BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang sebagai badan gerejani berfungsi merencanakan, melaksanakan, dan mengkoordinasi kegiatan dialog dan kerjasama antara Gereja Katolik dengan umatberagama dan kepercayaan lain untuk pemeliharaan, pengembangan, dan perwujudan iman umat di tengah masyarakat majemuk dalam lingkup Keuskupan Agung Semarang (Pedoman Pelaksanaan Kom HAK DKP-KAS, Pasal 1, No. 1).1 Dalam upaya mengembangkan Komisi HAK, saat ini Komisi HAK Keuskupan Agung Semarang melibatkan semua elemen Gereja Katolik baik itu pastor, suster maupun kaum awam dalam menjalankan organisasi. Dimana masing-masing Ketua Komisi HAK Kevikepan dijabat oleh kaum awam. Meskipun sebagai organisasi keagamaan yang berbasis agama Katolik, dalam
menjalankan
berbagai
kegiatan,
Komisi
HAK
Kevikepan
D.I.Yogyakarta mengedepankan nilai Pancasila, yaitu memegang teguh nilai Sila ke 4 (musyawarah) dan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat luas. 2 Komisi HAK sendiri merupakan satu-satunya organisasi keagamaan yang resmi dan konsen terhadap masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan di bawah naungan Keuskupan Agung termasuk Komisi HAK yang ada di Keuskupan Agung Semarang. Keuskupan Agung Semarang mencakup empat wilayah administrasi dimana terdiri dari Kevikepan Semarang, Kevikepan Kedu, Kevikepan D.I.Yogyakarta dan Kevikepan
1
Aloys Budi Purnomo Pr, 2009, “Profil Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang”, http://komisihakkas.blogspot.com/search/label/Profil, diakses pada 30 Januari 2014 pukul 21.18. 2 Wawancara personal dengan Sunarto selaku Ketua Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta. 18 April 2015. Bapak Sunarto menggunakan kemeja putih dengan corak biru dan celana panjang hitam serta membawa tas hitam, Bapak Sunarto menjelaskan mengenai gambaran umum Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. 1
Surakarta.3 Dalam sebuah Kevikepan terdapat Tim Kerja yang tersebar di beberapa paroki di setiap daerah. Selain itu, dalam tatanan Gereja, bentuk strukturnya tidak seperti piramida dimana ketua atau pemimpin berada di posisi teratas yang mampu mengatur dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. Seorang Romo yang juga menjadi Ketua Komisi HAK Keuskupan Agung Semarang, posisinya berada ditengah-tengah yang memiliki tanggungjawab atas komisi yang diembannya. Di sisi lain, pembagian administrasi Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta tidak seperti pemerintah yang kaku dan terstruktur.4 Dengan adanya peningkatan angka pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, toleransi dan diskriminasi di provinsi D.I.Yogyakarta, sebagai sebuah komisi yang konsen terhadap hubungan antar umat beragama maupun keyakinan lain, Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta merasa kecolongan. Hal ini disebabkan, Komisi HAK kevikepan bertanggungjawab atas perisitiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, dan toleransi terlebih yang melibatkan umat Katolik baik sebagai korban maupun pelaku. Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta sendiri merupakan salah satu bagian dari Komisi HAK di Keuskupan Agung Semarang. Dalam peta wilayah Kevikepan D.I.Yogyakarta terdapat 32 paroki yang tersebar di wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo dimana di setiap wilayah memiliki jumlah paroki yang tidak sama.5 Dari 32 paroki yang ada dalam cakupan Kevikepan D.I.Yogyakarta, hanya terdapat 20 Tim Kerja HAK yang aktif.6 Untuk mewujudkan kehidupan masyarakat beragama dan berkeyakinan di 3
Keuskupan merupakan sebuah wilayah atau daerah (provinsi) yang letaknya berdekatan yang membentuk sebuah provinsi Gerejani. Keuskupan Agung dipimpin oleh seorang Uskup Agung. 4 Wawancara personal dengan Sunarto selaku Ketua Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta. 18 April 2015. Bapak Sunarto menggunakan kemeja putih dengan corak biru dan celana panjang hitam serta membawa tas hitam, Bapak Sunarto menjelaskan mengenai struktur dalam Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. 5 Keuskupan Agung Semarang. 2010. Terlibat Berbagai Berkat: Katalog 2010 Imam, Bruder, Suster Keuskupan Agung Semarang. Semarang. 6 Tim Kerja Paroki merupakan bagian dari sebuah paroki yang terletak di setiap Gereja yang ada di setiap daerah. Tim kerja paroki terdiri dari berbagai tim kerja yang memiliki peran dan tugas di setiap bidang, salah satunya tim kerja HAK. 2
Daerah Istimewa Yogyakarta, Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta melakukan interaksi dan koordinasi dengan Tim Kerja HAK di masingmasing paroki. Untuk
mencapai
tujuan
Komisi
Hubungan
Antaragama
dan
Kepercayaan, Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta mengedepankan komunikasi sebagai modal dasar dan kebutuhan dalam melakukan koordinasi dengan Tim Kerja HAK Paroki maupun melakukan interaksi dengan umat, tokoh, maupun organisasi agama dan kepercayaan lainnya. Komunikasi menjadi kebutuhan untuk melakukan koordinasi antara Komisi HAK kevikepan D.I Yogyakarta dengan tim kerja paroki. Komisi HAK kevikepan D.I.Yogyakarta dengan tim kerja paroki berkomunikasi melalui dua cara yaitu melalui rapat (pertemuan tatap muka) yang terdiri dari rapat rutin yang dilakukan setahun dua kali, rapat tidak rutin dimana dilakukan ketika akan melakukan sebuah kegiatan dan rapat khusus yang biasanya dilakukan ketika suatu daerah mengalami konflik dan tim kerja paroki tidak dapat menyelesaikan konflik tersebut sendirian. Selain itu, dalam berkomunikasi secara informal, Komisi HAK kevikepan menggunakan handphone untuk mempermudah komunikasi yang diperlukan sewaktu-waktu. Meskipun terletak dalam satu wilayah yang sama, namun koordinasi antara Komisi HAK Kevikepan dengan Tim Kerja HAK Paroki tidak terlepas dari kendala dan permasalahan. Tidak mudah bagi Komisi HAK Kevikepan untuk melakukan koordinasi dengan Tim Kerja HAK Paroki dikarenakan jumlahnya yang tidak sedikit dan tersebar di berbagai wilayah terlebih di wilayah yang letaknya cukup jauh seperti Gunung Kidul yang mana daerah tersebut menjadi daerah dengan angka intoleransi cukup tinggi di provinsi D.I.Yogyakarta. Masalah lain yang cukup mendasar adalah Tim Kerja HAK Paroki sebagian besar belum melaksanakan tugas dan peran dari HAK dengan maksimal terkait tindakan dalam menyelesaikan masalah atau konflik kebebasan beragama/berkeyakinan dan toleransi. Sehingga dalam melakukan pencegahan maupun penyelesaian konflik kebebasan beragama/berkeyakinan dan toleransi tidak dapat berjalan secara cepat. 3
Selain itu, dalam melakukan koordinasi antara Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta dengan tim kerja HAK paroki terjadi penyampaian pesan yang lambat yang berpengaruh terhadap kecukupan informasi di setiap tim kerja HAK paroki. Dalam penyampaian pesan atau informasi, ketua Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta akan menyampaikan sebuah informasi atau pesan kepada setiap koordinator wilayah yang kemudian akan disebar ke setiap tim kerja HAK paroki. Pendistribusian sebuah informasi atau pesan yang mengalir dari ketua Komisi HAK kevikepan biasanya tergantung koordinator
wilayah
dalam
melanjutkan
pesan
tersebut.
