BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Struktur Modal 1. Pengertian Struktur Modal Struktur modal menurut Riyanto (2008:22) adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal menjadi masalah yang sangat penting bagi perusahaan karena baik buruknya struktur modal akan dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi nilai perusahaan. Struktur modal merupakan bidang keputusan keuangan yang kompleks. Untuk mencapai tujuan perusahaan memaksimalkan kekayaan pemilik, manajer keuangan harus dapat menilai struktur modal perusahaan dan memahami hubungannya dengan risiko, pengembalian dan nilai. Keputusan keuangan yang efektif dapat merendahkan biaya modal dengan menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi dan meningkatkan nilai perusahaan. 2. Komponen Struktur Modal Struktur modal suatu perusahaan secara umum terdiri atas beberapa komponen (Sundjaja dan Barlian, 2002:240), yaitu:
a. Modal Pinjaman
Modal pinjaman adalah semua pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan. Pemberi dana umumnya meminta pengembalian yang relatif lebih rendah, karena mereka memperoleh risiko yang paling kecil atas segala jenis modal jangka panjang, sebab: 1) Modal pinjaman mempunyai prioritas lebih dahulu bila terjadi tuntutan atas pendapatan/aset yang tersedia untuk pembayaran. 2) Modal pinjaman mempunyai kekuatan hukum atas pembayaran dibanding dengan pemegang saham preferen atau saham biasa. 3) Bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak, maka biaya modal pinjaman yang sebenarnya secara substansial menjadi lebih rendah. b. Modal sendiri Modal sendiri adalah dana jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan (pemegang saham). Tidak seperti modal pinjaman yang harus dibayar pada tanggal tertentu di masa yang akan datang, modal sendiri diharap tetap dalam perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Ada 2 sumber dasar dari modal sendiri, yaitu: 1) Modal Saham a) Saham Preferen (preferred stock) Saham preferen adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang mempunyai keistimewaan tertentu dibanding saham biasa.
b) Saham Biasa
Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang yang diinvestasi oleh para investor, yang pemegangnya memiliki klaim residual atas laba dan kekayaan perusahaan. 2) Laba Ditahan Laba ditahan adalah bagian dari laba yang tidak dibagikan sebagai dividen. Adanya keuntungan akan memperbesar pos laba ditahan yang artinya meningkatkan jumlah ekuitas. 3. Tujuan Manaje men Struktur Modal Warsono (2003:238) menyatakan bahwa perusahaan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Tujuan pokok manajemen struktur modal adalah menciptakan suatu bauran atau kombinasi sumber pembelanjaan permanen, sehingga mampu memaksimumkan harga saham perusahaan. Suatu perusahaan untuk mewujudkan pendanaan yang efisien dalam memenuhi kebutuhan dananya bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang meminimal biaya penggunaan modal keseluruhan ata u biaya modal ratarata, sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan Dengan
menggunakan
prinsip
keamanan,
Riyanto
(2008:293)
menyatakan bahwa dalam mencari struktur modal yang optimal, berdasar pada aturan struktur finansiil konservatif. Dalam aturan struktur finansiil konservatif vertikal, menghendaki agar perusahaan dalam keadaan bagaimanapun jangan
mempunyai jumlah liabilitas yang lebih besar daripada jumlah modal sendiri, atau dengan kata lain tingkat liabilitas jangan lebih besar dari 50%, sehingga modal yang dijamin (liabilitas) tidak lebih besar dari modal yang menjadi jaminan (modal sendiri). Berdasarkan konsep cost of capital maka akan terbentuk struktur modal yang optimal dalam artian struktur modal yang dapat meminimumkan biaya penggunaan modal rata-rata (average cost of capital). Besar kecilnya average cost of capital adalah tergantung pada proporsi masing- masing sumber dana beserta biaya dari masing- masing komponen sumber dana. Dalam rangka mencapai tujuan manajemen struktur modal tersebut, mekanisme yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan bauran pembelanjaan
sehingga
dapat
meminimumkan
biaya
modal
dan
memaksimumkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal antara liabilitas dan modal sendiri. 4. Indikator Struktur Modal Struktur modal dapat dinyatakan dalam dua indikator (Warsono, 2003:239): a. Rasio Liabilitas. Rasio liabilitas merupakan perbandingan antara total liabilitas dengan total aset. Secara matematis dapat diformulakan sebagai berikut: Rasio Liabilitas =
Total Liabilitas Total Aset
Semakin tinggi rasio liabilitas suatu perusahaan yang mengindikasi bahwa dengan struktur modal tersebut, risiko keuangan yang ditanggung para pemegang saham semakin tinggi. b. Rasio Liabilitas-Ekuitas Rasio liabilitas-ekuitas merupakan perbandingan anatara liabilitas jangka panjang dengan ekuitas. Secara matematis, rasio liabilitas-ekuitas dapat diformulakan sebagai berikut: Rasio Liabilitas – Ekuitas =
Semakin
tinggi
rasio
Liabilitas Jangka Panjang Ekuitas
liabilitas-ekuitas
suatu
perusahaan
yang
mengindikasi bahwa dengan struktur modal tersebut, risiko keuangan yang ditanggung para pemegang saham semakin tinggi.
