BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Selandia Baru masyarakat terdiri dari berbagai etnis, yang terbesar adalah European New Zealander. Dengan jumlah total penduduk Selandia Baru menurut population clock pada 4 Februari 2014 diperkirakan 4.510.531 Jiwa1. Perhitungan ini dilakukan pemerintah Selandia Baru dengan perkiraan satu orang lahir tiap 8 menit 38 detik dan satu orang meninggal tiap 17 menit 53 detik2. Dengan menurut sensus yang dilakukan pada 2006, European New Zealand berada di posisi tertinggi, kemudian dibawahnya ada Maori yang merupakan indigenous people dari Selandia Baru dan dibawahnya ada Asian dan Pacific Peoples. Menurut Fransesco Capotorti yang merupakan Special Rapporteur of the United Nations Sub-Commission on Prevention of Discrimination and Protection of Minorities pada tahun 1977 menyatakan bahwa minoritas adalah: “A group numerically inferior to the rest of the population of a State, in a non-dominant position, whose members—being nationals of the State—possess ethnic, religious or linguistic characteristics differing from those of the rest of the population and show, if only implicitly, a sense of solidarity, directed towards preserving their culture, traditions, religion or language3.” Minoritas sering kali mengacu pada suku, ras, agama, atau golongan yang datang ke suatu wilayah yang sebelumnya sudah memiliki penduduk atau masyarakat asli. Namun sering kali masyarakat asli atau yang sering disebut sebagai indigenous People juga masuk sebagai golongan minoritas. Hal ini tertulis pada Convention No. 169 of the International Labour Organization (ILO)
Statistics New Zealand, Population Clock (online), 2014,
, diakses 4 Februari 2014 1
2
Ibid.
United Nations, Minority Rights: International Standards and Guidance for Implementation, Office of The High Commissioner for Human Rights, New York and Geneva, 2010, p. 2. 3
dan pada United Nations Declaration on the Rights of Indigenous People 4. Sementara indigenous people dapat mengklaim hak-hak minoritas di bawah hukum internasional, ada mandat PBB dan mekanisme yang didedikasikan khusus untuk melindungi hak-hak mereka. Dalam tugasnya, PBB telah menerapkan prinsip identifikasi diri berkaitan dengan indigenous people dan minoritas. Kedua kelompok biasanya dalam posisi non-dominan dalam masyarakat di mana mereka hidup dan budaya mereka, bahasa atau agama keyakinan mungkin berbeda dari mayoritas atau kelompok dominan5. Jika membicarakan tentang kaum minoritas ataupun indigenous people sering kali juga terdapat masalah-masalah di dalamnya seperti keterbatasan bahasa, keterbatasan skill, hingga kekerasan berbasis rasial. Masalah-masalah ini seringkali menjadi bahasan di dalam pemerintahan di berbagai negara. Tidak jarang juga muncul peraturan-peraturan yang sedikit menguntungkan kaum mayoritas. Maka untuk mengatasi hal semacam ini perlu adanya partisipasi politik dari kaum minoritas. Tingkat partisipasi politik bisa dipengaruhi oleh berbagai hal yang terjadi di dalam negara nya, mulai dari peraturan perundang-undangan hingga kasus di dalam masyarakat. Di banyak pemerintahan dimasukkannya perwakilan dari minoritas dan masyarakat marginal dapat cukup ditangani melalui prosedur oposisi dan minoritas. Dimana minoritas yang sangat kecil (apabila dibandingkan dengan mayoritas), tidak mungkin mengikuti aturan yang normal bagi mereka untuk mengklaim hak-hak parlemen tertentu seperti posisi pada komite legislatif atau lainnya. Dalam hal ini kebutuhan seperti kebutuhan untuk jumlah minimum anggota yang dipilih bisa dicabut, atau hak-hak prosedural khusus dapat diberikan untuk isu-isu minoritas. Ini dapat mencakup hak untuk mengajukan legislasi baru atau untuk memveto beberapa jenis peraturan6. Selandia Baru sebagai negara yang menganut demokrasi sudah seharusnya memiliki parlemen yang representatif. Hal ini juga memberikan kesempatan pada semua masyarakat
United Nations, Minority Rights: International Standards and Guidance for Implementation, Office of The High Commissioner for Human Rights, New York and Geneva, 2010, p. 2. 4
5
ibid.
