BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Isu lingkungan hidup merupakan isu yang krusial dalam konteks hubungan
internasional kontemporer. Hal ini dikarenakan persoalan lingkungan sangat memiliki pengaruh yang besar terhadap aspek lain seperti politik, ekonomi, sosial dan sebagainya. Maka dari itu, skripsi ini hendak menjelaskan mengenai salah satu persoalan lingkungan yang memiliki relevansi serta pengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat, yaitu mengenai kebijakan Carbon Tax (pajak karbon) Australia yang memiliki intensi untuk mengurangi produksi emisi gas buang atau gas karbon oleh industri-industri besar. Disamping hal tersebut, emisi gas karbon juga memiliki dampak yang besar terhadap climate change atau perubahan iklim. Australia merupakan negara di kawasan Selatan yang termasuk kedalam salah satu negara maju dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang progresif. Masyarakat Australia yang pragmatis memiliki tendensi untuk lebih memberikan concern dan menjadikan aspek ekonomi sebagai indikator pembangunan negara. Mayoritas perekonomian di Australia banyak mengandalkan sektor industri domestik maupun investasi asing sebagai salah satu kontributor bagi pendapatan nasional negara. Namun, ternyata keberadaan perusahaan-perusahaan industri tersebut juga menjadi sumber polutan aktif yang mencemari lingkungan.1 Pasalnya, menurut data World Bank, Australia menjadi salah satu penyumbang gas emisi terbesar di dunia dengan memproduksi gas CO2 perkapita mencapai 18,57 metrik per ton sehingga menempatkan Australia kedalam peringkat delapan sebagai poluter di dunia.2 Permasalahan lingkungan Australia ini tergolong kedalam karakteristik masalah yang kompleks. Hal ini dikarenakan masalah tersebut memerlukan 1
S. Lauder, ‘Australians the’World’s Worst Polluters’, ABCnet (daring), 11 September 2009,
, diakses 22 Januari 2015. 2 CDIAC, ‘CO2 Emission (metric tons per capita)’, Oak Ridge National Laboratory, United States, Index Mundi (daring),, diakses 07 Januari 2015.
1
perhatian yang lebih besar dan tidak hanya bersifat publik, tetapi juga memberikan pengaruh terhadap situasi regional, global, dan internasional.3 Pada tahun 2007, terjadi pergantian pemerintahan dari Partai Liberal ke Partai Buruh, yang menjadi titik awal kepemimpinan Perdana Menteri Kevin Rudd. Saat itu, Kevin Rudd membawa Australia untuk lebih concern terhadap permasalahan lingkungan. Terbukti dari ikutnya Australia meratifikasi Protokol Kyoto, dimana pada saat pemerintahan Partai Liberal, Australia belum menaruh perhatian kepada Protokol tersebut. Pada saat menjabat sebagai Perdana Menteri periode I, Rudd secara tegas menunjukkan platform partainya yang akan membawa perubahan dalam segi lingkungan, sehingga di tahun 2007 itulah Rudd menggagas skema karbon dalam sistem Emission Trading Scheme (ETS) yang dikeluarkan dalam bentuk Carbon Pollution Reduction Scheme (CPRS). Namun, di tahun 2010, internal Partai Buruh mengalami pergolakan politik sehingga menempatkan Julia Gillard sebagai Perdana Menteri yang baru. Sebagai Perdana Menteri wanita pertama, dapat dikatakan bahwa Gillard melakukan maneuver dalam aspek lingkungan yang sejalan dengan gagasan Kevin Rudd untuk mengatasi permasalahan pencemaran udara karena emisi gas karbon dalam wadah CPRS. Tetapi, Gillard justru