BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Nahdlatul
Ulama
(NU)
merupakan
salah
satu
organisasi
kemasyarakatan (ormas) di Indonesia dengan latar belakang keagamaan. Dengan basis pendukung yang diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang1, NU diklaim menjadi ormas Islam terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Dalam melaksanakan program guna mencapai tujuannya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang merupakan kepengurusan di tingkat pusat/nasional, dibantu oleh kepengurusan di tingkat bawahnya. Mulai dari Pengurus Wilayah (tingkat provinsi), Pengurus Cabang (tingkat kabupaten), Majelis Wakil Cabang
(tingkat
kecamatan),
hingga
Pengurus
Ranting
(tingkat
kelurahan/desa). Selain itu, sebagai pelaksana kebijakan untuk bidang, kelompok masyarakat tertentu dan hal-hal yang memerlukan penanganan khusus, NU memiliki 14 lembaga, 3 lajnah, dan 11 badan otonom (banom) yang juga terstruktur berdasarkan tingkatan wilayah. Sebagai sebuah organisasi yang berangkat dari pesantren dan juga berakar di pesantren, nilai-nilai tradisi dan juga kultur pesantren melekat kuat dalam tubuh NU, sehingga pola pengelolaan organisasinya pun terpengaruh oleh hal tersebut. Sebagai contoh peran kyai sepuh sangat besar dalam pertimbangan untuk memutuskan berbagai macam hal, perintah dan pendapatpendapat beliau sangat dihormati meskipun kyai tersebut tidak masuk dalam jajaran kepengurusan. Jika masuk dalam jajaran kepengurusan, kyai sepuh selalu ditempatkan pada posisi-posisi yang tinggi seperti Dewan Syuro atau Majlis Syuro. Hal ini disebabkan dalam tradisi kaum nahdliyin dan masyarakat Islam pada umumnya, kyai memiliki tempat yang istimewa sebagai rujukan
1
Situs Resmi Nahdlatul Ulama. Tentang NU Basis Pendukung, URL=
. Diakses pada tanggal 4 Maret 2015.
1
utama dalam proses pengambilan keputusan yang bukan saja hanya dalam masalah agama, tetapi juga sosial.2 Selain itu, meski ada aturan-aturan formal dan administratif dalam berorganisai, seringkali kultur saling mengerti, kekeluargaan, dan perasaan lebih dikedepankan. Dengan perkembangan yang sangat cepat dan tidak diimbangi dengan cepatnya penataan serta perbaikan internal, tidak heran jika NU terkenal dengan organisasi yang berantakan dari segi administrasinya.3 Kondisi tersebut juga terjadi pada organ-organ NU yang lain, salah satunya banom yang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) menjadi salah satu bagiannya. Meskipun menurut salah satu sesepuh di NU, KH. Abdul Muchith Muzadi, capaian-capaian anak-anak muda NU, termasuk IPNU, juga perlu diakui dan disyukuri.4 Menangani sebuah organisasi formal struktural (jam’iyyah) besar yang juga menaungi kelompok ideologis kultural (jama’ah) yang tidak masuk dalam struktur organisasi tetapi jumlahnya jauh lebih besar, memang sebuah tantangan yang besar. Jangankan seluruh kelompok masyarakat, menangani pelajar dan santri yang merupakan bagian dari kelompok masyarakat bukanlah hal yang mudah. Hal ini merupakan tugas dari banom NU yaitu IPNU, untuk segmentasi pelajar dan santri putra, dengan partnernya Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), untuk segmentasi pelajar dan santri putri, sebagai organisasi kader yang merupakan ujung tombak pengkaderan NU. Dalam kelompok masyarakat kategori pelajar dan santri ini juga terdapat klasifikasi jam’iyyah dan jama’ah dimana jama’ah lebih sering disebut sebagai kader. Dalam menaungi dan mengatur elemen-elemen ini, pengurus IPNU khususnya, tentu harus melakukan banyak hal. Salah satu hal yang paling penting dan mendasar adalah komunikasi, disamping berkomunikasi dengan sesama pengurus, tentunya juga berkomunikasi dengan para kader.
2
Asep Saeful Muhtadi. 2004. Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama: Pergulatan Pemikiran Politik Radikal dan Akomodatif. Jakarta: LP3ES. Hal. 37. 3 KH. Abdul Muchith Muzadi.2007. NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran: Refleksi 65 Tahun Ikut NU. Surabaya: Kahlista. Hal. 106. 4 Ibid. Hal. 84.