Inter Parliamentary Union, Parliament and Democracy in The Twenty-First Century: A Guide to Good Practice (online), 2006, , diakses 24 November 2013 6
Selandia Baru tidak hanya masyarakat European New Zealander saja namun juga Maori, Asian, Pacific Peoples, African, dll untuk mampu ikut serta dalam politik dengan cara ikut berpartisipasi didalamnya. Dengan memiliki banyak etnis seharusnya makin banyak pula kesempatan atau akses politik yang diberikan oleh pemerintah untuk etnis-etnis ini untuk mampu berpartisipasi dalam politik. Salah satu titik terang bagi masyarakat minoritas adalah kemunculan Partai Maori pada tahun 2004 yang menjembatani suara masyarakat Maori ke pemerintah Selandia Baru. Kemunculan Partai Maori ini menjadi pemecah masalh yang dialami oleh masyarakat Maori. Salah satu permasalahan sosial yang menjadi masalah bagi masyarakat Maori dan minoritas lainnya adalah isu kesehatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Maori salah satu nya adalah masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat Maori salah satunya adalah obesitas, diabetes, merokok, dan alkohol 7. Masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat Maori adalah kurangnya jumlah tenaga medis untuk masyarakat Maori. Dalam isu kesehatan ini terjadi ketidak seimbangan pelayanan kesahatan terhadap masyarakat Maori dan minoritas lainnya. Isu disparitas dalam pelayanan kesehatan ini merupakan masalah yang bersumber dari banyak penyebab sehingga diperlukan proses yang panjang untuk mampu menyelesaikan masalah dan diperlukan banyak pihak yang berperan aktif untuk mengatasi masalah disparitas pelayanan kesehatan ini. Pada penelitian ini akan melihat bagaimana respon Partai Maori terhadap disparitas pelayanan kesehatan yang dialami oleh minoritas Maori. B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, pertanyaan yang penulis ajukan adalah “Bagaimana respon Partai Maori sebagai perwakilan dari minoritas maori di Selandia Baru terhadap disparitas dalam isu kesehatan?” C. Landasan Konseptual 1. Partai Politik Partai politik adalah kelompok sosial, sebuah sistem yang berarti dan berpola pada masyarakat yang lebih besar. Ini terdiri dari sekelompok individual yang mengisi peran spesifik Te Puni Kokiri, Maori Health, 2009, , diakses pada 1 September 2014 7
dan berperilaku sebagai anggota dan aktor dari batas – batas dan unit sosial yang sudah diidentifikasi. tujuan dirasakan oleh aktor, tugas diberikan untuk dan oleh mereka, dan tetap menjaga saluran komunikasi. Partai adalah sebuah organisme sosial. Tetapi partai ini juga merupakan sebuah pemerintahan, miniature dari sistem politik. Partai memiliki struktur otoritas, meskipun cara dimana otoritas dinilai dan disahkan mungkin berbeda jauh dari kelompokkelompok sosial lainnya. Partai memiliki pola khas distribusi kekuasaan. Memiliki proses perwakilan, sistem pemilu, dan cara-cara bagaimana memilih pemimpin, mendefinisikan tujuan, dan menyelesaikan konflik internal system. Pada umumnya diambil suatu aksiomasi bahwa tidak ada sistem politik yang dapat berlangsung tanpa adanya partai politik. Tetapi partai politik sebagai suatu asosiasi yang mengaktifkan, memobilisir rakyat, serta mewakili kepentingan tertentu memberi jalan kompromi bagi pendapat-pendapat yang bersaing dan memunculkan kepemimpinan politik, telah menjadi suatu keharusan dewasa ini. Partai politik telah menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik. Partai politik adalah alat bantu untuk memperoleh kekuasaan dan untuk memerintah. Partai politik harus memutuskan cara untuk mengatasi konflik yang terjadi, menentukan batas-batas konflik, dan memusatkan pada persoalan-persoalan kebijaksanaan (policy)8. Fungsi-fungsi partai politik biasanya yang paling umum dikemukakan adalah: a. Representasi (perwakilan) Dengan representasi yang dimaksudkan adalah ekspresi dan artikulasi kepentingan di dalam dan melalui partai. Kadangkala fungsi representasi lebih sering ditampilkan ketimbang fungsi perantara , yaitu partai merupakan ekspresi kepentingan tertentu, kelas tertentu, atau kelompok tertentu. b. Konversi dan agregasi Dengan konversi kita dapat memahami transformasi dari hal-hal yang disebut sebagai bahan mentah politik, yaitu kepentingan dan tuntutan, menjadi kebijaksanaan dan keputusan. c. Integrasi (partisipasi, sosialisasi, dan mobilisasi)
8
I. Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, ed 2nd, Penerbit Tiara Wacana. Sleman, 2012, p. 19.
