7
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1
Auditing Audit adalah kegiatan mengumpulkan informasi aktual dan signifikan
melalui pemeriksaan, pengukuran, penilaian serta penarikan kesimpulan serta sistematis, obyektif, dan terdokumentasi yang berorientasi pada asas nilai bermanfaat. Willy Susilo (2002:5) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan audit mendapatkan informasi aktual dan signifikan berupa data hasil analisa, penilaian, rekomendasi perbaikan yang dapat digunakan oleh manajemen perusahaan sebagai dasar pengambil keputusan mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menerapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai berkepentingan. Mulyadi (2009:90). 7
8
Pengauditan adalah suatu proses sistematik untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakantindakan dan kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak pihak yang berkepentingan. Simpulan dari ketiga pengertian tentang audit diatas adalah proses yang sistematik untuk mengumpulkan informasi, bukti dan fakta yang obyektif untuk dikaji berdasarkan ketetapkan yang berlaku untuk ditarik sebuah simpulan. Alvin, A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley (2001 : 1) auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti- bukti atas suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi tersebut dengan kriteria- kriteria yang telah ditentukan. Dari definisi diatas dapat diukur dan diuraikan unsur- unsur audit, yaitu: a) Informasi yang dapat diukur dan kriteria yang ditetapkan Untuk melaksanakan audit, diperlukan yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar yang dapat digunakan sebagai pegangan pengevaluasian informasi tersebut. Agar dapat diverifikasi, informasi harus dapat diukur. Kriteria yang digunakan dalam audit akan tergantung pada tujuan audit yang bersangkutan.
9
b) Entitas Ekonomi Entitas ekonomi yang dimaksud sering kali sebagai satuan legal, misalnya persereoan terbatas, lembaga pemerintah, persekutuan komanditer, persekutuan firma, koperasi atau perusahaan perseorangan. Dapat pula berbentuk suatu divisi, departemen. c) Pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti Bahan bukti berarti sebagai segala sesuatu yang merupakan informasi yang digunakan auditor dalam menentukan kesesuaian informasi yang sedang diaudit dengan kriteria yang ditetapkan. d) Orang yang berkompeten dan independen Pemeriksaan harus dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang memiliki keahlian dalam bidangnya
dan dalam segala hal yang
berhubungan dengan penugasan yang diberikan kepadanya, pemeriksa harus senantiasa memperhatikan sikap mental independen. e) Pelaporan Laporan tersebut harus mampu memberikan informasi mengenai kesesuaian informasi- informasi yang diperiksa dengan kriteria yang telah ditetapkan. 2.1.2
Klasifikasi Auditing Mulyadi (2002:30), auditing digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan ( financial Statement Audit) Audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai
10
kewajaran laporan keuangan tersebut, hasil audit terhadap laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan keuangan audit, laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan seperti pemegang saham, kreditur, dan kantor pelayanan pajak. 2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit) Audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan. 3. Audit Operasional (Operasional Audit) Audit operasional adalah pengkajian (review) atas setiap bagian dari prosedur dan metoda yang ditetapkan organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efesiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit operasional biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan operasi. Sedangkan menurut Sukrisno Agoes (2004: 5), klasifikasi audit terbagi atas: 1. Ditinjau dari luasnya pemeriksaan audit dapat dibedakan atas : a. General Audit (pemeriksaan umum) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh kantor akuntansi publik yang independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara
11
keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) dan memberikan kode etik akuntan Indonesia yang telah disahkan oleh IAI. b. Special Audit (pemeriksaan khusus) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permitaan audit) yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas misalnya Kantor Akuntan Publik diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan terhadap penagihan piutang dagang di perusahaan. 2.1.3
Jenis-jenis Audit Sunarto (2003:17), pada umumnya audit dikelompokkan menjadi tiga
golongan yaitu: 1.
Audit Laporan Keuangan Audit ini menentukan apakan laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang akan diperiksa dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakan adalah prinsip akuntansi berlaku umum.
2.
Audit Kesesuaian Merupakan audit yang menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
12
Manajemen merupakan pihak yang paling berkepentingan atas hasil audit kesesuaian. 3.
Audit Operasional Adalah pengkajian atas setiap bagian dari prosedur dan metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari audit operasional berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan operasi.
2.1.4
Pihak yang malaksanakan Audit Pihak yang melaksanakan audit manajemen tidak selalu audit intern
perusahaan,
audit manajemen biasa digunakan oleh salah satu dari tiga
kelompok dibawah ini : 1.
Auditor intern Audit intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak yang telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efesiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai organisasi.
2.
Auditor pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggung
13
jawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja diinstani pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor
yang
bekerja diinstansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta instansi pajak . 3.
