BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium. Parasit ini hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi plasmodium malaria (Harijanto, 2012). World Health Organization (WHO) melaporkan kejadian malaria cenderung meningkat dari tahun 2011 sebanyak 206.000.000 kasus dan tahun 2012 sebanyak 207.000.000 kasus. Data pasien yang meninggal karena kasus malaria tahun 2012 sebanyak 627.000 kasus. Wilayah Asia Tenggara salah satu wilayah yang memiliki angka kejadian malaria sebanyak 2,9 juta kasus yang terdiri dari tiga negara yang memiliki angka tertinggi adalah India (54%), Myanmar (24%), dan Indonesia (22%) (World Malaria Report, 2013). Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2013, melaporkan prevalensi malaria yaitu 6%. Provinsi dengan prevalensi malaria tertinggi adalah Papua (28,6%), Nusa Tenggara Timur (23,3%), Papua Barat (19,4%), Sulawesi Tengah (12,5%), dan Maluku (10,7%). Wilayah ini berada di Indonesia bagian timur yang memiliki banyak hutan dan rawa sehingga wilayah ini menjadi daerah yang endemis terhadap malaria (Riskesdas, 2013). Kasus malaria di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011 tercatat 118.494 kasus malaria dan pada tahun 2012 terdapat 114.321 kasus. Salah satu
1
2
kabupaten di NTT yang masih cukup tinggi jumlah kasus malaria yaitu: Kabupaten Sumba Barat. Annual Parasite Inciden (API) di Kabupaten Sumba Barat memperlihatkan bahwa pada tahun 2011 angka kejadian malaria sebesar 19,63%, pada tahun 2012 naik menjadi 37,77% , dan pada tahun 2013 sebesar 35,72% (Laporan Statistik Provinsi NTT, 2013). Angka kejadian relaps malaria di Indonesia dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang masih rendah serta sikap pencegahan dan pencarian pengobatan yang kurang baik pada saat kejadian malaria. Berbagai upaya promosi dan preventif telah dilakukan pemerintah melalui dinas kesehatan bekerja sama dengan lintas sektoral dalam upaya memberantas malaria. Pemberian kelambu, mass blood survey (MBS), dan beberapa program malaria lainya masih kurang menunjukkan hasil yang maksimal (Zega, 2006). Salah satu permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam usaha pengobatan malaria adalah timbulnya resistensi terhadap obat antimalaria selama beberapa dekade. Resistensi terhadap obat antimalaria telah ditemukan pada tiga dari lima spesies parasit malaria yang sering menyerang manusia, yaitu: P.falciparum, P.vivax, dan P.malariae. Timbulnya resistensi dapat disebabkan oleh mutasi genetik pada parasit malaria dimana parasit ini bermultiplikasi dan menghasilkan populasi parasit yang resisten terhadap obat antimalaria (WHO, 2010). Penyakit malaria menjadi semakin sulit diatasi dan diperkirakan akan menjadi hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena penyakit malaria bisa kambuh kembali. Seorang penderita malaria bisa mengalami serangan ulang sebanyak 35-40 kali selama periode tiga sampai empat tahun. Serangan ulang
3
malaria antara lain berkaitan dengan eliminasi parasit fase eritrosit yang tidak sempurna karena pengobatan yang tidak adekuat dengan obatan-obatan skizontisida darah, reaktifasi bentuk hipnozoit, rendahnya respon imun atau adanya reinfeksi dengan plasmoidium baru (Cogswel, 1992; Fiyanti, 2013). Beberapa penelitian mengenai kejadian relaps pada penderita malaria yaitu penelitian Fiyanti Tallane (2013) menunjukan bahwa dari 196 responden terdapat 139 orang (70,9%) yang mengalami relaps malaria, sedangkan yang tidak mengalami relaps malaria sebanyak 57 orang (29,1%). Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Tommy Kartono (2012) ditemukan dari 36 orang penderita malaria falciparum yang mendapat terapi artemeter, terdapat enam orang (16,67%) dengan Plasmodium falciparum positif (PF+) pada pemeriksaan mikroskopis ulang. Kasus relaps dan resistensi obat muncul dikarenakan pasien tidak melakukan pemeriksaan ulang darah tepi (follow up) dan juga kepatuhan berobat yang kurang. Data yang didapatkan peneliti dari hasil pemeriksaan mikroskopis di Klinik Malaria Sumba Foundation dari Januari-September 2014, jumlah penderita positif malaria: 865 kasus, yang datang follow up: 375 orang (43,35%) dan terdapat 37 orang masih positif malaria (9,87%). Pasien post terapi malaria yang tidak follow up mungkin saja masih terdapat parasit dalam tubuhnya, dan ini akan menjadi bahaya karena beresiko tinggi terhadap penularan kepada anggota keluarga dan orang-orang disekitarnya
