BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dunia internasional saat ini tengah melihat dengan seksama perkembangan Cina dengan pertumbuhan ekonominya yang signifikan. Reformasi ekonomi dengan karakteristik Cina yang dimulai pada masa awal pemerintahan Deng Xiaoping merupakan faktor utama atas kebangkitan Cina saat ini. Perekonomian Cina yang terus tumbuh dibuktikan dengan meningkatnya Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya: pertumbuhan PDB Cina pada tahun 2009 sebesar 9,2% dan mencapai 7,8% pada tahun 2012. Sebagai perbandingan, pertumbuhan PDB Amerika Serikat pada tahun 2009 sebesar -2,8% dan pada tahun 2012 sebesar 2,8%.1 Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi telah menjadikan Cina negara dengan ekonomi terkuat kedua di dunia.2 Pada Kongres ke-16 Partai Komunis Cina dan Kongres Rakyat Nasional ke-11, generasi keempat pemerintahan Cina di bawah kepemimpinan Hu Jintao telah merumuskan tujuan nasional jangka panjang Cina untuk tahun 2020. Tujuan nasional jangka panjang tersebut adalah mewujudkan masyarakat Cina sebagai “hexie”, yaitu ketika sebagian besar masyarakat Cina telah hidup dengan sejahtera dan harmonis. Cara yang dilakukan untuk mencapai masyarakat “hexie” adalah dengan meningkatkan PDB pada tahun 2020 sebesar empat kali PDB pada tahun 2000. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah Cina menjalankan kebijakan politik luar negeri dengan slogan peaceful development atau “pembangunan damai”. “Pembangunan damai” merupakan strategi dan kebijakan luar negeri Cina yang sejalan dengan transformasi kekuatan ekonomi dan politiknya.3 Dalam proses transformasi tersebut, pemerintahan Presiden Hu dan Perdana Menteri (PM) Wen Jiabao berusaha membentuk wajah Cina sebagai sebuah negara besar dan kuat dengan menghilangkan victim mentality bangsa Cina serta lebih aktif dalam merumuskan kebijakan politik global dengan bergabung ke organisasi 1
The World Bank, GDP growth (annual %) (daring),
, diakses 15 Januari 2014. 2 ‘Pertumbuhan Ekonomi Cina Capai 7,8%’, Voice of America (daring), 18 Oktober 2013, , diakses 4 November 2013. 3 Xiaoxiong Yi, ‘Chinese Foreign Policy in Transition: Understanding China’s “Peaceful Development”,’ The Journal of East Asian Affairs, vol. 19, no. 1, 2005, p. 76.
1
organisasi multilateral.4 “Pembangunan damai” merupakan strategi kebijakan politik luar negeri Cina sebagai reaksi atas apa yang disebut sebagai “ancaman Cina”.5 Skripsi ini akan mengkaji kebijakan “pembangunan damai” dengan berfokus pada kebijakan luar negeri Cina terhadap India. Hubungan bilateral kedua negara menarik untuk diteliti karena keduanya memiliki beberapa kesamaan, yaitu jumlah penduduk yang banyak, wilayah teritorial yang luas dan menjadi kekuatan ekonomi baru di Asia. Sejarah hubungan bilateral kedua negara sangat panjang dan fluktuatif.6 Dalam perkembangan Cina menjadi negara modern, India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui kedaulatan Cina. Untuk meningkatkan hubungan bilateral, ditandatanganilah Panch Sheel atau lima prinsip “koeksistensi damai” sebagai prinsip dasar bagi hubungan bilateral pada tahun 1954. Prinsip tersebut menjadi dasar bagi hubungan bilateral Cina dan India ketika menyelesaikan permasalahan di Tibet.7 Hubungan bilateral yang telah terbangun baik sempat terganggu karena konflik perbatasan yang terjadi pada tahun 1962. Perang perbatasan inilah yang menyebabkan pemutusan hubungan ekonomi selama empat belas tahun dan menimbulkan