BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG MASALAH Rokok telah menjadi sebuah komoditi yang sangat erat keberadaannya dengan masyarakat Indonesia. Perokok dapat ditemukan pada berbagai kelas sosial di seluruh wilayah Indonesia. Walaupun berbagai studi telah menunjukkan bahwa rokok merupakan produk yang berbahaya bagi kesehatan, namun produk ini masih tetap laris manis di pasaran. Hal
inilah
yang
membuat
pemerintah
Indonesia,
melalui
Kementerian dan Dinas Kesehatan, melakukan berbagai upaya untuk menekan pertumbuhan konsumsi rokok. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan aturan-aturan untuk membatasi promosi rokok dan menyampaikan peringatan tentang bahaya dari merokok. Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Pasal 46 ayat 3c pemerintah telah melarang promosi rokok yang memperagakan wujud rokok. Pada 2003, pemerintah mempertegas aturan tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. 1 Peringatan bertuliskan ”merokok dapat menyebabkan serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” diwajibkan untuk ditayangkan pada setiap media yang mengiklankan rokok; televisi, iklan radio, billboard, hingga rak display produk. Apapun yang berhubungan dengan rokok. Setiap bungkus rokok yang dijual di Indonesia juga tidak lepas dari penayangan peringatan tersebut. Hasilnya, tidak adanya promosi produk fisik dan adanya pembatasan bentuk promosi memaksa perusahaan rokok di Indonesia untuk beriklan lewat konstruksi
1
Terarsip di: http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/PP19-2003PengamananRokokBagiKesehatan.pdf., diakses tanggal 17 Maret 2015.
1
citra dan brand. Akan tetapi hal ini nampaknya tidak membawa banyak dampak pada pengurangan jumlah perokok di Indonesia. Pada awal 2014, label peringatan bahaya rokok mengalami perubahan dimana pesan yang disampaikan dibuat lebih singkat dan langsung,
”merokok
membunuhmu”.
Penerapan
awal
label
ini
diberlakukan pada iklan TV dan billboard. Selain itu, perbedaan signifikan adalah penambahan elemen gambar dalam peringatan ini. Penggunaan elemen gambar ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan di Indonesia, walaupun berbagai negara lain telah menerapkan hal serupa sebelumnya, seperti Amerika, Brazil, New Zealand, Singapura dan lainlain. Penggunaan gambar ini diklaim dapat menurunkan minat seseorang untuk membeli rokok 2, dikarenakan fear appeal penggunaan visual yang sangat mencolok mempunyai kekuatan lebih dibanding sekedar pesan verbal. Dalam peringatan tersebut, gambar yang digunakan adalah efekefek yang terjadi pada tubuh seorang perokok; organ dalam yang rusak, operasi penyakit, atau amputasi bagian tubuh yang tidak berfungsi lagi akibat konsumsi rokok. Selain penggunaan merek, dalam suatu kemasan juga perlu adanya unsur yang dapat memberikan informasi tentang isi kemasan dan apa yang terkandung dalam produk. Informasi tersebut dapat dilihat dalam label kemasan. Label kemasan adalah tulisan, gambar, atau kombinasi keduanya yang disertakan pada wadah atau kemasan suatu produk dengan cara dimasukkan ke dalam, ditempelkan atau dicetak dan merupakan bagian dari kemasan tersebut untuk memberikan informasi menyeluruh dan secara utuh dari isi wadah/kemasan produk tersebut. 3 Pelabelan pada kemasan produk harus dipersyaratkan sedemikian rupa, sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak serta terletak pada bagian
Meg Riordan. 2013. The Campaign for Tobacco-Free Kids. Terarsip di: https://www.tobaccofreekids.org/research/factsheets/pdf/0325.pdf, diakses tanggal 17 Maret 2015. 3 Christine Suharto Cenadi. Peranan Desain Kemasan dalam Dunia Pemasaran. Jurnal Nirmana, Vol.2 Nomor 1 Januari 2000: 92-103. 2
2
kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca dengan jelas. Label kemasan dapat berupa informasi isi bersih (isi netto), komposisi atau daftar ingredient, keterangan halal. 4 Desain kemasan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemasaran. Selain harus berfungsi sebagai wadah dan pelindung isi produk, desain kemasan juga harus mampu untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli produk tersebut. Desain kemasan yang mampu menarik perhatian konsumen merupakan desain kemasan yang dapat memberikan gambaran awal mengenai kualitas dan nilai produk yang ditawarkan kepada konsumen. 5 Melalui informasi yang ada dalam suatu kemasan maka pelanggan mempunyai penilaian tersendiri terhadap keunggulan atau kelemahan dari produk tersebut. Sebelum melakukan pembelian, konsumen menempatkan atribut produk sebagai salah satu pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan pembelian, sehingga atribut produk sangat berpengaruh terhadap niat beli konsumen. 6 Dalam dunia pemasaran, packaging (kemasan produk) telah lama dikenal sebagai agen penjual dalam diam. 7 Elemen kemasan seperti nama produk, logo, warna, gambar utama atau elemen grafis lainnya dapat menjadi refleksi akurat dari produk tersebut. Kemasan memainkan peran utama dalam menarik perhatian konsumen untuk melakukan pembelian karena ia sangat mudah tersedia. 8 Hal tersebut didukung salah satunya oleh penelitian yang dilakukan Brander tahun 2006, yang menyatakan bahwa ketika konsumen membeli atau memilih suatu produk untuk dibeli, sekitar 38% konsumen yang memilih produk dikarenakan packaging, 45% konsumen yang memilih produk karena harga, dan sisanya 17% konsumen yang memilih produk dikarenakan promosi yang sedang berlangsung saat itu. Penelitian Brander di Eropa menunjukkan bahwa sebesar 74%
