BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Konsep-Konsep dan Definisi
2.1.1 Pertanian Sektor pertanian khususnya subsektor tanaman pangan memegang peranan penting sebagai pemasok kebutuhan konsumsi penduduk di Indonesia. Komoditas tanaman
yang
agaknya
cukup
menjanjikan,
berdasarkan
perkembangan
produksinya adalah buah-buhan dan sayur-sayuran. Produksi kedua tanaman yang lazim disebut hortikultura ini cukup mantap. Produksi tanaman pangan dapat ditingkatkan
melalui
perluasan
areal
(ekstensifikasi)
dan
peningkatan
produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan yang lebih luas dan teknologi produksi yang mampu menaikkan produktivitas tidak dengan sendirinya akan mendorong petani untuk lebih proaktif berproduksi, akan tetapi dibutuhkan adanya rangsangan-rangsangan agar mereka lebih bergairah untuk berproduksi. Rangsangan dimaksud dapat berupa harga sarana produksi yang terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual serta teknologi dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk (Dumairy, 1996). Walaupun telah diberikan rangsangan, namun pertanian tetap dihadapkan pada permasalahan. Menurut Agustino dalam (Anugrah dan Ma’mun, 2003), beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan pertanian, adalah Pertama terjadinya penyempitan lahan pertanian, penyusutan bidang tanah garapan, karena di dalamnya banyak diartikan sebagai upaya perubahan lahan pertanian menuju lahan industri terutama bagi industri berat dan bukan agro10
11 industry, sehingga rasio produktifitas antara sektor pertanian dan industri semakin kecil. Penurunan rasio tersebut mempunyai arti bahwa kelangkaan lahan dapat mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian. Kedua adanya sentralisasi pertanian melalui kelembagaan yang tidak terurus dengan benar. Sentralisasi pengembangan pertanian ada baiknya, terutama untuk menyamakan persepsi pembangunan nasional serta mengkomunikasikan kendala daerah ke pusat, namun tidak sedikit pula kerugiannya, mengingat kondisi negara Indonesia sangat heterogen. Ketiga diturunkannya anggaran negara pada sektor pertanian yang mengakibatkan kredit investasi perbankan pada sektor pertanian menjadi turun, sekaligus membawa implikasi pada penurunan persentase struktur tenaga kerja di bidang pertanian. Keempat yaitu terjadinya mobilisasi urbanisasi. Hipotesis kondisi tersebut adalah bahwa urbanisasi yang berlangsung merupakan dampak dari menipisnya tingkat harapan berusaha (lapangan pekerjaan) di pedesaan, selain tingginya tingkat pendapatan rumah tangga industri perkotaan. Kelima pemerintah terlalu membiarkan adanya praktek impor komoditas dan perkebunan, ketimbang membenahi kualitas komoditasnya sendiri. Dalam mencapai keberhasilan usaha tani diperlukan dukungan dan peran serta berbagai pihak. Oleh karena itu peranan para petani sabagai pelaku usaha tani, swasta dan pemerintah sangat diperlukan secara proporsional, sungguhsungguh dan berkesinambungan sehingga para petani akhirnya mampu mandiri. Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyebutkan bahwa petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya. Untuk hal tersebut
12 petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanaman. 1) Pentingnya Pembangunan Pertanian Sistem perekonomian di tingkat pusat secara tidak langsung akan mempengaruhi ekonomi di pedesaan. Perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat pusat turut mempengaruhi perkembangan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Provinsi Bali, sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, juga memiliki potensi yang cukup besar di sektor pertanian. Sebagian besar masyarakat Bali masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian di Bali juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan perekonomian di Provinsi Bali. Upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. (Herdhiansyah, 2012). 2) Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembagalembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau
memberikan
kontribusi
terhadap
pemecahan
masalah
sosial,
dan
meningkatkan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat. (Edi Suharto, 2005). Di Negara Indonesia, konsep kesejahteraan sudah lama dikenal. Kesejahteraan sosial ini telah ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Di
13 dalam UUD 1945, kesejahteraan sosial menjadi judul khusus Bab XIV yang didalamnya memuat pasal 33 tentang sistem perekonomian dan pasal 34 tentang kepedulian negara terhadap kelompok lemah (fakir miskin dan anak terlantar) serta sistem jaminan sosial. Ini berarti, kesejahteraan sosial sebenarnya merupakan flatform sistem perekonomian dan sistem sosial di Indonesia. (Swasono, 2004). Jadi kalau mau jujur, sejatinya Negara Indonesia adalah negara yang menganut paham “Negara Kesejahteraan” dengan model “Negara Kesejahteraan Partisipatif” yang dalam literatur pekerjaan sosial dikenal dengan istilah pluralisme kesejahteraan. Model ini menekankan bahwa negara harus tetap ambil bagian dalam penanganan masalah sosial, meskipun tetap melibatkan masyarakat. Kesejahteraan sosial juga berarti sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat (Zastrow, 2000). Berdasarkan pengertian di atas, tingkat kesejahteraan dari individu maupun keluarga dicapai apabila kebutuhan dasarnya telah terpenuhi. Kebutuhan dasar manusia di setiap negara pada umumnya sama, perbedaannya hanya terletak pada tingkat pemenuhan kebutuhan tertentu, bukan pada jenis kebutuhannya. United Nation Development Programme (UNDP) mengembangkan Human Development Index (HDI) yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Todaro, 2000). Di Indonesia sejak Tahun 1980-an IPM menjadi salah satu indikator pembangunan yang penting. Secara konseptual IPM adalah indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata dari indeks harapan hidup, indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indeks
14 standar hidup layak. IPM juga digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk melihat apakah arah pembangunan yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang ditetapkan. Kesejahteraan adalah merupakan harapan dan tujuan utama pelaksanaan pembangunan. UUD 1945 merupakan suatu landasan konstitusi NKRI yang telah meletakan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara, berawal dari bentuk negara sampai kepada kesejahteraan sosial, sesuai diatur dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Secara substansi jelas bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, secara fisik dan bathin, kebutuhan rohaninya terpenuhi, kebebasan berkeyakinan, memperoleh pendidikan atau psikologinya. Dan yang tidak kalah penting adalah hal untuk mendapat suatu lingkungan hidup yang baik, sehat bersih, nyaman dan layak. Landasan itulah sebenarnya yang harus dipegang teguh dan dipedomani oleh pemerintah selaku penyelenggara pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan. Pemahaman terhadap konsep kesejahteraan menuntut tidak hanya representasi intensitas agregat, tetapi juga representasi distribusi kesejahteraan antar kelompok masyarakat atau antar daerah. Representasi distribusi merupakan hal mutlak dari persoalan mendasar, yaitu keadilan ( BPS, 2011). Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak saja dapat dilihat dari pertumbuhannya tetapi harus diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa menyertakan
peningkatan kesejahteraan akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan kehidupan masyarakat. IPM yang merupakan indeks komposit dari indikator
15 kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga diharapkan dapat mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang tercermin dari penduduk yang sehat dan berumur panjang, berpendidikan dan berketrampilan serta mempunyai pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak. Pengukuran kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan HDI telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1993 (BPS, 2011).