Auditor independent Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat kliennya. Audit tersebut teruma ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak).
2.2
Audit Operasional Definisi audit operasional pada umumnya menekankan pada efisiensi, efektivitas, ekonomis, serta kinerja suatu kesatuan usaha. Audit operasional mengajukan pertanyaan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah kebijakan yang telah ditentukan perusahaan sudah diikuti dan tujuannya sudah tercapai? Apakah hasil-hasil yang diinginkan Rumah Sakit telah tercapai? Berikut ini beberapa definisi audit operasional sebagai berikut:
14
Al-Haryono Yusuf (2001:16) Audit operasional adalah pengkajian (review) atas setiap bagian prosedur dan metode yang ditetapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas. Hasil akhir dari suatu audit operasional biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan operasi. Simamora
(2002:14)
mengemukakan
bahwa
audit
operasional
melibatkan pencarian dan pengevaluasian bukti mengenai efisiensi dan efektivitas aktivitas-aktivitas operasi entitas berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan. Bayangkara
(2008:2)
mengungkapkan
bahwa
audit
operasional
merupakan pengevaluasian terhadap efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan, manajemen meliputi seluruh operasi internal perusahaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada berbagai pihak yang memiliki wewenang lebih tinggi. Meskipun terdapat perbedaan penekanan dari definisi-definisi diatas, tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu efisiensi, efektivitas dan ekonomis dari operasi perusahaan. Beberapa bagian penting dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan sebagai berikut (Tunggal, 2001:7): 1.
Audit operasional merupakan suatu proses yang sistematis seperti audit laporan keuangan, mencakup serangkaian langkah atau prosedur yang terstruktur dan terorganisasi.
2.
Penilaian operasi organisasi yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditetapkan atau disetujui. Dalam audit operasional, sering
15
dinyatakan dalam standar kinerja yang ditetapkan manajemen. Audit operasional mengukur tingkat hubungan kinerja aktual dengan kriteria. 3.
Tujuan utama dari audit operasional adalah membantu manajemen dari perusahaan yang diaudit untuk memperbaiki efektivitas, efisiensi dan ekonomis dari operasi perusahaan.
4.
Penerima yang tepat dari laporan audit operasional adalah manajemen atau individu yang meminta diadakannya audit, kecuali jika audit diminta oleh pihak ketiga, pembagian laporan tetap dalam entitas. Dalam banyak hal, dewan komisaris menerima salinan laporan audit operasional.
5.
Tidak seperti audit keuangan, suatu audit operasional tidak berakhir dengan laporan atas temuan. Audit operasional memperluas dengan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.
2.2.1
Ruang Lingkup Audit Operasional Audit operasional berhubungan dengan semua aktivitas operasional
perusahaan dimana resiko dan kesempatan pada setiap sektor aktivitas harus dinilai dan diikuti berdasarkan prioritas untuk menentukan area dimana jasa audit operasional dapat memberikan kontribusi yang paling efektif. Fungsi audit operasional kemudian dapat direncanakan dan dilengkapi dengan keterampilan yang tepat dan secara efektif diarahkan untuk memberikan dukungan yang maksimal untuk mencapai tujuan perusahaan.
16
Menurut Reider (Tunggal,
2001:105-106),
ruang lingkup audit
operasional meliputi: a.
Economy (or cost operation) Apakah organisasi melaksanakan tanggung jawab dengan cara-cara yang ekonomis yaitu menyiapkan hak perlindungan bagi sumber daya manusia?
b.
Efficiency (or method of operations) Apakah organisasi melaksanakan tanggung jawab dengan upaya meminimumkan pengeluaran?
c.
Effectivenees (or result of operation) Apakah organisasi mencapai hasil yang ditetapkan atau beberapa kriteria pengukuran lainnya?
Ruang lingkup suatu audit operasional bisa ditentukan dengan menggunakan pedoman-pedoman sebagai berikut (Tunggal, 2001:72) 1.
Luas lingkup suatu audit operasional harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.
Tujuan suatu audit operasional jelas untuk memungkinkan dibuat rencana audit yang memadai.
3.
Audit harus dibatasi pada bidang-bidang dimana hasil-hasil yang khusus akan disusun dan dilaporkan.
17
4.
Audit harus dibatasi pada usaha penilaian prestasi daripada penilaian kapasitas ekonomis individual karena hal-hal yang memiliki arti ekonomis saja yang akan diaudit dan hal-hal tersebut sangat jarang timbul sebagai usaha dari orang perorangan.
