BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan, 2007, p9) . Menurut Robins Dan Coulter
(2002,
p7)
mengatakan
bahwa
manajemen
merupakan
proses
mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan – kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Dari pendapat para tokoh itu dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah sebuah ilmu yang mengatur pemanfaatan sumber daya serta proses kerja sama dengan orang-orang melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarah, dan pengadilan untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan perancangan sistemsistem formal dalam organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien (Mathis dan Jackson, 2006, p3) dari sebuah situasi manajemen, termasuk perekrutan, penyaringan, pelatihan, penghargaan, dan penilaian (Dessler, 2004, p4) untuk mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi (Handoko, 2003, p4). 10
11
Sumber daya manusia adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa , mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan sumber financial serta merumuskan seluruh strategi dan tujuan organisasi. (Samsudin 2006, p20). Kemudian menurut Samsudin (2006, p23), terdapat hal yang ensesial dari manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan dan pendayagunaan secara penuh dan kesinambungan terhadap sumber daya mausia yang ada sehingga mereka dapat bekerja secara optimal, efektif, dan produktif dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
2.1.2.1 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p7-p9) MSDM adalah kegiatan mendapatkan, mengelola, dan melepaskan sumber – sumber, dalam hal ini adalah manusia. 1. Mendapatkan Sumber Daya Merupakan langkah dalam proses penentuan persyaratan organisasi mengenai sumber yang ingin diperoleh dengan memperhatikan kuantitas, tipe, dan kualitas. 2. Mengelola Sumber Daya Setelah organisasi mendapatkan semua tenaga yang diperlukan untuk mencapai tujuannya, prioritas berikutnya adalah memastikan bahwa tenaga kerja
12
tersebut akan tinggal cukup lama di organisasi, sehingga efektif dan dapat menunjukan kinerja yang baik selama mereka disana. Salah satunya adalah : Menasehati dan menetapkan strategi pengupahan yang dapat menunjung tujuan organisasi dan rencana bisnis, yaitu strategi pengupahan yang dapat menarik dan mempertahankan pegawai sesuai dengan kemampuannya. 3. Pemutusan Sumber Daya Akan tiba masanya dimana pegawai harus melepaskan diri dari organisasi. Alasanya bisa karena pensiun, mengundurkan diri, selesai kontrak, berakhir kontrak pelatihan, pemecatan, redundasi, dan sebagainya.
2.1.2.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Berdasarkan pendapat Cushway (2002, p 4-7), “Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari proses dalam mencapai tujuan”. Setelah arah dan strategi umum ditentukan, maka langkah berikutnya merumuskan tujuan yang lebih tegas dan mengembangkan dalam bentuk rencana kerja. Tujuan tidak akan tercapai tanpa adanya sumber daya yang diperlukan, termasuk sumber daya manusia. MSDM merupakan bagian dari proses yang menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan manusia, bagaimana memperolehnya dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus diintegrasikan secara penuh dengan proses-proses manajemen yang lainnya.
13
Tujuan dari MSDM bervariasi antara satu organisasi dengan organisasi lain, tergantung pada tingkat perkembangan organisasi yang mencakup hal berikut: 1. Memberikan sasaran kepada manajemen tentang kebijakan SDM guna memastikan organisasi memiliki tenaga kerja yang termotivasi dan berkinerja tinggi, serta dilengkapkan dengan sarana menghadapi perubahan dan dapat memenuhi kebutuhan pekerjaannya. 2. Melaksanakan dan memelihara semua kebijakan dan prosedur SDM yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi. 3. Membantu perkembangan arah dan strategi organisasi secara keseluruhan, terutama dengan memperhatikan segi-segi SDM. 4. Menyediakan bantuan menciptakan kondisi yang dapat membantu manajer lini dalam mencapai tujuan mereka. 5. Mengatasi krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pegawai untuk memastikan tidak adanya gangguan dalam pencapaian tujuan organisasi. 6. Menyediakan sarana komunikasi antara karyawan dengan manajemen organisasi. 7. Bertindak sebagai penjamin standar dan nilai organisasi dalam pengelolaan SDM.