2.1.2 Budidaya Tanaman Asparagus Sektor pertanian di Indonesia telah mengembangkan berbagai jenis tanaman untuk kesejahteran masyarakat, diantaranya adalah tanaman asparagus. Tanaman Asparagus dalam istilah botani disebut Asparagus Officinalis yang termasuk dalam family liliaceae. Tanaman Asparagus merupakan tanaman sayuran yang dikonsumsi pada bagian rebungnya. Rebung Asparagus mengandung zat aspegirine yang berguna untuk memperbaiki pencernaan makanan dan melancarkan air seni. Selain lezat diolah menjadi beragam masakan, asparagus juga mempunyai kandungan gizi yang sangat baik. Beragam mineral, kalsium, potassium, vitamin A, D juga E ada di dalamnya. Sayuran ini juga rendah kalor dan mengandung serat (dietary fiber) sangat tinggi. Serat dalam asparagus mampu mengikat zat karsinogen penyebab kanker dan membantu lancarkan proses pencernaan tubuh. Kandungan asam amino asparagus merangsang ginjal membuang sisa
iuretic dalam tubuh. Zat aktif lain dipercaya meningkatkan
sirkulasi darah dan membantu melepaskan deposit lemak dalam dinding pembuluh darah. Sangat baik dikonsumsi bagi anda yang berjerawat, penderita
16 eksim, gangguan ginjal dan prostat. Dalam asparagus juga terkandung sifat iuretic yang mana berkhasiat untuk memperlancar saluran urin sehingga mampu memperbaiki kinerja ginjal. Asparagus merupakan sumber terbaik asam folat nabati, sangat rendah kalori, tidak mengandung lemak atau kolesterol, serta mengandung sangat sedikit natrium. Tumbuhan ini juga merupakan sumber rutin, suatu senyawa yang dapat memperkuat dinding kapiler. Budidaya tanaman asparagus tidak berbeda dengan budidaya tanaman lain. Budidaya yang dilakukan juga tidak sulit untuk dipraktekkan. Langkah dalam budidaya meliputi persiapan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan panen seperti pada tanaman umumnya. Berikut disampaikan langkah-langkah budidaya asparagus sebagai berikut. 1) Jenis-jenis Asparagus Jenis-Jenis asparagus berdasarkan warna pada saat pemanenan yaitu. a. Asparagus putih Asparagus putih dibudidayakan di dataran tinggi dan tidak banyak dijumpai di Indonesia. Asparagus putih dipanen dari rebung putih yang masih berada di dalam tanah. b. Asparagus hijau Asparagus hijau dipanen dari rebung yang sudah tersembul dari tanah dan terkena sinar matahari. Asparagus yang ditanam oleh petani pada kelompok tani di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung, adalah Asparagus hijau.
17 2) Syarat tumbuh Kondisi lingkungan untuk tumbuh asparagus meliputi kondisi cuaca dan tanah untuk bertanam. Suhu yang paling sesuai untuk membudidayakan asparagus antara 250 - 300 C, pada suhu rendah pertumbuhannya sangat lambat dan pada suhu tinggi menyebabkan rebung dan permukaan kulitnya mengandung banyak serat. Ujung rebung menjadi mudah mekar dan kualitas rendah. Indonesia merupakan negara tropis sehingga budidaya asparagus di dataran dapat tumbuh sepanjang tahun. Sedangkan untuk kondisi tanah, harus dipilih tanah dengan lapisan dalam dan mengandung bahan organik dengan jenis tanah berpasir yang gembur dan pH berkisar antara 6,0-6,8. 3) Persiapan lahan Persiapan
lahan
perlu
dilakukan
sebelum
tahap
penanaman
berlangsung, lahan yang akan ditanami asparagus dibajak dalam dan merata. Lalu dibuat alur dengan kedalaman 30 cm dan lebar alur 40 cm, dengan jarak antar alur 110 cm. Awal tanam menggunakan pupuk kandang 2-3 ton dengan luasan lahan 500 m2. 4) Penyemaian Pembibitan Asparagus dapat dilakukan secara vegetatif dengan kultur jaringan, anakan yang berasal dari tunas maupun setek, serta secara generatif dari biji. Dari ke tiga asal bibit tersebut, bibit yang paling baik yang berasal dari biji (benih). Benih asparagus yang digunakan berasal dari Taiwan. Harga benih Asparagus hijau mencapai 2,5 juta rupiah untuk setiap 800 gram-nya. Dalam luasan 500 m2 lahan memerlukan 30gr atau sekitar 1000 biji.
18 Asparagus merupakan tanaman yang ditanam secara tidak langsung (Indirect seedling) melalui persemaian. Sebelum dilakukan penanaman maka akan dilakukan pembibitan asparagus. Dalam pembibitan dengan biji terdapat 6 tahap, yaitu. a) Persemaian Dalam persemaian, perlu diperhatikan pemilihan lahan persemaian yaitu lahan yang berdrainase baik, bukan bekas lahan tanaman. Tanaman asparagus, tanahnya gembur, subur dan berpasir. Bedengan tempat persemaian dilakukan pengolahan tanah, diberi pupuk dasar dan Furadan 3G untuk menghindari hama. Bedengan dibuat dengan lebar 120 cm, tinggi 20–25 cm, lebar parit 40 cm dengan kedalaman 40 cm. b) Perendaman benih Bibit biasanya akan direndam dengan air bersuhu 270C 1-2 hari dan bibit yang tidak baik (mengembang) akan dibuang. c) Semai benih Penanaman perbaris dilakukan dengan jarak 15x15 cm dengan kedalaman 2,5 cm tiap lubang diisi 1-2 bibit. Pertumbuhan tunas kira-kira memerlukan waktu 3 bulan. Di atas permukaan tanah ditutup jerami atau sekam kemudian disiram secukupnya. Pemberian air, pupuk dan pencegahan hama harus diperhatikan. d) Perawatan persemaian Meliputi pencegahan hama dan penyakit dilakukan seawal mungkin. e) Pemupukan
19 Sewaktu masih dipersemaian setiap 20–30 hari dilakukan pemupukan susulan urea. f) Seleksi dan Pencabutan benih Transplanting atau pemindahan bibit dilakukan setelah 5 – 6 bulan. Halhal yang harus diperhatikan dalam transplanting diantaranya bibit yang akan dipindahkan adalah bibit yang sehat; bibit yang dicabut harus segera ditanam; dan sebelum penanaman akar dipotong, disisakan 20 cm, dan pucuk tanaman dipangkas hingga tinggi tanaman hanya ± 20 cm. 5) Penanaman Sebelum melakukan penanaman tanah diratakan terlebih dahulu dengan menggunakan pupuk organik. Penanaman dilakukan dengan memasukan bibit ke dalam alur yang telah dibuat sedalam 30 cm kemudian ditimbun dengan tanah. Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim hujan karena akan mempunyai tingkat hidup yang tinggi. Jarak tanam per alur adalah 150 x 30 cm. Pada luasan 500 m2 terdapat 32 alur, dengan panjang alur 9 m. Sehingga populasi tanaman yang ada diperkirakan terdapat 928 pada luasan tersebut. 6) Pemeliharaan Sebelum tanaman dipanen dilakukan pemeliharaan beberapa batang induk. Saat panen batang induk tersebut dipertahankan, sedang rebung lainnya dipanen. Hal ini dilakukan agar akar mendapatkan nutrisi yang mencukupi sehingga produksi di tahun berikutnya dapat meningkat. Budidaya asparagus harus memperhatikan pemupukan, pembumbungan tanah dan pengairan. Pemeliharaan tanaman Asparagus meliputi.
