BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2011: 5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Kingsley dalam Sudjana, (2011: 22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita. Ketiga hasil belajar (kemampuan) itulah yang harus dimiliki oleh siswa. Hasil belajar ini dapat dilihat dari dua sisi siswa. Sedangkan menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Dari pendapat yang sudah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang didapat untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu: 1.
Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus
dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Poerwanti, dkk. 2008:4-3). Tes menurut Sudjana (2011:35) sebagai alat penilaian adalah pertanyaanpertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar 4
5
siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dan menggunakan langkah – langkah dan kriteria kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini dikemukakan yang termasuk dalam teknik tes adalah (Poerwanti, 2008:4-9) : a.
Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan 1. Tes Tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya 2. Tes Lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. 3. Tes Unjuk Kerja Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor.
b.
Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya 1. Tes Esei (Essay-type Test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. 2. Tes Jawaban Pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
6
3. Tes objektif Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). 2.
Teknik non tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Poerwanti, 2008:3-19 – 3-31), yaitu: 1.
Observasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan
secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. 2.
Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan
secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. 3.
Angket Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data
deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude Questionnaires). 4.
Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja) Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa
dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya. 5.
Task Analysis (Analisis Tugas) Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun
skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
7
6.
Checklists dan Rating Scales Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit
dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan. 7.
Portofolio Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya
tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. 8.
Komposisi dan Presentasi Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya.
9.
Proyek Individu dan Kelompok Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk
individu maupun kelompok Dari pendapat yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes formatif disetiap akhir pelaksanaan siklus. 2.1.2 Mata Pelajaran IPS Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006). Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006). 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
8
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) 1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan 2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan 3. Sistem Sosial dan Budaya 4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. Pencapaian tujuan pembelajaran IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas II SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas 2 Semester I Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis
1.1 Memelihara dokumen dan koleksi benda berharga miliknya 1.2 Memanfaatkan dokumen dan benda penting keluarga sebagai sumber cerita 1.3 Menceritakan peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis
2.1.3
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Lorna Curran dalam Rachmad Widodo (2009) mengemukakan bahwa make a
match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan
9
kartu yang ia pegang. Senada dengan Curran, Komalasari (2010; 85) menyatakan bahwa Model Pembelajaran Make A Match adalah suatu tipe Model pembelajaran Konsep. Model pembelajaran ini mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan. Nurani (2012) mengemukakan bahwa Make a
match atau mencari pasangan adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban yang tepat, siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan mendapat poin. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban dan dibacakan di depan kelas. Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan langkah siswa mendapatkan kartu dan setelah itu siswa mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang dia miliki dalam batas waktu yang ditentukan. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match antara lain (Nurani, 2012): 1. mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan; 2. materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian; 3. mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal. Selain memiliki kelebihan diatas, model pembelajaran kooperatif tipe make a match juga memiliki kekurangan. adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Make a
Match antara lain (Nurani, 2012): 1. diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan; 2. waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa bermain-main dalam pembelajaran; 3. guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai. Lorna Curran dalam Komalasari (2010) memaparkan langkah – langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah sebagai berikut: 1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
10
2.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3.
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegan
4.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7.
Demikian seterusnya
8.
Kesimpulan/penutup Senada dengan Lorna Curran, Nurani (2012) juga memaparkan langkah – langkah
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match sebagai berikut: 1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaiknya satu bagian kartu berisi soal dan bagian lainnya berisi jawaban.
2.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
4.
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
5.
Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
6.
Kesimpulan /penutup Dari
beberapa
pendapat
tentang
langkah-langkah
pelaksanaan
model
pembelajaran kooperatif tipe make a match maka dapat disimpulkan bahwa langkah – langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match adalah sebagai berikut: 1.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban yang cocok untuk pembelajaran IPS.
2.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
4.
Secara bergiliran siswa mempresentasikan ke depan kelas kartu soal dan kartu jawaban yang cocok.
5.
Siswa dengan bimbingan guru membuat kesimpulan
11
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khairatun Nisa (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Metode Make A Match Pada Materi Mengubah Pecahan Biasa Ke Desimal Dan Sebaliknya Kelas V SD Negeri 020267 Binjai Tahun Ajaran 2011-2012”. Hasil penelitian dengan menggunakan metode Make a Match ini menunjukkan pada saat pre tes sebelum dilakukan tindakan diperoleh dari 50 orang siswa 5 siswa (10%) yang memenuhi ketuntasan belajar dengan nilai rata-rata kelas sebesar 45,36 dan 45 siswa (90%) tidak memenuhi ketuntasan belajar, selanjutnya pada siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 67,20, dengan tingkat belajar siswa dari 50 orang siswa sebesar 64% atau sebanyak 32 siswa yang memenuhi ketuntasan belajar dan 18 siswa (36%) tidak memenuhi ketuntasan belajar. Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 86,80 dengan tingkat belajar siswa dari 50 orang siswa sebanyak 43 siswa yang memenuhi ketuntasan belajar dan 7 siswa (14%) tidak tuntas. Jadi dapat dikatakan pada siklus II ketuntasan belajar meningkat sebesar 86%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desi Rohani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Bilangan Pecahan Melalui Model Make A Match Pada Siswa Kelas V SDN Weru 01 Weru Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pra siklus nilai rata-rata hasil belajar 52,86 dengan persentase siswa yang memperoleh nilai di atas KKM adalah 42,86. Siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 76,19 dengan persentase siswa yang memperoleh nilai di atas KKM adalah 61,91%. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa naik menjadi 82,14 dengan persentase siswa yang memperoleh nilai di atas KKM adalah 90,48%. 2.3 Kerangka Berpikir Pembelajaran IPS sering dianggap sulit dan cenderung kurang menarik bagi siswa dan terkesan seperti menghafal. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPS yang cenderung dibawah KKM. Pada kondisi awal guru kelas 2 menggunakan metode ceramah. Hal ini menyebabkan pembelajaran terpusat pada guru dan membuat siswa jenuh, bosan dan keaktifan siswa rendah.
12
Untuk meningkatkan hasil belajar IPS peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada pembelajaran IPS di kelas 2 Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014. Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif yang dapat digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan media kartu soal dan kartu jawaban. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match siswa dapat terlibat langsung dan dapat meningkatkan keaktifan siswa dan rasa tanggung jawab siswa dalam melakukan kegiatan diskusi kelompok dan hal ini dapat berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas 2 di SD Negeri 2 Kandangan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah dipaparkan diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 2 di SD Negeri 2 Kandangan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester I tahun pelajaran 2013/2014.