturan perundangundangan nasional mengenai HAM belum sepenuhnya sejalan dengan kovenan dan konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia. Oleh karena itu, pemenuhan hakI.2-44
hak sosial, ekonomi, budaya dan politik masih belum optimal pelaksanaannya. Keadaan tersebut secar konkrit terlihat dengan masih adanya tindak kekerasan, diskriminasi, dan penyalahgunaan kekuasaan khususnya oleh penyelenggara negara, sebagai pengemban UUD 1945. Meskipun Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kovenan internasional dan prinsip-prinsip perlindungan HAM, dan telah diakomodasi dalam mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan, namun pada praktiknya masih banyak ditemukan peraturan perundang-undangan nasional dan daerah yang masih belum sejalan dengan prinsip-prinsip HAM. Untuk menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip HAM di daerah, dalam kerangka pelaksanaan RANHAM 2004-2009, telah dibentuk 407 Panitia Pelaksana RAN-HAM Provinsi/Kabupaten/Kota. Namun, pelaksanaan tugas dari panitia RAN-HAM di daerah belum jelas kerangkanya, karena masih rendahnya pemahaman HAM di kalangan Pemerintah. Peningkatan peran industri pertahanan dalam negeri merupakan suatu keharusan dalam rangka mewujudkan kemandirian pertahanan dan keamanan nasional. Belajar dari pengalaman masa lalu, kemampuan pertahanan Indonesia sempat melemah akibat embargo dari negara-negara suplier yang menilai indonesia bermasalah dengan pelanggaran HAM. Secara umum peran industri pertahanan nasional dalam keamanan nasional relatif belum maksimal, yaitu dicerminkan dari potensi Industri pertahanan yang belum sepenuhnya dapat direalisasikan dan termanfaatkan dalam sistem keamanan nasional. Pengadaan Alustsista TNI dan alat utama POLRI dari luar negeri seyogyanya dihindari jika Alustsista dan peralatan utama tersebut sudah dapat diproduksi oleh industri pertahanan nasional. Pengadaan Alutsista TNI dan alat utama POLRI dari luar negeri sedapat mungkin harus dikaitkan dengan proses alih teknologi, offset dan kerjasama produksi sehingga memperkuat industri pertahanan nasional dan memberikan nilai tambah bagi bangsa Indonesia. Di sisi lain, industri pertahanan nasional yang saat ini identik dengan inefisiensi, kurang kompetitif, dan tidak memiliki keunggulan komperatif, dan tidak mampu memenuhi persyaratan dalam kontrak, juga harus mentransformasi perilaku bisnisnya agar mampu mengemban kepercayaan yang telah diberikan, yang antara lain dicerminkan dari kesesuaian harga dan kualitas produk serta ketepatan waktu penyerahan. Permasalahan dan Tantangan Lainnya di Bidang Perekonomian Permasalahan yang dihadapi sektor industri dapat dikelompokkan atas permasalahan yang ada dalam sektor itu sendiri (masalah internal) dan permasalahan yang berada di luar sektor industri (masalah eksternal). Permasalahan internal utamnya bersumber pada lemahnya postur dan jumlah populasi usaha industri manufaktur, lemahnya struktur industri, serta rendahnya produktivitas. Sedangkan masalah eksternal industri mencakup (1) ketersediaan dan kualitas infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, pasokan gas) yang belum memadai, (2) pengawasan barang-barang impor yang belum mampu menghentikan peredaran barang impor illegal di pasar domestik, (3) hubungan industrial dalam perburuhan belum terbangun dengan baik, (4) masalah kepastian hukum, dan (5) suku bunga perbankan yang masih tinggi. Penyelesaian masalah ini berada di luar kewenangan departemen perindustrian sehingga tantangannya adalah memprakarsai penyelesaiannya dengan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga yang berwenang. Menyempurnakan Kebijakan dalam rangka meningkatkan Pelayanan TKI. Pengaturan mengenai calon pekerja yang akan bekerja ke luar negeri dimuat dalam I.2-45
Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Pelaksanaan UU ini masih menghadapi kendala untuk dapat menangani kerentanan yang dihadapi tenaga kerja migrant. Jika kebijakan ketenagakerjaan untuk pekerja migran sejuah ini masih menitikberatkan pada aspek prosedur penempatan tenaga kerja, untuk tahun 2011 penekanan diarahkan pada aspek perlindungan pekerja, di dalam maupun diluar negeri. Meningkatkan Kebijakan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Pemerintah berupaya memberikan perlindungan bagi TKI, dengan mengeluarkan UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Perpres No. 81 tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI dan Inpres No. 6/2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Namun demikian instrument hukum nasional tersebut tidak dapat menjamin perlindungan yang efektif tanpa instrument hukum internasional, baik dalam tataran bilateral maupun multilateral. Permasalahan dan Tantangan Lainnya di Bidang Kesejahteraan Rakyat Permasalahan utama yang dihadapi dalam pembangunan kepariwisataan adalah belum optimalnya dukungan dari sektor/bidang lain dalam meningkatkan kesiapan tujuan pariwisata nasional terkait daya tarik pariwisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas dan promosi pariwisata. Hambatan lain yang perlu mendapat perhatian antara lain: (a) kurang kondusifnya iklim investasi di bidang pariwisata dalam meningkatkan investasi di bidang pariwisata di Indonesia; (b) belum optimalnya pemanfaatan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technologies/ICTs) sebagai sarana pemasaran dan promosi yang efektif; (c) terbatasnya kualitas dan kuantitas serta profesionalisme sumber daya manusia (SDM) pariwisata. Oleh karenanya, tantangan utama pembangunan kepariwisataan tahun 2011 adalah meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan swasta termasuk masyarakat (Public Private Partnership) dan koordinasi lintas bidang; mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi, dan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi di bidang pariwisata serta pengembangan dan peningkatan profesionalisme SDM pariwisata Partisipasi pemuda, budaya dan prestasi olahraga yang rendah. Pembangunan pemuda dan olahraga telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Namun demikian, pada tahun 2011 masih dihadapkan pada beberapa permasalahan dan tantangan, antara lain: (1) masih terbatasnya peran serta pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan; (2) belum optimalnya pemberian fasilitasi kepada pemuda untuk memperoleh serta meningkatkan kapasitas, kompetensi, kreativitas, dan keterampilan; (3) masih rendahnya tingkat partisipasi pemuda dalam organisasi kepemudaan; (4) masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga; (5) terbatasnya upaya pembibitan atlet unggulan; dan (6) belum optimalnya penerapan Iptek olahraga dan kesehatan olahraga. Kualitas kehidupan beragama yang belum optimal. Beberapa masalah dan tantangan penting yang dihadapi pembangunan bidang agama meliputi: (a) Harmonisasi sosial dan kerukunan di kalangan umat beragama belum sepenuhnya terwujud. Masih terjadi konflik bernuansa keagamaan. Tantangan ke depan adalah membentuk dan membangun FKUB di tingkat provinsi, kabupaten/kota, bahkan di tingkat kecamatan apabila diperlukan, serta meningkatkan efektivitas forum; dan (b) Penyelenggaraan ibadah haji belum optimal. Penyelenggaraan ibadah haji masih belum memuaskan bagi sebagian kalangan masyarakat. I.2-46
Tantangan ke depan adalah meningkatkan kualitas pelayanan haji dan umrah antara lain yang berkaitan dengan peningkatan mutu kebijakan, penerapan standardisasi pelayanan, pembenahan manajemen asrama haji, peningkatan kepastian keberangkatan, peningkatan profesionalisme petugas, peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana penyelenggaraan haji, pengurangan beban biaya tidak langsung jemaah, penyesuaian kuota, peningkatan kualitas pemondokan, transportasi dan konsumsi, serta penguatan sistem informasi haji yang terintegrasi dan handal. Jati diri bangsa yang belum mantap dan pelestarian budaya yang belum optimal. Oleh karena itu tantangan pokok tahun 2011 dalam upaya mempertahankan dan memperkuat jati diri dan karakter bangsa adalah (1) memelihara dan melestarikan nilainilai tradisi luhur seperti, cinta tanah air, nilai solidaritas sosial, dan keramahtamahan yang menjadi identitas budaya; (2) meningkatkan pemahaman dan apresiasi masyarakat terhadap seni dan budaya serta perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual (HKI); (3) meningkatkan upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya sebagai sarana rekreasi, edukasi, dan pengembangan kebudayaan; dan (4) meningkatkan kapasitas sumber daya pembangunan kebudayaan. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan yang belum optimal. Tantangan yang dihadapi ke depan adalah: (1) meningkatkan pemahaman para pemangku kepentingan terkait dengan pentingnya pembangunan yang responsif gender; (2) meningkatkan koordinasi pelaksanaan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan; dan (3) meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan, serta koordinasi pelaksanaannya. Perlindungan anak yang belum optimal. Walaupun sudah banyak kemajuan yang dicapai di bidang perlindungan anak sampai dengan tahun 2009 sebagaimana diuraikan di atas, namun masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pada tahun 2011.
I.2-47
B.
TEMA PEMBANGUNAN TAHUN 2011 DAN SASARAN PEMBANGUNAN
1).
Tema Pembangunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN BERKEADILAN. Untuk mewujudkan visi ini juga telah ditetapkan 3 (tiga) misi yang harus diemban yakni: Misi 1: Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera Misi 2: Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi Misi 3: Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang Sebagai penjabaran dari RPJMN 2010-2014, dan dengan memperhatikan realisasi pembangunan tahun 2009 dan perkiraan capaian tahun 2010, serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi tahun 2011 maka pembangunan tahun 2011 akan dilaksanakan dengan tema: PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKEADILAN DIDUKUNG OLEH PEMANTAPAN TATAKELOLA DAN SINERGI PUSAT DAERAH Selanjutnya untuk tahun 2011, tema pembangunan ini akan menjiwai pelaksanaan prioritas pembangunan yang digariskan dalam RPJMN 2010-2014 sebagaimana tertuang dalam Gambar 2.1. GAMBAR 2.1 PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL RPJMN 2010-2014
I.2-48
2).
