BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Struktur Modal Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dipegang konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang (atau sebaliknya) apakah harga saham akan berubah, apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya. Dengan kata lain, kalau perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti bahwa tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur modal adalah baik. Tetapi kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham, adalah struktur modal yang terbaik (Husnan, 2004). Teori struktur modal adalah teori yang menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan perusahaan dalam menentukan bauran antara hutang dan ekuitas yang bertujuan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer keuangan untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber dana yang akan dipilih.
2.1.2 Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya
sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa teori sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor dan kreditor).
Kurangnya
informasi
bagi
pihak
luar
mengenai
perusahaan
menyebabkan mereka melidungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Integritas informasi laporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor
atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan sejenis. Signaling Theory menyatakan pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati, 2005).
2.1.3 Nilai Perusahaan Brealey et al. (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan mengikhtisarkan penilaian kolektif investor tentang seberapa baikkah keadaan suatu perusahaan, baik kinerja saat ini maupun proyeksi masa depannya. Nilai perusahaan akan tercermin melalui harga saham perusahaan. Jika harga saham mengalami peningkatan maka nilai perusahaan juga akan mengalami peningkatan begitu juga sebaliknya. Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Meningkatnya nilai perusahaan adalah sebuah prestasi, yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat. Keown et al. (2000) menyatakan nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga
saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset. Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalkan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi. Menurut Weston dan Thomas (1997) dalam Lifessy (2011) ada lima langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan nilai perusahaan, yaitu: a. Sinkronisasi Aset Sinkronisasi aset berarti menciptakan keserasian antar aset. Manajemen perlu memastikan bahwa antara proses operasi tahap pertama, kedua, dan selanjutnya menggunakan sistem dan teknologi yang sejalan dan compatible. Demikian juga perlu dilakukan sikronisasi antar unit, antar divisi, dan antar direktorat.
Perlu dipastikan bahwa apa yang dikerjakan di satu unit kerja sejalan dengan apa yang dikerjakan oleh unit kerja lain. b. Efisiensi Kerja Peningkatan efesiensi biasanya membutuhkan waktu yang cukup panjang. Lebih panjang dibandingkan dengan waktu untuk melakukan sinkronisasi. Ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha peningkatan efisiensi, yaitu dukungan sistem kerja, proses pembelajaran, dan manajemen manusianya. c. Perbaikan Produktivitas Sikronisasi dan efisiensi merupakan syarat perbaikan produktivitas, artinya perusahaan dapat bekerja secara efisien dan efektif. Semakin sedikit sumber daya untuk menghasilkan sejumlah keluaran atau produk, dan produk tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Kinerja perusahaan yang baik nampak pada peningkatan profitabilitas, tergantung pada permasalahan perusahaan dan karakter dari industri dimana perusahaan tersebut berada. Pada umumnya tidak diperlukan waktu satu tahun untuk dapat melihat hasil perbaikan perusahaan sampai menunjukkan peningkatan laba. d. Perbaikan Arus Kas Sejalan dengan sasaran pengelolaan keuangan perusahaan, keberhasilan sebuah perusahaan bukan saja berdasarkan laba tetapi juga berdasarkan arus kasnya, terutama kas operasional (operational cash flow). Besar kecilnya laba sangat tergantung pada sistem akuntansi yang ditetapkan. Perubahan kebijakan akuntansi secara otomatis mengubah angka profitabilitas. Jadi sebaiknya jangan terlalu percaya dengan angka laba yang dicantumkan dalam laporan
keuangan. Lain halnya dengan arus kas, angka arus kas diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan cara langsung dan dengan cara tidak langsung. Angka arus kas yang dihitung dengan cara langsung tidak mengalami kontaminasi kebijakan akuntansi, jadi angka ini lebih netral dibandingkan dengan angka laba. e. Peningkatan Nilai Peningkatan nilai berarti memaksimalisasi nilai perusahaan. Nilai sebuah perusahaan didasarkan atas kesehatan arus kas operasinya. Maksimalisasi nilai berarti upaya manajemen supaya proyeksi arus kas perusahaan akan selalu sehat dan membaik dari waktu ke waktu. Lifessy
(2011)
aspek-aspek
sebagai
pedoman
perusahaan
untuk
memaksimalkan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: a. Menghindari resiko yang tinggi Bila perusahaan sedang melaksanakan operasi yang berjangka panjang, maka harus dihindari tingkat resiko yang tinggi. Proyek-proyek yang memiliki kemungkinan laba yang tinggi tetapi mengandung resiko yang tinggi perlu dihindarkan. Menerima proyek-proyek tersebut dalam jangka panjang berarti suatu kegagalan yang dapat mematahkan kelangsungan hidup perusahaan. b. Membayarkan dividen Dividen adalah pembagian laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan. Dividen harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan para pemegang saham. Pada saat perusahaan sedang mengalami pertumbuhan, dividen yang dibayarkan kemungkinan kecil, hal ini dimaksudkan agar
perusahaan dapat memupuk dana yang diperlukan pada saat pertumbuhan itu. Akan tetapi, jika keadaan perusahaan sudah mapan, dimana pada saat itu penerimaaan yang diperoleh sudah cukup besar sedangkan kebutuhan pemupukan dana tidak terlalu besar maka dividen yang dibayarkan dapat memperbesar jumlahnya. c. Mengusahakan pertumbuhan Apabila perusahaan dapat mengembangkan penjualan, hal ini dapat membuat terjadinya keselamatan usaha di dalam persaingan di pasar. Maka perusahaan yang berusaha memaksimalkan nilai perusahaan harus secara terus menerus mengusahakan pertumbuhan dari penjualan dan penghasilannya. d. Mempertahankan tingginya harga pasar saham. Harga saham di pasar merupakan perhatian utama bagi manajer keuangan untuk memberikan kemakmuran kepada para pemegang saham atau pemilik perusahaan. Manajer harus selalu berusaha ke arah itu untuk mendorong masyarakat agar bersedia menanamkan uangnya ke dalam perusahaan itu. Dengan pemilihan investasi yang tepat, maka perusahaan akan mencerminkan petunjuk sebagai tempat penanaman modal yang bijaksana bagi masyarakat. Hal ini akan membantu mempertinggi nilai perusahaan.
2.1.4 Keputusan Investasi Keputusan investasi merupakan langkah awal untuk menentukan jumlah aktiva yang dibutuhkan perusahaan secara keseluruhan sehingga keputusan
investasi ini merupakan keputusan terpenting yang dibuat oleh perusahaan (Moeljadi, 2006). Keputusan investasi yang dibuat perusahaan dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan menghasilkan kas yang dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang maupun jangka pendek atau yang disebut likuiditas perusahaan. Perusahaan harus menjaga likuiditas agar tidak terganggu kelancaran aktivitas perusahaan untuk melakukan investasi dan tidak kehilangan kepercayaan diri dari pihak luar (Hidayat, 2010). Esensi pertumbuhan bagi suatu perusahaan adalah adanya kesempatan investasi yang menghasilkan keuntungan. Jika terdapat kesempatan investasi yang menguntungkan, maka manajer berusaha mengambil peluang-peluang tersebut untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham karena semakin besar kesempatan investasi yang menguntungkan maka investasi yang dilakukan semakin besar. Investasi adalah pengelolaan sumber-sumber yang dimiliki dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Menurut Purnamasari et al. (2009) investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu aset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan di masa yang akan datang. Kesempatan investasi atau pilihan-pilihan pertumbuhan (growth option) suatu perusahaan merupakan sesuatu yang melekat dan bersifat tidak dapat diobservasi (inherently observable). Myers (1977) dalam Hidayat (2010) memperkenalkan investment opportunity set (IOS) pada studi yang dilakukan dalam hubungannya
dengan keputusan investasi. IOS memberi petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. Prospek perusahaan dapat ditaksir dari investment opportunity set (IOS), yang didefinisikan sebagai kombinasi antara aktiva dengan yang dimiliki (assets in place) dan pilihan investasi di masa yang akan datang dengan net present value positif. Kallapur dan Trombley (2000) dalam Arieska (2011) menyatakan bahwa proksi-proksi IOS dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: a. Proksi IOS berdasar harga ( price-based proxies) IOS berdasar harga (price-based proxies), merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga saham. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Proksi yang didasari pada suatu ide yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki. IOS yang didasari pada harga akan berbentuk suatu rasio sebagai ukuran aktiva yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan. b. Proksi IOS berdasar investasi (investment-based proxies) Proksi IOS berbasis pada investasi (investment-based proxies), merupakan proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan.
c. Proksi IOS berdasar pada varian (variance measures). Proksi IOS berbasis pada varian (variance measures) merupakan proksi yang mengungkapkan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aset.
2.1.5 Keputusan Pendanaan Kebijakan pendanaan adalah satu kebijakan yang sangat penting bagi perusahaan, karena menyangkut perolehan sumber dana untuk kegiatan operasi perusahaan. Kebijakan ini akan berpengaruh terhadap struktur modal dan faktor leverage perusahaan, baik leverage operasi maupun leverage keuangan. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa leverage keuangan merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki biaya tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada biaya tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi para pemegang saham. Jika perusahaan menetapkan kebijakan untuk menggunakan sumber dana dari utang, berarti leverage keuangan perusahaan meningkat, dan perusahaan akan menanggung biaya tetap berupa bunga. Dalam memilih sumber pendanaan, apakah bersumber dari dalam atau dari luar perusahaan, Pecking Order Theory menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang, dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Ramlall, 2009 dalam Qodariyah, 2013). Teori ini didasarkan pada argumentasi bahwa
penggunaan laba ditahan lebih murah dibandingkan sumber dana eksternal. Penggunaan sumber dana eksternal melalui hutang hanya akan digunakan jika kebutuhan investasi lebih tinggi dari sumber dana internal. Myers (1984) dalam Ningsih dan Pancawati (2011) pecking order theory menyatakan bahwa: a. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan). b. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang ditargetkan dengan berusaha menghindari pembayaran dividen secara drastis. c. Kebijakan dividen yang relatif untuk dirubah, disertai dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi meskipun pada kesempatan lain mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki. d. Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu yaitu dimulai dari penerbitan obligasi kemudian diikuti oleh sekuritas berkarakter opsi (obligasi konversi), baru akhirnya penerbitan saham baru apabila masih belum mencukupi. Sumber dana internal lebih disukai daripada sumber dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu membuka diri lagi dari sorotan investor luar. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada
modal sendiri karena dua alasan yaitu pertimbangan biaya emisi, dimana biaya emisi obligasi lebih murah dibandingkan biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Alasan kedua adalah adanya kekhawatiran manajer bahwa penerbitan saham baru dapat ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pembeli.
2.1.6 Kebijakan Dividen Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Apabila perusahaan penerbit saham maupun menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan pemegang sahamnya akan menikmati keuntungan dalam bentuk dividen yang besar pula. Dividen diartikan sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Menurut Lintner (1956) dalam Wijaya dan Wibawa (2010) menjelaskan bahwa: a. Perusahaan mempunyai target Dividend Payout Ratio jangka panjang. b. Manajer memfokuskan pada tingkat perubahan dividen daripada tingkat absolut.
c. Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang, untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak mempengaruhi Dividend Payout Ratio. d. Manajer bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan. Penentuan besarnya Dividend Payout Ratio akan menentukan besar kecilnya laba yang ditahan. Setiap ada penambahan laba yang ditahan berarti ada penambahan modal sendiri dalam perusahaan yang diperoleh dengan biaya murah. Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan dividen yang akan dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ada beberapa macam teori tentang kebijakan dividen. Berikut ini adalah teori tentang kebijakan dividen dalam Brigham dan Houston (2001) yaitu: 1. Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan. 2. Bird-in-the-hand theory, dinyatakan oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika Dividend Payout Ratio (DPR) rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains.
3. Tax preference theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Berdasarkan ketiga konsep teori tersebut, perusahaan dapat melakukan halhal sebagai berikut: 1. Jika manajemen percaya bahwa Dividend irrelevance theory dari M-M itu benar maka perusahaan tidak perlu memperhatikan besarnya dividen yang harus dibagikan. 2. Jika perusahaan menganut bird-in-the-hand theory maka perusahaan harus membagi seluruh EAT (Earning After Tax) dalam bentuk dividen. 3. Jika manajemen cenderung mempercayai tax preference theory maka perusahaan harus menahan seluruh keuntungan atau dengan kata lain DPR=0%. Kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham terbatas tidak sebesar jumlah laba yang ditahan saja, dimana dividend irrelevance theory menyebutkan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak relevan dalam mempengaruhi nilai perusahaan, dengan kata lain bahwa kebijakan dividen suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan dan risiko bisnis perusahaan. Dividen
merupakan
hak
pemegang
saham
(common
stock)
untuk
mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa
mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen.
2.1.7 Tingkat Suku Bunga Indikator faktor fundamental makro dari kondisi mikro ekonomi adalah tingkat bunga. Tingkat bunga sering digunakan sebagai ukuran pendapatan yang diperoleh oleh para pemilik modal, tingkat bunga ini disebut dengan bunga simpanan atau bunga investasi. Demikian juga, tingkat bunga digunakan sebagai ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggunakan dana dari para pemilik modal, ini disebut dengan bunga pinjaman (Iswardono,1999). Oleh karena itu, maka tingkat bunga sekarang merupakan harga yang tersedia untuk dibayar oleh masyarakat yang membutuhkan uang, dan ini terjadi dipasar modal. 1. Fungsi Suku Bunga dalam Perekonomian Menurut Sunariyah (2006), tingkat suku bunga mempunyai beberapa fungsi dalam suatu perekonomian, antara lain: a. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi, atau lembaga yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. b. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah terhadap dana langsung investasi pada sektor-sektor ekonomi. c. Tingkat
suku
bunga
dapat
digunakan sebagai
alat moneter
dalam
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.
d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat suku bunga untuk meningkatkan produksi, sebagai akibatnya tingkat bunga dapat digunakan untuk mengontrol tingkat inflasi. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat umum suku bunga selain perkiraan inflasi, tingkat likuiditas aktiva yang dikehendaki, dan keadaan permintaan dan permintaan dan penawaran (Brigham dan Houston, 2001) adalah: a. Kebijakan Bank Sentral b. Besarnya defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara c. Neraca perdagangan luar negeri d. Tingkat kegiatan usaha 3. Hubungan Suku Bunga dengan Harga Saham Secara teoritis dapat dikatakan, bahwa investor mau melakukan investasi karena menginginkan keuntungan atau pertambahan modalnya tanpa menanggung risiko, perubahan suku bunga bank dapat mempengaruhi harga saham melalui 3 (tiga) cara, yaitu: a. Perubahan suku bunga mempengaruhi kondisi perusahaan secara umum dan profitabilitas perusahaan yakni dividen dan harga saham biasa. b. Perubahan suku bunga mempengaruhi hubungan antara perolehan dari obligasi dan perolehan dividen dari saham-saham dan oleh karena itu terdapat daya tarik yang relatif antara saham dan obligasi.
c. Perubahan suku bunga mempengaruhi psikologi para investor sehubungan dengan investasi kekayaan sehigga mempengaruhi harga saham. (Sunariyah, 2000).
2.2 Rerangka Pemikiran Optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan lainnya dan berdampak pada nilai perusahaan. Manajemen keuangan menyangkut penyelesaian atas keputusan penting yang diambil perusahaan, antara lain keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen (Fama dan French 1998 dalam Wijaya dan Wibawa 2010). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka rerangka pemikiran sebagai berikut: Nilai Perusahaan Keputusan Pendanaan
Keputusan Investasi Sumber Pendanaan Perusahaan
Dana Internal
Kebijakan Dividen Dividen
Dana Eksternal
Tingkat Suku Bunga
Saldo Laba Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Keputusan Investasi terhadap Nilai Perusahaan Keputusan investasi adalah kombinasi antara nilai aktiva riil dengan pilihan investasi di masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan adalah faktor yang diharapkan oleh investor sehingga perusahaan tersebut dapat memberikan imbal hasil yang diharapkan. Pertumbuhan perusahaan yang selalu meningkat dan bertambahnya nilai aset diharapkan dapat mendorong ekspektasi bagi investor karena kesempatan investasi dengan keuntungan yang diharapkan dapat tercapai. Penelitian Hasnawati (2005) menemukan bukti empiris bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan sebesar 12,25%, sedangkan sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi oleh faktor lain seperti keputusan pendanaan, kebijakan dividen, faktor lain seperti: tingkat inflasi, kurs mata uang, pertumbuhan ekonomi, politik, dan psikologi pasar. Sementara itu Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa keputusan investasi tidak
berpengaruh
terhadap nilai perusahaan. Hasil berbeda diketahui pada penelitian Wijaya dan Wibawa (2010) dapat memberikan konfirmasi empiris bahwa keputusan investasi berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H1 : Keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.3.2 Keputusan Pendanaan terhadap Nilai Perusahaan Ada dua pandangan mengenai keputusan pendanaan. Pertama dikenal dengan pandangan tradisional yang ditunjukkan oleh dua teori yaitu Trade off Theory dan Pecking Order Theory. Pandangan tersebut menyatakan bahwa struktur modal
mempengaruhi nilai perusahaan. Pandangan kedua yaitu menurut Modigliani dan Miller (1958) yang menyatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Keputusan yang menyangkut investasi akan menentukan sumber dan bentuk dana untuk pembiayaannya. Sumber pembiayaan yang berasal dari utang jangka pendek (current liabilities) maupun utang jangka panjang (long term debt) dan modal saham perusahaan yang terdiri dari saham preferen (preferred stock) dan saham biasa (common stock). Wijaya dan Wibawa (2010), Afzal dan Rohman (2012) telah meneliti hubungan keputusan pendanaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H2 : Keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.3.3 Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Manajemen memiliki dua alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih (laba) setelah pajak, yaitu laba tersebut akan diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan atau akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Para pemegang saham biasanya menginginkan laba tersebut dibagikan dalam bentuk dividen, sedangkan manajer menginginkan laba tersebut diinvestasikan kembali. Apabila manajer menggunakan laba tersebut untuk berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan, maka akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Apabila perusahaan mengalami kerugian, maka nilai perusahaan akan turun dan kinerja perusahaan menjadi semakin buruk, sehingga banyak perusahaan yang memilih menggunakan laba bersih perusahaan
untuk dibayarkan sebagai dividen karena penurunan nilai perusahaan melalui investasi yang tidak menguntungkan yang dilakukan manajer dapat dihindari (Pramastuti,2007). Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan memiliki kas yang benar-benar bebas, yang dapat dibagikan kepada pemilik saham sebagai dividen. Semakin tinggi nilai kesehatan suatu perusahaan akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham untuk memperoleh pendapatan (dividen atau capital gain) dimasa yang akan datang. Wijaya dan Wibawa (2010) telah meneliti hubungan kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. H3 : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
2.3.4 Tingkat Suku Bunga terhadap Nilai Perusahaan Naiknya suku bunga akan mendorong masyarakat untuk menabung, dan malas untuk berinvestasi disektor riil. Kenaikan tingkat suku bunga juga akan ditanggung oleh investor, yaitu berupa kenaikan biaya bunga bagi perusahaan. Masyarakat tidak mau berisiko melakukan investasi dengan biaya tinggi, akibatnya investasi menjadi tidak berkembang. Perusahaan banyak mengalami kesulitan untuk mempertahankan hidupnya, dan ini menyebabkan kinerja perusahaan menurun. Menurunnya kinerja perusahaan dapat berakibat pada penurunan harga saham, yang berarti nilai perusahaan juga akan menurun. Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal pinjaman dan dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal ekuitas
(Brigham dan Houston, 2001). Hasil penelitian Sujoko dan Soebiantoro (2007) menemukan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berarti bahwa tingkat suku bunga tidak menjadi faktor yang langsung dapat menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanamkan modalnya pada saham. Karena investor harus melihat faktor lain yang dapat menjadi indikator yang baik jika menanamkan modalnya dalam sebuah perusahaan. Sudiyatno (2010) menunjukkan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka akan membuat nilai perusahaan menurun dihadapan para investor karena suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi keputusan investasi, karena tingkat suku bunga digunakan sebagai barometer biaya sekaligus pendapatan bagi para pelaku bisnis. H4 : Tingkat suku bunga berpengaruh terhadap nilai perusahaan.