2.1.2
Teori Struktur modal
1. Agency Theory Teori ini dikemukakan oleh Jensen dan Meckling pada ta hun 1976, Horne dan Wachowicz (2007:482) menyatakan bahwa manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap
agen
akan
bertindak
atas
kepentingan
mereka
sehingga
mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsi dengan baik, manajemen harus diberi insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui
cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Menurut Horne dan Wachowicz (2007:482), biaya agensi adalah biayabiaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Salah satu pendapat dalam teori agensi, siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Hanafi (2008:316) menyatakan bahwa dalam pendekatan ini, struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kepentingan. Sebagai contoh, pemegang saham dengan pemegang liabilitas akan mempunyai konflik kepentingan. Jika liabilitas meningkat, konflik antar keduanya akan semakin meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang liabilitas akan semakin meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang liabilitas akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan. Pengawasan dapat dilakukan dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Struktur modal dengan demikian merupakan kompromi antara kepentingan pemegang saham dengan pemegang liabilitas.
Pemegang saham dengan manajer juga mengalami konflik kepentingan, Jensen (dalam Hanafi, 2008:317) menyatakan bahwa konflik antara pemegang saham dengan manajer erat kaitannya dengan konsep free cash flow. Dalam konteks ini, free cash flow didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua usulan investasi dengan Net Present Value (NPV) positif didanai. Perusahaan tidak mempunyai lagi kesempatan investasi yang menarik, free cash flow sebaiknya dibagi ke pemegang saham dan pemegang saham sendiri dibiarkan
untuk
menginvestasi
kelebihan
kas
tersebut.
Tetapi
ada
kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya (termasuk free cash flow) sehingga mempunyai control atas sumber daya tersebut. Liabilitas dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free cash flow tersebut. Jika perusahaan menggunakan liabilitas, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Jika manjer tidak membayar bunga tersebut, manajer dapat mengalami kebangkrutan. Dengan demikian penggunaan liabilitas dapat digunakan sebagai upaya untuk mengatasi konflik keagenan atas free cash flow. 2. Trade-off Theory Pendekatan umum untuk memahami atau menjelaskan pengambilan keputusan terkait dengan struktur modal dikenal sebagai static trade-off theory. Sebutan sesuai dengan esensi dimana nilai sekarang (present value) dari manfaat penghematan pajak (tax shield) yang timbul dari peningkatan penggunaan financial leverage mengalami dilemma trade-off (Scott, 2005:225).