2
Komunikasi merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari hidup seorang manusia. Bahkan, peran komunikasi ada sebelum seseorang dilahirkan. Seorang anak manusia bisa lahir ke dunia dikarenakan adanya komunikasi antara ayah dan ibunya. Setelah manusia itu lahir komunikasi menjadi semakin dibutuhkan. Jelas bahwa manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, hidup dengan manusia lainnya dengan saling membutuhkan. Oleh karena itu, komunikasi diperlukan untuk bisa menjalin dan memelihara silaturrahim, bahkan menumbuhkan rasa kasih sayang antar manusia. Tentu dalam berkomunikasi manusia juga memiliki tujuan. Hal itu bergantung kepada apa yang menjadi kebutuhan manusia yang mendasari dirinya untuk berkomunikasi. Dengan kondisi tersebut, sulit untuk bisa meminta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Meskipun tidak semua perilaku adalah komunikasi. Alihalih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Ketika seseorang tersenyum, cemberut, bahkan diam sekalipun, hal tersebut mempunyai potensi untuk ditafsirkan.5 Dalam konteks organisasi, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa komunikasi sangatlah penting dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuannya. Menurut W.G. Scott dan T.R. Mitchell,6 komunikasi menjalankan empat fungsi utama di dalam suatu kelompok atau organisasi, yaitu kendali (kontrol), motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi. Tidak akan mungkin seorang pemimpin akan mencapai tujuan organisasinya tanpa melibatkan komunikasi dengan anggota-anggota organisasi lainnya. Begitu juga komunikasi antar sesama anggota, dalam melaksanakan fungsi dan tugas mereka juga memerlukan saling berkoordinasi, bertukar pikiran, bekerja sama, dan juga saling memahami. Namun, jika komunikasi di dalam organisasi terganggu, misal disebabkan iklim komunikasi organisasi yang berjalan kurang baik, tidak semua anggota organisasi terlibat dalam pembuatan keputusan,
5
Deddy Mulyana. 2004. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 98. 6 Stephen P. Robbins. 1996. Perilaku Organisasi, (terj.). Jakarta: PT Prenhallindo. Hal. 5.
3
sulitnya anggota untuk dihubungi dikarenakan jarak antar anggota yang jauh, dapat berakibat fatal bagi organisasi. Seperti munculnya miskoordinasi, misinformasi, serta menurunnya semangat anggota organisasi yang berakibat pada stagnasi kinerja organisasi, bahkan bisa mengakibatkan kerugian yang besar bagi organisasi. Beberapa masalah komunikasi di dalam organisasi tersebut juga ternyata terjadi di Pimpinan Wilayah IPNU Provinsi DIY (PW IPNU DIY) khususnya pengurus masa khidmat 2012 – 2015. Salah satu pengurus mengungkapkan seringnya terjadi miskoordinasi dan misinformasi yang tidak hanya disebabkan oleh kurang meratanya informasi yang tersebar di kalangan pengurus, melainkan juga dikarenakan hal yang sangat unik, yaitu terkadang sulit menghubungi seorang atau beberapa pengurus. Mengapa hal ini dikatakan unik? Karena dengan majunya teknologi komunikasi seperti handphone, internet, social media, dan sebagainya untuk mempermudah komunikasi antar manusia, justru menjadi sulit untuk menghubungi pengurus tersebut. Seperti misal, seluruh media berkomunikasi tidak aktif sehingga sulit melacak posisinya untuk bisa didatangi, ataupun semua aktif tetapi ketika dihubungi tidak ada respon sama sekali. Hal tersebut terkadang terjadi di seluruh elemen pengurus meskipun sangat jarang terjadi secara bersamaan. Selain itu jarangnya seluruh pengurus bisa berkumpul dalam pertemuan sehingga dalam pengambilan keputusan tidak semua mengikuti dan terkadang setelah pengambilan keputusan pun tidak semuanya mengetahui. Dari masalah-masalah tersebut terlihat adanya faktor-faktor pengaruh iklim komunikasi organisasi. Maka dari itu dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui tentang faktor-faktor pengaruh iklim komunikasi organisasi PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015. Urgensi dari penelitian ini dilandaskan pada tanggung jawab dalam mengayomi dan mengurus kader-kader khususnya pelajar dan santri di Provinsi DIY yang bukan main-main sehingga penellitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan untuk evaluasi dan perbaikan dalam tubuh organisasi PW IPNU DIY.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah penelitian ini yaitu, “faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi di PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015? Bagaimana faktorfaktor tersebut mendukung dan atau membatasi iklim komunikasi organisasi tersebut?”
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor pengaruh iklim komunikasi organisasi di PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritik a.
Hasil penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu komunikasi, khususnya kajian komunikasi organisasi yang berfokus pada faktorfaktor pengaruh iklim komunikasi organisasi.
b.
Sebagai tambahan data riset serta acuan bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti tentang faktor-faktor pengaruh iklim komunikasi organisasi.
2.
Manfaat Praktis a.
Sebagai bahan evaluasi pengurus PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015 pada akhir masa kepengurusan.
b.
Memberikan masukan kepada pengurus PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015 dalam membina kader-kader penerus kepengurusan PW dan pengurus dibawahnya.
c.
Memberikan masukan kepada pengurus PP IPNU, PWNU DIY, dan PBNU dalam membina banom dibawahnya.
d.
Menginisiasi kegiatan riset di PW IPNU DIY baik untuk kepentingan internal organisasi maupun masyarakat.