20 a. Pembumbunan Apabila tunas sudah mulai tumbuh, dapat dilakukan pembumbunan. Pada musim hujan, parit diperdalam. Hal ini karena Asparagus tidak menyukai genangan. b. Penjarangan Penjarangan dilakukan setelah induk tanaman membentuk 8 – 10 batang dan disisakan 3 – 4 batang saja. c. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan rumput-rumput yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman utama. d. Pengairan dan drainase Dilakukan dengan cara menggenangi parit setinggi setengah dari tinggi parit, ditunggu hingga air meresap sampai atas, kemudian sisa air dibuang. Irigasi pada musim kemarau dilakukan tiap 1 minggu sekali. Sedangkan untuk pengairan dilakukan dengan sistem irigasi masuk dari air sungai. Irigasi dilakukan setiap 1 sampai 2 kali dalam seminggu apabila musim kemarau. e. Pemupukan setelah masa tanam (1) Pupuk Urea : 60-80 kg , diberikan setiap 3 bulan sekali. (2) Pupuk KCl : 20-30kg, diberikan setiap 2 bulan sekali selama musim penghujan. Pemakaian pupuk K bisa menguntungkan. Penggunaan pupuk K dimaksudkan agar tanaman lebih kokoh dan kuat, tidak mudah roboh dan meningkatkan kualitas rebungnya.
21 (3) Pupuk kandang/ kompos : 500 kg, diberikan setiap 4-5 bulan sekali. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat parit sepanjang barisan berjarak 20 cm dari tanaman, dalamnya parit 15 cm kemudian pupuk dicampur dan ditutup dengan tanah. f. Pengendalian hama dan penyakit Hama pada tanaman Asparagus adalah ulat grayak, ulat tanah biasanya menyerang saat terjadi pergantian musim, tetapi serangan hama pada tanaman asparagus tidak terlalu memiliki pengaruh yang berarti pada tanaman asparagus. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman asparagus adalah Eastern flower thrips. Penyakit ini bisa dijumpai pada masa pertumbuhan terutama pada awal daun baru, khususnya pada saat kekurangan air di awal musim kemarau. Pada kondisi yang kritis batang bisa layu dan berwarna kuning. Pengendalian hama dan penyakit tanaman asparagus adalah untuk hama dilakukan dengan cara mekanis. Yaitu dengan mengambil secara langsung ukat yang menyerang tanaman asparagus. Pengendalian penyakit dilakukan dengaan menggunakan 2,8% Deltamethrin EC yang diencerkan. 7) Panen dan Pasca Panen Panen biasanya dilakukan pada pagi hari kurang dari jam 9. Rebung asparagus hijau yang menyembul di pagi hari dipotong dengan pisau, setelah panen gunakan kain yang basah atau diletakkan di bawah pohon untuk menghindari sinar matahari. Setelah melakukan grading segera dimasukkan dalam ruang pendingin kemudian dijual.
22 a. Kriteria panen Asparagus dapat dipanen rebungnya pada umur 4 – 5 bulan setelah transplanting. Asparagus hijau yang dipanen adalah setelah muncul diatas tanah dengan kondisi pucuk yang masih kuncup. b. Cara panen, interval, frekuensi Panen dilakukan dengan dua cara, yaitu mencabut dan memangkas atau memotong batang muda, untuk di aspakusa digunakan cara memotong batang muda. Cara panen dengan memotong batang muda merupakan cara yang lebih baik, karena cara tersebut tidak merusak sistem perakaran tanaman yang dijadikan indukan. Panen dilakukan pada saat pagi hari. Panen pertama dilakukan pada umur 4 bulan setelah transplanting. Panen kedua pada umur 5 bulan bisa dilakukan pemanenan dengan interval panen 2 hari sekali, untuk bulan keenam dapat dilakuakan pemanenan setiap hari. Masa pemetikan hasil dalam satu musim diperkirakan memakan waktu hingga 3 bulan. Sehingga didapatkan total panen asparagus sebanyak 100150 kg. Panen pertama kurang lebih dihasilkan 40 kg, panen kedua dihasilkan 30 kg dan panen ketiga 60 kg dengan panen setiap hari pada bulan keenam 2 kg. c. Pengelolaan Pasca Panen Untuk pengiriman asparagus, daun bisa dikemas dengan cara mengikat setiap 5-10 tangkai batang sesuai dengan kelasnya. Ikatan tanaman disimpan tegak dalam ember berisi air. Tinggi air dalam ember cukup 3 cm. Perendaman tangkai dilakukan untuk mempertahankan kesegaran
23 tanaman. Pada saat dikirim, tanaman dikemas dengan dibungkus kertas (koran bekas). Pembungkusan kertas bertujuan untuk melindungi tanaman dari kerusakan sekaligus untuk memudahkan dalam membawa tanaman karena asparagus berduri. d. Grading Kualitas asparagus dibedakan menjadi 3 yaitu Kualitas A, B dan C. Berikut kriterianya. Kualitas A : panjang rebung 25 cm, diameter bagian bawah rebung lebih dari 1 cm, seluruhnya berwarna hijau dan bagian ujungnya tidak mekar. Kualitas B : panjang rebung 25 cm, diameter bagian bawah rebung 0,8-1 cm, seluruhnya berwarna hijau dan bagian ujungnya tidak mekar. Kualitas C : panjang rebung dibawah 25 cm, diameter bagian bawah rebung 0,5 - 0,8 cm, bagian ujungnya mekar.
24 2.1.3 Luas Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Luas lahan dapat diartikan sebagai lahan sawah dan lahan bukan sawah baik yang digunakan dan tidak digunakan termasuk lahan yang sementara tidak digunakan atau di usahakan (BPS Provinsi Bali, 2003). Pengertian atau definisi luas lahan dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1) Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak petak dan dibatasi pematang (galengan atau saluran) untuk menahan atau mengalirkan air yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang status tanah. Lahan sawah digolongkan sebagai berikut. (1) Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang memperoleh irigasi dan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi dapat sepenuhnya diatur dengan mudah. Biasanya jaringan semacam ini terdiri dari saluran induk dan sekunder serta bangunan dipelihara dan di bangun oleh Dinas Irigasi atau Pemerintah. (2) Lahan Irigasi Setengah Teknis adalah lahan sawah yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis, dimana dinas irigasi hanya menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur pemasukan air
25 yang ada pada jaringan selanjutnya tidak diukur dan dikuasai oleh dinas irigasi atau pemerintah. (3) Luas lahan tadah hujan adalah lahan yang irigasinya tergantung pada air hujan. (4) Lahan sawah pasang surut adalah lahan sawah yang irigasinya tergantung pada air sungai yang diperoleh pasang surutnya air laut. (5) Lahan sawah lebak adalah lahan sawah yang irigasinya berasal dari rawa lebak. (6) Lahan sawah polder adalah lahan sawah yang terdapat di delta sungai yang irigasinya dipengaruhi oleh air sungai tersebut atau rembesanrembesan rawa yang biasanya ditanami padi. (7) Lahan sawah lainnya adalah lahan terkena rembesan rawa yang biasanya ditanami padi-padian. (8) Lahan sawah tidak tanam adalah lahan yang selama setahun ditanami selain padi. (9) Lahan sawah sementara tidak diusahakan adalah lahan yang tidak diusahakan, karena alasan misalnya tidak ada tenaga lebih dari setahun dan kurang dari dua tahun. 2) Bukan Lahan Sawah adalah semua lahan selain lahan sawah yang biasanya ditanami dengan tanaman palawija atau padi gogo, dapat dikelompokkan sebagai berikut.