14
2.1.3 Kepemimpinan 2.1.3.1 Gaya kepemimpinan Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robins dan Thimothy (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain: 1. Gaya kepemimpinan kharismatik Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik: a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain. b. Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi. c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan. d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
15
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
2. Gaya kepemimpinan transaksional Pemimpin
transaksional
merupakan
pemimpin
yang
memandu
atau
memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin transaksional: a. Imbalan kontingen b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif) c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif) d. Laissez-Faire
3. Gaya kepemimpinan transformasional Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan
pengembangan
dari
masing-masing
pengikut,
Pemimpin
transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan
16
dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional: a. Kharisma b. Inspirasi c. Stimulasi intelektual d. Pertimbangan individual
4. Gaya kepemimpinan visioner Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.
17
2.1.3.2 Kriteria seorang pemimpin Menurut Keith Davis Dalam bukunya yang berjudul Human Behavior at Work (2002): Human relations and Organizational Behavior, Davis mengemukakan empat macam kelebihan kelebihan sifat-sifat yang perlu dimilki oleh pemimpin, yaitu: 1. Intelegensia (intelligence) Memiliki kecerdasan yang lebih tinggi daripada bawahannya 2. Kematangan dan keluasan pandangan social (social maturity and breadth) Pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan sehingga mudah mengendalikan keadaan, kerja sama sosial, serta mempunyai keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri. 3. Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam (inner
motivation
and
avhievement
desires)
Pemimpin diharapkan harus selalu mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu. 4. Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia (human relations attitudes) Pemimpin harus selalu lebih mengetahui terhadap bawahannya, sebab dalam kehidupan organisasi diperlukan adanya kerja sama atau saling ketergantungan antara anggota-anggota kelompok. Pemimpin perlu berorientasi pada bawahan.
18
2.1.3.3 Pemimpin sebagai pengambil keputusan Menurut pendapat samsudin (2006, p296), pengambilan keputusan
dapat
dilihat sebagai salah satu fungsi kepemimpinan. Pengambilan keputusan merupakan masalah yang berat karena menyangkut kepentingan orang banyak. Tidak ada sesuatu yang pasti dalam pengambilan keputusan. Pemimpin harus memilih diantara berbagai alternatif yang ada dengan kemungkinan implikasi atau akibat dari pengambilan keputusan yang diambilnya. Hakikat pengambilan keputusan harus didasarkan pada sistematika tertentu, antra lain mempertimbangkan kemampuan organisasi, personel yang tersedia, dan situasi lingkungan yang akan digunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil. Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan coba-coba, tetapi harus didasarkan pada fakta yang terkumpul secara sistematis, baik, dan dapat dipercaya. Keputusan yang baik adalah keputusan yang diambil dari berbagai alternative yang ada setelah alternative-alternatif tersebut dianalisis secara matang. (samsudin 2006,p296).
2.1.4 Kepuasan kerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p121), kepuasan kerjamerupakan keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalamankerja seseorang. Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008), kepuasan kerjamerupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan
19
seseorang; selisih antara banyaknyaganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima ( Robbins, 2003) dalam Wibowo ( 2007, p299). Menurut Wibowo ( 2007, p300 ) berpendapat bahwa, kepuasan kerja miliki dua teori mengenai kepuasan kerja. Dalam pendapatnya, di katakan bahwa teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Diantara teori kepuasan kerja adalah Two – Factor Theory dan Value Theory. 1) Two-Factor Theory. Teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variable yang berbeda, yaitu motivators dan Hygiene factors. 2) Value Theory. Menurut konsep teori ini, kepuasan kerja terjadi pada tingkat dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti yang diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin dikit mereka menerima hasil, akan kurang puas.