Sehingga
kemungkinan pesan tidak terdistribusi secara merata dan cepat untuk masingmasing tim kerja HAK paroki. Hal tersebut menyebabkan penyampaian pesan tidak terdistribusi tepat waktu cukup besar. Penyampaian informasi yang tidak tepat waktu menyebabkan tim kerja HAK paroki mengalami kekurangan informasi yang berdampak pada pelaksanaan tugas. Di samping itu, terjadi tumpang tindih peran komunikasi yang dilakukan oleh ketua Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta yaitu dimana ketua sering menyampaikan langsung kepada tim kerja HAK paroki mengenai sebuah informasi terkait isu, potensi krisis maupun masalah yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Hal ini dituturkan oleh Sunarto selaku ketua komisi HAK Kevikepan. Sunarto menegaskan bahwa dirinya merasa hal itu perlu untuk memberitahu secara langsung kepada tim kerja HAK paroki terkait agar mempercepat proses pengambilan keputusan terkait polemik yang mungkin terjadi atau sedang terjadi.7 Sehingga proses komunikasi yang terjadi tidak selalu mengikuti tatanan organisasi dimana biasanya pesan dari ketua akan dibagikan kepada koordinator daerah, kemudian setelah itu setiap koordinator akan menyampaikan pesan tersebut ke masing-masing tim kerja Paroki. Sementara itu, dalam mencegah atau menyelesaikan permasalahan maupun konflik yang berhubungan dengan kebebasan beragama dan 7
Wawancara personal dengan Bapak Sunarto selaku Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Rumah Bapak Sunarto yang terletak di Tegal Lempuyangan DN III/53. 17 Juni 2015. Pak Sunarto menjelaskan mengenai peranan yang dia lakukan dalam Komisi HAK kevikepan D.I.Yogyakarta. 4
berkeyakinan, toleransi dan diskriminasi, pada dasarnya setiap tim kerja HAK paroki memiliki wewenang untuk mengambil langkah maupun tindakan yang perlu dilakukan. Namun apabila permasalahan maupun konflik tidak dapat ditangani oleh tim kerja HAK paroki, pihak Komisi HAK kevikepan akan mengambil alih pencegahan maupun penyelesaian masalah atau konflik tersebut. Di samping itu, tim kerja HAK paroki lain juga dapat melakukan langkah atau tindakan jika tim kerja HAK paroki yang berkaitan tidak mampu atau tidak mengambil tindakan atas peristiwa pelanggaran di lingkup daerah paroki tersebut. Sehingga dalam melakukan langkah atau tindakan kevikepan maupun tim kerja paroki lain dapat membantu atau melakukan back up. Contohnya, dalam kasus penyerangan rumah Julius ketika ibadah Rosario, yang berada di Sukoharjo, Ngemplak, Sleman, pihak kevikepan sendiri yang mengambil langkah dan melakukan pendampingan terhadap korban penyerangan. Ketumpang tindihan peran yang dilakukan pihak kevikepan terjadi karena kinerja dan peran tim kerja HAK paroki masih tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut juga terjadi karena proses komunikasi di dalam Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta khususnya komunikasi antara ketua kepada tim kerja HAK paroki tidak berjalan secara lancar. Untuk mengantisipasi dan menghindari ketumpang tindihan peran antara Komisi HAK kevikepan dengan tim kerja HAK paroki, pihak kevikepan mengadakan evaluasi dan refleksi setiap tiga bulan sekali atau enam bulan sekali untuk mengontrol berbagai langkah dan aktivitas yang dilakukan masing-masing tim kerja paroki. Terlepas dari berbagai masalah di dalam Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta, pemilihan Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta dalam penelitian ini dikarenakan adanya peningkatan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Yogyakarta. Peningkatan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, intoleransi serta diskriminasi tersebut cukup mencengangkan. Hal ini dikarenakan Daerah Istimewa Yogyakarta yang pernah mendapat predikat “The City Of Tolerance” saat ini tidak mencerminkan sebagai daerah yang memiliki nilai kebebasan yang tinggi 5
dalam tatanan masyarakat beragama dan berkeyakinan. Kehidupan damai di Yogyakarta yang selama ini menjadi salah satu ciri khas kearifan lokal dan sebagai contoh ideal kehidupan keberagaman bagi daerah lain di Indonesia kini telah bergeser. Selain mendapat predikat sebagai kota toleransi, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X juga mendapatkan Penghargaan Pluralisme dari Jaringan Antariman Indonesia (JAII), sebagai kepala daerah di Indonesia yang mendorong keberagaman menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan.8 Angka pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, intoleransi serta diskriminasi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang meningkat sangat drastis menunjukkan perubahan tren dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan di dalam masyarakat. Sebagai organisasi keagamaan yang konsen terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan, peduli terhadap keberagaman dan kesatuan Indonesia serta kesadaran akan pentingnya hidup damai dan rukun, Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta dibentuk untuk berperan aktif menumbuhkan kesadaran akan pentingnya membangun hubungan baik dengan umat beragama dan kepercayaan lain melalui proses dialog dan kerjasama yang kian meningkat dan berdayaguna bagi kehidupan bersama.9 Dimana nantinya akan menciptakan tatanan umat antaragama dan kepercayaan yang harmonis di Indonesia. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2013 jumlah pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan dan toleransi sebanyak 245 peristiwa atau mengalami penurunan 12% dari tahun sebelumnya. Kemudian, dibandingkan tahun 2013, peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tahun 2014 mengalami penurunan sebanyak 42% dengan jumlah peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sebanyak 158 peristiwa dengan 187
8
Martahan Lumban Gaol, 2014, “SEJuK Kecam Serangan Kelompok Bergamis pada Umat Katolik Sleman”, http://www.satuharapan.com/read-detail/read/sejuk-kecam-serangan-kelompokbergamis-pada-umat-katolik-sleman, diakses pada tanggal 30 Januari 2015 Pukul 23.48 9 Kevikepan merupakan sebuah wilayah yang menjadi bagian dari Keuskupan dimana pembagian peta wilayah tidak seperti pembagian daerah dalam tatanan negara. Setiap kevikepan akan membawahi beberapa paroki yang ada di wilayahnya. 6
tindakan. Dari jumlah tersebut, 80 peristiwa melibatkan 98 aktor negara, sementara 78 peristiwa melibatkan 89 aktor non-negara.10 Bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dilakukan aktor negara paling banyak berupa tindakan menghambat/melarang atau menyegel rumah ibadah sebanyak 17 peristiwa, dan tindakan kriminalisasi atas dasar agama sebanyak 14 peristiwa. Bentuk lain yang juga tinggi adalah diskriminasi atas dasar agama serta melarang atau menghentikan kegiatan keagamaan masingmasing 12 peristiwa. Sedangkan bentuk tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang melibatkan aktor non-negara paling tinggi adalah serangan fisik atau perusakan properti sebanyak 16 peristiwa, kemudian penyebaran kebencian 15 peristiwa, tindakan penyesatan terhadap kelompok lain 10 peristiwa. Tindakan lain yang juga tinggi adalah intimidasi dan ancaman kekerasan serta pembatasan atau pelarangan kegiatan keagamaan masing-masing sembilan peristiwa (The Wahid Institute, 2014: 37-38). Gambar I.1 Jumlah Pelanggaran dan Intoleransi Berdasarkan Sebaran Wilayah Tahun 2014
