BAB II EVALUASI, PERMASALAHAN DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN 2.1. KINERJA PEMBANGUNAN Dengan mengacu dan berpedoman pada indikator agregat yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 10 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ponorogo Tahun 20052010, kinerja Pemerintah Kabupaten Ponorogo sampai dengan akhir tahun 2008 secara umum dapat dikatakan menunjukkan keberhasilan kinerja yang cukup baik. Mantapnya pelaksanaan demokrasi dan stabilitas politik, adanya pertumbuhan ekonomi, naiknya pendapatan perkapita, meningkatnya umur harapan hidup, tingginya angka partisipasi sekolah serta semakin majunya seni dan budaya, meningkatnya keamanan dan ketertiban, serta semakin majunya kegiatan keagamaan merupakan gambaran keberhasilan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Ponorogo. Walaupun tidak dipungkiri, masih banyak kelemahan dan kendala yang perlu mendapatkan perhatian khusus, seperti masih rendahnya dukungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD dan masih banyaknya penduduk miskin serta permasalahan lainnya. Kondisi umum gambaran Kabupaten Ponorogo sebagai dasar penentuan kebijakan pembangunan dilihat dari bidang politik, sosial dan budaya, bidang ketentraman dan ketertiban umum, bidang hukum, bidang ekonomi, bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan sub bidang sumber daya manusia adalah sebagai berikut : 2.1.1. Bidang Politik, Sosial dan Budaya Pembangunan politik, sosial dan budaya di Kabupaten Ponorogo secara umum dapat dikatakan semakin baik yang ditandai dengan proses demokratisasi yang telah berjalan pada arah yang benar. Demikian pula antusiasme masyarakat untuk berpolitik cukup tinggi, seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kritis. Adanya tuntutan keterbukaan dalam wadah partisipasi politik rakyat secara lebih variatif dan munculnya berbagai bentuk asosiasi masyarakat sipil, baik dalam bentuk ormas, LSM maupun forum lain menjadi modal yang sangat penting dalam mewujudkan proses demokratisasi kedepan. Organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun forum–forum lainnya, selama ini telah banyak memberikan masukan yang positif dan mengontrol pemegang kendali pembangunan untuk tetap berpihak kepada sebesar–besarnya kemakmuran masyarakat. Wujud nyata mantapnya kehidupan berpolitik masyarakat Kabupaten Ponorogo tercermin pada keberhasilan dalam Pemilihan Umum Tahun 2004 yang 10
diikuti oleh 29 partai politik dengan hasil : 11 partai politik telah memperoleh kursi di DPRD Kabupaten Ponorogo periode 2009 – 2014, yaitu PDIP memperoleh 9 kursi, Partai Golkar 9 kursi, PKB 7 kursi, Partai Demokrat 7 kursi, PAN 6 kursi, PPP 3 kursi, PKS 1 kursi, PKNU 3 kursi, HANURA 3 kursi, PNI Marhaenisme 1 kursi, PKPI 1 kursi dan secara umum berjalan aman dan tertib. Dalam bidang sosial, Kabupaten Ponorogo merupakan daerah yang terkonsentrasi orang miskinnya cukup besar. Tahapan sejahtera, masih terdapat keluarga miskin sejumlah 97.990 KK. Mata pencaharian penduduk yang sebagian petani (229.141 orang) dan buruh tani (145.794 orang) dengan kepemilikan lahan yang terbatas, luas tanam, luas panen dan hasil panen yang belum optimal nampaknya berpengaruh pada tingginya angka kemiskinan, disamping karena terbatasnya lapangan kerja yang berdampak pada tingginya angka pengangguran. Peningkatan
kesehatan/kesejahteraan
keluarga
melalui
program
KB,
menunjukan kemajuan. Pencapaian akseptor KB mengalami penurunan dari tahun 2007 sebanyak 151.442 akseptor, kemudian Tahun 2008 turun menjadi 135.401 akseptor. Jumlah dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan masyarakat adalah IUD 58.106 akseptor; suntik 50.893 akseptor; tablet/pil 10.408 akseptor;
MO 8.067
akseptor; Implant 6.374 akseptor dan kondom 1.553 akseptor. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jaring pengaman sosial untuk Tahun 2008 dilaksanakan melalui alokasi dana jaring pengaman sosial bidang kesehatan Tahun 2008 sebesar Rp. 200.000.000,- yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan dasar 76.294 keluarga miskin; Selain itu, dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial, alokasi dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM bidang pendidikan dasar dan menengah bantuan murid khusus (BKM) Tahun 2008/2009 mencapai jumlah total Rp. 26.073.994,- yang diperuntukan bagi 111.128 siswa. Perincian jumlah penerima dan besarnya dana sebagai berikut : untuk SD/MI sejumlah 74.854 siswa dengan dana sebesar Rp. 14.858.524,-; untuk SLTP/MTs sejumlah 27.918 siswa dengan dana sebesar Rp. 7.956.630,-; untuk SMU/SMK/MA sejumlah 8.356 siswa dengan dana sebesar Rp. 3.258.840,Dalam rangka peningkatan kesejahteraan telah dilaksanakan program transmigrasi, untuk tahun 2008 sebanyak 63 transmigran sedangkan yang menjadi TKI/TKW yang berangkat ke Luar Negeri Tahun 2008 sejumlah 1.488 orang terdiri laki laki 236 dan perempuan 1.252 orang. Adapun Negara tujuan adalah Malaysia, Hongkong, Arab Saudi, Singapura, Abu Dhabi dan Brunei Darussalam. Dari aspek keagamaan, masyarakat Kabupaten Ponorogo adalah masyarakat yang religius. Penduduk Kabupaten Ponorogo 92 % beragama Islam atau 949.699 11