kecurigaan serta rasa saling tidak percaya yang mewarnai hubungan bilateral kedua negara bahkan sampai sekarang. Menurut data yang dikeluarkan oleh People’s Liberation Army (PLA), pertumbuhan kekuatan militer dan pengaruh India di kawasan menjadi poin ketiga sebagai ancaman yang paling penting bagi PLA, setelah kebijakan luar negeri dan aktivitas militer Amerika Serikat (terutama yang berhubungan dengan Taiwan) serta kemunculan kembali Jepang sebagai kekuatan militer di kawasan.8 India merupakan negara di Asia Selatan yang mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2010, misalnya, tingkat pertumbuhan ekonomi India tercatat sebesar 10,5%.9 India juga ikut berperan dalam mengatasi krisis ekonomi global pada tahun 2008; ia bergabung dengan G20 yang merupakan kelompok negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Kondisi perekonomian India yang berkembang pesat turut mendorong pemerintahan Hu untuk menjalin hubungan bilateral yang lebih baik dengan India. Pemerintahan Hu meningkatkan pertemuan dan perjanjian bilateral 4
Xiaoxiong Yi, p.79. Willy Wo-Lap Lam, Chinese Politics in the Hu Jintao Era: New Leaders, New Challenges, M.E. Sharpe, New York, 2006, pp. 165-182. 6 D.K. Das, China and India: A tale of two economies, Routledge, New York, 2006, p. 131. 7 ‘The Five Principles of Peaceful Co-existance’, People’s Daily (daring), , diakses 22 Desember 2013. 8 K. Crane, et.al., Modernizing China’s Military: opportunities and constraints, RAND Corporation, Santa Monica, 2005, p. 193. 9 The World Bank, GDP growth (annual %). 5
2
dengan India sejak tahun 2003 melalui “kemitraan strategis”, Sino-Indian Summit, disepakatinya berbagai perjanjian perdagangan bilateral, berbagai pertemuan tingkat tinggi, dan lain-lain. Dalam mengkaji beberapa kerja sama Cina dengan India di masa pemerintahan Hu Jintao, penulis akan berfokus pada dua kebijakan, yaitu Joint Study Group dan Memorandum of Understanding on Defence Cooperation. Joint Study Group (JSG) merupakan kerja sama ekonomi pada tingkat menteri dengan tujuan untuk mengkaji lebih jauh barang-barang perdagangan yang bersifat komplementer serta meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan. Penulis memilih JSG dikarenakan hasil kerja dan rekomendasi JSG telah memberikan pengaruh positif bagi peningkatan perdagangan dan kerja sama ekonomi kedua negara. Terlebih lagi, JSG juga menjadi salah satu poin dalam Declaration on Principles for Relations and Comprehensive Cooperation yang ditandatangani tahun 2003.10 Deklarasi ini menjadikan JSG sebagai pilar utama dalam kerangka konstitusi peningkatan hubungan perdagangan dan investasi. Sementara itu, Memorandum of Understanding on Defence Cooperation (MoU on Defence Cooperation) tahun 2006 – perjanjian pertahanan tingkat menteri yang bertujuan untuk meningkatkan pelatihan, pertukaran serta kerja sama militer – penulis pilih karena ia merupakan nota kesepahaman pertama yang dihasilkan dalam kerja sama Cina dan India dalam bidang pertahanan. Lebih jauh lagi, tujuan dari nota kesepahaman ini adalah mengembangkan pengertian, rasa saling percaya dan transparasi antara personel-personel militer untuk menjadikan hubungan keamanan yang lebih baik sejak perang perbatasan.11
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana kebijakan “pembangunan damai” Cina pada pemerintahan Hu Jintao dijalankan terhadap India dalam kerja sama Joint Study Group dan Memorandum of Understanding on Defence Cooperation?