Biaya bunga dapat mengurangi pajak dalam menghitung pajak yang harus dibayar perusahaan. Dalam hal ini, penggunaan liabilitas akan menghasilkan harga pasar total yang lebih tinggi bagi sekuritas perusahaan yang beredar. Ketika laba perusahaan di kenai pajak oleh pemerintah, maka jumlah pembayaran kas kepada kontributor modal akan dipengaruhi oleh bauran pendanaan perusahaan. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tinggi liabilitas, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Sebagai contoh, semakin tinggi liabilitas, semakin besar bunga yang harus dibayar. Kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan semakin besar. Pemberi pinjaman dapat membuat perusahaan menjadi bangkrut jika perusahaan tidak dapat membayar liabilitas. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut mencakup 2 hal yaitu (Hanafi, 2008:309): a. Biaya Langsung Biaya langsung adalah biaya yang dibayar untuk biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lain yang sejenis. b. Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara formal. Misal, supplier tidak mau memasok barang karena khawatir kemungkinan tidak terbayar.
Dengan demikian, gabungan antara biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasi adanya trade off antara penghematan pajak dan liabilitas dengan biaya kebangkrutan. Struktur modal yang optimal akan dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara keuntungan dari penggunaan liabilitas, biaya kebangkrutan, dan biaya keagenan. 3. Asymmetric Information Theory Menurut Brighman dan Houston (2006:38), asymmetric information adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (ya ng lebih baik) mengenai prospek. Myres dan Majluf (dalam Hanafi, 2008:315) menyatakan bahwa ada asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar. Manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibanding dengan pihak luar. Pada saat harga saham menunjukkan nilai yang terlalu tinggi (overvalued), manajer akan cenderung mengeluarkan saham. Tentu pihak luar (pasar) tidak ingin ditipu. Karena itu pada saat penerbitan saham baru diumumkan, harga akan jatuh karena pasar menginterpretasi bahwa harga saham sudah overvalued. Jika harga saham jatuh cukup serius, maka pemegang saham lama akan dirugikan jika perusahaan menerbitkan saham baru. Sebaliknya, pemegang saham baru akan diuntungkan karena bisa membeli saham dengan harga murah. Karena jatuhnya harga saham tersebut berkaitan dengan asimetri informasi, maka bisa dikatakan bahwa ada biaya asimetri informasi yang berkaitan dengan
penerbitan saham. Biaya tersebut akan semakin besar jika harga saham jatuh cukup signifikan. Dibanding dengan saham, pengumuman penerbitan liabilitas menurut pengamatan, disertai dengan penurunan harga saham yang relatif lebih kecil. Dilihat dari rerangka asimetri informasi, sekuritas liabilitas mempunyai asimetri informasi yang lebih kecil dibanding dengan saham. Liabilitas mempunyai pendapatan yang bersifat tetap (bunga liabilitas), karena itu ketidakpastian pendapatan liabilitas lebih kecil dibanding ketidakpastian saham. Asimetri informasi dari liabilitas tidak sebesar asimetri untuk saham. Dengan kata lain, biaya asimetri liabilitas lebih kecil dibanding dengan biaya asimetri saham. Dengan demikian model asimetri informasi dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku struktur modal. 4. Signaling Theory Menurut Brigham dan Houston (2006:39), isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang proyek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham, termasuk penggunaan liabilitas yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan yang kurang menguntungkan akan cenderung menjual saham. Pengumuman emisi suatu saham oleh perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat bahwa manajemen memandang prospek perusahaan terseb ut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih
sering dari biasanya, maka harga saham akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti member isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah. Ross (dalam Hanafi, 2008:316) menyatakan bahwa struktur modal merupakan signal yang disampaikan manajer ke pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan ingin harga saham meningkat, manajer mengkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan mengatakan secara langsung perusahaan mempunyai prospek yang baik. Tentu saja investor tidak akan percaya begitu saja. Dengan demikian, manajer ingin memberi signal yang lebih dipercaya (credible). Manajer dapat menggunakan liabilitas lebih banyak sebagai signal yang lebih credible. Jika liabilitas meningkat, maka perusahaan kemungkinan akan bangkrut semakin meningkat. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka manajer akan kehilangan kepercayaan, misal reputasi akan hancur dan tidak bisa dipercaya menjadi manajer lagi. Karena itu perusahaan yang meningkatkan liabilitas dapat dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan dimasa mendatang. Karena cukup yakin, manajer perusahaan tersebut berani menggunakan liabilitas yang lebih besar. Investor diharap menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian merupakan tanda atau signal positif.