Sasaran Pembangunan
Sebagai penjabaran visi dan misi pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014, maka sasaran pembangunan tahun 2011 akan dikelompokkan ke dalam tiga bagian yakni: (1) sasaran pembangunan kesejahteraan, (2) sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, dan (3) sasaran penegakan hukum. Rincian ketiga kelompok sasran ini idsajikan dalam Tabel 2.3 TABEL 2.3 SASARAN UTAMA PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 2011
NO.
PEMBANGUNAN
SASARAN
SASARAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN RAKYAT 1.
2.
Ekonomi a)
Pertumbuhan Ekonomi
6,3 persen
b)
Tingkat Pengangguran (terbuka)
7,0 persen
c)
Tingkat Kemiskinan
Pendidikan a) b) c) d) e) f) g)
3.
4.
11,5 – 12,5 persen
Status Awal (2008) Target tahun 2011 Meningkatnya rata-rata lama sekolah 7,50 7,75 penduduk berusia 15 tahun ke atas (tahun) Menurunnya angka buta aksara penduduk 5,97 5,17 berusia 15 tahun ke atas (persen) Meningkatnya APM SD/SDLB/ 95,14 95,3 MI/Paket A (persen) Meningkatnya APM SMP/SMPLB/ 72,28 74,7 MTs/Paket B (persen) Meningkatnya APK SMA/SMK/ 64,28 76,0 MA/Paket C (persen) Meningkatnya APK PT usia 19-23 tahun 21,26 26,1 (persen) Menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat
Pangan a) Produksi Padi
68,8 juta ton GKG
b)
Produksi Jagung
22,0 juta ton
c)
Produksi Kedelai
1,6 juta ton
d)
Produksi Gula
3,9 juta ton
e)
Produksi Daging Sapi
439 ribu ton
f)
Produksi Ikan
12,3 juta ton
Energi a) Peningkatan kapasitas pembangkit listrik
I.2-49
37 MW
NO.
PEMBANGUNAN b) c) d)
5.
SASARAN
Meningkatnya rasio elektrifikasi Meningkatnya produksi minyak bumi Peningkatan pemanfaatan energi panas bumi
Infrastruktur a) Pembangunan Jalan Lintas Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua b) Pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antarmoda dan antar-pulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda
c) d)
Penuntasan pembangunan Jaringan Serat Optik di Indonesia Bagian Timur Perbaikan sistem dan jaringan transportasi d 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan)
70,4 persen 970 ribu barrel per hari PLTP 1261 MW
Total jalan yang dibangun 3,549 km
► Meningkatnya
kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda ► Terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan dan pulau terdepan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang juga didorong melalui pelayanan perintis, Public Service Obligation (PSO), dan DAK bidang transportasi perdesaan; ► Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi. ► Meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi ► Terselesaikannya pembangunan link Mataram Kupang ► penyelesaian detail engineering design untuk MRT Jakarta dan penilaian proyek monorail ► penyelesaian Bandung Urban Transport Master Plan ► penyusunan Surabaya Urban Transport Master Plan
SASARAN PERKUATAN PEMBANGUNAN DEMOKRASI 1.
Meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia
Pada tahun 2011: Indeks Demokrasi Indonesia: 65
SASARAN PEMBANGUNAN PENEGAKAN HUKUM 1
Tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum (rule of law) dan terjaganya ketertiban umum.
I.2-50
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2011 3,0 yang meningkat dari 2,8 pada tahun 2009
C.
PRIORITAS PEMBANGUNAN
1.
Arah dan Kebijakan Pembangunan Nasional
Prioritas 1: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Sasaran Prioritas a) Makin mantapnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. b) Makin meningkatnya kualitas pelayanan publik yang ditopang oleh struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai, dan data kependudukan yang baik. Arah Kebijakan Prioritas a) Penataan kelembagaan pemerintahan melalui proses konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga yang menangani aparatur negara; dan restrukturisasi lembaga pemerintah khususnya yang menangani bidang keberdayaan UMKM, pengelolaan energi, pemanfaatan sumber daya kelautan, restrukturisasi BUMN hingga pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat. b) Pemantapan pelaksanaan desentralisasi yang ditandai dengan mantapnya pembagian urusan pemerintahan serta peningkatan kapasitas kelembagaan, keuangan dan aparatur pemerintah daerah. c) Penyempurnaan manajemen kepegawaian berbasis sistem merit dalam rangka peningkatan kinerja dan profesionalisme pegawai. d) Pembenahan peraturan perundang-undangan nasional baik di tingkat pusat maupun daerah melalui upaya harmonisasi dan sinkronisasi e) Penetapan dan penerapan sistem indikator kinerja utama pelayanan publik yang selaras antara pemerintagh pusat dan pemerintah daerah sehingga terwujud pelayanan publik yang berkualitas. f) Peningkatan integrasi dan integritas penerapan dan penegakan hukum melalui penyelenggaraan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku aparat hukum, peningkatan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, peningkatan profesionalisme maupun integritas SDM bidang hukum, dan pemberantasan korupsi baik melalui upaya penegakan hukum maupun pencegahan. g) Penyempurnaan kualitas data dan informasi kependudukan sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen kependudukan. Prioritas 2: Pendidikan Sasaran Prioritas a) Meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas (tahun) menjadi 7,75 tahun; b) Menurunnya angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke atas menjadi 5,17 persen; c) Meningkatnya APM SD/SDLB/MI/Paket A menjadi sebesar 95,3 persen; d) Meningkatnya APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B menjadi 74,7 persen; I.2-51
e) Meningkatnya APK SMA/SMK/MA/Paket C menjadi 76,0 persen; f) Meningkatnya APK PT usia 19−23 tahun menjadi 26,1 persen; g) Menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut maka arah kebijakan pembangunan pendidikan adalah: (a) peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata; (b) peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah; (c) peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi; (d) peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan; (e) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan non-formal; (f) peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini; (g) pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan nasional; (h) peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan; (i) peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen pelayanan pendidikan.
Prioritas 3: Kesehatan Sasaran Prioritas 1. Meningkatnya pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat preventif yang terpadu, ditandai dengan: a. meningkatnya persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) menjadi sebesar 86 persen; b. meningkatnya persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (cakupan kunjungan kehamilan ke empat (K4)) menjadi sebesar 88 persen; c. meningkatnya cakupan imunisasi lengkap bayi usia 0-11 bulan menjadi sebesar 82 persen dan imunisasi campak menjadi sebesar 85 persen; d. meningkatnya cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) menjadi sebesar 86 persen; e. meningkatnya persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan menjadi sebesar 100 persen; f. terlaksananya penempatan tenaga kesehatan strategis, terutama dokter, bidan dan perawat di daerah-daerah sesuai kebutuhan terutama di daerah bermasalah kesehatan (DBK) dan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK), sesuai formasi yang tersedia menjadi sebesar 30 persen; g. meningkatnya persentase puskesmas rawat inap yang mampu Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) menjadi sebesar 70 persen; h. meningkatnya persentase RS kabupaten/kota yang melaksanakan Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) menjadi sebesar 85 persen; i. meningkatnya persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) menjadi sebesar 70 persen; j. meningkatnya persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat menjadi 90 persen; dan I.2-52
k. meningkatnya jumlah desa yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) menjadi sebesar 5.500 desa. 2. Meningkatnya jumlah kota di Indonesia yang memiliki RS standar kelas dunia (world class) menjadi 2 kota; 3. Meningkatnya persentase ketersediaan obat dan vaksin menjadi sebesar 85 persen; 4. Meningkatnya persentase penduduk (termasuk seluruh penduduk miskin) yang memiliki jaminan kesehatan menjadi 70,3 persen; 5. Meningkatnya persentase RS yang melayani pasien penduduk miskin peserta program Jamkesmas menjadi sebesar 80 persen; 6. Meningkatnya jumlah puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin menjadi sebesar 8.608 puskesmas; 7. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, yang ditandai dengan: a. terkendalikannya prevalensi kasus HIV menjadi sebesar < 0,5 persen; b. meningkatnya jumlah orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV mencapai 400.000 orang c. meningkatnya persentase Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang mendapatkan Anti Retroviral Treatment (ART) menjadi sebesar 75 persen d. meningkatnya persentase kasus baru TB Paru (BTA positif) yang ditemukan menjadi sebesar 75 persen dan yang disembuhkan menjadi sebesar 86 persen; dan e. meningkatnya angka penemuan kasus malaria menjadi sebesar 1,75 per 1.000 penduduk. 8. Meningkatnya kualitas dan jangkauan layanan KB melalui 23.500 klinik pemerintah dan swasta. 9. Sasaran pembangunan air minum dan sanitasi tahun 2011 meliputi fasilitasi pembangunan air minum di 284 kawasan dan 1.283 desa, fasilitasi pembangunan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) di 170 kawasan dan 80 kab/kota. Arah Kebijakan Prioritas: a) pelaksanaan program kesehatan preventif terpadu yang meliputi pemberian imunisasi dasar, penyediaan akses sumber air bersih dan akses terhadap sanitasi dasar berkualitas, penurunan tingkat kematian ibu, serta tingkat kematian bayi; b) revitalisasi program KB melalui peningkatan kualitas dan jangkauan layanan KB; c) peningkatan sarana kesehatan melalui penyediaan dan peningkatan kualitas layanan rumah sakit berakreditasi internasional; d) peningkatan ketersediaan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial generik; dan e) penerapan asuransi kesehatan nasional untuk masyarakat miskin dan diperluas secara bertahap untuk seluruh penduduk (universal coverage).