1.3 Landasan Konseptual Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, penulis akan menggunakan konsep-konsep “pembangunan damai”, “koeksistensi damai”, dan hubungan bilateral. 10
A. Athwal, China-India Relations: Contemporary Dinamics, Routledge, New York, 2008, pp. 87-88. ‘Build Mutual Trust in Sino-Indian Relations’, China.org.cn (daring), May 30, 2006, , diakses 26 Februari 2014. 11
3
1. Peaceful development atau “Pembangunan damai” “Pembangunan damai” (heping fazhan) merupakan semboyan politik luar negeri Cina di bawah pimpinan Presiden Hu dan PM Wen. Di bawah dasar kebijakan luar negeri ini, Cina ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kekuatan barunya secara ekonomi dan militer bukan merupakan suatu ancaman. Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan eksistensi Cina di dunia internasional dengan terlibat lebih aktif dalam setiap pengambilan kebijakan politik global sebagai konsekuensi dari kekuatan baru tersebut. Untuk menciptakan dunia yang damai, keamanan merupakan faktor terpenting dalam tujuan kebijakan luar negeri Cina. Sebagai wujud dari keinginan Cina untuk menciptakan keamanan dunia, Cina berusaha menjalin hubungan baik dengan negaranegara great powers (Uni Eropa, ASEAN, Rusia dan Jepang), menghindari kontroversi langsung dengan Amerika Serikat dan menjaga hubungan baik dengan negara-negara tetangga.12 Dengan menekankan bahwa ia akan menjalin hubungan bilateral yang bersifat win-win, Beijing menyatakan bahwa kebangkitan Cina merupakan peluang dan kesempatan bagi negara-negara di Asia Pasifik. Dengan demikian, “pembangunan damai” juga merupakan wujud dari implementasi kebijakan good neighborliness dan global responsibility Cina.13 Cina berpandangan bahwa kawasan Asia Pasifik merupakan fokus utama ia dalam menciptakan perdamaian dan keamanan. Oleh karena itu, Cina mendorong berbagai kerja sama multilateral di berbagai bidang seperti ekonomi, militer, bisnis, pariwisata, dan lain-lain. Konsep keamanan dan berbagai kerja sama yang ditawarkan Cina bersifat saling percaya, saling menguntungkan, kesetaraan dan kerja sama, tidak berpihak, dan tidak bersifat konfrontasi. Sebagai bukti nyata dari keinginan Cina untuk menciptakan keamanan dan perdamaian serta berperan sebagai “negara kuat yang bertanggung jawab”, Cina merumuskan kebijakan yang berasaskan tiga hal, yaitu menjalin kerja sama yang baik dengan negara-negara tetangga, aktif dalam organisasi multilateral, dan menggunakan strategi ekonomi untuk menjalin hubungan baik dengan negara lain.14 Dalam menjalin hubungan bilateral yang baik sebagai perwujudan dari kebijakan good neighborliness, pemerintahan Hu-Wen juga merumuskan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan hubungan bilateral, yaitu 12
Willy Wo-Lap Lam, p. 163. Xiaoxiong Yi, p. 80. 14 S.L. Shirk , China – Fragile Superpower, Oxford University Press, New York, 2007, p. 109. 13
4
menjaga frekuensi pertemuan-pertemuan tingkat tinggi, meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan, merumuskan mekanisme kerja sama secara efektif, dan menghilangkan hambatan-hambatan yang menghalangi perkembangan hubungan bilateral.15 Dalam konteks kebijakan “pembangunan damai” terhadap India, diketahui bahwa menjalin hubungan baik dengan India sangat penting bagi Cina. Melalui penerapan kebijakan “pembangunan damai’ sebagai bukti bahwa Cina adalah bangsa besar dan bertanggung jawab, Cina terbukti telah menjalankan kebijakan good neighbor dan menggunakan kerja sama ekonomi untuk dapat berhubungan baik dengan negara tetangga. Peningkatan hubungan bilateral Cina dengan India terjadi karena Cina menjaga frekuensi pertemuan-pertemuan tingkat tinggi, meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan, merumuskan mekanisme kerja sama secara efektif, dan menghilangkan hambatan-hambatan yang menghalangi perkembangan hubungan bilateral. Dapat juga dipahami bahwa berbagai kebijakan kerja sama antara kedua negara sejalan dengan tujuan kebijakan “pembangunan damai” itu sendiri, yaitu menciptakan lingkungan internasional yang aman, menjalin hubungan baik dengan negara besar maupun negara periphery, serta mengembangkan pangsa pasar baru dan investasi. Dalam penulisan ini, konsep “pembangunan damai” akan menjadi alat analisis untuk mengkaji dua kerja sama yang telah ditandatangani oleh Cina dan India.