orang beragama Islam. Untuk penduduk lainnya 2.779 orang bergama Katholik; 3.623 orang bergama protestan; 265 orang beragam Hindhu dan 558 orang bergama Budha. Jumlah tempat ibadah untuk umat Islam adalah 1.642 masjid dan 2.652 mushola/langgar. Sedangkan jumlah rumah ibadah untuk non muslim adalah gereja ada 27 buah dan Vihara 2 buah. Kabupaten Ponorogo juga terkenal dengan kehidupan pondok pesantrennya. Jumlah pondok pesantren sejumlah 84 pondok. Pondok pesantren tersebut didukung oleh guru pondok pesantren sejumlah 30.656 orang. Namun untuk jumlah santri bertambah dari 30.444 santri menjadi 30.825 santri. Untuk jumlah jamaah haji dari sesuai dengan jumlah kuota Kabupaten Ponorogo Tahun 2008 sebanyak 579 orang. Jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan sebanyak 10.332 orang. Untuk yang talak naik dibanding Tahun 2007 yaitu dari 128 menjadi 470 Sedangkan yang cerai naik dari 771 pada tahun 2007 menjadi 747 pada Tahun 2008. Dalam bidang seni budaya, untuk menjaga kelestarian Reog sebagai budaya asli Ponorogo setiap desa disarankan minimal harus ada 1 unit Reog. Sedangkan untuk ajang adu ketrampilan dalam pagelarannya setiap bulan suro diadakan festival reog yang diikuti peserta dari seluruh penjuru tanah air. Secara keseluruhan jumlah organisasi kesenian di Kabupaten Ponorogo adalah : Reog 259 unit (Reog Dadak 234; Reog Mini 21; Reog Tek 4); samroh/hadroh 179 unit; karawitan 130 unit; terbang sholawat 54 unit; wayang kulit 16 unit; campursari 20 unit; qosidah 3 unit; band/orkes 10 unit; Ketoprak/ludruk 34 unit; musik odrot 6 unit; jemblungan 1 unit; wayang orang 3 unit; kongkil 1 unit; dan lain-lain 40 unit.Untuk mengembangkan seni budaya di Ponorogo, tiap tahun diadakan grebeg suro sekaligus sebagai ajang wisata budaya Kabupaten Ponorogo. 2.1.2. Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengupayakan agar masyarakat mampu meningkatkan keamanan lingkungan masing-masing, menjaga agar tidak terjadi konflik di masyarakat dengan meningkatkan kerukunan masyarakat, umat beragama, kelompok atau orgainsasi di masyarakat. Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengupayakan lebih meningkatkan kerjasama dengan lembaga penegak hukum dan pemahaman HAM serta menggerakkan partisipasi masyarakat dalam penaggulangan tindak kejahatan dengan sistim keamanan swakarsa dan bela negara. Tindak kejahatan yang terjadi di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2008 mengalami penurunan dibanding tahun 2007, yaitu dari 542 kasus menjadi 372 12
kasus. Untuk tahun 2008 jenis tindak pidana yang terjadi adalah : pencurian dengan pemberatan 94 kasus; pencurian kayu jati 25 kasus, pencurian kendaraan bermotor 46 kasus; penganiayaan ringan 11 kasus; penganiayaan berat 14 kasus; pencurian dengan kekerasan 3 kasus; pencurian hewan ternak 0 kasus; pembunuhan 0 kasus; kebakaran masing-masing 0 kasus; lain-lain 4 kasus. Langkah-langkah yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo antara lain : 1.
Meningkatkan kerja sama dengan penegak hukum dalam penegakan supremasi hukum;
2.
Meningkatkan kemampuan daya tangkal masyarakat yang tangguh baik di pemukiman maupun di tempat kerja;
3.
Peningkatan kapasitas Polisi Pamong Praja melalui pembinaan dan pemberdayaan Linmas dan penanggulangan bencana; dan
4.
Membentuk wadah koordinasi seluruh kegiatan penanggulangan narkoba di Kabupaten Ponorogo.
2.1.3. Bidang Hukum Langkah–langkah yang telah diambil Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta memberikan kepastian hukum dan ketentraman dalam kehidupan antara lain : 1.
Meningkatkan
pelayanan
masyarakat
di
bidang
hukum
dan
menyelenggarakan Penyuluhan Kadarkum untuk tahun 2008 sebanyak 25 kali, dalam rangka meningkatkan kesadaran dan budaya hukum serta tertib hukum; 2.
Menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2008 sebanyak 13 buah, termasuk 2 Peraturan Daerah mengenai APBD
3.
Menerbitkan Keputusan Bupati Ponorogo tahun 2008 sebanyak 1865 buah
4.
Menerbitkan Instruksi Bupati Ponorogo untuk tahun 2008 sebanyak 2 buah
5.
Menerbitkan Peraturan Bupati Ponorogo untuk tahun 2008 sebanyak 72 buah
6.
Melaksanakan Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan untuk tahun 2008 sebanyak 85 buah;
7.
Melaksanakan Penerangan Hukum Lewat Media Cetak (Brosur Penerangan Hukum) sebanyak 1050 buku;
8.
Memberikan Pengetahuan Petugas Bidang Hukum Daerah untuk tahun 2008 sebanyak 3 kali;
9.