26 (1) Pekarangan atau tanah untuk bangunan dan halaman adalah tanah halaman sekitar rumah termasuk dipakai untuk bangunan rumah. Diluar tanah pekarangan disebut tegalan. (2) Tegal atau kebun adalah tanah kering yang ditanami tanaman musiman atau tahunan dan letaknya terpisah dengan halaman sekitar rumah serta pemakaiannya tidak terpisah. (3) Ladang atau huma adalah tanah yang ditanami tanaman musiman, pemakaiannya hanya semusim atau dua musim, kemudian di tinggalkan karena tidak subur lagi. (4) Pengembalaan atau padang rumput adalah tanah yang dipakai pengembalaan ternak. (5) Lahan yang sementara tidak diusahakan adalah tanah yang biasanya tidak diusahakan tetapi untuk sementara tidak diusahakan. (6) Tanah hutan rakyat adalah tanah yang ditumbuhi kayu-kayuan termasuk bambu baik yang tumbuh sendiri maupun yang sengaja ditanami seperti semak-semak dan pohon-pohonan yang hasil utamanya kayu. (7) Hutan negara adalah tanah hutan yang berada di bawah pengawasan Dinas Kehutanan atau Perhutanan. (8) Perkebunan adalah tanah yang ditanami tanaman perkebunan seperti vanili, kelapa, kopi, cengkeh, dan lain-lain diusahakan oleh rakyat atau perusahaan wilayah kecamatan. (9) Rawa-rawa adalah tanah yang tergenang air yang tidak dipergunakan untuk sawah.
27 (10) Tambak adalah tanah yang dipergunakan untuk melakukan pemeliharaan ikan, udang atau binatang air lainnya.
2.1.4 Tenaga Kerja Tenaga Kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan diatas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja. Menurut UU No.14 tahun 1969, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (pasal 1). Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran.
28 Menurut Simanjuntak (1990) tenaga kerja (man power) mengandung pengertian. Pertama, tenaga kerja mengandung pengertian usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini tenaga kerja mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Kedua, tenaga kerja mencakup orang yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut, mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis yaitu kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Mulyadi Subri (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Menurut Simanjuntak (1990) angkatan kerja dibedakan dalam 3 golongan yaitu. 1) Penganggur (open unemployment), yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari pekerjaan. 2) Setengah pengangguran, yaitu jam kerja mereka kurang dimanfaatkan, sehingga produktivitas kerja dan pendapatan mereka rendah. Setengah pengangguran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu. a) Setengah pengangguran kentara yakni mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, dan
29 b) Setengah pengangguran tidak kentara (invisible underemployment) yaitu. mereka yang produktivitas kerja dan pendapatannya rendah 3) Bekerja penuh, dimana dalam prakteknya suatu negara telah mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh bila dalam perekonomian tingkat penganggurannya kurang dari 4 persen (Sukirno, 1997). Untuk golongan bukan angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk bukan angkatan kerja yang non aktif secara ekonomi. Mereka terdiri dari yang bersekolah, mengurus rumah tangga, penerimaan pensiun, mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena lanjut usia, cacat, dalam penjara atau sakit kronis.
2.1.5 Pelatihan Kata pelatihan berasal dari kata : “latih” yang ditambah dengan awalan ke-, pe, dan akhiran –an yang artinya telah biasa (Poerwadarminta, 1986). Keadaan telah biasa diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar atau diajar. Latihan berarti pelajaran untuk membiasakan diri atau memperoleh kecakapan tertentu. Pelatihan adalah orang - orang yang memberikan pelatihan. Kata pelatihan diberikan awalan ke- dan akhiran –an. Bermakna pemberian sifat pada kegiatan pemberian latihan kepada seseorang atau sekelompok orang sehingga memiliki sejumlah keterampilan/kecakapan yang dibutuhkan. Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia. Pelatihan juga merupakan bagian dari proses pendidikan yang tujuannya untuk mengingat kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau sekelompok orang.
30 Pendidikan dan pelatihan saat ini sudah merupakan suatu keharusan dilakukan oleh suatu organisasi dan tidak dapat diabaikan, karena hal ini dapat dipandang sebagai penanaman modal. Pendidikan dan pelatihan yang terencana, secara teratur akan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja yang sekaligus mengarah kepada peningkatan produktivitas kerja. Dalam istilah lain dapat dikatakan bahwa tingkat penghasilan seseorang meningkat dengan bertambahnya tingkatan pendidikan dan pelatihan (Tjiptoherijanto, 1989). Oleh karena itu sangat masuk akal bila pendidikan dan pelatihan harus diperhatikan secara serius. Menurut Simamora (2004) bahwa tujuan pemberian pelatihan adalah sebagai berikut. 1) Memperbaiki kinerja. 2) Memutahirkan keahlian seseorang sejalan dengan kemajuan teknologi. 3) Mengurangi waktu pembelajaran bagi orang baru agar kompeten dalam bekerja. 4) Membantu dalam memecahkan masalah operasional. 5) Mempersiapkan karyawan untuk promosi. 6) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi. 7) Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi. Dari pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa tujuan pelatihan itu sebenarnya untuk meningkatkan kecerdasan serta meningkatkan keahlian seseorang pada masing-masing bidang pekerjaan agar nantinya dapat bekerja
31 secara efektif dan efisien. Jenis pelatihan menurut Simamora (2004), jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan didalam organisasi adalah sebagai berikut. 1) Pelatihan keahlian, merupakan pelatihan yang sering dijumpai didalam organisasi. Kriteria penilaian efektivitas pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang didefinisikan dalam tahap penilaian. 2) Pelatihan ulang, adalah subset pelatihan keahlian. Pelatihan ulang berupaya memberikan para pegawai keahlian-keahlian yang mereka butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. 3) Pelatihan lintas fungsional. Melibatkan pelatihan pegawai untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain pekerjaan yang ditugaskan. Adapun beberapa manfaat dari sebuah pelatihan diantaranya, menurut Simamora (2004) adalah sebagai berikut. 1) Manfaat untuk karyawan a) Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang lebih efektif. b) Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri. c) Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi dan konflik. 2) Manfaat untuk perusahaan a) Mengarahkan untuk meningkatkan profitabilitas atau sikap yang lebih positif terhadap orientasi profit. b) Membantu karyawan untuk mengetahui tujuan perusahaan. c) Menciptakan hubungan antara karyawan dan atasan.
32 3) Manfaat dalam hubungan SDM, antar grup dan pelaksanaan kebijakan. a) Meningkatkan komunikasi antar grup dan individual. b) Memberikan iklim yang baik untuk belajar, pertumbuhan dan koordinasi. c) Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup.
