12
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1
Otonomi Daerah Pada era baru kini untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu diberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai pemberian hak dan kewajiban penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan arah kebijakan tersebut, maka tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung 3 (tiga) misi utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, serta memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002: 59). Mardiasmo
(2002:
146)
menyatakan
bahwa
untuk
mengurangi
ketergantungan terhadap pembiayaan dari pemerintahan pusat, pemerintahan
12
13
daerah perlu diberikan otonomi dan keleluasaan daerah. Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dengan melihat besarnya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil akan sulit bagi daerah tersebut untuk melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri, tanpa didukung oleh pihak lain (dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Provinsi).
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah
Pendapaan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang diperoleh dari sumber-sumber berpotensi pada wilayah daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundangundangan daerah yang berlaku. Berdasarkan penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang
Perimbangan
Keuangan
antara
Pemerintahan
Pusat
dan
Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Dengan adanya prinsip otonomi daerah, menimbulkan dampak positif bagi suatu daerah untuk memacu kreasi dalam mencari sumber penerimaan daerah
14
yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi suatu tolak ukur kemandirian bagi setiap pemerintahan daerah. Semakin besar kontribusi penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka tingkat ketergantungan bantuan keuangan pada pemerintan pusat akan semakin kecil. Dengan demikian, kemampuan daerah dalam memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilakukan melalui peran serta masyarakat dalam pembayaran pajak daerah dan retribusi daerah.
2.1.3 Sumber Pendapatan Asli Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menetapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari : 1.
Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang dan dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
2.
Retribusi Daerah Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
15
3.
Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan yang dipisahkan, seperti bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah atau BUMD, perusahaan milik negara atau BUMN, dan perusahaan milik swasta atau kelompok.
4.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh pemerintah daerah.
2.1.4
Pajak Negara Indonesia merupakan suatu negara hukum yang menjunjung tinggi
hak dan kewajiban warga negaranya, oleh sebab itu salah satu bentuk perwujudan dari peran serta warga negara dalam rangka pembiayaan dan pembangunan negara adalah dengan memenuhi kewajiban perpajakan sesuai peraturan undang-undang yang berlaku. Secara umum pajak merupakan iuran wajib dari masyarakat kepada Negara berdasarkan undang-undang yang bersifat memaksa dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung, tetapi hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan negara demi kemakmuran rakyat.
16
Soemitro (lihat Mardiasmo, 2011: 1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Siahaan (2013: 7) menyatakan bahwa pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Dari definisi tersebut, yang menjadi ciri-ciri pajak yaitu: 1.
Pajak bersifat memaksa dan dipungut berdasarkan ketentuan perundangundangan dan aturan pelaksanaannya.
2.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi dari pemerintah kepada para pembayar pajak secara individual.
3.
Pajak dipungut oleh Negara, baik melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut).
4.
Pajak
digunakan
untuk
membiayai
aktivitas
pemerintahan,
yakni
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat.
2.1.5
Fungsi Pajak
Pajak memiliki fungsi yang sangat strategis bagi berlangsungnya pembangunan suatu negara, karena pada dasarnya pemungutan pajak secara
17
umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Sehingga pajak tidak hanya berfungsi sebagai pemasukan kas negara, melainkan juga berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah. Menurut Resmi (2013:3), terdapat dua fungsi pajak yaitu : 1.
Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara) Artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyakbanyaknya untuk kas negara.
2.
Fungsi Regularend (pengatur) Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Salah satu contoh penerapannya adalah pengenaan pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah.
2.1.6
Pengelompokan Pajak Mardiasmo (2011:5), mengelompokkan pajak menjadi tiga kelompok,
yaitu sebagai berikut : 1.
Menurut Golongannya a. Pajak Langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
18
2.
Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadilan wajib pajak. Menurut Lembaga Pemungutnya
3.
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak atas Barang Mewah dan Bea Materai, Pajak Pertambahan Nilai, dan sebagainya. b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, yang terdiri atas Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/ Kota. Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan sebagainya.
2.1.7
Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo
(2011:6), tata cara pemungutan pajak terbagi
menjadi tiga bagian yaitu : 1.
Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan dari stelsel
19
nyata ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui). b. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada aturan undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. c. Stelsel Campuran Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan. Pada awal tahun bersarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, sedangkan pada akhir tahun disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada menurut anggapan, wajib pajak harus melunasi kekurangannya, dan sebaliknya. 1.
Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System (Ditetapkan oleh kepala daerah) Sistem ini memberi kewenangan
pemerintah atau kepala daerah untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang bagi wajib pajak melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. b. Self Assessment System (Dibayar sendiri oleh wajib pajak) Sistem ini memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
20
sendiri besarnya pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). c. With Holding System (Dipungut oleh pemungut pajak) Sistem ini memberi kewenangan kepada pihak ketiga sebagai pemungut pajak pada sumbernya untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Misalnya Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah sebagai pemungut Pajak Penerangan Jalan atas penggunaan tenaga listrik yang disediakan oleh PLN. 2.
Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Tempat Tinggal Negara mempunyak hak untuk memungut pajak terhadap dari seluruh penghasilan Wajib pajak berdasarkan tempat tinggal wajib pajak. b. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini diperlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. c. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari suatu negara yang mempunyai pajak.
21
2.1.8 Pajak Daerah
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pasal 1 angka 6 bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Sedangkan menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 1 angka 10 dijelaskan bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan dari kedua definisi dalam undang-undang tersebut, yaitu pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang hasil pemungutannya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah
dalam
pembangunan daerah demi kemakmuran rakyat. Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah menghitung potensi penerimaan pajak daerah yang rill yang dimiliki oleh daerah tersebut, sehingga bisa diketahui peningkatan kapasitas pajak daerah. Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah.
22
Dasar hukum pajak daerah yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di dalam undang-undang tersebut terdapat prinsip pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif minimum dan maksimum yang ditetapkan beserta mekanisme pemungutannya. Dalam penelitian ini, Pemerintah Daerah telah mengatur dasar hukum ketetapan jenis dan tarif pajak daerah yang berlaku di wilayah Kota Surabaya, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan, Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 11 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, serta Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengatur delapan jenis pajak daerah kabupaten/kota lainnya.
2.1.9 Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa jenis-jenis penerimaan pajak daerah terbagi menjadi dua wilayah yaitu : 1.
Jenis Pajak Daerah Provinsi, terdiri atas :
a. Pajak Kendaraan Bermotor, adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaaan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan
23
sepihak atau keadaan yang terjadi Karen jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan, adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak Rokok, adalah pungutan atas
cukai rokok yang dipungut oleh
Pemerintah. Jenis Pajak Daerah Kabupaten/Kota, terdiri atas :
2.
a. Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah bangunan yang menyediakan jasa penginapan/ peristirahatan beserta fasilitas pelengkap jasanya yang dipungut bayaran, yaitu mencakup motel, losmen, wisma pariwisata,
rumah penginapan, serta rumah kos dengan
jumlah kamar lebih dari sepuluh. b. Pajak Restoran, adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup rumah makan, kafetaria, kantin, warung, depot, bar, pujasera, toko roti, jasa boga dan kegiatan sejenisnya. c. Pajak Hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan yang dipungut bayaran. d. Pajak Reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan maupun media yang dipergunakan dengan tujuan
24
komersial mempromosikan barang, jasa, orang, maupun badan yag bisa didengar, dilihat maupun dibaca oleh umum. e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik memanfaatkan dari sumber alam di dalam maupun permukaan bumi. g. Pajak Parkir, adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h. Pajak Air Tanah, adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet, adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Burung Walet adalah satwa marga collocalia. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
25