Menerbitkan Lembaran Daerah untuk tahun 2008 sebanyak 500 buku; 13
10. Penerbitan Bulletin Informasi untuk tahun 2008 sebanyak 400 buah. 2.1.4. Bidang Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo tahun 2006, 2007 dan 2008 secara berturut-turut adalah 4,18 % ,4,50 % dan 5,34 %. Pertumbuhan tahun 2008 didorong oleh pertumbuhan seluruh sektor, untuk sektor pertanian tumbuh 3,15 %; sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 4 %; sektor industri pengolahan tumbuh 4,67 %; sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 2,84 %; sektor bangunan (konstruksi) tumbuh 5 %; sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 6,36 %; sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 6,85 %; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 12,9 %; dan jasa jasa tumbuh lainnya 5,68 %. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihasilkan Kabupaten Ponorogo atas dasar harga berlaku tahun 2008 sebesar Rp. 5.667.151,- Apabila dibandingkan dengan PDRB tahun 2007 sebesar Rp. 4.962.064,19 maka mengalami kenaikan 14,2 %. Untuk pendapatan regional netto perkapita pertahun, mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebesar Rp. 4.938.726,80 dan pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 5.162.921,87 Pendapatan
sektor
pertanian,
perdagangan,
jasa-jasa
dan
industri
pengolahan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB, di sektor pertanian untuk tanaman padi (sawah dan ladang) produksinya Untuk tahun 2008 produksinya 3.942.780 Ku/Hektar dengan rata-rata produksi 62.04 Ku/Hektar. Produksi jagung ada peningkatan dibanding tahun 2007 produksi sebesar 1.500.900 Ku dan pada tahun 2008 menjadi rata-rata produksi 50.03 Ku/hektar. Produksi ubi kayu mengalami penurunan, yaitu untuk tahun 2007 mencapai 4.508.630 Ku atau 177.03 Ku/hektar sedangkan tahun 2008 mencapai 4.456.950 Ku atau 187.11 Ku/hektar. Begitu juga dengan ubi jalar mengalami penurunan. Produksi ubi jalar mencapai 4.210 Ku atau 113.78 Ku/hektar. Produktifitas tanaman kacang tanah menurun sebesar 5 % dibanding tahun 2007, dan total produksi bertambah karena luas panen yang lebih besar. Produksi kacang hijau, kacang kedelai juga mengalami penurunan. Untuk kacang hijau produksinya mencapai 8.400 atau 12.39 Ku/hektar dan kedelai 286.220 Ku atau 15.83 Ku/hektar. Produksi buah-buahan yang menonjol adalah pisang 335.195 Ku, mangga 460.774 Ku, jeruk keprok 493.040 Ku, papaya 85.471 Ku, nangka 13.529 Ku, alpokat 201.400 Ku, manggis 7.159 Ku, sawo 1.299 Ku, salak 299 Ku. Belimbing 14
2.724 Ku, jambu air 828 Ku, sukun 454 Ku, melon 22.360 Ku, durian 106.159 Ku, rambutan 20.227 Ku, sirsak 1.145 Ku. Produksi sayur sayuran adalah cabe rawit 3.607 Ku, kangkung 72 Ku, terong 1.073 Ku, bawang merah 10.826 Ku, boncis 1.980 Ku, cabe besar 433 Ku, bayam 191 Ku, wortel 29.606 Ku, kacang panjang 1.192 Ku, ketimun 255 Ku, labu 115 Ku, tomat 777 Ku, bawang putih 32 Ku, semangka 0 Ku, sawi 14.259 Ku. Disektor peternakan ternak besar yang banyak dikembangkan yaitu sapi dengan jumlah total 44.406 ekor, kerbau 77 ekor, kuda 123 ekor dan sapi perah 525 ekor. Untuk ternak kecil meliputi kambing sejumlah 66.448, domba 19.770 ekor, kelinci 7.009 ekor. Untuk unggas meliputi ayam kampung 469.513 ekor, menthok 13.233 ekor dan itik 27.771 ekor. Untuk pengembangan ternak sapi dilakukan insiminasi buatan pada sapi potong, jumlah akseptor 26.230 dan jumlah sapi 24.078 ekor dan jumlah kelahiran 14.394 ekor. Dari sektor peternakan ini, produksi daging sapi 736.616 kg, daging kerbau 9.137 kg, daging kambing 1.642.584 kg, dan daging domba 80.969 kg. Daging ayam kampung produksinya 482.560 kg, ayam boiler 884.603 kg, itik 783.347 kg, telor ayam kampung 1.375.666 kg, ayam ras 573.455 kg dan telor itik 563.367 kg. Pengembangan perikanan menunjukkan hasil yang cukup baik. Luas areal untuk perikanan untuk perairan umum 375,80 Ha dan dengan produksi 26,15 ton, senilai Rp. 321.452.000,-. Untuk areal kolam luas areal 26,84 Ha produksinya mencapai 908,60 ton, senilai Rp. 7.910.821.000,- jenis ikan yang dikembangkan mujair, katak, tawas, udang, lele, dan lain-lain. Perkembangan industri di Kabupaten Ponorogo menunjukkan adanya peningkatan. Jumlah industri kecil dan kerajinan tahun 2003 – 2008 berturut-turut adalah 21.000 unit, 21.168 unit, 21.168 unit, 21.418 unit, 21.514 unit dan 21.607 unit. Seiring dengan peningkatan jumlah industri penyerapan tenaga kerja relatif tetap. Penyerapan tenaga kerja industri kecil dan kerajinan tahun 2008 adalah : 52.632 orang. Dari 21.607 unit industri tersebut yang masuk industri formal adalah 700 unit, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 8.903 orang dan nilai produksi total sebesar Rp. 215.419.414,- Untuk industri non formal mencapai 20.907 unit dengan 43.729 tenaga kerja, dan dengan nilai produksi total sebesar Rp. 194.061.395,-
2.1.5. Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Dampak negatif dari keberhasilan pembangunan yang dirasakan saat ini adalah terjadinya degradasi mutu lingkungan hidup. Hal ini terlihat pada luasan lahan kritis yang mencapai 15.000 Ha. Pencemaran lingkungan, baik pada 15
medium air, udara maupun tanah telah menjadikan kualitas lingkungan hidup semakin menurun. Sumber-sumber pencemar dari industri, domestik, pertanian maupun yang lain harus dapat diatasi dalam bentuk pencegahan dan pengendalian. Sistem pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem open dumping disamping mengakibatkan umur Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang terbatas, juga menyebabkan terjadinya pencamaran air, tanah dan bau. Sementara itu, pembangunan tenaga listrik diarahkan untuk pemerataan ketersediaan listrik sampai ke desa-desa terpencil, baik dengan tenaga listrik dari PLN maupun dengan energi alternatif, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).