2. “Koeksistensi damai” “Peaceful co-existence (koeksistensi damai)” merupakan suatu istilah yang terkenal pada tahun 1950-an, yang menjadi pedoman bagi negara-negara di dunia di masa itu untuk melakukan hubungan dan kerja sama. “Koeksistensi damai” menjadi dasar bagi kerja sama-kerja sama yang dilakukan oleh negara-negara yang memiliki perbedaan ideologi, sistem politik dan sistem ekonomi. Istilah yang diperkenalkan kepada masyarakat internasional oleh PM Uni Soviet, Nikita Sergeyevich Khrushchev, ini merupakan bentuk penolakan terhadap terjadinya perang antara negara-negara dengan sistem sosial dan sistem ekonomi yang berbeda.16
15
Xiaoxiong Yi, p. 88. R.H. Fifield, ‘The Five Principles of Peaceful Co-existance,’ The American Journal of International Law, vol. 52, no. 3, July 1958, p. 504. 16
5
Argumentasi utama dari “koeksistensi damai” adalah kewajiban setiap negara untuk menghormati dan menghargai integritas serta kedaulatan nasional negara lain. Dalam konteks ini, keikutsertaan atau campur tangan suatu negara dalam urusan domestik negara lain dengan tujuan mengubah sistem pemerintahan atau cara hidup negara lain, tidak dapat dibenarkan.17 “Koeksistensi damai” juga mempengaruhi Cina sebagai negara yang baru, yang kemudian menjadikannya sebagai prinsip dasar dalam berhubungan dan menyelesaikan permasalahan dengan negara lain. Cina pertama kali menggunakan istilah “koeksistensi damai” sebagai prinsip utama dalam menyelesaikan permasalahan dengan negara lain pada tahun 1954. Ketika itu, PM Zhou Enlai sedang melakukan negosiasi dengan PM India, Jawaharlal Nehru, untuk menyelesaikan permasalahan di Tibet. Negosisasi yang berlangsung pada tanggal 29 April 1954 tersebut menghasilkan perjanjian yang bernama Agreement between the People’s Republic of China and the Republic of India on Trade and Intercourse between the Tibet Region of China and India. Perjanjian ini memuat persetujuan kerja sama dalam berbagai bidang, khususnya ekonomi, perdagangan dan kebudayaan. Kedua negara memasukkan lima prinsip “koeksistensi damai” ke dalam Bab Pertama perjanjian. Kelima prinsip itu adalah: “mutual respect for sovereign territorial integrity, mutual non-aggression, non-interference in each other’s internal affair, equality and mutual benefit and peaceful coexistence.”18 Konsekuensi dari ditandatanganinya perjanjian 29 April 1954 dan dijadikannya lima prinsip “koeksistensi damai” sebagai prinsip dasar hubungan kedua negara adalah pengakuan India bahwa Tibet merupakan wilayah kedaulatan Cina serta penutupan semua pangkalan militer India di Tibet. Kemudian, pada tanggal 28 Juni 1954 ketika Cina dan India bernegosiasi membahas isu mengenai Sino-Indian Joint Communique, kedua negara sepakat menjadikan kelima prinsip “koeksistensi damai” sebagai prinsip-prinsip dasar bagi keberlangsungan hubungan bilateral.19 Atas dasar itu, konsep “koeksistensi damai” juga akan digunakan untuk menganalisis perkembangan dan perubahan hubungan bilateral Cina-India pada masa pemerintahan Hu Jintao, khususnya dalam hubungan ekonomi dan kerja sama militer.