Basu Swastha. 1998. Manajemen Penjualan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE, hlm. 23. Iwan Wirya. 1999. Kemasan yang Menjual. Jakarta. Gramedia Pustaka, hlm. 12. 6 Philip Kotler dan Amstrong. 2003. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Prehalinndo, hlm. 54. 7 Affan A.G. Feizal dan Leo Aldianto. 2012. Consumer Perception Toward Healthy Drinks Packaging Design. Journal of Business and Management Vol. 1, No. 4, 2012: 221-228, hlm. 223. 8 Loc. Cit. 4 5
3
pembelian produk terjadi karena kemasannya. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kemasan berperan penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu produk dan juga dapat membuat produk tersebut lebih mudah dikenali konsumen. 9 Fokus penelitian ini bukan terletak pada teks dalam label peringatan, namun pada respon para perokok terkait dengan perubahan label peringatan pada kemasan rokok. Menurut definisi Rothwell (2004), respon merupakan seperangkat bentuk reaksi dan umpan balik dari penerima terhadap suatu stimulus pesan. 10 Respon tersebut dapat berupa anggukan (nonverbal) atau pertanyaan (verbal). Respon yang diambil oleh seorang individu dapat muncul dengan berbagai macam bentuk dikarenakan oleh perbedaan sudut pandang maupun pengalaman. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu bergantung pada di mana perhatian utama individu tersebut jatuh pada bagian pesan yang dianggap paling menarik perhatiannya. Rosenblatt menjelaskan dalam teori transactional reader-response bahwa saat seorang individu memberikan respon, hal ini terjadi karena individu telah membaca pesan dan melalui serangkaian proses berpikir yang rumit untuk membangun suatu pemaknaan pada teks pesan tersebut. Makna dalam teks kemudian menjadi bersifat transaksional karena apa yang dituliskan oleh pengirim pesan dinegosiasikan dan disusun ulang oleh pembaca menggunakan pemahaman individual mereka. 11 Menjadi menarik untuk diteliti, seberapa besar kekuatan sebuah label peringatan yang bertujuan untuk menjauhkan perokok dari produk tersebut saat ia diletakkan pada kemasan produk itu sendiri; lalu apakah respon perokok bahwa merokok akan merusak tubuh serta membawa dampak-dampak
Wildyana dan P. Tommy Y.S. Suyasa. 2006. Respon Terhadap Kemasan dan Intensi Membeli. Phronesis, Jurnal Ilmiah Psikologi Industri dan Organisasi Vol. 8, No. 2, 2006: 110-124, hlm. 112. 10 Rothwell, J.D. 2004. In the company of others: An introduction to communication (2nd ed.). New York: McGraw-Hill. 11 Louise M. Rosenblatt. 1988. Writing And Reading: The Transactional Theory. New York University. 9
4
negatif lainnya akan muncul sesuai dengan tujuan pemasangan label peringatan pada kemasan rokok. 1.2
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana respon perokok muda urban pada perubahan label peringatan di kemasan rokok?
1.3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam bagaimana respon perokok muda urban pada perubahan label peringatan di kemasan rokok.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
1.4.1
Manfaat Akademis Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya di dalam bidang komunikasi dan dapat dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya mengenai tema yang sama.
1.4.2
Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk dapat melihat respon perokok muda urban pada perubahan label peringatan di kemasan rokok.
1.5
KERANGKA PEMIKIRAN
1.5.1
Respon Dalam Sistem Tindakan Komunikasi Sejak bertahun silam, telah muncul berbagai upaya untuk memahami komunikasi manusia secara pragmatik, baik dari konstruksi teori, abstraksi model, ataupun penelitian pada sistem di mana tindakan komunikasi terjadi. Dari sekian banyak upaya untuk memahami bagaimana manusia berkomunikasi, salah satu dari upaya ini berpusat pada sebuah usaha besar untuk menemukan bagaimana proses penerima pesan merespon pesan yang diterimanya.
5
Berdasarkan kamus Merriam-Webster 12, respon memiliki makna: “something constituting a reply or a reaction; as: a. a verse, phrase, or word sung or said by the people or choir after or in reply to the officiant in a liturgical service b. the activity or inhibition of previous activity of an organism or any of its parts resulting from stimulation c. the output of a transducer or detecting device resulting from a given input.” Berdasarkan definisi ini, dapat dipahami bahwa respon merupakan suatu bentuk balasan atau reaksi atau output yang diberikan oleh seseorang atau sesuatu saat ia menerima suatu stimulus atau input yang dikirimkan oleh sebuah sumber. Upaya-upaya untuk lebih menjelaskan proses komunikasi telah menghasilkan berbagai rumusan model komunikasi. Pada awalnya, model komunikasi hanya memperhitungkan komunikasi sebagai suatu proses pengiriman pesan satu arah. Salah satu yang menciptakan model demikian adalah Shannon dan Weaver 13. Walaupun terbilang sederhana, namun model ini telah memperkenalkan konsep noise (gangguan) yang mungkin akan mendistorsi pesan yang tengah dikirimkan.