2.1.6. Bidang Sumber Daya Manusia Berbagai upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia telah menunjukkan kemajuan, tercermin dari semakin membaiknya beberapa sektor seperti kependudukan, pendidikan dan kesehatan. Pada tahun 2008 penduduk Kabupaten Ponorogo sebesar 1.026.775 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berpengaruh terhadap kepadatan penduduk, dan dampak dari jumlah penduduk yang terus berkembang adalah permasalahan daya dukung daerah yang terbatas, apabila dilihat dari tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2008 sebesar 631 per Km². Dilihat dari pendapatan regional neto perkapita pertahun mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 menunjukkan adanya peningkatan, berturut-turut adalah Rp. 3.882.024,96 ; Rp. 4.476.490,32, Rp. 4.938.726,80 dan Rp. 5.162.921,87 Pembangunan kesehatan masyarakat menunjukkan peningkatan, yang tercermin dari meningkatnya umur harapan hidup masyarakat Kabupaten Ponorogo. Pada tahun 2006, angka harapan hidup mencapai umur 60; tahun 2007 mencapai umur 60 dan tahun 2008 mencapai umur 68,97 tahun. Angka kematian bayi tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2007, yaitu dari 8.71 menjadi 13.5. per 1.000 kelahiran. Begitu juga untuk kematian ibu dari 54.46 menjadi 103.39 per 100.000 kelahiran. Jenis penyakit yang dominan menyerang masyarakat Kabupaten Ponorogo tiga terbesar untuk tahun 2008 adalah infeksi akut lain pada saluran pernafasan atas sebesar 56.695 kunjungan, penyakit pada sistim otot dan jaringan pengikat sebesar 47.117 kunjungan dan penyakit lain pada saluran pernafasan atas sebesar 45.379 kunjungan. Untuk mensuplai kebutuhan darah bagi rumah sakit, 16
PMI Cabang Ponorogo berhasil menghimpun 7.597 pendonor darah, yaitu sukarelawan sebanyak 6.490 orang dan pengganti sebanyak 1.107 orang, dengan rincian golongan darah A sejumlah 1.812 pendonor, B sejumlah 2.157 pendonor, golongan AB 536 pendonor dan golongan O sejumlah 3.089 pendonor atau keseluruhan 7.597 orang. Kualitas pendidikan masih diprioritaskan pada penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun atau usaha peningkatan pendidikan masyarakat Ponorogo minimal setaraf dengan pendidikan Tingkat SLTP. Beberapa indikator yang dicapai antara lain, Angka partisipasi murni untuk murid SD/MI 95.38% dan angka transisi 0% untuk SMP/MTs angka partisipasi murni 77.54% dan angka transisi 101.72% sedang untuk SMK/SMA/MA angka partisipasi murni 59.34%
dan angka transisi 81.53%. Kualitas angkatan kerja didominasi oleh angkatan kerja lulusan SLTA. Pada saat yang sama meningkatnya jumlah angkatan kerja lulusan SLTA dan Perguruan Tinggi tidak diimbangi oleh meningkatnya ketersediaan kesempatan kerja dan hal ini pada gilirannya akan mengingkatkan jumlah penganggur terdidik. Jumlah pencari kerja (angka pengangguran) di Kabupaten Ponorogo yang tercatat pada
tahun
2008
sejumlah
7.163
orang. Berdasarkan
tingkat
pendidikannya jumlah pencari kerja terbesar adalah lulusan SLTA yaitu sejumlah 6.480 orang, kemudian lulusan SLTP sejumlah 2.595 orang, disusul lulusan sarjana Muda / DI-DIII sejumlah 537 orang, Sarjana 1.767 orang dan lulusan SD sejumlah 323 orang.
2.2.