Seperti yang telah diuraikan diatas, audit operasional berhubungan dengan ekonomis, efisiensi, efektivitas di seluruh operasinya. Dimana ekonomis merupakan ukuran masukan, efisiensi adalah ukuran dari hubungan antara masukan dan pengeluaran, sedangkan efektivitas adalah ukuran pengeluaran. 2.2.2
Audit Operasional dan Audit Keuangan
Agoes (1996:175) merumuskan beberapa perbandingan antara audit operasional dengan audit keuangan, antara lain : Tabel 1 Perbandingan Audit Operasional dan Audit Keuangan No 1
2.
Audit Operasional Bisa dilakukan oleh internal auditor, atau management consultan
Audit Keuangan Harus dipimpin oleh seseorang registered accountant dari sebuah kantor akuntansi publik.
Diakhir pemeriksaan auditor memberikan laporan kepada manajemen berupa temuan temuan audit mengenai audit efektivitas, efesiensi dan ekonomis dari proses operasi, beserta saran - sara perbaikan kelemahan -kelemahan yang ditemukan selama audit.
Diakhir pemeriksaaan auditor harus memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang telah disusun management letter yang memberitahukan kelemahan kelemahan dalam struktur pengendalian intern kepada manajemen dan saran - saran perbaikannya.
18
3.
Dilakukan jika manajemen merasakan adanya kebutuhan (misalnya jika laba terus menerus, terjadi banyak kecurangan dan pemborosan, biaya terus meningkat dan tujuan tidak tercapai).
Dilakukan secara rutin (tiap tahun).
4.
IAI belum menyusun standar pemeriksaan untuk audit operasional, namun BPKP dan BPK sudah memiliki pedoman audit operasional. Di Amerika, pedoman audit operasional disusun oleh GAO (Government Audit Office).
Audit dilakukan dengan berpedoman pada SPAP (Standar Profesional Akuntansi Publik ) yang disusun oleh IAI.
5.
Kriteria dalam suat audit operasional berupa kebijakan yang ditentukan manajemen, peraturan asosiasi, dll ).
Kriteria dalam audit keuanga sudah jelas, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum (Standar Akuntansi Keuangan).
Sumber : Pmeriksaan Akuntansi (Auditing). Sukrisno Agoes (1996:75) Sedangkan beberapa persamaan audit operasional dengan audit keuangan adalah (Agoes, 1996:176) : 1. Pelaksanaan audit operasional dan keuangan haruslah independen. 2. Pelaksanaan audit operasional dan keuangan harus mengumpulkan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung opininya. 3. Teknik dan Prosedur yang bisa dipakai oleh pelaksana audit operasional dan keuangan adalah : 1) Teknik inquiry, Observation, dan inspection. 2) Menggunakan internal control kuisoner, dan flow chart atau narrative memo untuk mempelajari sistem dan prosedur akuntansi dan mengevaluasi internal control dalam perusahaan. 3) Penggunaan satistical sampling atau judgement sampling untuk pemilihan sampel yang akan dites.
19
4) Penggunaan jasa computer specialist jika perusahaan yang diaudit sudang menggunakan computerized accounting. 4. Pelaksanaan audit operasional dan keuangan harus dipimpin dan disupervisi oleh orang ang memiliki pengalaman yang cukup dibidang audit serta memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. 5. Pelaksanan pokok lainnya antara audit operasional dan keuangan harus di dokumentasikan prosedur audit yang dilakukan, bukti-bukti yang dikumpulkan dan temuan – temuan dalam kertas kerja pemeriksaan dengan rapi dan disusun secara sistematis. Beberapa perbedaan pokok lainnya antara audit operasional dan keuangan diiktisarkan sebagai berikut (Tunggal,2001:18) : Tabel 2 Perbedaan Audit Operasional dan Audit Keuangan Karakteristik 1. Tujuan
Audit Keuangan Menyatakan pendapat tentang laporan keuangan dan menilai sistem pengendalian akuntansi dalam menjaga keamanan
Audit Opererasional Menilai dan meningkatkan keefektifan pengelolaan
2. Ruang Lingkup
Data / catatan keuangan
Operasi atau fungsi
3. Orientasi
Urusan keuangan dalam peiode yang sudah lalu
Urusan operasional yang sudah lalu, sekarang, dan yang akan datang
4. Standar penilaian
Prinsip- prinsip akuntansi yang sudah berlaku Standar - standar audit yang berlaku umum
Prinsip - prinsip manajemen operasi Teknik - teknik manajemen operasi
Absolut
Relatif
5. Metode 6. Presisi
20
7. Penerima
Terutama pihak luar pemegang saham, pemerintah dan publik Aktual Diharuskan oleh undang undang / peraturan
Biasanya intern pada umumnya
10. Sejarah
Sudah biasa lama
Belum lama, berkaitan dengan adanya system approach
11. Katalisator
Tradisi
Terutama permintaan pimpinan
12. Frekuensi
Teratur - paling sedikit pertahun
Periodik, tetapi kebanyakan saatnya tidak tertentu / tegas
8. Realisasi 9. Keharusan
Potensial Tidak harus - terutama merupakan prerogratif pimpinan
Sumber : Audit operasional (Suatu Pengantar), Amin Widjaja Tunggal (2001:18) 2.2.3
Faktor Pendorong Pelaksanaan Audit Operasional
Menurut Linberg (dalam Tunggal, 2001 : 12-13), beberapa alasan tentang diadakannya audit operasional adalah : 1. Manajemen puncak ingin mendapat kepastian tentang keefektifan unit, fungsi atau perusahaan walaupun semuanya tampak dalam keadaan baik, seperti halnya menjalani “medical check up” secara rutin 2. Audit operasional dilakukan karena ditemukan atau dirasakan adanya masalah. 3. Pihak luar ingin mendapatkan kepastian bahwa dana yang diberikan digunakan dengan baik dan sesuai dengan persyaratan yang telah disetujui oleh penerima dana.