Gambar 1.1 Model Matematik Shannon-Weaver (1949)
12 13
http://www.merriam-webster.com/dictionary/response Claude Shannon. 1948. "A Mathematical Theory of Communication". Bell System Technical Journal 27 (July and October): hlm. 379–423, 623–656.
6
Dalam model ini, terdapat berbagai elemen yang menjadi basis dalam komunikasi modern, seperti sumber pesan, penerima pesan, proses encoding-decoding, kanal pesan, juga gangguan dalam proses pengiriman pesan. Model komunikasi Shannon-Weaver menjadi dasar dari banyak model komunikasi yang muncul setelahnya. Wilbur Schramm kemudian mengembangkan model komunikasi Shannon-Weaver menjadi seperti berikut:
Gambar 1.2 Model Komunikasi Interaktif Schramm (1954)
Pada model ini, Schramm memberikan pemahaman bahwa encoding dan decoding adalah sebuah aktivitas yang dipelihara secara simultan oleh pengirim dan penerima pesan. Komunikasi merupakan sebuah pertukaran pesan dua arah yang berlangsung terus-menerus (walaupun umpan balik dan respon yang diberikan mungkin terhambat). Schramm juga memperhitungkan faktor pengalaman pribadi dari si pengirim dan penerima pesan yang mungkin akan mempengaruhi bagaimana mereka menyusun dan membaca suatu pesan dalam proses komunikasi. 14 Dari dua model di atas, setidaknya terdapat empat unsur utama yang terlibat dalam setiap tindakan komunikatif yang dapat ditemukan 14
Wilbur Schramm. 1954. “How Communication Works,” dalam The Process and Effects of Communication, ed. Wilbur Schramm (Urbana: University of Illinois Press), hlm. 3-26
7
dalam komunikasi modern. Ada pengirim pesan; ada pesan; ada saluran melalui mana pesan yang disampaikan; dan ada penerima pesan. Selain itu, dua fungsi utama termasuk dalam hampir semua model. Keduanya adalah: (1) fungsi pengirim encoding pesan dan (2) fungsi penerima decoding pesan. Model Schramm meliputi fungsi ketiga, yaitu respon dan umpan balik. Sedangkan model Shannon-Weaver meliputi elemen kelima, gangguan (noise), yang mencoba untuk memperhitungkan fakta bahwa sistem komunikasi selalu berfungsi kurang dari sempurna. 15 Rothwell kemudian menjelaskan tentang istilah-istilah dalam dua model komunikasi di atas sebagai berikut: 16 a. Message (pesan): komponen verbal dan nonverbal dari suatu bahasa yang mengandung suatu ide, dikirimkan oleh pengirim kepada penerima. b. Sender (pengirim): pihak yang memulai dan menjadi encoder dari pesan. c. Receiver (penerima): pihak yang menerima pesan dan menjadi decoder. d. Encoding: proses menyusun ide menjadi suatu bahasa sembari menempatkan makna pada pesan. e. Decoding: proses untuk menerjemahkan pesan menjadi sesuatu yang dapat dipahami oleh penerima, menggunakan pengetahuan dan pengalaman pribadi milik penerima. f. Channel: medium dimana pesan melintas, dapat berupa komunikasi oral ataupun tertulis.
James P. Yarbrough. 1968. A Model for the Analysis of Receiver Responses to Communication. Retrospective Theses and Dissertations. Paper 3527. Iowa State University, hlm. 5-8. Terarsip di: http://lib.dr.iastate.edu/rtd, diakses pada 18 Juni 2015. 16 J. Dan Rothwell. 2004. In the Company of Others: An Introduction to Communication (2nd ed.). New York: McGraw-Hill. 15
8
g. Response and Feedback: seperangkat bentuk reaksi dan umpan balik dari penerima seperti anggukan (nonverbal) atau pertanyaan (verbal). h. Noise (gangguan): gangguan pada suatu transmisi atau penerimaan pesan. Sebagai contoh: •
gangguan eksternal, berupa distraksi lingkungan seperti suara yang bising, suhu ruangan yang terlalu panas, tampilan yang ridak menyenangkan, dll.
•
gangguan
fisik,
menyebabkan
berupa
kita
kondisi
terdistraksi
biologis dari
yang
melakukan
komunikasi secara efektif, misal sakit, gugup, kelelahan. •
gangguan psikologis, berupa pra-konsepsi bias dan asumsi yang kita ciptakan seperti orang desa tidak sepintar orang kota, atau seseorang yang tidak berasal dari daerah Sunda tidak mampu berbahasa Sunda.