PERMASALAHAN POKOK PEMBANGUNAN KABUPATEN PONOROGO Evaluasi terhadap kinerja pembangunan dari berbagai bidang pembangunan telah diidentifikasi berbagai permasalahan yang menjadi hambatan dalam mewujudkan target yang telah direncanakan sebagai berikut : 2.2.1. Masalah Pengamalan Nilai-nilai Agama Kabupaten Ponorogo merupakan daerah yang relatif homogen dengan indikasi jumlah penduduk sebanyak 1.026.775 jiwa diantaranya sebanyak 949.699 jiwa atau 92 % beragama Islam, dan bahkan sering dijuluki Kabupaten Seribu Pondok. Namun demikian, masih dijumpai banyak fakta berupa penyimpangan terhadap pranata agama dan budaya, penampilan kepribadian yang kurang baik, perilaku-perilaku warga yang tergolong menyimpang seperti perilaku yang terkait dengan minuman keras dan keterlibatan dengan NAPZA,
17
masih rendahnya kualitas moral, akhlak dan iman, perlu memperoleh perhatian oleh rakyat dan pemerintah. Selanjutnya, menyangkut bidang pendidikan masih terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi Kabupaten Ponorogo yaitu : 1. Profesionalisme guru yang masih perlu ditingkatkan ; 2. Banyaknya gedung SD yang mengalami rusak berat dan rusak total ; 3. Masih kurangnya sarana penunjang kegiatan belajar mengajar dan prasarana pendidikan terutama meubelair ; 4. Banyaknya lembaga SD belum memiliki ruang perpustakaan ; 5. Terbatasnya koleksi buku perpustakaan, baik jumlah maupun jenisnya ; 6. Terbatasnya alat peraga/peraga, khususnya IPA ; 7. Kondisi sosial ekonomi masyarakat masih rendah ; 8. Saratnya muatan kurikulum dan kurang sesuai dengan kebutuhan daerah ; 9. Kinerja Pengawas dan Kepala Sekolah yang masih jauh dari harapan. disamping itu, terdapat fakta akibat perubahan sosial budaya dan ekonomi yang cepat, yaitu masih banyak anak-anak usia sekolah yang belum optimal, kualitas yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan masih rendah dan belum mampu beradaptasi dengan perubahan global, oleh karena itu, masalah pemerataan memperoleh pendidikan dan kualitas produk pendidikan dari lembaga pendidikan menjadi masalah yang paling pokok (mendasar). Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan lebih mendasarkan pada swadaya masyarakat dan belum mendapat bantuan dari Pemerintah secara optimal. Dari sisi muatan pendidikan, muatan lokal kurikulum masih belum mamadai untuk bersaing di pasar kerja. Menyangkut bidang kesehatan, secara umum permasalahan yang dihadapi adalah kualitas pelayanan umum belum optimal, karena belum semua sarana pelayanan kesehatan melaksanakan standar pelayan yang telah ditetapkan. Keterjangkauan dan pemerataan pelayanan dapat dilihat dengan ratio jumlah sarana yang ada. Selain itu, perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang serta kualitas lingkungan yang belum optimal. Disisi lain belum semua tenaga kesehatan memenuhi kompetensi profesi terkait untuk dapat terregritasi sebagai tenaga kesehatan professional. Selain itu, rendahnya akses terhadap layanan kesehatan sering terjadi pada masyarakat miskin karena kendala biaya (cost barrier). Permasalahan bidang kesehatan dapat dirinci sebagai berikut : 1. Kualitas pelayanan kesehatan yang belum optimal dan belum merata serta terjangkaunya pelayanan kesehatan ; 18
2. Perilaku yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat dan pemberdayaan masyarakat terhadap kesehatan relatife rendah ; 3. Terjadinya beban ganda penyakit dan rawan bencana ; 4. Kualitas lingkungan yang belum mendukung distribusi dan kompetensi tenaga kesehatan yang belum merata ; dan 5. Rendahnya akses kesehatan penduduk miskin. 2.2.2. Masalah Kemiskinan, Kesenjangan dan Pengangguran Perkembangan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Ponorogo walaupun jumlahnya mengalami penurunan namun masih tetap tinggi, pada tahun 2008 dari jumlah penduduk 1.026.775 jiwa, jumlah penduduk miskin 298.014 jiwa atau 32.41% dan pada tahun 2008 dari jumlah penduduk 1.026.775 jiwa, jumlah penduduk miskin 340.051 jiwa atau 33,1%. Permasalahan kemiskinan pada umumnya berkaitan dengan terbatasnya kesempatan dan lapangan kerja dan kenaikan upah yang lambat dalam menyesuaikan terhadap kenaikan harga. Akibat stagnasi upah dan peningkatan harga, masyarakat kurang mampu tergolong sebagai penduduk miskin. Masih tingginya penduduk miskin ini dinilai semakin mendekati angka rawan walaupun Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mengeluarkan program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gardu Taskin), namun capaian melalui program pengentasan kemiskinan belum memenuhi sasaran yang diharapkan, karena sasaran program hanya mengarah pada peningkatan SDM dan bantuan modal usaha sebagai perangsang, namun nilainya masih sangat kecil. Selain itu tingkat pengangguran di Kabupaten Ponorogo masih relatife tinggi, dan masalah pengangguran berkaitan erat dengan kesempatan kerja ,baik didalam maupun luar negeri. TKI perempuan telah memberikan sumbangan cukup besar untuk
pemasukan
devisa,
namun
dengan
semakin
ketatnya
kebijakan
ketenagakerjaan di luar negeri, maka perlu diantisipasi untuk meningkatkan daya tawar tenaga kerja di luar negeri. 2.2.3. Masalah Percepatan Pembangunan Ekonomi dan Pembangunan Infrastruktur Perekonomian Kabupaten Ponorogo pada tahun 2008 menunjukkan peningkatan, namun perkembangannya masih lambat. Melalui berbagai program yang dilaksanakan masih belum mampu memberikan hasil yang cukup baik, hal ini ditandai dengan : 1.
Pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun pertumbuhan tersebut masih didominasi oleh sektor konsumsi.; 19
2.
Tingkat pemulihan ekonomi belum mencapai 100 %;
3.
Masih terjadi disparitas wilayah berdasarkan PDRB perkapita dan pertumbuhan Ekonomi;
4.
Nilai Tukar Petani (NTP) belum signifikan mempengaruhi pendapatan petani, NTP diluar sayuran dan buah seperti padi dan palawija masih dibawah 100, hal ini menunjukkan rendahnya nilai tambah produk pertanian;
5.
Rendahnya daya saing produk pertanian di pasar internasional;
6.