21
4. Badan pemerintah yang mengelola peraturan memerlukan laporan audit operasional sebagai masukan atau dasar tambahan untuk menilaiprestasi operasi dan posisi keuangan suatu lembaga atau perusahaan. 2.2.4
Jenis Jenis Audit Operasional
Jenis – Jenis Operasional dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu : 1. Audit Operasional Fungsional. Yaitu cara untuk menggelompokkan aktifitas – aktifitas dalam suatu perusahaan sepert fungsi produksi, pembelian , penjualan. 2. Audit Operasional Organisasi. Meliputi keseluruhan unit organisasional seperti departemen, anak perusahaan atau kantor cabang . penekannya adalah pada seberapa efektif dan efesien hubungan antara fungsi- fungsi yang ada. 3. Audit Operasional Jenis Penugasan Khusus. Adalah audit operasional yang dilakukan atas permintaan manajemen (arens & Loebbecke, 1999 : 766 – 767 ) 2.2.5 Tujuan Audit Operasional Tujuan umum dari audit operasional adalah 1. Untuk menilai kinerja dari manejemen dan berbagai fungsi dalam perusahaan. 2. Untuk menilai apakah sumber daya (manusia, mesin, dana, dan lain-lain) yang memiliki perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.
22
3. Untuk menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak. 4. Untuk dapat memberikan rekomendasi kepada manajemen puncak untuk memperbaiki kelemahan kelamahan yang terdapat dalam penerapan struktur pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur operasional perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi, ekonomisasi, dan efektivitas dari kegiatan operasi perusahaan. Soekrisno Agus (2004:17) 2.2.6
Manfaat Audit Opersional Amin Wijaya Tunggal (2004:14) mengemukakan Beberapa manfaat yang
dapat diperoleh dengan melaksanakan audit operasional sebagai berikut : a. Memberikan informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan. b. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan, dan pengendalian. c. Memastikan ketaatan terhadap kebijaksanaan material yang telah ditetapkan, rencana, prosedur, serta persyaratan peraturan pemerintah. d. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan pencegahan yang akan diambil. e. Menilai ekonomisasi dan efesiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan.
23
f. Menilai efektifitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan. g. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi perusahaan. 2.2.7
Tahap- Tahap Audit Operasional
Menurut Bayangkara (2008:9-10), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam audit operasional. Secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu : 1) Audit pendahuluan Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi latar belakang terhadap objek yang diaudit. 2) Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen Pada tahapan ini auditor melakukan review dan pengujian trhadap pengendalian manajemen objek audit, dengan tujuan untuk menilai efektivitas pengendalian manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. 3) Audit terperinci Pada tahap ini auditor melakukan pengumpulan bukti yang cukup dan kompeten untuk mendukung tujuan audit yang telah ditentukan. 4) Pelaporan Tahapan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi yang diberikan kepada pihak yang berkepentingan.
24
5) Tindak Lanjut Sebagai akhir dari audit manajemen, tindak lanjut bertujuan untuk mendorong pihak – pihak yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut (perbaikan) sesuai dengan rekomendasi. 2.2.8
Standart Pelaksanaan Audit Operasional
Untuk memberikan informasi pada manajemen mengenai efektivitas suatu fungsi diperlukan pengukuran efektivitas yang didasarkan pada bukti-bukti dan standar. Amin Widjaja Tunggal (2000:50), standar – standar yang digunakan untuk mengevaluasi dapat dikelompokkan menjadi sebagi berikut : 1. undang undang dan peraturan pemerintah 2. standar perusahaan : i.
strategi- strategi, rencana dan program yang disetujui.
ii.