(Sumber: The Wahid Institute Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2014)
10
The Wahid Institute, 2014, “ Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2014 ‘Utang’ Warisan Pemerintah Baru”, http://www.wahidinstitute.org/wi-id/laporandan-publikasi/laporan-tahunan-kebebasan-beragama-dan-berkeyakinan/270-laporan-kebebasanberagamaberkeyakinan-dan-toleransi-the-wahid-institute-tahun-2014.html, diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 20.44. 7
Sedangkan dari segi sebaran wilayah peristiwa-peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, intoleransi serta diskriminasi baik yang melibatkan aktor negara maupun non negara yang terjadi pada tahun 2014. Peristiwa pelanggaran paling banyak masih terjadi di daerah Jawa Barat dengan total 55 peristiwa, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 21 peristiwa, kemudian Sumatra Utara dengan total 18 peristiwa, Jakarta 14 peristiwa, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masing-masing 10 peristiwa. The Wahid Institue juga mengungkapkan peningkatan jumlah pelanggaran di Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut perlu menjadi perhatian karena daerah ini sebelumnya dikenal sebagai salah satu wilayah paling toleran di Indonesia. Dimana pada tahun 2014, untuk pertama kalinya, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah dengan jumlah pelanggaran dan intoleransi tertinggi kedua dengan pelanggaran sebanyak 21 peristiwa. Angka ini meningkat drastis dari tahun 2013 yang hanya pernah terjadi satu kasus serupa.11 Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), lembaga swadaya yang berkonsentrasi pada isu keberagaman, menyebutkan aksi intoleransi di wilayah Kabupaten Gunungkidul selama periode tahun 2010-2015 termasuk yang tertinggi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat lima kasus tindakan intoleran yang terjadi kurun waktu lima tahun ini yang dilakukan kelompok atas nama agama kepada pemeluk agama lain. Kelima kasus itu yakni penyegelan gereja Widoro (Kecamatan Girisubo), penyegelan gereja di Kecamatan
Playen,
penolakan
perayaan
Paskah
Adiyuswa
Sinode,
penghentian paksa proses pembangunan Gua Maria Wahyu-Ibuku Giriwening (Kecamatan Gedangsari) serta tindakan penutupan paksa gereja di Kecamatan Semanu.12
11
The Wahid Institute, 2014, “ Laporan Tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Toleransi 2014 ‘Utang’ Warisan Pemerintah Baru”, http://www.wahidinstitute.org/wi-id/laporandan-publikasi/laporan-tahunan-kebebasan-beragama-dan-berkeyakinan/270-laporan-kebebasanberagamaberkeyakinan-dan-toleransi-the-wahid-institute-tahun-2014.html, diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 21.20. 12 Pribadi Wicaksono, 2015, “Gunungkidul Paling Intoleransi di Yogyakarta”, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/04/078663153/Gunungkidul-Paling-Intoleransi-diYogyakarta diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 23.00 8
Selain itu, di daerah Sleman pernah terjadi Aksi penyerangan di rumah Julius Felicianus di Sukoharjo, Ngemplak, Sleman, pada hari Kamis, 29 Mei 2014 sekitar pukul 20.00 WIB. Penyerangan terjadi ketika di rumah Julius sedang melakukan ibadah doa Rosario bersama warga di lingkungan sekitar.13 Menurut Agung, selaku ketua tim kerja paroki Banteng, penyerangan yang dilakukan oleh oknum FPI ini pernah terjadi di paroki Banteng pada tahun 2014 dimana penyerangan terjadi di saat umat Katolik sedang melakukan kegiatan koor.14 Selain itu, kota Yogyakarta juga tidak terlepas dari permasalahan yang berkaitan dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan, toleransi serta diskriminasi. Sementara itu, Sunarto menuturkan salah satu contoh kasus yang pernah terjadi gesekan antara Umat Katolik dan Umat Islam di daerah Ngabean. Dimana saat itu, Umat Katolik melakukan ibadah misa pada waktu yang sama dengan adzan maghrib dan lokasi rumah dengan masjid berhadapan. Sehingga Umat Islam merasa terganggu dan meminta Umat Katolik untuk pindah ke rumah umat lainnya.15 Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti mengenai pola jaringan komunikasi yang terjadi di dalam Komisi HAK kevikepan D.I.Yogyarta yang meliputi tim kerja HAK di paroki yang ada di lingkup kevikepan D.I.Yogyakarta. Peneliti memilih pola jaringan komunikasi karena adanya peranan yang terjadi di luar struktur yang sudah disepakati dimana anggota dari Komisi HAK kevikepan maupun tim kerja HAK paroki dapat melakukan
peran
dan
tugas
yang
bukan
menjadi
bagian
dari
tanggungjawabnya dalam melakukan tindakan pencegahan atau penyelesaian sebuah masalah atau konflik yang berkaitan dengan kebebasan beragama yang melibatkan umat Katolik baik sebagai korban maupun pelaku. Selain itu, 13
Bgs/vid, 2014, “Sekelompok Massa Serang Rumah Warga yang Sedang Beribadah di Sleman”, http://news.detik.com/berita/2594923/sekelompok-massa-serang-rumah-warga-yang-sedangberibadah-di-sleman diakses pada tanggal 17 Juni 2015 pukul 23.12 14 Wawancara personal dengan Bapak Agung selaku ketua tim kerja paroki Banteng. 17 Juni 2015. Pak Budi menceritakan aktivitas yang dilakukan tim kerja paroki Banteng. 15 Wawancara personal dengan Bapak Sunarto selaku Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Rumah Bapak Sunarto yang terletak di Tegal Lempuyangan DN III/53. 17 Juni 2015. Pak Sunartoi menceritakan contoh pelanggaran kebebasan beragama, berkeyakinan dan toleransi di kota Yogyakarta. 9
dengan ada koordinasi yang dilakukan antara Komisi HAK kevikepan D.I.Yogyakarta dengan tim kerja paroki maka akan muncul kegiatan komunikasi yang terjadi secara terus menerus yang kemudian akan membentuk sebuah pola yang menunjukkan interaksi antar anggota Komisi HAK kevikepan dan tim kerja paroki.
B. Rumusan Masalah Bagaimana pola jaringan komunikasi yang terbentuk di dalam Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Kevikepan D.I.Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran mengenai pola jaringan komunikasi yang terjadi di Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Kevikepan D.I.Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui peranan anggota Komisi Hubungan Antaragama dan
Kepercayaan
Kevikepan
D.I.Yogyakarta
dalam
jaringan
komunikasi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi jurusan Ilmu Komunikasi terutama kajian pola jaringan komunikasi dalam suatu organisasi khususnya suatu organisasi keagamaan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pola jaringan komunikasi serta peranan anggota dalam jaringan komunikasi sebuah organisasi.
10
E. Kerangka Pemikiran 1. Organisasi Komunikasi tidak hanya terjadi antara individu satu dengan individu lainnya. Proses komunikasi juga dapat terjadi antara individu yang terbentuk dalam suatu kelompok maupun organisasi. Organisasi (Robbins, 2002: 2) merupakan salah satu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki fungsi dan wewenang untuk mengerjakan usaha dan kinerja demi mencapai tujuan tertentu. Organisasi (menurut Schein dalam Muhammad, 2002:23) dapat didefinisikan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Schein juga mengatakan bahwa sebuah organisasi memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan dengan bagian lain dan tergantung kepada komunikasi manusia untuk mengkoordinasi aktivitas dalam organisasi tersebut. Chester
I.