mengusulkan RUU Carbon Tax atau pajak karbon disamping meneruskan ETS. Padahal dalam dinamika politik Australia dikala pemilu 2010 menemui suatu fenomena yang disebut Hung Parliament atau kondisi dimana perolehan suara kedua partai (Partai Buruh dan Partai Liberal) pada parlemen (House of representative) mengalami hasil yang imbang.4 Pengusulan kebijakan tersebut memiliki intensi untuk memungut pajak dari perusahaan-perusahaan industri besar di Australia yang menyumbang gas emisi karbon terbanyak serta diharapkan dapat mendorong adanya inovasi baru bagi industri perusahaan dalam menciptakan energi bersih agar dapat meminimalisir kerusakan dan polusi terhadap lingkungan serta melakukan pelestarian. Pemerintah juga akan menggunakan alokasi dana pajak tersebut untuk 3
B. Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, CAPS, Yogyakarta, 2012, p. 90. M. Liddy, ‘Australia’s hung parliament explained’, ABC Australia (daring), 17 November 2011, , diakses 25 Desember 2015. 4
2
subsidi rumah tangga, industri kecil hingga menengah, dan pembangunan infrastruktur guna program pelestarian lingkungan.5 Namun, RUU Carbon Tax mengalami hambatan dalam realisasinya. Pajak Karbon ditolak beberapa kali oleh Senat, kemudian baru diloloskan pada 2011, dan mulai diterapkan pada 2012. Dalam proses pembuatan serta pelolosan kebijakan Carbon Tax, pemerintah Australia sendiri mengalami kesulitan karena Pemerintah Oposisi dari Partai Liberal sangat menentang adanya kebijakan tersebut. Oposisi memprediksi bahwa kebijakan yang diusung oleh pemerintahan Partai Buruh tersebut tidak akan banyak memberikan dampak yang baik terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat Australia. Selain dari pihak Pemerintah Oposisi yang kontra terhadap adanya kebijakan pajak karbon, ternyata terdapat kelompok kepentingan Australia dibidang industri yang juga mengalami dilemma atas diberlakukannya kebijakan tersebut. Asosiasi kelompok kepentingan tersebut adalah Australian Industry Group, terdiri dari perusahaan-perusahaan industi besar yang bergerak di berbagai bidang. Contoh industri dibidang energi pertambangan, yaitu perusahaan Rio Tinto, AGL, Qantas, dan lain-lain. Awalnya perusahaan-perusahaan tersebut menyetujui adanya skema kebijakan perdagangan emisi karbon atau pajak karbon dibawah perlindungan mantan Perdana Menteri John Howard.6 Namun, setelah kebijakan pajak karbon diimplemantasikan, rupanya menuai banyak permasalahan dalam aspek ekonomi, politik, sosial maupun lingkungan sehingga saat kebijakan tersebut diterapkan, langsung mendapatkan protes dari berbagai pihak, terutama dari perusaahan industri kelas menengah.7 Ditambah lagi terdapat permainan ‘curang’ dan koalisi politik antara John Howard dengan perusahaan industri besar dimana perusaahan tersebut memperoleh ‘anggaran brutal’ dari Howard dalam upaya menyelamatkan industri tersebut dari 5
S. Dion, ‘Carbon Taxes: Can a Good Policy Become Good Politics?’, dalam A. Himelfarb dan J. Himerfarbs (eds.), Tax Is Not a Four-Letter Word, Wilfrid Laurier University Press, Canada, 2013, pp. 178-179. 6 P. Manning, ‘Carbon Tax was Supported by AGL, Rio Tinto, and Qantas under John Howard’, SmartCompany (daring), 28 October 2013, , diakses 9 Mei 2015. 7 J. Humphreys, Exploring Carbon Tax for Australia, ‘Centre for Independent Studies’, 2007, p. 3.