5
E. Kerangka Pemikiran 1.
Organisasi Kepemudaan IPNU, dalam eksistensinya sebagai sebuah organisasi di Indonesia, tergolong dalam organisasi kepemudaan (OKP). Sebelum membahas secara spesifik mengenai OKP, perlu diketahui gambaran yang lebih umum mengenai konsep organisasi dan pemuda. Ada berbagai macam pandangan para ahli mengenai konsep dan definisi organisasi. Apabila ditelaah, konseptualisasi dan formulasi organisasi berjalan dengan perkembangan manusia. Konsep-konsep dan definisi-definisi muncul sesuai dengan sudut pandang, pengalaman, dan pengetahuan manusia. Seperti Pace dan Faules7 yang menyampaikan 2 konsep sudut pandang yaitu subjektif dan objektif. Dalam konteks organisasi, pandangan objektif (objektivis) dan pandangan subjektif (subjektivis) juga memandang organisasi dengan konsep yang berbeda. Objektivis memandang organisasai sebagai suatu struktur, sesuatu yang stabil. Organisasi adalah sesuatu yang bersifat fisik dan konkret, dan merupakan sebuah struktur dengan batas-batas yang pasti yang merangkum orang-orang, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan. Sehingga ada pandangan yang menganggap organisasi sebagai wadah. Dalam operasionalisasi terkait tindakan anggota atau pengelola organisasi, dalam hal ini manusianya, objektivis mempercayai bahwa organisasi dapat dikelola dan dikendalikan oleh keputusan-keputusan rasional yang menstrukturkan aktivitas sesuai dengan tuntutan lingkungan dan kemampuan individu. Sehingga dapat dikatakan tindakan-tindakan itu memiliki tujuan, intensional, goal-oriented, dan rasional. Dari konsepkonsep tersebut muncul definisi organisasi adalah sebuah wadah yang menampung orang-orang dan objek-objek; orang-orang dalam organisasi yang berusaha mencapai tujuan bersama.
7
R. Wayne Pace dan Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
6
Di sisi lain, subjektivis memandang organisasi sebagai suatu proses, mengorganisasikan perilaku. Organisasi terdiri dari tindakan-tindakan, interaksi, dan transaksi yang melibatkan orang-orang. Sehingga dari sudut pandang ini muncul definisi organisasi sebagai perilaku pengorganisasian. Seperti halnya organisasi, terminologi “pemuda” juga dapat dipandang dari berbagai perspektif, konsep dan definisi. Bayat dan Herrera8 menjelaskan pemuda dari dua aspek. Pertama, pemuda sebagai bentuk kategori usia atau pendekatan biologis yang pendefinisiannya biasanya dilakukan oleh negara. Contohnya dapat dilihat dari Undang-undang No. 40/2009 tentang “Kepemudaan” pasal 1 ayat 1, yang mendefinisikan pemuda sebagai orang yang berusia antara 16 sampai 30 tahun. Kedua, pemuda ditinjau dari aspek sosiologis, yaitu orang yang sedang berada dalam masa transisi dari kategori anak ke kategori dewasa, serta dari institusi sosial yang satu ke institusi sosial yang lain seperti dari keluarga ke perkawinan, pendidikan ke pekerjaan, dan sebagainya. Dalam konsep lain, pemuda juga dapat dilihat sebagai agensi, artinya, pemuda diposisikan sebagai agen yang aktif memproduksi kenyataan, yang sadar akan kepemudaannya.9 Terdapat tiga perspektif agensi menurut White dan Wyn, yaitu:10 a.
Deterministik Pendekatan deterministik melihat pemuda dalam kategorisasi usia, oleh karena itu pemuda dianggap mempunyai kesamaan dengan pemuda lain dibandingkan dengan orang dewasa.
b.
Volunteristik Pendekatan volunteristik menitikberatkan pada kemampuan pemuda untuk memilih dalam masa transisi.
c.
Kontekstual
8
M. Najib Azca, Lalu Wildan, Ari Sujito, dan Suraji. 2012. Pemuda Cinta Tanah Air: Wacana Pemuda Indonesia dalam Bingkai Nasionalisme. Yogyakarta: Matapena Institute. 9 Ibid. Hal. 5. 10 Ibid. Hal. 5-6.
7
Pendekatan kontekstual melihat bahwa usia tidak terlepas dari pembagian sosial yang lebih luas, maupun dari mekanisme kontrol sosial. Dengan demikian, usia bukanlah merupakan kategori yang esensial. Selanjutnya pendekatan ini menekankan pada proses kontestasi dan negosiasi yang dilakukan oleh pemuda dalam menghadapi konteks sosiokultural yang melingkupinya, serta yang memberikan tempat bagi kemampuan pemuda untuk mengeksplor konteks sosial yang dihadapi dalam tingkat lokal maupun global. Dari penjelasan mengenai organisasi dan pemuda di atas, definisi yang sejalan tentang organisasi kepemudaan dapat dilihat dari Undang-undang No. 40/2009 tentang “Kepemudaan” pasal 40, yaitu merupakan organisasi yang dibentuk oleh pemuda berdasarkan kesamaan asas, agama, ideologi, minat dan bakat, atau kepentingan, yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dilihat dari sudut pandang historis dan sosiologis, OKP muncul dari gerakan antikolonialisme dengan basis ideologi yang kuat. Dengan basis ideologi ini, gerakan yang dilakukan tidak hanya untuk menggerakkan anggotanya, tetapi juga bergerak bersama masyarakat secara sinergis, organik, dan terjadi simbiosis mutualisme.11 Organisasi kepemudaan juga dapat dibentuk dalam ruang lingkup kepelajaran dan kemahasiswaan. Berdasarkan hal tersebut, jika diklasifikasikan
lebih
lanjut,
IPNU
termasuk
dalam
organisasi
kepemudaan dalam lingkup kepelajaran. Kemudian organisasi kepemudaan lingkup kepelajaran, memiliki tujuan-tujuan, yaitu:12 a.
