BAB II
LANDASAN TEORI
II.1
Pemeriksaan (Auditing)
II.1.1 Pengertian auditing Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan audit operasional, terlebih dahulu diperlukan pemahaman mendasar mengenai pengertian daripada auditing. Berikut ini merupakan beberapa pengertian mengenai auditing yang dikemukakan beberapa ahli: Agoes. S (2004) mendefinisikan auditing sebagai “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” (h, 2). Mulyadi (2002) mendefinisikan auditing sebagai “Suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan” (h, 9).
8
Selain itu Arens dan Loebbecke (2003) mendefinisikan: “Auditing is the process by which a competent, independent person accumulates and evaluates evidence about quantifiable information related to a specific economic entity for the purpose of determining and reporting on the degree of correspondence between the quantifiable information and established criteria” (p, 1). Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing atau pemeriksaan adalah suatu proses pengumpulan data-data atau bukti-bukti yang kompeten yang dapat dilakukan oleh seseorang atau lebih yang independen serta kompeten untuk kemudian digunakan sebagai alat dalam penelusuran guna menentukan
objektivitas
keandalan
informasi
yang
disampaikan
oleh
manajemen.
II.1.2 Standar Audit yang Berlaku Umum Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bahan-bahan bukti. Pedoman utamanya adalah sepuluh standar auditing atau 10 Generally Accepted Auditing Standard (GAAS), dimana kesepuluh standar ini adalah sebagai berikut: Standar Umum 1. Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 9
3. Dalam
pelaksanaan
audit
dan
penyusunan
laporannya,
auditor
wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus dilakukan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang harus dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar Pelaporan 1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prisnsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Laporan audit harus menunjukan keadaan yang di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. 4. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuntungan secara keseluruhan atas suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dihubungkan 10
dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya. II.1.3 Jenis-jenis Audit Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2006), audit dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diversifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya, kriteria-kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan tersebut akan dimanfaatkan kelompokkelompok berbeda untuk maksud berbeda. 2. Audit Operasional Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. 3. Audit Ketaatan Audit ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah pihak auditee (klien) telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta,
11
dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan atau tidak.
II.2
Audit Operasional
II.2.1 Pengertian Audit Operasional Menurut
Tunggal,
A.W.
(2008)
menyatakan,
”Audit
operasional
merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen” (h.11). Menurut Arens dan Loebbecke (2007) menyatakan, “Audit operasional adalah suatu tinjauan terhadap setiap bagian dari prosedur dan metode suatu organisasi dengan tujuan untuk menilai efesiensi dan efektivitas. (h.4)
II.2.2 Tujuan Audit Operasional Menurut Bayangkara (2008), tujuan audit operasional adalah mencapai 3E, yaitu: 1. Efektifitas (Effectivity) adalah suatu tingkat keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya, baik ditinjau dari segi kualitas kerja, maupun target batas waktu. 2. Efisiensi (Efficiency) merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasi perusahaan. 3. Kehematan (Economy) merupakan ukuran input yang digunakan dalam berbagai program yang dikelola. Artinya, jika perusahaan mampu memperoleh sumber daya yang digunakan dalam operasi dengan 12
pengorbanan yang kecil, berarti perusahaan telah mampu memperoleh sumber daya secara ekonomis. (h.10-14)
II.2.3 Jenis-Jenis Audit Operasional Menurut Arens dan Loebbecke (2007) audit operasional terdiri dari : a. Fungsional Fungsi adalah sarana untuk mengkategorikan aktivitas suatu perusahaan, seperti fungsi pembelian dan utang serta pengeluaran kas, sesuai dengan namanya, audit operasional berkaitan dengan satu fungsi ataupun lebih didalam suatu organisasi. Fungsional mempunyai manfaat yang memungkinkan auditor untuk melakukan spesialisasi agar dapat lebih mengembangkan keahliannya pada satu bidang, namun kekurangan dari audit operasional fungsional adalah tidak mengevaluasi fungsi yang saling berkaitan. b. Organisasi Audit organisasi atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan organisasi, seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Penekanan dari suatu audit adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi yang terkait saling berinteraksi dan rencana organisasi serta metode untuk mengkoordinasi aktivitas yang berinteraksi. c. Penugasan Khusus Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen, dimana ada banyak variasi dalam audit seperti ini: misalkan penyelidikan
13
kemungkinan adanya kecurangan didalam suatu direvisi atau penentuan penyebab tidak efektifnya suatu sistem pengolaan data elektronik(h.767768).