Kebijaksanaan dan prosedur yang ditetapkan
iii.
Tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
3. standar dan praktek industri 4. prinsip organisasi dan manejemen. Praktek manajemen yang sehat, proses dan teknik yang digunakan oleh perusahaan maju. Kalau tidak ada standar perusahaan yang tertulis, pemikiran dan falsafat pimpinan dapat digunakan sebagai standar untuk penilaian.
25
2.3
Efektivitas dan Efisiensi 1. Pengertian Efektifitas dan Efisiensi Efektifitas dan efesiensi merupakan hal penting yang harus dievaluasi dalam audit operasional. Efesiensi mengacu pada hubungan antara masukkan dan keluaran yang bertujuan untuk meminisasi biaya- biaya sumber. Dari sudut pandang ini, efisiensi sering kali dirujuk sebagai “ melakukan segala sesuatu secara tepat” artinya tidak boleh memboroskan sumber- sumber. Sedangkan efektivitas seringkali dilukiskan sebagai “melakukan hal- hal yang tepat” artinya kegiatan kerja yang akan membantu organisasi tersebut mencapai sasarannya, efektivitas berkaitan dengan “hasil akhir” atau pencapaian sasaran- sasaran organisasi. Arent & Lobbecke (2000:798) yaitu efektivitas dan efesiensi merupakan hal penting yang harus dievaluasi efektivitas menitikberatkan pada tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Sedangkan efisiensi lebih menitikberatkan pada kemampuan dan kehematan orang dalam menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 2. Tolak Ukur dan Efektifitas dan Efisiensi Tolak ukur dari efektifitas adalah keluaran atau measure of put. Pengukurannya dengan hasil yang sudah dicapai. Tolak ukur dari efisiensi adalah hubungan antar masukan dengan keluaan. Hubungan ini dapat dikatakan efisiensi : a. Menggunakan input yang lebih sedikit, menghasilkan output yang
26
maksimal atau sama. b. Menggunakan input yang sama, tetapi menghasilkan output yang lebih besar.
2.4
Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia adalah potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformative yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Ambar Sulistiyani dan Rosidah (2003: 9) yang dikutip dari Hadari Nawami (2000) meliputi atas tiga pengertian yaitu : 1. Sumber Daya Manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pegawai, karyawan). 2. Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. 3. Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan fungsi sebagai modal (non material/ non material) didalam organisasi bisnis yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.
2.4.1
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi operatif manajemen sumber daya manusia, A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2002:2) adalah sebagai berikut :
27
1.
Pengadaan tenaga kerja terdiri dari : a. Perencanaan sumber daya manusia b. Analisa penjabat c. Penarikan pegawai d. Penempatan kerja e. Orientasi kerja
2.
Pengembangan tenega kerja mencakup : a. Pendidikan dan pelatihan b. Pengembangan c. Penilaian restasi kerja
3.
Pemberian balas jasa mencakup a. Balas jasa langsung terdiri dari : gaji atau upah intensif. b. Balas jasa tidak langsung terdiri dari keuntungan dan pelayanan atau kesejahteraan.
4.
Integrasi mencakup a. Kebutuhan karyawan b. Motivasi kerja c. Kepuasan kerja d. Disiplin kerja e. Partisipasi kerja
5.
Pemeliharaan tenaga kerja mencakup a. Komunikasi b. Kesehatan dan keselamatan
28
c. Pengendalian konflik kerja d. Konseling kerja 2.4.2
Lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia M. Manulang (1996:145), lingkup manajemen sumber daya manusia
berkisar pada tiga aspek utama pengadaan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya manusia 1. Pengadaan sumber daya manusia Aktivitas utama dalam manajemen sumber daya manusia adalah pengadaan sumber daya manusia. Hal ini berupa aktivitas- aktivitas menyusun program penarikan, seleksi, dan penempatan kerja. Inti pengadaan sumber daya manusia adalah menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan suatu organisasi secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kualitatif melalui deskripsi jabatan maupun spesifikasi jabatan. 2. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pengembangan sumber daya manusia adalah program yang khusus dirancang oleh suatu organisasi dengan tujuan membantu karyawan dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan memperbaiki sikapnya. Berbagai aktivitas yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi untuk mengembangkan tenaga kerja yaitu : a. Pelatihan atau pendidikan b. Potensi jabatan c. Delegasi
29
d. Promosi e. Pemindahan 3. Pemanfaatan Sumber Daya Manusia Pemanfaatan Sumber Daya Manusia adalah proses kegiatan pimpinan yang bermaksud memperkejakan pegawai yang memberi prestasi cukup dan tidak memperkejakan pegawai yang tidak bermanfaat. Lingkup pembahasan sumber daya manusia terdiri dari pemberhentian, pemensiunan, dan motivasi.