Mengasah kematangan intelektual.
b.
Meningkatkan kreativitas.
c.
Menumbuhkan rasa percaya diri.
11
Masad Masrur, Dudi Iskandar dan Dwi Agus Susilo. 2013. KNPI, Konflik, Media, dan Paradigma: Sebuah Analisis. Jakarta: Asdep Organisasi Kepemudaan Deputi Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga. Hal. 4. 12 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Hal. 20.
8
d.
Meningkatkan daya inovasi.
e.
Menyalurkan minat bakat.
f.
Menumbuhkan semangat kesetiakawanan sosial dan pengabdian kepada masyarakat.
2.
Komunikasi Organisasi Seperti yang telah disampaikan bahwa bahwa komunikasi sangatlah penting dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuannya. Koordinasi antar anggota organisasi dilakukan melalui komunikasi. Proses komunikasi di dalam organisasi bisa terjadi secara formal berdasarkan posisi atau jabatan, bisa juga terjadi secara informal sebagai bentuk dari keakraban atau kekeluargaan. Dalam hal ini kelancaran proses komunikasi dalam organisasi menentukan keberhasilan organisasi. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect? Paradigma tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu: komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Bisa disimpulkan dari paradigma Laswell tersebut bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.13 Definisi lain diungkapkan oleh Pace dan Faules yang mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses yang di dalamnya terdapat dua bentuk umum tindakan yang terjadi, yaitu pertunjukan dan penafsiran pesan. Pertunjukan pesan berarti menyebarkan sesuatu sehingga dapat terlihat secara lengkap dan menyenangkan. Sedangkan penafsiran pesan yaitu menguraikan atau memahami sesuatu dengan suatu cara tertentu.14 Dari pengertian komunikasi di atas dan organisasi yang telah dijabarkan pada poin E.1, ada beberapa definisi komunikasi organisasi
13
Onong Uchjana Effendy. 2001. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 10. 14 Pace & Faules. Op. Cit., hal. 26-28.
9
yang disampaikan oleh para ahli. Pace dan Faules yang membagi dua definisi komunikasi yaitu definisi fungsional dan definisi interpretif. Dua definisi tersebut dijelaskan sebagai berikut:15 a.
Definisi Fungsional Komunikasi Organisasi
Gambar 1.1. Sistem Komunikasi Organisasi16
Merupakan pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unitunit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Gambar 1.1 melukiskan konsep suatu sistem komunikasi organisasi. Garis yang putus-putus melukiskan gagasan bahwa hubungan-hubungan ditentukan secara alami; hubungan-hubungan itu juga menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes dan mungkin berubah sebagai respons terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang internal dan eksternal. Komunikasi organisasi terjadi kapan pun, setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan. Karena fokusnya adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi. Analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. 15 16
Ibid. Hal. 31-34. Ibid. Hal. 32.
10
b.
Definisi Interpretif Komunikasi Organisasi Jika definisi fungsionalis cenderung menekankan interaksi dan pemrosesan pesan dalam batas organisasional, atau dalam artian lain hal-hal itu terjadi di dalam organisasi, maka definisi interpretif justru interaksi dan pemaknaan itulah yang merupakan organisasi. Disini komunikasi menjadi lebih dari sekedar alat, melainkan juga sebagai cara berpikir. Jadi, komunikasi organisasi adalah “perilaku pengorganisasian” yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi. Selain definisi dari Pace dan Faules, definisi lain juga disampaikan oleh Redding dan Sanborn yang mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan ke bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan ke atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi antara orang-orang dengan tingkatan/level yang sama, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis, dan komunikasi evaluasi program.17
3.
Faktor-Faktor Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Seseorang akan merasa nyaman atau tidak dalam melakukan komunikasi dengan orang lain tidak hanya disebabkan faktor dalam dirinya sendiri. Faktor di luar dirinya pun memiliki peran dalam mempengaruhi kenyamanan. Seperti misal kondisi dan situasi lingkungan sekitar atau bisa diartikan sebagai iklim. Dalam organisasi, iklim berkembang dari interaksi antara sifat-sifat suatu organisasi dan persepsi individu atas sifat-sifat itu. Iklim dipandang sebagai suatu kualitas
17
Arni Muhammad. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 65.