20
Berdasarkan pendapat Robbins Dan Coulter (2002, p149) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu variabel bergantung yang didefinisikan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepentingan para manager pada kepuasa kerja cenderung berpusat pada kinerja karyawan. Hasil penelitian para ahli menunjukan bahwa : 1) Kepuasan dan produktivitas Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif dari pada organisasi dengan karywan yang kurang puas. 2) Kepuasan dan kemangkiran Hubungan
yang
secara
konsisten
negative
antara
kepuasan
dan
kemangkiran itu sedang saja. Masuk akal apabila dinyatakan bahwa karyawan yang tingkat kepuasaanya rendah lebih besar kemungkinannya tidak kerja dan karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi. 3) Kepuasan dan tingkat keluar masuknya karyawan Secara khusus, tingkat kepuasan kurang penting dalam meramalkan keluarnya karywan untuk mereka yang berkinerja tinggi, karena lazimnya organisasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan mereka yang berkinerja tinggi dan untuk menahan mereka dan bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka untuk keluar.
21
Sebagian besar orang pada umumnya merasakan kepuasan pada pekerjaannya, seperti yang tertulis dalam Wibowo (2007, p314), walaupun terdapat perbedaan kepuasan diantara mereka. Penelitian yang dilakukan Greenberg dan barron (2003, p149) dalam wibowo (2007, p314) tentang kepuasan kerja menunjukan adanya indikasi berikut ini: a. White-collar personnel ( Manajer dan profesional) cenderung lebih puas dari pada blue-collar profesional (pekerja fisik,pekerja pabrik). b. Older people pada umumnya lebih puas dengan pekerjaannya dari pada orang yang lebih muda. c. Orang yang lebih berpengalaman di dalam pekerjaannya sangat puas dari pada mereka yang kurang pengalaman. d. Wanita dan anggota kelompok minoritas cenderung lebih tidak puas terhadap pekerjaan dari pada orang pria dan anggota kelompok mayoritas.
2.1.4.1 Penyebab Kepuasan Kerja Faktor yang menentukan kepuasaan karyawan menurut Robbins Dan Coulter (2002, p149), adalah : 1) Kerja yang secara mental menantangi
22
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan –pekerjaan yang memberi mereka
ksempatan untuk menggunakan ketrampilam dan kemampuan
yang masih mereka miliki dengan cara menawarkan beragam tugas, kebiasaan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan dalam bekerja. 2) Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan menghasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau bekerja yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menyangkutkan upah dengan kepuasaan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pada karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak,
23
dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (Fair and Just) kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka. 3) Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman. Semua ini bertujuan untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan baik. 4) Rekan kerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan kerja karyawan.
2.1.4.2 Mengukur Kepuasan Kerja
Terdapat tiga macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja,yaitu sebagai berikut:
1) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
24
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya.
2) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manajemen, hubungan atasanbawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
25
3) Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron (2003, p151) dalam wibowo(2007, p310) menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1) Rating Scale dan Questionnaire
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
2) Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
26
3) Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya agar dia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa daripada pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Karyawan yang menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil dan layak.
2.1.4.3 Ketidakpuasan Kerja Dalam suatu organisasi dimana sebagian terbesar pekerjannya memperoleh kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja-pekerja dapat ditunjukan dalam sebuah sejumlah cara Robbins (2003, p32) dalam Wibowo (2007, p314) mennunjukan 4 tanggapan yang berebeda satu sama lain dalam dimensi konstruktif / destruktif dan aktif / pasif, dengan penjelasan sebagai berikut :
27
1) Exit. Ketidakpuasan ditunjukan melalui perilaku di arahkan pada meninggalakan
organisasi,
termasuk
mencari
posisi
baru
atau
mengundurkan diri 2) Voice. Ketidakpuasan ditunjukan melalui usaha secara aktif dan konstruktif
memperbaiki
keadaan,
termasuk
menyarankan
perbaikan,mendiskusikan masalah dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 3) Loyality. ketidakpuasan ditunjukan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapkan kritik ekstrenal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. 4) Neglect. Ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha dan meningkatkan tingkat kesalahan.