3
skema perdagangan pajak dan tambang.8 Pro dan kontra semakin terlihat dalam perdebatan kebijakan Carbon Tax. Pada intinya, dalam penerapan kebijakan pajak karbon, telah terjadi perdebatan antara kelompok perusahaan industri tambang dengan pemerintah serta oposisi karena kebijakan tersebut dinilai tidak efektif dan membawa implikasi negatif bagi Australia. Polemik ini terus berlangsung sehingga ditahun 2014 pemerintahan Australia dibawah Perdana Menteri dari Partai Liberal, Tony Abott telah melakukan penghapusan Pajak Karbon yang dinilai kurang efektif bagi masyarakat.9 Bahkan, Senat Australia juga berencana untuk menghapuskan pajak pertambangan MRRT.10 Pada saat itu, aktor-aktor yang terlibat terlihat tidak berada dalam satu garis dalam menghadapi berkembangnya isu carbon tax sehingga proses politik pembuatan kebijakan menjadi kompleks.Dengan demikian, perlu dikaji lebih lanjut terkait pemerintah, kelompok oposisi, dan juga kelompok industri yang tidak mencapai kesepakatan dalam persoalan carbon tax. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dari skripsi ini adalah
‘Bagaimana perdebatan dalam kebijakan terkait Carbon Tax berlangsung antara pemerintah Partai Buruh, Partai Liberal, dan kelompok kepentingan industri sehingga tidak menemui kesepakatan?’ 1.3
Landasan Konseptual Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan, penulis menggunakan
Decision Making Process yang secara umum terdapat dalam Australian Public Policy. Sebelum menjelaskan lebih rinci, penulis akanmemaparkan beberapa pemikiran
para
ahli
mengenai
teori
kebijakan
publik
yang
saling
berkesinambungan. Menurut Carl J Friedrich dalam kutipan buku Leo Agustino, definisi kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana 8
C. Milne, ‘End the Free Rides for Mining Giants’, ABCnet (daring), 1 August 2014, , diakses 9 Mei 2015. 9 _, ‘Australia Votes to Repeal Carbon Tax’, BBC (daring), 17 Juli 2014, , diakses 07 Januari 2015. 10 E. Hardoko, ‘Senat Australia Hapuskan Pajak Karbon’, Kompas (daring), 17 Juli 2014, , diakses 07 Januari 2015.
4
terdapat hambatan-hambatan atau kesulitan dan juga kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.11 Pemikir lain yaitu Cochran dan Malone, menjelaskan bahwa: Public policy is the study of government decisions and actions to deal with a matter of a public concern.12 Teori kebijakan publik milik William Dunn juga hampir serupa dengan Cochran dan Malone, bahwa sebuah kebijakan publik dirancang berdasarkan hasil definisi dari rangkaian permasalahan yang berada disekitar pembuat kebijakan dan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pembuatan kebijakan.13 Kebijakan publik sangat erat kaitannya dengan sistem politik negara, lebih tepatnya dalam proses pembuatan kebijakan. Beberapa definisi diatas dapat di refleksikan terhadap konsep yang lebih komprehensif terkait kebijakan publik Australia. Berikut adalah salah satu hal penting dalam proses pembuatan kebijakan Australia. Jika ditinjau dari aktoryang berbedadalam proses,keputusan pemerintah mengandung makna danimplikasi yang berbeda pula. Hal tersebut bagi salah satuaktormungkin tampak sebagai pernyataandefinitifpandanganpemerintah, bagi aktor yang lain mungkin muncul dalamkonteks yang berbedasebagaipergeseranmarginaldanambigu. Bahkan ketika hal tersebut cukup jelas bahwasebuah keputusan pentingtelah diambil, argumen atasmakna dancara keputusan harus diimplementasikan dapat menimbulkan kembalibanyak masalah atau isu yang membawa ke titik kondisi menjadi sulit untukmenentukan dimana proses komitmenkritis dalam sumber dayapemerintahan yangberlangsung. (Encel et al. 1981: xv) Tipologi kebijakan publik Australia tersegmentasi dalam dua sektor dibawah macroeconomic policy, diantara lain social-development policies, dan economicdevelopment policies. Dalam social-development policies sendiri terbagi lagi menjadi social policies dan quality-of-life policy yang masing-masing didalamnya terdapat kebijakan-kebijakan publik yang lebih private. Kebijakan lingkungan atau
