9 BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Hakikat Keterampilan Menulis Laporan a. Pengertian Keterampilan Keterampilan
(skill)
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
menerapkan atau menggunakan pengetahuan yang dikuasainya dalam sesuatu bidang kehidupan (Sukmadinata dan Syaodih, 2012: 184). Dari pendapat tersebut, Sukmadinata dan Syaodih melihat bahwa ada kaitan erat antara keterampilan dengan pengetahuan seseorang. Ichsan dan Nursanto (2013: 29) mengungkapkan bahwa keterampilan adalah kegiatan mental dan atau fisik yang terorganisasi serta memiliki bagian-bagian kegiatan yang saling bergantung dari awal hingga akhir. Dari pendapat Ichsan dan Nursanto dapat diketahui bahwa keterampilan tidak hanya melibatkan fisik, tetapi juga melibatkan mental. Reber dalam Jauhari (2013: 121) juga mengungkapkan pendapatnya tentang keterampilan yaitu kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Jika melihat pendapat dari Reber, maka dapat dikatakan bahwa keterampilan merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan tertentu yang di dalamnya terdapat pola-pola tingkah laku yang sudah ditentukan. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
menerapkan
pengetahuan yang dikuasainya dalam suatu bidang secara rapi dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. b. Pengertian Menulis Menulis merupakan salah satu aspek yang harus dikuasai oleh siswa dalam keterampilan berbahasa. Menurut McCrimmon dalam Slamet (2014: 108), menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan 9
10 mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya degan mudah dan jelas. Menurut pendapat McCrimmon, kegiatan menulis melibatkan pikiran dan perasaan untuk bisa mengolah subjek yang dilihat ke dalam bentuk tulisan. Pengertian menulis yang lain juga disampaikan oleh Rusyana dalam Susanto (2013: 247), yang berpendapat bahwa menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam penyampaiannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan/pesan. Dari pendapat Rusyana dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara menulis dengan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa. Tarigan dalam Susanto (2013: 247) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan struktur bahasa dan kosakata. Menulis merupakan segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami. Pendapat ini dikemukakan oleh Nurudin dalam Rukayah (2013: 5). Berdasarkan definisi yang dikemukan oleh Nurudin, menulis tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat dipahami oleh orang lain dengan mudah. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah rangkaian kegiatan seseorang yang produktif dan ekspresif dalam mengungkapkan gagasan tentang suatu subjek melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengungkapkan gagasan tentang suatu subjek melalui bahasa tulis yang mudah dipahami oleh orang lain.
11 c. Unsur Menulis Menulis sebagai salah satu bentuk keterampilan berbahasa memiliki beberapa unsur. Menurut Haris dalam Slamet dan Saddhono (2012: 186) menulis sekurang-kurangnya mencakup lima unsur, antara lain: isi karangan, bentuk karangan, tata bahasa, gaya, serta ejaan dan tanda baca. Isi karangan yaitu gagasan yang dikemukakan. Bentuk karangan ialah susunan atau penyajian isi karangan. Tata bahasa adalah kaidah – kaidah bahasa termasuk di dalamnya pola – pola kalimat. Gaya adalah pilihan struktur dan kosakata untuk memberi nada tertentu terhadap karangan itu. Ejaan dan tanda baca yaitu penggunaan tata cara penulisan lambang – lambang bahasa tertulis. Dari pandangan Haris tersebut terlihat bahwa menulis
mensyaratkan
adanya
unsur
pemikiran/ide
dan
tata
bahasa/gramatika. Pendapat mengenai unsur menulis juga diungkapkan oleh The Liang Gie dalam Slamet dan Saddhono (2012: 186) yang menyatakan bahwa proses menulis mencakup empat unsur, yaitu: gagasan, tuturan, tuntunan, dan wacana. Gagasan merupakan topik atau tema yang akan dikemukakan. Tuturan adalah bentuk pengungkapan gagasan sehingga gagasan itu dapat dipahami pembaca. Tuntunan yaitu tata tertib pengaturan dan penyusunan gagasan. Wacana merupakan sarana pengatur berupa bahasa tulis yang meliputi kosakata, tata bahasa, ejaan, dan tanda baca. Dari pendapat Gie dapat dilihat bahwa dalam menulis diperlukan unsur berupa gagasan dan tata bahasa. Dalam Slamet dan Saddhono (2012: 184) diungkapkan bahwa kegiatan menulis untuk menyusun karangan yang baik memiliki beberapa kompleksitas, antara lain: keterampilan gramatikal, penuangan isi, keterampilan
stilistika,
keterampilan
mekanis,
dan
keterampilan
memutuskan. Berdasarkan pendapat Slamet dan Saddhono dapat dilihat bahwa dalam menulis dibutuhkan lebih dari satu keterampilan dan keterampilan ini saling berhubungan.
12 Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa dalam proses menulis terdapat beberapa unsur, antara lain: gramatikal (tata bahasa, ejaan, tanda baca, gaya bahasa, dan kosakata, gagasan (ide, isi, tuturan, tuntunan, dan wacana), keterampilan stilistika, keterampilan mekanis, dan keterampilan memutuskan. d. Tujuan Menulis Tujuan merupakan sesuatu yang hendak dicapai setelah seseorang melakukan sesuatu. Begitu pula dengan menulis, pada dasarnya tulisan merupakan sarana seseorang untuk menyampaikan ide dan pendapatnya agar dapat dipahami oleh pembaca atau orang lain. Dalam dunia pendidikan menulis merupakan hal yang sangat penting karena dapat memudahkan siswa untuk berpikir secara kritis. Tarigan dalam Rukayah (2013:
10)
mengungkapkan
bahwa
tujuan
menulis
yaitu
dapat
memudahkan untuk merasakan dan menikmati hubungan – hubungan, memperdalam daya tangkap atau persepsi seseorang, memecahkan masalah – masalah yang dihadapi, menyusun urutan pengalaman. Sehubungan dengan tujuan menulis, Hugo Hartig dalam Rukayah (2013: 10) merangkumnya ke dalam beberapa hal, yaitu: assignment purpose (tujuan penugasan), altruistic purpose (tujuan altruistic), persuasive purpose (tujuan persuasif), self expressive purpose (tujuan pernyataan diri), informational purpose (tujuan penerangan), dan problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah). Tujuan penugasan yaitu tujuan tugas tertentu yang harus diselesaikan, seperti tugas menuliskan notulen
rapat.
menyenangkan
Tujuan
altruistic
pembaca.