Barnard
(Sutarto,
2006:
22)
mendefinisikan
“organization is a system of cooperative activities of two or more person something intangible and impersonal, largely a matter of relations”. Dengan kata lain, Barnard menjelaskan bahwa organisasi merupakan suatu sistem tentang aktivitas-aktivitas dari dua orang atau lebih, sesuatu yang tak berwujud dan tidak bersifat pribadi, sebagian besar mengenai hal hubungan-hubungan. Pandangan Barnard ini selaras dengan pandangan Herbert A. Simon yang menyatakan “organization is the complex pattern of communication an other relations in a group of human being”. Herbert A. Simon berpendapat bahwa sebuah organisasi merupakan pola komunikasi yang kompleks dan hubungan-hubungan lain di dalam suatu kelompok manusia (Sutarto, 2006: 29). Sedangkan organisasi (Everett Rogers dalam Thoha, 2010:186), adalah suatu sistem individu yang stabil yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama lewat suatu struktur hierarki dan pembagian 11
kerja. Menurut Kochler (Muhammad, 2002: 23), organisasi ialah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha kelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Wright, organisasi merupakan suatu sistem terbuka dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai suatu tujuan bersama. Organisasi sendiri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu organisasi sosial, organisasi formal dan organisasi informal. Suatu organisasi formal merupakan organisasi yang memiliki struktur yang jelas yang digunakan untuk menunjukkan hubungan, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggungjawab setiap anggotya organisasi. Struktur organisasi akan menunjukkan saluran komunikasi yang digunakan oleh organisasi melalui hubungan yang terjalin antara anggota organisasi. Pada dasarnya, setiap organisasi formal memiliki tujuan dan pembagian pekerjaan yang jelas dan terperinci. Sedangkan organisasi informal merupakan organisasi yang lebih bebas, fleksibel, dan memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi. Dalam organisasi informal, setiap anggota tidak dibatasi oleh struktur organisasi. Sehingga setiap anggota organisasi dapat berpartisipasi tanpa adanya batasan-batasan maupun pedoman seperti organisasi formal. Organisasi sosial merupakan organisasi yang muncul secara spontan yang didasarkan pada kondisi lingkungan sekitar untuk mencapai suatu tujuan tertentu ( Sutarto, 2006: 11). Organisasi sosial menunjukkan hubungan antara individu satu dengan individu lainnya yang disebabkan oleh kondisi sosial dimana hubungan tersebut nantinya akan membentuk sebuah pola. Adanya pola yang terbentuk di dalam organisasi sosial mengubah individu dari suatu kumpulan menjadi sekelompok orang atau dari sejumlah kelompok menjadi suatu sistem sosial yang lebih besar (Pace dan Faules, 2006: 41). Di dalam organisasi sosial, komunikasi merupakan suatu hal yang memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Setidaknya ada beberapa hal yang menjadikan keduanya berhubungan, yakni:
12
a. Komunikasi menghasilkan sistem sosial, adanya komunikasi mampu menghasilkan kesepakatan antara individu-individu yang berada di dalamnya untuk membuat aturan-aturan yang mengikat bagi setiap anggotanya. b. Di dalam sistem sosial yang berkembang nantinya dapat mengatur bagaimana anggotanya dapat saling berkomunikasi. c. Adanya pengetahuan mengenai sistem sosial, setidaknya memberikan gambaran bagaimana seseorang dapat mengenali individu yang ada di dalamnya berdasarkan peran dan jabatannya dalam suatu sistem sosial (Berlo dalam Pace dan Faules, 2006: 42). Salah satu bentuk dari organisasi sosial ialah organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan merupakan organisasi yang terbentuk dari pengalaman keagamaan yang dialami oleh pendiri organisasi itu dan para pengikutnya. Dari pengalaman tersebut lahirlah suatu perkumpulan keagamaan yang kemudian menjadi sebuah organisasi terlembaga (Weber dalam O’Dea, 1996). Sehingga, organisasi keagamaan dapat dikatakan sebagai organisasi yang memiliki nilai dasar perjuangan berlandaskan pada ajaran suatu agama. Dalam memperjuangkan terwujudnya tujuan organisasi, tentunya organisasi keagamaan menjalankan berbagai kegiatan berlandaskan pada ajaran agama. 2. Komunikasi Organisasi Komunikasi
organisasi
dapat
diartikan
sebagai
perilaku
pengorganisasian yang terjadi dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi dan memberi makna atas apa yang terjadi (Pace dan Faules, 2006: 33). Berdasarkan ruang lingkupnya, komunikasi organisasi sendiri dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam ruang lingkup orang atau instansi tersebut. sedangkan komunikasi eksternal ialah komunikasi yang berlangsung antara organisasi dengan pihak luar (Effendy, 2009: 126).
13
Komunikasi
organisasi
juga
dapat
didefinisikan
sebagai
pertunjukkan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari sebuah organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit komunikasi dalam hubungan hierarki antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan (Pace dan Faules, 2006: 31). Sementara itu, menurut Katz dan Kahn (Muhammad, 2002: 65-66), komunikasi organinasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Redding dan Sanborn (Muhammad, 2002: 65) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi
yang
kompleks.
Redding
dan
Sanborn
menyebutkan
komunikasi organisasi mencakup komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atas kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program. Meskipun banyak perbedaan pandangan mengenai definisi komunikasi organisasi namun pada dasarnya apa yang dipaparkan oleh para ahli memiiliki kesamaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi organisasi terjadi dalam sebuah sistem terbuka yang bersifat kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media. Komunikasi organisasi juga meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilannya. Sehingga komunikasi organisasi sendiri dapat diartikan dengan bagaimana suatu organisasi melakukan proses penyampaian pesan baik lingkup internal maupun eksternal. Proses komunikasi yang baik dalam organisasi dapat membantu organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya. Komunikasi mengoordinasikan kegiatan orang untuk mencapai tujuan 14
bersama melalui transfer informasi dan makna yang terjadi di sekitar mereka (Abdullah, 2008: 7). Tanpa adanya komunikasi, sebuah organisasi tidak akan berjalan. a. Komunikasi Internal Organisasi Menurut Redding dan Sanborn (Muhammad. 2008: 65) komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Komunikasi yang dimaksud ialah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level atau tingkatnya dalam organisasi, keterampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program. Komunikasi internal juga dapat diartikan sebagai gagasan diantara para administratir dan pegawai dalam suatu organisasi (instansi yang menyebabkan terwujudnya organisasi tersebut lengkap dengan struktur yang jelas dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal dalam suatu organisasi yang menyebabkan pekerjaan berlangsung (menurut Brennan dalam Effendy, 2009: 122). Komunikasi horizontal merupakan komunikasi yang terjadi diantara anggota organisasi yang memiliki tingkatan atau jabatan yang sama. Sedangkan komunikasi vertikal dapat dibedakan menjadi komunikasi ke atas dan komunikasi ke bawah. Komunikasi internal organisasi merupakan komunikasi yang terjadi di dalam organisasi itu sendiri. Komunikasi internal lebih merujuk pada bagaimana informasi atau pesan dapat tersampaikan kepada seluruh anggota organisasi. Selain itu, komunikasi internal sebuah organisasi merupakan faktor penting yang mendorong tercapainya tujuan organisasi tersebut. Robbins menyebutkan, fungsi utama komunikasi internal dalam organisasi adalah sebagai kendali (kontrol/pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi (Robbins, 2002:301).