5. Pecking Order Theory Menurut (Brealey et al 2007:32) teori ini berdasarkan asumsi asimetri, manajer tau lebih banyak daripada investor tentang profitabilitas dan prospek perusahaan. Maka investor mungkin tidak dapat menilai sebenarnya dari penerbitan sekuritas baru oleh perusahaan. Mereka terutama enggan membeli saham biasa yang baru diterbitkan, karena mereka khawatir bahwa saham baru itu ternyata dihargai terlalu tinggi. Kekhawatiran semacam itu dapat menjelaskan mengapa pengumuman penerbitan saham dapat menurunkan harga saham. Jika manjer tau lebih banyak daripada investor luar, mereka akan tergoda mengatur waktu penerbitan saham ketika saham perusahaan mereka dihargai terlalu tinggi. Masalah ini terhindar jika perusahaan dapat mendanai dengan dana internal, yaitu dengan laba yang ditahan dan di investasikan kembali. Tetapi jika diperlukan pendanaan eksternal, jalur resistensi terendah adalah utang bukan ekuitas. Penerbitan utang tampaknya memiliki dampak kecil pada harga saham. Ruang lingkup kesalahan penilaian utang lebih kecil dan karena itu penerbitan utang merupakan tanda yang tidak terlalu mengkhawatirkan investor. Observasi ini mencetuskan teori pecking order struktur modal. Teori ini berbunyi sebagai berikut: 1. Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena dana ini terkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapat menurunkan harga saham.
2. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakir. Pecking order ini muncul karena penerbitan utang tidak terlalu diterjemahkan sebagai pertanda buruk oleh investor bila dibandingkan dengan penerbitan ekuitas. 2.1.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap strukur modal
perusahaan yaitu (Brigham dan Houston, 2006:42): 1. Stabilitas penjualan Sebuah perusahaan yang penjualan relatif stabil dapat dengan aman mengambil lebih banyak liabilitas dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak stabil. 2. Struktur Aset Perubahan yang asetnya cocok sebagai jaminan atas pinjaman cenderung lebih banyak menggunakan liabilitas. 3. Leverage Operasi Perusahaan dengan leverage
operasi yang
lebih
sedikit
memiliki
kemampuan yang lebih baik dalam menerapkan leverage keuangan karena perusahaan tersebut akan memiliki risiko bisnis yang lebih kecil. 4. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan yang tumbuh dengan cepat lebih banyak mengandalkan diri pada modal eksternal.
5. Profitabilitas Perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian atas investasi yang sangat tinggi menggunakan liabilitas yang relatif sedikit. 6. Pajak Semakin tinggi tarif pajak sebuah perusahaan, semakin besar manfaat yang diperoleh liabilitas. 7. Pengendalian Dampak liabilitas dan saham pada posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. 8. Sikap Manajemen Beberapa manajemen cenderung lebih konservatif akibatnya menggunakan lebih sedikit liabilitas, sedangkan manajemen agresif menggunakan lebih banyak liabilitas didalam pencarian mereka akan laba yang lebih tinggi. 9. Sikap pemberi pinjaman dan agen pemberi peringkat Tanpa melihat analisis para manajer atas faktor- faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka sendiri, perilaku pemberi pinjaman dan agen pemberi peringkat seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. 10. Kondisi pasar Kondisi dari pasar saham dan obligasi yang mengalami perubahan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjangdapat memberikan arti yang penting dalam struktur modal sebuah perusahaan yang optimal.
11. Kondisi internal perusahaan Kondsi internal perushaanjuga dapat memiliki pengaruh pada sasaran struktur modal. 12. Fleksibilitas keuangan Sebuah perusahaan harus menjaga fleksibilitas keuangan, dalam hal ini menjaga kapasitas pinjaman cadangan yang memadai. Sedangkan menurut Riyanto (2008:296), ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal, yaitu: 1. Tingkat Bunga Tingkat bunga akan mempengaruhi pemilihan jenis modal apa yang akan ditarik, apakah perusahaan akan mengeluarkan saham atau obligasi. 2. Stabilitas Dari Earning Suatu perusahaan yang mempunyai earning yang stabil selalu dapat memenuhi liabilitas finansial sebagai akibat dari penggunaan modal asing. 3. Susunan Dari Aset Kebanyakan perusahaan manufaktur sebaguan besar modal tertanam dalam aset tetap, akan mengutamakan kebutuhan modalnya dari modal permanen, sedangkan perusahaan yang sebagian besar asetnya adalah aset lancar akan mengutamakan kebutuhan dana dengan liabilitas jangka pendek. 4. Kadar Risiko Dari Aset Makin panjang jangka waktu penggunaan suatu aset makin besar tingkat risiko.
