BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Definisi Pajak Dalam rangka era globalisasi perekonomian dunia, pemerintah Indonesia harus
melakukan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahterakan rakyat. Tetapi dalam merealisasikan pembangunan nasional tersebut, pemerintah Indonesia harus memperhatikan
pembiayaan
pembangunan.
Dalam
membiayai
pembangunan,
pemerintah Indonesia harus dapat menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri yaitu pajak. Pajak dapat membiayai pembangunan guna kepentingan bersama. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No.16 tahun 2009 pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa pajak adalah “ kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Keterkaitan dengan pengertian pajak, menurut waluyo, Prof. Dr Rochmat Soemitro (2011: 3) pengertian pajak adalah “pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal balik (kontaprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan unuk membayar pengeluaran umum”. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang
melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan. b. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. d. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan-kepentingan umum.
2.1.2 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Subjek pajak dan Wajib Pajak didefinisikan di dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 tahun 2008 yang menjelaskan sebagai berikut : 1. Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia. 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas pajak penghasilan yang berasal dari warisan tersebut dapat dilaksanakan. 3. Dalam UU No. 28 Tahun 2007 dijelaskan bahwa badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun.
4. Pasal 2 ayat 5, Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiaatan di Indonesia. Wajib Pajak adalah orang atau badan yang sekaligus memenuhi syarat-syarat objektif, yaitu kalau wajib pajak dalam negeri memperoleh atau menerima penghasilan yang melebihi batas minimum kena pajak atau disebut PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), dan jika ia merupakan wajib pajak luar negeri menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-sumber yang ada di Indonesia yang tidak ada batas minimumnya (PTKP).
2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak Pemungutan pajak harus memiliki persyaratan, adapun syarat-syarat pemungutan pajak yang harus dipatuhi menurut Abdul Rachman (2010:24) yaitu sebagai berikut : 1. Pemungutan pajak harus adil Pajak mempunyai tujuan untuk menciptakan dalam hal pemungutan pajak adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaanya. Adil dalam perundangundangan diantaranya menggunakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Adil dalam pelaksanaanya yaitu dengan memberikan hak kepada wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan pembayaran dan pengajuan banding. 2.
Pengaturan pajak harus berdasarkan undang-undang
Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Undang- Undang tentang pajak, yaitu: a. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya b. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum c. Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak 3.
Pemungutan pajak harus efisien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, system pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu. 4.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Contoh : tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tariff, yaitu 10 %.
2.1.4
Sistem Pemungutan Pajak Menurut waluyo (2011:17) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi
4(empat) macam, yaitu official assessment system, semiself assessment system, self assessment system dan withholding system.
a. Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang. b. Semiself assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak pada seseorang yang terutang. c. Self assessment system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan , menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. d. Withholding system adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang. 2.1.5
Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat pennting dalam kehidupan benergara,
khususnya didalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran kegiatan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut maka menurut waluyo (2011:8) ada dua fungsi pajak, yaitu
a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. b. Fungsi Mengatur (regular) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi. 2.1.6
Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:16) pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3
stelsel : a. Stelsel Nyata ( riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek ( penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel Anggapan ( Fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi anatar stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah.
2.1.7
Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak menurut Waluyo (2011:16) adalah sebagai berikut :
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
2.1.8
Administrasi Perpajakan
2.1.8.1 Pengertian Administrasi Perpajakan Menurut Shopar Lumbantoruan yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010: 93), administrasi perpajakan (Tax Administration) ialah cara-cara atau prosedur dan pemungutan pajak. Administrasi pajak dalam arti sebagai prosedur meliputi antara lain tahap-tahap pendaftaran Wajib Pajak, Penetapan pajak, pembayaran pajak, pelaporan pajak dan penagihan pajak. 2.1.8.2 Aspek Administrasi Perpajakan Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan akurat merupakan harapan masyarakat terhadap pengurusan perpajakan. Menurut Liberty Pandiangan (2008:5) kondisi administrasi perpajakan di Indonesia sebelum dilakukan modernissasi adalah : a. Pelayanan perpajakan di suatu kantor dilakukan di beberapa seksi (berdasarkan jenis pajak).