II.2.4 Manfaat Audit Operasional Tunggal, A.W (2008) menyatakan, ”Manfaat audit operasional adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan. 2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan-catatan, laporan-laporan dan pengendalian. 3. Memastikan ketaatan terhadap manajerial yang ditetapkan, rencana-rencana, dan prosedur dan persyaratan peraturan Pemerintah. 4. Mengidentifikasi area permasalahan potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil. 5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan. 6. Mengetahui efektifitas untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan. 7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan.” (h.42).
14
II.2.5 Tahapan Perencanaan Audit Operasional Tunggal, A.W (2008) menyatakan, ”Tahapan dalam proses perencanaan audit operasional terdiri dari 7 tahap antara lain: 1. Menganalisis penugasan audit Dapat dilakukan dengan cara memahami penugasan dan mendefinisikan ruang lingkup audit. 2. Mengumpulkan fakta-fakta Auditor harus mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan, struktur organisasi, sistem dan prosedur, laporan-laporan serta auditor juga harus melakukan pengujian walkthrough dan membuat flowchart. 3. Melakukan analisis resiko Semua organisasi perusahaan akan menghadapi faktor resiko, oleh karena itu auditor internal melakukan penilaian resiko. Pada umumnya suatu resiko akan mempengaruhi kemampuan suatu organisasi perusahaan untuk bersaing dan mempertahankan kualitas produk dan jasanya. 4. Mengidentifikasi bukti-bukti audit Jenis dan bentuk bukti mempengaruhi perencanaan. Jenis bukti yang tersedia tergantung pada aplikasi komputer yang digunakan. 5. Membuat tujuan audit secara rinci Tujuan audit mendefinisikan sasaran yang akan dicapai oleh tim audit selama penugasan audit. Sasaran harus dibuat cukup rinci sehingga mudah dimengerti dan dapat diukur. 6. Membuat audit program 15
Tujuan pembuatan audit program adalah untuk mengidentifikasi alat dan teknik yang digunakan selama audit, untuk memilah dan membagi tujuan menjadi beberapa bagian komponen yang logis dan untuk memperkirakan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas audit. 7. Menentukan jadwal dan staf audit.” (h.62).
II.2.6 Tahapan Pelaksanaan Audit Operasional Agoes, S (2003) menyatakan, ”Tahap-tahap pelaksanaan audit operasional terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Survey Pendahuluan (Preliminary Survey) Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum dan latar belakang mengenai bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan stef perusahaan serta penggunaan kuesioner. 2. Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengengalian Manajemen (Review and Testing of Management Control System) Untuk mengevaluasi dan menguji efektifitas dari pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan. Biasanya digunakan untuk management control questionnairess, flowchart dan penjelasan narrative, serta dilakukan pengetesan atas beberapa transaksi (walk through the document). 3. Pengujian Terinci (Detail Examination) Melalui pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen. Dalam hal ini auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari fungsi-fungsi yang terdapat di perusahaan. 16
4. Pengembangan Laporan (Report Development) Dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan. Laporan yang dibuat mirip dengan management letter, karena berisi audit findings (temuan pemeriksaan) mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria yang berlaku yang menimbulkan inefisiensi, inefektifitas, dan ketidakhematan (pemborosan) dan kelemahan dalam sistem pengendalian manjemen yang terdapat di perusahaan. Selain itu auditor juga memberikan rekomendasi perbaikan,” (h.11).
II.3
Pengendalian Internal
II.3.1 Pengertian Pengendalian Internal Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian internal atau internal control didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang). Pengendalian
internal
dapat
melindungi
aktiva
dari
pencurian,
penggelapan, atau penggunaan aktiva yang tidak tepat. Salah satu pelanggaran
17
serius terhadap pengendalian internal adalah penggelapan oleh karyawan (employee fraud). Menurut Mulyadi (2002) sistem pengendalian internal meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen.(h, 183.). Menurut Warren, Reeve, & Fees (1999) pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi akurat dan memastikan bahwa perundangundangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya. (p, 183.) Menurut Messier, Glover, dan Prawitt yang diterjemahkan oleh Budi, Sumiharti (2005) mendefinisikan, ”Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel entitas lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan.” (h.250). Menurut IAI (2004), ”Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel entitas lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan b. Efektifitas dan efisiensi operasi c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” (h.319).