5. Besarnya Jumlah Modal Yang Dibutuhkan Jika jumlah modal yang dibutuhkan sangat besar, maka dirasa perlu untuk mengeluarkan beberapa golongan sekuritas secara bersama-sama, sebaliknya jika tidak begitu besar cukup hanya mengeluarkan satu golongan sekuritas saja. 6. Keadaan Pasar Modal Keadaan pasar modal sering mengalami perubahan disebabkan karena ada gelombang konjungtur, dalam rangka mengeluarkan atau menjual sekuritas, perusahaan harus menyesuaikan dengan keadaan pasar modal. 7. Sifat Manajemen Sifat manajemen mempunyai pengaruh langsungdidalam pengambilan keputusan mengenai cara pemenuhan kebutuhan. 8. Besarnya Suatu Perusahaan Perusahaan yang lebih besar akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibanding perusahaan yang lebih kecil. Selain teori diatas masih banyak lagi yang mengemukakan tentang hal tersebut. Oleh karena faktor- faktor yang mempengaruhi struktur modal banyak dan tidak mudah untuk mengukurnya maka dalam penelitian ini penulis hanya mengambil beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap struktur modal, yaitu struktur aset, growth, dan profitabilitas.
2.1.4 Struktur Aset Aktiva atau aset adalah segala sumber daya dan harta yang dimiliki perusahaan untuk digunakan dalam operasinya. Suatu perusahaan pada umumnya memiliki dua jenis aktiva yaitu aktiva lancar dan aktiva tetap. Kedua unsur aktiva ini akan membentuk struktur aktiva. Struktur aktiva suatu perusahaan akan tampak dalam sisi sebelah k iri neraca. Sangat penting bagi perusahaan untuk menentukan berapa besar alokas untuk masing- masing aktiva serta bentuk-bentuk aktiva yang harus dimiliki. Karena hal ini menyangkut seberapa besar dana yang dibutuhkan yang berkaitan langsung dengan tujuan jangka panjang perusahaan. 1. Aktiva Lancar Aktiva lancar adalah
bagian dari struktur aktiva. Aktiva lancar
umumnya memiliki umur ataupun tingkat perputaran yang re latif singkat yang biasanya kurang dari satu tahun. Djarwanto (2004:25), membagi aktiva lancar sebagai berikut: a.
Kas, yaitu berupa uang tunai dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan.
b.
Investasi jangka pendek (temporary investment), yaitu berupa obligasi pemerintah, obligasi perusahaan-perusahaan industri dan surat-surat hutang, dan saham perusahaan lain yang d ibeli untuk dijual kembali, dikenal dengan investasi jangka pendek.
c.
Wesel tagih (notes receivable), yaitu tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu promes.
d.
Pihutang dagang (account receivable), meliputi keseluruhan tagihan atas langganan perseroan yang timbul karena penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit.
e.
Penghasilan yang masih akan diterima (accrual receivable), yaitu penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasa-jasanya kepada pihak lain tetapi pembayarannya belum diterima sehingga merupakan tagihan.
f.
Persediaan barang (inventories), yaitu barang dagangan yang dibeli untuk dijual kembali, yang masih ada d i tangan pada saat penyusunan neraca.
g.
Biaya yang dibayar dimuka, yaitu pengeluaran untuk memperoleh jasa dari pihak lain, tetapi pengeluaran tersebut belum menjadi biaya atau jasa dari pihak lain itu belum dinikmati oleh perusahaan pa da periode yang sedang berjalan.