I.2-53
Prioritas 4: Penanggulangan Kemiskinan Memperhatikan pelaksanaan kebijakan dan program serta capaian hasil dan permasalahan yang masih dihadapi, maka sasaran tingkat kemiskinan pada tahun 2011 adalah sebesar 11,5%-12,5% dari jumlah penduduk pada tahun 2011. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arah kebijakan untuk mendukung pencapaian sasaran tingkat kemiskinan tersebut dalam tahun 2011 adalah sebagai berikut: (i) mendorong pertumbuhan yang pro-rakyat miskin dengan memberi perhatian khusus pada usaha-usaha yang melibatkan orang-orang miskin dan orang-orang dengan kondisi khusus; (ii) meningkatkan kualitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan afirmatif/keberpihakan; dan (iii) meningkatkan efektivitas pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah. Arah kebijakan ini akan dilakukan melalui 4 (empat) fokus prioritas yaitu: Fokus 1. Peningkatan dan Penyempurnaan Kualitas Kebijakan Perlindungan Sosial Berbasis Keluarga; Fokus 2. Menyempurnakan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan PNPM Mandiri; Fokus 3. Peningkatan akses usaha mikro dan kecil kepada sumberdaya produktif; dan Fokus 4 Peningkatan sinkronisasi dan efektivitas koordinasi penanggulangan kemiskinan serta harmonisasi antar pelaku. Dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM pada tahun 2011 arah kebijakannya adalah: (a) meningkatkan daya saing sumber daya manusia (SDM) koperasi dan UMKM; (b) meningkatkan akses usaha mikro dan kecil kepada sumber daya produktif; dan (c) memperkuat kelembagaan koperasi. Sedangkan sasaran untuk pembangunan infrastruktur bidang pengairan/irigasi adalah terwujudnya redistribusi tanah dalam bentuk melaksanakan pemberian aset tanah yang layak terutama bagi kalangan kurang mampu sebanyak 181.825 bidang tanah. Sedangkan sasaran untuk pembangunan infrastruktur bidang transportasi adalah Penyedian Kewajiban Pelayanan Umum (PSO) untuk angkutan kereta api kelas ekonomi dan angkutan laut kelas ekonomi. Prioritas 5: Ketahanan Pangan Sasaran peningkatan ketahanan pangan tahun 2011, adalah: a) terpeliharanya dan meningkatnya tingkat pencapaian swasembada bahan pangan pokok; b) terbangunnya dan meningkatnya luas layanan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi; c) menurunnya jumlah dan persentase penduduk dan daerah yang rentan terhadap rawan pangan; d) terjaganya stabilitas harga bahan pangan dalam negeri; e) meningkatnya kualitas pola konsumsi pangan masyarakat dengan skor pola pangan harapan (PPH) menjadi sekitar 88,1; f) meningkatnya PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan dengan pertumbuhan sekitar 3,7 persen; serta g) tercapainya indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di atas 105 dan Nilai Tukar Nelayan menjadi 107. Untuk mencapai sasaran tersebut maka arah kebijakan pembangunan ketahanan pangan pada tahun 2011 ditekankan pada: (1) pelaksanaan perluasan lahan pertanian, dan I.2-54
perikanan sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan dan tata ruang; (2) perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian dan perikanan khususnya jaringan irigasi serta jalan usaha tani dan produksi di daerah sentra produksi; (3) penyediaan benih/bibit unggul dan dukungan terhadap pengembangan industri hilir pertanian dan perikanan hasil inovasi penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian; (4) pemantapan cadangan pangan pemerintah dan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat; (5) stabilisasi harga bahan pangan dalam negeri; serta (6) jaminan ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melalui perbaikan mekanisme subsidi pupuk. Di samping itu kebijakan pertanahan dan tata ruang untuk mendukung ketahanan pangan dilaksanakan melalui pengembangan peraturan perundangan di bidang pertanahan dan hubungan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Prioritas 6: Infrastruktur Sasaran pembangunan untuk tataruang adalah: (1) terselesaikannya Perda RTRW Provinsi dan Kab/Kota sebagai acuan pembangunan di daerah, yaitu sebanyak 14 Perda RTRW Provinsi, 343 Kabupaten, dan 77 Kota, dan RTR KSN; serta (2) tercapainya integrasi RTRW dan rencana pembangunan melalui bantuan teknis dan pembinaan teknis penataan ruang. Adapun arah kebijakan pembangunan tata ruang di tahun 2011 adalah: ”Pemantapan instrumen pelaksanaan penataan ruang untuk mendukung sinergi pembangunan pusat dan daerah”. Sasaran pembangunan jalan dan perhubungan tahun 2011 mencakup: 1. Dalam rangka pembangunan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua akan diselesaikan jalan sepanjang 3.549 kilometer; 2. Dalam rangka pembangunan jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi antar-moda dan antar-pulau yang terintegrasi sesuai dengan Sistem Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda maka sasarannya adalah: a. Meningkatnya kapasitas sarana dan prasarana transportasi untuk mengurangi backlog maupun bottleneck kapasitas prasarana transportasi dan sarana transportasi antarmoda dan antarpulau yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda b. Terbangunnya sistem jaringan transportasi perkotaan dan perdesaan di wilayah terpencil, pedalaman, perbatasan dan pulau terdepan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang juga didorong melalui pelayanan perintis, Public Service Obligation (PSO), dan DAK bidang transportasi perdesaan; c. Meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi. d. Meningkatnya keselamatan masyarakat terhadap pelayanan sarana dan prasarana transportasi 3. Dalam rangka perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan) maka sasaran tahun 2011 adalah: I.2-55
a. b. c.
penyelesaian detail engineering design untuk MRT Jakarta dan penilaian proyek monorail penyelesaian Bandung Urban Transport Master Plan penyusunan Surabaya Urban Transport Master Plan
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana transportasi sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah meningkatkan keselamatan, keamanan dan kualitas pelayanan transportasi yang memadai dan merata guna mewujudkan sistem logistik nasional yang menjamin distribusi bahan pokok, bahan strategis dan nonstrategis untuk seluruh masyarakat. Prioritas penanganan dilakukan melalui : (1) rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi untuk menjamin keberlanjutan dan tingkat pelayanan transportasi kepada seluruh lapisan masyarakat; (2) penyediaan fasilitas keselamatan transportasi yang memenuhi standar keselamatan internasional, guna mendukung penurunan tingkat kecelakaan sebesar 50 persen dari kondisi saat ini, yangdidorong melalui pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK); (3) penyediaan pelayanan transportasi perintis di wilayah terpencil, pedalaman dan perbatasan dan public service obligation (PSO) untuk angkutan penumpang kelas ekonomi perkeretaapian dan angkutan laut; (4) meningkatkan profesionalisme SDM transportasi (petugas, operator dan pengguna), melalui pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta pembinaan teknis tentang pelayanan operasional transportasi; (5) pengembangan transportasi yang ramah lingkungan dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; (6) penyediaan dan penambahan fasilitas dan peralatan pencarian dan penyelamatan (SAR) untuk meningkatkan kemampuan dan kecepatan tindak awal SAR dalam operasi penanganan kecelakaan transportasi dan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya. Arah kebijakan dalam rangka mendukung peningkatan daya saing sektor riil diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur transportasi yang mampu menciptakan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity) dan menjamin kelancaran distribusi barang di seluruh wilayah Indonesia. Prioritas penanganan dilakukan melalui: (1) pembangunan jalan lintas strategis nasional dan terintegrasi dalam suatu sistem transportasi nasional dan regional yang mampu menghubungkan wilayah-wilayah strategis dan kawasan cepat tumbuh, serta oulet-outlet (pelabuhan dan bandara) untuk meningkatkan perekonomian nasional; (2) pengembangan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung pengembangan daerah pariwisata dan sentra-sentra produksi pertanian dan industri; (3) pengembangan sarana dan prasarana penghubung antar-pulau dan antarmoda yang terintegrasi sesuai dengan sistem transportasi nasional dan cetak biru transportasi multimoda; (4) pengembangan transportasi umum massal di wilayah perkotaan yang terjangkau dan efisien sesuai dengan cetak biru transportasi perkotaan; (5) memenuhi tuntuan kompatibilitas global yang menempatkan jaringan transportasi nasional sebagai subsistem dari jaringan global dan regional, sehingga standar sistem operasi, standar keselamatan, dan kualitas pelayanan dituntut memenuhi standar internasional; (6) mendorong efisiensi transportasi barang dan penumpang terutama dari aspek penegakan hukum, deregulasi pungutan dan retribusi di jalan, dan penataan jaringan dan ijin trayek. Sasaran dan arah kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman tahun 2011 adalah meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) melalui penyediaan rumah susun sederhana sewa sebanyak 100 twinblok I.2-56
dan 7.041 unit, fasilitasi pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan perumahan dan permukiman bagi 117.010 unit, fasilitasi dan stimulasi pembangunan baru perumahan swadaya sebanyak 50.000 unit, serta fasilitasi dan stimulasi peningkatan kualitas perumahan swadaya sebanyak 75.000 unit. Meningkatnya kawasan yang dapat dilindungi dari bahaya banjir, lahar/sedimen, dan abrasi pantai dengan indikator sebagai berikut: ►
►
►
►