11
L. Agustino, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2008, p. 7. C.L. Cochran & E.F. Malone, Public Policy: Perspectives and Choices, 3rd edn, Lynne Rienner, Boulder, 2005, p. 1. 13 W. N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998, p. 110. 12
5
environmental tergolong kedalam quality-of-life policy.14 Setelah sekilas membicarakan mengenai tipologi, korelasinya terhadap decision making process dalam kabinet Australia adalah bagaimana pemerintah dan perangkatnya menciptakan suatu kebijakan konkret yang tidak hanya fokus kepada salah satu tipologi saja, tetapi juga mempengaruhi aspek atau sektor lain. Kebijakan carbon tax adalah salah satunya, tidak hanya tergolong dalam tipologi kebijakan lingkungan dalam quality-of-life policy, tetapi juga memiliki pengaruh terhadap sektor lain. Sebelum menjadi sebuah kebijakan publik negara, dibutuhkan adanya suatu proses yang panjang dan rumit disebut dengan Decision Making Process. Didalam proses pembuatan kebijakan Australia tersebut melibatkan berbagai komponen dan peristiwa yang memiliki hubungan kompleks karena biasanya ketika muncul permasalahan,
berbagai
pihak
maupun
institusi
mengidentifikasi
dan
menanggapinya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Pengembangan suatu keputusan menjadi sebuah kebijakan publik riil dapat disorot dalam waktu jangka pendek sebagai doronganterkuatdalam sistemmanajemen publikterhadap suatu tindakan: pembuat kebijakanbereaksi terhadapmasalah utama, merumuskan solusi tercepat, mengambil keputusan, menerapkankeputusan dankemudian beralih keset permasalahan berikutnya. Prosespengembangan kebijakan merupakan suatu kecenderungan, oleh karena itu,tidakmudahmengakomodasi inputsyangreflektif karena akan memerlukan banyak waktu, seperti penelitiandan evaluasijangka panjang.15 Aktor yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan di Australia yang paling terlihat aktif peranannya antara lain institusi pemerintah sebagai ‘main actors’ pemegang kendali kebijakan, pemerintahan oposisi, media, kelompok kepentingan atau kelompok penekan. Relasi antar aktor sendiri biasanya tidak pernah sejalan atau saling kontradiktif satu sama lain tergantung dari isu atau permasalahan yang muncul. Masing-masing aktor dalam proses pembuatan kebijakan berupaya saling memenangkan pengaruh politik demi kepentingan 14
G. Davis, J. Wanna, J. Warhurst & P.Weller, Public Policy in Australia, Allen and Unwin, Sydney, 1988, pp. 43-44. 15 R. Curtain, ‘Good Public Policy Making: How Australia Fares’, A Journal of Policy Analysis and Reform, vol. 8, no. 1, 2000, p. 35.
6
kedalam formulasi kebijakan melalui power yang mereka miliki.16 Berikut merupakan skema hubungan antar komponen dalam proses pembuatan kebijakan publik Australia.17 Gambar 1.3a
Sumber: G. Davis, J. Wanna, J. Warhurst & P.Weller, Public Policy in Australia
Proses pembuatan kebijakan publik Australia secara garis besar dapat digambarkan melalui policy cycle dari pemikiran P. Bridgman dan G. Davis.18 Gambar 1.3b
16
National Council of the Institute of Public Administration, What Use is a Policy Cycle? Plenty, if the Aim is Clear, Department of the Premier and Cabinet, Queensland, 2003, pp. 99-100. 17 G. Davis, J. Wanna, J. Warhurst & P.Weller, Public Policy in Australia, p. 60. 18 P. Bridgman & G. Davis, The Australian Policy Handbook, Allen & Unwin, Sydney, 2000, p. 26.