Tujuan
yaitu
tujuan
persuasif
menghibur
adalah
tujuan
atau untuk
meyakinkan pembaca tentang kebenaran yang diutarakan, seperti iklan. Tujuan
pernyataan
diri
maksudnya
tujuan
pengarang
untuk
memperkenalkan diri kepada pembaca. Tujuan penerangan yaitu untuk memberi informasi kepada pembacanya. Tujuan pemecahan masalah ialah tujuan penulis untuk memberikan kejelasan tentang cara memecahkan suatu masalah yang dihadapi.
13 Pendapat lain mengenai tujuan menulis juga diungkapkan oleh Panuju dalam Kusumaningsih, dkk (2013: 69-70) yaitu: tujuan menghibur, tujuan meyakinkan atau berdaya bujuk, tujuan penerangan, tujuan pernyataan diri, dan tujuan kreatif. Tujuan menghibur yaitu agar pembaca merasa senang ketika membaca tulisan sang penulis. Tujuan meyakinkan atau berdaya bujuk adalah tujuan penulis untuk meyakinkan pembaca melalui tulisan yang dibuat. Tujuan penerangan ialah untuk memberi keterangan atau informasi kepada pembaca yang bersifat inovatif. Tujuan pernyataan diri yaitu tujuan penulis untuk memperkenalkam diri. Tujuan kreatif yaitu tujuan pernyataan diri yang mengarah pada pencapaian nilainilai artistik atau keindahan. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tujuan menulis, antara lain: tujuan penugasan, tujuan altruistik, tujuan persuasif, tujuan pernyataan diri, tujuan penerangan, tujuan pemecahan masalah, tujuan menghibur, dan tujuan kreatif. e. Manfaat Menulis Dalam melakukan segala sesuatu, seseorang pasti ingin mendapatkan sesuatu yang bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Begitu pula saat menulis, aka nada beberapa manfaat yang didapatkan ketika seseorang menulis. Pennebaker mengungkapkan dalam Rukayah (2013: 8) bahwa kegiatan menulis memiliki lima manfaat, yaitu: menulis dapat menjernihkan pikiran, menulis dapat mengatasi trauma, menulis dapat membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, menulis dapat membantu memecahkan masalah, serta dengan menulis bebas dapat membantu seseorang ketika harus terpaksa menulis. Maksud dari menulis menjernihkan pikiran adalah seseorang dapat mengungkapkan segala isi hati dan persoalan dalam diri yang membebani pikiran melalui tulisan. Tidak semua orang dapat mengungkapkan isi hatinya secara lisan. Beberapa orang akan merasa lebih mudah untuk mengungkapkan sesuatu melalui tulisan. Menulis merupakan proses produktif untuk menghasilkan tulisan.
14 Menulis mengatasi trauma, maksdunya adalah ketika trauma membuat seseorang tidak bisa memusatkan perhatian pada pekerjaan baru yang besar, menulis tentang trauma akan membantu dalam mengelola trauma sekaligus membebaskan pikiran untuk menangani tugas – tugas lainnya. Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru. Hal ini berarti kegiatan mencatat atau menulis dapat membantu seseorang untuk mendapatkan dan mengingat kembali gagasan – gagasan yang baru. Menulis bisa membantu memberikan suatu kerangka yang bisa dipakai untuk memahami perspektif baru dan unik dari orang lain. Dengan menulis, seseorang dpaat meningkatkan rasa keingintahuan terhadap kejadian – kejadian tertentu yang menyebabkan seseorang tertarik untuk mendapatkan informasi dari hal tersebut. Menulis mengharuskan seseorang untuk lebih memusatkan perhatian yang lebih terhadap suatu masalah daripada hanya dengan memikirkannya. Hal ini dikarenakan proses menulis lebih lambat daripada proses berpikir , setiap gagasan harus dipikirkan secara matang dan rinci. Dengan demikian, menulis dapat membantu seseorang dalam memecahkan masalah. Terkadang, beberapa orang melakukan kegiatan menulis tentang sesuatu dengan alasan keterpaksaan. Keterpaksaan itu membuat menulis menjadi sebuah hambatan yang serius, kata yang ditulis tidak sesuai, dan kalimat dalam tulisan terlihat sangat kaku. Sebenarnya jika menulis dilakukan dengan perasaan dan pikiran yang bebas, maka dapat membebaskan kemampuan menulis juga. Bahkan, penulisan bebas bisa berguna sebagai landasan bagi sebuah rancangan kasar sebuah tulisan formal. Manfaat menulis yang lain disampaikan oleh Tarigan dalam Rukayah (2013: 8) adalah sebagai sarana penemuan diri. Hal ini dapat ditemukan dalam tulisan pribadi yang bernada akrab. Tulisan pribadi adalah suatu bentuk tulisan yang memberikan sesuatu yang paling
15 menyenangkan dalam penjelajahan diri pribadi sang penulis. Tulisan membuat seseorang sadar akan kehidupan sebab ketika menaruh pikiran mengenai kehidupan dalam kata – kata maka akan menjadi lebih sadar tentang kehidupan itu sendiri. f. Tahapan Menulis Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa menulis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Menulis merupakan suatu keterampilan yang hasilnya ditentukan oleh proses itu sendiri. Proses menulis terdiri dari beberapa tahapan untuk mengolah sesuatu yang ada dipikiran menjadi bentuk tulisan. Tompkins dalam Susanto (2013: 256258) menguraikan proses menulis menjadi lima tahap. Pertama, tahap pramenulis (prewriting)
yaitu tahap penemuan menulis. Dalam tahap ini