2.1.5 Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Tidak berbeda dengan budaya yang mempengaruhi masyarakatnya, maka budaya organisasi juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku semua anggota
28
organisasi tersebut. Budaya yang kuat dalam organisasi dapat memberikan paksaan atau dorongan kepada para anggotanya untuk bertindak atau berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi. Dengan adanya ketaatan atas aturan dan juga kebijakan-kebijakan perusahaan terserbut maka diharapkan bisa mengoptimalkan kinerja dan produktivitas para karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan bahwa budaya organisasi seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan trading.
2.1.5.1 Definisi Budaya Organisasi Kreitner dan Kinicki (2005) dalam Moeljono (2005,p12) mendefinisikan bahwa : “Budaya organisasi adalah perekat organisasi yang mengikat anggota organisasi melalui nilai-nilai yang ditaati,peralatan simbolik, dan cita-cita sosial yang ingin dicapai”. Oleh karena itu, hal terserbut diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk mempersepsikan, berpikir dan memiliki pemahaman yang kuat dalam hubungan problem tersebut. Budaya organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok
29
dan menentukan bagaimana kelompok terserbut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam (Kreitner dan Kinicki,2005). Budaya organisasi perusahaan yang berorientasi global akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh budaya nasional tempat perusahaan itu beroperasi. Karena pengaruh global, maka perusahaan sebaiknya mengembangkan pengaruh budaya organisasi yang berbeda dari budaya suatu negara. Adapun menurut Robbins (2003) bahwa, budaya organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Wirawan (2007) mendefinisikan, budaya organisasi sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya. Isi budaya organisasi yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Adapun menurut Amin Widjaja (2002) dalam Wirawan (2007), Budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan seksama , merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu. Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para pakar dan peneliti tersebut. Dalam penelitian ini lebih mengacu dan sebagai dasar pengertian menggunakan definisi dari wirawan (2007). Yaitu, budaya organisasi adalah sebagai norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya. Isi
30
budaya organisasi yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.
2.1.5.2 Pembentukan Budaya Organisasi Pada dasarnya untuk membentuk budaya organisasi yang kuat memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahap. Di dalam perjalanannya sebuah organisasi mengalami pasang surut, dan menerapkan budaya organisasi yang berbeda dari satu waktu ke waktu yang lain. Budaya bisa dilihat sebagai suatu hal yang mengelilingi kehidupan orang banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan cakupannya ketingkat organisasi atau bahkan kekelompok yang lebih kecil, akan dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya, direkayasa, diatur dan diubah (Robbins, 2003). Menurut Robbins (2003), Budaya Organisasi dapat dibentuk melalui beberapa cara. Cara tersebut biasanya melalui beberapa tahap yaitu: 1). Seseorang (pendiri) mempunyai sejumlah ide atau gagasan tetntang suatu pembentukan organisasi baru 2). Pendiri membawa satu atau lebih orng-orang kunci yang merupakan para pemikir dan membentuk sebuah kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri.
31
3). Kelompok tersebut memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan sebuah organisasi. Mengumpilkandana, menentukan jenis dan tempat usaha, dan lain-lain mengenai suatu hal yang relevan. 4). Langkah terakhir yaitu orang-orang lain dibawa masuk kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti dan pada akhirnya memulai sebuah pembentukan sejarah bersama.
2.1.5.3 Karakteristik Budaya Organisasi Adapun karakteristik dari pada budaya organisasi adalah inovasi dan pengambilan resiko, perhatian kerincian, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim, keagresifan, kemantapan. Disini dasar pemilihan karakteristik-karakteristik tersebut karena karakter yang dipilih dianggap sudah bisa mewakili atau sudah menangkap hakikat budaya organisasi. Menurut Robbins (2003), ada tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan, mencakup isi dari budaya organisasi. Ketujuh karakteristik tersebut adalah : 1). Inovasi dan pengembalian risiko, yaitu sejauh man apara karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko. 2). Perhatian ke rincian, yaitu sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermaatan) analisis dan perhatian kerincian.