Diselesaikannya bangunan pelengkap Banjir Kanal Timur yang terdiri atas bangunan akhir/jetty, jalan inspeksi, perkuatan tebing, normalisasi Kali Blencong, Inlet Cakung, Saluran Gendong, Utilitas (PGN Jaktim, PLN Jaktim, TPJ), Jembatan penyeberangan orang (BKT 226), Jembatan BKT 207, drain inlet, perkuatan bronjong, jalan oprit, pekerjaan galian dan timbunan hulu Kali Sunter, dan pemasangan Grass Block Diselesaikannya pembangunan 12 km, direhabilitasinya 153 km, beroperasi dan terpeliharanya 1.000 km sarana/prasarana pengendali banjir, Diselesaikannya pembangunan 40 km*), direhabilitasinya 10 km, beroperasi dan terpeliharanya 5 km sarana/prasarana pengaman pantai Diselesaikannya pembangunan 15 unit, direhabilitasinya 13 unit, beroperasi dan terpeliharanya 20 unit sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen
Dalam rangka upaya penanganan DAS Bengawan Solo secara terpadu, maka sasaran pembangunan adalah sebagai berikut: ► ►
►
Terlaksananya konservasi Kali Tirtomoyo & Kali Asin, Dimulainya pelaksanaan pembangunan Waduk Kendang (Blora), pembangunan Tanggul Kiri Bengawan Solo Rengel-Centini Dilaksanakannya pembangunan Waduk Bendo, Waduk Gondang, Waduk Kresek, Wasuk Kedung Bendo, Waduk Pidekso, penanganan sedimen Waduk Wonogiri, dan Konservasi DAS Keduang, rehabilitasi 7 waduk, operasi dan pemeliharaan infrastruktur Sumber Daya Air di Bengawan Solo, pembangunan kawasan retensi di 3 Sungai di Ponorogo, pembangunan 1 bendung gerak Sembayat, pembangunan tanggul kota Ngawi, pengaturan kawasan rawan banjir Bojonegoro, rehabilitasi pintu air Demangan, normalisasi 3 sungai, perbaikan dan pengaturan Kali Madiun, remaining works LSRIPphase I, normalisasi Kali Lamong, dan perbaikan Sungai Bengawan Solo Hulu (Jurug – Sragen)
Untuk peningkatan kapasitas layanan prasarana air baku maka sasaran pembangunan adalah sebagai berikut: ► ► ►
Meningkatnya kapasitas prasarana air baku sebesar 9 m3/det Diselesaikannya rehabilitasi prasarana air baku sebesar 2,6 m3/det Beroperasi dan terjaganya kapasitas prasarana air baku sebesar 9,3 m3/det
Dalam upaya mendukung tercapainya sasaran pembangunan prioritas nasional bidang infrastruktur, khususnya pengendalian banjir, lahar gunung berapi, dan pengamanan pantai, arah kebijakan pembangunan infrastruktur sumber daya air tahun 2011 diarahkan untuk: Percepatan penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir, terutama pada daerah perkotaan dan pusat-pusat perekonomian melalui: 1) percepatan penyelesaian pembangunan bangunan pelengkap Kanal Banjir Timur untuk melindungi I.2-57
kawasan Jakarta dan sekitarnya dari bahaya banjir; 2) mempercepat pelaksanaan penanganan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo secara terpadu sesuai dengan tahapan yang direncanakan; 3) memprioritaskan pelaksanaan rehabilitasi sarana dan prasarana pengendali banjir; 4) mengoptimalkan dan mengefektifkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengendali banjir; 5) meningkatkan pembangunan sarana/prasarana pengamanan pantai dan optimalisasi fungsi sarana/prasarana pengamanan pantai yang telah ada; 6) merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim guna mengoptimalkan upaya pengendalian banjir dan pengamanan pantai. Untuk mendukung sasaran pembangunan komunikasi dan informatika pada RPJMN 2010-2014 yaitu memperkuat virtual domestic interconnectivity (Indonesia connected), pembangunan tahun 2011 diarahkan untuk (1) melanjutkan upaya pengurangan blank spot di antaranya melalui program USO (Desa Berdering dan Pusat Layanan Internet Kecamatan); (2) memfasilitasi pembangunan infrastruktur komunikasi dan informatika yang modern melalui pembangunan jaringan backbone serat optik Palapa Ring, fasilitasi pengembangan jaringan broadband, dan pengembangan TV digital; serta (3) meningkatkan kualitas penyediaan dan pemanfaatan informasi, serta penggunaan TIK secara efektif di antaranya melalui e-government. Arah kebijakan pembangunan komunikasi dan informatika tahun 2011 terkait dengan fokus Peningkatan Pelayanan Sarana dan Prasarana sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah (1) pemerataan penyediaan infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika ke wilayah perbatasan, perdesaan, terpencil, dan wilayah non komersial lain; dan (2) pemberdayaan informasi untuk menciptakan nilai tambah pada layanan untuk mendukung produktivitas masyarakat. Arah kebijakan terkait dengan fokus Dukungan Sarana dan Prasarana bagi Peningkatan Daya Saing Sektor Riil adalah (1) restrukturisasi penyelenggaraan ke arah konvergensi; (2) optimalisasi sumber daya (resources) dalam pengembangan infrastruktur dan layanan komunikasi dan informatika; (3) pengembangan infrastruktur broadband termasuk ke perdesaan sebagai bentuk universal service; (4) penyelenggaraan sistem elektronik instansi pemerintah pusat dan daerah (e-government); (5) menjamin keterhubungan (interoperabilitas/interkoneksitas) sistem, jaringan, dan layanan; (6) mendorong inovasi di bidang TIK untuk mendorong berkembangnya industri penunjang TIK dalam negeri; (7) peningkatan kualitas sumber daya manusia TIK untuk meningkatkan e-literasi; (8) mendorong pemanfaatan TIK untuk bisnis (e-bisnis); dan (9) peningkatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk menjamin keberhasilan implementasi kebijakan dan peraturan terutama yang bersifat lintas sektor atau terkait dengan pemerintah daerah, serta untuk menciptakan sinergi kegiatan dengan menggunakan sumber daya secara efisien. Prioritas 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha Sasaran pertumbuhan investasi dalam bentuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada tahun 2011 adalah 11,0-11,2 persen.
I.2-58
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, diperlukan peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur, perbaikan logistik nasional, perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Perbaikan kepastian hukum dilakukan melalui reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah sehingga terjadi harmonisasi peraturan perundang-undangan yang tidak menimbulkan ketidakjelasan dan inkonsistensi dalam implementasinya. Penyederhanaan prosedur dilakukan melalui Penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di beberapa kota dengan arah kebijakan yaitu bagaimana penerapan SPIPISE oleh PTSP dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas PTSP; pembatalan perda bermasalah dan pengurangan biaya untuk memulai usaha seperti Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Perbaikan logistik nasional dilakukan melalui pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional yang menjamin kelancaran arus barang dan mengurangi biaya transaksi/ekonomi biaya tinggi. Perbaikan sistem informasi dilakukan melalui beroperasinya secara penuh National Single Window (NSW) untuk impor (sebelum Januari 2010) dan ekspor, serta percepatan realisasi proses penyelesaian bea cukai di luar pelabuhan dengan implementasi tahap pertama Custom Advanced Trade System (CATS) di dry port Cikarang. Sedangkan, pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dilakukan melalui Pengembangan KEK. Selain itu, diperlukan pula sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan dan iklim usaha dalam rangka penciptaan lapangan kerja. Sasaran ketenagakerjaan pada tahun 2011 adalah tingkat pengangguran terbuka dapat diturunkan hingga 7,0 persen. Untuk itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sebesar 6,3 persen, pada tahun 2011 tercipta 2,22,5 juta kesempatan kerja baru sedangkan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja diperkirakan 2,0 juta orang. Untuk mencapai sasaran ini, maka kebijakan ketenagakerjaan diarahkan untuk: (1) mensosialisasikan rancangan amandemen UU No. 13/2003 kepada serikat pekerja, asosiasi pengusaha, perusahaan, lembaga legislatif tingkat Propinsi, dan Kabupaten/ Kota; (2) meningkatkan kualitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja dalam rangka mendorong pencapaian proses negosiasi bipartite, dengan meningkatkan teknik-teknik bernegosiasi; (3) memperkuat kapasitas organisasi serikat pekerja dan asosiasi pengusaha; dan (4) memberikan pemahaman dan menyamakan persepsi tentang peraturan/kebijakan ketenagakerjaan dengan cara melakukan dialog; tata cara penanganan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dukungan pertanahan untuk membangun iklim investasi dilakukan dengan sasaran: (1) terwujudnya pengembangan infrastruktur pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral, yang kondusif bagi iklim usaha di seluruh Indonesia; (2) terwujudnya percepatan legalisasi aset pertanahan, ketertiban administrasi pertanahan dan kelengkapan informasi legalitas aset tanah; dan (3) tersedianya data dan informasi per-tanahan yang terintegrasi secara nasional (Sistem Informasi Manajemen Pertanahan nasional/Simtanas). Untuk itu arah kebijakannya adalah penataan dan penegakan hukum pertanahan sehingga dapat mengurangi potensi sengketa serta meningkatkan penerapan sistem informasi dan manajemen pertanahan, melalui legalisasi aset tanah sebanyak 781.650 bidang, penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan serta mencegah timbulnya kasus pertanahan baru dengan target: 2.791 kasus, serta peningkatan akses layanan pertanahan melalui Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA) di 419 kab/kota. I.2-59