•
gangguan
semantik,
yaitu
pemilihan
kata
yang
membingungkan atau mengganggu komunikasi. Respon merupakan sebuah reaksi yang dilakukan oleh individu saat ia menerima suatu stimulus. Stimulus adalah perubahan-perubahan yang terjadi, baik internal maupun eksternal, yang ditangkap oleh suatu individu melalui indera-inderanya yang aktif. Skinner membedakan stimulus menjadi empat macam: 17 a. Stimulis perolehan, yaitu stimulus yang muncul mendahului perilaku tertentu dan dengan demikian menyebabkan respon. b. Stimulus diskriminatif, yaitu stimulus yang meningkatkan kemungkinan respon terjadi, tetapi tidak selalu menimbulkan respon. 17
Burrhus F. Skinner. 1938. The Behavior of Organisms: An Experimental Analysis. Oxford, England: Appleton-Century.
9
c. Stimulus penguat, yaitu stimulus yang dikirimkan setelah respon terjadi; dalam percobaan psikologis hal ini sering dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat perilaku respon tadi. d. Stimuli
emosional,
yaitu
stimuli
yang
dianggap
tidak
memunculkan respon. Sebaliknya, stimuli ini dianggap dapat mengubah kekuatan atau semangat suatu perilaku yang tengah dijalankan. Respon merupakan sebuah pembahasan yang berfokus pada elemen penerima pesan. Dalam proses komunikasi, tujuan pengirim pesan tentunya adalah untuk menghasilkan beberapa perubahan yang ditetapkan dalam perilaku, sikap atau kognisi dari audiens yang dituju pengirim. Untuk mencapai hal ini, pengirim dapat memanipulasi pesan dan memilih saluran pesan. Namun, penerima pesan juga berperan penting dalam proses ini. Mereka dapat memberikan respon dengan membuka atau menutup saluran pesan, melekatkan makna, juga menerima atau menolak pesan yang mereka terima. Dengan melakukan ini, penerima pesan telah memasukkan faktor-faktor yang awalnya tidak termasuk dalam pesan (kebutuhannya, keinginan, motivasi, kebiasaan, nilai-nilai, kerangka acuan, dan peran sosialnya) yang kemudian akan mempengaruhi efek dari pesan. Tidak banyak yang kemudian dapat dilakukan oleh pengirim pesan untuk melakukan kontrol langsung pada faktor-faktor yang dibawa penerima ke dalam sistem komunikasi ini. Pada akhirnya yang dapat pengirim pesan lakukan (jika keberadaan faktor-faktor ini telah disadari dan dipahami) adalah memodifikasi pesan dan memilih kanal sedemikian rupa sehingga berbagai faktor yang dibawa penerima ini dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang paling efisien bagi pengirim pesan. 18 1.5.2
Tahapan Respon Penerima Salah satu cara mengukur dampak dari sebuah tindak komunikasi adalah melihat tingkat respon yang diberikan oleh audiens sesuai dengan
18
Yarbrough, Op. Cit., hlm. 10.
10
respon yang diinginkan oleh pengirim pesan. Menurut Yarbrough, terdapat tiga
tingkatan
utama
dalam
proses
respon:
attention
(atensi),
comprehension (pengartian), dan acceptance (penerimaan). Tahap atensi dibagi menjadi empat sub-tahap: awareness (kesadaran), decision to attend (keinginan untuk mengikuti), differential exposure (perbedaan paparan), dan secondary contact (kontak sekunder). Tahap penerimaan dibagi menjadi tiga sub-tahap: cognitive acceptance (penerimaan kognitif), affective acceptance (penerimaan afektif), dan overt action (tindakan nyata). Berikut adalah penjabarannya: a.
Atensi Manusia melakukan konstan melakukan proses pengecualian
terhadap stimuli-stimuli di sekitarnya. Melalui proses atensi yang selektif, seseorang dapat memilah untuk memberikan penekanan khusus pada suatu stimuli dari antara berbagai stimuli lain yang ada di sekitarnya, untuk menjadikannya sebuah pesan yang memiliki makna. Seperti yang dikemukakan Davison: 19 All the information we are exposed to through personal experience or the mass media can be divided into three categories according to our behavior toward it: some we seek out eagerly; some we attend to on the chance that it may prove useful; some we attempt to exclude because we have reason to believe that it would make satisfaction of our wants and needs more difficult. Atensi dibagi menjadi empat sub-tahap: 20 1. Kesadaran: merupakan tahap paling awal dari komunikasi. Penerima menyadari adanya pesan melalui berbagai tanda komunikasi yang diberikan pengirim. Namun pada tahap ini penerima mungkin saja tidak menyadari keberadaan pesan tersebut. 2. Keinginan untuk mengikuti: penerima pesan menentukan apakah ia ingin mengetahui lebih lanjut tentang pesan tersebut, hal ini
W. Phillips Davison. 1964. On the Effects of Communication, dalam Dexter, L. A. and D. M. White, eds. People, society and mass communications. Pp. 69-89- New York, NY: The Free Press of Glencoe. 20 Yarbrough, Op. Cit., hlm. 42-45. 19
11
Gambar 1.3 Model Predisposisi Respon Yarbrough (1968)
12
3. dilakukan dengan membaca artikel di internet, mendengarkan radio, dsb. 4. Perbedaan paparan: pada tahap ini, terjadi perbedaan paparan pesan yang disebabkan karena perbedaan tingkat atensi pada pesan. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan konsentrasi penerima atau adanya gangguan dalam pesan. 5. Kontak sekunder: tahap ini dapat terjadi saat seseorang tidak mengikuti proses penerimaan pesan secara langsung, namun ia menjadi terlibat di dalamnya karena mereka mendiskusikan konten dari pesan tersebut dengan orang yang mengikuti secara langsung. b.