2.5
Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja 1. Kinerja Hasibuan (2001:34) mengemukakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Mahmudi (2005:21) menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu konstruk
multidimensional
yang
mencakup
banyak
faktor
yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut antara lain : a.
Faktor personal / individual yang meliputi pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
30
b.
Faktor kepemimpinan meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
c.
Faktor tim meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
d.
Faktor sistem meliputi sistem kerja, fasilitas kerja / infrastruktur, yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
e.
Faktor kontekstual / situsional meliputi tekanan dan pembaharuan lingkungan internal dan eksternal.
2. Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:26), pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa dalam hal ini seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja dapat juga diartikan sebagai mekanisme perbaikan lingkungan organisasi agar berhasil dalam menerapkan strategi perusahaan (Halim dan Tjahjono, 2000).
31
Mulyadi (2001:342) mengatakan, pengukuran kinerja dimulai dari penentuan ukuran kinerja, sebelum ditentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan ke dalam tujuan dan diterjemahkan ke sasaran stratejik. Dalam proses pengukuran kinerja, setidaknya ada beberapa unsur pokok yang mendasari yaitu : a. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. b. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja. c. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. d. Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kinerja organisasi meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas). Pengukuran kinerja paling tidak harus mencakup tiga variabel penting yang harus dipertimbangkan yaitu perilaku (proses), output (produk langsung suatu aktivitas atau program), dan outcome yakni dampak aktivitas dari program (Mahmudi, 2007). 2.5.1
Elemen Pokok Pengukuran Kinerja
Elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain yaitu : a.
Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategis organisasi Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut
32
ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secaa tepat. b.
Merumuskan indikator dan ukuran kinerja Indikator kinerja mengacu pada penelitian kinerja secara tidak langsung yaitu hal- hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi -indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor- faktor keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengidentifikasi kesuksesan kinerja unit kerja organisasi.
c.
Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran
kinerja
bisa
diimplementasikan.
Mengukur
tingkat
ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini
menghasilkan
penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan
33
nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran yang ditetapkan. d.
Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas). Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian kemajuan organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. 1. Feedback Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada perioda berikutnya. Selain itu, hasil ini pun biasa dijadikan landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer dan anggota organisasi. 2. Penilaian Kemajuan Organisasi Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai organisasi. Kriteria yang digunakan untuk menilai kemajuan organisasi ini adalah tujuan yang telah ditetapkan. Dengan membandingkan hasil aktual yang tercapai dengan tujuan organisasi yang dilakukan secara berkala (triwulan, semester, tahunan) maka kemajuan organisasi bisa dinilai. Semestinya ada
34
perbaikan kinerja secara berkelanjutan dari periode ke periode berikutnya. Jika pada suatu periode, kinerja yang dicapai ternyata lebih
rendah
daripada
periode
sebelumnya,
maka
harus
diidentifikai dan ditemukan sumber penyebabnya dan alternatif solusinya. 3. Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan dan Akuntabilitas. Pengukuran
kinerja
menghasilkan
informasi
yang
sangat
bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders. Keputusan keputusan yang bersifat ekonomis dan strategis sangat membutuhan dukungan informasi kinerja ini. Informasi kinerja juga membantu menilai keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan mengurus organisasi. Mahsun et al (2006:142-144) 2.5.2
Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik Manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal
organisasi sektor publik, antara lain: a. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.. b. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati. c. Memantau
dan
mengevaluasi
pelaksanaan
kinerja
dan
membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
35
d. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. e. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. f. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. i. Menunukkan peningkatan yang perlu dilakukan. j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Mahsun et al (2011:149-150) Mardiasmo (2002: 122) manfaat pengukuran kinerja antara lain yaitu : a. memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja. d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara obyektif atas pencapaian prestasi
36
yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi. f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
2.6
Jasa Jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan
nilai
tambah
(seperti
misalnya
kenyamanan,
hiburan,
kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen. Jasa juga bukan merupakan barang, jasa adalah suatu proses atau aktivitas, dan aktivitas-aktivitas tersebut tidak berwujud. Rambat (2001:5). 2.6.1
Karakteristik dan Klasifikasi Jasa Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang
(produk fisik). Griflin (1996) diantaranya menyebutkan karakteristik sebagai berikut :
37
a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dalam hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan. b. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dan produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat (inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan c. Customization. Jasa juga didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan. 2.6.2
Kepuasaan Kotler (dalam Tjiptono, 2006:350) Kepuasaan pelanggan adalah tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Tiga komponen utama dalam definisi kepuasaan pelanggan sebagai berikut : 1. Tiga respons (baik respons emosional/afektif maupun kognitif) dan intensitas respons (kuat hingga lemah, biasanya dicerminkan lewat istilah – istilah seperti “sangat puas”, “netral” , “sangat senang”, “frustasi”, dan sebagainya). 2. Fokus respons,berupa produk, konsumsi, keputusan pembelian, wiraniaga, took, dan sebagainya.