Masih rendahnya investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Ponorogo akibat sarana dan prasarana yang kurang mendukung;
7.
Masih rendahnya kontribusi Usaha Kecil Menengah terhadap eksport.
2.2.4. Masalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Beberapa permasalahan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam adalah : 1.
Luas lahan kritis baik didalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan;
2.
Belum optimalnya pemanfaatan bahan galian;
3.
Belum optimalnya penyerapan tenaga kerja dibidang pertambangan;
4.
Adanya pelanggaran K3 dan kerusakan lingkungan;
5.
Belum memadainya data potensi dan konservasi mengenai air tanah; dan
6.
Belum memadainya data daerah rawan bencana dan geologi lingkungan.
2.2.5. Masalah Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Penegakan Supremasi Hukum dan HAM, Ketenteraman dan Ketertiban Penerapan Otonomi Daerah masih menyisakan banyak masalah yang terkait dengan kewenangan dan sinkronisasi kebijakan selain itu tuntutan Otonomi Desa makin menguat, Desa sebagai satuan Pemerintahan Wilayah terkecil lebih banyak menjadi obyek pembangunan. Berkaitan dengan penegakan supremasi hukum dan HAM bahwa sistem peradilan yang tidak transparan dan terbuka mengakibatkan hukum belum sepenuhnya memihak pada kebenaran dan keadilan karena tiada akses dari masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan. Kondisi tersebut juga diperlemah dengan profesionalisme dan kualitas sistem peradilan yang masih belum memadai sehingga membuka kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif didalam proses peradilan sebagaimana dikenal istilah mafia peradilan. Adanya degradasi budaya hukum di lingkungan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya apatisme seiring dengan menurunnya tingkat apresiasi 20
masyarakat, baik kepada substansi hukum maupun pada struktur hukum yang ada. Rendahnya budaya hukum masyarakat karena kebebasan telah diartikan sebagai “serba boleh”. Padahal hukum adalah instrumen untuk melindungi kepentingan individu dan sosial masyarakat. Sebagai akibatnya timbul ketidakpastian hukum yang tercipta melalui proses pembenaran perilaku salah dan penyimpangan atau kata lain hukum hanya merupakan instrument pembenar bagi perilaku salah. Selanjutnya, berkaitan dengan masalah ketentraman dan ketertiban dengan beragamnya konsisi sosial, ekonomi, budaya, etnis dan agama yang ada menjadikan Kabupaten Ponorogo memiliki potensi ancaman yang dapat mengganggu keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat. Potensi ancaman ini harus dapat diminimalkan, sehingga tidak menjadi bibit munculnya konflik. Gangguan terhadap keamanan, ketentraman dan ketertiban secara umum masih terkendali, namun apabila tidak diimbangi dengan penuntasan penanganan oleh penegak hukum dapat melemahkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan secara keseluruhan. 2.2.6. Masalah Keterbatasan Sumber Pembiayaan Alokasi dana pembangunan Kabupaten Ponorogo saat ini masih sangat terbatas, walaupun didukung bagian dana dekonsentrasi dari Pemerintah Pusat,. Jumlah dana riel yang ada masih belum memadai untuk dapat menuntaskan permasalahan pokok yang dihadapi Kabupaten Ponorogo lebih-lebih dalam menangani kemiskinan dan pengangguran. Kecilnya dana Pemerintah tersebut antara lain : 1.
Terbatasnya pembiayaan pembangunan APBN/APBD;
2.
Kecilnya pengembalian dana perimbangan;
3.
Belum optimalnya pengelolaan keuangan daerah; dan
4.
Penggalian sumber dana dari potensi yang ada belum optimal yang mengakibatkan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.3. PRIORITAS PEMBANGUNAN TAHUN 2009 Berdasarkan agenda pembangunan Kabupaten Ponorogo Tahun 2005-2010 ditetapkan prioritas pembangunan sebagai berikut : 1. Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang bersih dari KKN.
21
2. Meningkatkan Kualitas SDM Aparatur Pemerintah Daerah. 3. Meningkatkan Kualitas penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan a) asas kepastian hukum; b) asas tertib penyelenggaraan Negara; c) asas kepentingan umum; d) asas keterbukaan; e) asas proporsionalitas; f) asas profesionalitas; g) asas akuntabilitas; h) asas efisiensi; i) asas efektifitas. 4. Peningkatan Kuantitas dan Kualitas pelayan umum. 5. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, kualitas pengajar, kurikulum dan peran serta orang tua terhadap pendidikan anak. 6. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan sarana dan prasarana, tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat. 7. meningkatkan kualitas penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama melalui peningkatan peran lembaga-lembaga keagamaan, dan orang tua. 8. Mengurangi angka pengangguran dan pengentasan kemiskinan. 9. Meningkatkan peranan pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan sebagai pondasi perekonomian masyarakat. 10. Melakukan pembinaan terhadap petani, pengusaha kecil dan menengah. 11. Meningkatkan peranan lembaga keuangan untuk membantu usaha masyarakat. 12. Melakukan kerjasama dan kemitraan dengan daerah lain/perusahaan besar untuk membantu pengembangan usaha masayarakat Ponorogo. 13. Mempromosikan potensi daerah, memberikan kemudahan perijinan dan jaminan kepastian hukum, keamanan/ketentraman dan ketertiban untuk menarik investor. 14. Mengembangkan seni budaya daerah dan menggalakkan berbagai Festival seni dan budaya, dipadukan dengan bulan wisata daerah sebagai puncak pagelaran, sekaligus sebagai upaya memajukan pariwisata daerah.