Menurut peraturan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku sebelum pengimplementasian UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009, hanya menetapkan 4 (empat) jenis pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis pajak kabupaten/kota. Di dalam peraturan undang-undang tersebut terdapat kewenangan bagi Pemerintah Daerah untuk menggali dan mengolah potensi daerah kekuasaannya sendiri, serta dapat melakukan penambahan jenis pajak baru selain yang di atur di dalam peraturan undangundang tersebut jika berpotensi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.1.10 Tarif Pajak Daerah
Dalam tiap daerah kabupaten/kota, telah ditetapkan tarif pajak daerah dengan memperhatikan kondisi perekonomian masing-masing daerah. Dalam wilayah objek penelitian ini adalah daerah Kota Surabaya, sehingga perbedaan tarif pajak daerah kabupaten/kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009, serta kesesuaiannya Peraturan Daerah Kota Surabaya dengan undang-undang yang berlaku ditunjukkan pada Tabel 1 halaman 26 sebagai berikut :
26
Tabel 1 Perbedaan Tarif Pajak Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009, serta Peraturan Daerah Kota Surabaya Jenis Pajak Daerah
Tarif Tertinggi menurut UU No. 34 Tahun 2000 10% 10% 35%
Tarif Tertinggi menurut UU No. 28 Tahun 2009 10% 10% 35% - 75%
4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan
25% 10%
25% 10%
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
20%
25%
1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan
Tarif menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya
Hotel = 10%, Kos = 5% 10% Pagelaran Seni Tradisional = 5%. Tontonan Film, Kontes Binaraga, Pameran Seni Budaya, Sirkus, Pusat Kebugaran, Permainan Ketangkasan dan sejenis =10%. Pertandingan Olahraga = 15%. Pagelaran Kesenian, Pameran Busana/Elektronik/Otomotif/ Property, Pacuan Kuda = 20%. Kontes Kecantikan, Permainan Billyard/Golf/Bowling, Karaoke Keluarga = 35%. Diskotik, Karaoke Dewasa/Kelab Malam, PantiPijat/Refleksi/Mandi Uap/Spa = 50%. 25% Sumber Lain : Gol. Industri, Tambang Minyak Bumi, Gas Alam = 3%. Gol. Rumah Tangga = 8%. Non Rumah Tangga = 5% Sumber Sendiri : Pembangkit Listrik = 1,5%. Tidak dipungut.
27
7. Pajak Parkir
8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan
20%
30%
-
20% 10%
-
0,3%
Parkir tetap dan khusus = 20%. Parkir progresif = 25%. Parkir Vallet = 30%. Tidak memungut sewa parkir = 20%. 20% 10% (Belum dilakukan pemungutan) NJOP < Rp 1.000.000.000,00 = 0,1%. NJOP > Rp 1.000.000.000,00 = 0,2%. 5%
11. Bea Perolehan 5% Hak atas Tanah dan Bangunan Sumber : UU No. 34 Tahun 2000, UU No. 28 Tahun 2009, Perda Kota Surabaya No. 10 Tahun 2010, Perda Kota Surabaya No. 11 Tahun 2010, Perda Kota Surabaya No. 4 Tahun 2011 Dari Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa khusus pada Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, tidak adanya peraturan daerah yang mengatur sehingga tidak dilakukan pemungutan pajak tersebut di wilayah daerah Kota Surabaya. Sedangkan pada Pajak Sarang Burung Walet, sudah ada peraturan daerah yang mengatur namun belum dilakukan pemungutan pajak tersebut di wilayah daerah Kota Surabaya.
2.1.11 Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pada tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa pemungutan pajak daerah tidak boleh diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat penetapan kepala daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
28
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan ketetapan peraturan yang dibuat Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Sedangkan Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan yang dibayar sendiri dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
2.1.12 Retribusi Daerah
Sebagaimana dengan Pajak Daerah, Retribusi Daerah juga diharapkan mampu
dijadikan
sebagai
sumber
pendapatan
daerah,
pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah, dan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Siahaan (2013: 5) retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, Pasal 1 angka 26 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 1 angka 64 dijelaskan bahwa Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
29
Siahaan (2013:6) menyatakan bahwa terdapat beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia yaitu sebagai berikut : 1.
Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkaitan.
2.
Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
3.
Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan.
4.
Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
5.
Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 161, menetapkan
bahwa pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi daearah ditetapkan dengan peraturan daerah.
2.1.13 Jenis Retribusi Daerah
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa jenis-jenis penerimaan retribusi daerah terbagi dalam tiga golongan, sebagaimana disebut dibawah ini :
30
1.
Retribusi Jasa Umum, adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis Retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil. Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum antara lain sebagai berikut :
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi Penyediaan dan / atau Penyedotan Kakus k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang (Baru) m. Retribusi Pelayanan Pendidikan (Baru) n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi (Baru) 2.
Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada
31
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha antara lain adalah sebagai berikut : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan d. Retribusi Terminal e. Retribusi Tempat Khusus Parkir f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa g. Retribusi Rumah Potong Hewan h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyeberangan di Air k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah Retribusi Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain adalah sebagai berikut : a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
32
3.
Retribusi Izin Gangguan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Adapun kriteria Retribusi Perizinan Tertentu adalah perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum, biaya yang menjadi beban pemerintah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari perizinan tertentu. Jenis-jenis Retribusi Perizinan Tertentu antara lain adalah sebagai berikut :
c. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan d. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol e. Retribusi Izin Gangguan f. Retribusi Izin Trayek g. Retribusi Izin Usaha Perikanan (Baru)
2.1.14 Tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang (Siahaan, 2013:639). Setiap Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan untuk menentukan dan meninjau tarif retribusi yang sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif penetapan retribusi daerahnya masing-masing. Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi sebagai Wajib Retribusi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan
33
tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan demikian besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif retribusi dan tingkat penggunaan jasa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pasal 15, bahwa peninjauan tarif retribusi dilakukan paling lama tiga tahun sekali, dengan memperhatikan indeks harga dan perekonomian. Penetapan tarif retribusi ditetapkan dengan peraturan Pemerintah Daerah.
2.1.15 Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dijelaskan bahwa retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktuya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Penagihan retribusi terutang sebagaimana didahului dengan Surat Teguran. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
2.1.16 Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah menurut Siahaan (2013:10) ditunjukkan pada Tabel 2 halaman 34 berikut ini :
34
Tabel 2 Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Perbedaan
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Kontra
Tidak dapat ditunjuk secara Dapat ditunjuk secara langsung
prestasi
langsung
oleh
individu oleh
maupun golongan tertentu.
individu
maupun
golongan tertentu.
Balas jasa
Balas jasa pemerintah berlaku Balas jasa pemerintah berlaku
pemerintah
untuk umum, yaitu seluruh khusus, yaitu hanya dinikmati rakyat dapat menikmati balas oleh
pihak
yang
telah
jasa pemerintah, baik yang membayar retribusi. membayar pajak maupun yang dibebaskan dari pajak. Sifat
Bersifat umum, yaitu berlaku Bersifat khusus, yaitu hanya
pemungutan bagi
setiap
memenuhi
orang syarat
yang berlaku bagi orang tertentu untuk yang
dikenakan pajak.
menikmati
pemerintah
yang
jasa dapat
ditunjuk. Sifat
Sifat paksaan pajak adalah Sifat paksaan retribusi adalah
pelaksanaan
yuridis, yaitu setiap orang yang ekonomis, yaitu setiap orang melanggar
akan
mendapat yang ingin mendapatkan suatu
sanksi hukuman pidana atau jasa tertentu dari pemerintah denda.
harus membayar retribusi.
Lembaga
Dapat
dipungut
atau badan
pemerintah
pemungut
pemerintah daerah.
Sumber : Siahaan, (2013:10)
pusat
oleh Hanya dapat dipungut oleh atau pemerintah daerah.
35
2.1.17 Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Dalam hal ini merupakan pengukuran keberhasilan suatu daerah dalam mencapai tujuan target penerimaan daerahnya. Apabila suatu daerah berhasil mencapai tujuan, maka kinerja daerah tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dianggarkan, akan tetapi efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan organisasi telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2009: 134). Apabila konsep efektivitas dikaitkan dengan pemungutan pajak dan retribusi, maka efektivitas yang dimaksudkan adalah seberapa besar realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah berhasil mencapai potensi yang seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu.
2.1.18 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan acuan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa peneliti pada halaman 36 sebagai berikut :
36
Tabel 3 Ringkasan Penelitian Terdahulu No . 1.
2.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Choirunnisa (2015)
Efektivitas Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Sidoarjo.
