BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Pes termasuk
penyakit karantina internasional. Di Indonesia penyakit ini
kemungkinan timbul kembali (re-emerging desease) dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (Depkes RI, 1999). Menurut International Health Regulation, pes termasuk dalam Public Health Emergencies of International Concern (PHEIC) dan merupakan jenis penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah
(Depkes RI,
2008). Kejadian Luar Biasa pes mempunyai dampak nasional dan internasional di bidang kesehatan, ekonomi, pariwisata dan perdagangan. Pes masuk ke Indonesia pada tahun 1911 melalui pelabuhan dan alat transportasi laut terbawa oleh kapal – kapal pengangkut beras dari Rangoon, Myanmar masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya (Simanjuntak et al, 2002). Pes juga masuk melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang tahun 1916 dan menyebar ke daerah ke pegunungan. Tahun 1923 pes diduga masuk Pelabuhan Cirebon dan tahun 1927 Pelabuhan Tegal (Depkes RI, 2008). Wabah pes di Indonesia pernah tejadi di Surakarta tahun 1915, Yogyakarta pada tahun 1916, di Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Jawa Tengah tahun 1970, dan pada 1987 di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan Jawa Timur dengan
1
2
penderita 25 orang yang meninggal 21 orang (CFR =83,7%). Kejadian Luar Biasa terjadi lagi pada daerah yang sama pada tahun 1997 dengan jumlah penderita 5 orang tanpa ada kematian (Depkes RI, 1999, dan pada tahun 1998 ditemukan 8 tersangka, tahun 1999 ditemukan 4 tersangka. Berdasarkan waktu kejadian luar biasa pes, kasus pes cenderung terjadi pada kurun waktu 10 tahunan. Sejak pes masuk ke Indonesia melalui pelabuhan sampai terjadi KLB tahun 1997 korban kematian diperkirakan 250.000 orang (Simanjuntak et al, 2002). Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa dari tahun 2004 sampai 2009 terdapat kasus pes sebanyak 12.503 kasus dengan kematian 843 orang, data ini dilaporkan dari 16 Negara di Afrika, Asia dan Amerika dengan CFR 6,7%. Dari benua Afika terdapat 8 Negara yang melaporkan kasus pes, total kasus sebanyak 12.209 kasus dengan kematian 814 orang, di Asia total kasus 149 kasus dengan kematian 23 orang dan di Amerika terdapat 145 kasus dengan kematian 6 orang (WHO, 2010). Menurut WHO (2014) dilaporkan bahwa pada tanggal 21 November 2014 terjadi outbreak (wabah) pes di Madagascar Benua Afrika sebanyak 80 kasus dengan kematian 40 orang, dengan kasus pes pulmo
sebanyak 2%.
Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk bagi penularan pes termasuk pelabuhan Banten. Saat ini terjadi peningkatan arus transportasi maka upaya – upaya pengamatan bukan saja dilaksanakan di daerah fokus dan bekas daerah pes tetapi pengamatan harus tetap dilaksanakan dan ditingkatkan di daerah pelabuhan guna mencegah penularan pes dan menangkal masuknya pes dari negara lain (Depkes RI, 2008).
3
Menurut IHR 2005 pasal 22 (WHO, 2005) menyatakan bahwa fasilitas umum pada pintu masuk (pelabuhan) dalam kondisi bersih dan bebas dari sumber infeksi atau kontaminan termasuk vektor penyakit dan reservoir. Kantor Kesehatan pelabuhan bertanggung jawab terhadap peti kemas, alat angkut, barang dan orang dijamin bebas dari infeksi atau kontaminasi termasuk vektor dan reservoir. Pada musim hujan menguntungkan bagi vegetasi
untuk tumbuh dan
berkembang biak dengan baik, sehingga akan berdampak terhadap kepadatan tikus sebagai inang pes, dengan meningkatnya kepadatan tikus maka kepadatan pinjal sebagai vektor juga akan meningkat secara dratis, hal ini dapat menfasilitasi terjadinya penularan pes pada populasi hewan pengerat tersebut dan menyebabkan pinjal mencari host alternatif termasuk manusia (Schmid et al., 2015). Faktor lingkungan biotik dan abiotik mempengaruhi dinamika populasi tikus dan ektoparasitnya. Tikus domestik, peridomestik dan silvatik beragam dalam struktur umur, fase perkembangan atau komposisi genetik dari individu – individu penyusunnya diduga mempunyai perbedaan keragaman komposisi ektoparasit yang menempatinya. Musim hujan mempengaruhi suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap perkembangbiakan tikus. Populasi tikus juga dipengaruhi oleh vegetasi dan keberadaan predator (Supriyati &
Ustiawan, 2013).