Pengartian Pada tingkat ini terjadi proses dimana individu mengubah stimuli
yang diterima menjadi makna. Dikarenakan setiap individu membangun realitas yang dialami secara berbeda, setiap individu akan mengartikan pesan secara berbeda. Hal ini terjadi karena setiap individu membangun makna berdasarkan kebutuhan, emosi, dan pengalaman masing-masing. 21 Pada bagian ini individu menjalani proses decoding. Decoding ialah proses dimana khalayak menggunakan pengetahuan mereka secara implisit tentang teks dan nilai-nilai budaya guna menginterpretasikan teks media. Decoding berkaitan dengan kapasitas subyektif untuk menghubungkan sebuah tanda dengan tanda lainnya. Stuart Hall mengungkapkan bahwa terdapat tiga bentuk pembacaan antara penulis teks dan pembaca serta bagaimana pesan itu dibaca keduanya: 1. Dominant-hegemonic: terjadi bila pembacaan pesan lebih mendekati makna sebenarnya seperti yang ditawarkan media. Dalam hal ini penulis dan pembaca memiliki ideologi yang sama serta tidak ada perbedaan.
21
Ibid, hlm. 46
13
2. Negotiated: terjadi ketika pembaca mengerti makna yang diinginkan penulis tetapi mereka membuat adaptasi dan aturan sesuai dengan konteks dimana mereka berada. 3. Oppositional: terjadi ketika pembaca pesan mengerti makna yang diinginkan oleh produsen, tetapi menolak makna tersebut serta memaknai dengan sebaliknya. c.
Penerimaan Dalam komunikasi, pada hampir setiap situasi pengirim tidak
hanya menginginkan penerima memahami makna dari simbol, namun ia juga menginginkan penerima menyetujui kesimpulan yang diberikan olehnya. Ada tiga respon penerimaan yang mungkin muncul saat menerima suatu pesan. Tiga respon ini dapat muncul terpisah, namun semuanya saling terkait: 1. Penerimaan kognitif: dalam tahap ini, individu secara mental mengakui keabsahan pesan yang dikirim sebagai faktual, tepat atau benar. 2. Penerimaan afektif: pada tahap ini, penerima menilai pesan secara emosional sebagai sesuatu yang menurutnya baik atau buruk, diinginkan atau tidak ia inginkan. 3. Penerimaan konatif: penerima pesan melakukan respon berupa tindakan nyata yang didasari pada penerimaan terhadap pesan, baik secara kognitif, afektif, ataupun keduanya. 22 Pada dasarnya, respon yang diambil oleh seorang individu dapat muncul dengan berbagai macam bentuk dikarenakan oleh perbedaan sudut pandang maupun pengalaman. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon dari individu bergantung pada di mana perhatian utama individu tersebut jatuh pada bagian pesan yang dianggap paling menarik perhatiannya. Model pemikiran ini pun kemudian tidak terlepas dalam upaya manusia untuk memahami komunikasi modern, seperti komunikasi pemasaran. 22
Ibid, hlm. 48-50
14
1.5.3
Transactional Reader-Response Theory Dalam proses komunikasi, pengirim harus menyusun suatu pesan untuk dapat dipahami oleh penerima pesan. Dalam proses ini, terjadi transaksi makna antara pengirim dan penerima. Rosenblatt mengistilahkan proses ini sebagai menulis dan membaca. Ia menjabarkannya dalam teori transactional
reader-response
yang
ditemukannya,
menggunakan
paradigma Dewey dan Bentley (1949): “transaction are used to designate relationships in which each element conditions and is conditioned by the other in a mutually-constituted situation”. 23 Menurut Rosenblatt, membaca bukanlah suatu tindakan pasif. Ketika pembaca membaca, mereka membawa pengalaman mereka sendiri untuk membantu proses seleksi makna. Tidak ada satu penafsiran yang benar, karena pembaca adalah pencipta aktif dari respon. Pembaca menafsirkan kembali muatan teks untuk diri mereka sendiri. Mereka melakukan ini dengan mengedepankan pemahaman individual, keyakinan, serta harapan mereka sendiri saat membaca suatu teks. Seorang pembaca menciptakan makna sendiri, bukan mengikuti salah satu makna khusus yang mungkin diimbuhkan penulis teks untuk dicapai oleh sang pembaca. Reader-response adalah transaksi antara pembaca dan teks. Karolides
mendefinisikan
transaksi
sebagai
"suatu
proses
yang
menunjukkan sifat khusus antar hubungan antara pembaca dan teks selama kegiatan membaca: saling bekerja pada satu sama lain, mempengaruhi satu sama lain untuk membangkitkan pengalaman atau makna untuk pembaca tertentu dari teks". 24 Menurut Lotman, teks adalah objek apapun yang dapat “dibaca”, baik berupa suatu karya literatur, rambu-rambu jalan, susunan bangunan dalam suatu blok kota, ataupun gaya berpakaian. Teks
23 24
Rosenblatt Op. Cit., hlm. 2. Nicholas Karolides. (Ed.). 1992. Reader Response in the Classroom. White Plains, NY: Longman Publishing Group, hlm. 22.