Sasaran ketenagakerjaan pada tahun 2011 adalah tingkat pengangguran terbuka dapat diturunkan hingga 7,0 persen. Untuk itu, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan sebesar 6,3 persen, pada tahun 2011 tercipta 2,2-2,5 juta kesempatan kerja baru sedangkan angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja diperkirakan 2,0 juta orang. Untuk mencapai sasaran ini, maka kebijakan ketenagakerjaan diarahkan untuk: (1) mensosialisasikan rancangan amandemen UU No. 13/2003 kepada serikat pekerja, asosiasi pengusaha, perusahaan, lembaga legislatif tingkat Propinsi, dan Kabupaten/ Kota; (2) meningkatkan kualitas hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja dalam rangka mendorong pencapaian proses negosiasi bipartite, dengan meningkatkan teknik-teknik bernegosiasi; (3) memperkuat kapasitas organisasi serikat pekerja dan asosiasi pengusaha; dan (4) memberikan pemahaman dan menyamakan persepsi tentang peraturan/kebijakan ketenagakerjaan dengan cara melakukan dialog; tata cara penanganan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Prioritas 8: Energi Sasaran pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan tahun 2011 yaitu; (1) tercapainya komposisi bauran energi yang sehat dengan menurunnya persentase pemanfaatan energi fosil dan meningkatnya persentase energi baru terbarukan (EBT); (2) penurunan elastisitas energi; (3) pemanfaatan potensi pendanaan domestik dan skema pendanaannya; (4) penyusunan dan penyempurnaan regulasi dan kebijakan guna meningkatkan jaminan dan kepastian hukum pemanfaatan energi baru terbarukan serta pengembangan konservasi dan efisiensi energi; (5) peningkatan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana energi nasional untuk memenuhi kebutuhan domestik dan komitmen ekspor; (6) peningkatan jangkauan pelayanan ketenagalistrikan; (7) tercapainya bauran energi (energy mix) primer; (8) peningkatan efektifitas subsidi pemerintah; dan (9) berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan sumberdaya manusia nasional yang mendukung industri energi dan ketenagalistrikan nasional Arah kebijakan pembangunan infrastruktur energi dan ketenagalistrikan tahun 2011 yaitu : (1) diversifikasi energi serta peningkatan efisiensi dan konservasi energi yang diarahkan guna penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, sehingga dicapai optimasi penyediaan energi regional dan nasional untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya termasuk upaya menjamin ketersediaan pasokan domestik dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan; (2) kebijakan harga energi yang menitikberatkan pada nilai keekonomian agar tercipta efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat: (3) peningkatan kapasitas sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan serta prioritasi pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk kelistrikan desa termasuk daerah terpencil dan pengembangan jaringan gas kota; dan (4) pengembangan dan peningkatan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana energi dan ketenagalistrikan guna mendorong peran serta pemerintah daerah, swasta, koperasi dan bandan usaha lainnya; (5) restrukturisasi kelembagaan termasuk penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasikan perkembangan sektor energi dan ketenagalistrikan; (6) peningkatan keselamatan dan lindungan lingkungan dalam pembangunan energi dan ketenagalistrikan nasional. Kebijakan ini ditujukan untuk mendorong penerapan standarisasi dan sertifikasi peralatan, kewajiban sertifikasi laik I.2-60
operasi, sertifikasi kompetensi bagi tenaga teknik, dan sertifikasi bagi badan usaha serta penerapan standar baku mutu lingkungan. Sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan ketahanan dan kemandirian energi pada tahun 2011 adalah sebagai berikut: (i) tercapainya produksi gas bumi sebesar 912 MBOPD dan produksi gas bumi sebesar 1.593 MBOPD; (ii) meningkatnya produksi BBM 39,9 juta KL, LPG 2 juta ton, LNG 23,29 juta ton; (iii) meningkatnya cadangan minyak bumi menjadi 8.435,19 milyar barel, gas bumi 171.1 TSCF; (iv) Tercapainya produksi BBN yakni bio-diesel 1.287 ribu KL and bio-ethanol sebesar 694 ribu KL dan penggunaan BBN dalam pemakaian bahan bakar total, yakni bio-diesel 4% dan bio-ethanol 3%; (v) tercapainya pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG sebesar 77,7 persen; (vi) tercapainya penggunaan panas bumi PLTP 1261 MW, mikrohidro 1425 MW, tenaga surya PLTS 4.598 MW dan tenaga angin PLT angin 0,3 MW dan (vii) tercapainya efisiensi pemanfaatan energi sebesar 1,60. Untuk mencapai sasaran dari segi ketahanan dan kemandirian, kebijakan umum peningkatan ketahanan dan kemandirian energi diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu: (i) menjamin keamanan pasokan energi dengan meningkatkan (intensifikasi) eksplorasi dan optimasi produksi minyak dan gas bumi, serta eksplorasi untuk meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi, termasuk gas metana batubara; (ii) mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap minyak bumi dengan menganekaragamkan atau diversifikasi energi primer, termasuk memanfaatkan EBT serta energi bersih; dan (iii) meningkatkan produktivitas pemanfaatan energi melalui gerakan efisiensi dan konservasi (penghematan), serta pemerataan penyediaan energi sesuai dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat. Disamping itu, ketahanan dan kemandirian energi juga akan didukung oleh adanya kebijakan harga energi serta insentif yang rasional, artinya kebijakan harga energi yang secara bertahap menggambarkan nilai ekonomi energi. Prioritas 9: Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana Sasaran dan arah kebijakan yang akan dicapai di tahun 2011 dalam penanggulangan perubahan iklim antara lain adalah terus dilakukannya upaya-upaya dalam mengurangi lahan kritis melalui rehabilitasi dan reklamasi hutan, peningkatan pengelolaan kualitas ekosistem lahan gambut, terus ditingkatnya kualitas kebijakan konservasi dan pengendalian kerusakan hutan dan lahan yang terpadu, evaluasi pemanfaatan ruang berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang bersifat lintas K/L, serta dukungan terhadap penelitian dan pengembangan untuk penurunan gas rumah kaca dan adaptasi perubahan iklim. Dalam pengendalian kerusakan lingkungan, secara umum, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah mengelola daya dukung dan memulihkan kualitas daya tampung lingkungan hidup. Sasaran khusus yang hendak dicapai antara lain adalah terkendalinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, terjaganya kelestarian SDA dan LH dan kemampuan SDA dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, meningkatnya kapasitas sumber daya manusia pengelola lingkungan, serta tersedianya data dan informasi kualitas SDA dan LH sebagai dasar perencanaan pembangunan.
I.2-61
Arahan kebijakannya adalah penguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat, mantapnya kelembagaan dan kapasitas antisipatif serta penanggulangan bencana di setiap tingkatan pemerintahan. Sasaran dan arah kebijakan untuk sisitem peringatan dini antara lain adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan kelembagaan, peningkatan akurasi jangkauan dan kecepatan penyampaian informasi dengan menambah dan membangun jaringan observasi, telekomunikasi dan sistem kalibrasi, dan pendirian Pusat Basis Data dan informasi yang terintegrasi. Sasaran dan arah kebijakan untuk penanggulangan bencana adalah terlaksananya penyelamatan dan evakuasi korban bencana yang cepat efektif dan terpadu , terbentuknya tim gerak cepat (unit khusus penanganan bencana) dengan dukungan alat transportasi yang memadai dengan basis 2 lokasi strategis (Jakarta-Malang) yang dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia, terlaksananya peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dan masyarakat dalam usaha pengurangan risiko, mitigasi dan penanganan bencana dan bahaya kebakaran hutan di 33 propinsi, penyusunan dan sosialisasi panduan kesiapsiagaan masyarakat pendayagunaan teknologi mitigasi bencana, tersedianya peta rawan bencana, menjaga keutuhan NKRI melalui pemetaan seluruh wilayah nasional termasuk wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, dengan memusatkan perhatian pada penyelesaian pemetaan batas wilayah RI-Malaysia dan RI-RDTL, serta melanjutkan upaya penyelesaian batas RI-PNG, memperkuat daya saing perekonomian nasional melalui penyediaan data dan informasi dengan memusatkan perhatian pada (1) percepatan penyelesaian peta dasar rupabumi pada wilayah cepat tumbuh; (2) penyelesaian simpul jaringan di provinsi; (3) penyelesaian pembangunan jaring kontrol geodesi dan geodinamika; (4) pemenuhan kebutuhan Peta Rupabumi Indonesia (RBI) Skala 1:50.000, Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala 1:250.000 dan Skala 1:50.000; dan (5) melanjutkan upaya pemenuhan kebutuhan Peta RBI Skala 1:25.000. Prioritas 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik Sasaran Prioritas Pada tahun 2011, sasaran pembangunan yang akan dicapai meliputi : a) Terwujudnya kedaulatan wilayah nasional yang ditandai dengan kejelasan dan ketegasan batas-batas wilayah negara b) Menurunnya kegiatan ilegal dan terpeliharanya lingkungan hidup di kawasan perbatasan c) Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya jumlah penduduk miskin di kecamatan perbatasan dan pulau kecil terluar d) Berfungsinya Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan e) Meningkatnya kondisi perekonomian kawasan perbatasan, yang ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi di 38 kabupaten/ kota perbatasan yang diprioritaskan penanganannya, khususnya pada 27 kabupaten perbatasan yang tergolong daerah tertinggal. I.2-62
Arah Kebijakan Prioritas Untuk mencapai sasaran tersebut maka arah kebijakan dijabarkan dalam 5 (lima) strategi yaitu : (1) Penyelesaian penetapan dan penegasan batas wilayah negara; (2) Peningkatan upaya pertahanan, keamanan, serta penegakan hukum; (3) Peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan; (4) Peningkatan pelayanan sosial dasar; (5) Penguatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan kawasan perbatasan secara terintegrasi. Implementasi arah kebijakan dan strategi ke dalam substasi kebijakan, kerjasama internasional dan keutuhan wilayah ádalah sebagai berikkut: 1. Kebijakan: Pelaksanaan kebijakan khusus dalam bidang infrastruktur dan pendukung kesejahteraan lainnya yang dapat mendorong pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik selambat-lambatnya dimulai pada 2011; 2. Kerjasama internasional : Pembentukan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam rangka pengamanan wilayah dan sumber daya kelautan; 3. Keutuhan wilayah : Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010-2014; Khusus untuk pengentasan daerah tertinggal arah kebijakan yang ditempuh adalah: a) Pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal; b) Penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya lokal di daerah tertinggal; c) Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di daerah tertinggal; d) Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas di daerah tertinggal; e) Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur daerah tertinggal serta peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan. Selain itu, untuk mencapai arah kebijakan pembangunan baik di daerah tertinggal ataupun terdepan dan terluar dibutuhkan juga dukungan ketransmigrasian berupa pengintegrasian pembangunan wilayah pengembangan transmigrasi (WPT) atau lokasi permukiman transmigrasi (LPT) dengan pemugaran permukiman penduduk setempat, serta peningkatan promosi dan pelayanan informasi yang mampu memberikan akses kepada masyarakat terhadap informasi potensi dan peluang yang tersedia di Kawasan Transmigrasi