Menurut Brooks dan Rowe (1987) kondisi lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya atau kotor merupakan tempat yang sesuai bagi kehidupan tikus. Selain itu menurut Riyadi, dalam Ristiyanto (2004) pencegahan keberadaan tikus di lingkungan sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungannya, keberadaan pakan,
4
perlindungan, predator dan lain-lain. Dalam rangka mencegah penyakit yang ditularkan, dibawa dan disebabkan oleh tikus, maka perlu memperhatikan kepadatan tikus dan ektoparasitnyanya. Seperti pes, murine typhus, dan tularemia. Kepadatan populasi tikus dan pinjal di pelabuhan dan di alat transportasi dipandang sebagai faktor yang berpengaruh langsung terhadap penularan pes dari satu wilayah ke wilayah lain. Pelabuhan laut merupakan pintu gerbang kegiatan ekonomi, lalulintas dan bersandarnya alat angkut, manusia, hewan dan barang yang berpotensi sebagai faktor risiko transmisi pes (Simanjutak et al, 2006). Faktor fisik lingkungan pelabuhan dan alat transportasi merupakan parameter penting dalam sistem kewaspadaan dini (SKD) dan pengendalian vektor merupakan program yang diprioritaskan. Sistem Kewaspadanaan Dini pes meliputi pemantauan kondisi lingkungan pelabuhan, rat fall (tikus mati tanpa sebab yang jelas), pemantauan kepadatan tikus dan pinjal, serta pemantauan tersangka pes (plaque suspect), sedangkan program pengendalian vektor pes diutamakan untuk memutus rantai penularan yaitu menekan populasi tikus dan pinjal sebagai vektor pes (Depkes RI, 1999; Gage, 1995; Chu et al., 1996). Dalam rangka mengetahui secara dini adanya potensi penularan pes dari tikus ke hewan lain serta pada manusia perlu adanya sistem kewaspadaan dini (SKD). Ada beberapa variabel
penting dalam mendiagnosa terjadinya penularan pes di suatu
wilayah antara lain: adanya musim paceklik atau panen raya, terganggunya habitat tikus seperti banjir, kebakaran hutan dan bencana alam lainnya, ditemukan tikus mati tanpa
5
sebab, hasil penangkapan tikus di dalam lebih besar daripada di luar, Indeks pinjal umum (IPU) ≥ 2 dan indeks pinjal khusus (IPK) ≥ 1 serta
tikus
terinfestasi pinjal > 30% (Depkes RI, 2008). Menurut Ristiyanto et al (2004) dalam penelitiannya di daerah endemis pes di kecamatan Selo dan Cepogo Boyolali didapatkan hasil jenis tikus yang tertangkap yaitu tikus rumah R. tanezumi sebanyak 27 ekor jantan dan 40 ekor betina dengan rata – rata tikus yang tertangkap (0,062 ekor/perangkap) serta pinjal Xenopsylla cheopis yang didapat sebanyak 58 ekor. Sedangkan jenis tikus kebun (R.
exulans) tikus yang
tertangkap 29 ekor jantan dan 25 ekor betina dengan rata – rata tikus yang tertangkap ( 0,113 ekor/perangkap) serta pinjal Xenopsylla cheopis yang didapat sebanyak 11 ekor. Hal ini didukung dengan penelitian Raharjo dan Ramadhani (2012), di daerah fokus pes dan bekas fokus pes, didapatkan trap success di Boyolali 5,3%, Sleman 10,6%, Pasuruan 5,7% dan Bandung 6,0%. Pelabuhan Banten merupakan salah satu pelabuhan yang melayani transportasi baik internasional (antar negara) maupun nasional (antar pulau). Menurut data yang diperoleh dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Banten selama tahun 2012-2014, kapal yang datang dari luar negeri sebanyak 4.357 kapal dan kapal yang datang dari daerah terjangkit sebanyak 287 kapal (6,6%). Seperti kapal-kapal yang datang dari Afrika, Amerika dan Asia yang merupakan wilayah endemik pes, sehingga pelabuhan Banten perlu diadakan pengawasan terhadap kapal-kapal yang datang di pelabuhan Banten dan pengawasan terhadap lingkungan yang mendukung keberadaan tikus dan pinjal.
