BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme
patogen.Menurut
WHO
tahun
2012,
penyakit infeksi membunuh 3,5 juta orang tiap tahunnya. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama dinegara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu mikroorganisme yang tumbuh subur di
negara
Dengan
tropis
ini
temperatur
adalah
bakteri
pertumbuhan
mycobacterium.
optimum25 °C
-
50 °C
membuat bakteri tersebut berkembang subur di Indonesia. Saat
ini
telah
mycobacterium,
ditemukan dan
lebih
dapat
dari
100
menimbulkan
spesies berbagai
manifestasi klinik yang berbeda (Loachimescu, 2010). Mycobacterium
juga
memiliki
tingkat
morbiditas
yang
cukup tinggi (Murray, et al., 2009). Secara
umum
klasifikasi, Mycobacterium tuberculosis.
mycobacterium
yaitu leprae, Berbeda
dibagi
Mycobacterium dan dengan
menjadi
tuberculosis,
Mycobacterium infeksi
tiga
non
Mycobacterium
tuberculosis dan Mycobacterium leprae, dimana tidak ada
1
2
pelaporan sistematis mengenai penyakit akibat infeksi Mycobacterium non tuberculosis baik tipe slowly growing dan
rapidly
growing
sehingga
hanya
sedikit
data
mengenai epidemiologi dan angka kejadian penyakit ini (De Groote, 2006). Para
ahli
meyakini
bahwa
saat
ini
prevalensi
penyakit akibat Mycobacterium non tuberculosis semakin meningkat
(Cassidy
et
all.,
2009).
Contohnya
adalah
dari penelitian yang telah dilakukan di kawasan asia timur. Pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 hasil penelitian
tentang
tuberculosis
di
infeksi
Shanghai
Mycobacterium
menunjukkan
non
prevalensi
penyakit berturut-turut adalah 4.26%, 4.70%, 4.96%, dan 6.38% (Hong-xiu et al., 2008). Di Taiwan, penelitian tentang
infeksi
Mycobacterium
non
tuberculosis
juga
menunjukkan peningkatan selama beberapa tahun terakhir (Huang et al., 2012). Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar infeksi
dua yang
orang
per
disebabkan
100.000 oleh
penduduk
mengalami
Mycobacterium
non
tuberculosis (Huitt et al., 2014). Meskipun
patogenisitas
Mycobacterium
non
tuberculosisumumnya rendah untuk manusia, namun bakteri ini dapat menyebabkan berbagai macam penyakit klinik. Manifestasi klinik pada manusia yang disebabkan oleh
3
infeksi
bakteri
sindrom
ini
klinik
diklasifikasikan
yaitu
penyakit
menjadi paru
empat kronik,
limfadenitis, penyakit kulit, dan penyakit diseminata. Penyakit
paru
kronik
adalah
manifestasi
yang
paling
sering ditemukan (Griffith et all., 2007). Untuk dengan
membedakan penyakit
Mycobacterium
paru
akibat
tuberculosis(MTB) Mycobacterium
non
tuberculosis baik slowly growing maupun rapidly growing secara
klinik
memang
cukup
sulit,
karena
keduanya
memiliki tampakan klinik yang sama (Griffith et all., 2007).
Sehingga
pemeriksaan
terdapat
penunjang
tumpang
pada
kasus
tindih
dalam
Mycobacterium
tuberculosis dan Mycobacterum non tuberculosis, pada suatu kasus ditemukan pemeriksaan sputum BTA positif, namun saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, bakteri yang ditemukan adalah Mycobacterium non tuberculosis (Koh
et
al.,
2006).
Di
Zambia,
Mycobacterium
non
tuberculosis memiliki peran penting sebagai etiologi dari penyakit
yang memiliki manifestasi menyerupai TB
(Buijtels et al., 2009). Dalam penyembuhan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri,
obat
yang
digunakan
adalah
obat
golongan
antibiotik. Antibiotik memiliki banyak golongan dimana di setiap golongan terdiri dari berbagai macam jenis
4
antibiotik.
Setiap
suseptibilitas
dan
spesies
resistensi
bakteri yang
memiliki
berbeda
terhadap
setiap jenis antibiotik. Hal ini mendasari pentingnya dilakukan suatu uji potensi antibiotik (Kiser, 2012; Engelkirk, 2008). American Thoracic Society (1997) menyatakan bahwa terapi
untuk
harus
infeksi
Mycobacterium
disesuaikan
dengan
non
tuberculosis
mycobacterium
yang
menginfeksinya. Pada tahun 1995 di Texas, Amerika Serikat dilakukan penelitian terhadap lima subkelompok Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing yaitu M. fortuitum biovariant 98 92 95 99 100" fortuitum, M. fortuitum biovariant peregrinum, M. fortuitum third biovariant complex, subsp.
M.
chelonae
Chelonae.
didapatkan aktivitas
hasil terbaik
semua
subkelompok
aktif
terhadap
subsp.
Abscessus,
Berdasarkan bahwa dalam yang
sebagian
penelitian
antibiotik menghambat diuji. besar
M.
amikasin
chelonae tersebut memiliki
pertumbuhan
Amikasin spesies
dari
diperkirakan mycobacterium
terutama terhadap biovarian dari M. fortuitum (Katzung, 2012; Swenson 1985). Amikasin antiobiotik
golongan
dan gentamisin merupakan
aminoglikosida
(Katzung,
2012).
Aktivitas antibiotik gentamisin belum diteliti dengan
5
baik.