18
II.3.2 Tujuan Pengendalian Internal Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian internal berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada tingkatan transaksi spesifik, pengendalian internal merujuk pada aksi yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (mis. memastikan pembayaran terhadap pihak ketiga dilakukan terhadap suatu layanan yang benarbenar dilakukan). Prosedur pengendalian internal mengurangi variasi proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat diperkirakan. Tujuan pengendalian internal adalah memberikan jaminan yang wajar bahwa: •
Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha dengan kata lain tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.
•
Informasi bisnis akurat, maksudnya laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya.
•
Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengunaan sumber daya perusahaan. Pengendalian internal dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta
19
menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.
Adapun tujuan sistem pengendalian internal menurut Warren, Reeve, & Fees (1999, p, 183.) adalah : •
Menjaga kekayaan organisasi.
•
Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
•
Mendorong efisiensi.
•
Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
II.3.3 Unsur-unsur Pengendalian Internal Terdiri dari 5 komponen menurut COSO yakni lingkungan pengendalian, pengendalian resiko, informasi dan komunikasi, pengawasan dan aktivitas pengendalian. 1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencakup seluruh sikap manajemen dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah falsafah manajemen dan siklus operasi. Manajemen harus menekankan pentingnya pengendalian dan mendorong dipatuhinya kebijakan pengendalian akan menciptakan lingkungan pengendalian yang efektif. 2. Penilaian Resiko Semua organisasi menghadapi resiko. Contoh-contoh resiko meliputi perubahan-perubahan tuntutan pelanggan, ancaman persaingan, perubahan 20
peraturan, perubahan faktor-faktor ekonomi seperti suku bunga, dan pelanggaran karyawan atas kebijakan dan prosedur perusahaan. Manajemen harus memperhitungkan resiko ini dan mengambil langkah penting untuk mengendalikannya sehingga tujuan dari pengendalian internal dapat dicapai. Setelah resiko diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis untuk memperkirakan besarnya pengaruh dari resiko tersebut serta tingkat kemungkinan terjadinya. 3. Prosedur pengendalian Prosedur pengendalian ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa sasaran bisnis akan dicapai, termasuk pencegahan penggelapan, kita akan membahas secara singkat prosedur pengendalian yang dapat dipadukan dengan sistem akuntansi. Contoh prosedur-prosedur tersebut adalah: - Pegawai yang kompeten, perputaran tugas dan cuti wajib - Pemisahan tanggungjawab untuk operasi yang berkaitan - Pemisahan operasi, pengamanan aktiva dan akuntansi - Prosedur pembuktian dan pengamanan 4. Pemantauan (monitoring) Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal akan mengidentifikasi di mana letak kelemahannya dan memperbaiki efektifitas pengendalian tersebut. Sistem pengendalian internal dapat dipantau secara rutin atau melalui evaluasi khusus. Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati perilaku karyawan dan tanda-tanda peringatan dari sistem akuntansi tersebut. 5. Informasi dan komunikasi 21
Informasi dan komunikasi merupakan unsur dasar dari pengendalian internal. Informasi mengenai lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan operasi dan memastikan terpenuhinya tuntutan-tuntutan pelaporan serta peraturan yang berlaku. Manajemen juga dapat menggunakan informasi eksternal utuk menilai peristiwa dan keadaan yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.
