BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Pengertian Berbicara Berbicara merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Dengan berbicara manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Berbicara selalu tidak jauhjauh dengan bahasa, karena bahasa mrupakan unsur penting dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal menggunakan bahasa sebagai sarana, sedangkan komunikasi non verbal menggunakan sarana gerak-gerik seperti warna, gambar, bunyi bel, dan sebagainya. Komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien, dan efektif Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan (KBBI, 2005:165). Menurut Tarigan (1998: 15), menjelaskan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide yang dikombinasikan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh, Djago Tarigan dkk (1998:34), menjelaskan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan untuk menyampaikan pesan selain itu berbicara juga dapat disimpulkan sebagai ekspresi kreatif yang dapat
memanifestasikan kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru. 2.1.1 Tujuan Berbicara Tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan, sesuatu hal pada pendengar. Sesuatu tersebut dapat berupa, menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan,
atau
menginterpretasikan sesuatu hal,
memberi,
menyebarkan,
atau
menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa. Tujuan umum berbicara menurut Tarigan (dalam http://staff.uny.ac.id) terdapat lima kelompok sebagai berikut: 1) Menghibur Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya. 2) Menginformasikan Berbicara untuk tujuan menginformasikan, melaporkan, serta dilaksanakan bila seseorang ingin : a) menjelaskan suatu proses; b) menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan suatu hal; c)
memberi,
menyebarkan, atau menanamkan
pengetahuan; d) menjelaskan kaitan. 3) Menstimulasi Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan citacita pendengarnya. 4) Menggerakkan
Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa maka pembicara dapat menggerakan pendengarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu proses menggungkapkan segala sesuatu hal yang berasal dari buah pikiran melalui mulut atau lisan. 2.1.2 Manfaat Berbicara Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik. Pada saat berbicara sseorang memanfaatkan faktor fisik, yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan, dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Stabilitas emosi, misalnya tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Berbicara merupakan tuntunan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial sehingga dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Stewart dan Kenner Zimmer (Depdikbud, 1984/85:8) memandang kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap individu maupun kelompok. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam berbagai kehidupan keseharian kita. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dilatih secara rekursif sejak jenjang pendidikan sekolah dasar. 2.1.3 Hakekat Keterampilan Berbicara Sebagaimana kita ketahui, keterampilan berbahasa bisa diklasifikasikan dua kelompok, yaitu berdasarkan peran subjek dan sarana yang digunakan. Bila ditinjau dari aspek peran subjek, keterampilan berbahasa bisa dibedakan menjadi subjek pasif, yang terdiri atau
keterampilan menyimak dan keterampilan membaca; sedangkan bila dilihat dari aspek seubjek aktif, keterampilan berbahasa dapat dibedakan menjadi keterampilan berbicara dan keterampilan menulis. Secara alami perkembangan keterampilan berbahasa seseorang berawal dari keterampilan menyimak, kemudian diikuti keterampilan berbicara. Hal ini bisa kita lihat dalam perkembangan seorang anak. Setelah fase itu, seorang anak dapat berlatih keterampilan membaca, yang kemudian diikuti keterampilan menulis. Hanya saja taraf keterampilan berbahasa lebih lanjut tidak sebatas perkembangan alami sebagaimana contoh di atas. Taraf keterampilan berbahasa tentu saja sesuai dengan taraf perkembangan psikologis seseorang. Hal ini bisa kita lihat dalam perkembangan komptensi yang dimiliki oleh pembelajar, mulai sekolah dasar hingga ke sekolah menengah, bahkan hingga perguruan tinggi. Secara khusus pada poin ini dibahas keterampilan berbicara. Keterampilan ini amat berkorelasi dan menunjang keterampilan bahasa lainnya. Agar kita memiliki keterampilan berbicara yang baik, tentu saja amat erat kaitannya dengan keterampilan menyimak (konsep, informasi, opini) yang kita lakukan. Umumnya seorang pembicara yang andal mampu melakukan hal tersebut, di samping keterampilan membaca atas hal di atas. Di sisi lain, pada hakikatnya seorang pembicara juga memiliki keterampilan menulis yang mumpuni. Pembicara yang baik tentu saja dapat memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan yang saling berkaitan dengan lambang bunyi bahasa. Bila kita menyampaikan gagasan secara lisan, informasi disampaikan melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan bila kita menyimak gagasan atau informasi. melalui ucapan atau suara juga sebagai medianya. Dalam praktik kehidupan