b. Akses atau perolehan informasi perpajakan dan ketentuannya yang dirasakan sulit, sehingga tingkat pemahaman masyarakat mengenai perpajakan menjadi kurang. c. Proses kerja yang dilakukan secara umum masih secara manual, sesuai dengan sarana kerja yang digunakan. d. Untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, masyarakat harus datang ke KPP. e. Pelaporan pajak yang dilakukan melalui sarana SPT harus disampaikan langsung ke KPP atau dikirim melalui pos, sehingga membutuhkan waktu dan biaya. f. Terdapat beberapa unit kerja vertical DJP sebagai unit pelaksana teknis (UPT) yang melayani masyarakat, yakni KPP, Kantor Pelayanan PBB (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyelidikan Pajak (Karikpa) keberadaan beberapa unit kerja ini bias menimbulkan dikotomi dalam pelayanan berdasarkan jenis pajak. g. Organisasi di setiap unit kerja berbasis jenis pajak, sehingga terkesan adanya dikotomi pelayanan antar jenis pajak. h. Sarana dan prasarana kerja yang masih terbatas sebagaimana umumnya instansi pemerintah, sehingga mempengaruhi optimalisasi pelayanan. i. Belum adanya standar perilaku pegawai dan budaya kerja professional dalam melaksanakan tugas.
2.1.9 Reformasi Administrasi Perpajakan 2.1.9.1 Pengertian Refomasi Administrasi Perpajakan Menurut Chaizi Nasucha, yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:97 menyatakan bahwa reformasi administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan
agar lebih efesien, ekonomis, dan cepat. Mengacu pada pandangan Abdul Rahman mendasarkan pada teori Caiden (1991), yang dikutip Chaizi Nasucha (2010:213), Reformasi Administrasi Perpajakan ada empat dimensi, yaitu : a. Struktur organisasi, menguntip adiwisatra (1998), dijelaskan Chaizi Nasucha bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan pola-pola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antarperan, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah. Pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal. b. Prosedur organisasi, prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi dan pengambilan keputusan. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur. c. Strategi organisasi, strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap padangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil. d. Budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dna nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dna mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.
2.1.9.2 Alasan dan Tujuan Reformasi Administrasi Perpajakan Tujuan dari reformasi administrasi perpajakan adalah bahwa administrasi perpajakan yang ada di suatu Negara mengimplementasikan sturktur perpajakan yang efisien dan efektif, guna mencapai sasaran penerimaan pajak yang optimal.
Alasan Negara melakukan reformasi menurtu Siti Kurnia Rahayu (2010:98) adalah sebagai berikut : 1.
Untuk menstabilkan perekonomian yang tidak menentu karena pengaruh perekonomian internasional maupun nasional.
2.
Upaya mengalihkan sektor penerimaan APBN dari migas yang semula sebagai sektor primadona menjadi pajak sebagai sumber yang lebih dapat menjanjikan karena secara rasional pajak adalah penerimaan yang berkelanjutan tidak seperti migas.
3.
Usaha mengikuti ketentuan dunia terutama dalam hal pendanaan (pinjaman luar negeri) yang mensyaratkan sturktur pajak yang ada harus disesuaikan dengan kondisi seharusnya.
4.
Meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak.
Tujuan reformasi perpajakan : a. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada wajib pajak sebagai sumber aliran dana untuk mengisi kas Negara. b. Menekan terjadinya penyelundupan pajak oleh wajib pajak. c. Meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak dalam menyelengaraan kewajiban perpajakannya. d. Menerapkan konspe good governance, adanya transparasi,responsibility, keadilan dan akuntabilitas dalam meningkatkan kinerja instansi pajak, sekaligus publikasi jelasnya pos penggunaan pengeluaran dana pajak. e. Meningkatkan penegakan hukum pajak, pengawasan yang tinggi dalam pelaksanaan administrasi pajak baik kepada fiskus maupun kepada Wajib Pajak.