Prioritas 11: Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi Sasaran pembanguan kebudayaan dan kreativitas adalah: (1) Meningkatnya perhatian dan kesertaan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; (2) Meningkatnya penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pergelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten; dan (3) Terlaksananya penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakaan di seluruh Indonesia sebelum Oktober 2011; dan
I.2-63
Untuk itu, arah kebijakan prioritas pembangunan kebudayaan adalah meningkatkan upaya pengembangan dan perlindungan warisan budaya dan karya seni, serta mendorong berkembangnya apresiasi masyarakat terhadap kemajemukan budaya untuk memperkaya khazanah artistik dan intelektual bagi tumbuh-mapannya jati diri bangsa. Sedangkan sasaran pembangunan iptek dalam rangka inovasi teknologi adalah meningkatnya kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaannya oleh masyarakat luas. Untuk itu arah kebijakannya adalah penguatan sistem inovasi nasional melalui penguatan kelembagaan, sumberdaya, dan jaringan iptek nasional serta upaya inovasi dibidang-bidang teknologi yang strategis. Prioritas Lainnya di Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Dalam rangka penanganan terorisme melalui deradikalisasi, sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2011 adalah terpantaunya dan terdeteksinya potensi tindak terorisme dan meningkatnya kemampuan dan keterpaduan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak terorisme. Sasaran ini akan dicapai melalui koordinasi yang terpadu antara lembaga yang bertanggung jawab dalam penanggulangan terorisme,(dithankam) serta meningkatnya pemahaman wawasan kebangsaan di kalangan generasi muda. Dalam rangka peningkatan peran Republik Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia sasaran pembangunan yang hendak dicapai adalah meningkatnya peran Indonesia untuk turut menjaga keamanan nasional dan menciptakan perdamaian dunia yang ditandai dengan partisipasi aktif Indonesia dalam mendorong reformasi DK PBB dengan arah kebijakan menunjukkan sikap yang tegas dan meningkatkan prakarsa Indonesia. Dalam rangka pelayanan dan perlindungan TKI di luar negeri maka sasaran yang hendak dicapai adalah meningkatnya pelayanan dan perlindungan WNI dan BHI, dengan indikator terlindunginya 14.998 orang WNI bermasalah di luar negeri pada akhir tahun 2011. Untuk itu arah kebijakan yang akan ditempuh adalah meningkatkan upaya fasilitasi penampungan, pemulangan, dan bantuan hukum bagi WNI/BHI di luar negeri serta melakukan penguatan citizen service Pemberdayaan industri strategis pertahanan akan dilaksanakan melalui penyusunan cetak biru beserta Road Map, peningkatan Penelitian dan Pengembangan, serta dukungan pendanaannya. Dengan membentuk kemandirian pertahanan nasional, maka resiko berkurangnya kemampuan pertahanan negara yang disebabkan oleh embargo negara lain akan berkurang. Melalui revitalisasi industri pertahanan, maka pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri sesuai dengan waktu, kualitas, dan jumlah yang dibutuhkan oleh TNI. Prioritas Lainnya di Bidang Perekonomian Dalam rangka revitalisasi industri, pada tahun 2011 pembangunan industri difokuskan pada upaya penumbuhan populasi usaha industri, yang utamanya diarahkan pada: (1) Revitalisasi industri, khususnya industri pupuk, industri gula, dan revitalisasi berbagai rumpun (cluster) industri prioritas sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional; dan (2) Penumbuhan rumpun industri berbasis minyak sawit (oleochemical) serta rumpun industri berbasis kondensat minyak dan gas bumi. I.2-64
Pada tahun 2011, diperkirakan sebanyak 1,0 juta pekerja Indonesia akan bekerja di luar negeri. Untuk itu, langkah-langkah untuk memperbaiki penyelenggaraan penempatan TKI yang di mulai tahun 2010, akan terus dilanjutkan. (a) Kelembagaan penyelenggara Penempatan calon TKI terus diperkuat, dengan membagi secara tegas kewenangan masingmasing institusi penyelenggara, baik di pusat maupun di daerah; (b) mensosialisasikan skim Kredit Perbankan dan skema asuransi secara luas kepada calon TKI; (c) menghubungkan aplikasi system “on line” kepada penyelenggara penempatan TKI baik swasta maupun pemerintah; (d) menerapkan “hotline service” dalam bentuk kotak surat /kotak pos; (f) meningkatkan pembelaan kepada TKI dengan memberikan bantuan hukum bagi TKI yang mengalami masalah. Prioritas Lainnya di Bidang Kesejahteraan Rakyat Sasaran pembangunan pariwisata adalah: (1) Meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah perjalanan wisatawan nusantara masing-masing menjadi 7, 1 juta orang dan 237,0 juta perjalanan; (2) Meningkatnya kontribusi pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja nasional menjadi 8,1 juta orang; (3) Meningkatnya kontribusi pariwisata terhadap penerimaan PDB Nasional menjadi sebesar 4,95 persen; (4) Meningkatnya kontribusi nilai investasi terhadap nilai investasi nasional menjadi sebesar 5,45 persen; (5) Meningkatnya perolehan devisa menjadi USD 7,17 miliar ; dan (6) Meningkatnya pengeluaran wisatawan nusantara menjadi sebesar Rp 154,05 triliun. Untuk mencapai sasaran pariwisata tersebut maka arah kebijakan pembangunan kepariwisataan adalah: (1) pengembangandestinasi pariwisata; (2) pengembangan pemasaran pariwisata; dan (3) pengembangan sumberdaya manusia pariwisata. Sasaran pembangunan kesejahteraan rakyat lainnya adalah: (1) terwujudnya harmonisasi sosial yang ditandai dengan meningkatnya pertemuan dan kerja sama antaumat beragama; (2) meningkatnya kualitas dan profesionalisme pelayanan ibadah haji yang ditandai dengan pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar; (3) meningkatnya character bulding melalui revitalisasi dan konsolidasi gerakan kepemudaan; (4) terlaksananya revitalisasi gerakan pramuka/kepanduan; (5) meningkatnya penguasaan teknologi, jiwa kewirausahaan, dan kreativitas pemuda; (6) meningkatnya prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional; (7) tercapainya posisi papan atas dan sukses penyelenggaraan pada South East Asia (SEA) Games pada tahun 2011; (8) tersusunnya kebijakan pelaksanaan PUG di bidang pendidikan, kesehatan, politik dan pengambilan keputusan, dan ketenagakerjaan; (9) tersusunnya keijakan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan, perlindungan tenaga kerja perempuan, dan korban perdagangan orang; serta (10) tersusunnya kebijakan penyusunan data gender; danTersusunnya kebijakan penghapusan kekerasan pada anak. Arah kebijakan prioritas nasional lainnya di bidang kesejahteraan rakyat, meliputi: (1) peningkatan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam berbagai bidang pembangunan; (2) peningkatan budaya dan prestasi olahraga di tingkat regional dan internasional; (3) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, melalui harmonisasi peraturan perundangan dan pelaksanaannya di semua tingkat pemerintahan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan; (4) perlindungan perempuan terhadap berbagai
I.2-65
tindak kekerasan, melalui upaya-upaya pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan; dan (5) peningkatan perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Arah Kebijakan Pembangunan Bidang, Pengarusutamaan, dan Lintas Bidang Pembangunan Nasional dilakukan secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Untuk itu, perencanaan pembangunan nasional dikelompokkan ke dalam 9 (sembilan) bidang pembangunan menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama Bidang Ekonomi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sarana dan Prasarana Bidang Politik Bidang Pertahanan dan Keamanan Bidang Hukum dan Aparatur Bidang Wilayah dan Tataruang Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Arah dan kebijakan masing-masing bidang pembangunan tersebut diuraikan dalam Buku II. Sinergi antar bidang pembangunan sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan dan tercapainya berbagai sasaran dalam RKP 2011. Pada dasarnya pembangunan di setiap bidang untuk mencapai keberhasilan, tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait dengan pembangunan di bidang lainnya. Dengan pembiayaan yang terbatas, untuk mencapai efektifitas, efisiensi dan hasil yang maksimal dalam mencapai sasaran pembangunan, harus dilakukan sinkronisasi pembangunan di setiap bidang, sehingga kegiatan di setiap bidang saling terpadu, mendukung dan saling memperkuat. Selanjutnya, di dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam RKP 2011 terdapat prinsip pengarusutamaan yang menjadi landasan operasional bagi seluruh pelaksanaan pembangunan. Prinsip-prinsip pengarusutamaan ini diarahkan untuk dapat tercermin di dalam keluaran pada kebijakan pembangunan, yang mencakup: (1) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan; (2) pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik; dan (3) pengarusutamaan gender. Prinsip-prinsi mpengarusutamaan ini akan menjadi jiwa dan semangat yang mewarnai berbagai kebijakan pembangunan di setiap bidang pembangunan. Dengan dijiwainya prinsip-prinsip pengarustamaan ini, pembangunan jangka menengah ini akan memperkuat upaya mengatasi berbagai permasalahan yang ada. RKP 2011 ini juga diarahkan untuk menjadi sebuah rencana kerja jangka menengah yang bersifat menyeluruh. Persoalan yang bersifat lintas bidang harus ditangani secara holistik dan tidak terfragmentasi sehingga dapat menyelesaikan persoalan yang sebenarnya. Pencapaian kinerja pembangunan tersebut menjadi komitmen semua pihak khususnya instansi pemerintah untuk dapat merealisasikannya secara sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu disusun pula rencana kerja yang bersifat lintas bidang meliputi (1) penanggulangan kemiskinan ; (2) perubahan iklim global; (3) pembangunan kelautan berdimensi kepulauan, dan (4) perlindungan anak. I.2-66