terdapat beberapa aktivitas, antara lain: 1) memilih topik; 2) memikirkan tujuan, bentuk, dan audiensi; 3) memanfaatkan dan mengorganisasi gagasan-gagasan. Kedua, tahap penyusunan draf tulisan (drafting) yaitu tahap penyusunan konsep dan penyusunan atau penuangan gagasan dengan memerhatikan ejaan, tanda baca, dan kesalahan mekanikal lainnya. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) menulis draf kasar; 2) menulis konsep utama; dan 3) menekankan pada pengembangan isi. Ketiga, tahap perbaikan (revisi) yaitu proses penyaringan ide-ide dalam tulisan. Aktivitas dalam tahap ini meliputi: 1) membaca ulang draf kasar; 2) menyempurnakan draf kasar dalam proses menulis; dan 3) menekankan pada pengembangan isi. Keempat, tahap penyuntingan yaitu proses penyempurnaan tulisan dengan mengoreksi ejaan dan kesalahan mekanikal lain agar tulisan menjadi ‘siap baca’. Aktivitasnya antara lain: 1) mengambil jarak dari tulisan; 2) mengoreksi awal dengan menandai kesalahan; dan 3) mengoreksi kesalahan. Kelima, tahap pemublikasian (publishing) yaitu tahap saat siswa sudah siap untuk memublikasikan tulisan mereka dan menyempurnakannya melalui pendapat yang diberikan orang lain,
16 Pendapat lain diungkapkan oleh Weaver dalam Slamet (2012: 190) yaitu di dalam proses penulisan terdiri atas lima tahap, yaitu: a) prapenulisan (prewriting); b) pembuatan draft (drafting), c) perevisian (revising), d) pengeditan (editing), dan e) pemublikasian (publishing). Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh Murray dalam Slamet (2012: 191) mengenai lima tahap atau kegiatan yang dilakukan pada proses penulisan. Pertama, tahap prapenulisan (prewriting) yaitu langkah awal dalam menulis. Dalam bagian ini mencakup beberapa kegiatan, antara lain: (1) menentukan dan membatasi topik tulisan, (2) merumuskan tujuan, menentukan bentuk tulisan, dan menentukan pembaca yang akan ditujunya, (3) memilh bahan, serta (4) menentukan generalisasi dan cara–cara mengorganisasi ide untuk tulisannya. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam kegiatan menulis. Oleh karena itu, pada tahap ini diperlukan stimulus untuk memunculkan respon yang berupa ide atau gagasan. Kedua, pembuatan draf (drafting) yaitu penyusunan rancangan tulisan. Dalam tahap ini bisa dilakukan perubahan yang berkaitan dengan masalah tujuan, pembaca yang dituju, ataupun bentuk tulisan yang telah ditentukan. Pada tahap ini diperlukan berbagai pengetahuan kebahasaan (pemilihan kata, gaya bahasa, dan pembentukan kalimat) dan teknik penulisan (penyusunan paragraf dengan penyusunan karangan secara utuh). Ketiga, perevisian (revising) yaitu perevisian terhadap keseluruhan karangan dalam berbagai aspek, seperti struktur karangan (penataan ide pokok dan ide penjelas, serta sistematika dan penalarannya) atau kebahasaan (pilihan kata, struktur bahasa, ejaan, dan tanda baca). Keempat, pengeditan/ penyuntingan (editing) yaitu perbaikan pada aspek mekanis bahasa dalam hal perbaikan penulisan kata ataupun kesalahan mekanisme lainnya. Tujuan kegiatan penyuntingan adalah membuat tulisan dapat dibaca secara optimal oleh pembacanya. Proses penyuntingan dilakukan dengan membaca kata per kata atau bagian per bagian
sehingga
dibetulkan.
dapat
Kelima,
ditemukan
pemublikasian
kesalahan–kesalahannya (publishing/
sharing)
untuk yaitu
17 penyampaian karangan kepada publik dalam bentuk cetak maupun noncetak. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, atau pembacaan di depan kelas. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahap menulis terdiri dari lima tahap, yaitu: pramenulis, penyusunan draf, perbaikan, penyuntingan, dan pemublikasian. g. Jenis-jenis Tulisan Kegiatan menulis akan menghasilkan beragam jenis tulisan atau karangan. Dalman dalam bukunya (2015: 73) membagi bentuk karangan ke dalam beberapa jenis, antara lain: karangan deskripsi, karangan argumentasi, karangan eksposisi, karangan narasi, dan karangan persuasi. 1) Karangan deskripsi Karangan deskripsi adalah karangan yang melukiskan atau menggambarkan suatu objek atau peristiwa tertentu dengan kata-kata secara jelas dan terperinci sehingga si pembaca seolah-olah turut merasakan atau mengalami langsung apa yang dideskripsikan si penulisnya. Karangan deskripsi memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu: a) berisi perincian yang jelas tentang suatu objek; b) dapat menimbulkan pesan dan kesan bagi pembaca; c) menarik minat; d) menggunakan bahasa yang mudah dmengerti; e) menimbulkan daya imajinasi dan sensitivitas pembaca; serta f) membuat si pembaca seolah-olah mengalami langsung objek yang dideskripsikan. 2) Karangan narasi Narasi adalah cerita yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk manusia dalam sebuah peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu, juga di dalamnya terdapat tokoh yang menghadapi suatu konflik yang disusun secara sistematis (Dalman, 2015: 106). Berdasarkan tujuannya, karangan narasi memiliki beberapa tujuan, yaitu: membuat pembaca seolah-olah menyaksikan atau