2.4. KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN 2.4.1. Kondisi Ekonomi dan Prospek Ekonomi Tahun 2009 Kondisi
ekonomi
makro
Kabupaten
Ponorogo
menunjukkan
adanya
pertumbuhan positif. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo tersebut meningkat didorong oleh pertumbuhan di semua sektor, hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi Kabupaten Ponorogo terus berlangsung dan semakin membaik, bila diukur dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo yang cukup tinggi tersebut didukung oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang relatif stabil ditandai dengan inflasi yang relatif rendah sebesar 0,56%. Nilai tukar rupiah yang relatif stabil pada kisaran rata-rata Rp. 10.525 –
Rp 10.275 per
dollar AS dan tingkat suku bunga SBI yang rendah sebesar 7.75 % serta suku bunga kredit yang cenderung menurun merupakan stimulus bagi perkembangan 22
ekonomi Kabupaten Ponorogo. Pada sisi pengeluaran, peranan konsumsi dalam perekonomian Kabupaten Ponorogo masih tetap memegang peranan penting. Indikator peningkatan konsumsi secara nominal volume penjualan perdagangan eceran mengalami kenaikan. Peningkatan konsumsi tersebut disumbang oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau, peralatan rumah tangga, bahan konstruksi, alat tulis, bahan kimia, bahan bakar dan suku cadang. Faktor-faktor yang diprediksi berpengaruh pada proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang faktor-faktornya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap jalannya pemerintahan, tetapi pemerintah tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhinya. Faktor eksternal ini dapat menciptakan peluang yang dapat dimafaatkan oleh pemerintah, tetapi juga dapat berupa kondisi yang menjadi tantangan atau ancaman bagi pembangunan ekonomi. Faktor eksternal yang diperkirakan berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi dimasa yang akan datang adalah kestabilan politik, kepastian hukum, liberalisasi perdagangan dan kebijakan investasi, kebijakan moneter, tingginya suku bunga perbankan, insentif perpajakan dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan internal yang mencerminkan kekuatan atau keunggulan serta kekurangan yang ada dapat berupa
kebijakan daerah, peraturan daerah,
respon investor dan masyarakat dan lain sebagainya. Berdasarkan perhitungan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponororgo terus meningkat dari tahun 2005 sampai dengan 2008 yaitu secara berturut-turut sebesar 4,11%, 4,18%, 4,50% dan 5.34%. Dengan demikian diprediksi untuk tahun 2010 akan mengalami peningkatan. Asumsi ini didasarkan pada pertumbuhan PDRB yang disebabkan adanya peningkatan di semua sektor. Khusus untuk pertanian walaupun ada peningkatan tetapi prosentase kontribusinya terhadap PDRB mengalami penurunan. Apabila hal ini dapat ditingkatkan kembali sektor dominan ini akan lebih mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomo Kabupaten Ponorogo. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Ponorogo adalah daerah penyangga pangan di Jawa Timur dengan luas lahan sawah 34.800 Ha dengan pengairan irigasi teknis yang cukup luas yaitu mencapai 30.091 Ha. Disamping itu tenaga kerja yang bergerak pada sektor pertanian adalah yang terbesar, dilihat dari segi mata pencaharian penduduk, yaitu petani pengusaha sejumlah 229.141f dan buruh tani sejumlah 145.794 orang. Potensi sektor perikanan juga cukup besar untuk dikembangkan dalam mendukung sektor pertanian.
Hal ini didasarkan pada potensi pengairan yang 23
cukup memadai disamping potensi produksi perikanan yang cukup besar dimana luas areal untuk perikanan perairan umum 322.30 Ha dengan produksi 36.15 Ton senilai Rp. 538.700.000,- dan untuk areal kolam luas areal 31.88 Ha produksinya mencapai 1.007,4 Ton senilai Rp 11.484.360.000,Pada sektor pertambangan potensinya cukup besar apabila dikembangkan, sehingga perlu diupayakan menarik investor guna mengambangkan pertambangan. Sektor
Industri
pengolahan
juga
menunjukkan
perkembangan
yang
menggembirakan adanya peningkatan jumlah unit usaha maupun penyerapan tenaga kerja akan memberikan dampak positif
bagi pertumbuhan ekonomi.
Demikian juga dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran, juga mengalami peningkatan yang cukup siginifikan bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo. Potensi wisata budaya dan alam Kabupaten Ponorogo, termasuk potensi pondok pesantren dan berkembangnya perguruan tinggi di Kabupaten Ponorogo diharapakan
mampu
mengangkat
perekonomian
masyarakat.
Tidak
kalah
pentingnya adalah, kontribusi para TKI/TKW dalam meningkatkan ekonomi masyarakat walaupun jumlahnya hanya 1.488 orang atau
1 % dari penduduk
Kabupaten Ponorogo yang berjumlah 1.026.775 jiwa. 2.4.2. Pembiayaan Pembangunan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2008 sebesar Rp. 745.013.656.405,49
terdiri
dari
:
Pendapatan
41.850.665.707,56;
Dana
Perimbangan
Asli
sebesar
Daerah
Rp.
sebesar
Rp
651.128.373.325,93
Pendapatan Asli Daerah tersebut berasal dari Pajak Daerah sebesar Rp. 9.858.329.841,00; Retribusi
Daerah sebesar Rp. 23.871.568.766,58;
Hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang di pisahkan sebesar Rp. 732.415.619,76 dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah sebesar Rp. 7.388.351.480,22. Untuk dana Perimbangan berasal dari : Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak sebesar Rp. 49.641.376.325,93; Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp. 538.559.997.000,00; Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp. 62.927.000.000,00; dan Dana Perimbangan dari Propinsi sebesar Rp. 28.795.751.687,00 Realisasi Anggaran Belanja Daerah Kabupten Ponorogo Tahun 2008 sebesar Rp. 806.416.174.589,5 Belanja tersebut meliputi Belanja Operasi sebesar Rp. 621.461.454.172,80; Belanja Modal sebesar Rp. 178.118.933.515,70; Belanja Tak
Terduga
sebesar
Rp.