Metode Analisis Penelitian Penelitian Kualitatif dengan analisis : - Efektivitas PDRD - kontribusi PDRD terhadap PAD
Hasil dan Pembahasan
Efektivitas PDRD setelah pengimplementasian UU No. 28 Tahun 2009 mengalami peningkatan dan mencerminkan kategori sangat efektif. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD tahun 20082013 mengalami fluktuatif, begitu juga dengan Retribusi Daerah. Hambatan yang dihadapi Pemkab Sidoarjo adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak. Anita Rizqia Implementasi Penelitian Kontribusi Pajak Daerah Sari (2014) UndangKualitatif terhadap PAD mengalami Undang dengan analisis peningkatan yang cukup Nomor 28 : dan fluktuatif dari tahun Tahun 2009 - pertumbuhan 2008-2011 yaitu rata-rata Tentang Pajak Pajak Daerah 21,26%, sedangkan Daerah dan - pertumbuhan Retribusi Daerah lebih Retribusi Retribusi besar dari Pajak Daerah Daerah Daerah yaitu rata-rata 21,62%. terhadap - kontribusi Implementasi UU No. 28 Pendapatan PDRD Tahun 2009 memberikan Asli Daerah terhadap PAD dampak yang lebih bagus (PAD) di dengan adanya Kabupaten peningkatan penerimaan Lamongan Pajak Daerah sebelum dan sesudah diimplementasikannya UU tersebut. Ada beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang menghambat dan mempengaruhi kontribusi yang diberikan.
37
3.
Dani Melyantika Prabawati (2013)
Implikasi Penerapan UndangUndang 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Mojokerto.
Penelitian Kualitatif dengan analisis : - pertumbuhan Pajak Daerah - pertumbuhan Retribusi Daerah - kontribusi PDRD terhadap PAD
Pertumbuhan Pajak Daerah dari tahun 20092011 mengalami peningkatan dan sebaliknya pada Retribusi Daerah. Pajak Daerah memberikan kontribusi rendah terhadap PAD, sedangkan Retribusi Daerah memberikan kontribusi cukup besar. Hambatan-hambatan yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak.
4.
Siti Ngazizah (2013)
Implikasi Pemberlakuan UndangUndang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung) .
Penelitian Kualitatif dengan analisis : - pertumbuhan Pajak Daerah - pertumbuhan Retribusi Daerah - kontribusi PDRD terhadap PAD
Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan dan cenderung rendah, sedangkan Retribusi Daerah mengalami penurunan. Untuk pertumbuhan Pajak Daerah mengalami kenaikan, sedangkan Retribusi Daerah berfluktuasi. Langkah yang dilakukan dalam pemberlakuan UU No.28 Tahun 2009 adalah dengan menetapkan Peraturan Daerah yang disesuaikan.
2.2
Rerangka Pemikiran
Pelaksanaan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
38
memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur sendiri dan mengelola sumber keuangan daerahnya masing-masing. Seperti yang telah diketahui bahwa untuk keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan dan membiayai pembangunan daerah secara mandiri dapat dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun. Semakin tinggi tingkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun akan menunjukkan bahwa suatu daerah mampu menggali, mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan daerah tersebut secara baik guna mempercepat segala program pemerintahan dan pembangunan di daerah. Untuk mengurangi ketergantungan atas bantuan dari Pemerintah Pusat, maka sudah sewajarnya Pemerintah Daerah melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam terkait sumber-sumber penerimaan daerah yang diangggap potensial untuk membiayai aktivitas pemerintahan maupun pembangunan daerah. Sumbersumber penerimaan tersebut dapat berasal dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, maupun pendapatan lain-lain yang dianggap sah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun di antara keempat sumber tersebut, yang diperkirakan memiliki potensi terbesar adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Semakin baik, efisien dan efektif pengelolaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, maka akan semakin meningkat juga Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan diterima. Dengan semakin meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, diharapkan Pemerintah Daerah (Pemda) dapat menyelenggarakan aktivitas pemerintah dan program pembangunan daerahnya secara optimal. Dalam hal ini
39
peneliti ingin mengetahui seberapa besar peran kontribusi yang diberikan oleh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya pada tahun-tahun sebelum dan sesudah diimplementasikannya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Surabaya. Dengan
memperhitungkan
hasil
analisis
data
akan
diketahui
perkembangan kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar maupun yang kecil dari tahun ke tahun, sebelum dan sesudah diimplementasikannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Segala kemungkinan adanya implikasi akan berpengaruh dalam pengimplementasian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Surabaya, sehingga akan diperlukan berbagai langkah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya secara efektif dan optimal.