2.1.6 Produksi Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menciptakan atau menambah nilai/guna atau manfaat baru. Guna atau manfaat mengandung pengertian kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi meliputi semua aktivitas menciptakan barang dan jasa (Gumbira dan Harizt, 2001). Dalam percakapan sehari-hari produksi diartikan tindakan mengkombinasikan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan lain-lainnya) oleh perusahaan untuk memproduksi hasil berupa barang-barang dan jasa-jasa. Dalam arti ekonomi, produksi adalah setiap usaha manusia untuk menciptakan atau menambah guna suatu barang atau benda untuk memenuhi kebutuhan manusia. Misalnya : menanam padi, menggiling padi, mengangkut beras, memperdagangkan, dari menjual makanan. Nah, kegiatan seperti itu disebut kegiatan produksi (Ismawanto, 2009). Sesuai dengan pengertian produksi di atas, maka produksi pertanian dapat dikatakan sebagai suatu usaha pemeliharaan dan penumbuhan komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada proses produksi pertanian terkandung pengertian bahwa guna atau manfaat suatu barang dapat diperbesar melalui suatu
33 penciptaan guna bentuk yaitu dengan menumbuhkan bibit sampai besar dan pemeliharaan. Dalam proses produksi pertanian dibutuhkan bermacam-macam faktor produksi seperti modal, tanah dan manajemen pertanian. Faktor produksi modal sering diartikan sebagai uang atau keseluruhan nilai dari sumber-sumber ekonomi non manusiawi (Mubyarto, 1994). Sering juga modal diartikan sebagai semua barang dan jasa yang sudah di investasikan dalam bentuk bibit, obat-obatan, alatalat pertanian dan lain-lainnya sumbangan faktor produksi tanah dalam proses produksi pertanian yaitu berupa unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya yang menentukan tingkat kesuburan suatu jenis tanah. Faktor produksi yang tidak kalah pentingnya dalam produksi pertanian adalah manejemen pertanian yang berfungsi mengkoordinir faktor-faktor produksi lainnya agar dapat menghasilkan output secara efisien (Tohir, 1993).
2.1.7 Pendapatan Dalam penelitian ini, pendapatan yang digunakan adalah pendapatan rumah tangga. Selain pendapatan dari kerja, pekerja sering kali mendapatkan pendapatan lain yang bukan merupakan balas jasa dari kerja, pendapatan bukan dari kerja ini disebut Nonlabour Income. Pemanfaatan pekerja dapat dilihat dari pendapatan yang diterima seseorang. Apabila seseorang mempunyai ketrampilan tertentu, misalnya diperoleh dari pendidikan atau latihan dan bekerja di suatu lapangan usaha dan dalam lingkungan usaha tertentu, maka diharapkan akan diperoleh pendapatan sebesar tertentu yang diperoleh dari pekerjaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pendapatan sesorang tergantung
34 pada ketrampilan di bidang tertentu yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan ketrampilan, dan pengalaman bekerja pada bidang tertentu. Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau ramah tangga, salah satu konsep pokok yang paling sering digunakan yaitu melalui tingkat pendapatan. Pendapatan dapat menunjukkan seluruh uang atau seluruh material lainnya yang dapat dicapai dari penggunaan kekayaan yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga tertentu (Winardi, 1997). Untuk menghitung besar kecilnya pendapatan dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu (Sukirno,2004). 1) Pendekatan produksi (Production Approach), yaitu dengan menghitung semua nilai produksi barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu. 2) Pendekatan pendapatan (Income Approach), yaitu dengan menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat di terima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode tertentu. 3) Pendekatan pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu pendapatan yang diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat. Pada penelitian ini untuk menghitung besar kecilnya pendapatan petani yaitu menggunakan pendekatan produksi, dimana produksi barang dan jasa yang dihasilkan disini yaitu menghitung nilai produksi dari hasil panen petani pada periode tertentu. Semakin tinggi produksi/panen maka pendapatan akan meningkat. Produksi berpengaruh positif terhadap pendapatan.
35 2.1.8 Hubungan Luas Lahan dengan Pendapatan Luas penguasaan lahan pertanian merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang dilakukan kecuali usaha tani dijalankan dengan tertib. Luas pemilikan atau penguasaan berhubungan dengan efisiensi usaha tani. Penggunaan masukan akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai semakin besar. Adapun yang mempengaruhi pendapatan petani dilihat dari luas lahan yaitu antara penggarap lahan dan pemilik lahan, penggarap lahan dikenakan sewa atas lahan yang digarap dan bagi pemilik lahan dikenakan pajak atas kepemilikan lahannya. a. sewa lahan Pendapatan dari lahan oleh karenanya menentukan luas lahan yang akan ditanami. Pendapatan dari lahan ini, seperti halnya yang diperoleh dari faktorfaktor lainnya, tergantung pada permintaan relatif akan lahan untuk memproduksi dan pada penawaran lahan yang tersedia. Akan tetapi, sewa yang tinggi dapat mengakibatkan lebih luasnya lahan yang disediakan untuk ditanami, atau untuk berbagi penggunaan lainnya. Bagi petani yang bukan merupakan pemilik lahan maka semakin luas lahan yang akan ditanami maka akan menyebabkan sewa terhadap lahan tersebut semakin tinggi, menyebabkan biaya untuk produksi akan semakin
36 tinggi dan akan berefek pada menurunnya pendapatan. Teori ini diperkuat oleh (Sicat dan Arndt, 1987) mengatakan karena sedikitnya lahan dan permintaan rendah berarti sewa lahan tersebut juga rendah tapi permintaan lahan yang tinggi menyebabkan sewa semakin tinggi. b. Pajak tanah (lahan) dan pembebanannya. Gambaran mengenai terbatasnya persediaan lahan menimbulkan gagasan pemungutan pajak atas lahan. Bila permintaan lahan tinggi karena kualitasnya yang istimewa, seperti kesuburan yang luar biasa, atau mengandung bahan tambang yang berharga seperti minyak bumi atau emas, atau berkat dilakukannya perbaikan oleh pemerintah, lahan itu mempunyai nilai untuk dipajaki yang tidak dapat dibebankan selain kepada pemiliknya. Begitu juga halnya dengan pajak tanah (lahan) dan pembebanannya. Pajak lahan dapat dianggap sebagai salah satu cara mengurangi pendapatan pemilik lahan (Sicat dan Arndt, 1987). Hubungan luas lahan dengan pendapatan bahwa semakin luas lahan petani maka pendapatannya juga akan meningkat. Hubungan antara luas lahan dengan pendapatan bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan / penghasilan petani. Lahan yang dikelola dengan baik tentunya akan memberikan hasil yang baik dan menguntungkan bagi petani.
2.1.9 Hubungan Tenaga Kerja dengan Pendapatan Hubungan tenaga kerja dengan pendapatan bahwa tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan/penghasilan petani dengan melihat kebutuhan akan
37 tenaga kerja pada lahan tersebut. Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik, didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pengertian tenaga kerja menurut ketentuan ini meliputi tenaga kerja yang bekerja didalam maupun diluar hubungan kerja, dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya sendiri, baik tenaga fisik maupun pikiran. Akan tetapi penyerapan jumlah tenaga kerja tentunya tidak berlebihan karena akan meningkatkan pemborosan atau kerugian. Tenaga kerja berperan penting dalam sebuah perusahaan karena dapat membantu produktivitas perusahaan.
2.1.10 Hubungan Pelatihan dengan Pendapatan Kuntariningsih, at al. (2013), melakukan penelitian tentang dampak Pelatihan Petani Terhadap Kinerja Usahatani Kedelai Di Jawa, dengan hasil bahwa Pelatihan telah menyebabkan keuntungan usahatani meningkat sebesar Rp 693.810. Keadaan ini sesuai dengan yang diharapkan bahwa pelatihan akan meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi ekonomi proses produksi kedelai. Temuan ini sesuai dengan teori ekonomi manajerial dari Salvatore (2007), yang menyatakan bahwa perbaikan manajerial pelaku bisnis akan dapat memperbaiki keuntungan. Dampak pelatihan juga diperlihatkan oleh Gunawan et al. (2011), bahwa petani kedelai peserta pelatihan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) menunjukkan keuntungan 40 persen lebih tinggi dibanding petani yang tidak dilatih.