32
3). Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen memusatkan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu. 4). Orientasi orang, yaitu sejauh mana keputusan manjemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi tertentu. 5). Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar timtim, bukannya individu-individu. 6). Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif bukannya santai-santai. 7).Kemantapan,
Sejauh
mana
kegiatan
organisasi
menekankan
dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
2.1.5.4 Fungsi Budaya Organisasi Menurut Kreitner dan Kinicki (2005), budaya organisasi adalah nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas perusahaan. Adapun fungsi budaya organisasi antara lain: 1). Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya, sebagai perusahaan yang inovatif yang memburu pengembangan produk baru. 2). Memudahkan komitmen kolektif, sebuah perusahaan dimana karyawannya bangga menjadi bagian darinya atau cenderung tetap bekerja dalam waktu lama.
33
3). Mempromosikan stabilitas system sosisal, mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan mendukung, konflik dan perubahan diatur dengan efektif. 4).Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya, dimana membantu karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagai mana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya. Menurut Robbins (2003), budaya menjalankan sejumlah fungsi didalam suatu organisasi. Adapun fungsi budaya organisasi tersebut antara lain: 1). Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. 2). Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. 3). Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang. 4). Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Menurut Wirawan (2007), budaya memiliki sejumlah fungsi didalam suatu organisasi. Adapun fungsi budaya organisasi tersebut antara lain:
34
1). Menjelaskan persamaan antara organisasi yang satu dengan lainnya. 2). Membangun sensitivitas atas identitas dari setiap anggota. 3). Memfasilitasi komitmen generasi untuk sesuatu yang lebih besar daripada ketertarikan mereka sendiri. 4). Membangun stabilitas dari sistem sosial.
2.1.5.5 Peran Budaya Organisasi Budaya organisasi pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk anggota organisasi yang berada dalam hirarki organisasi, misalnya bagi organisasi yang didominasi oleh pendiri, maka budaya organisasi yang ada didalam organisasi tersebut menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada pekerja lainnya. Jika budaya terbentuk dari norma-norma moral, sosial dan perilaku dari sebuah organisasi yang didasarkan pada keyakinan, tindak-tanduk, dan prioritas anggotaanggotanya, maka pemimpin secara definitive adalah anggota dan banyak mempengaruhi perilaku-perilaku dengan contoh ketulusan anggota organisasi itu sendiri. Didalam model manajemen apapun, para pemimpin selalu bertanggung jawab atas keteladanannnya (Robbins, 2003). Budaya Organisasi mempunyai dua tingkatan yang berbeda yang dapat ditinjau dari sisi kejelasan, dan ketahanan terhadap perubahan. Pada tingkatan yang lebih
35
dalam dan kurang terlihat, budaya merujuk kepada nilai-nila yang dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan meskipun anggota kelompok sudah berubah. Mengetahui peran budaya organisasi dalam suatu organisasi. Budaya organisasi mempunyai peran yang sangat besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Akan tetapi budaya organisasi juga dapat menghambat perkembangan organisasi. Berikut ini dikemukakan peran budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi (Wirawan, 2007). 1). Identitas organisasi. Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi menunjukan identitas organisasi kepada orang diluar organisasi. 2). Menyatukan organisasi. Budaya organisasi merupakan lem normative yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu. Norma, nilai-nilai, dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan mengkoordinasi anggota organisasi. Ketika akan masuk menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Agar dapatditerima sebagai anggota organisasi, mereka wajib menerima dan menerapkan budaya organisasi. 3). Reduksi konflik. Budaya organisasi sering dilukiskan sebagai semen atau lem yang menyatukan organisasi. Isi budaya mengembangkan kohesi sosial anggota organisasi yang mempunyai latar belakang berbeda, pola pikir,
36
asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik diantara anggota organisasi. 4). Komitmen kepada anggota organisasi dan kelompok. Budaya organisasi bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen anggota organisasi kepada organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan kelompok kerjanya. 5). Reduksi ketidakpastian. Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan
kepastian.