15
b. Komunikasi Eksternal Organisasi “Komunikasi
eksternal
ialah
komunikasi
antara
pimpinan
organisasi dengan khalayak diluar organisasi” (Effendy, 2009: 128). Pada instansi pemerintah seperti departemen, direktorat, jawatan dan pada perusahaan-perusahaan,
dan
pada
perusahaan-perusahaan
besar,
disebabkan oleh luasnya ruang lingkup, komunikasi lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat (public relations officer) daripada oleh pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang dianggap sangat penting, yang tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti perundingan (negotiation) yang menyangkut kebijakan organisasi. Yang lainnya dilakukan oleh kepala humas yang dalam kegiatan komunikasi eksternal merupakan tangan kanan pimpinan. Komunikasi eksternal terdiri atas dua jalur secara timbal balik, yakni komunikasi dari organisasi kepada khalayak dan dari khalayak kepada organisasi. 1) Komunikasi dari Organisasi Kepada Khalayak Komunikasi dari organisasi kepada khalayak pada umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidak-tidaknya ada hubungan batin. Kegiatan ini sangat penting dalam usaha memecahkan satu masalah jika terjadi tanpa diduga. 2) Komunikasi dari Khalayak Kepada Organisasi Komunikasi dari khalayak kepada orgnisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi. Jika informasi yang disebarkan kepada khalayak itu menimbulkan efek yang sifatnya kontoversial (menyebabkan adanya pro dan kontra di kalangan khalayak) maka ini disebut opini publik. Opini publik sering sekali merugikan organisasi, karenanya harus diusahakan agar segera dapat diatasi dalam agar tidak menimbulkan permasalahan (Effendy, 2009:129). 16
3. Jaringan Komunikasi Dalam Organisasi Peter Monge dan Noshir Kontraktor (2003) mendefinisikan jaringan komunikasi sebagai pola-pola hubungan antara individu yang melakukan komunikasi (pertukaran sebuah pesan) dalam suatu ruang dan waktu. Jaringan memiliki ukuran yang berbeda-beda, tergantung jumlah dan luasnya interaksi interpersonal dalam jaringan itu sendiri. Sementara itu, jaringan komunikasi juga dapat diartikan sebagai saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain (Devito, 1997: 344). Jaringan komunikasi menunjukkan pertukaran pesan dan informasi dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh sejumlah orang dan menduduki posisi atau peranan tertentu. Jaringan komunikasi berkaitan dengan pola saluran komunikasi di antara anggota kelompok dan berbagai posisi dalam struktur organisasi. Peranan individu dalam sistem komunikasi ditentukan oleh pola hubungan interaksi antara individu dengan arus informasi dalam jaringan komunikasi. Selain itu, terdapat faktor yang mempengaruhi hakikat dan luas dari jaringan komunikasi itu sendiri, beberapa diantaranya adalah hubungan dalam organisasi, arah arus pesan, dan isi pesan. Secara umum, jaringan komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Jaringan Komunikasi Formal Jaringan komunikasi formal terbentuk berdasarkan struktur sebuah organisasi. Komunikasi formal mencakup susunan tingkah laku, pembagian departemen maupun tanggung jawab tertentu, struktur organisasi dan distribusi pekerjaan bagi anggota organisasi yang berbeda. Dalam komunikasi formal, penyampaian pesan akan ditentukan oleh struktur resmi organisasi. Pesan dalam jaringan komunikasi formal biasanya mengalir dari bawahan ke atasan, atasan ke bawahan atau dari tingkat yang sama. Dalam jaringan komunikasi formal tidak terlepas dari masalah komunikasi formal yang ada di dalam organinasi. Terdapat beberapa masalah dalam jaringan komunikasi formal yaitu: 17
1) Masalah Downward Communication Dalam Jaringan Komunikasi Formal Komunikasi ke bawah merupakan bagian yang sangat penting dari setiap organisasi. Namun, Randy Hirokawa (1979) mencatat bahwa ada dua masalah utama yang terkait dengan komunikasi ke bawah yaitu akurasi dan adequacy. Akurasi informasi mengacu pada bagaimana benar tidaknya pesan yang yang telah diterima. Ada dua cara utama untuk melihat keakuratan pesan. Pertama, beberapa pesan hanya berdasarkan informasi yang tidak akurat. Sebagai contoh, seorang manajer yang mendengar rumor palsu dan kemudian melewati rumor tersebut hingga bawahannya mendapatkan informasi yang tidak akurat. Ketika kebenaran rumor tersebut diketahui oleh bawahan, kredibilitas manajer tersebut akan berdampak negatif karena bawahannya akan melihat manajer tidak menjadi sumber yang dapat dipercaya informasi. Cara kedua pesan dapat berisi informasi yang tidak akurat adalah sebagai hasil beberapa orang dalam rantai komunikasi, atau disebut transmission. Seperti sebuah permainan, ketika A berkomunikasi dengan B dan B berkomunikasi dengan C dan C berkomunikasi dengan D, kemungkinan pesan menjadi terdistorsi. Masalah kedua terkait dalam komunikasi bawah yaitu menyangkut kecukupan informasi. Kecukupan informasi mengacu pada informasi yang disampaikan sudah memenuhi atau kebutuhan informasi di tempat kerja. Ketika membahas kecukupan, ada dua kemungkinan yaitu
underload
dan
overload
communication.
Underload
communication terjadi ketika bawahan tidak memberikan informasi yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Underload communication bisa datang dalam bentuk on job training yang tidak memadai, umpan balik yang terbatas dari atasan, atau informasi yang tidak cukup mengenai kebijakan dan prosedur dalam organisasi. Seringkali underload communication benar-benar terjadi sebagai kelalaian yang tidak disengaja. Dalam hal ini, pengawas sendiri 18
mungkin memiliki terlalu banyak informasi yang sengaja tidak diteruskan kepada bawahan mereka. Selain itu, underload komunikasi dapat terjadi karena supervisor merasa perlu menyembunyikan atau membatasi informasi untuk mengamankan dirinya atau kekuasaannya. Individu sering melihat informasi sebagai kekuatan dan transmisi informasi kepada orang lain. Terjadinya penimbunan informasi dapat menjadi masalah yang sangat besar dalam organisasi. Masalah kedua
terkait
kecukupan informasi
melibatkan
overload communication, atau ketika bawahan disediakan terlalu banyak informasi untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Dalam lingkungan kerja yang ideal, pengawas akan berfungsi sebagai penjaga informasi dan memastikan bahwa informasi yang memadai adalah diteruskan ke bawahan. Beberapa pengawas tidak tahu bagaimana melakukan perannya sebagai penjaga informasi, sehingga mereka menyampaikan setiap informasi yang mereka terima kepada bawahan mereka tanpa penyaringan informasi tersebut. Akhirnya, ketika individu lain dihadapkan dengan kelebihan komunikasi, individu tersebut akan mulai mengabaikan semua informasi yang didapat. 2) Masalah Upward Communication Dalam Jaringan Komunikasi Formal Randy Hirokawa (1979) menjelaskan masalah komunikasi ke atas berkaitan dengan penyaringan informasi. Komunikasi dapat menyebabkan kelebihan informasi, sehingga dapat seorang atasan terlalu banyak menerima informasi dari bawahan. Pada akhirnya, atasan harus mampu menyaring informasi penting dan tidak penting. Atasan memerlukan keterampilan yang membutuhkan waktu dan energi. Selain itu, bawahan juga perlu menyaring informasi apa diperlukan untuk yang tidak diperlukan untuk atasan. b. Jaringan Komunikasi Informal Jaringan komunikasi informal biasanya tidak direncanakan dan tidak mengikuti struktur formal organisasi. Komunikasi informal timbul 19
dari interaksi sosial antar anggota organisasi. Dalam sebuah organisasi terdapat
komunikasi
yang
melibatkan
anggota-anggota
sebuah
organisasi dengan berbagi informasi melewati batas-batas fungsional atau batas-batas unit kerja. Anggota-anggota tersebut tidak saling menduduki posisi atasan maupun bawahan. Mereka memiliki mobilitas yang cukup tinggi untuk terlibat dalam komunikasi informal. Jaringan komunikasi informal atau jaringan komunikasi yang tidak ada dalam struktur hierarki organisasi. Seringkali jaringan komunikasi informal telah disebut sebagai “selentingan komunikasi”. Terdapat empat jenis jaringan komunikasi informal dalam organisasi yaitu (Keith Davis, 1968: 269–272): a. Single Strand Single strand adalah proses komunikasi dimana informasi mengalir dari satu orang ke orang berikutnya. Pada jenis jaringan
komunikasi
informal
ini,
sebuah
informasi
disampaikan dari orang ke orang. Jaringan komunikasi ini merupakan gambaran tradisional mengenai transmisi pesan. b. Gossip Dalam sebuah jaringan komunikasi informal yang berjenis gosip terdapat seorang individu yang berfungsi sebagai sumber pesan yang akan mengirimkan pesan ke sejumlah orang secara langsung. Namun kebenaran akan pesan tersebut belum dapat dipastikan. Sehingga jenis jaringan komunikasi informal yang satu ini disebuh sebagai gosip. c. Probability Jenis ketiga dalam komunikasi informal ialah probability. Dalam jaringan komunikasi ini terdapat seorang individu sebagai sumber utama yang akan menyampaikan sebuah informasi. Sumber informasi tersebut akan memilih orang secara acak dalam jaringan komunikasi untuk menyampaikan sebuah pesan. Kemudian individu yang dipilih oleh sumber 20
informasi akan memilih orang lain secara acak dalam jaringan komunikasi untuk meneruskan pesan tersebut. d. Cluster Jaringan cluster jauh lebih sistematis dibandingkan dengan jaringan probability. Dalam kasus jaringan cluster, sumber pesan
memilih
sejumlah
orang
yang
dipilih
untuk
menyampaikan sebuah pesan. Orang-orang yang dipilih kemudian menyampaikan pesan kepada sekelompok orang yang juga telah dipilih untuk menerima pesan. Menurut Mishra, pesan yang membingungkan atau tidak akurat yang kemudian menjadi rumor berasal dari selentingan. Selentingan dalam organisasi merupakan bagian kehidupan sebuah organisasi. Bahkan, para peneliti memperkirakan sebesar 70% dari semua komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi merupakan jaringan komunikasi informal. Pada dasarnya, sebagian besar perilaku berkomunikasi dalam sebuah organisasi tidak berjalan sesuai jalur yang ditentukan dari komunikasi yang diinginkan oleh bagian manajemen. Selain itu, ada delapan alasan mengapa selentingan komunikasi ada dalam organisasi (J Mishra, 1990: 213-228): 1) Selentingan lebih cepat dari yang formal jaringan komunikasi dan dapat mudah memotong individu tanpa menahan diri. 2) Selentingan dapat membawa informasi yang cepat dan berguna bagi sebuah organisasi. 3) Selentingan dapat melengkapi informasi yang disebarkan melalui jaringan komunikasi formal. 4) Selentingan memberikan imajinasi dan kekhawatiran bagi individu. 5) Selentingan memenuhi kebutuhan individu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam sebuah organisasi. 6) Selentingan membantu orang merasa memiliki dalam organisasi.