11
pengalaman subjektif yang berasal dari persepsi atas karakter-karakter yang relatif langgeng pada organisasi.18 Gambaran besar iklim tersebut, dapat diterapkan pula dalam iklim komunikasi organisasi, sehingga dapat diartikan bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan kondisi komunikasi di dalam sebuah organisasi. Iklim komunikasi organisasi itu terdiri dari persepsi-persepsi atas unsurunsur
organisasi
dan
pengaruh-unsur-unsur
tersebut
terhadap
komunikasi.19 Cara dan urutan perkembangan iklim komunikasi organisasi dan identifikasi unsur-unsur yang berpengaruh, digambarkan dalam model sebagai berikut:
Gambar 1.2. Bagian-bagian yang berinteraksi dalam iklim komunikasi organisasi20
Pace dan Faules menjelaskan unsur-unsur dasar yang membentuk suatu organisasi dapat diringkaskan menjadi lima kategori besar, yaitu anggota
organisasi,
pekerjaan
dalam
organisasi,
praktik-praktik
pengelolaan, struktur organisasi, dan pedoman organisasi. Anggota organisasi merupakan orang-orang yang melaksanakan pekerjaan organisasi. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan primer, antara lain: kegiatan pemikiran yang meliputi konsep-konsep, penggunaan 18
Pace & Faules. Op. Cit. Hal. 149. Ibid. Hal. 149. 20 Ibid. Hal. 150. 19
12
bahasa, pemecahan masalah, dan pembentukan gagasan; kegiatan perasaan yang mencakup emosi, keinginan, dan aspek-aspek perilaku manusia lainnya yang bukan aspek intelektual; kegiatan self-moving yang mencakup kegiatan fisik besar maupun terbatas; kegiatan elektrokimia yang mencakup brain synaps (daerah kontak otak tempat impuls saraf ditransmisikan hanya ke satu arah), kegiatan jantung, dan proses-proses metabolisme. Dengan empat kegiatan ini, memungkinkan orang-orang melaksanakan keterampilan mereka, memahami simbol-simbol, dan memperhatikan dunia serta menjalaninya. Gabungan dari keempat kegiatan ini memberi kesempatan kepada mereka untuk menjalankan pekerjaan dalam organisasi. Pekerjaan dalam organisasi merupakan pekerjaan yang dilakukan anggota organisasi, terdiri dari tugas formal dan informal yang menghasilkan produk dan memberikan pelayanan organisasi. Pekerjaan ini ditandai oleh tiga dimensi universal, yaitu isi, keperluan, dan konteks.21 Isi terdiri dari apa yang dilakukan anggota organisasi dalam hubungannya dengan
bahan,
orang-orang,
dan
tugas-tugas
lainnya
dengan
mempertimbangkan metode-metode serta teknik-teknik yang digunakan, mesin-mesin, perkakas, peralatan yang dipakai, bahan, barang-barang, informasi, dan pelayanan yang diciptakan. Keperluan merujuk kepada pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dianggap sesuai bagi seseorang agar mampu melaksanakan pekerjaan tersebut yang meliputi pendidikan, pengalaman, lisensi, dan sifat-sifat pribadi. Konteks berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan fisik dan kondisi-kondisi lokasi pekerjaan, jenis pertanggungjawaban dan tanggung jawab dalam kaitannya dengan pekerjaan, jumlah pengawasan yang diperlukan, dan lingkungan umum tempat pekerjaan dilaksanakan. Praktik-praktik pengelolaan berkaitan dengan tujuan primer manajerial yaitu menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain. Tujuan tersebut
21
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly dalam Ibid. Hal. 151.
13
dicapai melalui kegiatan-kegiatan: pelaksanaan lima fungsi utama manajer yaitu
perencanaan,
pengorganisasian,
penyusunan
keanggotaan,
pengarahan, dan pengendalian22; pelaksanaan sekitar sepuluh peranan dasar manajer23 yang terbagi menjadi tiga kelompok dasar yaitu: peranan antarpersona (pemimpin figur, pemimpin, penghubung); peranan yang berhubungan dengan informasi (pengawas, penyuluh, juru bicara); peranan yang memerlukan ketegasan (wiraswasta, menangani gangguan, mengalokasikan sumber daya, dan melakukan perundingan). Struktur organisasi ditentukan oleh tiga variabel kunci yaitu kompleksitas, formalisasi, dan sentalisasi.24 Kompleksitas merupakan fungsi dari tiga faktor: tingkat yang di dalamnya terdapat perbedaanperbedaan antara unit-unit (diferensiasi horizontal) sebagai hasil spesialisasi yang ada dalam organisasi; jumlah tingkat otoritas antara anggota dan pimpinan (diferensiasi vertikal); derajat ketersebaran lokasi fasilitas dan personel organisasi secara geografis (diferensiasi spasial). Formalisasi merujuk kepada standarisasi dan tugas-tugas. Bila suatu pekerjaan diformalisasikan, keleluasaan anggota mengenai dimana, kapan, dan bagaimana dilakukan akan sangat terbatas. Sentralisasi merujuk kepada derajat keterkonsentrasian pembuatan keputusan pada satu jabatan dalam organisasi. Pedoman organisasi merupakan serangkaian pernyataan yang mempengaruhi, mengendalikan, dan memberi arahan bagi anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan tindakan. Pedoman organisasi terdiri atas pernyataan seperti cita-cita, misi, tujuan, strategi, kebijakan, prosedur, dan aturan. Pedoman ini menyediakan informasi untuk para anggota organisasi mengenai kemana organisasi menuju, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana seharusnya mereka berpikir tentang masalah-
22
MacKenzie dalam Ibid. Hal. 152. Mintzberg dalam Ibid. Hal. 152. 24 Robbins dalam Ibid. Hal. 152. 23
14
masalah organisasi dan solusi-solusinya, dan tindakan apa yang harus mereka lakukan untuk keberhasilan organisasi. Unsur-unsur organisasi di atas, tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi organisasi, melainkan bergantung pada persepsi anggota organisasi. Unsur-unsur organisasi dipahami secara selektif untuk menciptakan evaluasi dan reaksi yang menunjukkan apakah yang dimaksud oleh setiap unsur dasar tersebut dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan anggota organisasi. Misalnya, kecukupan informasi dijadikan salah satu indikator oleh para anggota organisasi mengenai seberapa baik unsur-unsur dasar organisasi berfungsi bersamasama untuk menyediakan informasi bagi mereka. Pemahaman mengenai kecukupan informasi memberikan petunjuk kepada para anggota organisasi mengenai aspek-aspek organisasi yang mempengaruhi kehidupan mereka dan memberikan sejumlah penilaian yang merupakan salah satu bagian dari iklim komunikasi organisasi. Dalam sebuah persepsi, manusia khususnya anggota organisasi, melewati beberapa subproses stimulus, registrasi, interpretasi, dan feedback. Pada tahap stimulus, seseorang dihadapkan pada suatu situasi lingkungan, bisa berupa stimulus jarak dekat dan sempit maupun jauh dan menyeluruh. Kemudian pada tahap registrasi adalah gejala pada mekanisme fisik manusia seperti mendengar dan melihat informasi yang tersampaikan padanya. Dari informasi yang didapat tersebut, dia mulai menyusun daftar dari informasi tersebut yang berlanjut pada proses interpretasi. Tahap interpretasi ini bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Hal ini yang bisa menyebabkan interpretasi antar manusia terhadap suatu informasi yang sama menjadi berbeda sehingga persepsi yang dihasilkan bisa berbeda pula, sehingga tahap ini merupakan subproses yang penting. Tahap subproses dalam persepsi bisa saja berhenti hingga tahap interpretasi, akan tetapi seringkali ada informasi lanjutan atau proses komunikasi lanjutan setelah sebuah informasi tersampaikan dan
15
memungkinkan adanya feedback. Maka dari itu, subproses yang terakhir adalah feedback atau umpan balik yang bisa menguatkan persepsi yang telah selesai pada tahap interpretasi atau bahkan mengubahnya. Misal, seorang anggota telah selesai melaksanakan tugas dengan baik, dia memiliki persepsi baik terhadap hasil kerjanya, tetapi ketika melaporkan hal tersebut kepada ketua, sang ketua terlihat mengernyitkan dahi, melihat hal tersebut anggota merasa ketua tidak puas akan hasil kerjanya sehingga persepsi anggota terhadap hasil kerjanya berubah menjadi buruk. Namun setelah itu raut muka ketua berubah menjadi cerah dan memuji hasil kerjanya, sehingga persepsi anggota terhadap hasil kerjanya berubah pula menjadi baik.25 Persepsi terhadap unsur-unsur organisasi di atas, tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi organisasi, tetapi menimbulkan pengaruh terhadap iklim komunikasi organisasi. Kemudian di dalam organisasi, anggota meneguhkan eksistensi pengaruh yang terdiri dari 6 faktor, yaitu kepercayaan, dukungan, keterbukaan, penyuluhan, perhatian dan keterusterangan.26 Kepercayaan
merupakan
hal
yang
perlu
diusahakan
untuk
dikembangkan dan dijaga dalam komunikasi dan hubungan semua anggota organisasi. Semisal dalam penyampaian informasi tentang kegiatan atau tugas dari atasan ke bawahan maupun sebaliknya. Informasi yang benar dapat membuat kepercayaan atasan untuk mengandalkan suatu tugas kepada bawahan. Dengan informasi yang benar juga dapat membuat bawahan melaksanakan tugas dengan baik dan tanggung jawab. Dari sudut pandang bawahan, dalam hubungan komunikasi antara atasan dengan bawahan, dukungan sangat diperlukan agar dirinya bisa menjaga dan meningkatkan perasaan bahwa dirinya berharga bagi organisasi dan memiliki peran dan fungsi yang penting. Dalam
25
Miftah Thoha. 2010. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 145-147 26 Pace & Faules. Op. Cit., hal. 154.