38 2.2
Teori – Teori yang Digunakan
2.2.1 Teori Produksi Teori
produksi
adalah
teori
yang
mempelajari
bagaimana
cara
mengkombinasikan berbagai penggunaan input pada tingkat teknologi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Sasaran teori produksi adalah untuk menentukan tingkat produksi yang efisien dengan sumberdaya yang ada (Sudarman, 1986). Setiap
petani
dalam
pengelolaan
usahataninya
bertujuan
untuk
meningkatkan produksi atau hasil panennya. Petani dalam menyelenggarakan usahataninya melaksanakan perhitungan ekonomi dan keuangan. Di dalam perhitungannya petani akan membandingkan hasil yang diharapkan (output) dengan biaya yang dikeluarkan (input). Hasil yang diterima petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi (Mubyarto, 1989). Produksi merupakan konsep yang aktivitasnya dapat diukur melalui ratarata output per unit dalam suatu periode. Output ditekankan pada unit-unit kualitas konstan, sehingga dalam hal ini peningkatan produksi berarti peningkatan ratarata output dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan. Bishop dan Toussaint dalam Ardi dkk (1992), menyatakan bahwa produksi adalah suatu proses di mana beberapa barang dan jasa yang disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa lain yang disebut output. Selanjutnya Teken dalam Ardi dkk (1992), mengemukakan bahwa produksi adalah suatu proses atau tindakan untuk menciptakan dan menambah dayaguna sumber daya (benda dan
39 jasa) baik kualitas dan kuantitasnya sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat dipasarkan dan berdayaguna untuk masyarakat. Mubyarto (1989), menyatakan bahwa produksi pertanian adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus yaitu modal, tenaga kerja dan tanah. Menurut Prayitno dan Arsyad, (1987) ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi penting dalam usaha tani yaitu. a. Tanah meliputi kuantitas (luas) dan kualitas; b. Tenaga kerja, meliputi kuantitas (jumlah) dan kualitas ; c. Modal, meliputi modal tetap dan modal kerja untuk pembelian input variable; d. Ketrampilan manajemen dari petani.
2.2.2 Fungsi produksi Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi dianggap penting, karena beberapa hal antara lain : 1) dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara faktor produksi dan produksi secara langsung sehingga hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti. 2) dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X, serta sekaligus mengetahui hubungan
40 antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Y = f ( X1, X2 …….. Xi ……Xn ) ………………………… (2.1) Dengan fungsi produksi seperti tersebut di atas, maka hubungan Y dapat diketahui dan sekaligus hubungan Xi.Xn dan X lainnya dapat diketahui (Soekartawi, 2003 ). Widayat
(2001)
menjelaskan
bahwa
proses
produksi
pada
umumnya
membutuhkan berbagai macam faktor produksi seperti tenaga kerja, modal dan berbagai bahan mentah. Pada setiap proses produksi, faktor-faktor produksi tersebut digunakan dalam kombinasi tertentu. Misalnya sekarang dari faktorfaktor produksi yang digunakan itu input x penggunaannya terus ditambah sedangkan input yang lain tetap, maka fungsi produksi dianggap tunduk pada suatu hukum yang disebut “The Law of Diminishing Returns”. Hukum ini mengatakan bahwa “Bila satu macam input penggunaannya terus ditambah sedang input yang lain penggunaannya tidak berubah maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula menaik akan tetapi kemudian menurun”. Kalau hubungan antara output dan input variabel digambarkan dalam suatu grafik maka akan didapat suatu kurva yang dinamakan kurva Total Physical Product disingkat TPP. Kurva TPP didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan tingkat produksi total (Q) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel dan input lain dianggap tetap, jadi : TPPx = f(X1, X2, . . . Xn) ................................................. (2.2)
41 Kurva lain dapat diturunkan dari kurva TPP, seperti kurva Marginal Physical Product yang disingkat MPP dan kurva Average Physical Product disingkat APP. Kurva Marginal Physical Product (MPP) adalah kurva yang menunjukkan tambahan TPP karena adanya tambahan penggunaan satu satuan input variabel. Produksi Jangka Panjang adalah produksi yang semua inputnya dapat dirubah. a. Kurva Produksi Sama (Isoquant) Kurva Isoquant atau isoproduct adalah kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi teknis antara dua input (variabel) yang terbuka bagi produsen untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu (Boediono, 1997). Menurut
Sukirno (2002), kurva
Isoquant
atau kurva produksi
sama,
menggambarkan gabungan tenaga kerja dan modal yang akan menghasilkan satu tingkat produksi tertentu. Sedangkan menurut Miller dan Meiners (1997), kurva Isoquant adalah sebuah kurva dalam ruang input (input space) yang memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dua macam input yang secara fisik dapat menghasilkan suatu tingkat output. Isoquant ini ditarik khusus untuk tingkat output. Setiap titik pada kurva Isoquant tersebut melambangkan kombinasi faktor produksi modal dan tenaga kerja dalam berbagai variasi yang selalu menghasilkan output sebanyak Y1. Kurva Produksi Sama (Isoquant) pada Gambar 2.1.
42
Sumber : Teori Ekonomi Mikro Intermediate, Miller dan Meiners, 1997
Gambar 2.1 Kurva Produksi Sama (Isoquant) Kurva Isoquant mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan indifference curve konsumen, yaitu cembung ke arah origin, menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva yang semakin ke kanan atas, outputnya semakin tinggi. Selain itu, ada beberapa sifat lain dari Isoquant, yaitu. (1) Cekung terhadap titik O. (2) Dua kurva Isoquant tidak saling berpotongan. (3) Isoquant yang lebih tinggi menggambarkan output yang lebih besar. (4) Kemiringan (slope) menunjukkan MRTS (Marginal Rate of Technical Substitution). b. Garis ongkos sama/ kurva biaya sama (Isocost) Untuk menghemat biaya produksi dan memaksimalkan keuntungan, perusahaan harus meminimumkan biaya produksi. Untuk membuat analisis mengenai peminimuman ongkos produksi diperlukan membuat garis ongkos sama (Isocost). Garis ini menggambarkan gabungan faktor-faktor produksi yang dapat diperoleh
43 dengan menggunakan sejumlah biaya tertentu. Untuk dapat membuat garis ongkos sama, data yang diperlukan adalah harga faktor produksi yang digunakan, dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli faktor-faktor produksi tersebut (Sadono Sukirno, 2001). Kurva Biaya Sama (Isocost) pada Gambar 2.2.