15
merupakan seperangkat tanda-tanda yang koheren yang mentransmisikan suatu jenis pesan yang informatif. 25 Teori Rosenblatt didukung oleh Wolfgang Iser, yang menjelaskan bahwa makna bukanlah suatu objek yang dapat ditemukan dalam teks, namun merupakan suatu kegiatan konstruksi yang terjadi diantara teks dan pembaca. Secara spesifik, pembaca mengakses suatu teks (yang merupakan suatu dunia yang tetap dan permanen), lalu mendapatkan suatu pemaknaan melalui proses membaca dan bagaimana pembaca tersebut menghubungkan struktur dari teks dengan pengalaman pribadinya. Dengan kata lain, struktur tekstual akan terhubung dan menjadi hidup saat pembaca mengambil bagian dalam proses membaca teks tersebut. 26 Rosenblatt menjelaskan lebih lanjut bahwa hubungan antara membaca dan menulis meliputi suatu jaringan yang paralel namun juga berbeda. Membaca dan menulis merupakan proses yang melibatkan teks, sehingga keduanya sama-sama tidak memiliki tindakan komunikasi nonverbal. Namun membaca dan menulis menjadi jelas berbeda karena penulis memulai dengan suatu halaman kosong dan harus memproduksi makna, sementara pembaca memulai dengan suatu cetakan teks yang telah tertulis dan harus memproduksi makna. Walaupun begitu, yang menjadi kesamaan penting adalah: penulis “menyusun” teks yang mengandung makna, sementara pembaca “menyusun”, maka ia “menulis”, sebuah penafsiran makna bagi dirinya. 27 Kegiatan menulis dan membaca sendiri tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Individu saling berbagi melalui bahasa, seperti yang dikemukakan oleh Miller dan Johnson-Laird yang dikutip oleh Rosenblatt: “Language, we know, is a socially-generated public system of communication--the very bloodstream of any society. But it is often Jurij Lotman. 1977. The Structure of the Artistic Text. (Lenhoff, Gail; Vroon, Ronald, trans.) (Michigan Slavic Contributions 7.) Ann Arbor: University of Michigan, Department of Slavic Languages and Literatures. 26 Zoltán Schwáb. Mind the Gap: The Impact of Wolfgang Iser's Reader-Response Criticism on Biblical Studies--A Critical Assessment. Literature & Theology, Vol.17, No. 2, Literary Hermeneutics (June, 2003), hlm. 170. 27 Rosenblatt Op. Cit., hlm. 2. 25
16
forgotten that language is always internalized by an individual human being in transaction with a particular environment. "Lexical concepts must be shared by speakers of acommon language,... yet there is room for considerable individual difference in the details of any concept" Bahasa merupakan sistem publik yang telah diinternalisasikan pada pengalaman individu melalui kata-kata yang pernah mereka terima. Residu dari transaksi bahasa yang telah terjadi membentuk simpanan pengalaman linguistik. Setelah kita menambahkan asumsi, sikap, dan harapan, kita kemudian menggunakan dasar simpanan pengalaman tadi untuk mulai berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca. Kita kemudian memberi pemaknaan dan mendapatkan pemahaman dari suatu situasi atau transaksi baru dengan cara mengatur ulang, memperbaiki, atau menambahkan elemen yang diambil dan dipilih dari simpanan pengalaman linguistik pribadi kita. Dalam proses membaca, setiap tindak membaca adalah suatu kejadian dimana terjadi transaksi yang melibatkan pembaca tertentu, konfigurasi tanda yang tertentu dalam halaman tulisan, dan terjadi pada waktu tertentu dalam konteks tertentu. Sebuah makna tidak berada dalam kondisi “siap diciptakan” dalam teks atau dalam pembaca, namun terjadi selama proses transaksi di antara pembaca dan teks. Teks, sebagai suatu pola linguistik adalah bagian yang dikonstruksikan. Setiap tambahan kalimat akan memberi sinyal pilihan tertentu dan menghilangkan yang lain, sehingga bahkan saat makna dibangun, proses impuls memilih dan menyatukan itu sendiri secara konstan berubah dan diuji. Transaksi antara pembaca dan teks berlanjut pada suatu proses koreksi diri yang kompleks dan non-linear. Ia akan membangun suatu ekspektasi pada suatu makna, yang pada akhirnya akan menjadi suatu kesimpulan yang koheren dan lengkap. 28 Proses penyusunan pesan seringkali melupakan faktor bahwa penerima pesan juga memberikan kontribusi. Kita tidak dapat melihat suatu teks dan memprediksikan secara absolut hasil dari pembacaan teks 28
Ibid, hlm. 3-4
17