Sosialisasi adalah proses, di mana kumpulan norma-norma sistem politik ditransmisikan kepada orang-orang yang lebih muda. Mobilisasi adalah varian ekstrem dari sosialisasi, yaitu partai berusaha memasukan secara cepat sejumlah besar orang yang sebelumnya berada diluar sistem tersebut, juga mereka yang apatis, terasing, tidak tahu menahu, tidak tertarik atau takut, kedalam sistem itu untuk menanamkan kepentingan dan menjamin dukungan massa. Sedangkan partisipasi berada diantara sosialisasi dan mobilisasi. d. Persuasi Yang dimaksud dengan persuasi adalah kegiatan partai yang dikaitkan dengan pembangunan dan pengajuan usul-usul kebijaksanaan agar memperoleh dukungan seluas mungkin bagi kegiatan-kegiatan tersebut. e. Rekrutmen Rekrutmen biasanya dalam pengertian yang seluas mungkin, menunjuk pada latihan dan persiapan untuk kepemimpinan.
Sebagian dari mereka adalah pemimpin dalam
masyarakat, kecuali mereka yang dapat mencapai jabatan pemerintahan tanpa masuk dan berpartisipasi secara aktif dalam partai. Angkatan bersenjata, universitas ataupun dunia bisnis, kadang-kadang dapat memunculkan “pemimpin-pemimpin politik”. f. Pemilihan kebijaksanaan dan kontrol terhadap pemerintah Anggota partai mencapai persetujuan tentang tujuan-tujuan utama partai, dan sebelum itu mereka berkesempatan memperdebatkan tujuan-tujuan tersebut. Fungsi pertimbangan tetap terbatas pada eselon atas dari partai dan rakyat diharapkan menerima dan bergerak sesuai dengan kebijaksanaan yang sudah diputuskan dari atas. Dengan fungsi kontrol terhadap pemerintah, kita maksudkan pada dua hal. Pertama adalah fungsi legislative dan kedua, pada pemerintahan. Bila partai mempunyai posisi mayoritas dan mengontrol badan legislative dalam sistem parlementer atau pemilihan langsung sebagaimana sistem presidensia, maka partai dapat mengangkat pemimpinnya, baik sebagai perdana menteri maupun sebagai presiden. Termasuk dalam fungsi ini adalah usaha partai untuk mengontrol pemerintah dan aktivitasnya, baik yang dilakukan setiap hari di dalam sistem parlemen maupun kekuasaannya, guna menolak atau mendukung pengangkatan seorang pemimpin partai politik. g. Fungsi dukungan
Partai tidak hanya memobilisasi dan memerintah, tetapi juga harus menciptakan kondisikondisi bagi kelangsungan hidupnya dan kelangsungan hidup sistem dimana partai tersebut beroperasi. Partai harus menciptakan dukungan pada sistem tersebut 9.