2. Aktiva Tetap Menurut defenisinya, aktiva tetap mempunyai masa hidup lebih dari satu tahun, sehingga penanaman modal dalam aktiva tetap adalah investasi jangka panjang. Bagi perusahaan industi aktiva tetap menyerap sebagian besar dari modal yang ditanamkan dalam perusahaan. Namun hal ini tidak berlaku mutlak untuk semua jenis perusahaan. Jumlah aktiva tetap yang ada dalam perusahaan juga dipengaruhi oleh sifat atau jenis dari proses produksi yang
dilaksanakan. Sama halnya dengan investasi dalam aktiva lancar, investasi dalam aktiva tetap juga pada akhirnya mengharapkan tingkat pengembalian yang optimal atas dana yang sudah diinvestasikan. Bagi perusahaan industri, aktiva tetap merupakan power untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang optimal. Proporsi aktiva tetap yang lebih besar atas aktiva lancarnya akan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian. Syamsuddin (2007:409) menjelaskan bahwa, “Aktiva tetap sering disebut sebagai the earning assets (aktiva yang sesungguhnya menghasilkan pendapatan bagi perusahaan) oleh karena aktiva-aktiva tetap inilah yang memberikan dasar bagi earning power perusahaan”. Perusahaan-perusahaan industri diasumsikan akan memperoleh hasil yang lebih besar dari aktiva tetap dibandingkan aktiva lancar yang dimilikinya, sehingga dapat dikatakan bahwa aktiva tetap menggambarkan aktiva yang benar benar dapat memberikan hasil kepada perusahaan. Apabila perusahaan tidak dapat memperoleh hasil yang lebih besar dari modal ya ng diinvestasikan dalam aktiva tetap dibandingkan aktiva lancarnya maka sebaiknya perusahaan menjual aktiva aktiva tetap yang dimiliki dan dengan hasil penjualan tersebut dipergunakan untuk membeli atau melakukan investasi dalam aktiva lancar. Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masingmasing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun aset tetap (Syamsudin, 2007:9). Struktur aset adalah susunan penyajian aset dalam rasio tertentu dari laporan keuangan yang nampak pada neraca sebelah debit.
Menurut Riyanto (2008:298) kebanyakan perusahaan industri sebagian besar daripada modalnya tertanam dalam aset tetap, akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri sedang liabilitas bersifat sebagai pelengkap, hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutupi jumlah aset tetap dan aset lain yang bersifat permanen. Perusahaan yang sebagian besar dari asetnya terdiri atas aset lancar akan mengutamakan kebutuhan dana dengan liabilitas. Teori pecking order (Brealey et al 2007:32) meyatakan bahwa perusahaan menyukai pendanaan internal (yaitu laba yang ditahan dan diinvestasikan kembali) daripada pendanaan eksternal. Jika diperlukan pendanaan eksternal, mereka lebih suka menerbitkan utang daripada menerbitkan saham baru. Teori pecking order dimulai dengan pengamatan bahwa manajer tahu lebih banyak daripada investor luar tentang nilai dan prospek perusahaan. Maka investor mungkin tidak dapat menilai nilai sebenarnya dari penerbitan saham baru oleh perusahaan. Mereka terutama enggan membeli saham biasa yang baru diterbitkan, karena mereka khawatir bahwa saham baru itu ternyata dihargai terlalu tinggi. Masalah ini terhindarkan jika perusahaan dapat mendanai dengan dana internal, yaitu dengan laba yang ditahan dan diinvestasikan kembali. Tetapi jika diperlukan pendanaan eksternal, jalur resistensi terendah adalah hutang, bukan ekuitas. Penerbitan utang tampaknya memiliki dampak kecil pada harga saham.