tersebut; karena penerima pesan memiliki kemampuan untuk membangun maknanya sendiri. Makna ini dihasilkan melalui proses abstraksi dan analisis struktur dari ide, informasi, arahan, dan konklusi yang terjadi setelah proses membaca. Dikarenakan setiap proses membaca adalah suatu kejadian dalam kondisi tertentu, teks yang sama dapat dibaca secara berbeda. Rosenblatt menjelaskan bahwa beberapa pembaca akan mengabaikan teks, sementara yang lain akan mencoba memahaminya. Pembaca yang memiliki standar lebih tinggi akan mencari teks sebanyak mungkin untuk “membaca melalui mata sang penulis”. Dengan melakukan hal ini, pembaca tadi dapat memahami intensi penulis terhadap suatu masalah, pengalaman, atau pemaknaan yang dituliskan dalam teksnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Rosenblatt menyinggung tentang proses menulis dan membaca sebagai sesuatu yang paralel. Penulis dan pembaca kemudian akan mengikuti suatu pola pemikiran yang mirip, dan menggunakan kebiasaan linguistik yang mirip. Proses pada keduanya bergantung pada pengalaman masing-masing individu yang lalu. Keduanya kemudian menciptakan benang merah antara tanda-tanda dan keadaan yang pernah mereka terima untuk membangun simbolisasi dan hubungan yang baru. Keduanya akan membentuk kerangka berpikir, prinsip, atau tujuan (yang samar-samar ataupun sangat jelas), yang akan menjadi pemaknaan. 29 Hal inilah yang kemudian akan mendasari bagaimana seseorang kemudian merespon pesan dalam teks. Dalam konteks penelitian ini konsumen yang telah menjadi perokok aktif dikonsepsikan sebagai individu yang secara sosial melakukan proses membaca (reading) dan memaknai melalui kerangka budaya, pengalaman, dan latar belakang yang mereka miliki. Saat pembaca (konsumen) berbagi kode budaya dan latar belakang yang sama dengan pengirim pesan (pihak dari instansi kesehatan), mereka akan memaknai teks (label peringatan) dalam kerangka pemikiran yang sama; bahwa merokok dan rokok merupakan hal yang 29
Ibid, hlm. 7-12
18
berbahaya bagi kesehatan seseorang. Namun ketika para perokok ini terletak pada posisi sosial dan latar belakang yang berbeda atau terlepas jauh dari keberadaan penulis, maka mereka akan menjadi abai terhadap label peringatan tersebut. Terdapat pula kemungkinan bahwa perokok mungkin akan membangun pemaknaan alternatif dari apa yang dimaksudkan penulis. Kemampuan membangun pemaknaan inilah yang kemudian akan menjadi dasar dari bagaimana mereka (perokok) memberikan respon. 1.5.4
Label Peringatan Label peringatan umumnya digunakan untuk menyampaikan pesan hazard (bahaya atau risiko). Penggunaan label peringatan bertujuan untuk menarik perhatian seseorang dan memberikan informasi atau peringatan bahaya secara singkat, serta mampu dipahami oleh pembacanya dengan cepat. Berdasarkan standar ANSI-ISO (American National Standards Institute - International Organization for Standardization), pesan dalam label peringatan dibagi menjadi empat macam sebagai berikut: BAHAYA, PERINGATAN, PERHATIAN, dan PEMBERITAHUAN. Penulisan label umumnya dibuat dengan huruf kapital untuk menekankan pentingnya pesan. BAHAYA dibuat dengan tujuan untuk menyampaikan pesan berupa cedera atau bahaya yang dapat menyebabkan kehilangan nyawa dan hanya dapat digunakan dalam kondisi ekstrim. PERINGATAN bermakna bahaya kerusakan material dan / atau risiko kehilangan nyawa. PERHATIAN menandakan informasi penting atau peringatan terhadap risiko cedera ringan-sedang. PEMBERITAHUAN digunakan untuk menandai hal atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan kemungkinan cedera pribadi. 30 Adalah penting bahwa simbol-simbol dalam sebuah label peringatan harus dipahami dengan benar oleh penerima pesan, dan simbol tersebut harus sepadan dengan bagaimana pesan verbal yang menyertai simbol tersebut menjelaskan tentang bahaya dan risiko dari objek yang diberikan label
30
ANSI Z535.5, terarsip di: http://ansi.org/news_publications/news_story.aspx?menuid=7&articleid=724b7e4d-6e664a00-af99-6791da1e5018, diakses pada 13 Juli 2015.
19
peringatan. Hal ini harus dibuat dengan pertimbangan pengaruh perbedaan kultur dan pemahaman pada simbol milik penerima pesan. 31 1.6
METODE PENELITIAN Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menemukan pengetahuan secara seluas mungkin terhadap suatu objek penelitian pada suatu masa tertentu. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan lebih pada menggambarkan suatu gejala, variabel, atau keadaan secara akurat dan lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal. Sukmadinata menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. 32 Sedangkan menurut Kasiran yang dimaksud dengan deskriptif adalah analisis hasil penelitian yang menggunakan data berupa kata-kata tertulis atau kalimat dari subjek yang diamati. 33 Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. 34 Penelitian kualitatif dapat menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara kuantifikasi lainnya. Pendekatan kualitatif digunakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana respon perokok muda urban mengenai perubahan pesan pada label peringatan rokok secara mendalam.