Namun
memiliki
telah
ditemukan
potensi
yang
bahwa
antibiotik
cukup
baik
ini
sebagai
antituberculosis dengan metode dilusi secara in vitro (Klemens et all., 1990) Penyakit
yang
disebabkan
tuberculosiscukup
jarang
oleh
Mycobacterium
dipertimbangkan
non
sebagai
diagnosis kerja maupun diagnosis banding dalam praktek klinik.Dengan penyakit
tanda
yang
tuberculosis
dan
gejala
disebabkan
dan
yang
mirip
oleh
Mycobacterium
antara
Mycobacterium
non
tuberculosis,
kebanyakan dokter akan mengobati pasiennya dengan obat anti tuberculosis (OAT). Lalu apabila pengobatan dengan OAT tersebut tidak berespon baik, tidak jarang dokter akan mendiagnosisnya sebagai pasien MDR-TB (Multiple Drugs Resitance – Tuberculosis). Dilaporkan bahwa 30,7% pasien namun
di
Shandong,
ketika
diuji
Cina
didiagnosis
lebih
lanjut
sebagai
ternyata
MDR-TB infeksi
disebabkan oleh Mycobaterium non tuberculosis (Jing et al. 2012). Pasien MDR-TB adalah pasien yang resisten terhadap Pengobatan
paling lini
pirazinamid, fluorokuinolon.
tidak pertama
etambutol,
isoniazid untuk dan
Moksifloksasin
dan
pasien
MDR-TB
antibiotik dan
rifampisin. adalah
golongan
levoflosasin
yang
6
merupakan
golongan
fluorokuinolon
memiliki
peran
penting dalam terapi pengobatan MDR-TB (WHO, 2011). Namun
tentu
saja
untuk
mengkombinasikan
obat
antibiotik tidak boleh sembarangan, sehingga terdapat syarat
khusus
untuk
mengkombinasikannya,
adalah
obat
yang
dikombinasikan
diantaranya
tidak
memiliki
interaksi farmasetik yang menyebabkan turunnya potensi atau meningkatnya efek samping/toksisitas antibiotik. Dua antibiotik bisa dikombinasikan jika mempunyai sifat yang
sama
yaitu
bakterisid-bakterisid
bakteriostatik-bakteriostatik.
Jika
atau
mempunyai
sifat
kerja yang berlawanan (bakterisid-bakteriostatik) maka antibiotik
tidak
boleh
dikombinasikan.
Sebagai
pengecualian, kombinasi antibiotik dengan sifat kerja yang
berlawanan
diperbolehkan
(bakterisid
jika
lokasi
-
kerja
bakteriostatik)
antibiotik
terjadi
organ atau sistem yang berbeda. (Katzung, 2012). Melihat penggunaan obat yang selama ini digunakan serta
rekomendasi
pengobatan
yang
dari sesuai
berbagai untuk
sumber
mengenai
Mycobacterium
non
tuberculosis khususnya tipe rapidly growing, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana suseptibilitas Mycobacterium terhadap
non
tuberculosis
gentamisisn
sebagai
tipe salah
rapidly satu
growing
antibiotik
7
golongan aminoglikosida dan levofloksasin sebagai salah satu antibiotik golongan fluorokuinolon. I.2. RUMUSAN MASALAH Bagaimanakah
tingkat
kepekaan
Mycobacterium
non
tuberculosis tipe rapidly growing terhadap gentamisin dan levofloksasin secara in vitro? I.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
mengetahui
pengaruh pemberian gentamisin dan levofloksasin dalam pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing melalui metode in vitro. I.4. KEASLIAN PENELITIAN Uji suseptibilitas Mycobacterium non tuberculosis terhadap
berbagai
antibiotik
dari
golongan
aminoglikosida dan fluorokuinolon, termasuk gentamisin dan levofloksasin, sudah pernah dilakukan sebelumnya. Namun, karena adanya pola kepekaan dan reisistensi yang berbeda
di
dilakukan wilayah
setiap
untuk
melihat
Yogyakarta
menggunakan tuberculosis
isolat dari
wilayah,
dan
pola
maka
kepekaan
sekitarnya,
bakteri
Laboratorium
penelitian tersebut yaitu
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
di
dengan
Mycobacterium Mikrobiologi
ini
non
Fakuktas
8
I.5. MANFAAT PENELITIAN Penelitian
ini
secara
umum
bertujuan
untuk
memberikan bukti ilmiah mengenai efek gentamisin dan levofloksasin dalam menekan pertumbuhan Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing secara in vitro. Sementara
tujuan
khusus
dari
penelitian
ini
adalah
untuk menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) gentamisin dan
levofloksasin
Mycobacterium
non
yang
bisa
dipakai
tuberculosis,
dan
dalam
menilai
terapi tingkat
potensi gentamisin dan levofloksasin untuk dijadikan sebagai pilihan terapi penyakit akibat Mycobacterium non tuberculosis. Bagi perkembangan ilmu
kedokteran
hasil penelitian ini diharapkan memberikan dasar ilmiah bagi
terapi
farmakologis
untuk
penyakit
akibat
Mycobacterium non tuberculosis tipe rapidly growing di Indonesia yang lebih tepat sasaran, sehingga memberikan manfaat untuk masyarakat. I.6 PERTANYAAN PENELITIAN 1. Apakah
gentamisin
mampu
menghambat
pertumbuhan
Mycobacterium non tuberculosis? 2. Apakah
levofloksasin
mampu
menghambat
Mycobacterium non tuberculosis?
pertumbuhan
9
3. Apakah
gentamisin
levofloksasin Mycobacterium
dalam
lebih
efektif
menghambat non
dibanding pertumbuhan
tuberculosis?