38
3. Timming respons, yaitu setelah konsumsi, setelah pembelian, berdasarkan pengalaman akumulatif, dan seterusnya. 2.6.3
Teori Kualitas Layanan
a. Definsi kualitas layanan, Philip Kotler (2008:110) mengatakan kualitas merupakan keseluruhan dari keistimewaan dan karakteristik dari produk atau jasa yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan secara langsung maupun tidak langsung. b. Indikator atau faktor Kualitas layanan menurut Philip Kotler : 1) Keandalan (reliability) Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. 2) Keresposifan (responsiveness) Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. 3) Keyakinan (confidence) Pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 4) Empati (emphaty) Syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. 5) Berwujud (tangible)
39
Penampiakn fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. c. Teori kepuasaan Konsumen Yang menentukan apakah konsumen puas atau tidak adalah kesesuaian antara harapan konsumen dengan performa yang menunjukkan oleh produk yang bersangkutan. Tujuan perusahaan yang bergerak dibidang jasa adalah untuk memuaskan pelanggan , bila performa produk jauh dibawah apa yang diharapkan konsumen, maka konsumen akan merasa tidak puas, bila performa produk sesuai apa yang diharapkan konsumen, maka konsumen akan merasa puas, sedangkan Bila performa produk jauh diatas apa yang diharapkan konsumen maka akan merasa senang. Teori Kepuasan Konsumen menurut Fandy Tjiptono a. Definisi Kepuasaan Konsumen menurut Fandy Tjiptono (2007: 152) mengungkapkan bahwa kepuasaan pelanggan
merupakan evaluasi
purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang- kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampui pelanggan, sedangkan ketidakpuasaan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. b. Indikator atau faktor Kepuasaan Konsumen menurut Fandy Tjiptono. Dalam mengevaluasi kepuasaan konsumen trhadap produk, jasa atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor. Sebagaimana yang dikutip dari Fandy Tjiptono, (2007: 30 ) antara lain : 1. Kinerja
40
2. Ciri- ciri atau keistimewaan tambahan 3. Keandalan 4. Kesesuaian dan spesifikasi 5. Daya tarik 6. Kualitas yang dipersepsikan d. Pengukuran Kepuasaan Konsumen Kotler, et al., dalam Tjiptono (2008:40-45) mengidentifikasi empat metode untuk mengukur kepuasaan pelanggan, yaitu : 1. System complain and opinion Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang bisa digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan ditempat – tempat strategis (yangh mudah dijangkau atau dilewati pelanggan), kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsaa dan lain- lain. 2. Ghost shopping Salah satu ara memperoleh gambaran mengenai kepuasaan pelanggan adalah dengan memeperkejakan beberapa orang (ghost shoper) untuk bersikap atau berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. Mereka akan melaporkan mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dibanding para pesaing.
41
3. Lost customer analysis Perusahaan dapat menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah beralih kepusahaan lain, agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. 4. Survey customers satisfaction Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasaan pelanggan yang dilakukan dengan penelitian survei, baik survei melalui pos maupun wawancara pribadi.
2.7.
Perspektif Pelanggan Dalam perpektif pelanggan Balanced Scorecard, perusahaan melakukan identitas pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting yang dapat dilihat dari kepuasaan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan profitabilitas dengan pelanggan
dan segmen pasar sasaran.
Perpektif pelangggan memungkinkan perusahaan melakukan identifikasi dan pengukuran, secara eksplisit, proposisi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Proposisi nilai merupakan faktor mendorong, lead indikator untuk ukuran pelanggan penting. Dalam perspektif pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan difokuskan pada pengukuran kelompok pelanggan inti yakni mengukur pangsa pasar (market share), retensi pelanggan (customer retention), dan profitabilitas
42
pelanggan (customer profitabilitas). Hubungan kelima ukuran tersebut ada pada gambar 1. Gambar 1 Perpektif Pelanggan-Ukuran Utama Pangsa Pasar
Akusisi Pelanggan
Profitabilitas Pelanggan
Retensi Pelanggan
Kepuasan Pelanggan Sumber : Robert S. Kaplan & David P. Norton. 2000, “ Balanced Scorecard Menerapkan Strategi Menjadi aksi”. Terjemahkan, Jakarta, Penerbit Erlangga: 58. a. Pangsa pasar : menggambarkan proposal bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu (dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual) b. Akusisi pelanggan : mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru. c. Kepuasaan pelanggan : menilai tingkat kepuasaan atau kriteria kinerja tertentu didalam proposisi nilai.