21
7) Selentingan berfungsi sebagai sistem peringatan dini untuk krisis organisasi dan untuk memikirkan apa yang akan mereka lakukan jika krisis benar-benar terjadi. 8) Selentingan membantu untuk membangun kerja sama tim, memotivasi orang, dan menciptakan identitas perusahaan. 1) Pola Struktur Jaringan Komunikasi Organisasi Untuk mengetahui pola jaringan komunikasi dapat dilihat bagaimana anggota dalam organisasi saling menjalin komunikasi dengan anggota lainnya. Komunikasi merupakan kegiatan yang dilakukan anggota organisasi untuk saling bertukar informasi mengenai berbagai hal. Ketika ada informasi yang ingin anggota organisasi ketahui, ia akan bertanya kepada anggota organisasi lainnya mengenai informasi tersebut. Sehingga dari hubungan antar anggota organisasi tersebut dapat dilihat siapa anggota organisasi yang paling aktif (menonjol) dan pasif dalam mencari sebuah informasi. Oleh sebab itu, komunikasi yang terjalin antar anggota dalam sebuah organisasi menggambarkan sebuah hubungan, keterbukaan dan dominasi yang nantinya akan membentuk sebuah pola jaringan komunikasi. Jika tidak terjalin komunikasi diantara anggota organisasi maka tidak akan mungkin terbentuk pola jaringan komunikasi dalam organisasi tersebut. Terdapat lima pola struktur dalam organisasi yaitu: a) Struktur Pola Lingkaran Pada struktur ini, setiap anggota dapat menjalin komunikasi dengan dua anggota lain yang berdampingan dengannya. Dalam struktur ini, tidak ada seorang anggota organisasi yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, sehingga tidak semua anggota mampu memperoleh informasi secara langsung. b) Struktur pola roda Struktur ini menunjukkan hanya ada satu pemimpin yang wewenang untuk mengirim dan menerima pesan dari semua anggota sehingga seorang anggota yang ingin berkomunikasi 22
dengan anggota lain, harus menyampaikan pesannya kepada pemimpin. c) Struktur pola Y Pada pola ini terdapat seorang pemimpin yang biasanya menyampaikan sebuah informasi kepada anggotanya, kemudian anggota tersebut dapat mengirimkan dan menerima pesan dari anggota lainnya, sedangkan beberapa anggota lainnya hanya dapat berkomunikasi dengan satu anggota saja. d) Struktur Pola Rantai Komunikasi yang terjadi dalam struktur rantai ialah komunikasi ke atas (upward) dan ke bawah (downward), dimana komunikasi yang dilakukan anggota dalam organisasi dibatasi oleh hieraki organisasi itu sendiri. e) Struktur Pola Semua Saluran (Pola Bintang) Struktur ini menunjukkan sistem saluran informasi yang terbuka dimana setiap anggota dapat berkomunikasi dengan anggota lainnya.
Struktur
ini
membuat
setiap
anggota
mampu
mempengaruhi anggota lain. 2) Peranan Dalam Jaringan Komunikasi Dalam sebuah jaringan komunikasi organisasi, setiap anggota memiliki peranan dalam proses komunikasi. Ketika anggota saling berinteraksi dalam organisasi maka akan muncul keteraturan komunikasi, siapa berbicara kepada siapa dan siapa berperan sebagai apa. Terdapat tujuh peranan dalam sebuah jaringan komunikasi, yaitu (Pace dan Faules, 2006: 176-180): a) Anggota Klik Klik merupakan kelompok individu yang terdiri dari anggotaanggota organisasi yang berhubungan dengan anggota-anggota lainnya.
23
b) Isolate Anggota organisasi yang memiliki kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi. Isolate memiliki kecenderungan untuk menyembunyikan diri dalam organisasi atau diasingkan oleh anggota organisasi lainnya. c) Bridge Anggota kelompok (biasa disebut klik) dalam sebuah organisasi yang menghubungkan kelompoknya dengan anggota kelompok lainnya. d) Liaison Liaison memiliki peranan yang hampir sama dengan bridge akan tetapi individu tersebut bukan bagian dari satu anggota tetapi dia merupakan penghubung diantara satu kelompok dengan kelompok lain. e) Gate keepers Individu yang mengatur arus informasi diantara anggota organisai. Gate keepers biasanya berada di tengah jaringan dan menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain. f) Opinion leader Pimpinan informal dalam organisasi disebut seorang opinion leader. Opinion leader merupakan orang yang mampu mempengaruhi anggota organisasi. g) Cosmopolites Individu yang memiliki peranan untuk menghubungkan organisasi dengan lingkungannya.