2.1.10
Modernisasi Administrasi Perpajakan Modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari reformasi
perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 bidang pokok yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan yaitu bidang administrasi, bidang peraturan, dan bidang pengawasan. Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan pajak yang kokoh sebagai fundamental penerimaan Negara yang baik dan berkesinambungan. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:108) modernisasi sistem perpajakan dilingkungan DJP bertujuan untuk menerapkan Good Governance, merupakan penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan system informasi teknologi yang handal dan terkini. Latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan adalah a. Citra DJP, yang harus diperbaiki dan ditingkatkan. b. Tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang harus ditingkatkan. c. Integritas dan produktivitas sebagai pegawai yang masih harus ditingkatkan. Modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya meliputi : 1. Restrukturisasi organisasi 2. Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi 3. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia 4. Pelaksanaan Good governance Dalam hal restrukturisasi organisasi konsepnya struktur organisasi berbasis fungsi terkait dengan perpajakan, dilakukan pemisahan antara fungsi pemeriksaan
dengan fungsi keberatan, adanya segmentasi wajib pajak (level operational) yang dikelola Kantor Pelayanan Pajak bersifat customer oriented. Dalam penyempurnaan proses bisnis, hal ini dilakukan tentang konsep berbasis teknologi komunikasi dan informasi, efisien dan customer oriented sederhana dan mudah dimengerti, dan adanya built in control. Sedangkan untuk penyempurnaan atas sistem manajemen sumber daya manusia (SDM), konsepnya adalah berbasis kompetensi, optimalisasi teknologi komunikasi dan informasi. Dalam pelaksanaan good governance yang sering kali dihubungkan dengan integritas pegawai dan institusi. Dalam praktek berorganisasi, good governance biasanya dikaitkan dengan mekanisme pengawasan internal yang bertujuan untuk meminimalkan terjadinya penyimpangan ataupun penyelewengan dalam organisasi. Menurut Liberty Pandiangan (2008:213) tujuan modernisasi perpajakan adalah untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan yaitu : 1. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi. 2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan. 3. Tercapainya tingkat produktifitas pegawai pajak yang tinggi. Guna melaksanakan dan mewujudkan tujuan modernisasi perpajakan tersebut, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 85/KMK.03/2003 dibentuk Tim Modernisasi Jangka Menengah. Tugas dan tujuan pokok tim tersebut adalah : 1. Modernisasi kelembagaan termasuk struktur organisasi, sistem dan prosedur, dan kebijakan di bidang sumber daya manusia. 2. Modernisasi peraturan yang terdiri dari penyederhanaan prosedur administrasi dan ketentuan perpajakan lainnya, dan
3.
Modernisasi teknologi informasi termasuk pemanfaatan tkenologi informasi untuk mempermudahkan wajib pajak dan administrasi perpajakan. Sasaran yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan
modernisasi administrasi perpajakan yaitu : 1. Memaksimalkan penerimaan pajak 2. Kualitas pelayanan mendukung kepatuhan wajib pajak 3. Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tingkat integritas dan keadilan yang tinggi 4. Menjaga rasa keadilan dan persaman perlakuan dalam proses pemungutan Pajak 5. Karyawan Direktorat Jenderal Pajak bermotivasi tinggi, kompeten, dan professional 6. Peningkatan produktifitas yang berkesinambungan 7. Wajib Pajak memiliki alat dan mekanisme untuk mengakses informasi yang diperlukan dari Direktorat Jenderal Pajak 8. Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak
2.1.10.1 Dimensi Penerapan Modernisasi Administrasi Perpajakan 1. Modernisasi Struktur Organisasi Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:110) Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu perubahan organisasi dari berdasarkan jenis pajak menjadi berdasarkan fungsi pajak. Hal ini dalam rangka mewujudkan”client oriented”. Hal ini terkait dengan penggunaan teknologi informasi yang terkini untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada
pelayanan, pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak perlu diubah, baik level kantor sebagai pembuat kebijakan maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Unit vertical Direkorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar ( LTO-Large Tax Office), Kantor Pelayanan Pajak Madya ( MTO-Medium Tax Office), dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama (STO-Small Tax Office). Dengan pembagian seperti itu diharapkan strategi dan pendekatan kepada wajib pajak dapat disesuaikan dengan karakteristik wajib pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal. Dalam hal restrukturisasi organisasi, konsepnya adalah modernisasi stuktur organisasi berbasis fungsi terkait dengan pemisahan antara fungsi pemeriksaan dengan fungsi keberatan, adanya segmentasi wajib pajak (level operational) yang dikelola Kantor Pelayanan Pajak bersifat customer oriented. Menurut Abdul Rahman (2010:220) Pembentukan Account Representative (AR), Pembentukan Account Representative yang khusus melayani dan mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak secara langsung. Account Representative bertanggung jawab atas setiap pertanyaan yang diajukan Wajib Pajak.