Ruang lingkup kesalahan penilaian utang lebih kecil dan karena itu penerbitan utang merupakan tanda yang tidak terlalu mengkhawatirkan investor. Observasi ini mencetuskan teori pecking order struktur modal. Teori ini berbunyi sebagai berikut: 1. Perusahaan menyukai pendanaan internal, karena dana ini terkumpul tanpa mengirimkan sinyal sebaliknya yang dapat menurunkan harga saham. 2. Jika dana eksternal dibutuhkan, perusahaan menerbitkan utang lebih dahulu dan hanya menerbitkan ekuitas sebagai pilihan terakir. Pecking order ini muncul karena penerbitan utang tidak terlalu diterjemahkan sebagai pertanda buruk oleh investor bila dibandingkan dengan penerbitan ekuitas. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur modal aset mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Jika pengukuran struktur aset didasarkan pada rasio antara total aset tetap terhadap total aset, maka secara teoretis terdapat hubungan yang negatif antara struktur aset dengan struktur modal. Semakin tinggi st ruktur aset (yang berarti semakin besar jumlah aset tetap) maka penggunaan modal sendiri akan semakin tinggi (yang berarti penggunaan modal asing semakin sedikit) atau struktur modalnya semakin rendah. Christanti (2006:12) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perubahan struktur aset berpengaruh negatif terhadap perubahan struktur modal yang dilakukan oleh manajer. 2.1.5
Growth
Perusahaan
yang
tumbuh
dengan
cepat
harus
lebih
banyak
mengandalkan diri pada modal eksternal. Biaya emisi yang terkait dalam penjualan saham biasa melebihi biaya yang terjadi ketika menjual liabilitas, yang selanjutnya mendorong perusahaan yang tumbuh dengan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada liabilitas. Ketika dibutuhkan dana eksternal untuk memenuhi biaya investasi maka menurut hipotesis pecking order theory, perusahaan akan lebih memilih menggunakan utang terlebih dahulu dibanding menerbitkan sahan baru. Ini dikarenakan semakin tinggi peluang pertumbuhan akan menyebabkan semakin tinggi pula asimetri informasi yang terjadi. Sehingga menurut Myers dan Majluf, perusahaan akan lebih memilih menggunakan utang untuk menekan asimetri informasi yang dapat terjadi. Selain
itu
menurut
signaling
theory,
perusahaan
dapat
mengkomunikasikan prospek pertumbuhan yang baik bagi perusahaan dimasa depan dengan menggunakan utang. Sebab utang dapat menjadi sinyal positif bagi investor luar, sehingga investor luar dapat yakin dan percaya bahwa prospek dimasa depan akan baik. Penelitian yang dilakukan Prabansari dan Kusuma menunjukkan bahwa growth berpengaruh positif terhadap struktur modal perusahaan.
2.1.6
Profitabilitas Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan
keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas memperlihatkan pengaruh kombinasi likuiditas, aktivitas, dan leverage operasi terhadap hasil operasi. Rasio
profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Warsono, 2003:37). Cara untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan bermacam- macam dan tergantung pada laba dan aset atau modal mana yang akan diperbandingkan antara satu dengan yang lainnya. Apakah perbandingan itu antara laba yang berasal dari operasi atau usaha, laba neto sesudah pajak dengan keseluruhan aset, atau perbandingan antara laba neto sesudah pajak dengan jumlah modal sendiri. Walaupun terdapat bermacam- macam dalam penilaian profitabilitas suatu perusahaan, namun rasio yang pada umumnya digunakan oleh para pemakai laporan keuangan adalah sebagai berikut (Riyanto, 2008:36): 1. Profitabilitas Ekonomi Profitabilitas ekonomi adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut dinyatakan dalam presentase. Profitabilitas ekonomi disebut juga profitabilitas aset karena keseluruhan modal digunakan untuk membeli aset. Dengan
demikian,
dapat
dikatakan
bahwa
rentabilitas
ekonomi
menunjukkan kemampuan seluruh modal yang ada, baik modal pinjaman maupun modal sendiri untuk menghasilkan laba. Oleh karena itu, laba yang digunakan untuk menghitung rentabilitas ekonomi adalah laba operasi atau laba sebelum bunga dan pajak. Profitabilitas ekonomi dapat dirumuskan sebagai berikut: Profitabilitas Ekonomi =
Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)
Total Aset Bagi suatu perusahaan disamping laba, profitabilitas juga merupakan masalah yang sangat penting, sebab laba yang besar saja belum merupakan ukuran bahwa perusahaan tersebut telah dapat bekerja secara efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba (profitabilitas) yang diperoleh dengan modal yang digunakan. 2. Profitabilitas Modal Sendiri Profitabilitas modal sendiri atau yang sering disebut rentabilitas usaha adalah perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba tersebut dilain pihak. Laba yang dimaksut disini adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak penghasilan (Earning After Tax). Profitabilitas modal sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut: Profitabilitas Modal Sendiri =
Laba Setelah Pajak (EAT) Modal Sendiri
Apabila profitabilitas modal sendiri dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi penggunaan modal sendiri, maka yang menjadi ukuran efisiensi penggunaan modal secara keseluruhan adalah rentabilitas ekonomi. Brigham dan Houston (2006:43) menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan liabilitas yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan internal.