18 mengalami kejadian yang diceritakan, menggambarkan sejelasjelasnya suatu peristiwa yang terjadi, menggerakkan aspek emosi, membentuk citra/imajinasi para pembaca, meyampaikan amanat terselubung kepada pembaca, memberi informasi kepada pembaca dan memperluas pengetahuan, serta menyampaikan sebuah makna kepada pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya (Dalman, 2015: 106-107). 3) Karangan eksposisi Karangan eksposisi adalah karangan yang menjelaskan atau memaparkan pendapat, gagasan, keyakinan, yang memerlukan fakta yang diperkuat dengan angka, statistik, peta, dan grafik, tetapi tidak bersifat memengaruhi pembaca. Karangan ini bertujuan semata-mata untuk menyampaikan informasi tertentu dan menambah wawasan pembaca (Dalman, 2015: 120). Tujuan dari karangan eksposisi adalah: a) memberi informasi atau keterangan sejelas-jelasnya tentang objek; b) memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu; c) menyajikan fakta dan gagasan yang disusun sebaik-baiknya; dan d) menjelaskan hakikat sesuatu, memberikan petunjuk mencapai/ mengerjakan sesuatu, menguraikan proses dan menerangkan pertalian antara satu hal dengan yang lain. Hal ini disampaikan oleh Eti dalam Dalman (2015: 121). 4) Karangan argumentasi Karangan argumentasi adalah karangan untuk meyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu doktrin, sikap, dan tingkah laku tertentu. Syarat utama untuk menulis karangan argumentasi adalah penulisnya harus terampil dalam bernalar dan menyusun ide yang logis. Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti. Karangan ini bersifat nonfiksi, logis, bahasannya baku, tidak ambigu, kalimatnya berbentuk kalimat (Dalman, 2015: 138).
19 5) Karangan persuasi Karangan persuasi merupakan karangan yang bertujuan untuk memengaruhi perasaan pembaca agar pembaca yakin dam percaya tentang isi karangan tersebut dan mengikuti keinginan si penulisnya. Karangan persuasi harus menimbulkan kepercayaan pendengar/ pembacanya, bertolak atas pendirian bahwa pikiran manusia dapat diubah,
menciptakan
penyesuaian
melalui
kepercayaan
antarpembaca, menghindari konflik, serta harus ada fakta dan data secukupnya (Dalman, 2015: 146). h. Pengertian Laporan Laporan merupakan suatu hal yang penting bagi seseorang atau sebuah lembaga setelah melakukan kegiatan. Dalam sebuah lembaga, laporan diperlukan dalam menyusun kebijakan - kebijakan yang biasanya dilakukan oleh pimpinan berdasarkan laporan yang disampaikan. Menurut Keraf (2004: 324) laporan adalah suatu cara komunikasi di mana penulis menyampaikan informasi kepada seseorang atau suatu badan karena tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Berkaitan dengan kegiatan menulis laporan, Fatima dalam jurnal internasional American International Journal of Contemporary Research (2012: 3) berpendapat bahwa: Report Writing Skills can be taught even more effectively if teachers while educating these classes exploit "Authentic Material" (Alejandro G. Martinet, 2002) through different activities. The students learn a great deal from activities derived from authentic materials, as they are real events going on in the world. They generate interest easily in students as taken from newspapers, magazines, Internet which is modern media resources. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa keterampilan menulis laporan pengamatan dapat diajarkan lebih efektif jika guru dapat memanfaatkan kelas melalui berbagai kegiatan. Siswa belajar banyak dari bahan autentik, karena benar–benar terjadi di dunia. Mereka akan lebih mudah
20 tertarik jika diambil dari koran, majalah, ataupun internet sebagai sumber media yang modern. 1) Dasar–dasar Laporan Sebuah laporan harus bertolak dari beberapa dasar. Keraf (2004: 325–326) menyampaikan beberapa dasar laporan, yaitu : a) Pemberi Laporan Laporan melibatkan orang atau pihak yang memberi laporan. Pemberi laporan dapat berupa perseorangan, kelompok, atau lembaga yang ditugaskan untuk tujuan tertentu. Laporan dapat juga dibuat oleh perseorangan atau lembaga kepada seseorang atau instansi tertentu yang dianggap perlu untuk mengetahuinya meskipun hal itu tidak diminta. b) Penerima Laporan Laporan bukan hanya dibuat oleh seseorang atau sebuah lembaga, tetapi laporan juga ditujukan kepada seseorang atau suatu lembaga. Penerima laporan adalah orang atau badan yang menugaskan atau yang dianggap perlu untuk mendapatkan laporan itu. 2) Sifat Laporan Sebuah tulisan akan dianggap baik apabila tulisan itu berhasil dalam memenuhi fungsinya, yaitu mencapai hasil seperti yang diharapkan,
seperti
perbaikan,
perubahan,
bantuan,
atau
perkembangan sesuai dengan tujuan awal penulisan. Begitu pula dengan laporan, laporan akan dianggap baik apabila dapat mencapai hasil yang diharapkan. Keraf (2004: 326-327) dalam bukunya menyampaikan beberapa sifat–sifat laporan, antara lain: a) Memiliki bahasa yang baik dan jelas Laporan yang baik harus ditulis dengan bahasa yang bak dan jelas agar dapat menimbulkan pengertian yang tepat, bukan kesan atau sugesti. Bahasa yang baik dan jelas akan membuat pembaca mudah dalam memahami isi laporan yang dibuat.