Sumber: Teori Ekonomi Mikro Intermediate, Miller dan Meiners, 1997 Gambar 2.2 Kurva Biaya Sama (Isocost) Menurut Miller dan Meiners (1997), kurva isocost atau garis isocost (isocost line) adalah sebuah garis yang memuat titik-titik yang melambangkan total biaya yang konstan. Unit harga jasa tenaga kerja sebagai Px2 dan unit harga jasa modal sebagai Px1. Px1 juga disebut nilai implisit per unit modal. Jika TC dibagi dengan tingkat upah (Px2), akan diperoleh jumlah tenaga kerja maksimum yang dapat dikerahkan oleh produsen yang bersangkutan dengan anggaran biaya yang tersedia (TC). Jumlah tenaga kerja maksimum ini dilambangkan dengan X2’. Sedangkan jika TC
44 dibagi dengan harga per unit modal (Px1), maka akan diperoleh jumlah modal maksimum yang dapat digunakan oleh produsen, yang disimbulkan dengan X1’. Jika X2’ dan X1’ dihubungkan, terbentuklah sebuah garis dan garis ini yang dinamakan isocost (X1’, X2’). Kurva isocost ini merupakan tempat kedudukan titik-titik yang melambangkan kombinasi modal dan tenaga kerja yang bisa dibeli perusahaan atau produsen berdasarkan anggaran biaya yang tersedia. c. Keseimbangan Produsen Ketika melakukan analisis perilaku pasar (permintaan dan penawaran) kita menggunakan kurva keseimbangan pasar sebagai alat analisis. Demikian pula ketika melakukan analisis perilaku konsumen, kita menggunakan kurva keseimbangan konsumen sebagai alat analisis. Serupa dengan konsep di atas, analisis terhadap perilaku produsen menggunakan kurva keseimbangan produsen sebagai alat analisis. Tujuan utama dari produsen melakukan aktivitas produksi pada situasi persaingan yang amat sangat kompetitif di dalam pasar global sekarang ini, adalah memproduksi sejumlah output tertentu sesuai permintaa pasar dengan tingkat pengeluaran anggaran yang minimum (Gaspersz, 2005:213). Kurva
keseimbangan
produsen
(Produsen’s
equilibrium
curve)
menunjukkan pencapaian kombinasi penggunaan input pada kondisi biaya terkecil (least cost combination of inputs) untuk memproduksi output dalam jumlah tertentu. Titik keseimbangan produsen merupakan titik singgung antara kurva isoquant dan kurva isocost (Gaspersz, 2005:213).
45
Sumber : Gasperzs (2005:115). Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan Produsen Dari gambar di atas, titik keseimbangan produsen, A, yang merupakan titik singgung antara kurva isoquant dan kurva isocost. Pada titik singgung A ini terjadi keseimbangan yang meminimumkan biaya total produksi, dimana slope dari kurva isoquant (ΔK/ΔL) sama dengan slope dari kurva isocost –(w/r). hal ini berarti pula pada titik singgung B itu. Tingkat substitusi teknikal marginal (MRTS) sama dengan rasio dari harga-harga input. Jadi titik keseimbangan produsen yang meminimumkan biaya total produksi tercapai apabila kondisi berikut tercapai (Gaspersz, 2005:215): MPL/W = MPK/R Dalam produksi jangka panjang (long run production) sering terjadi perluasan usaha sebagai akibat meningkatnya permintaan pasar terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Apabila demikian akan terdapat jalur perluasan (expansion path) yang menunjukkan kurva atau tempat kedudukan titik-titik keseimbangan produsen sepanjang jalur perluasan produksi dalam jangka panjang. Titik-titik keseimbangan produsen itu menunjukkan kombinasi input yang
46 meminimumkan biaya untuk setiap tingkat output yang diproduksi dengan asumsi rasio harga-harga input konstan (Gaspersz, 2005:207)
d. Return to Scale (RTS) Menurut Soekartawi (2005) terdapat tiga model fungsi produksi Cobb Douglas atau tiga kemungkinan hasil skala (return to scale). Return to scale merupakan output meningkat dengan proporsi yang lebih besar dari pada setiap input yang jumlahnya sebelumnya diperbanyak, output meningkat dengan proporsi yang sama dan output meningkat dalam proporsi yang lebih kecil. Masing-masing kasus dapat dijelaskan sebagai berikut : Hasil Skala Meningkat (Increasing Return To Scale) Merupakan tanbahan hasil yang meningkat atas skala produksi, kasus di mana output bertambah dengan proporsi yang lebih besar dari pada input. Contohnya bahwa seorang petani yang merubah penggunaan semua inputnya sebesar dua kali dari input semula dapat menghasilkan output lebih dari dua kali dari output semula. Hasil Skala Konstan (Constant Return To Scale) Merupakan tambahan hasil yang konstan atas skala produksi, bila semua input naik dalam proporsi yang tertentu dan output yang diproduksi naik dalam proporsi yang tepat sama, jika faktor produksi di dua kalikan maka output naik sebesar dua kalinya. Hasil Skala Menurun (Decreasing Return To Scale) Merupakan tambahan hasil yang semakin menurun atas skala produksi, kasus di mana output bertambah dengan proporsi yang lebih kecil dari pada input atau seorang petani yang
47 menggunakan semua inputnya sebesar dua kali dari semula menghasilkan output yang kurang dari dua kali output semula. Ketiga skala hasil tersebut sperti pada Gambar 2. 1 Constant Returns to Scale
Increasing Returns to Scale
Decreasing Returns to Scale
Sumber: https://www.google.co.id/webhp?ie=utf-8&oe=utf-8&gws_rd=cr&ei Gambar 2. 1 Return to scale 2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang satu disebut dengan variabel dependent, disisi kiri persamaan (Y) dan yang lain disebut variabel independent, disisi kanan dari persamaan sebagai variabel (X). Untuk menjelaskan hubungan antara Y dan X, peneliti memakai metode regresi yang dapat menjelaskan variasi Y yang dijelaskan oleh variasi dari X. Menurut Sudarman, (1980) bentuk umum dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: : Q = b0X1b1X2b2 ……………………………………….………………. (2.7) Keterangan : Q = Output (dalam satuan) X1,X2 = Input (dalam satuan)i b0 = Konstanta b1, b2 = Koefisien regresi input X1 dan X2
48 Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglas pada umunya diubah menjadi bentuk fungsi linear dalam logaritme, maka peneliti hagmailrus memahami terlebih dahulu beberapa persyaratan dalam fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan ini antara lain : a. tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak terhingga (infinite); b. tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non – neutrality differences, in the respective technology); c. penjumlahan elastisitas bi (i =
1,2)
tersebut menunjukkan tingkat arahan
returns to scale; Misalnya apabila bi = 1 berarti constant return to scale, bila 1 berarti increasing return to scale dan bila 1 berarti decreasing return to scale. d. tiap faktor produksi Xi (i =
1,2)
tersedia tak terbatas dalam pasar persaingan
sempurna/perfect competition; e. perbedaan lokasi, yang dipengaruhi oleh factor alam seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan yang ditunjukkan oleh notasi u (Soekartawi, 2003).