Sari (2013:8) dalam penelitiannya menunjukan bahwa profitabilitas perusahaan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal perusahaan.
2.2 Rerangka Pe mikiran Penelitian ini dilandasi oleh pemikiran bahwa setiap investor akan memilih perusahaan yang mampu menghasilkan tingkat pengembalian modal yang tinggi serta dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan tingkat pertumbuhan. Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer (keuangan) didalam kaitan dengan kelangsungan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat berasal dari dalam perusahaan (modal sendiri) maupun luar perusahaan (modal asing). Dalam melakukan
keputusan
mempertimbangkan
dan
pendanaan, menganalisis
perusahaan kombinasi
dituntut sumber-sumber
untuk dana
ekonomis guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usaha. Oleh karena itu, para manajer keuangan harus tetap mempertimbangkan fakor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan struktur modal perusahaan. Faktor-faktor tersebut, profitabilitas
diantaranya adalah struktur aset,
growth,
dan
Perusahaan dengan sebagian besar daripada modalnya tertanam dalam aset tetap, akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal permanen, yaitu modal sendiri sedang liabilitas bersifat sebagai pelengkap. Perusahaan dengan struktur aset yang tinggi (yang berarti semakin besar jumlah aset tetap) maka penggunaan modal sendiri akan semakin tinggi (yang berarti penggunaan modal asing semakin sedikit) atau struktur modalnya semakin rendah. Berdasarkan
pemikiran
ini,
dapat
disimpulkan
bahwa
struktur
aset
yang
tinggi,
akan
mempengaruhi struktur modal perusahaan. Perusahaan
dengan
tingkat
pertumbuhan
membutuhkan dana semakin besar atau perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan melakukan ekspansi, sehingga perusahaan membutuhkan dana tambahan dengan cara menggunakan dana eksternal berupa liabilitas. Perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan cenderung tidak menggunakan liabilitas untuk membiayai investasi. Tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari dana internal. Dengan demikian, tingkat profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Perusahaan-perusahaan yang berada di dalam satu bidang ind ustri yang sama seringkali memiliki struktur modal yang berbeda. Penelitian ini menguji faktor- faktor yang berpengaruh terhadap struktur modal, dimaksud untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana perusahaan sebaiknya menentukan kombinasi antara liabilitas dengan ekuitas yang akan digunakan untuk mendanai kegiatan operasi.
Berdasarkan uraian diatas maka rerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut: Keputusan Pendanaan
Faktor-faktor Yang Menetukan Keputusan Pendanaan
Struktur Aset
Growth
Profitabilitas
Pecking Order Theory
Signaling Theory
Brigham dan Houston (2006)
Semakin tinggi struktur aset perusahaan maka penggunaan modal sendiri akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya
Perusahaan dapat mengkomunikasikan prospek pertumbuhan yang baik bagi perusahaan dimasa depan dengan menggunakan liabilitas
Struktur Modal Gambar 1 Rerangka Pe mikiran Sumber : Diolah Peneliti
Profitabilitas yang tinggi cenderung tidak menggunakan liabilitas untuk kebutuhan dananya melainkan dari dana internal perusahaan
2.3 Perumusan Hipotesis H1 :Struktur aset berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H2 :Growth berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H3 :Profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.