sehari-hari kegiatan berbicara dan menyimak merupakan dua keterampilan berbahasa yang saling terkait. Kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara, meski subjek pelakunya berbeda. Hal itu menandakan bahwa kedunya amat penting dalam proses komunikasi. Hakikat kehidupan manusia sebagai makhluk sosial mencerminkan adanya tuntutan bahwa keterampilan berbahasa amat beperanan dalam kehidupannya. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat berupa aneka wacana., mulai dari lingkungan terkecil: keluarga; perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya. Realitanya pola budaya manusia menuntut seseorang untuk terampil berkomunikasi: menyatakan pendapat, gagasan, konsep/ide, hingga perasaan. Ini terwujud dalam fase kenyataan bila keterampil menangkap informasi-informasi akan diikuti keterampil menyampaikan informasi-informasi serupa. Semua konstituen pendidikan amat berperan dalam hal ini. Tata sopan santun dan etika bicara dapat dilatihkan dan dibina mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan (budaya) hingga ke jalur pendidikan formal. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan dan diterapkan dalam konteks semua komunitas masyarakat, baik yang tradisional maupun masyarakat modern. Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa setiap aspek kehidupan tidak lepas dari keterampilan berbicara. Sebab keterampilan berbicara merupakan landasan dasar dalam diri setiap individu manusia. 2.1.4 Fungsi Berbicara Secara praktis pragmatis keterampilan berbicara memiliki empat fungsi utama dalam kognitif, aspek afektif, aspek keterampilan berbicara, dan aspek keterampilan mengelola pembelajaran berbicara. Konsekuensinya dalam kegiatan pembelajaran keterampilan
berbicara siswa dibina dan diarahkan agar memahami dan mendalami teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara. Logisnya, pengetahuan siswa perihal teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara meningkat sejalan dengan tahap pembelajarannya. Pengalaman berbicara dan pengalaman mengajarkan keterampilan berbicara merupakan fungsi aspek kognitif. Di sisi lain kemampuan keterampilan berbicara juga berpengaruh terhadap sikap siswa. Mungkin saja selama ini sikap mereka terhadap keterampilan berbicara belum bersifat positif, namun melalui kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara sikap itu diubah menjadi sikap positif. Siswa menjadi lebih memahami, menghayati, menyenangi, dan mencintai keterampilan berbicara, serta lebih gemar melaksanakan kegiatan dan pengajaran berbicara. 2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara Menurut Hariadi, 1996/1997: 61 (dalam bahan ajar, 2007:22), Keberhasilan seseorang dalam berbicara sangat ditentukan oleh empat faktor yang berhubungan erat dengan besar pengaruhnya. Keempat faktor itu ialah situasi, pembicara, penyimak, dan ragam ujaran. Di samping itu faktor yang mendukung tercapainya pembicaraan yang efektif yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan yang perlu diperhatikan ialah 1) pelafalan bunyi, 2) penggunaan intonasi, 3) bahasa, 4) pemilihan kata dan ungkapan. Di samping itu faktor non kebahasaan mendukung keefektifan berbicara yaitu, 1) ketenangan dan kegairahan, 2) keterbukaan, 3) keintiman, 4) isyarat non verbal, dan 5) topik pembicaraan. Berbicara yang merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat verbal dilakukan dengan bahasa ujaran sebagai transmisinya. Keberhasilan berbicara dalam komunikasi lisan ditentukan oleh faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan yang dimaksud, antara lain gerak-gerik berbicara, mimik. Selain itu juga ditentukan oleh situasi dan lingkungan komunikasi. Dalam peristiwa komunikasi berbicara merupakan kegiatan
berbahasa yang sifatnya situasional. Artinya berbicara tidak dapat dipisahkan dari situasi lingkungan tempat komunikasi. Situasi lingkungan komunikasi mencakup situasi geografis dan sosial. Oleh sebab itu kegiatan berbicara tidak semata-mata kegiatan komunikasi verbal melainkan juga nonverbal. 2.1.6 Hubungan Berbicara Dengan Keterampilan Berbahasa Lain Linguis
(dalam
http://berbicara-sebagai-suatu-keterampilan.html)
berkata bahwa
“speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak. Berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa tidak berdiri sendiri. Berbicara berhubungan dengan keterampilan berbahasa yang lain, yakni keterampilan menyimak, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Dalam kegiatan berbicara, pembicara menggunakan kosakata atau kalimat-kalimat yang baik dan menarik yang diperolehnya lewat menyimak dan membaca. Materi pembicaraan juga diperoleh dari membaca dan menyimak. Keterampilan seseorang dalam membaca dapat dibantu oleh keterampilan menulis, yakni dalam hal pembuatan outline atau penyusunan naskah lengkap. Para penyimak kadang-kadang membuat catatan atau ringkasan dari materi yang didengarnya. Dengan demikian kita melihat adanya keterpaduan dari keterampilan berbahasa. Hubungan antara keterampilan berbicara dengan keterampilan berbahasa lain, menurut Hariadi, 1996/1997:58 (dalam bahan ajar, 2007: 22) adalah sebagai berikut: 1) Berbicara dan menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat langsung 2) Berbicara dipelajari melalui keterampilan menyimak 3) Peningkatan keterampilan menyimak akan meningkatkan keterampilan berbicara 4) Bunyi dan suara merupakan faktor penting dalam keterampilan berbicara dan menyimak
5) Berbicara diperoleh sebelum keterampilan membaca 6) Pembelajaran
keterampilan
membaca
pada
tingkat
lanjut
akan
membantuketerampilan berbicara 7) Keterampilan berbicara diperoleh sebelum keterampilan menulis 8) Berbicara cenderung kurang terstruktur dibandingkan dengan menulis 9) Pembuatan bagan, catatan dan sejenisnya dapat membantu keterampilan berbicara 10) Performansi menulis dan berbicara berbeda meskipun keduanyaadalah keterampilan berbahasa produktif. 2.1.7 Kegiatan Berbicara Berbicara terdiri atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara informal meliputi bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita, bertelepon,dan memberi petunjuk. Sedangkan berbicara formal antara lain, diskusi, ceramah, pidato, wawancara, dan bercerita (dalam situasi formal). Pembagian atau klasifikasi seperti ini bersifat luwes. Artinya, situasi pembicaraan yang akan menentukan keformalan dan keinformalannya. Misalnya : penyampaian berita atau memberi petunjuk dapat juga bersifat formal jika berita itu atau pemberian petunjuk itu berkaitan dengan situasi formal, bukan penyampaian berita antar teman atau bukan pemberian petunjuk kepada orang yang tersesat di jalan. Suatu kegiatan berbicara akan berlangsung dengan baik apabila dilakukan dihadapan para pendengar yang baik. Karena itu, pendengar harus mengetahui persyaratan yang dituntut untuk menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang baik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) memiliki kondisi fisik dan mental yang baik sehingga memungkinkan dapat melakukan kegiatan mendengarkan; memusatkan perhatian dan pikiran kepada pembicaraan; b) memiliki tujuan tertentu dalam mendengarkan yang dapat mengarahkan dan mendorong kegiatan mendengarkan; c) mengusahakan agar meminati isi pembicaraan yang didengarkan; d) memiliki kemampuan linguistik dan nonlinguistik yang dapat meningkatkan
keberhasilan mendengarkan; e) memiliki pengalaman dan pengetahuan luas yang dapat mempermudah pengertian dan pemahaman isi pembicaraan. 2.1.8 Pengertian Model Pembelajaran Pendidikan memegang peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkaualitas. Oleh karena itu, pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai apabila siswa dapat menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik. Hasil belajar seseorang, ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yaitu, kemampuan guru (profesionalisme guru) dalam mengelola pembelajaran dengan - yang tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih baik. Ibarat pakaian yang penuh variasi lengkap dengan berbagai corak warna dan nya, semua itu adalah dengan tujuan agar si pemakai merasa nyaman, aman, terlindung, juga agar merasa percaya diri dan dihargai/dihormati orang lain. Orang lain yang memandang cara berpakaian pun akan merasa senang, simpati, bahkan mungkin tertarik akan performa dan potongan/ pakaian tersebut. Maka secara lugas dapat dikatakan bahwa tujuan daripada berpakaian sudah tercapai. Demikian juga dengan pembelajaran. Banyak ragam strategi pembelajaran, pendekatan, pembelajaran dan juga
pembelajaran. Tujuan dilaksanakannya berbagai macam strategi
pembelajaran, pembelajaran dan pembelajaran adalah agar guru/pendidik lebih mudah, lebih efektif dan efisien dalam menerapkan suatu pembelajaran sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran akan mudah tercapai secara maksimal. Bagi peserta didik akan menimbulkan perasaan senang, termotivasi, tertantang sehingga pembelajaran pun menjadi lebih bermakna dan PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan ). Tidak ada lagi pembelajaran yang monoton dan menjemukan.