17
K. Hasan, ‘Peaceful Co-existence,’ Pakistan Horizon, vol. 14, no. 4, 1961, p. 292. ‘The Five Principles of Peaceful Co-existance’. 19 P. Vang, Five Principles of Chinese Foreign Policy, AuthorHouse, Bloomington, 2008, p. 166. 18
6
3. Hubungan Bilateral Cina-India Hubungan bilateral Cina dan India memiliki sejarah yang panjang, di mana telah
terjadi
perdagangan
dan
pertukaran
budaya
yang
disebabkan
oleh
berkembangnya Jalur Sutra pada abad pertama Masehi. Pertukaran budaya ditandai dengan menyebarnya agama Buddha dari India ke Cina, yang diikuti dengan pertukaran biarawan dan biksu. Sementara itu, hubungan perdagangan ditandai dengan ekspor Cina ke India yang berupa kain sutra, porselin, barang-barang kerajinan yang berasal dari bambu, dan barang komoditas lainnya.20 Ketika Cina menjadi negara modern pada tahun 1949, India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui kedaulatan Cina. Pengakuan India atas kedaulatan Cina merupakan strategi PM Nehru untuk menjauhkan atau paling tidak mengurangi pengaruh kekuatan Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa perang dingin di Asia. Kedua negara memiliki persamaan tujuan untuk meningkatkan hubungan bilateral dan berhubungan baik selayaknya dua buah negara bertetangga. Fase ini biasa disebut dengan istilah “Hindi-Chini Bhai Bhai”, istilah dalam bahasa India yang berarti bahwa bangsa Cina dan India adalah saudara. Kedua negara kemudian bersepakat akan menerapkan Panch Sheel atau lima prinsip dalam koeksistensi damai sebagai dasar bagi hubungan bilateral.21 Fase selanjutnya adalah sebuah tahapan hubungan bilateral yang biasa disebut dengan “Hindi-Chini Bye Bye” atau yang berarti selamat tinggal hubungan CinaIndia. Istilah tersebut muncul karena terjadi perang perbatasan pada tahun 1962 di wilayah timur Himalaya. Pada perang perbatasan tersebut, Beijing melakukan klaim atas 90.000 km2 wilayah timur Himalaya, sementara menurut New Delhi, Beijing telah menduduki 38.000 km2 wilayah barat dataran Aksai Chin.22 Perang perbatasan tersebut mengakibatkan penarikan mundur duta besar kedua negara serta penundaan kerja sama ekonomi selama empat belas tahun. Hubungan bilateral keduanya berangsur-angsur membaik dengan ditandatanganinya Confidence-building Measures pada tahun 1990. Dengan perjanjian tersebut, kerja sama ekonomi dan perdagangan kembali tumbuh. Beberapa jurnalis dan analisis menyebut tahapan ini sebagai “Hindi 20
D.J. Mitchell & C. Bajpaee, ‘China and India’, Center for Strategic and International Studies (daring), , p. 151, diakses 26 Februari 2014. 21 Das, p. 133. 22 K.N. Das, ‘China, India spar over disputed border’, Reuters (daring), 30 November 2013, , diakses 28 Februari 2014.
7
Chini Buy Buy” yang berarti bahwa kedua negara saling membeli barang-barang komoditas dalam jumlah yang banyak.23 Hubungan Beijing dan New Delhi kembali mengalami kemunduran ketika pada bulan Mei 1998 India melakukan uji coba nuklir Pokhrna-II. Cina menyebut pemerintah India tidak bertanggung jawab dan tidak bermoral, sementara alasan utama India melakukan uji coba nuklir adalah munculnya “ancaman Cina” sehingga dirasa penting untuk pertahanan diri. Menanggapi kekecewaan Cina, India berusaha melakukan normalisasi hubungan. Presiden K.R. Narayanan berkunjung ke Beijing pada bulan Mei 2000, yang juga menjadi bagian dari agenda peringatan ke-50 tahun hubungan diplomatik Cina-India. Kunjungan Narayanan dibalas oleh kunjungan Ketua Parlemen Cina Li Peng dan PM Zhu Rongji pada bulan Januari 2001.24 Peningkatan hubungan politik dan ekonomi kemudian menjadi perhatian bersama kedua negara, dimulai dengan saling kunjung pemimpin negara dan dilanjutkan dengan ditandatanganinya perjanjian kerja sama. Misalnya, kunjungan PM India A.B. Vajpayee pada tahun 2003 menghasilkan perjanjian Declaration on Principles for Relations and Comprehensive Cooperation dan membentuk Special Representatives (SR) untuk mengkaji lebih jauh kerangka penyelesaian permasalahan perbatasan dari perspektif politik. Kunjungan tersebut kemudian dibalas oleh Wen Jiabao pada tahun 2005 yang menghasilkan kesepakatan Strategic and Cooperative Partnership for Peace and Prosperity. Presiden Hu Jintao juga melakukan kunjungan ke India pada tahun 2006 dan menandatangani Joint Declaration. Kunjungan Presiden Hu berikutnya di tahun 2010 menghasilkan kerja sama ekonomi, yaitu pencapaian target nilai perdagangan bilateral sebesar $100 milyar pada tahun 2015.25 Dalam penulisan skripsi ini, hubungan dan sejarah bilateral Cina dan India akan dijadikan sebuah analisis dalam melihat perubahan hubungan bilateral pada masa kepemimpinan presiden Hu Jintao. Hal ini ditujukan untuk melihat perubahan hubungan bilateral dan kaitannya dengan kebijakan luar negeri Cina pada masa presiden Hu, yaitu “pembangunan damai”.