2.2.4 Teori Pendapatan Sofyan Syafri Harahap (2001), mengemukakan bahwa : “Pendapatan adalah hasil penjualan barang dan jasa yang dibebankan kepada langganan/mereka yang menerima”. Eldon Hendriksen mengemukakan definisi mengenai pendapatan sebagai berikut: Konsep dasar pendapatan adalah pendapatan merupakan proses
49 arus, yaitu penciptaan barang dan jasa selama jarak waktu tertentu” Definisidefinisi diatas memperlihatkan bahwa ada dua konsep tentang pendapatan yaitu sebagai berikut. 1) Konsep Pendapatan yang memusatkan pada arus masuk (inflow) aktiva sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai inflow of net asset. 2) Konsep Pendapatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan jasa serta penyaluran konsumen atau produsen lainnya, jadi pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai outflow of good and services. Pendapatan dimaksud adalah penerimaan yang terdiri dari penerimaan kotor dan penerimaan bersih. Penerimaan kotor adalah penerimaan yang berasal dari hasil penjualan output yaitu hasil perkalian antara jumlah produk dengan harga jual pada satu satuan output. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut. TR = Q . P …………………………………..………………………. (2.8) Keterangan : TR = Total penerimaan (satuan mata uang) Q = Hasil produksi (satuan fisik output) P
= Harga jual produksi (satuan mata uang)
Penerimaan bersih (keuntungan) adalah penerimaan yang berasal dari hasil penjualan output setelah dikurangi biaya produksi total yang dikeluarkan. Untuk menghitung
pendapatan
bersih
(keuntungan)
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Sudarman, 1984). (π) = TR – TC …………………………..………………………….(2.9)
50 Keterangan : (π) = keuntungan (satuan mata uang) TR = total pendapatan (satuan mata uang) TC = total biaya (satuan mata uang) 2.3
Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis terhadap penelitian ilmiah yang
sudah pernah dibuat, baik dalam bentuk tesis ataupun jurnal dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia, memang terdapat beberapa penelitian yang memiliki tingkat kemiripan dengan penelitian ini, namun belum ada yang menggunakan variabel dan judul yang persis sama. Beberapa penelitian terdahulu penulis gunakan sebagai bahan perbandingan, demi mencegah adanya plagiarisme dalam penelitian ini. Rochmiyanto (2006). tentang ”Analisis Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen” dengan menggunakan model analisis fungsi Cobb-Douglas, diperoleh hasil sebagai berikut : Faktor-faktor produksi luas lahan dan pupuk berpengaruh secara positif dan nyata terhadap pendapatan petani. Faktor produksi bibit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap produksi padi, sedangkan faktor produksi tenaga kerja tidak signifikan terhadap produksi padi. Desky Syahroel (2007) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Produksi
Padi
di
Kabupaten
Aceh
Tenggara”
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi yaitu Luas Lahan (X1), Jumlah Pekerja (X3), berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi padi, sedangkan Pestisida (X5) juga berpengaruh signifikan tetapi pestisida pengaruhnya negatif. Waktu Kerja (X2), Pupuk (X4) dan Benih
51 (X6) walaupun mempunyai tanda positif tetapi tidak signifikan dalam memproduksi padi sawah di Kabupaten Aceh Tenggara. Widowati (2007), melakukan penelitian tentang, ”Analisis Ekonomi Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Sragen”. Berdasarkan hasil estimasi tersebut terdapat pengaruh yang signifikan dari luas lahan, modal usaha, sistem tanam terhadap pendapatan usahatani padi. Sedang variabel tenaga kerja, biaya bibit dan biaya pupuk tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha tani padi. Nasution, Rusdiah (2008) dengan judul “Pengaruh Modal Kerja, Luas Lahan dan Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Usahatani Nenas” mengemukakan bahwa Modal Kerja (X1), Luas Lahan (X2), dan Tenaga Kerja (X3). Secara serempak berpengaruh positif terhadap produksi nenas sedangkan secara parsial Modal Kerja (X1) dan Tenaga Kerja (X2) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi nenas sedangkan Luas Lahan (X2) berpengaruh nyata terhadap produksi nenas. Tumanggor (2009), melakukan penelitian tentang “Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cokelat di Kabupaten Dairi”. Hasil dari penelitian ini adalah variable luas lahan, waktu jam kerja, pestisida, umur tanaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi cokelat. Sedangkan variable pupuk berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap produksi cokelat. Larasati (2012) melakukan penelitian tentang “Efisiensi Alokatif FaktorFaktor Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Desa Sambirejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun”. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa Faktor-
52 faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan usahatani padi di Desa Sambirejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun adalah faktor produksi benih dan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah penggunaan benih akan berpengaruh lebih besar terhadap produksi padi. Namun penambahan tenaga kerja akan menurunkan produksi padi. Hasil analisis efisiensi alokatif
penggunaan faktor-faktor
produksi
usaha tani padi
menunjukkan alokasi penggunaan benih sebesar 1,24 kg/ha dengan hasil lebih dari 1, sehingga belum efisien secara alokatif. Agar penggunaan benih usahatani padi efisien, maka perlu dilakukan penambahan alokasi benih sebesar
59,58
kg/ha.
Sedangkan
faktor
produksi
tenaga
kerja
tidak
dimasukkan ke dalam analisis efisiensi alokatif karena memiliki pengaruh yang negatif terhadap produksi padi. Zain, 2012, tentang pengaruh biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja, serta biaya penyusutan alat dan penerimaan secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan yang berdasarkan. Namun berdasarkan uji t secara parsial atau masing - masing variabel hanya variabel penerimaan dan biaya tenaga kerja yang berpengaruh secara signifikan terhadap pandapatan. Kuntariningsih dan Mariyono (2013), tentang “Dampak Pelatihan Petani terhadap Kinerja Usahatani Kedelai di Jawa Timur” dengan hasil bahwa pelatihan telah berdampak positif terhadap produksi dan keuntungan dari usahatani kedelai, demikian juga tingkat pendidikan dan pengalaman. Petani yang menjalankan usaha taninya di lahan sewa menunjukkan tingkat produksi dan keuntungan yang
53 lebih rendah. Pada akhirnya, kenaikan pendapatan petani setelah mengikuti pelatihan diharapkan meningkatkan kesejahteraan keluarga petani. Limi (2013), melakukan penelitian dengan hasil bahwa faktor produksi luas lahan, jumlah benih dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara langsung terhadap produksi kacang tanah dan produksi usahatani kacang tanah berpengaruh langsung terhadap pendapatan petani kacang tanah di Kecamatan Lembo sedangkan biaya produksi berpengaruh langsung terhadap pendapatan usaha tani kacang tanah dan bernilai negatif terhadap pendapatan. Yanutya (2013), dengan kesimpulan bahwa secara parsial terdapat 3 variabel independen yang digunakan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan petani tebu. Variabel tersebut yaitu luas lahan, biaya tenaga kerja, dan umur. Sementara itu, terdapat 3 variabel independen lainnya yaitu modal, pendidikan, dan harga yang berpengaruh positif signifikan pada α = 10% terhadap pendapatan petani tebu di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora. Harahap, Gintang, dan Asyim, dengan hasil bahwa secara parsial pencurahan tenaga kerja dan frekuensi mengikuti penyuluhan/pelatihan memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani, sedangkan pendidikan dan lamanya berusahatani tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani padi sawah. Dan secara serempak (bersama-sama) karakteristik petani (Umur, Luas Lahan, Jumlah Tanggungan, dan Modal) memiliki pengaruh nyata terhadap pendapatan petani padisawah (http://download.portalgaruda.org/article.php?article diunduh tanggal 27-3-2015).
54 Phahlevi, dengan temuan adalah: (1) Luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha tani berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi (sig = 0,000), artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, dan jumlah biaya usaha tani maka produksi akan meningkat. (2) Luas lahan, harga jual padi dan jumlah produksi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani (sig = 0,000), artinya dengan meningkatnya luas lahan, harga jual padi, biaya usahatani dan jumlah produksi maka pendapatan petani juga akan meningkat. Namun variabel Biaya usaha tani tidak berpengaruh terhadap pendapatan petani (http://www.google. com/url?sa=t&rct=j&q=esrc=s&source= web&cd, diunduh tanggal 27 Maret 2015). Apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini memiliki beberapa kesamaan antara lain mengenai topik dan permasalahan yang akan dibahas, metodeloginya, serta beberapa alat analisis yang diangap relevan untuk digunakan, tetapi yang membedakan adalah mengenai jenis tanaman yang digunakan yakni asparagus, lokasi dan periode/waktu penelitian. Kesimpulan dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat memberikan masukan dalam penelitian ini dan secara eksplisit penelitian ini belum pernah dilakukan, meskipun secara implisit studi kasus ini dapat ditemukan dalam beberapa hasil penelitian sebelumnya.