F. Kerangka Konsep 1. Organisasi Berdasarkan strukturnya, organisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu organisasi formal dan informal. Organisasi formal merupakan organisasi yang memiliki struktur yang jelas. Struktur dalam organisasi 24
dapat digunakan untuk melihat pembagian tugas dan tanggungjawab setiap anggota organisasi. Selain itu, dengan adanya struktur yang jelas dapat mempermudah untuk melihat jabatan seorang anggota di dalam organisasi. Struktur organisasi juga menunjukkan saluran komunikasi yang digunakan oleh setiap anggota untuk saling berhubungan satu sama lain. Pada dasarnya, setiap organisasi formal memiliki tujuan yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan berbagai kegiatan organisasi. Sedangkan organisasi informal merupakan organisasi yang tidak memiliki struktur yang jelas. Di dalam organisasi informal tidak ada pembagian jabatan pada setiap individu dalam organisasi. Pembagian tugas juga tidak jelas. Sehingga setiap anggota organisasi dapat berpartisipasi tanpa adanya pedoman seperti organisasi formal. Selain itu, organisasi informal tidak mengikat seorang individu untuk beperan aktif di dalam organisasi. Seorang individu dapat meninggalkan organisasi dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Selain itu, sebuah organisasi juga dapat dikategorikan sebagai sebuah organisasi sosial. Organisasi sosial merupakan kumpulan dari beberapa individu yang pada akhirnya akan membentuk sebuah sistem yang lebih besar (Pace dan Faules, 2006: 41). Sebuah sistem yang terbentuk tersebut disebabkan adanya keadaan lingkungan sosial. Pada dasarnya, sebuah organisasi sosial sama dengan organisasi lainnya yaitu dalam hal mencapai tujuan. Organisasi sosial memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai yang berkaitan dengan bidang sosial di masyarakat. Salah satu bentuk dari organisasi sosial ialah organisasi keagamaan. Pada dasarnya, organisasi keagamaan muncul berdasarkan pengalaman pribadi individu-individu yang kemudian terbentuklah sebuah perkumpulan keagamaan. Sebuah perkumpulan tersebut akan menjadi organisasi keagamaan yang memiliki struktur, pembagian tugas dan tujuan yang jelas. Pada dasarnya, setiap organisasi keagamaan memiliki nilai dasar yang digunakan untuk menjalankan organisasi sesuai ajaran suatu agama tertentu. 25
Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan sebagai salah satu bagian dari Gereja Katolik memegang nilai dasar atau ajaran agama Kristiani yaitu cinta kasih. Dalam menjalankan berbagai kegiatan, Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta mengedepankan komunikasi sebagai kebutuhan dasar dalam melakukan koordinasi dengan pengurus maupun modal untuk menjalin kedekatan dengan umat, tokoh maupun organisasi agama dan kepercayaan lainnya. Selain itu, hal lain yang membedakan Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta dengan organisasi agama lain yaitu Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta memiliki acuan dalam melakukan segala kegiatan yaitu dari Kebijakan Dewan Kepausan di Roma dimana kebijakan tersebut akan tertuang dalam ARDAS (Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang). Dalam pembagian administrasi, Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Kevikepan D.I.Yogyakarta terdiri dari Timja HAK paroki yang tersebar di wilayah provinsi D.I.Yogyakarta. Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta memiliki tujuan untuk membangun hubungan baik dengan umat beragama dan kepercayaan lain melalui proses dialog dan kerjasama yang kian meningkat dan berguna bagi kehidupan bersama. Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta sendiri berfungsi merencanakan, melaksanakan, dan mengkoordinasi kegiatan dialog dan kerjasama antara Gereja Katolik dengan umat beragama dan kepercayaan lain untuk pemeliharaan, pengembangan, dan perwujudan iman umat di tengah masyarakat majemuk dalam lingkup D.I.Yogyakarta. 2. Komunikasi Organisasi Menurut Katz dan Kahn (Muhammad, 2002: 65-66), komunikasi organinasi
merupakan
arus
informasi,
pertukaran
informasi
dan
pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Redding dan Sanborn (Muhammad, 2002: 65) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Redding dan Sanborn menyebutkan komunikasi organisasi mencakup komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, 26
komunikasi downward atau komunikasi dari atas kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunikasi evaluasi program (Muhammad, 2002: 65). Sebagai sebuah organisasi keagamaan, Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta tidak terlepas dari proses komunikasi di dalam organisasi itu sendiri. Komunikasi merupakan faktor penting karena Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta meletakkan komunikasi sebagai kebutuhan dasar organisasi. Tanpa adanya proses komunikasi dalam sebuah organisasi,
keberlangsungan
organisasi
tersebut
akan
terancam.
Komunikasi mengoordinasikan kegiatan orang untuk mencapai tujuan bersama melalui transfer informasi dan makna yang terjadi di sekitar mereka
(Abdullah,
2008:7).
Komunikasi
dalam
organisasi
akan
berlangsung terus menerus. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi organisasi bukanlah sesuatu yang terjadi kemudian berhenti namun komunikasi yang terjadi sepanjang waktu (Pace dan Faules, 2006: 170171). 3. Jaringan Komunikasi Organisasi Jaringan komunikasi menunjukkan pertukaran pesan dan informasi dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh sejumlah orang dan menduduki posisi atau peranan tertentu. Jaringan komunikasi dibedakan menjadi dua yaitu jaringan komunikasi formal dan informal. Jaringan komunikasi formal terdiri dari komunikasi vertikal dan horizontal yang terbentuk di dalam organisasi organisasi. Komunikasi vertikal terdiri dari komunikasi ke atas atau upward communication dan komunikasi ke bawah atau downward communication (Wrench, 2012: 199-201). Sedangkan jaringan komunikasi informal biasanya terjadi pada setiap anggota organisasi dan tidak dapat diketahui kapan terjadinya jaringan tersebut terbentuk. Komunikasi informal terbentuk berdasarkan 27
proses komunikasi yang dilakukan setiap anggota organisasi tanpa memperhatikan batas-batas struktural. Jaringan komunikasi informal dibagi menjadi empat jenis yaitu yang pertama ialah single strand. Single strand merupakan proses komunikasi yang menunjukkan sebuah informasi disampaikan dari satu orang ke orang lain. Yang kedua ialah gossip, proses penyampaian informasi dari seorang individu yang berperan sebagai sumber informasi kepada beberapa orang. Namun informasi tersebut belum diketahui kebenarannya. Selanjutnya probability, ialah penyampaian sebuah informasi dari seorang sumber kepada individu lainnya secara acak, kemudian individu-individu tersebut meneruskan pesan tersebut kepada invididu lainnya. Sedangkan jenis yang terakhir ialah cluster dimana proses penyampaian informasi hampir sama dengan jenis probability namun individu yang akan menerima informasi dipilih tidak secara acak (Davis, K. (1969) dalam Wrench, 2012: 245-246). a. Pola Struktur Jaringan Komunikasi Dalam Organisasi Sebuah organisasi tidak terlepas dari kegiatan komunikasi. Sebuah informasi akan mengalir dari individu satu kepada individu lainnya yang akhirnya akan membentuk sebuah keteraturan dalam berkomunikasi. Dalam melihat aliran komunikasi dalam organisasi terdapat lima pola yaitu struktur pola lingkaran, roda, Y, rantai dan pola bintang (Joseph Devito, 1997). Pola lingkaran merupakan pola dalam penyampaian informasi dimana terdapat batasan antara individu di dalam organisasi. Pasalnya, di dalam pola tersebut, tidak ada individu yang dapat berkomunikasi secara langsung dengan seluruh individu. Sedangkan pola roda menunjukkan peran pemimpin yang menjadi sentral dalam proses penyampaian informasi. Untuk pola Y, terdapat seorang pemimpin yang menjadi sumber informasi untuk anggotanya. Kemudian anggota tersebut dapat menyampaikan maupun menerima informasi dari anggota lain. Pola rantai merupakan gambaran dari struktur komunikasi formal sebuah organisasi. Sedangkan pola bintang menunjukkan adanya keterbukaan komunikasi diantara anggota 28
organisasi. Sehingga pada pola ini setiap anggota dalam berkomunikasi dengan anggota lainnya. b. Peranan dalam Jaringan Komunikasi Dalam sebuah organisasi, setiap anggota memiliki peranan dalam melakukan menjalin komunikasi dengan anggota lainnya. Peranan setiap anggota dalam proses komunikasi berbeda-beda. Selain itu, peranan tersebut dapat terbentuk tanpa melihat batasan struktural dalam organisasi. Dalam sebuah jaringan komunikasi yang terbentuk dari proses komunikasi anggota organisasi, terdapat tujuh peranan yaitu klik, isolate, bridge, liaison, gate keepers, opinion leader dan cosmopolites (Pace dan Faules, 2006: 176-180). Klik merupakan sekelompok individu yang terdiri dari anggota-anggota organisasi yang berhubungan dengan anggota-anggota lainnya. Sebuah kelompok individu dapat dikatakan sebagai sebuah klik jika terdiri dari minilal tiga individu. Selain itu, setiap anggota klik saling berhubungan satu sama lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Identifikasi terhadap klik merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui jaringan komunikasi yang terbentuk di dalam sebuah organisasi. Hal tersebut disebabkan karakteristik suatu jaringan dapat diketahui berdasarkan identifikasi klik yang ada di dalam organisasi (Rogers dan Kincaid, 1981: 138). Peranan kedua ialah isolate yaitu anggota organisasi yang memiliki hanya menjalin hubungan dengan sedikit anggota lainnya. Seorang Isolate biasanya menyembunyikan diri dalam organisasi atau merupakan orang yang tidak disukai di dalam organisasi. Sedangkan Bridge ialah anggota dari suatu klik yang menjadi penghubung antara kelompoknya dengan kelompok lain. Peranan selanjutnya ialan liaison. Seorang liasion merupakan penghubung antara satu kelompok dengan kelompok lain. Namun seorang liasion bukan bagian dari salah satu kelompok tersebut.