4
Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Sumba Barat disebabkan oleh upaya pencegahan, pencarian pengobatan dan perilaku kontrol ulang yang masih rendah. Berdasarkan wawancara peneliti terhadap 10 dari 75 penderita pasca pengobatan malaria di wilayah klinik malaria sumba foundation tidak datang follow up, dengan alasan jarak klinik malaria yang jauh dan juga sudah merasa sembuh sehingga tidak perlu lagi untuk follow up Banyak faktor penyebab pasien tidak datang follow up merasa sudah sembuh setelah dua atau tiga hari minum obat malaria, jarak yang jauh dan akses yang sulit ke tempat pelayanan kesehatan, keyakinan terhadap pengobatan tradisional, dan biaya transportasi yang mahal. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wuryanto (2005) yang menyatakan bahwa 64% pasien menghentikan pengobatan karena perasaan sehat pasien setelah tiga atau lima hari pengobatan obat malaria. Dampak dari ketidak patuhan follow up yaitu gagal dalam penyembuhan. Malaria yang tidak sembuh akan mengakibatkan munculnya kasus relaps, resistensi obat anti malaria, dan terutama adalah high risk transmisi malaria. Hal ini akan menjadi lingkaran setan yang sulit untuk dieliminasi. Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang berkaitan dengan pengetahuan dan persepsi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suharjo (2004) yang menyatakan bahwa, terdapat 57% pengetahuan penderita malaria tentang perkembangan parasit, penularan dan kontrol ulang masih rendah. Demikian juga hasil penelitian fathonah (2010) pengetahuan responden terhadap upaya pencegahan dan pengobatan terhadap malaria masih sangat rendah yaitu: 34,5%
5
Pengetahuan yang baik tentang perkembangan parasit dan penularannya dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya follow up, sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik. Pengetahuan akan suatu obyek meliputi pengetahuan tentang manfaat/kebaikan maupun kerugian/kejelekan (Notoatmodjo, 2005). Penelitian Purnawati (2009), menemukan bahwa faktor pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dengan sikap dan tindakan. Pengetahuan yang baik diharapkan pasien post terapi malaria patuh dan aktif untuk ikut follow up, guna mencegah kasus relaps, resistensi obat dan penularan penyakit malaria. Pengetahuan yang terbatas dan sikap individu atau keluarga yang kurang merupakan determinan penting bagi munculnya penyakit malaria. Pengetahuan yang diharapkan dari penderita malaria bukan hanya bisa menjelaskan tentang malaria, tetapi diharapkan juga adanya sikap dan tindakan yang positif dalam upaya pencegahan dan pengobatan malaria Pemberdayaan
masyarakat
meningkatkan
pengetahuan,
dalam persepsi
mencegah
malaria
masyarakat
dimulai
tentang
dengan
penyakit
dan
kemampuan dalam penanggulangan malaria. Melalui upaya tersebut diharapkan dapat membantu menekan angka kejadian relaps malaria (Suharjo dkk, 2004). Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan persepsi pasien post terapi malaria terhadap kepatuhan follow up (pemeriksaan ulang darah tepi) di Klinik
6
Malaria Sumba Foundation, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik rumusan masalah, yaitu: apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dan persepsi pasien post terapi malaria dengan kepatuhan follow up di Klinik Malaria Sumba Foundation Kabupaten Sumba Barat.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan Umum Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan persepsi pasien post terapi malaria dengan kepatuhan follow up di Klinik Malaria Sumba Foundation, Kabupaten Sumba Barat. 1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pasien post terapi malaria terhadap kepatuhan follow up di Klinik Malaria Sumba Foundation, Kabupaten Sumba Barat 2. Mengetahui hubungan persepsi pasien post terapi malaria dengan kepatuhan follow up di Klinik Malaria Sumba Foundation, Kabupaten Sumba Barat.