Dalam
mencapai
tujuannya,
organisasi
menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota organisasi dalam mencapai tujuan tersebut. 6). Menciptakan konsistensi. Budaya organisasi menciptakan knsistensi berpikir, berperilaku, dan merespon lingkungan organisasi. Budaya organisasi
memberikan
perauran,
panduan,
prosedur,
serta
pola
memproduksi dan melaytani konsumen, nasabah, pelanggan, atau klien organisasi. 7). Motivasi. Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlihat dibelakang faktor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat diobservasi. Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
37
8). Kinerja organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan, meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua faktor tersebut merupakan indikatorterciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi. 9). Keselamatan kerja. Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja. Richard L Gardner (1999) dalam penelitiannya menunjukan bahwa faktor penyebab kecelakaan industri adalah budaya organisasi perusahan. Ada hubungan kausal positif antara budaya organisasi
dan
kecelakaan
industri.
Untuk
meningkatkan
kinerja
keselamatan dan kerja. 10).Sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisiensi, serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan.
2.1.5.6 Nilai-nilai Budaya Organisasi Nilai-nilai adalah suatu kepercayaan yang permanen mengenai apa yang tepat dan tidak tepat yang mengarahkan tindakan dan perilaku karyawan dalam
38
mencapai tujuan organisasi (Heinz dan Harold, 1993) dalam (Wirawan, 2007). Gareth R. Jones (1995) dalam Wirawan (2007) menggolongkan nilai-nilai menjadi nilai-nilai terminal, instrumental, dan khusus. Nilai terminal adalah keadaan akhir atau out put yang diharapkan atau ingin dicapai oleh anggota organisasi. Nilai instrumental adalah model perilaku yang diharapkan oleh organisasi. Model organisasi yang diharapkan misalnya kerja keras, kedisiplinan, menghormati tradisi, jujur, berani mengambil resiko. Nilai terminal dan instrumental menciptakan norma khusus berupa peraturan dan proedur perasi yang mengatur cara berperilaku dan melakukan pekerjaan tertentu. Menurut Stoner (1996) dalam Waridin & Masrukhin (2006) budaya (culture) merupakan gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku , cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Budaya organisasi atau corporate culture sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain. Mas’ud (2004), budaya organisasional adalah system makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya organisasi selanjutnya menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan.
39
Robins ( 2003), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik.
2.1.6 Kinerja karyawan
Pada dasarnya, perusahaan tentu membutuhkan karyawan sebagai tenaga kerja yang meningkatkan produk dan layanan yang berkualitas. Mengingat karyawan dianggap merupakan bagian asset perusahaan yang penting dalam memberikan kontribusi kepada perushaan untuk memperoleh kinerja yang baik serta mampu berkompetisi. Kinerja juga merupakan prestasi nyata yang ditampilkan seseorang setelah yang bersangkutan menjalankan tugas dan perannya dalam organisasi, adapula yang memberikan kinerja sebgai hasil kerja atau prestasi kerja.
Kinerja
mempunyai makna lebih luas, bbukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
40
kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi (Amstrong & Baron, 1998:15) dalam buku “Manajemen kinerja” Wibowo (2007). Menurut Wibowo (2007), kinerja merupakan suatu proses tentang bagaimana pekerjaan berlangsung untuk mencapai hasil kerja. Namun, hasil pekerjaan itu sendiri juga menunjukan kinerja. Dari teori-teori diatas dapat disumpulkan bahwa kinerja adalah proses pencapaian tujuan organisasi dan hasil dari usaha sumber daya manusia itu sendiri dalam sebuah organisasi.
2.1.6.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2006) tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, yaitu : 1). Kemampuan individual, kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan faktor kepribadian. Tingkat ketrampian, merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecapakan teknis. 2).Tingkat usaha yang dicurahkan, usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya, merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dari itu, kalaupun karyawan memiliki tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi
41
tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara tingkat keterampilan dengan tingkat upaya. 3).Dukungan
organisasi,
menyediakan
dalam
dukungan
bagi
karyawan
fasilitas
organisasional, meliputi
perusahaan
pelatihan
dan
pengembangan, peraltan, teknologi, dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada organisasi.