2. Kebijakan Publik Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu 10. Salah satu definisi mengenai kebijakan public diberikan oleh Robert Eystone. Ia mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan public dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. 11 Batasan tentang kebijakan public diberikan oleh Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa “kebijakan public adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan” 12. Proses pembuatan kebijakan public merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Beberapa ahli politik membagi proses-proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan didalam mengkaji kebijakan public. Tahap-tahap kebijakan public adalah sebagai berikut: a. Tahap penyusunan agenda Para pejabat menempatkan masalah pada agenda public. Sebelumnya masalah-masalah ini bersaing terlebih dahulu agar mampu masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi focus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama
I. Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, ed 2nd, Penerbit Tiara Wacana. Sleman, 2012, p. 29.
9
10
B. Winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus, CAPS, Yogyakarta, 2012, p. 19.
11
Ibid.
12
Ibid.
b. Tahap formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemcahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau plihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. c. Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. d. Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. e. Tahap evaluasi kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan public telah meraih dampak yang diinginkan.13
13
B. Winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus, CAPS, Yogyakarta, 2012, p. 37.
3. Teori Sistem Politik Teori Political Sistem oleh David Easton, dalam teori tersebut dijelaskan bahwa ada tiga hal yang berpengaruh dalam pembuatan kebijakan, tiga hal tersebut adalah: Input , Proses , Dan Output. Sistem politik menyelenggarakan dua fungsi, yaitu fungsi masukan (input) dan keluaran (output). Keduanya terpengaruh oleh sifat dan kecenderungan para aktor politik. Menurut almond ada lebih dari empat fungsi input dan tiga fungsi output. Input ialah sosialisasi politik dan rekrutmen, artikulasi kepentingan, himpunan kepentingan, dan komunikasi politik. Kemudian dalam perkembangannya almond mengubah istilahnya menjadi tiga fungsi, yakni fungsi kapasitas, fungsi konversi dan pemeliharaan, dan fungsi adaptasi. Sementara itu, komunikasi dianggap sebagai cara untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi itu. Sedangkan ada tiga fungsi output, yaitu membuat peraturan, mengaplikasikan peraturan, dan memutuskan (secara hukum) peraturan. Sistem politik yang terdiri dari pembuat keputusan dan aktor-aktor politik lainnya, menerima input ini dan mempertimbangkan reaksi terhadap kebijakan-kebijakannya. Informasi tadi dikonversikan dalam suatu black box yang terdiri dari institusi-institusi politik dan menghasilkan output dalam bentuk peraturan serta keputusan otoritatif. Output ini kembali lagi ke lingkungan melalui suatu lingkaran umpan balik (feedback loop) dan ini menjadi input baru bagi sistem politik. Selalu terjadi suatu proses mencari keseimbangan. Proses ini terus berlanjut dan sistem politik dapat bertahan, melalui suatu proses yang dinamis. Di kemudian hari, david Easton mengaku bahwa pemerintah tidak hanya menerima desakan dari luar, tetapi juga dari sistem itu sendiri, misalnya desakan dari partai politik atau departemen kabinet. Para struktural-fungsionalis berpendapat bahwa, sekalipun berbagai sistem politik berbeda satu sama lain dalam cara mengatur institusi, tetapi ada fungsifungsi tertentu yang diselenggarakan dalam setiap sistem politik. Hal ini memudahkan para peneliti untuk juga mempelajari kegiatan dan kehidupan politik di Negara-negara berkembang yang masing-masing berbeda sejarah perkembanganan, latar belakang kebudayaan dan ideologinya. Pengamatan dilakukan terhadap bermacam-macam struktur yang menjalankan fungsi-fungsi yang sama, sekalipun nama struktur itu mungkin berbeda. Kecenderungan ini telah
