KEMASHLAHATAN UMAT DALAM RENCANA PEMBENTUKAN HOLDING BUMN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum Dosen Senior Departemen Perdata Bidang keahlian Perdata Islam
A. PENDAHULUAN Upaya pembentukan Holding BUMN oleh pemerintah Indonesia kian menjadi nyata. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian restu atau persetujuan Presiden Joko Widodo atas usulan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait pembentukan enam holding berbasis sektoral, yaitu pertambangan, minyak dan gas bumi (migas), perumahan, jalan tol, jasa keuangan dan pangan.1 Walaupun sebenarnya upaya tersebut bukan merupakan hal yang sangat baru sebab sudah ada holding BUMN yang telah terbentuk sebagai contoh adalah PT Pupuk Indonesia Holding Company. Langkah kebijakan pembentukan holding BUMN dipandang vital dan perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat esensi dan dampak dari pembentukan itu sendiri yang dapat berimbas pada hajat hidup rakyat banyak, apalagi bila melihat karakteristik BUMN sesungguhnya diciptakan oleh pemerintah sebagai “revenue generating unit” bagi peningkatan ekonomi negara disatu sisi dan kesejahteraan masyarakat disisi lain. Oleh karenanya perlu ditelaah sejauh mana takaran keputusan pembentukan holding BUMN di Indonesia membawa dampak bagi rakyat Indonesia, sebab jangan sampai pemerintah hanya memaksakan penerapan agenda kepentingan yang notabene pesanan politis tertentu mengingat bahwa kekuasaan menurut ibnu khaldun ada sebuah dominasi untuk memerintah atas dasar kekerasan.2 Sebagai konsekuensi dari fungsi negara welfare state (negara 1 Lihat http://katadata.co.id/berita/2016/08/13/pemerintah-sepakat-bentuk-enam-holdingbumn, diakses pada tanggal 4 Mei 2017 2 Ni’matul Huda, 2014, Ilmu Negara, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hlm. 108.
1
sejahtera), seyogyanya yang menjadi harapan ideal adalah bahwa pemerintah dapat menciptakan kesejahteraan melalui pembentukan holding BUMN.3 Islam mengajarkan bahwa kesejahteraan itu merupakan kenikmatan yang telah Allah sediakan bagi umat manusia, oleh karenanya kesejahteraan harus diraih. Allah telah berfirman dalam Quran Surat Hud ayat 6 yang artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata-pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya”. Ayat lain dalam Quran Surat Ar Ra’d ayat 11 dikatakan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Dua ayat ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa kesejahteraan telah dijamin oleh Allah ketersediannya tetapi tidak ada jaminan kesejahteraan tersebut diberikan tanpa upaya.4 Makalah ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana kebijakan rencana pembentukan holding BUMN yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia membawa dampak terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia ditinjau dari konsep yang relevan dalam ajaran Islam khususnya terkait hukum islam. Hal ini penting untuk dilakukan dalam rangka menguatkan hubbul waton (patriotisme) dan ketaatan kepada pemimpin.
B. PEMBAHASAN 1. Mengapa Holding Company? Yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pembahasan mengenai takaran rencana pembentukan holding BUMN dalam perspektif hukum islam adalah mengidentifikasi makna dan ruang lingkup dari holding company secara garis besar. Konsep holding company muncul dalam lingkup pembahasan hukum perusahaan khususnya dalam bentuk perusahaan kelompok meskipun pada dasarnya bila ditinjau secara yuridis maka konsep
3 Dalam pembukaan UUD 1945, Negara Indonesia memiliki tujuan yang salah satunya adalah menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. 4 Amirus Sodiq, 2015, “Konsep Kesejahteraan Dalam Islam”, Equilibrium, Vol. 3, No. 2, hlm. 381.
2
ini tidak jelas pengaturannya karena undang-undang perseroan terbatas sendiri tidak dengan jelas mengatur masalah holding company. Oleh karenanya perlu untuk mengetahui apa itu perusahaan kelompok. Banyak pendapat ahli yang membatasi perusahaan kelompok. Menurut Christianto Wibisono perusahaan kelompok adalah suatu bentuk usaha yang diciptakan dari proses penggabungan atau pembentukan group dari dua atau lebih perusahaan dengan keragaman fokus kegiatan usaha.5 Sedangkan menurut S.M. Bartman, perusahaan kelompok digambarkan sebagai sebuah susunan dari berbagai macam perusahaan yang secara yuridis berdiri sendiri dibawah suatu pimpinan sentral dan secara ekonomi tersusun dalam satu kesatuan.6 Sementara itu, Emmy pangaribuan berpendapat bahwa perusahaan kelompok adalah suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang keterikatan dan keterkaitan yang erat antara satu dengan yang lain sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan yaitu suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.7 Dari beberapa definisi perusahaan kelompok di atas, dapat dijumpai pemahaman bahwa istilah holding company atau dalam bahasa indonesia disebut perusahaan induk muncul dalam konteks perusahaan kelompok. Dengan demikian, perusahaan induk (Holding Company atau Parent Company) dapat dipahami suatu perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain. Pada umumnya Perusahaan Induk memiliki banyak anak perusahaan dengan bidang-bidang bisnis yang beragam.8 Sedangkan menurut Achmad Daniri, holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan untuk
Sulistiawaty, 2008, “Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak”, Tesis Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta, hlm. 43. 6 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1994, Perusahaan Kelompok, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hlm. 2. 7 Ibid, hlm. 1. 8 Munir Fuady, 1999, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, hlm. 19. 5
3
memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain.9 Dalam praktek di beberapa negara lain, holding company memiliki setidak dua tipe, yaitu: pertama, non-operasional holding company atau tidak memiliki kegiatan usaha tetapi memiliki banyak penyertaan saham pada perusahaan lain; kedua, operational hoding company atau memiliki kegiatan usaha dan memiliki penyertaan saham pada perusahaan lain.10 Secara umum pembentukan holding company memiliki motif yang sama dengan pembentukan perusahaan kelompok. Menurut Sulistyowati munculnya perusahaan kelompok dilandasi dengan motif strategis dalam menyikapi kebutuhan eksternal skala bisnis yang besar guna menunjang pertumbuhan melalui integrasi dan diversifikasi.11 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa motif pembentukan holding company lebih menekankan pada alasan ekonomi. Hal ini juga yang tergambarkan kebijakan pemerintah dalam mendorong pembentukan perusahaan group dimana pertimbangan dasar dari dibentuknya perusahaan group khususnya pada kalangan perusahaan “plat merah” (BUMN) adalah sinergi dalam rangka intergrasi ekonomi dan meningkatkan efisiensi serta mampu berdaya saing.12
2. Mengapa BUMN? Secara garis besar, perlu juga kiranya diuraikan penjelasan mengenai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) agar pembahasan pada makalah ini sesuai fokusnya. Munculnya BUMN secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 dimana negara mempunyai tugas konstitusional untuk menguasai segala sumber kekuatan ekonomi seperti cabang produksi Achmad Daniri, “Tata Kelola Terintegrasi”, Komite Nasional Kebijakan Governance, diakses melalui https://home.kpmg.com/content/dam/kpmg/id/pdf/id-bgf2-mas-achmad-danirislides-091115.pdf pada tanggal 3 Mei 2017. 10 Ibid. 11 Sulistyowati, 2010, Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta: Erlangga, hlm. 71. 12 Lihat Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri BUMN No 15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN No 05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan Jasa BUMN. 9
4
penting yang bersinggungan dengan hajat hidup rakyat Indonesia.13 Secara legal formal merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 19 tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. BUMN dibentuk dengan tujuan setidaknya dalam dua hal yaitu pertama guna berkontribusi pada pengembangan ekonomi nasional; kedua guna menyelenggarakan pelayanan umum.14 Payung hukum BUMN mengklasifikasikan badan usaha ini dalam dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Saat ini, berdasarkan data dari website kementerian BUMN, terdapat 119 BUMN di Indonesia. Tetapi bila merujuk data rencana strategis kementerian BUMN 2015-2019 diketahui jumlah BUMN di Indonesia sebanyak 118.15
3. Konsep Mashlahah Kata Mashlahah yang berasal dari bahasa arab didefinisikan oleh alGhazali sebagai upaya mewujudkan kebaikan atau mendatangkan manfaat dan menghindarkan kerusakan.16 Selain itu, dalam eksiklopedi hukum islam, dijelaskan bahwa kata Mashlahah diartikan sebagai manfaat atau perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi manusia.17 Oleh karena, sejatinya Mashlahah merupakan output dari realisasi terpeliharanya tujuan syara’ (Maqasid al-Shari’ah) yaitu melalui menjaga agama, jiwa, akal, keturunan
Jhon F Sipayung, Bismar Nasution, Mahmul Siregar, 2013, “Tujuan Yuridis Holdingisasi BUMN Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Menurut Perspektif Hukum Perusahaan”, Transparency Jurnal Hukum Ekonomi, Vol 1, No 1, hlm. 2. 14 Lihat Pasal 2 Undang-Undang No 19 tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara. 15 Lihat http://bumn.go.id/upload/download_img/file_download/58aa49a550806_20170220084301/files/as sets/basic-html/index.html#26 diakses pada tanggal 3 Mei 2017. 16 Abu Hamid Muhammad, Al-Ghazali, 1997, al-Mustashfa, Beirut: Mu’assasah arRisalah, Juz I, hlm. 416. 17 Abdul Aziz Dahlan, dkk, 2001, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid IV, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, hlm. 1143. 13
5
dan harta.18 Dengan mengimplementasikan perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta berarti menjamin kepentingan publik.19 Konsep Mashlahah dijelaskan secara tersirat dan tersurat dalam alQur’an dalam kaitannya dengan ruang lingkup masalah ekonomi. Dalam Qur’an Surat Al-Nahl ayat 97,20 Mashlahah digambarkan sebagai kehidupan yang baik dengan parameter bahagia, santai, dan puas dengan rezeki yang halal, termasuk didalamnya mencakup seluruh bentuk ketenangan apapun dan bagaimanapun bentuknya.21 Selain itu, dalam Qur’an Surat Thaha ayat (117119)22 Mashlahah dijelaskan sebagai bentuk jaminan akan ketersediaan pangan, sandang dan papan.23 Sedangkan dalam Qur’an Surat Al-A’raf ayat (10)24 bahwa perwujudan Mashlahah dideskripsikan berupa bumi sebagai tempat tinggal, tempat memenuhi kebutuhan hidup, menguasai tanah, hasil tanamannya, hewan-hewannya, dan tambang-tambangnya.25 Para ulama’ sepakat bahwa Mashlahah dapat dikategorisasikan berdasarkan level hirarkis, yaitu:26 pertama adalah pada level primer (addharuriyah) ialah Mashlahah yang bersinggungan dengan kebutuhan pokok manusia yang didalamnya meliputi menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta; kedua adalah pada level sekunder (al-hajiyah) adalah Mashlahah yang
18 Abdur Rohman, 2010, Ekonomi Al-Ghazali: Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam Ihya’Ulumal-Din, Surabaya:BinaIlmu, hlm. 84-86. 19 Umer Chapra, 2001, The Future of Economics: an Islamic Perspective, diterjemahkan oleh: Amdiar Amir, dkk, Jakarta: Shari’ah Economics and Banking Institute, hlm. 124. 20 QS Al-Nahl ayat (97) yang artinya: “Barang siapa mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” 21 Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, 1988, Terjemah Tafsir Singkat Ibnu Katsir Jilid V, Surabaya:BinaIlmu, hlm. 595. 22 QS Thaha ayat (117-119) yang artinya: ”Kemudian Kami berfirman,”Wahai Adam, sungguh (ini) iblis musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai dia mengeluarkan kamu berdua dari surga, nanti kamu celaka. Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana, engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang. Dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari.” 23 Ibid, hlm. 283. 24 QS Al-A’raf ayat (10) yang artinya: “Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit kamu bersyukur.” 25 Ibid, hlm. 377. 26 Abu Isẖaq As-Syatibi, 2003, Al-Muwafaqat Fi Ushul as-Syari’at, Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, hlm. 4-5.
6
dibutuhkan dalam rangka penyempurnaan Mashlahah primer yang wujudnya adalah keringanan (rukhsah) untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar manusia; ketiga adalah level tersier (at-tahsiniyah) ialah Mashlahah yang terkait dengan hal-hal yang pantas dan layak dari kebiasaankebiasaan hidup yang baik yang meliputi akhlak yang mulia. Selain itu, Mashlahah dapat juga diklasifikasi berdasarkan sifat berubahnya Mashlahah, yaitu: pertama, Mashlahah tsabitah ialah Mashlahah yang tidak berubah sepanjang zaman seperti kewajiban ibadah yang meliputi shalat, puasa, zakat, dan haji. Kedua, Mashlahah mutaghayyirah, yaitu Mashlahah yang tidak tetap menyesuaikan perubahan waktu, tempat, dan subjek hukum. Contoh dari Mashlahah ini lebih banyak dijumpai dalam permasalahan muamalah dan adat kebiasaan.27 Bila ditinjau berdasarkan aspek legalitas, Mustafa Asy-Syalabi mengklasifikasi Mashlahah menjadi tiga bentuk, yaitu:28 pertama, Mashlahah yang legalitasnya merujuk pada nash baik al-Qur’an maupun Sunnah. Sebagai contoh dalam ketentuan Qur’an Surat Al-Baqarah ayat (275):
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
27 28
Abdul Azis Dahlan, op.cit, hlm. 1145 Ibid.
7
riba’. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba’), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Ayat di atas menjelaskan dengan tegas bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’ dimana ketentuan ini menjadi dasar legalitas kemashlahatan dalam aktifitas yang terkait seperti jual beli, pengembangan modal, menjalankan bisnis, dan pinjam meminjam.29 Mashlahah ini disebut juga dengan mashalahah mu’tabarah. Kedua, Mashlahah yang legalitasnya ditolak oleh Syara’, yaitu terdapat ketentuan larangan syara’ atas suatu aktifitas yang dipandang oleh manusia sebagai sebuah kemashlahatan. Sebagai contoh ketentuan dalam Qur’an Surat An-Nisa ayat (161):
Artinya:
“dan disebabkan mereka memakan
riba’, padahal
sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. Ayat diatas mengandung ketentuan larangan riba’, dengan demikian jika setiap kegiatan apapun yang dipandang mengandung Mashlahah tetapi cara pelaksanaan kegiatan tersebut menggunakan metode riba’, maka penerapan mashalah dalam kegiatan tersebut tidak tepat. Bentuk Mashlahah ini disebut juga dengan istilah Mashlahah mulghah.
29 Muhsin Hariyanto, “Maqashid Syari’ah dan Maslahah Dalam Bisnis Syariah”, diakses melalui http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/maqashid-syariah-dan-maslahah-dalam-bisnissyariah/#_ftn37 diakses pada tanggal 11 Mei 2017.
8
Ketiga, bentuk Mashlahah yang legalitasnya keberlakuannya tidak diataur dalam nash dan juga tidak dijumpai nash yang melarang ketidakberlakuannya. Sebagai contoh adalah pendirian bank syariah. Tidak ada dasar hukum yang jelas dalam al-Qur’an maupun sunnah yang melegitimasi mendirikan bank syari’ah, sebaliknya keberadaan lembaga tersebut dianggap tidak bertentangan dengan syara’ karena tidak ada ketentuan nash yang melarangnya. Bentuk Mashlahah ini disebut juga Mashlahah mursalah. Dalam pandangan Al-Buthi, terdapat lima indikator dalam menilai sesuatu itu mengandung Mashlahah atau tidak, yaitu:30 (1) harus sejalan dalam ruang lingkup tujuan as-Syar’i, artinya tidak mengancam agama, jiwa, akal, keturunan dan harta; (2) tidak bertentangan dengan al-Qur’an khususnya ketentuan atau ketetapan hukum yang jelas tersurat seperti jual beli adalah halal dan riba adalah haram; (3) tidak bertentangan dengan Sunnah; (4) tidak bertentangan dengan Qiyas; dan (5) tidak menyalahi Mashlahah yang selevel atau yang lebih tinggi secara hirarkis.
4. Takaran kemashlahatan terhadap realita BUMN Dalam rangka menakar kandungan Mashlahah terhadap rencana pembentukan holding BUMN, kiranya dapat dilakukan peninjauan terlebih dahulu terhadap realita kinerja BUMN yang dalam hal ini akan diukur berdasarkan untung rugi. Sebagaimana pemberitaan media pada beberapa waktu yang lalu, dilaporkan bahwa sedikitnya terdapat 25 BUMN yang tercatat mengalami kerugian mencapai Rp 3 Triliun pada kuartal I tahun 2017.31 Tetapi menurut pandangan menteri BUMN, hal ini merupakan trend yang biasa karena menurut data Kementerian BUMN, kerugian BUMN tersebut menurun jika dibandingkan triwulan I 2016 yang hanya Rp 3,2 triliun
30 Muhammad Sa’id Ramadhân Al-Buthi, 1973, Dhawabith al-Maslahah fi as-Syari’ah alIslamiyah, Bairut: Mu’assasah ar-Risalah, hlm. 23 31 Lihat http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/04/28/215920726/triwulan.i.25.bumn.catatkan.rugi.r p.3.triliun diakses pada tanggal 4 Mei 2017.
9
dari 27 BUMN. Sedangkan, kerugian BUMN pada 2016 secara keseluruhan Rp 5,6 triliun dari 22 BUMN.32 Namun sepertinya kinerja BUMN selaku revenue generating unit memiliki siklus kinerja yang cenderung fluktuatif. Berdasarkan data kementerian BUMN diketahui bahwa kinerja BUMN pada rentan tahun 20052010 mengalami perkembangan kinerja dengan peningkatan laba bersih secara signifikan dari Rp 26 Trillun pada tahun 2005 menjadi Rp 101 Trilliun.33 Trend positif dalam pendapatan laba bersih bagi BUMN juga terjadi pada periode 2014-2016 dengan catatan Rp 159 Trilliun naik mencapai Rp 172 Trilliun.34 Namun dibalik trend positif tersebut, ternyata angka pinjaman luar negeri oleh BUMN (bukan Bank) mengalami trend meningkat juga yaitu dari USD 7 Milliar di tahun 2010 mengalami kenaikan menjadi USD 27 Milliar di tahun 2016.35 Selain itu, catatan buruk juga pernah diarahkan pada saat pembentukan holding BUMN Perkebunan yaitu Holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) di tahun 2014. Kinerja holding BUMN tersebut pada tahun 2016 mengalami penurunan dengan peningkatan hutan yang terbesar dalam catatan sejarah berdirinya perusahaan tersebut.36 Terlepas dari performa kinerja yang fluktuatif, setidaknya BUMN pernah mencatatkan pendapatan yang fantastis bagi negara, namun sepertinya track record pencapaian positif dari BUMN belum berbanding lurus dengan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan ekonomi rakyat Indonesia. Buktinya, Indonesia didapuk sebagai negara dengan kesenjangan ekonomi keempat tertinggi dunia. Laporan tahunan "Global Wealth Report 2016" dari Credit Suisse menyebutkan ketidakmerataan ekonomi Indonesia mencapai
32
Lihat https://bisnis.tempo.co/read/news/2017/04/29/090870702/25-bumn-merugi-ditriwulan-i-2017-menteri-rini-itu-biasa diakses pada tanggal 4 Mei 2017 33 Jhon F Sipayung, Bismar Nasution, Mahmul Siregar, 2013, op.cit. hlm. 7. 34 Lihat http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/04/laba-bersih-bumn-20142016 diakses pada tanggal 4 Mei 2017. 35 Lihat http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/19/utang-luar-negeri-bumnindonesia-2010-2016 diakses pada tanggal 4 Mei 2017. 36 Lihat http://www.suara.com/bisnis/2017/02/27/202628/rini-dikritik-sebabkan-kinerjaholding-bumn-perkebunan-merosot diakses pada tanggal 5 Mei 2017.
10
49,3 persen. Itu artinya hampir setengah aset negara dikuasai satu persen kelompok terkaya nasional.37 Dengan demikian, perwujudan mashlahat dalam konteks pemenuhan kebutuhan ekonomi rakyat yang dipengaruhi oleh pendapatan bersih BUMN di Indonesia sejauh ini belum merata. Maka dari itu, bila merujuk pada konsep indikator Mashlahah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa performa BUMN belum menghadirkan Mashlahah secara total dan merata. Selain itu, pola sinergis dalam kesatuan keekonomi yang diterapkan pada holding BUMN dan telah dilegitimasi ternyata menyebabkan munculnya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dimana hal ini tentunya akan bertentangan dengan Undang-Undang anti monopoli dan persaingan tidak sehat.38 Bila ditinjau dari sudut pandang Islam, maka praktek monopoli by regulation yang terjadi di Holding BUMN dapat disamakan dengan praktik keserakahan yang mana sejatinya perbuatan tersebut senyatanya dilarang dalam al-Qur’an sebagaimana kandungan Qur’an Surat al-An’am ayat (156) berikut ini:
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya
Tuhanmu
amat
cepat
siksaan-Nya
dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
37 Lihat http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/12/13/indonesia-masuk-daftarkesenjangan-ekonomi-tertinggi-dunia diakses pada tanggal 4 Mei 2017. 38 Rizky Hariyo Wibowo, 2014, “ Asas Kemanfaatan Hukum Holding Company di Bidang Penyiaran”, Skripsi, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, hlm. 68.
11
Ayat ini menjelaskan bahwa umat islam didorong menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan harta selama tidak bertentangan dengan ketentuan syara’ seperti tidak menggunakan cara yang bathil, tidak berlebihan, tidak mendzalimi, tidak mengandung unsur riba’dan gharar. Oleh karenanya praktek monopoli yang menyebabkan munculnya kerugian bagi orang lain dapat dimaknai sebagai upaya mendatangkan harta dengan cara yang berlebihan dan mendzalimi orang lain. Dengan demikian, praktek tersebut tidak mengandung kemashlahatan karena bertentangan dengan perintah al-Qur’an. Meskipun demikian, bila ditinjau dari aspek legalitas Mashlahah dalam pembentukan BUMN atau Holding BUMN, maka berdasarkan konsep ajaran islam, konstruksi pembentukan BUMN atau holding BUMN dapat merujuk pada akad Syirkah Mudharobah. Artinya, pembentukan BUMN dan atau holding BUMN mendapatkan legitimasi kemashlahatan didalamnya. Mengingat pembentukan BUMN atau holding BUMN dapat digolongkan ke dalam bentuk Mashlahah mursalah, yang artinya bahwa tidak ada nash yang memerintahkannya tetapi juga tidak ada nash yang melarang keberadaannya. Dikatakan bahwa pembentukan BUMN atau holding BUMN dapat didasarkan pada akad Syirkah Mudhorobah karena pada hakekatnya syirkah mudhorobah merupakan salah satu jenis dari syirkah. Secara bahasa, syirkah diartikan sebagai sebuah pencampuran (al-ikhtilath) atau persekutuan dua hal atau lebih. Secara istilah dalam kajian fiqh, syirkah bermakna persekutuan atau perkongsian dua orang atau lebih untuk melakukan usaha bersama dengan tujuan mendapatkan keuntungan.39 Selain itu, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syirkah didefinisikan sebagai sebuah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.40
39
Harun Nasution, 1992, Ensiklopesi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, hlm. 907. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 Ayat (3) dalam Tim Penyusun, 2009, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana, hlm. 50. 40
12
Sementara itu, yang dimaksud dengan syirkah mudhorobah adalah persekutuan antara pemilik modal dengan pihak yang ahli dalam berdagang atau pengusaha, dimana pihak pemodal menyediakan seluruh modal kerja.41 Dari definisi syirkah mudhorobah di atas dapat ditemukan kesesuaian makna dengan definisi BUMN atau holding BUMN sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Hal ini juga sejalan dengan motif antara keduanya. Bahwa dalam syirkah terkandung motif sinergi (kerjasama yang saling menguntungkan didasari kepercayaan, tolong menolong dalam kebaikan)42 yang mana hal ini juga melatar belakangi pembentukan holding BUMN. Didalam syirkah terkadung pemasukan modal dari pemilik modal yang mana hal ini juga sejalan dengan BUMN dimana negara sebagai pemilik modal utama atau holding BUMN yang mana pemodalnya adalah perusahaan induk. Ternyata motif sinergi dalam syirkah mudhorobah bermakna positif bagi holding BUMN, karena pada dasarnya sinergi yang diharapkan dalam tubuh holding BUMN dapat menstimulus akselerasi koordinasi antara korporasi sebagai upaya efisiensi, dan juga dapat mendorong para korporasi untuk mengeksploitasi potensi sebagai upaya pengembangan, serta membantu menyelesaikan persoalan keuangan dan membantu program pemerintah.43 Dengan demikian, manfaat tersebut dapat dipandang sebagai Mashlahah ditambah lagi bahwa keberadaan lembaga holding tersebut terlegitimasi oleh Mashlahah mursalah, karena tidak ada nash yang memerintah dan juga melarang eksistensinya.
C. KESIMPULAN
Gufron A. Mas’adi, 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 195. 42 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, 2010, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, hlm. 135. 43 Ini 3 Manfaat Pembentukan Holding BUMN, artikel diakses melalui http://bisnis.liputan6.com/read/2842588/ini-3-manfaat-pembentukan-holding-bumn pada tanggal 11 Mei 2017. 41
13
Sebagai kesimpulan, bahwa Mashlahah dengan segala tingkatan hirarkisnya yang meliputi primer, sekunder dan tersier, merupakan tujuan dari pelaksanaan maqasid syari’ah yang meliputi terpeliharanya agama, akal, keturunan, jiwa dan harta. Islam mengajarkan bahwa sesuatu dapat dipandang mengandung Mashlahah apabila sesuatu tersebut tidak bertentangan dengan alQur’an, Sunnah, Qiyas, sejalan dengan ketentuan syara’ dan tidak menyalahi tingkatan Mashlahah. Meskipun pembentukan BUMN atau holding BUMN mengandung Mashlahah yang terlegitimasi berdasarkan bentuk Mashlahah mursalah, namun realita praktek BUMN termasuk juga holding BUMN yang telah ada menunjukkan bahwa kemashlahatan umat belum optimal dan belum merata perwujudannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku Al-Buthi, Muhammad Sa’id Ramadhân, 1973, Dhawabith al-Maslahah fi asSyari’ah al-Islamiyah, Bairut: Mu’assasah ar-Risalah. Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad, 1997, al-Mustashfa, Beirut: Mu’assasah arRisalah, Juz I. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya As-Syatibi, Abu Isẖaq, 2003, Al-Muwafaqat Fi Ushul as-Syari’at, Beirut: Dar alKutub al-'Ilmiyah. Bahreisy, Salim, dan Said Bahreisy, 1988, Terjemah Tafsir Singkat Ibnu Katsir Jilid V, Surabaya:BinaIlmu. Chapra, Umer, 2001, The Future of Economics: an Islamic Perspective, diterjemahkan oleh: Amdiar Amir, dkk, Jakarta: Shari’ah Economics and Banking Institute. Dahlan, Abdul Aziz, dkk, 2001, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid IV, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve. Fuady, Munir, 1999, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, 2010, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana. Huda, Ni’matul, 2014, Ilmu Negara, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Mas’adi, Gufron A., 2002, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Nasution, Harun, 1992, Ensiklopesi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan. Rohman, Abdur, 2010, Ekonomi Al-Ghazali: Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam Ihya’Ulumal-Din, Surabaya:BinaIlmu. Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1994, Perusahaan Kelompok, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sipayung, Jhon F, Bismar Nasution, Mahmul Siregar, 2013, “Tujuan Yuridis Holdingisasi BUMN Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Menurut
15
Perspektif Hukum Perusahaan”, Transparency Jurnal Hukum Ekonomi, Vol 1, No 1, hlm. 2. Sodiq, Amirus, 2015, “Konsep Kesejahteraan Dalam Islam”, Equilibrium, Vol. 3, No. 2, hlm. 381. Sulistyowati, 2010, Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Jakarta: Erlangga Sulistiawaty, 2008, “Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak”, Tesis Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta. Tim Penyusun, 2009, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Wibowo, Rizky Hariyo, 2014, “ Asas Kemanfaatan Hukum Holding Company di Bidang Penyiaran”, Skripsi, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, hlm. 68.
Data Internet Daniri, Achmad, “Tata Kelola Terintegrasi”, Komite Nasional Kebijakan Governance, diakses melalui https://home.kpmg.com/content/dam/kpmg/id/pdf/id-bgf2-mas-achmaddaniri-slides-091115.pdf pada tanggal 3 Mei 2017. Hariyanto, Muhsin, “Maqashid Syari’ah dan Maslahah Dalam Bisnis Syariah”, diakses melalui http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/maqashid-syariah-danmaslahah-dalam-bisnis-syariah/#_ftn37 diakses pada tanggal 11 Mei 2017. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/04/28/215920726/triwulan.i.25.bum n.catatkan.rugi.rp.3.triliun diakses pada tanggal 4 Mei 2017. https://bisnis.tempo.co/read/news/2017/04/29/090870702/25-bumn-merugi-ditriwulan-i-2017-menteri-rini-itu-biasa diakses pada tanggal 4 Mei 2017 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/04/laba-bersih-bumn-20142016 diakses pada tanggal 4 Mei 2017. http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/19/utang-luar-negeri-bumnindonesia-2010-2016 diakses pada tanggal 4 Mei 2017. http://www.suara.com/bisnis/2017/02/27/202628/rini-dikritik-sebabkan-kinerjaholding-bumn-perkebunan-merosot diakses pada tanggal 5 Mei 2017.
16
http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/12/13/indonesia-masuk-daftarkesenjangan-ekonomi-tertinggi-dunia diakses pada tanggal 4 Mei 2017. http://bumn.go.id/upload/download_img/file_download/58aa49a550806_2017022 0084301/files/assets/basic-html/index.html#26, diakses pada tanggal 3 Mei 2017. http://katadata.co.id/berita/2016/08/13/pemerintah-sepakat-bentuk-enam-holdingbumn, diakses pada tanggal 4 Mei 2017. http://bisnis.liputan6.com/read/2842588/ini-3-manfaat-pembentukan-holdingbumn pada tanggal 11 Mei 2017.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara. Peraturan Menteri BUMN Nomor 15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Barang dan Jasa BUMN.
17