2.1.6.2 Manfaat audit kinerja Menurut Gusti Agung (2008) menyatakan manfaat – manfaat utama audit kinerja adalah untuk meningkatkan kinerja. Audit kinerja dapat meningkatkan kinerja suatu entitas yang di audit dengan cara sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi permasalahan dan alternatif penyelesaiannya. 2) Mengidentifikasi sebab-sebab actual (tidak hanya gejala atau perkiraan) dari suatu permasalahan yang dapat diatasi oleh kebijakan manajemen atau tindakan lainnya. 3) Mengidentifikasi peluang atau kemungkinan untuk mengatasi keborosan atau ketidakefisienan. 4) Mengidentifikasi kriteria untuk menilai pencapaian tujuan organisasi. 5) Melakukan evaluasi atau sistem pengendalian internal. 6) Menyediakan jalur komunikasi antara jalanan operasional dan manajemen.
42
7) Melaporkan ketidakberesan.
2.1.6.3 Tujuan Manajemen Kinerja Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong karywan agar bekerja dengan penuh semangat, efektif, efisien dan produktif serta sesuai dengan proses kerja yang benar sehingga diperoleh hasil kerja yang optimal. 1) Dibutuhkannya manajemen kinerja : a. Setiap karyawan ingin memiliki penghasilan yang intggi b. Setiap karyawan ingin memiliki keahlihan sesuai bidangnya c. Setiap karyawan ingin berkembang kariernya d. Kewajiban bagi pimpinan untuk meningkatkan penghasilan karyawan e. Kewajiban bagi pimpinan untuk meningkatkan kinerja karyawan f. Setiap karyawan ingin mendapatkan
perlakuan adil atas hasil
kerjanya g. Bagi yang berprestasi berhak memperoleh penghargaan dan bagi yang melanggar aturan wajib diberi sangsi. h. Setiap institusi ingin bekerja secara efektif, efisien dan produktif i. Berakibat positif atau negatif tergantung dari kebijakan institusinya j. Positif bila institusi memiliki niat untuk mengembangkan SDM k. Negatif bila institusi tidak memiliki niat mengembangkan SDM
43
2). Alasan peningkatan kinerja karyawan : a. Mutu karyawan masih rendah, dilihat dari kemampuan yang dimiliki sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan mengikuti pelatihan dan rendahnya etos kerja b. Mutu produk/ pelayanan/ hasil kerja masih rendah c. Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang menginginkan hasil kerja yang bermutu d. Untuk meningkatkan kemampuan sistem perusahaan agar efektif, efisien, dan bermutu e. Untuk membantu karyawan dalam mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja maupun kepribadiannya.
44
2.2 Kerangka Pemikiran
Gaya Kepemimpinan (X1) 1. Kharismatik Menurut Robbins Dan Thimothy(2006) Kepuasan Kerja (X2) 1. Pekerjaan yang menantang 2. Imbalan yang pantas 3. kondisi kerja yang mendukung 4. Rekan kerja yang mendukung
Kinerja Karyawan (Y) 1. Kemampuan Individual 2. Usaha yang dicurahkan
Menurut Robbins Dan Coulter (2002)
Budaya Organisasi (X3) 1.Inovasi resiko
dan
3. Dukungan organisasional Menurut Robert L. Malthis dan John H. Jackson (2005)
pengembalian
2. Perhatian ke rincian 3. Orientasi hasil 4. Orientasi orang 5. Orientasi tim 6. Keagresifan 7. Kemantapan Menurut Robbins (2003) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
45
2.3 Hipotesis Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah Untuk T1 : Ho : Gaya kepemimpinan kharismatik tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha : Gaya kepemimpinan kharismatik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Untuk T2 : Ho : Kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Untuk T3 : Ho : Budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha : Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Untuk T4 : Ho : Gaya kepemimpinan kharismatik, kepuasaan kerja , dan budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan Ha : Gaya kepemimpinan kharismatik, kepuasaan kerja , dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan