BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 2.1.1
Tinjauan Teoritis Struktur Modal Perusahaan Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing
(jangka panjang) dengan modal sendiri (Riyanto 2001:296). Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan hutang yang pada saatnya harus dibayar kembali. Modal asing digolongkan menjadi 3 berdasarkan jangka waktunya, yaitu modal asing jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Sedangkan modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan yang tertanam di perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa hutang lancar, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik atas perusahaan, yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan oleh pemilik atau para pemilik. Dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari alternatif-alternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal, yaitu dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga memaksimalkan perusahaan. Struktur modal merupakan cermin dari kebijakan perusahaan dalam menentukan “jenis” sekuritas yang dikeluarkan, karena struktur modal merupakan masalah yang penting bagi
7
8
setiap perusahaan, karena baik buruknya struktur modalnya akan mempunyai efek yang langsung terhadap posisi financial perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2001: 5) struktur modal adalah bauran dari hutang, saham preferen, dan saham biasa. Sedangkan Husnan (1989: 272) struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri. Struktur modal menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007) adalah penentuan kebijakan struktur keuangan akan berkait dengan struktur modal. Struktur modal dalam perusahaan berkaitan erat dengan investasi sehingga dalam hal ini akan menyangkut sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai proyek investasi tersebut. Sumber dana tersebut pada dasarnya terdiri dari penerbitan saham (equity financing), penerbit obligasi (debt financing) dan laba ditahan (retained earning). Penerbitan saham dan obligasi sering disebut dengan sumber dana yang berasal dari luar perusahaan atau external financing sedang laba untuk laba ditahan sering disebut dengan retained earning atau sumber dana sebagai pembelanjaan yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri atau internal financing. Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Struktur modal tersebut tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau jangka panjang. Untuk mengukur struktur modal tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut dengan leverage ratio. Leverage ratio adalah perbandingan yang dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Dalam
9
perhitungan leverage ratio yang digunakan adalah long term debt to equity ratio. Long term debt to equityratio menunjukkan persentasi modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang yang dihitung dengan membandingkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Apabila
suatu
perusahaan
dalam
memenuhi
kebutuhan
dananya
mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam perusahaan akan sangat mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Tetapi apabila kebutuhan dan sudah demikian meningkatnya karena kebutuhan perusahaan dan dana dari sumber internalsudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik dari utang (debt financing), maupun dengan mengeluarkan saham baru (external equity financing) dalam memenuhi kebutuhan dananya. (Riyanto, 2001: 293).
2.1.2
Teori Struktur Modal
1. Agency Theory Teori ini menyatakan, bahwa manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi
10
menurut Horne dan Wachowicz) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut Horne dan Wachowicz, salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasan berfungsi sebagai diisentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta oleh pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
2. Signaling Theory Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2001:36)adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam Brigham
dan
Houston
(2001:36),
perusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya.
11
Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan ingin harga saham meningkat, manajer mengkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Jika liabilitas meningkat, maka kemungkinan bangkrut akan semakin meningkat. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka manajer akan kehilangan kepercayaan, misalnya reputasi akan hancur dan tidak bisa dipercaya menjadi manajer lagi. Karena itu, perusahaan yang meningkatkan liabilitas dapat dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Karena cukup yakin, maka manajer perusahaan tersebut berani menggunakan liabilitas yang lebih besar.
Investor diharap menangkap signal
tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian liabilitas merupakan tanda atau signal positif.
3. Asymmetric Information Theory Asymmetric information atau ketidaksamaan informasi menurut Brigham dan Houston (2001:35) adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki
12
investor. Asimetri informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki investor. Asimetri informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak daripada para pemodal (Husnan, 1996: 325). Dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang overvalued (terlalu mahal). Kalau hal ini yang diperkirakan terjadi, maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru (sehingga dapat dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya). Tetapi pemodal akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai dengan persepsi pihak manajemen). Sebagai akibatnya para pemodal akan menawar harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham. Jika harga saham jatuh cukup serius, maka pemegang saham lama akan dirugikan jika perusahaan menerbitkan saham baru. Sebaliknya, pemegang saham baru akan diuntungkan karena bisa mambeli saham dengan harga murah. Karena jatuhnya harga saham tersebut berkaitan dengan asimetri informasi, maka bisa dikatakan bahwa ada biaya asimetri informasi yang berkaitan dengan penerbitan saham. Biaya tersebut akan semakin besar jika harga saham jatuh cukup signifikan.
13
4. Pecking Order Theory Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers (Husnan, 1996: 324).Teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt toequityratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Myers (1996) perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dan modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada packing order theory adalah: internal fund (dana internal), debt (hutang), dan equity (modal sendiri) (Kaaro, 2002: 13). Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham
14
baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru. Husnan (1996: 325) hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Dalam pemenuhan kebutuhan dana tersebut, manajer harus mencari alternatifalternatif pendanaan yang efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal, yaitu dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal ata-rata, sehingga memaksimalkan perusahaan. Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya jumlah hutang dan modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan yaitu dengan memperhitungkan berbagai faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal. Faktor-faktor tersebut meliputi:
15
1. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Menurut Brigham dan Houston(2001:117-119) menyatakan bahwa ukuran perusahaan adalah perusahaan, yaitu rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi membutuhkan dukungan sumber daya organisasi (modal) yang semakin tinggi. Sebaliknya, perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualan rendah kebutuhan terhadap sumber daya organisasi (modal) juga semakin kecil. Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya control dari pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Sebaliknya perusahaan yang kecil dimana sahamnya hanya tersebar di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya control pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. (Riyanto, 2001: 298).
16
2. Risiko bisnis Tingkat atau kadar risiko bisnis dari setiap aktiva di dalam perusahaan adalah tidak sama. Makin panjang jangka waktu penggunaan suatu aktiva di dalam peusahaan, makin besar derajat risikonya. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang tak ada henti-hentinya, dalam artian ekonomis dapat mempercepat tidak digunakannya suatu aktiva, meskipun dalam artian teknis masih dapat digunakan. Dalam hubungan ini dikenal dengan adanya prinsip aspek risiko di dalam pembelanjaan perusahaan, yang menyatakan bahwa apabila ada aktiva yang peka risiko, maka perusahaan harus lebih banyak membelanjai dengan modal sendiri, modal yang tahan risiko dan sedapat mungkin mengurangi pembelanjaan dengan modal asing atau modal yang takut resiko. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa makin lama modal harus diikatkan, makin tinggi derajat resikonya, makin mendesak keperluan akan pembelanjaan seluruhnya atau sebagian besar dengan modal sendiri. (Riyanto, 2001: 298). Oleh karena itu untuk menghindari suatu risiko bisnis maka perusahaan menghindari penggunaan utang jangka panjang.
3. Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.Pada umumnya perusahaan lebih suka pendapatan yang mereka terima untuk digunakan sebagai sumber utama dalam membiayai investasinya. Bila sumber dari dalam perusahaan tidak cukup, maka alternatif yang digunakan adalah dengan menggunakan hutang baru atau sumber pembiayaan eksternal.Perusahaan dengan
17
profitabilitas tinggi akan menggunakan utang lebih kecil karena perusahaan mampu menyediakan dana yang cukup melalui laba ditahan. Selain itu pengaruh pada struktur modal yakni berkaitan dengan biaya yang harus ditanggung perusahaan jika perusahaan menggunakan ekuitas dalam struktur modalnya. Ukuran profitabilitas perusahaan dapat diketahui dengan berbagai macam, yaitu: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian invetasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Robert (1997) mengungkapkan bahwa rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Rasio ini dapat dibagi atas enam jenis yaitu: a. Gross Profit Margin (GPM) Gross Profit Margin (GPM) berfungsi untuk mengukur tingkat pengembalian keuntungan kotor terhadap penjualan bersihnya. GPM dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut (Robet, 1997). 𝐺𝑃𝑀 =
𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑁𝑒𝑡𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Gross profit adalah net sales dikurangi dengan harga pokok penjualan, sedangkan net sales adalah total penjualan bersih selama satu tahun. Nilai GPM berada diantara 0 dan 1. Nilai GPM semakin mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan untuk penjual penjualan dan semakin besar juga tingkat pengembalian keuntungan. b. Net Profit Margin (NPM) NPM berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya (Robert, 1997)
18
𝑁𝑃𝑀 =
𝑁𝑒𝑡𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒𝑇𝑎𝑥 𝑁𝑒𝑡𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Nilai NPM ini juga berada diantara 0 dan satu. Nilai NPM semakin besar mendekati satu, maka berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan dan juga berarti semakin besar tingkat kembalian keuntungan bersih. c. Operating Return On Assets (OPROA) OPROA digunakan untuk mengukur tingkat kembalian dari keuntungan operasional perusahaan terhadap seluruh asset yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasional tersebut. (Robert,1997)
𝑂𝑃𝑅𝑂𝐴 =
𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
Operating income merupakan kentungan operasional atau disebut juga laba usaha. Average total assets merupakan rata-rata dari total asset awal tahun dan akhir tahun. Jika total asset awal tahun tidak tersedia, maka total asset akhir tahun dapat digunakan. d. Return On Assets (ROA) ROA
digunakan
untuk
mengukur
efektivitas
perusahaan
didalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang ada. ROA kadang-kadang disebut juga Return on Investment (ROI) (Robert, 1997).
19
𝑅𝑂𝐴 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐴𝑣𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
e. Return on equity (ROE) Return on equity (ROE) merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan. Ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva bersih perusahaan. Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan (Sartono, 2001). ROE secara eksplisit memperhitungkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan return bagi pemegang saham biasa setelah memperhitungkan bunga (biaya hutang) dan biaya saham preferen.
𝑅𝑂𝐸 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
f. Earning Power Earning Power adalah hasil kali net profit margin dengan perputaran aktiva. Earning Power merupakan tolak ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini menunjukkan pula tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat perputaran aktiva. Apabila perputaran aktiva meningkat dan net profit margin tetap maka earning power juga meningkat. Dua perusahaan mungkin akan mempunyai earing power yang sama meskipun perputaran aktiva dan net profir margin keduanya berbeda.
20
Dalam penelitian ini rasio profitabilitas diukur dengan return on equity(ROE). Return on equity (ROE) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian ekuitas pemegang saham. ROE merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur profitabilitas dari ekuitas. Semakin besar hasil ROE maka kinerja perusahaan semakin baik. Rasio yang meningkat menunjukkan bahwa kinerja manajemen meningkat dalam mengelola sumber dana pembiayaan operasional secara efektif untuk menghasilkan laba bersih (profitabilitas meningkat). Jadi dapat dikatakan bahwa selain memperhatikan efektivitas manajemen dalam mengelola investasi yang dimiliki perusahaan, investor juga memperhatikan kinerja manajemen yang mampu mengelola sumber dana pembiayaan secara efektif untuk menciptakan laba bersih. ROE menunjukkan keuntungan yang akan dinikmati oleh pemilik saham. Adanya pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik karena berarti adanya potensi peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini ditangkap oleh investor sebagai sinyal positif dari perusahaan sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor serta akan mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikkan permintaan saham suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga saham tersebut di pasar modal.
21
2.1.4 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Krishnan dan Moyer (1996) terhadap perusahaan-perusahaan manufaktur di AS menunjukkan bahwa, size, profit dan tax rate berpengaruh signifikan terhadap struktur modal perusahaan manufaktur. 2. Penelitian
yang dilakukan
oleh
Yuke
dan
Hadri
Kusuma
(2004)
menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah
dilakukan
menunjukkan
keputusan
struktur
modal
perusahaan
manufaktur yang go public ternyata secara simultan dan parsial dipengaruhi secara signifikan oleh ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva, profitabilitas dan struktur kepemilikan perusahaan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Arief Susetyo A dan Erna Hidayah (2006)menyimpulkan bahwa berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan menunjukkan keputusan struktur modal perusahaan manufaktur yang go public ternyata secara simultan dan parsial dipengaruhi secara signifikan oleh risiko bisnis, struktur Aktiva, profitabilitas, dan ukuran perusahaan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Sartono (1999). Sartono meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada 61 perusahaan manufaktur yang telah go public di Bursa Efek Jakarta. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt/total Assets (DTA), Fixed Assets/Total Assets (FTA), Market to Book Ratio (MTB), In Net Sales (InSales), dan EBIT/Total Assets (ROA), Real Sales Growth Rate (GRS), dan Selling Expense/Sales (SES). Hasil
22
penelitian menjelaskan bahwa dalam periode waktu tahun 1994-1997 hanya faktor Size, Profitabilitas dan Growth yang terbukti mempengaruhi struktur modal. Sedangkan faktor tangibility of assets, growth opportunities dan uniques tidak terbukti mempengaruhi struktur modal. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Friska (2009) meneliti tentang factor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, berdasarkananalisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan menunjukkan keputusan struktur modal perusahaan manufaktur yang go public ternyata secara simultan dan parsial dipengaruhi secara signifikan oleh profitabilitas saja, ukuran perusahaan dan risiko bisnis tidak berpengaruh secara signifikan. 6. Penelitian Saidi (2004) dengan penelitiannya yang berjudul Faktor-faktoryang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur Go Public diBEJ Tahun 1997-2002 meneliti apakah size, risiko bisnis, pertumbuhan aktiva,profitabilitas, struktur kepemilikan berpengaruh terhadap struktut modal atautidak. Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dan hasil penelitiannyaadalah
bahwa
size,
risiko
bisnis,
pertumbuhan
aktiva,
profitabilitas, strukturkepemilikan berpengaruh terhadap struktur modal.
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan
landasan
teori,
tujuan
penelitian,
dan
hasil
penelitiansebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan maka sebagai dasaruntuk merumuskan hipotesis berikut disajikan kerangka pemikiran
23
yangdituangkan dalam model kerangka konseptual pada gambar 1. Kerangka konseptual tersebutmenunjukkan pengaruh variabel independen secara parsial maupun simultanterhadap struktur modal perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang go public di Bursa Efek Indonesia. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
struktur
modal
suatu
perusahaanbermacam-macam. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan adalah ukuran perusahaan, risiko bisnis dan profitabilitas,maka model empiris dalam penelitian ini seperti disajikan pada gambar 1 sebagai berikut:
Ukuran perusahaan (size)
Risiko bisnis (business risk)
Struktur Modal (Capital Structure)
Variabel Terikat
Profitabilitas (profitability)
Variabel Bebas
Gambar 1 Kerangka Konseptual Sumber: (Yuke dan Hadri K., 2005)
24
2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : H1: Ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap struktur modal. H2 :Risiko bisnis (business risk) berpengaruh negatif terhadap struktur modal. H3 : Profitabilitas (profitability) berpengaruh negatifterhadap struktur modal.