43
d. Profitabilitas pelanggan : mengukur keuntungab bersih yang diperoleh dari pelanggan atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut. e. Retensi pelanggan : untuk mengetahui
bagaimana perusahaan dapat
mempertahankan pelanggan lama.
2.8
Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) Pengertian umum tentang Indeks Kepuasaan Masyarakat yang tertuang dalam kep. Men. PAN No: KEP/25/M.PAN/2/2004, antara lain mengenai pengertian dibawah ini : 1.
Indek Kepuasaan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasaan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat
dalam
memperoleh
pelayanan
dari
aparatur
penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. 2..
Penyelenggara Pelayanan publik adalah instansi pemerintah.
3.
Instansi Pemerintah adalah Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah termasuk BUMN / BUMD dan BHMN.
4.
Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan
yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
44
pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang undangan. 5.
Unit Pelayanan Publik adalah pegawai instansi pemerintah yang rmasuk BUMN / BUMD dan BHMN yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan.
6.
Pemberi Pelayanan Publik adalah pegawai instansi pemerintah yang melaksanaan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
7.
Penerima Pelayanan publik adalah orang, masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan dunia usaha, yang menerima pelayanan dari pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik.
8.
Kepuasaan Pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik.
9.
Biaya Pelayanan publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun) sebagai imbal jasa atas pemberian pelayanan publik, yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
10.
Unsur Pelayanan adalah faktor atau aspek yang terdapat dalam penyelenggara pelayanan kepada masyarakat sebagai variabel
45
penyusunan indeks kepuasaan masyarakat untuk mengetahui kinerja unit pelayanan . 11.
Responden
adalah
penerima
pelayanan
publik
pada
saat
pencacahan sedang berada di lokasi unit pelayanan, atau yang pernah
menerima
pelayanan
dari
aparatur
penyelenggara
pelayanan. Dalam pengukuran IKM ini diharapkan akan memberikan manfaat serta kegunaan sebagai berikut : 1. Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing masing unsur dalam penyelenggara pelayanan publik. 2. Diketahui kinerja penyelenggara pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan secara periodik. 3. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang dilakukan. 4. Diketahui indeks kepuasaan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah. 5. Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup pemerintah pusat dan daerah dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan. 6. Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.
46
Adapun untuk mempermudah penyusunan Indeks Kepuasaan Masyarakat, peneliti berpedoman pada Kep. Men. PAN No. 25
tahun 2004 tentang
penyusunan Indeks Kepuasaan Masyarakat. Dalam keputusan tersebut, ada 14 unsur pelayanan sebagai berikut: 1. Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif untuk mendapatkan pelayanannya sesuai dengan jenis pelayanannya. 3. Kejelasan Petugas Pelayanan, yaitu keberadaan petugas pelayanan (nama, jabatan, kewenangan dan tanggung jawabnya). 4. Kedisplinan Petugas Pelayanan, yaitu kesungguhan petugas pelayanan terhadap konsistensi waktu kerja sesuai dengan ketentuan. 5. Tanggung Jawab Petugas Pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dalam penyelenggara dan penyelesaian pelayanan. 6. Kemampuan Petugas Pelayanan, yaitu keahlian dan ketrampilan petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan. 7. Kecepatan Pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. 8. Keadilan Mendapatkan Pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan / status yang dilayani.
47
9. Kesopanan dan Keramahan Petugas, yaitu perilaku petugas pelayanan secara sopan, ramah, menghargai, dan menghormati. 10. Kewajaran Biaya Pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan. 11. Kepastian Biaya Pelayanan, kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. 12. Kepastian Jadwal Pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 13. Kenyamanan Lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih dan teratur sehingga memberi rasa nyaman. 14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan penyelenggara pelayanan atau sarana yang digunakan.
2.8.1
Sasaran Indeks Kepuasaan Masyarakat Sasaran penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
Kep/25/M.PAN/2004, yaitu : a. Tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. b. Penataran sistem, mekanisme, dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna, dan berhasil guna.
48
c. Tumbuhnya kreatifitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
2.9
Rerangka Pemikiran Gambar 2 Rerangka Pemikiran
Realisasi -Mencapai SDM yang berkompeten dan kepuasaan pelanggan
Pedoman - SOP
-Peningkatan mutu pelayanan manajemen secara keseluruhan
- Kebijaksanaan SDM - Kep/25/M.PAN/2/20 04
-Mengetahui indek kepuasaan masyarakat secara menyeluruh hasil pelaksanaan publik
Efesiensi / Efektivitas Kepuasaan Masyarakat
Pertumbuhan Pendapatan