16
implementasinya, dapat dilihat dari contoh semisal atasan tidak sungkan untuk menyapa bawahan ketika bertemu, hal itu dapat menumbuhkan persepsi dalam diri bawahan bahwa dia dihargai dalam organisasi. hal-hal yang mempengaruhi adanya iklim komunikasi organisasi. Selain itu dalam setiap pekerjaan atau tugas yang dilakukan oleh bawahan, apresiasi dari atasan juga merupakan bentuk dukungan yang sangat penting. Keterbukaan dalam organisasi membutuhkan peran atasan yang mau mendengarkan masukan maupun kritik dari bawahan. Selain itu juga keterbukaan dalam menyampaikan infomasi semisal informasi yang berkaitan dengan kondisi organisasi baik internal maupun eksternal. Tentu saja tidak semua informasi dapat disampaikan, ada saatnya suatu informasi bersifat sangat rahasia meskipun itu berkaitan dengan organisasi, akan tetapi hal ini jangan sampai membuat informasi-informasi yang perlu disampaikan juga turut dirahasiakan. Keterusterangan dari sisi bawahan juga berperan penting semisal dalam menyampaikan laporan kegiatan maupun tugas, harus disampaikan terbuka dan apa adanya meski itu kegagalan sekalipun, karena hal ini akan mempengaruhi langkah-langkah dan koordinasi yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada. Penyuluhan berkaitan dengan kesediaan atasan untuk memberikan nasihat-nasihat secara timbal balik antara atasan dengan bawahan. Perhatian terhadap tujuan-tujuan kinerja yang tinggi merupakan salah satu hal fundamental bagi organisasi karena berkaitan dengan tujuan umum suatu organisasi. Komitmen untuk melaksanakan tugas dan peran disesuaikan
dengan
tujuan
organisasi
dan
dikakukan
dengan
mengoptimalkan segenap kemampuan. Sejalan dengan konsep yang dijelaskan oleh Pace dan Faules. Dalam konteks faktor pengaruh pada iklim komunikasi organisasi, Redding juga mengemukakannya menjadi 5 hal, yaitu:27 27
Abdullah Masmuh. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek. Malang: UMM Press. Hal. 46.
17
a.
Supportiveness atau dukungan
b.
Partisipasi dalam pembuatan keputusan
c.
Kepercayaan
d.
Keterbukaan dan keterusterangan
e.
Tujuan kinerja yang tinggi
F. Kerangka Konsep dan Operasional Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disampaikan di atas, konsep organisasi kepemudaan didasarkan pada organisasi dilihat dari sudut pandang objektif dan definisi fungsional komunikasi organisasi. Organisasi merupakan wadah berkumpul dan berinteraksi orang-orang dengan struktur hubungan yang telah ditentukan untuk menjalankan suatu tujuan, dalam konteks ini adalah pemuda yang berkumpul dalam suatu wadah di lingkup kepelajaran. Orang, tujuan, peraturan, yang tergabung tidak keluar dari “sekat” atau “batas” wadah bernama organisasi dan lingkup gerakannya, begitu pula dengan komunikasi yang terjadi antar manusia yang tergabung dalam organisasi. Dari proses interaksi dan komunikasi dalam sebuah organisasi akan memunculkan persepsi-persepsi yang kemudian meniptakan sebuah kondisi atau situasi di lingkungan organisasi tersebut yang disebut iklim komunikasi organisasi. Bisa dikatakan, iklim komunikasi organisasi merupakan kondisi komunikasi dalam sebuah organisasi, apakah dalam kondisi komunikasi dalam organisasi tersebut kondusif atau tidak. Seperti halnya suatu iklim secara umum, yang kondisi baik buruknya dipengaruhi oleh berbagai faktor, dalam iklim komunikasi organisasi juga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, Pace dan Faules menyebutkan ada 6 faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi, yaitu kepercayaan, dukungan, keterbukaan, penyuluhan, perhatian dan keterusterangan. Sejalan dengan Pace dan Faules, Redding menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi dalam 5 hal, yaitu supportiveness atau dukungan, partisipasi dalam pembuatan keputusan,
18
kepercayaan, keterbukaan dan keterusterangan, serta tujuan kinerja yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini peneliti bermaksud memahami lebih jauh faktor-faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015. Untuk mengidentifikasi dan menggambarkan faktor-faktor pengaruh iklim komunikasi organisasi, peneliti menggunakan gabungan poin-poin faktor yang disampaikan oleh Pace dan Faules serta Redding, yang hampir semuanya sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Redding kecuali satu hal yaitu partisipasi dalam pembuatan keputusan atau disederhanakan menjadi partisipasi. Peneliti menganggap hal ini penting dan tidak bisa lepas dari sebuah organisasi, maka peneliti mengintegrasikan pendapat Pace dan Faules dengan Redding sehingga menambahkan hal tersebut menjadi salah satu faktor pengaruh iklim komunikasi organisasi. Untuk selanjutnya terdapat 7 hal yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi yang akan diteliti yaitu kepercayaan, dukungan, keterbukaan, penyuluhan, perhatian, keterusterangan, dan partisipasi.
G. Metodologi Penelitian 1.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.28 Jenis penelitian ini dipilih karena pertimbangan kondisi yang bervariasi dalam penelitian serta tidak memerlukan kuantifikasi. Kondisi-kondisi tersebut
28
Lexy J. Moleong. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal. 2-3.