23
D.K. Das, p. 133. Jing-dong Yuan, ‘Building Trust Between Asia’a Rising Powers: Sino-Indian Relations After Hu’s Visit’, Center for Applied Policy Research (daring), , diakses 12 Desember 2013. 25 Ministry of External Affairs, India-China relations (daring), , diakses 17 Desember 2013. 24
8
1.4 Argumen Utama Terdapat pola dan strategi baru pada masa pemerintahan Hu Jintao terhadap India. Sejak awal pemerintahan Hu, terjadi peningkatan kunjungan tingkat tinggi yang menghasilkan banyak perjanjian kerja sama di berbagai bidang, khususnya di bidang ekonomi serta pertahanan dan keamanan. Dalam bidang ekonomi, JSG yang merupakan kerangka konstitusi peningkatan hubungan ekonomi, perdagangan dan investasi kedua negara telah bekerja dengan baik. Sementara dalam bidang pertahanan dan keamanan, Nota Kesepahaman tahun 2006 merupakan pondasi awal bagi meningkatnya dialog-dialog militer Cina dan India. Meskipun tantangan penerapan kebijakan “pembangunan damai” terhadap India tetap terjadi, antara lain defisit perdagangan India terhadap Cina dan meningkatnya aktivitas militer Cina di daerah perbatasan. Tetapi peningkatan kerja sama bilateral yang telah terjalin telah membantu Cina untuk menerapkan konsep multilateralisme, yaitu dengan meningkatnya kerja sama Cina dan India dalam organisasi multilateral. Kedua bentuk kerja sama di atas dapat menjelaskan bahwa kebijakan politik luar negeri Cina pada pemerintahan Hu dengan semboyan “pembangunan damai” yang meliputi prinsip-prinsip good neighborliness, kerja sama yang bersifat win-win, dan konsep keamanan baru, telah membawa peningkatan pada hubungan bilateral Cina dan India dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab. Setelah Bab Pertama, di Bab Kedua penulis akan menjelaskan konsep “pembangunan damai” dan sejarah hubungan bilateral antara Cina dan India dengan lebih rinci. Penulis kemudian akan menjelaskan kerja sama ekonomi dengan JSG sebagai kerangka konstitusi di Bab Ketiga. Di sini akan diuraikan juga berbagai pelaksanaan dari rekomendasi JSG serta analisis terhadap konsep “pembangunan damai”. Lebih jauh lagi, juga akan diuraikan berbagai alasan peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan. Bab Keempat skripsi ini akan berisikan uraian tentang kerja sama militer yang diawali dengan ditantanganinya Nota Kesepahaman di bidang keamanan pada tahun 2006, berbagai latihan militer bersama serta dialog-dialog militer setelahnya. Penulis akan menganalisis berbagai kerja sama pertahanan ini dengan dilihat dari konsep “pembangunan damai” serta alasan maupun latar belakang peningkatan kerja sama pertahanan antara kedua negara. Skripsi akan diakhiri dengan Bab Kelima, yang memuat kesimpulan dan inferens yang bisa ditarik dari hasil penelitian. 9