Kebijakan lintas bidang ini akan menjadi sebuah rangkaian kebijakan antarbidang yang terpadu meliputi prioritas, fokus prioritas serta kegiatan prioritas lintas bidang untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan yang semakin kompleks. 3. Arah Kebijakan Pembangunan Kewilayahan Undang-Undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) telah memberikan arahan yang jelas agar pembangunan selama 20 tahun kedepan dapat mencapai sasaran pokok yaitu terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan yang diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk mencapai hal tersebut, maka strategi dan arah kebijakan pembangunan kewilayahan, yaitu: 1). Mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera. 2). Meningkatan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik. 3). Meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah. 4). Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana. 5). Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan. Sesuai dengan titik berat Rancangan Kerja Pemerintah Tahun 2011 yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pemantapan tata kelola dan sinergi pusat daerah, maka berbagai strategi pembangunan wilayah tersebut akan dilaksanakan dalam kerangka sinergi pusat-daerah dan antardaerah dalam seluruh proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi yang mencakup kerangka kebijakan, regulasi, anggaran, kelembagaan, dan pengembangan wilayah. Salah satu faktor terpenting dalam sinergi pusat dan daerah adalah terwujudnya sinergi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah sehingga setiap kebijakan dirumuskan dengan memperhatikan dan menampung aspirasi daerah, serta mengutamakan penyelesaian permasalahan secara nyata di daerah. Dalam mempercepat pembangunan wilayah akan dilakukan upaya untuk mendorong penataan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang dengan prinsip harmonisasi kepentingan nasional dan kebutuhan daerah serta keserasian antardaerah. Selain itu juga sejalan dengan pelaksanaan 11 prioritas nasional, arah dan kebijakan pengembangan kewilayahan ditujukan untuk mewujudkan sasaran-sasaran 11 prioritas nasional sejalan dengan isu strategis yang ada di setiap wilayah. a) Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Besar Kebijakan pengembangan wilayah diarahkan untuk mendorong percepatan pembangunan di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan tetap mempertahankan momentum pembangunan di wilayah Jawa-Bali dan Sumatera. I.2-67
Percepatan pengembangan wilayah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mengurangi kesenjangan. (1) Pengembangan Wilayah Sumatera Kebijakan pengembangan wilayah Sumatera dalam tahun 2011 diarahkan untuk menjadikan wilayah Sumatera sebagai sentra produksi pertanian dan perkebunan dengan meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan perkebunan, khususnya tanaman pangan, hortikulutura, sawit, dan karet, serta sebagai sentra produksi perikanan dan hasil laut yang dilakukan dengan meningkatkan produktivitas usaha perikanan dan rumput laut. Selain itu, wilayah Sumatera juga diarahkan untuk mengembangkan (cluster) industri unggulan yang dilakukan dengan strategi mengembangkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Medan, Batam, Pekanbaru, dan Palembang sebagai pusat industri pengolahan yang melayani kawasan sentra produksi, sehingga wilayah Sumatera dapat diperhitungkan sebagai salah satu wilayah utama dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Sebagai sentra produksi dan industri unggulan, wilayah Sumatera perlu didukung oleh iklim investasi yang kondusif sehingga dapat meningkatkan investasi di wilayah Sumatera. Dengan demikian, kebijakan pengembangan wilayah Sumatera juga perlu diarahkan untuk meningkatkan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tata kelola yang dilakukan dengan meningkatkan kualitas legislasi, meningkatkan penegakan hukum, hak Azazi Manusia (HAM), dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik yang terukur dan akuntabel. Pembangunan wilayah Sumatera perlu dilakukan secara sinergis di berbagai sektor dengan tetap mengupayakan pengembangan Sumatera sebagai sentra industri migas dan lumbung energi nasional, pengembangan industri pariwisata alam dan budaya, pengembangan sistem jaringan listrik terintegrasi, penguatan keterkaitan domestik wilayah Sumatera, pengembangan Sumatera sebagai pool angkatan kerja berkualitas dan berdaya saing regional ASEAN, peningkatan program penanggulangan kemiskinan, pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional, dan pembangunan wilayah Sumatera yang sesuai dengan daya dukung lingkungan. (2) Pengembangan Wilayah Jawa-Bali Arah kebijakan pembangunan Wilayah Jawa-Bali di tahun 2011 terutama akan tetap mempertahankan fungsi Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional yang akan dilakukan melalui melalui berbagai upaya menetapkan dan mempertahankan kawasan produksi pangan, serta menekankan juga pada pengembangan industri unggulan potensial di berbagai wilayah potensial di Jawa-Bali. Sementara itu dalam upaya percepatan transformasi ekonomi di Wilayah Jawa-Bali perlu dilakukan berbagai strategi: (1) pemantapan PKN Jabodetabek sebagai pusat jasa dan perdagangan berkelas internasional; serta (2) pengembangan PKN Gerbangkertosusila, Bandung dan Semarang sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional berbasis jasa perdagangan dan industri. Disisi lain, pembangunan Wilayah Jawa-Bali tidak akan terlepas dari dukungan pelaksanaan tata kelola yang baik, oleh karena itu penekanan upaya pemantapan tata kelola di Wilayah Jawa-Bali pada tahun 2011 akan menitikberatkan pada peningkatan pemberantasan korupsi akibat kompleksitas birokrasi, proses perizinan, dan lemahnya penegakan hukum dilakukan dengan strategi yaitu: melakukan reformasi birokrasi sehingga I.2-68
pelayanan menjadi lebih efektif dan efisien; mengembangkan sistem pengurusan perizinan yang transparan dan akuntabel; meningkatkan kredibilitas lembaga hukum. Selain itu, pengembangan Wilayah Jawa-Bali juga tetap diarahkan untuk mendukung: (i) Percepatan pembangunan wilayah perdesaan; (ii) Penguatan keterkaitan desa kota; (iii) Percepatan pembangunan wilayah selatan Jawa; (iv) Penguatan produktivitas ekonomi dan investasi; (v) Percepatan transformasi struktur ekonomi; (vi) Peningkatan nilai surplus perdagangan internasional; (vii) Pengembangan jasa pariwisata dan perdagangan; (viii) Pengembangan pola distribusi penduduk di wilayah Jawa-Bali secara lebih seimbang; (ix) Pengurangan tingkat pengangguran di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; (x) Pengurangan tingkat kemiskinan perdesaan dan perkotaan; (xi) Pemeliharaan dan pemulihan fungsi kawasan lindung; (xii) Pemeliharaan dan pemulihan sumber daya air dan lahan; (xiii) Penanganan ancaman bencana banjir dan longsor; (xiv) Meminimalkan ancaman terorisme; (xv) Pengembangan kapasitas SDM sejalan dengan transformasi ekonomi ke arah sektor sekunder (industri pengolahan) dan tersier (jasa); (xvi) Peningkatan IPM, dan (xvii) Minimalisasi dampak kerugian akibat kejadian bencana alam. (3) Pengembangan Wilayah Kalimantan Pada tahun 2011, pembangunan wilayah Kalimantan diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perkebunan, peternakan, perikanan, dan pengolahan hasil hutan; serta meningkatkan nilai tambah hasil pertambangan dan berfungsi sebagai lumbung energi nasional dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kaidah pembangunan yang berkelanjutan. Pengembangan Kalimantan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan dilaksanakan dengan strategi pengembangan yaitu meningkatkan produktivitas budi daya tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Sementara itu, pengembangan Kalimantan sebagai lumbung energi nasional dilaksanakan dengan strategi pengembangan mengoptimalkan industri migas dan pertambangan, serta mengembangkan industri energi alternatif terbarukan. Terkait dengan upaya pemantapan tata kelola, pengembangan wilayah Kalimantan diarahkan untuk mengembangkan daerah otonom yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik, yaitu dengan upaya meningkatkan kualitas legislasi dan regulasi, meningkatkan penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM), dan pemberantasan korupsi, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain itu, pengembangan wilayah Kalimantan juga tetap diarahkan untuk melanjutkan upaya pengembangan gugus (cluster) industri pengolahan berbasis sumber daya alam, pengembangan industri pariwisata alam dan budaya, pengembangan sistem jaringan infrastruktur perhubungan multimoda terintegrasi memperkuat keterkaitan domestik antarwilayah, pengembangan Kalimantan sebagai wilayah tumbuh pesat dan merata, peningkatan daya dukung lingkungan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan dan mempertahankan fungsi Kalimantan sebagai paru-paru dunia, pengembangan angkatan kerja berkualitas dan berdaya saing, peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan ekonomi lokal, pengembangan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan dengan pengembangan ekonomi lokal.