Mark R. Lehto. 1992. Designing Warning Signs And Warning Labels. Part 1: Guidelines for Practitioner. International Journal of Industrial Ergonomics 10 (1–2), hlm. 105–113. 32 Nana Syaodih Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Tindakan. Bandung: Remaja Rosda Karya, hlm. 72. 33 Kasiran. 2010. Metodologi Penelitian Kuantatif dan Kualitatif. Malang: UIN Press, hlm. 15. 34 Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 1. 31
20
Penelitian ini akan mengulas bagaimana pesan media dibaca oleh subjek penelitian dan respon apa saja yang diberikan oleh mereka. 1.6.1
Objek Objek penelitian ini adalah respon perokok pada perubahan label peringatan di kemasan rokok.
1.6.2
Jenis Data Jenis data dalam penelitian adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian secara langsung di lapangan.
1.6.3
Informan Penelitian Dalam penelitian ini, informan yang menjadi subjek penelitian diambil dengan teknik purposive, yaitu pemilihan subjek yang berdasarkan pada karakteristik dan kriteria tertentu yang dianggap paling mampu menjawab pertanyaan dari penelitian ini 35. Secara umum, informan untuk
penelitian ini diambil dari kalangan perokok muda urban di Yogyakarta. Subjek diambil dengan batasan kriteria sebagai berikut: pria dan wanita SES A, B, C; berusia 18-30 tahun, termasuk sebagai perokok aktif, memiliki aneka ragam latar belakang identitas budaya, profesi serta lingkungan, dan bersedia diwawancarai. Yogyakarta dipilih karena termasuk dalam jajaran kota besar di Indonesia, serta memiliki berbagai perguruan tinggi. Hal ini menyebabkan sebagian besar penduduk kota Yogyakarta adalah kaum muda berkarakteristik urban, dengan diversitas yang tinggi karena banyaknya jumlah pendatang dari berbagai daerah lain. Masing-masing informan kemudian dipilih berdasarkan asumsi bahwa perbedaan karakteristik dalam merokok, kebiasaan pribadi, dan latar belakang mereka akan menghasilkan respon yang berbeda pula saat melakukan pembacaan pesan dalam label peringatan. Ragam karakteristik informan yang dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini kemudian akan dibahas lebih detail pada bagian deskripsi tentang informan.
35
Terarsip di: http://dissertation.laerd.com/purposive-sampling.php
21
1.6.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode self-report (laporan pribadi) dengan bentuk direct self-ratings. Metode ini merupakan bagian dari pengumpulan data suatu penelitian deskriptif.
Informasi
dikumpulkan
secara
mandiri
oleh
peneliti
menggunakan teknik wawancara dan observasi secara langsung. Individu yang diteliti akan dikunjungi dan diwawancarai, selain itu juga diamati kegiatannya dalam situasi yang alami untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Direct self-ratings merupakan bentuk self-report yang meminta informan penelitian untuk memberikan laporan langsung kepada peneliti berdasarkan kepribadian dan karakter mereka. 36 Teknik wawancara menurut Burhan adalah sebagai berikut ini: 37 “Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai (interviewee)” Teknik wawancara yang peneliti pergunakan adalah wawancara mendalam dan terstruktur. Sebelum melakukan wawancara penulis menyiapkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan tujuan observasi langsung adalah untuk melihat kesesuaian hasil wawancara dengan kebiasaan riil informan. Peneliti juga menggunakan alat bantu lain untuk memperoleh data, seperti catatan, kamera, dan alat perekam
suara.
Alat-alat
tersebut
digunakan
terutama
untuk
memaksimalkan penjaringan data di lapangan. 1.6.5
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis dengan tahap yang dimulai dengan pengumpulan data, pemilihan data, penyajian data dan
Delroy L. Paulhus dan Simine Vazire. 2007. The Self-Report Method, dalam R.W. Robins, R.C. Fraley, & R.F. Krueger (Eds.), Handbook of Research Methods in Personality Psychology (pp. 224239). New York: Guilford, hlm. 224-225. 37 Bungin dan Burhan. 2001. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 108. 36
22
pengambilan kesimpulan serta rekomendasi penelitian yang terkait dengan respon perokok pada perubahan label peringatan di kemasan rokok. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara. Data tersebut penulis ambil dari lapangan dan dikumpulkan sebagai bahan untuk menjawab pokok permasalahan penelitian. b. Pemilihan Data Setelah data penulis kumpulkan dari lapangan, maka data selanjutnya adalah dengan melakukan tahap pemilihan data. Data-data yang telah terkumpul, penulis pilih sesuai dengan pokok permasalahan yang diambil. c. Penyajian Data Penulis dalam melakukan tahap penyajian data mendasarkan analisis pada data yang telah dipilih, yang kemudian disajikan secara
deskriptif
dalam
bentuk
narasi
yang
saling
berkesinambungan antar pokok permasalahan. d. Pengambilan Kesimpulan Pengambilan kesimpulan dilakukan setelah tahap penyajian data selesai. Dalam penelitian ini kesimpulan diambil dengan menjawab rumusan masalahan yang ada. Selain kesimpulan penulis juga memberikan saran atau rekomendasi untuk penelitian ini.
23