21 b) Isinya urut dan masuk akal Isi laporan harus disusun dengan urut dan dikembangkan dengan tetap memperhatikan fakta, sehingga keakuratan laporan bisa tetap terjamin dan masuk akal. c) Mengandung imajinasi Pengertian imajinasi yang dimaksud adalah masalah, penulis harus memahami dengan jelas dan tepat siapa yang akan membaca atau menerima laporan itu, seberapa besar dan dalam penulis mengetahui persoalan yang akan disampaikan. Penulis juga
harus
memperhatikan
selera
pembaca
yang
akan
menerimanya. d) Sempurna dan komplit Laporan yang baik haruslah sempurna dan komplit, artinya laporan
harus
memuat
hal–hal
yang
diperlukan
untuk
memperkuat kesimpulan dalam laporan tersebut. Selain itu, laporan juga tidak boleh memuat hal – hal yang menyimpang, yang mengandung prasangka atau memihak. e) Menarik Penulis laporan bukan hanya menyampaikan laporan, tetapi juga hasil dari laporan itu. Laporan yang dibuat haruslah menarik bukan hanya karena penerima memerlukan laporan itu, tetapi karena nilainya bagi orang itu. 3) Macam-macam Laporan Laporan merupakan suatu jenis dokumen yang sangat bervariasi bentuknya. Variasinya mulai dari bentuk laporan yang sederhana berbentuk angka–angka sebagai suatu gambaran mengenai perkembangan suatu persoalan, sampai kepada laporan yang berbentuk buku yang terdiri dari ratusan halaman (Keraf 2004: 323). Macam–macam laporan disampaikan Keraf dalam bukunya (2004: 327-333), antara lain: a) laporan berbentuk formulir isian; b) laporan berbentuk surat; c) laporan berbentuk memorandum; d) laporan
22 perkembangan dan laporan keadaan; e) laporan berkala; f) laporan laboratoris; g) laporan formal dan semiformal . i. Penilaian Menulis Laporan Kompetensi
menulis
merupakan
kemampuan
menyampaikan
gagasan lewat tulisan. Seseorang menulis karena ada sesuatu yang ingin disampaikan. Sarana yang digunakan dalam penyampaian gagasan itu adalah
bahasa.
Tugas
menulis
bukan
semata-mata
tugas
untuk
menghasilkan bahasa saja, melainkan bagaimana mengungkapkan gagasan dengan mempergunakan sarana bahas secara tepat. Menurut Brown dalam Slamet (2012: 197), penilaian terhadap tulisan hendaklah diarahkan pada unsur-unsur tulisan yang mencakup content (isi, gagasan yang dikemukakan), form atau organization (organisasi isi), grammar atau syntax (tata bahasa dan pola kalimat), vocabulary (pilihan kata dan kosakata), dan mechanics (pemakaian ejaan dan penulisan kata). Kriteria penilaian penulisan laporan diadaptasi dari pendapat Rukayah (2013: 99-100) yang menggunakan 5 aspek penilaian, yaitu isi, organisasi, kosakata, penggunaan bahasa, dan mekanik. Dalam setiap aspek yang sudah ditentukan terdiri dari beberapa kriteria penilaian. Skor yang berbeda sudah ditetapkan untuk setiap kriteria penilaian. Aspek pertama yaitu isi. Kriteria sangat baik sampai sempurna (padat informasi, substansif, pengembangan tesis tuntas, relevan dengan permasalahan dan tuntas) mendapat skor 27-30, kriteria cukup-baik (informasi cukup, substansi cukup, pengembangan tesis terbatas, relevan dengan masalah tetapi tidak lengkap) mendapat skor 22-26, kriteria sedang-cukup (informasi terbatas, substansi kurang, pengembangan tesis tak cukup, permasalahan tak cukup) mendapat nilai 17-21, kriteria sangat kurang (tak berisi, tak ada substansi, tak ada pengembangan tesis, tak ada permasalahan) mendapat skor 13-16. Aspek kedua yaitu organisasi. Kriteria sangat baik-sempurna (ekspresi lancar, gagasan diungkapkan dengan jelas, padat, tertata dengan
23 baik, urutan logis, kohesif) mendapaty nilai 18-20. Kriteria cukup-baik (kurang lancar, kurang terorganisir tetapi ide utama terlihat, bahan pendukung terbatas, urutan logis tetapi tidak lengkap) mendapat skor 1417. Aspek ketiga yaitu kosakata. Kriteria sangat baik-sempurna (pemanfaatan potensi kata canggih, pilihan kata dan ungkapan tepat, menguasai pembentukan kata) mendapat skor 18-20. Kriteria cukup-baik (pemanfaatan potensi kata agak canggih, pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang kurang tepat tetapi tidak mengganggu) mendapat skor 1417. Kriteria sedang-cukup (pemanfaatan potensi kata terbatas, sering terjadi kesalahan penggunaan kosakata dan dapat merusak makna) mendapat skor 10-13. Aspek sangat-kurang (pemanfaatan potensi kata asal-asalan, pengetahuan tentang kosakata rendah, tak layak dinilai) mendapat skor 7-9. Aspek keempat adalah penggunaan bahasa. Kriteria sangat baikssempurna (konstruksi kompleks tetapi efektif, hanya terjadi sedikit kesalahan penggunaan bentuk kebahasaan) mendapat skor 22-25. Aspek cukup-baik (konstruksi sederhana tapi efektif, kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tak kabur) mendapat skor 18-21. Kriteria sedang-cukup (terjadi kesalahan serius dalam konstruksi kalimat, makna membingungkan atau kabur) mendapat skor 11-17. Kriteria sangat-kurang (tak menguasai aturan sintaksis, terdapat banyak kesalahan, tak komunikatif, tak layak nilai) mendapat skor 5-10. Aspek kelima adalah mekanik. Kriteria sangat baik-sempurna (menguasai aturan penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan) mendapat skor 5. Kriteria cukup-baik (kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan tetapi tak mengaburkan makna) mendapat skor 4. Kriteria sedangcukup (sering terjadi kesalahan ejaan, makna membingungkan atau kabur) mendapat skor 3. Kriteria sangat-kurang (tak menguasai aturan penulisan,