I.2-69
(4) Pengembangan Wilayah Sulawesi Pembangunan wilayah Sulawesi pada tahun 2011 diarahkan untuk menjadi salah satu lumbung pangan nasional dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah pertanian tanaman pangan, perkebunan dan perikanan; mengembangkan bioenergi; serta meningkatkan dan memperluas perdagangan, jasa dan pariwisata bertaraf internasional. Pengembangan wilayah Sulawesi sebagai sentra produksi pertanian dan perikanan dan lumbung pangan nasional dilaksanakan dengan strategi meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan dan perkebunan, serta meningkatkan produksi dan efisiensi usaha perikanan tangkap. Upaya pengembangan jalur wisata alam dan budaya dilakukan dengan strategi memperkuat jalur wisata Toraja-Tomohon-Bunaken dengan Bali. Sementara itu, arah kebijakan di sektor energi yaitu meningkatkan kapasitas dan integrasi sistem jaringan listrik, yang dilaksanakan dengan strategi meningkatkan kapasitas dan integrasi sistem jaringan listrik serta diversifikasi sumber energi primer. Dalam upaya pemantapan tata kelola di wilayah Sulawesi, arah kebijakan yang diambil yaitu penguatan daerah otonom dan kualitas pelayanan publik, yang dilaksanakan melalui peningkatan kualitas legislasi dan regulasi; penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi; serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam upaya mengembangkan wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan nasional, kebijakan pengembangan wilayah Sulawesi juga perlu tetap memperhatikan pengembangan gugus industri unggulan wilayah, pengembangan wilayah Sulawesi sebagai satu kesatuan ekonomi domestik melalui pengembangan integrasi sistem jaringan transportasi, pengembangan Sulawesi sebagai hub Kawasan Timur Indonesia melalui peningkatan kapasitas pelayanan pelabuhan Makassar dan Bitung, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan ketahanan dan harmonisasi masyarakat, pembangunan kawasan perbatasan sebagai beranda depan wilayah nasional, serta peningkatan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana. (5) Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Pembangunan wilayah Nusa Tenggara di tahun 2011 diarahkan untuk mengoptimalisasikan pengembangan sentra produksi komoditas unggulan, yang dilakukan dengan strategi mengembangkan sentra produksi rumput laut, jagung, kakao, peternakan, dan perikanan tangkap. Selain itu, untuk mendukung keberlanjutan dari pengembangan komoditas unggulan tersebut, maka Wilayah Nusa Tenggara diarahkan untuk mengembangkan PKN Mataram dan Kupang sebagai pusat industri pengolahan komoditas unggulan dan pariwisata. Pembangunan Wilayah Nusa Tenggara di tahun 2011 tidak terlepas dari upayaupaya pelaksanaan tata kelola yang baik, yang diharapkan dapat meningkatkan pembangunan Wilayah Nusa Tenggara itu sendiri. Dalam upaya mendukung pemantapan tata kelola, kebijakan Wilayah Nusa Tenggara di tahun 2011 diarahkan untuk: peningkatan kualitas reformasi birokrasi dan tata kelola, dengan strategi pengembangan: meningkatkan kualitas regulasi dan peraturan daerah; meningkatkan penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) termasuk penanganan kasus korupsi; dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
I.2-70
Sementara itu, pembangunan Wilayah Nusa Tenggara juga tetap diarahkan untuk pengembangan pariwisata bahari; pemantapan kedaulatan wilayah nasional; pengembangan infrastruktur yang dapat menghubungkan antarkota, pulau-pulau, wilayah tertinggal dan wilayah terpencil; peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi; peningkatan akses fasilitas kesehatan, penanggulangan konflik sosial secara partisipatif; serta peningkatan daya dukung dan keberlanjutan lingkungan. (6) Pengembangan Wilayah Maluku Pengembangan Wilayah Maluku tahun 2011 diarahkan untuk pengembangan sentra produksi komoditas unggulan dengan strategi: meningkatkan produktivitas usaha perikanan tangkap dan budidaya; diversifikasi produk ke arah ikan siap saji untuk pasar dalam dan luar negeri; mengembangkan klaster industri perikanan dengan Ambon sebagai pusat industri pengolahan; penganekaragaman produk olahan kelapa; dan mengembangkan kluster industri kelapa dengan Sofifi sebagai pusat industri pengolahan. Strategi pengembangan kedepan tentu membutuhkan sinergi antara pusat dan daerah yang juga didukung oleh pelaksanaan tata kelola yang baik. Dalam mendukung upaya pemantapan tata kelola, Wilayah Maluku diarahkan pada peningkatan reformasi birokrasi dan tata kelola yang akan dilakukan dengan strategi: meningkatkan kualitas regulasi dan peraturan daerah; meningkatkan penegakan hukum dan HAM termasuk penanganan kasus korupsi; serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Disamping itu, pembangunan Wilayah Maluku juga tetap diarahkan untuk penguatan kedaulatan wilayah nasional melalui pendekatan kesejahteraan dan keamanan; peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketerampilan dan berpendidikan tinggi; peningkatan harmoni kehidupan masyarakat dengan kemajemukan agama dan golongan; percepatan pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat; peningkatan ketahanan pangan di tingkat wilayah; pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan; serta peningkatan kewaspadaan dini terhadap potensi bencana alam. (7) Pengembangan Wilayah Papua Pembangunan Wilayah Papua tahun 2011 diarahkan untuk: peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan dilakukan melalaui strategi: meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja, serta meningkatkan akses pelayanan kesehatan. Selain itu dalam upaya mengoptimalisasikan sumber daya yang dimiliki oleh Wilayah Papua, maka pembangunan Wilayah Papua tahun 2011 diarahkan untuk pengembangan sektor dan komoditas unggulan yang dilakukan dengan strategi: mengembangkan sentra produksi pertanian, perikanan laut, mengembangkan industri pengolahan perikanan laut, serta mengembangkan potensi wisata bahari Raja Ampat dan wisata budaya. Sementara itu, didalam upaya mendukung pemantapan tata kelola di Wilayah Papua, maka pembangunan Wilayah Papua diarahkan untuk peningkatan kesadaran dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang dilakukan dengan strategi: memperkuat kelembagaan pemerintahan di tingkat lokal; menghormati dan memperkuat lembaga adat; serta meningkatkan kerja sama antara kepolisian dan pemuka adat dalam penanganan konflik. I.2-71
Disamping itu, pembangunan Wilayah Papua juga tetap diarahkan untuk pengembangan wilayah perbatasan dengan memadukan peningkatan kesejahteraan dan keamanan; penguatan ekonomi daerah; peningkatan kesejahteraan rumah tangga miskin khususnya di perdesaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia; pengendalian HIV/AIDS; peningkatan ketahan pangan; pelestarian dan pemanfaatan keragaman hayati ; serta peningkatan kewaspadaan dini terhadap potensi bencana alam b) Pengembangan Wilayah Laut Pengembangan wilayah laut dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan terpadu dengan memperhatikan aspek-aspek geologi, oseanografi, biologi atau keragaman hayati, habitat, potensi mineral dan energi, potensi perikanan, potensi wisata bahari, potensi industri maritim, potensi transportasi, dan teknologi. Pendekatan ini merupakan sinergi dari pengembangan pulau-pulau besar dalam konteks pengembangan wilayah dan pemerataan pembangunan. Pendekatan ini memandang wilayah laut Indonesia atas dua fungsi: (i) sebagai perekat integrasi kegiatan perekonomian antarwilayah, dan (ii) sebagai pendukung pengembangan potensi setiap wilayah. Pengembangan wilayah laut didasarkan pada sektor unggulan dan potensi keterkaitan depan dan belakang dengan sektor-sektor lain. Pada tahun 2011, pengembangan wilayah laut nasional diprioritaskan pada wilayah pengembangan kelautan Makassar-Buton dan Banda-Maluku, dengan tetap melanjutkan upaya pengembangan di wilayah pengembangan kelautan Sumatera, Malaka dan Jawa. Untuk meningkatkan pengembangan wilayah kelautan Makassar-Buton, arah kebijakan yang diambil yaitu optimalisasi peran strategis kelautan dalam meningkatkan interaksi perdagangan intra pulau (antar provinsi di Sulawesi) maupun dalam mendukung peran wilayah Sulawesi sebagai penggerak Kawasan Timur Indonesia. Arah kebijakan tersebut dilaksanakan melalui strategi pengembangan: (1) peningkatan sistem transportasi laut yang menghubungkan provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi; (2) pemantapan sistem transportasi laut untuk memperkuat fungsi intermediasi Sulawesi bagi KBI dan KTI; (3) pembangunan pelabuhan-pelabuhan ikan dalam klaster-klaster industri pengolahan hasil laut; (4) pengembangan pelabuhan hub ekspor komoditas unggulan; (5) peningkatan pengawasan jalur pelayaran internasional untuk mencegah aktivitas penyelundupan; (6) pengembangan lembaga pendidikan dan kurikulum berbasis kelautan (perikanan, pariwisata, perkapalan); (7) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); dan (8) pengembangan wisata bahari. Arah kebijakan dan strategi wilayah kelautan ini diintegrasikan dengan arah kebijakan dan strategi wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Sementara itu, fokus prioritas pengembangan kelautan Banda-Maluku diarahkan untuk merintis pengembangan industri berbasis sumber daya kelautan dan wisata bahari. Untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut, strategi pengembangan yang diambil adalah: (1) pengembangan sumber daya manusia berketrampilan tinggi di bidang kelautan (pendidikan dan pelatihan); (2) pengembangan komoditas unggulan bernilai tinggi berbasis kelautan seperti kerang mutiara dan ikan hias; (3) pengembangan industri angkutan laut (perkapalan); (4) pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat khususnya wilayah pesisir untuk memperkuat modal sosial; (5) peningkatan akses permodalan bagi nelayan; (6) pengembangan wisata bahari. Arah kebijakan dan strategi wilayah kelautan ini I.2-72
diintegrasikan dengan arah kebijakan dan strategi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. c) Pengembangan Kawasan Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan wilayah, kebijakan pembangunan wilayah juga diarahkan untuk: (1) pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, serta keterkaitan antara kota-desa; (2) pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh, serta (3) pengembangan kawasan perbatasan, daerah tertinggal, dan rawan bencana. Pada tahun 2011, arah kebijakan pengembangan kawasan tersebut adalah sebagai berikut: 1). Mengembangkan kota sebagai suatu kesatuan kawasan/wilayah, yaitu kota sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan regional serta kota sebagai tempat tinggal yang berorientasi pada kebutuhan penduduk kota; 2). Memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; meningkatkan ketahanan desa sebagai wilayah produksi; serta meningkatkan daya tarik perdesaan melalui peningkatan kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan pendapatan seiring dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan lingkungan; 3). Meningkatkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota atau antara wilayah pusat pertumbuhan dengan wilayah produksi (hulu-hilir); 4). Mendorong pembangunan kawasan strategis sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi yang berorientasi daya saing nasional dan internasional sehingga dapat menjadi motor penggerak percepatan pembangunan daerah tertinggal dan sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang terpadu dan sinergis, melalui keterkaitan mata-rantai proses produksi dan distribusi; 5). Mempercepat pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan nasional; 6). Melakukan percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengatasi ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang sudah relatif lebih maju; 7). Mendorong pengarusutamaan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas pembangunan nasional dan daerah; penguatan kapasitas penanggulangan bencana di pusat dan daerah; optimalisasi instrumen pengendalian pemanfaatan ruang dalam aspek pengurangan risiko bencana; mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana; peningkatan sumber daya penanganan kedaruratan dan bantuan kemanusiaan; serta percepatan pemulihan wilayah yang terkena dampak bencana. I.2-73