19
juga lebih mudah dipahami apabila dideskripsikan dengan kata-kata atau gambaran-gambaran daripada dengan angka. 2.
Objek Penelitian Objek penelitian merupakan hal yang menjadi sasaran dari penelitian, terdiri dari lokus atau lokasi penelitian dan fokus atau hal yang menjadi pembahasan dalam penelitian. Yang menjadi lokus dalam penelitian ini adalah organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama pada wilayah provinsi, atau dalam penelitian ini disebut dengan PW IPNU DIY pada masa khidmat 2012 – 2015. Secara spesifik ditentukan masa khidmat (periode kepengurusan) 2012 – 2015 dikarenakan pada saat penelitian berlangsung, masa khidmat ini merupakan periode kepengurusan yang sedang berjalan sehingga pengurus masih berfokus pada organisasi dan hampir semua pengurus masih berdomisili di wilayah DIY sehingga mempermudah proses penelitian. Kemudian yang menjadi fokus penelitian adalah faktorfaktor pengaruh iklim komunikasi organisasi PW IPNU DIY masa khidmat 2012 – 2015.
3.
Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini yaitu orang-orang di internal kepengurusan organisasi yang menjalankan program-program kerja organisasi yang terdiri dari pengurus harian (jajaran ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara), departemen, dan lembaga yang peneliti anggap aktif berinteraksi selama kepengurusan, memahami kondisi organisasi secara komprehensif, serta menjadi kunci dalam pembentukan iklim komunikasi organisasi. Selain itu tidak menutup kemungkinan apabila terdapat rekomendasi dari pengurus untuk menjadikan seseorang di luar pilihan peneliti untuk menjadi informan selama berada dalam batas internal kepengurusan organisasi.
4.
Teknik Pengumpulan Data a.
Wawancara Wawancara
merupakan
tanya
jawab
dengan
tujuan
memperoleh informasi-informasi yang digunakan untuk berbagai
20
macam kepentingan. Dalam hal ini, wawancara dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi-informasi dari informan sebagai data primer penelitian. Wawancara dilakukan secara terbuka, terfokus dan openended. Terbuka artinya peneliti tidak memberikan pilihan jawaban atas pertanyaan yang diajukan sehinggan informan bisa lebih mengeksplorasi pemikirannya. Terfokus artinya narasumber yang hanya diwawancarai dalam waktu singkat. Kemudian open-ended yaitu peneliti mengajukan pertanyaan pada narasumber mengenai fakta yang berkaitan dengan objek dan hal tersebut diluar opini peneliti terhadap objek bersangkutan. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan semi-terstruktur, artinya peneliti telah menyusun pedoman tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan. Namun pada pelaksanaan wawancara peneliti bisa bersikap fleksibel dan tidak harus runtut, serta dimungkinkan juga adanya pengembangan pertanyaan. Hal tersebut menyesuaikan dengan kondisi dan posisi informan, tetapi tetap harus pada batas pedoman yang telah ditetapkan. b.
Observasi Observasi atau pengamatan juga dilakukan oleh peneliti untuk melengkapi sumber data dari hasil wawancara. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan terbuka, yang diketahui oleh subjek agar subjek tersebut bisa secara sukarela memberikan informasi kepada peneliti. Pengamatan yang dilakukan peneliti berkisar pada interaksi antar anggota ketika rapat, suasana santai, dan ketika melakukan kegiatan-kegiatan baik yang berupa program kerja maupun undangan dari organisasi-organisasi lain.
c.
Studi Pustaka Untuk mendapatkan teori-teori dan data lain-lain yang diperlukan dalam penelitian dalam penelitian ini, peneliti melakukan
21
studi pustaka dengan sumber buku, jurnal, makalah, internet, dan sumber-sumber lainnya. 5.
Teknik Analisis Data Data penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Menurut Jorgensen29 analisis adalah memecah, memisahkan atau membongkar misteri penelitian ke dalam potongan, bagian, elemen atau unit. Dapat dikatakan bahwa pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan mengkategorikan. Langkah-langkah di dalam menganalisis data adalah sebagai berikut:30 a.
Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Data yang didapatkan dari wawancara ditulis dalam bentuk transkrip, data dari observasi dalam catatan lapangan, kemudian semua data ditelaah, dibaca dan dipelajari.
b.
Reduksi data. Dilakukan dengan cara melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga tetap berada didalamnya.
c.
Menyusun data dalam satuan-satuan, kemudian dikategorisasi. Kategori-kategori dibuat sambil melakukan koding.
d.
Pemerikasaan keabsahan data. Keabsahan data dilakukan dalam penelitian dengan pendekatan metode triangulasi.
e.
Penafsiran data. Penafsiran data adalah salah satu diantara tiga tujuan, yaitu deskripsi semata-mata, deskripsi analitik atau teori substantif. Peneliti melakukan analisis data dilakukan selama penelitian
berlangsung dan setelah penelitian selesai dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penyesuaian, perubahan dan penambahan data jika terjadi kekurangan data hasil wawancara atau observasi. 29 30
Poerwandari. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: UI. Hal. 171. Moleong. Op. Cit., hal. 190.
22