Khusus pembelajaran, ternyata jumlahnya cukup banyak. Hal ini karena selalu ada inovasi-inovasi baru yang dilakukan oleh kalangan guru/pendidik, ahli pendidikan dan kaum cerdik cendikiawan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Efektif atau tidaknya suatu pembelajaran diterapkan, tidak ditentukan oleh kecanggihan suatu pembelajaran saja, karena pada prinsipnya tidak ada satu pembelajaran pun yang terbaik. pembelajaran yang terbaik adalah pembelajaran yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Dari sekian pembelajaran, berikut penulis sampaikan salah satu contoh
pembelajaran yakni
pembelajaran Artikulasi. 2.1.9 Pembelajaran Artikulasi pembelajaran Artikulasi merupakan yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai „penerima pesan‟ sekaligus berperan sebagai „penyampai pesan.‟ pembelajaran artikulasi merupakan pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam pembelajaran ini. a. Langkah-langkah Pembelajaran Artikulasi 1. Menyampaiakan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai 2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa 3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang 4. Surulah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
5. Suruh siswa secara bergiliran / diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya 6. Guru mengulangi / menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa 7. Kesimpulan / penutup b.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Artikulasi Pada setiap teori-teori yang dikemukakan oleh berbagai pendapat ahli mengenai
kegiatan suatu pembelajaran. Pasti memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai sehingga muncul kelebihan-kelebihan dari pembelajaran tersebut dari pembelajaran lainnya, yang pasti di samping terdapat kelebihan pada tersebut aka nada pula kelemahan dari belajar tersebut. Begitu pula dengan pembelajaran dengan menggunakan artikulasi. Berikut ini adalah kelebihan maupun kekurangan dari artikulasi : 1. Kelebihannya: a. Semua siswa terlibat (mendapat peran)\ b. Melatih kesiapan siswa c. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain d. Cocok untuk tugas sederhana e. Interaksi lebih mudah f. Lebih mudah dan cepat membentuknya g. Meningkatkan partisipasi anak 2. Kelemahan a. Untuk mata pelajaran tertentu b. Waktu yang di butuhkan banyak c. Materi yang di dapat sedikit d. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor e. Lebih sedikit ide yang muncul Pembelajaran artikulasi tentu memiliki beberapa perbedaan dengan
pembelajaran
lainnnya. Tetapi artikulasai dapat digunakan dengan memadukan ini dengan yang lain. Contohnya : “ Pembelajaran Kooperatif Tipe Artikulasi”
Pembelajaran kooperatif tipe artikulasi merupakan pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil yang masingmasing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas. Pembelajaran artikulasi prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Di sinilah keunikan pembelajaran ini. Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai “penerima pesan” sekaligus berperan sebagai “penyampai pesan”. Perbedaan artikulasi ini dengan lainnya adalah penekanannya pada komunikasi anak kepada teman satu kelompoknya karena di sana ada proses wawancara pada teman satu kelompoknya, serta cara tiap anak menyampaikan hasil diskusinya di depan kelompok yang lain, karena, setiap anak memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat kelompoknya. Kelompok dalam artikulasipun biasanya hanya terdiri atas dua orang yakni dalam satu kelompok terbentuk atas teman satu mejanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran artikulasi adalah
pembelajaran yang
dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran normal di dalam kelas yang bersifat formal dan dapat pula dilaksanakan pada kegiatan belajar khusus seperti pembelajaran pada anakanak tuna rungu. Artikulasi dalam proses pembelajaran pada kelas-kelas yang umum, merupakan yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai „penerima pesan‟ sekaligus berperan sebagai „penyampai pesan.‟ 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Telah banyak penelitian yang mengemukakan bahwa artikulasi sangat baik sebagai alat pembelajaran dan memberikan dampak positif bagi siswa dalam pembelajaran (Hipnie; Rohman, 2011). Penelitian yang berkaitan dengan pemahaman siswa, hasil penelitian Cavallo dan Schafer (2010) menunjukan bahwa terdapat hubungan langsung antara keterampilan berbicara melalui pembelajaran artikulasi. Hasil penelitian Novrianto (2010) menunjukan bahwa prestasi dan keterampilan berbicara siswa yang diajar dengan artikulasi memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan prestasi dan keterampilan berbicara siswa yang diajar tanpa
artikulasi. Dimana pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan
pembelajaran artikulasi ini sebesar 75% dari seluruh siswa yang diberi tindakan. Sedangkan pada hasil penelitian Sarjono (2011) menunjukkan hasil yang sangat signifikan sebesar 85%. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa
artikulasi adalah
pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran normal di dalam kelas yang bersifat formal. Dengan demikian pembelajaran artikulasi dalam setiap pembelajaran sangat membantu siswa dalam memahami konsep yang diajarkan guru. 2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teoritik dalam penelitian ini maka dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: ”Jika guru menggunakan
pembelajaran artikulasi
maka keterampilan
berbicara siswa kelas III SDN 2 Papualangi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia akan meningkat” 2.4 Indikator Kinerja Indikator kinerja pada penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa. Dimana siswa dikatakan tuntas, apabila secara individu/perorangan memperoleh 70 atau daya serap telah mencapai 70 % dari seluruh siswa yang dikenai tindakan. Daya serap klasikal siswa telah dikatakan tuntas apabila 85% dari jumlah siswa telah memperoleh 70 keatas.