Gambar 2.1 COSO Enterprise Risk Management Framework
22
II.3.4 Hubungan Sistem Pengendalian Internal dengan Audit Operasional Menurut pendapat Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003), ”Hubungan antara sistem pengendalian intern dengan audit operasional adalah sistem pengendalian internal dibentuk untuk membantu mencapai sasaran perusahaan, dan sasaran penting semua organisasi adalah efisiensi dan efektifitas.” (h.766). Salah satu syarat untuk dapat melaksanakan audit operasional adalah pemeriksaaan yang cukup terhadap sistem pengendalian internal perusahaan, karena dalam pengendalian internal terdapat prosedur yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan
yang
mengarah
pada
dikeluarkannya
otorisasi
manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi. Tujuan manajemen membentuk struktur pengendalian intern adalah untuk membantu dalam mencapai sasaran perusahaan dengan efisien dan efektif. Tujuan utama evaluasi atas pengendalian internal pada audit operasional adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas pengendalian intern dan membuat rekomendasi kepada manajemen.
II.4
Fungsi Penjualan
II.4.1 Pengertian Penjualan Mulyadi (2002) mendefinisikan, ” Penjualan adalah rangkaian transaksi penjualan barang atau jasa baik secara kredit maupun secara tunai. Penjualan merupakan proses berpindah sesuatu baik atas barang atau jasa untuk mendapatkan sumber daya lainnya seperti kas atau janji untuk membayar atau piutang” (h.202). 23
Selain itu, Niswonger, Warren, Reeve, & Fees yang diterjemahkan Sirait, A. & Gunawan, H. (1999) mengemukakan “Pendapatan dari penjualan barang dagang biasanya diidentifikasikan pada buku besar sebagai penjualan. Retur dan potongan penjualan serta diskon penjualan dikurangkan dari jumlah yang dibebankan kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual akan mendapatkan penjualan bersih” (h.240).
II.4.2 Jenis-jenis Penjualan Secara umum penjualan ada dua jenis, yaitu : 1.Penjualan tunai Merupakan penyerahan barang atau jasa kepada pembeli dimana pembayaran dari pembeli langsung diterima pada saat itu juga. 2.Penjualan kredit Merupakan penyerahan barang atau jasa kepada pembeli dimana pembayaran dari pembeli ditangguhkan selama jangka waktu tertentu yang akan dilunasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati bersama.
II.4.3 Rantai Nilai Menurut Michael Porter rantai nilai (Value Chain) adalah model yang digunakan untuk membantu menganalisis aktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan keuntungan kompetitif bagi organisasi. Aktivitas-aktivitas rantai nilai dibagi dalam 2 jenis, yaitu : 1. Kegiatan Utama (Primary Activities)
24
a. Logistik
Masuk
(Inbound
logistics)
merupakan
aktivitas
yang
berhubungan dengan penanganan material sebelum digunakan. b. Operasi (Operations) merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan input menjadi output c. Logistik Keluar (Outbound logistics) merupakan aktivitas yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen. d. Pemasaran dan Penjualan (Marketing and sales) merupakan aktivitas yang berhubungan denga pengarahan konsumen agar tertarik untuk membeli produk e. Pelayanan (Service) merupakan aktivitas yang mempertahankan atau meningkatkan nilai dari produk. 2. Kegiatan Pendukung (Supported activities) a. Pengadaan (Procurement) berkaitan dengan proses perolehan input atau sumber daya. b. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management) merupakan
pengaturan
sumber
daya
manusia
dari
perekrutan,
kompensasi, sampai pemberhentian. c. Pengembangan Teknologi (Techological Development) merupakan pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur, didalam transformasi produk dari input menjadi output. Infrastruktur (Infrasructure) terdiri dari departemen-departemen atau fungsi-fungsi ( akuntansi, keuangan, perencanaan, GM ) yang melayani kebutuhan organisasi dan meningkat bagian-bagiannya menjadi sebuah kesatuan.
25
Gambar 2.2 Value Chain Porter
II.4.4 Tujuan Audit Operasional atas Fungsi Penjualan Arens et al. yang diterjemahkan Jusuf, A.A. (2003) menyatakan pula “Tujuan audit operasional terkait dengan fungsi penjualan, antara lain untuk memastikan bahwa : 1.Penjualan tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada pelanggan non fiktif (keberadaan). 2.Penjualan yang ada telah dicatat (kelengkapan). 3.Penjualan yang dicatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar (penilaian).
26
4.Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas (klasifikasi). 5.Penjualan dicatat dalam waktu yang tepat (tepat waktu). Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan pengikhtisaran)” (h.363).
27