5.173.321.000,00
dan
Transfer
sebesar
Rp. 1.662.456.901,00 Dari rincian tersebut diketahui bahwa kontribusi PAD terhadap Anggaran 24
Pendapatan Daerah sebesar 5,63 %, dengan demikian ketergantungan APBD pada Dana Perimbangan dan lain-lain Pendapatan yang sah masih sangat besar, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan PAD guna mengurangi ketergantungan tersebut.
Upaya meningkatkan PAD dilakukan dengan mengintensifkan
pemungutan Pajak Daerah; Retribusi Daerah; Bagian Laba Usaha Daerah dan lainlain Pendapatan Asli Daerah. Disamping bersumber dari PAD alternatif pembiayaan pembangunan daerah dapat dari : Pinjaman Daerah; Obligasi Daerah, Pola Kemitraan, dan dimungkinkan Privatisasi/ swastanisasi. Untuk melakukan pinjaman daerah harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah dan Keputusan Menteri
Keuangan
Nomor
35/KMK.07/2003
tentang
Perencanaan,
Pelaksanaan/Pentausahaan, Penerusan Pinjaman Luar Negeri Pemerintahan Kepala Daerah. Pinjaman Daerah tersebut dapat berasal dari Pemerintah; Pemerintah Daerah lain; lembaga keuangan bank; lembaga keuangan bukan bank; dan masyarakat. Untuk pinjaman yang berasal dari masyarakat maka diterbitkan Obligasi Daerah. Berkaitan dengan pinjaman daerah ini selain prosedur dan tata cara pelaksanaannya juga perlu diperhatikan penggunaannya. Pinjaman jangka pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk mebiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan
penerimaan.
Pinjaman
jangka
panjang
dipergunakan
untuk
membiaya proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.
2.5. KAIDAH PELAKSANAAN DAN KAIDAH PEMBIAYAAN 2.5.1. Kaidah Pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 yang telah disusun ini hendaknya dapat dilaksanakan secara konsisten, transparan, jujur, partisipatif, penuh tanggung jawab dan merupakan pedoman penyusunan bagi Badan/Dinas/Kantor/Instansi dalam menyusun AKU (Arah dan Kebijakan Umum) dan SP (Strategi dan Prioritas) APBD 2009 yang kemudian digunakan sebagai pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2010. Selain itu dokumen ini menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Untuk itu perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut : 1. Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo dan masyarakat termasuk 25
dunia usaha agar melaksanakan program-program dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Ponorogo Tahun 2010; 2. Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo, berkewajiban untuk menyusun rencana kerja yang memuat strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 sebagai pedoman dalam menyusun Rencana Kerja SKPD; Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2010, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Ponorogo berkewajiban untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program maupun kegiatan yang dijabarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2010. 2.5.2. Kaidah Pembiayaan Aspek pembiayaan RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 ini tidak saja mencakup pembiayaan yang bersumber dari Pemerintah saja, tetapi juga masyarakat dan swasta, baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun dalam skema kemitraan. Secara
umum prinsip-prinsip aspek pembiayaan
RKPD Kabupaten
Ponorogo Tahun 2010 antara lain : 1. Peningkatan sumber-sumber Pendapatan Pemerintah Daerah baik melalui upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi berdasarkan peratuan perundangundangan yang ada, maupun yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya; 2.
Pembinaan untuk mewujudkan suatu iklim yang semakin kondusif bagi peningkatan swadaya masyarakat dan investasi swasta;
3.
Pembinaan
untuk
mewujudkan
iklim
yang
semakin
kondusif
bagi
peningkatan pembiayaan melalui pola/skema kemitraan, baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat, antara masyarakat dengan swasta atau ketiganya; Dalam rangka perwujudan prinsip-prinsip di atas, maka diperlukan upayaupaya peningkatan pengelolaan sumber keuangan daerah, terus menerus dilakukan secara berkesinambungan antara lain : 1.
Peningkatan penggalian Pendapatan Daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber Penerimaan Daerah;
2.
Optimalisasi dana perimbangan, dana dekonsentrasi serta sumber dana lain 26
dari Pemerintah Pusat; 3.
Peningkatan kemampuan pembiayaan investasi publik melalui
pola
kemitraan dengan masyarakat dan swasta; 4.
Peningkatan investasi swasta melalui berbagai instrumen fiskal dan berbagai insentif dalam penanaman modal;
5.
Pendayagunaan potensi pinjaman dan pengembangan pembiayaan indikatif;
6.
Perencanaan APBD yang efisien dan efektif baik belanja aparatur maupun belanja pelayanan publik;
7.
Transparansi APBD;
8.
Kerjasama
pembangunan,
baik
antar
Pemerintah
Daerah,
dengan
masyarakat dan swasta maupun lembaga-lembaga donor; 9.
Privatiasi berbagai pelayanan publik maupun Perusahaan Daerah;
10.
Revitalisasi asset-asset Pemerintah Daerah;
11.
Pengembangan berbagai kebijakan program/kegiatan pembangunan yang layak jual terhadap investasi swasta;
12.
Penurunan kebocoran pengelolaan keuangan daerah;
13.
Penetapan Standar Analisis Belanja (SAB) dengan tepat.
27