24 terdapat banyak kesalahan ejaan, tulisan tak terbaca, tak layak nilai) mendapat skor 2. Rukayah (2013: 27) dan Susanto (2013: 246) mengungkapkan berdasarkan tingkatannya, pembelajaran menulis di SD ada dua, yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut. Menulis permulaan diperuntukkan bagi siswa kelas I-II, sedangkan menulis lanjut diperuntukkan bagi siswa kelas III-VI. Menulis lanjut dibedakan menjadi dua, menulis lanjut tahap pertama di kelas III-IV dan menulis lanjut tahap kedua di kelas V-VI. Materi pembelajaran menulis kelas 5 terbagi dalam semester 1 dan semester 2. Pada semester 1 terdapat standar kompetensi keempat yaitu mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis. Dari standar kompetensi tersebut diuraikan ke dalam tiga kompetensi dasar, yaitu:
1)
Menulis
karangan
berdasarkan
pengalaman
dengan
memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan; 2) Menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dan lain-lain) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan; 3) Menulis dialog sederhana antara dua atau tiga tokoh dengan memperhatikan isi serta perannya. Materi pembelajaran menulis pada semester 2 terdapat pada standar kompetensi
kedelapan
yaitu
mengungkapkan
pikiran,
perasaanm
informasi, dan fakta secara tertulis dalam bentuk ringkasan laporan dan puisi bebas. Dari standar kompetensi ini diuraikan menjadi tiga poin kompetensi dasar, yaitu: 1) Meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 2) Menulis laporan pengamatan atau kunjungan berdasarkan tahapan (catatan, konsep awal, perbaikan final) dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 3) Menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, maka materi pembelajaran menulis di kelas sekolah dasar meliputi: 1) menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan pilihan
25 kata dan penggunaan ejaan; 2) menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dan lain-lain) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan; 3) menulis dialog sederhana antara dua atau tiga tokoh dengan memperhatikan isi serta perannya; 4) meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan penggunaan ejaan; 5) menulis laporan pengamatan atau kunjungan berdasarkan tahapan (catatan, konsep awal, perbaikan final) dengan memperhatikan penggunaan ejaan; dan 6) menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat. Dalam penilaian keterampilan menulis siswa, peneliti akan mengacu pada indikator yang diadaptasi dari pendapat Rukayah (2013: 99-100). Indikator ini digunakan karena dalam aspek penilaian yang disampaikan oleh Rukayah sudah lengkap, bobot penilaian sudah disesuaikan dengan kriteria yang ada. Dengan demikian, peneliti akan lebih mudah ketika melakukan penilaian terhadap unjuk kerja siswa. Dari paparan teoritis yang sudah iuraikan di atas, maka dapat dirumuskan konsep operasional bahwa hakikat keterampilan menulis laporan adalah kemampuan peserta didik dengan pengetahuannya untuk mewujudkan informasi tertulis mengenai kejadian nyata yang sudah dilihat, diamati, atau diindera. Kemampuan tersebut terkait dengan kemampuan aspek penuangan isi gagasan, pengorganisasian gagasan, kosakata, tata bahasa, mekanik (kecepatan fisik), serta kehalusan tulisan.
2. Hakikat Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW) a. Pengertian Model Pembelajaran Ada beberapa istilah yang dikenal dalam kegiatan pembelajaran, antara lain model, strategi, pendekatan, metode, teknik, dan media pembelajaran. Tujuan dari penggunaan istilah-istilah tersebut adalah membantu siswa mencapai kemampuan secara optimal untuk dapat belajar lebih mudah dan efektif dalam kegiatan pembelajaran.
26 Joyce dan Weill dalam Huda (2013: 73) mendeskripsikan model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Models of Teaching are really models of learning. As we helps students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking. And means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn. In fact the most important long term outcome of instruction may be the students’ increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skills they have acquired and because they have masteres learning processes. Dari teori di atas dapat dijelaskan bahwa model-model pengajaran dirancang
untuk
tujuan-tujuan
tertentu-pengajaran
konsep-konsep
informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-nilai sosial, dan sebagainyadengan meminta siswa untuk terlibat aktif dalam tugas-tugas kognitif dan sosial tertentu. Sebagian model berpusat pada penyampaian guru, sementara sebagian yang lain berusaha fokus pda respons siswa dalam mengerjakan tugas dan posisi-posisi siswa sebagai partner dalam proses pembelajaran. Sunarwan dalam Sobry (2014: 57) mengartikan model sebagai gambaran tentang keadaan nyata. Dahlan dalam Sobry (2014:57) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi instruksional, dan memberi petunjuk guru dalam proses pengajaran di kelas. b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Dalam
dunia
pendidikan,
banyak
dikenal
berbagai
model
pembelajaran yang dapat diterapkan untuk membantu guru dalam
27 mengelola pembelajaran. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok – kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hal ini diungkapkan oleh Sanjaya dalam Rusman (2011: 203). Menurut Ngalimun (2012:161) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Sedangkan menurut Nurulhayati dalam Rusman (2013: 203) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk berinteraksi. Cooperative learning adalah teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri 4-5 orang. Belajar cooperative adalah
pemanfaatan
kelompok
kecil
dalam
pembelajaran
yang
memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koperatif adalah model pembelajaran secara berkelompok yang terdiri dari 4-5 orang yang melibatkan partisipasi siswa untuk menyelesaikan persoalan dalam rangka memaksimalkan belajar siswa. c. Pengertian Model Pembelajaran Think Talk Write TTW Salah satu model pembelajaran yang efektif dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran TTW. TTW merupakan akronim dari Think Talk Write. Secara etimologi, Think Talk Write dapat diartikan sebagai berpikir, berbicara, dan menulis. Model Think Talk Write adalah sebuah pembelajaran yang dimulai dengan
28 berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi (Hamdayama 2014: 217). Dalam bukunya Shoimin (2014: 212) mengatakan bahwa Think Talk Write menekankan perlunya peserta didik mengomunikasikan hasil pemikirannya. Pada dasarnya model pembelajaran Think Talk Write dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Alur kemajuan model TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya, berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Dalam kelompok ini, siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui tulisan (Huinker & Laughlin dalam Jumanta, 2014: 217). Menurut Huda (2013: 218) Think Talk Write merupakan sebuah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Think Talk Write mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu. Model ini mempunyai sintak yang sesuai dengan urutan di dalamnya, yakni think (berpikir), talk (berbicara/ berdiskusi), dan write (menulis). Dari beberapa pendapat yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa Think Talk Write adalah sebuah model pembelajaran yang digunakan untuk memfasilitasi siswa dalam berlatih bahasa baik secara lisan maupun tertulis melalui proses think (berpikir), talk (berbicara/ berdiskusi), dan write (menulis). d. Manfaat Model Pembelajaran TTW Dalam setiap model yang diterapkan dalam pembelajaran, akan ada manfaat yang diperoleh. Menurut Jumanta (2014: 221-222) dalam penerapannya, model Think Talk Write memiliki beberapa manfaat, antara lain: membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui
29 komunikasi atau diskusi dengan temannya sehingga siswa dapat saling membantu dan saling bertukar pikiran dan membantu siswa menuliskan hasil diskusi dengan sistematis, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa model TTW dapat membantu siswa untuk lebih aktif dalam menggali informasi dan menulis dengan sistematis. e. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran TTW Shoimin (2014: 215) dan Hamdayama (2014: 222) menyebutkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model Think Talk Write antara lain: a) mempertajam seluruh keterampilan berpikir visual; b) mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami materi ajar; c) dengan
memberikan
soal
open-ended,
dapat
mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa; d) dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan melibatkan siswa secara aktif dalam belajar; e) membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, dan bahkan dengan diri mereka sendiri. Kekurangan model Think Talk Write menurut Jumanta, antara lain: a) ketika siswa bekerja dalam kelompok itu mudah kehilangan kemampuan dan kepercayaan, karena didominasi oleh siswa yang mampu; b) guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam menerapkan model ini tidak mengalami kesulitan; dan c) dapat membuat siswa menjadi sibuk jika soal open ended dapat memotivasi. f. Langkah Model Pembelajaran TTW Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran Think Talk Write terdiri dari tiga tahap yang harus dilakukan, yaitu berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write). Berikut adalah penjelasan tahap-tahapnya : 1) Berpikir (Think) Menurut Sardiman dalam Shoimin (2014: 212) berpikir adalah aktvitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, menyintesis, dan menarik kesimpulan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan
30 bahwa berpikir (think) adalah sebuah kegiatan yang melibatkan otak untuk dapat memroses informasi hingga mendapat suatu kesimpulan tentang informasi yang diperoleh. Suminar dan Putri dalam Journal of English Languange and Learning (2015: 230) berpendapat bahwa: Activity think (think) can be seen from read something clue containing picture and make small note what has been thinking. In making or write a note after reading a clue the students differentiate and unify the ideas presented. Besides learning a routine to make or write a note after reading stimulates the activity of thinking before, during, and after reading notes to enhance students' knowledge even enhance thinking and writing skills. One benefit of this process is to make the record will be an integral part in the learning setting. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas berpikir dimulai dengan memberikan gambar yang dapat merangsang aktivitas berpikir siswa. Kemudian, siswa membuat catatan selama gambar tersebut diberikan. Salah satu manfaat tahap ini adalah dapat menyimpan data dengan menggabungkan suatu bagian dalam sebuah pembelajaran. Dalam
tahapan
ini
siswa
diperhadapkan
pada
media
pembelajaran, dapat berupa teks bacaan atau gambar. Siswa diminta untuk memperhatikan teks atau gambar tersebut, kemudian siswa diminta untuk membuat catatan kecil tentang apa yang sudah dibaca atau dilihatnya. Dalam menulis catatan, siswa mengumpulkan informasi dari dan menyatukan ide dari bahan yang disajikan untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri. Dengan demikian, proses ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. 2) Berbicara (Talk) Berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan, pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain (Slamet dan Saddhono, 2012: 62). Pada tahap talk, siswa bekerja dalam kelompok dengan menggunakan LKS (Lembar Kerja Siswa).