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menjelaskan tentang penyakit malaria, siklus penularan, dan pentingnya follow up dalam pengobatan 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2
Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, sebagai suatu pengalaman belajar dalam kegiatan penelitian, sehingga dapat memperoleh pengalaman dan meningkatkan wawasan peneliti tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Persepsi pasien post terapi malaria terhadap kepatuhan follow up. 2. Bagi pasien malaria, sebagai bahan informasi pentingnya follow up guna mengetahui perkembangan parasite dan efektifitas obat anti malaria untuk mencegah infeksi berulang dan resiko penularan penayakit malaria. 3. Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan informasi data sehingga diharapkan dapat wacana keilmuwan terutama tentang penyakit malaria. 4. Bagi puskesmas, dapat menjadi pedoman dan masukan bagi petugas kesehatan dalam upaya pencegahan penularan penyakit malaria.
1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini belum ada yang meneliti, namun ada beberapa hasil penelitian yang menjadi referensi dalam penelitian ini, yaitu:
8
1. Fiyanti Tallane, dkk (2013) dengan judul Analisis Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Relaps Malaria di Kabupaten Sorong. Desain penelitian ini adalah
penelitian
observasional
dengan
rancangan
cross
sectional.
Populasinya adalah pasien yang berkunjung ke Puskesmas di Wilayah Kabupaten Sorong pada tahun 2013. Sampelnya adalah sebagian pasien yang berkunjung ke Puskesmas di Wilayah Kabupaten Sorong pada tahun 2013 sebanyak 196 responden. Pengambilan sampel secara purposive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah chi square
dan regresi logistik. Hasil
penelitian menunjukan ada hubungan pekerjaan (p= 0,000), mobilitas penduduk (p= 0,000), perilaku kepatuhan minum obat (p= 0,000) dengan kejadian relaps malaria. Analisis multivariat faktor yang paling berhubungan mobilitas penduduk (p Wald 31,09). Sedangkan status gizi tidak berhubungan dengan kejadian relaps malaria di Kabupaten Sorong. 2. M. Arie Wuryanto (2005), tentang tingkat kepatuhan penderita malaria vivax dalam minum obat serta faktor yang mempengaruhinya. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, populasi dalam penelitian ini adalah penderita malaria dari bulan Oktober 2004–Maret 2005. Sampel yang diambil 120 responden yang menderita malaria dengan umur diatas 15 tahun. Kasus malaria vivax yang ketidak patuhan adalah 64%, itu berarti bahwa tingkat kepatuhan adalah 36%. Alasan untuk menghentikan pengobatan itu disebabkan oleh perasaan sehat pasien setelah tiga atau lima hari pengobatan obat malaria. Hasil uji chi-square menunjukan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan tingkat kepatuhan pasien terapi obat malaria
9
(p value 0,002, rasio lazim 4,8 (95% CI:1,7-13,7). Tingkat kepatuhan pengobatan tergantung pada tingkat pengetahuan pasien. Pasien dengan pengetahuan rendah memiliki 4,8 kali tidak patuh dalam terapi obat malaria. 3. Tommy Kartono dan Sinta Murti (2011) tentang pengobatan malaria falciparum dengan Artemeter di RSUD I. A. Moeis Samarinda, desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross-sectional. Data diambil dari rekam medik penderita malaria falciparum yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUD I. A. Moeis Samarinda dari Januari 2008 sampai akhir Januari 2009. Ada 36 orang penderita malaria falciparum yang mendapat terapi artemeter, masih terdapat enam (16,67%) orang dengan Plasmodium falciparum positif (PF+) pada pemeriksaan mikroskopis ulang. Karakteristik klinis dan laboratoris keenam penderita itu berupa anemia (66,66%), ikterus (66,66%), trombositopenia (66,66%), leukopenia (50%) 83,33% pasien memiliki kepadatan parasit ++ atau lebih, dan 66,66% pasien memiliki lebih dari satu karakteristik tersebut.