mempertajam penelitaian mengenai politik di Negara-negara baru dan dengan demikian telah memajukan bidang studi perbandingan politik 14. Bagi Sistem politik, lingkungan sangat penting artinya, karena ia memberikan energi yang dapat merangsang bekerjanya sistem politik. Energi yang dibawakan lingkungan kepada sistem politik ialah input, baik yang berbentuk demand (tuntutan) ataupun support (dukungan). Menurut Easton, masukan terdiri dari tuntutan (demands), dan dukungan (supports). Tuntutan dan dukungan diterima oleh sistem dari masyarakat. Suatu tuntutan, menurut Easton merupakan “cerminan opini atas suatu hal tertentu yang menghendaki suatu alokasi otoritas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan atau tidak melakukannya.” Suatu tuntutan mencakup suatu proses perkembangan berlipat empat, yaitu dari sejumah keinginan yang nyata tapi tidak terjabarkan, melalui artikulasi tuntutan yang dapat dikenli, dan perumusan masalah khusus, untuk tahap keluaran keputusan-keputusan yang mengikat. Bersamaan dengan konsep tuntutan terdapat juga konsep over-load yang terjadi baik karena jumlah tuntutan yang sangat banyak maupun terlalu sedikit jumlahnya tapi mengandung tuntutan yang sangat banyak 15. Pengaruh-pengaruh yang datang dari lingkungan dalam mana sistem-sistem lain itu berada baik berupa dukungan maupun tuntutan, harus dapat dikelola sedemikian rupa sehingga tidak merupakan suatu gangguan yang akan membahayakan kelangsungan hidup sistem politik tersebut. Kemampuan anggota-anggota sistem, terutama elit pembuat keputusan, dalam mengelola dan menanggapi desakan maupun pengaruh dari lingkungan sangat bergantung pada pengenalannya terhadap lingkungan itu sendiri16. D. Metode Pengumpulan Data Dalam peneitian ini, penulis menggunakan studi literature dari buku-buku yang bertemakan minoritas, partisipasi politik, sosial, multikultiralisme, partai politik, akses politik,
14
M. Budiarjo, Dasar Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, p. 77 - 78.
15
SP. Varma, Teori Politik Modern, ed 5th PT RajaGrafindo Persada, Jakarta , 1999, p. 278
T.A. Pito, Efriza, & K. Fasyah, Mengenal Teori-Teori Politik Dari Sistem Politik Sampai Korupsi, Penerbit Nuansa, Bandung, 2006, p. 55 – 56. 16
serta tidak lupa sesuai dengan tema penelitian tentang Partai Maori dan riset online seperti pencarian data dari Koran digital dan website dari pihak-pihak yang terkait dengan bahasan dan penelitian ini. E. Asumsi Sementara Respon Partai Maori terhadap disparitas pelayanan kesehatan yang dialami oleh masyarakat Maori ini adalah dengan peningkatan taraf hidup masyarakat Maori. Peran yang dilakukan Partai Maori adalah Aktif dan Positif. Aktif karena Partai Maori berusaha untuk mengatasi permasalahan disparitas ini tidak hanya melalui cara-cara didalam Parlemen saja namun juga di luar Parlemen. Positif karena usaha-usaha yang Partai Maori lakukan bertujuan untuk memperbaiki kondisi yang sudah ada agar menjadi lebih baik. Usaha-usaha ini berbentuk dengan pengajuan kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan taraf hidup masyarakat Maori dan penginisiasian program-program sosial yang dikhususkan untuk masyarakat Maori ataupun masyarakat umum. F. Sistematika Penulisan Bab 1 Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah yang diajukan, landasan konseptual yang digunakan, metode pengumpulan data yang akan dilakukan, dan asumsi sementara yang penulis yakini. Bab 2 Dalam bab ini penulis akan memberikan penjelasan tentang sejarah terjadinya Health Inequalities di Selandia Baru, Bagaimana perkembangan isu kesehatan yang berkaitan dengan masyarakat Maori di Selandia Baru dan berdirinya Partai Maori Bab 3 Dalam bab ini penulis akan melihat bagaimana respon partai Maori terhadap isu disparitas pelayanan kesehatan di Selandia Baru dan bagaimana usaha Partai Maori dalam Parlemen Selandia Baru terkait dengan pembuatan kebijakan dalam isu kesehatan Bab 4
Dalam bab yang terakhir ini penulis akan menyimpulkan jawaban dari rumusan masalah dan analisis yang telah dipaparkan di bab-bab sebelumnya.