29
Peranan lainnya ialah gate keepers. Gate keepers ini ialah individu yang mengatur penyampaian informasi kepada anggota organisasi. Gate keepers memiliki wewenang untuk menentukan kepada siapa informasi akan ia sampaikan. Sedangkan Opinion leader merupakan pimpinan informal dalam organisasi. Opinion leader biasanya mampu mengayomi serta mempengaruhi anggota organisasi. Peranan terakhir pada jaringan komunikasi ialah cosmopolites. Cosmopolites merupakan individu yang berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan lingkungan di luar organisasi.
G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Menurut Saifuddin Azwar (2004:7), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sitematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai suatu bidang tertentu. Sedangkan metode dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Studi kasus adalah jenis penelitian terhadap suatu gambaran yang mendetail mengenai latar belakang serta sifat-sifat khas dari suatu kasus ataupun peristiwa. Kasus atau peristiwa yang menjadi objek penelitian merupakan peristiwa kontemporer di kehidupan nyata dimana peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki (Yin, 2014:1). Berdasarkan pendapat tersebut maka penelitian ini berusaha untuk menggambarkan situasi atau kejadian berdasarkan data yang ada. Sehingga penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai pola jaringan komunikasi yang terbentuk di Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta berdasarkan fakta yang ada. Peneliti menggunakan studi kasus dengan metode pengambilan melalui interview diharapkan mampu membedah secara mendalam mengenai proses komunikasi yang terjadi antar anggota di dalam Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. 30
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan diperoleh dari proses wawancara yang dilakukan kepada seluruh anggota Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta termasuk tim kerja HAK paroki. Kemudian kegiatan wawancara tersebut akan dibagi ke dalam enam kelompok yaitu yang pertama wawancara dilakukan kepada pengurus Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan para koordinator di setiap daerah. Selanjutnya wawancara akan dilakukan kepada tim kerja di masing-masing daerah yang terdiri dari tim kerja HAK di Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul, Gunung Kidul kemudian yang terakhir tim kerja HAK paroki yang berada di daerah Kulon progo. 2. Sumber Data Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder: a. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dalam penelitian dilapangan yang berupa hasil wawancara. Dalam penelitian ini data primer melalui wawancara akan diperoleh dari seluruh
anggota
Komisi
HAK
Kevikepan
D.I.Yogyakarta.
wawancara dilakukan kepada seluruh anggota dengan tujuan agar pola jaringan komunikasi yang terbentuk tidak terputus dan dapat dilihat secara menyeluruh. b. Data Sekunder Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, seperti buku, web, dan dokumen tertulis lainnya yang berkaitan dengan komunikasi yang terjadi di dalam Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Data sekunder ini dilakukan karena adanya keterbatasan waktu, biaya, maupun tenaga. Selanjutnya, data tersebut dapat digunakan untuk melengkapi dan memperkuat analisis serta kesimpulan hasil penelitian nantinya.
31
3. Metode Pengumpulan Data Ada dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder.
Teknik
pengumpulan
data
primer
dilakukan
dengan
menggunakan wawancara. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan observasi. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang akurat dan mendalam. Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada seluruh pengurus Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Ada tiga kelompok pertanyaan yang akan diajukan, yaitu kelompok identitas, kelompok pertanyaan pokok, pertanyaan yang berkaitan dengan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh masing-masing pengurus atau anggota. D.I.Yogyakarta. Hasil dari wawancara ini nantinya akan mampu menunjukkan hubungan yang terjalin dari seluruh pengurus Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. b. Observasi Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung secara intensif di lapangan. Data yang diobservasi merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian, sesuai dengan penelitian, dan fokus penelitian. Dalam observasi ini, peneliti melakukan pengamatan yang intensif dan pencatatan yang sistematis terhadap fenomena-fenomena dan gejala-gejala yang diteliti yaitu mengenai pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Selain itu, observasi juga dilakukan untuk mengamati keadaan Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta maupun Timja Paroki. Melalui observasi ini maka peneliti nantinya mampu menggambarkan keadaan sesuai fakta yang dapat dilihat selama melakukan proses penelitian. 32
c. Studi Kepustakaan Studi
kepustakaan merupakan metode
mengumpulkan dan
menganalisis data-data tertulis yang meliputi buku, dokumen tertulis, koran, web, laporan tahunan, dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian. Di samping itu, studi kepustakaan juga digunakan untuk mendapatkan data mengenai profil umum dari Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Data dari studi kepustakaan dimaksudkan untuk menelusuri dan mempelajari konsep atau teori yang relevan dengan penelitian tersebut yang nantinya dapat memperkuat kesimpulan terhadap hasil penelitian yang diperoleh. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk menganalisis data-data yang berbentuk kata-kata, kalimat, skema, gambar, dan foto yang diperoleh dalam penelitian. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa gambaran hubungan komunikasi antara anggota Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Data tersebut dapat berupa tabel yang menunjukkan pengelompokkan anggota maupun hubungan antara anggota. Kemudian data tersebut diberikan penjelasan secara teoritis yang disesuaikan dengan hasil penelitian, yaitu mengenai pola jaringan komunikasi
yang terbentuk di
dalam
Komisi
HAK
Kevikepan
D.I.Yogyakarta. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu : a. Reduksi Data Dalam tahap ini, peneliti melakukan langkah awal yaitu menuliskan dan mengetik data yang telah terkumpul dari lapangan, baik melalui wawancara maupun studi kepustakaan. Reduksi data dimaksudkan untuk memilah data yang kurang sesuai dan tidak relevan dengan 33
penelitian. Namun, tidak menutup kemungkinan peneliti untuk melakukan penambahan terhadap data penelitian yang dirasa masih kurang. Melalui reduksi ini diharapkan data dapat dipilah sesuai dengan fokus penelitian, yaitu pola jaringan komunikasi yang terbentuk berdasarkan hubungan-hubungan yang dijalin oleh semua anggota Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. b. Penyajian Data Setelah data direduksi, langkah selanjutnya yaitu melakukan penyajian data. Data yang telah direduksi kemudian dikelompokkan secara rapi, terperinci, dan sistematis. Hal tersebut dimaksudkan agar data dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan fokus penelitian. Sehingga data yang telah dikelompokan dapat digunakan untuk menyusun hasil penelitian. c. Interpretasi Data Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam proses analisis data yaitu melakukan interpretasi terhadap data yang telah dikelompokan sesuai dengan fokus penelitian. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencari makna atas data yang telah diperoleh, baik itu melalui wawancara maupun studi kepustakaan. Data-data yang sudah dikelompokkan dapat berupa kata, gambar, tabel maupun sebuah bentuk jaringan. Data yang telah dikelompokkan kemudian ditafsirkan secara deskriptif. Melalui tahap ini maka peneliti dapat mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai proses komunikasi yang dilakukan oleh seluruh anggota Komisi HAK Kevikepan D.I.Yogyakarta. Dalam tahap ini pula, hasil penelitian dijelaskan sesuai dengan kondisi yang terjadi dan fokus penelitian. d. Penarikan Kesimpulan Tahap terakhir dalam proses analisis data, yaitu penarikan kesimpulan atas hasil penelitian. Data yang telah digambarkan dan dijelaskan dalam tahap interpretasi kemudian disimpulkan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengenai pola jaringan komunikasi 34
yang terbentuk di dalam Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Kevikepan D.I.Yogyakarta.
35