7
Identify Issues - pemerintah akan membahas persoalan yang dipilih berdasarkan banyaknya perhatian dari berbagai kalangan yang bersifat menekan pemerintahan. Banyak topik bersaing untuk menarik perhatian tetapi sedikit yang dipilih menjadi permasalahan publik. Para ahli kebijakan perlu memahami bagaimana masalah muncul, dan bagaimana perhatian utama terhadap isu yang muncul dapat diabaikan jika mereka tidak menarik kepentingan politik. Policy Analysis - pembuatankeputusan yang baik tentang isu-isu kompleks membutuhkan analisis. Ini adalah tahap fundamental dari siklus kebijakan, karena penelitian dan bukti merupakan dasar untuk mengembangkan pilihan dan membuat keputusan. Analisis kebijakan menyiratkan metode yang ketat. Ada teknik analitis dengan nilai tinggi yang tersedia untuk praktisi kebijakan publik, meskipun harus mendahului penerapan perangkat tersebut. Seberapa penting masalah ini dan berapa banyak usaha dibenarkan dalam mencari solusi? Policy Instrument - pemerintah menggunakan sarana untuk mencapai tujuan mereka melalui empat jenis standar instrumen : advokasi (perdebatan dalam kasus yang telah diangkat), uang (penggunaan dana dan pengeluaran dari kekuatan pajak), tindakan pemerintah, dan hukum (penggunaan kekuasaan legislatif). Saran kebijakan yang baik bergantung pada pemilihan campuran yang tepat dari instrumen yang sesuai untuk masalah yang dihadapi. Consultation - sementara konsultasi terjadi sepanjang siklus kebijakan, permasalahan atau isu dalam kebijakan yang dianalisis dapat memunculkan pilihan. Pemerintah mungkin ingin menguji pilihannya dengan masyarakat luas. Dalam tahap konsultasi, analisis dan pengajuan respon dapat dikenakan pengawasan. Coordination - pemerintah berusaha untuk bekerja dalam cara yang terkoordinasi dan terstuktur, sehingga bagian-bagian yang bersangkutan harus bekerja sama. Mereka melembagakan koordinasi melalui rutinitas dan struktur. Rutinitas merupakan prosedur yang diperlukan untuk menguji dukungan bagi proposal kebijakan. Struktur, termasuk instansi sentral yang mengelola konsultasi dan memberikan pandangan independen untuk memberikan bantuan substansi bagi menteri.
8
Decision– pada tahap ini sampai pada waktu pengambilaan keputusan. Hal ini adalah titik penting dan titik balik ketika upaya para pembuat kebijakan atau analisator dinilai oleh kabinet. Langkah ini dalam siklus kebijakan dibuat secara rutin melalui prosedur kabinet yang menguji kebijakan dan kelayakan keuangan. Implementation - kebijakan yang baik tidak ada artinya kecuali diimplementasikan. Analis kebijakan harus mempertimbangkan kebutuhan awal implementasi dalam pengembangan proposal dan memastikan rencana yang kredibel untukmenerjemahkan kebijakan yang mulainya dari intensi menjadi sebuah aksi atau tindakan konkret.. Evaluation - bagaimana pemerintah tahu bahawa pilihan kebijakan telah dilaksanakan dan menghasilkan poin tujuan yang dicari? Evaluasi adalah poin dalam siklus ketika utilitas kebijakan harus dipertanyakan dan siklus baru dimulai dari analisis dan penyesuaian, dikonfirmasi atau ditinggalkan. Evaluasi dari kebijakan menjadi penting karena hal itu menjadi tolak ukur penilaian bagaimana kebijakan tersebut bekerja terhadap seluruh elemen masyarakat.19 Selain hal-hal diatas, faktor lain seperti lingkungan eksternal dan internal juga mempengaruhi pembuatan kebijakan publik Australia. Seperti yang sudah paparkan, keberadaan aktor lain selain pemerintah Australia juga sangat berperan dengan
terbentuknya
kebijakan
publik
Australia.
Masing-masing
aktor
memberikan input sesuai dengan kepentingan mereka kedalam proses pembuatan kebijakan. Biasanya, dalam proses politik terbentuknya suatu kebijakan, terdapat artikulasi, agregasi kepentingan berbagai pihak.20 Setelah di formulasikan dengan mengakomodasi berbagai kepentingan, maka akan muncul output atau prodak berupa kebijakan konkret yang siap untuk diterapkan. Relevansi konsep tersebut terhadap tema tulisan ini akan menghasilkan penjelasan yang rasional. Sistem
politik
Australia
memiliki
sifat
yang
dinamis.