6
Menurut data KKP Kelas II Banten Tahun 2014 bahwa telah dilakukan surveilans terhadap tikus dan pinjal di wilayah perimeter Pelabuhan Merak Banten diperoleh data tahun 2010 trap success 0,06, indeks pinjal 0,84, tahun 2011 indeks pinjal 0,47 tahun 2012
trap success 0,04,
trap success 0,03, indeks pinjal 0,75 dan tahun 2013
trap success 0,03, indeks pinjal 0,34. Dan untuk wilayah buffer belum dilakukan surveilans. Peneliti tertarik untuk meneliti tentang keberhasilan penangkapan tikus dan indeks pinjal sebagai sistem kewaspadaan dini terhadap potensi penularan pes di pelabuhan Merak Provinsi Banten B. Perumusan Masalah Pelabuhan Banten merupakan pelabuhan tempat bersandarnya kapal, Baik yang datang dari dalam negeri maupun luar negeri, yang melayani Bongkar muat barang, hewan dan manusia, sehingga pelabuhan Banten mempunyai potensi terjadinya penularan pes. Maka perlu Diadakan pengawasan terhadap kepadatan tikus dan pinjal sebagai Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap potensi penularan pes. Sehingga dalam penelitian timbul permasalahan yaitu: Apakah pelabuhan Banten berpotensi terjadi penularan pes dengan melihat keberhasilan penangkapan tikus dan indeks pinjal.
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum Untuk mengetahui potensi terjadinya penularan pes dengan indikator
7
keberhasilan penangkapan tikus dan indeks pinjal sebagai sistem kewaspadaan dini pes di Pelabuhan Banten. Tujuan khusus 1.
Mengetahui jenis tikus dan pinjal yang tertangkap di Pelabuhan Banten.
2.
Mengetahui kepadatan tikus dan indeks pinjal yang tertangkap di Pelabuhan Banten.
3.
Mengetahui prosentase tikus yang terinfestasi pinjal di pelabuhan Banten
4.
Mengetahui kepadatan tikus, prosentase tikus terinfestasi pinjal dan indeks pinjal di berbagai habitat di pelabuhan Banten D. Keaslian Penelitian Muslimin, (2015). Keanekaragaman ektoparasit pada beberapa spesies tikus di
Kabupaten Subang dan Kabupaten Bogor. Persamaan dengan penelitian ini yaitu melihat jenis tikus dan ektoparasit sedangkan perbedaannya penelitian ini lebih fokus pada kepadatan tikus dan indeks pinjal yang dilakukan di pelabuhan. Hadi Supriyanto (2006) meneliti tentang Analisis Eto-Epidemiologi penyakit pes di Desa Kayukebek Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan Jawa timur. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama – sama meneliti kepadatan tikus dan indeks pinjal tetapi perbedaannya habitat yang diteliti. Ristiyanto et al. (2004), meneliti tentang Keanekaragaman Ektoparasit pada tikus rumah Rattus tanezzumi dan tikus kebun R. exulans di daerah enzootik pes di lereng Gunung Merapi Jawa Tengah. Persamaan dengan penelitian ini sama – sama meneliti ektoparasit tikus sedangkan perbedaannya penelitian ini hanya melibatkan
8
dua jenis tikus dan habitatnya berbeda. Purwanto ( 2006), meneliti tentang kepadatan tikus dan pinjal sebagai indikator kerentanan wilayah pelabuhan Tanjung Emas terhadap transmisi pes. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama – sama meneliti tentang kepadatan tikus dan pinjal dipelabuhan, sedangkan perbedaannya penelitian ini adalah membedakan kepadatan tikus dan indeks pinjal antara wilayah perimeter dan buffer serta habitatnya.
E. Manfaat Penelitian Keberhasilan penangkapan tikus dan indeks pinjal terhadap potensinya dalam penularan pes di Pelabuhan Banten diharapkan dapat memberikan manfaat: 1.
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan perencanaan program pengendalian vektor di Pelabuhan Banten.
2.
Sebagai acuan dalam menentukan sistem kewaspadaan dini terhadap potensi penularan pes di pelabuhan
3.
Sebagai referensi tambahan pengetahuan tentang tikus dan pinjal di pelabuhan