31 Pentingnya
talk
dalam
kegiatan
pembelajaran
adalah
dapat
membangun pemahaman dan pengetahuan bersama melalui interaksi dan percakapan antara sesama individual di dalam kelompok. Hingga pada akhirnya dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi yang bermuara pada suatu kesepakatan. Tahapan ini membantu siswa dalam berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasannya. Ann Singleton and Kenneth Newman dalam International Journal of Teaching and Learning in Higher Education (2009: 248) berpendapat bahwa: As students are involved in answering the kinds of questions that require higher levels of thinking, additional strategies may be used to continue the discussion. These strategies include asking students other than the one answering the question to (a) elaborate on a student’s response, (b) offer an opposing view to a response, (c) summarize another student’s response, (d) clarify the logical rationale, (e) explain how the student’s response supports the essential question for the course, and (f) explicate how the student’s response empowers the student. Dari jurnal di atas dapat diketahui bahwa melalui tahap berbicara ini siswa akan berlatih untuk memberi dan meminta tanggapan dari temannya. Siswa dapat bertukar pendapat melalui pengungkapan tanggapan. Hal ini dapat melatih siswa dalam meningkatkan kemampuannya untuk menjelaskan sesuatu kepada orang lain. 3) Menulis (Write) Menulis merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis (Slamet dan Saddhono, 2012: 171). Dalam tahap write, siswa menuliskan hasil diskusi pada LKS yang telah disediakan. Aktivitas menulis ini akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Menurut Shield (Shoimin 2014: 213) dengan menulis berarti membantu merealisasikan salah
32 satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang ia pelajari. Aktivitas menulis juga membantu siswa membuat hubungan antarkonsep. Wiederhold (Shoimin 2014: 213) menyatakan bahwa membuat catatan berarti meneganalisis tujuan dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis dan bagi guru dapat memantau kesalahan siswa dalam menulis. Di samping itu, menulis juga akan mempertinggi
pengetahuan
siswa
dan
bahkan
meningkatkan
keterampilan berpikir dan menulis. Suminar dan Putri dalam Journal of English Languange and Learning (2015: 230) berpendapat bahwa: The next phase of the "write" is writing the discussion or dialogue. Activity means constructing the idea of writing, because after a discussion or dialogue between friends, and later expressed through writing. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa tahap selanjutnya adalah menulis hasil diskusi. Aktivitas ini bermaksud untuk membangun ide menulis setelah berdiskusi atau berdialog dengan teman yang kemudian akan diekspresikan atau diungkapkan melalui menulis. Dengan demikian, langkah-langkah pembelajaran dengan model TTW adalah dimulai dari proses berpikir (think) yang dilakukan oleh siswa dengan memperhatikan media pembelajaran yang disediakan guru, kemudian membuat catatan kecil tentang apa yang dilihatnya. Selanjutnya adalah proses berbicara (talk) yaitu diskusi yang terjadi antarsiswa dalam kelompok untuk mengungkapkan ide dan gagasan masing-masing. Langkah terakhirnya adalah siswa menulis (write) hasil diskusi kelompok ke dalam format yang benar secara mandiri.
3. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian tindakan kelas yang fokus pada upaya meningkatkan keterampilan menulis laporan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SD Negeri 03 Karanganyar ini diawali dengan kajian terhadap
33 penelitian yang relevan. Sebelum penelitian ini dilaksanakan, telah dilakukan tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini, antara lain: Penelitian Wulandari (2015) memiliki persamaan dengan penelitian ini. Persamaannya terdapat pada variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2015) mengenai keterampilan menulis eksposisi, sedangkan penelitian ini mengenai keterampilan menulis laporan. Hasil penelitian Wulandari menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal pada pratindakan sebesar 33,33%. Siswa yang mencapai batas KKM pada siklus I sebesar 72,22%, sedangkan pada siklus II sebesar 88,89%. Hal ini menunjukkan peringkat ketuntasan dari pra siklus hingga akhir siklus II sebesar 55,56%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan keterampilan menulis eksposisi pada siswa kelas V SD Negeri 2 Bangsalan tahun ajaran 2014/ 2015. Penelitian Nurkhayati (2013) memiliki persamaan dengan penelitian ini. Persamaannya terdapat pada variabel terikat yaitu keterampilan menulis laporan, sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nurkhayati (2013) menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe artikulasi, sedangkan penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal pada pratindakan sebesar 32,00%. Siswa yang mencapai batas KKM pada siklus I sebesar 70,83%, sedangkan pada siklus II sebesar 84,00%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe artikulasi dapat meningkatkan keterampilan menulis laporan pengamatan usaha konfeksi pada peserta didik kelas V SD N Joho 4 Kecamatan Sukoharjo tahun ajaran 2012/ 2013.
34 Penelitian Dewi (2015) memiliki persamaan dengan penelitian ini. Persamaannya terdapat pada variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015) mengenai keterampilan menulis deskripsi, sedangkan penelitian ini mengenai keterampilan menulis laporan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase ketuntasan klasikal pada pratindakan sebesar 37,94%. Siswa yang mencapai batas KKM pada siklus I sebesar 68,96%, sedangkan pada siklus II sebesar 86,21%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas IV SD Negeri 3 Sragen tahun ajaran 2014/2015.
B. Kerangka Berpikir Kondisi awal yang dihadapi kelas V SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar tiga tahun terakhir adalah dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran bahasa Indonesia kurang menarik dan membosankan karena guru belum menggunakan model dan media pembelajaran yang menarik. Oleh karena itu, siswa kesulitan dalam memahami materi pelajaran bahasa Indonesia, khususnya keterampilan menulis. Hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai keterampilan menulis laporan siswa. Berdasarkan hasil uji pratindakan terdapat 14 siswa atau 56% dari 25 siswa mendapat nilai di bawah KKM, sedangkan 11 siswa atau 44% dari 25 siswa mendapat nilai di atas KKM. Berdasarkan kondisi awal tersebut, akan dilakukan tindakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas V pada keterampilan menulis laporan di SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2015/ 2016 dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write adalah sebuah model pembelajaran yang menjadikan siswa lebih terampil
35 dalam berpikir untuk menggali informasi, berbicara, dan menulis. Dengan demikian, pembelajaran di kelas menjadi lebih menarik dan berpusat pada siswa (student center). Pada kondisi akhir dalam penelitian ini diharapkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan menulis laporan siswa kelas V SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar Tahun Ajaran 2015/ 2016, maka dapat dilihat pada bagan 2.1 di bawah ini.
36
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
Guru belum menggunakan model pembelajaran yang menarik, sehingga siswa kurang memahami materi pelajaran
Dalam proses pembelajaran, guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Think, siswa mengindera & membuat catatan kecil secara individu. Talk, siswa berdiskusi membahas isi catatan. Write, konstruksi pengetahuan hasil dari Think dan Talk.
Keterampilan menulis laporan siswa kelas V SD N 03 Karanganyar meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Keterampilan menulis laporan siswa kelas V SD N 03 Karanganyar pada siswa masih rendah
Siklus I Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dengan cara mengamati gambar, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Siklus II Aplikasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW dengan cara pengamatan obyek secara langsung, meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
37 C. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dapat meningkatkan keterampilan menulis laporan pada siswa kelas V SD Negeri 03 Karanganyar Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2015/2016.