Dengan
mengaplikasikan teori kebijakan publik Australia terkait kebijakan pajak karbon, maka pada bagian input, tuntutan dan dukungan dalam artikulasi kepentingan muncul dari eksternal yaitu wujud dari ratifikasi Protokol Kyoto, kemudian dari 19
S. Maddison & R. Denniss, An Introduction to Australian Public Policy: Theory and Practice, Cambridge University Press, New York, 2009, p. 178. 20 J. Walter, ‘Political Leadership’, dalam A. Fenna, J. Robbins & J. Summers (eds.), Government and Politics in Australia, Pearson, 2014, p. 247.
9
internal muncul dari Partai Buruh sendiri sebagai inisiator. Sedangkan kelompok kepentingan industri dan Partai Liberal justru menuntut agar kebijakan tersebut tidak dikeluarkan. Namun, pada output justru kebijakan pajak karbon tetap tercipta sehingga menimbulkan polemik bagi Australia. 1.4
Argumentasi Utama Adanya kebijakan carbon tax yang diusulkan oleh Perdana Menteri Julia
Gillard dari partai Buruh, diharapkan dapat membantu Australia dalam rangka mengurangi dampak emisi karbon yang dihasilkan oleh perusahaan industri besar. Sebenarnya, kebijakan yang dihasilkan pada pemerintahan Partai Buruh tersebut mengandung suatu kepentingan dari partai itu sendiri. Salah satu yang jelas terlihat adalah pemerintah ingin meningkatkan bargaining position dimata internasional yang pada saat itu sedang concern kepada permasalahan perubahan iklim yang dituangkan kedalam Protokol Kyoto. Terkait dengan teori Australian Public Policy, rupanya pemerintah pada proses politikterkait kebijakan Carbon Taxbelum bisa mengakomodasi aspek kepentingan bersama. Kebijakan tersebut menimbukan ketidakpuasan bagi masyarakat ditinjau dari berbagai fase atau tahapan dalam decision making process serta lingkungan yang ada. Carbon tax dipandang sebagai kebijakan yang kontroversial dalam sektor publik, karena pemerintah terkesan terlalu obsesi untuk mengeluarkan kebijakan tersebut, padahal tubuh pemerintah mengalami fenomena Hung Parliament. Pemerintahan Partai Buruh mengalami gejolak politik dan penurunan kredibilitas sehingga dianggap tidak konsisten dalam menentukan nasib lingkungan Australia yang justru berdampak merugikan perekonomian negara.Pada intinya, Carbon Tax menuai perdebatan antara pemerintah dengan oposisi dan perusahaan industri besar karena menimbulkan banyak permasalahan ekonomi dan lingkungan tidak mengalami perkembangan yang signifikan sehingga dilakukan pencabutan kebijakan di tahun 2014 oleh pemerintahan Partai Liberal. 1.5
Jangkauan Penelitian Adapun tinjauan dalam skripsi ini akan dimulai dalam rentang waktu
dimana pemerintah Australia mulai menginisiasi diri akan pentingnya peraturan terkait pengurangan polusi emisi karbon yang dimulai pada tahun 2007 saat
10
Perdana Menteri Kevin Rudd. Pada masa itu, isu mengenai iklim global menjadi concern banyak negara-negara besar, salah satunya Australia yang terbukti ikut meratifikasi Protokol Kyoto. Hal inilah yang menjadi cikal bakal Australia menetapkan kebijakan Carbon Tax. Penulis akan memaparkan penjelasan secukupnya tentang kebijakan lingkungan dibawah pemerintahan Kevin Rudd periode I karena penelitian ini akan memfokuskan pada 2 fase penting, yaitu pada jangka waktu 2007hingga 2010 dimana pada masa pemerintahan Kevin Rudd inilah yang membuat isu lingkungan terkait perubahan iklim menjadi isu yang signifkan bagi Australia karena adanya langkah ratifikasi konferensi internasional oleh Rudd. Tindakan Rudd dapat dikatakan menyebabkan eskalasi dalam perumusan kebijakan publik di Australia menjadi sangat kompleks. Fase kedua adalah ketika kepemimpinan Julia Gillard pada 2010 hingga 2013. Fase inilah yang menjadi tonggak kebijakan-kebijakan lingkungan Australia yang dianggap kontroversial mulai tercipta, salah satunya adalah Carbon Tax yang kemudian pada implementasinya banyak mengalami pertentangan dari berbagai perusahaan industri dan juga Partai Liberal sehingga kebijakan lingkungan ini menimbulkan polemik yang cukup kompleks. Hingga pada akhirnya saat pemerintahan Tony Abbott yang dimulai tahun 2013, kebijakan Carbon Tax mengalami klimaksnya hingga pemerintahan Abbott mencabut dan menghapuskan kebijakan tersebut. 1.6
Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif
dengan dukungan data kualitatif dan kuantitatif. Pada proses pengumpulan data, penulis menggunakan studi literatur/kajian pustaka. Penulis lebih banyak menggunakan cara penelitan normatif berdasarkan data sekunder. Adapun bahan bacaan diperoleh dari buku atau jurnal imliah yang berupa media cetak maupun digital beserta artikel ataupun info yang diperoleh dari beberapa situs resmi yang berkaitan dengan tindakan pemerintah Australia dalam mencanangkan kebijakan lingkungan carbon tax serta terkait reaksi atau respon dari kelompok kepentingan industri seperti Australian Industry Group (Ai Group) dan perusahaan swasta Rio Tinto dalam menanggapi pemberlakuan kebijakan tersebut, ditambah lagi beberapa data mengenai polemik dan perdebatan yang terjadi antara kubu pemerintah dengan kubu kelompok industri Australia dalam wadah Ai Group.
11
Sedangkan untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penelitian ini akan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, penulis dapat mengorganisasi data sesuai dengan kebutuhan penelitian, seperti mengidentifikasi pola dari beberapa informasi, mengambil inti dari beberapa data ataupun meringkas isi dari sebuah informasi yang didapatkan. Jadi,
bagaimana
penulis
dapat
melihat
awal
mula
upaya
pemerintah
mencanangkan carbon tax yang pada akhirnya dihapuskan di tahun 2014 karena terjadi perdebatan yang melibatkan banyak pihak yang merasa dirugikan nanti akan dapat dilihat dengan analisis yang dilakukan penulis dari data-data yang tersaji pada penjelasan dalam pembahasan selanjutnya. 1.7
Sistematika Penulisan Skripsi ini akan terdiri dari empat bab: Bab pertama yang merupakan pendahuluan akan berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, landasan konseptual, argumentasi utama, jangkauan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua, tulisan ini akan berisi mengenai isu lingkungan terkait perubahan iklim global dan permasalahan emisi karbon yang terjadi di Australia. Ditambah dengan sepak terjang politik Australia dalam menanggapi isu lingkungan tersebut karena Australia merupakan salah satu negara pengahasil gas karbon terbesar di dunia. Bab ini secara spesifik memaparkan tiga aktor dominan dalam merespon permasalahan emisi karbon di Australia, yaitu dari pemerintahan masa Partai Buruh, Partai Liberal-Koalisi, serta kelompok inudstri Australia sebagai kontributor polutan Australia. Hal inilah yang akan diproyeksikan terhadap terciptanya kebijakan pajak karbon. Bab ketiga, akan membahas mengenai kepentingan dan upaya yang dilakukan masing-masing aktor yaitu pemerintah, kelompok opisisi dan kelompok industri dalam perdebatan mengenai penerapan carbon tax, serta mengapa tidak menemui kesepakatan bersama. Kemudian penulis akan melakukan analisis dari penjelasan-penjelasan sebelumnya yang tentunya akan dikatikan dengan konsep Decision Making Process dalam kebijakan publik Australia sebagai landasan konseptual untuk kepentingan menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan.
12
Bab empat berisi kesimpulan penelitian oleh penulis setelah melakukan eksplorasi dan analisa mengenai carbon tax Australia dari pembahasan yang telah dipaparkan pada bab – bab sebelumnya.
13