2. Modernisasi Prosedur Organisasi. Menurut Abdul Rahman (2010:222) pelayanan satu pintu melalui Account Representative (AR). Penunjukan Account Representative yang bertanggung jawab secar khusus melayani dan mengawasi administrasi perpajakan beberapa Wajib Pajak dengan mengembangkan konsep pelayanan satu pintu. Account Representative menangani semua masalah perpajakan seperti menangani Surat Keterangan Bebas Pajak.
Perubahan implementasi pelayanan ini menurut Direktorat Jenderal Pajak yaitu berupa pelayanan yang lebih mengedepankan aspek pelayanan kepada wajib pajak (customer oriented) dengan adanya Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), help desk maupun account representative (AR) serta adanya unit khusus yang menangani keluhan (complaint center), sehingga menjadi masukan berharga dalam memperbaiki pelayanan secara berkelanjutan, serta adanya perpajakan, e-registration, e-SPT, dan e-filling. Kantor Pelayanan Pajak juga menerapkan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) berbasis media computer, dan pembayaran pajak secara on-line. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, berikut ini fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka memberikan pelayanan yang prima terhadap wajib pajak: a). e-SPT adalah penyampaian SPT dalam bentuk digital ke KPP secara elektronik atau dengan menggunakan media komputer. Yang dapat diaplikasikan adalah laporan 1. SPT Masa PPh ( e-SPT PPh) 2. SPT Tahunan PPh (e-SPT PPh) 3. SPT Masa PPN (e-SPT PPN) Keunggulan dari e-SPT yaitu : 1. Penyampaian SPT dilakukan secara cepat melalui jaringan internet dan aman,karena lampiran dalam bentuk Compact Disk (CD) atau disket. 2. Perhitungan dilakukan secara cepat dan tepat karena menggunakan system komputer 3. Data yang disampaikan wajib pajak selalu lengkap, dimana tidak adanya formulir lampiran yang terlewatkan karena penomoran formulir adalah prenumbered dengan menggunakan computer
4. Data perpajakan terorganisasi dengan baik 5. Penggunaan kertas lebih efisien karena hanya mencetak SPT induk 6. Wajib pajak secara cepat, tepat dan efisien dapat menyelesaikan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan (SPT Masa PPh) 7. Tidak diperlukan proses perekaman SPT beserta lampiran di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), karena wajib pajak telah menyampaikan datanya secara elektronik 8. Sistem aplikasi SPT mengorganisasikan data perpajakan perusahaan dengan baik dan sistematis 9. Kemudahan dalam membuat laporan pajak Sedangkan fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalam pengimplementasikan SPT diantaranya: a. Fasilitas perekaman data secara terintegrasi b. Fasilitas melihat hasil perekaman Hasil perekaman data dapat dilihat c. langsung oleh pengguna aplikasi (wajib pajak) dalam bentuk formulir pajak d. Fasilitas mencetak hasil perekaman Hasil perekaman data dicetak langsung dalam bentuk formulir perpajakan. Formulir yang dapat dicetak yaitu bukti potong atau bukti pungut dan SPT e. Fasilitas pengiriman data hasil perekaman Dengan
menggunakan
program
aplikasi
ini,
data hasil
perekaman
dimungkinkan untuk dikirim secara on-line ke basis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui jaringan intenet.
3. Modernisasi Strategi Organisasi. 1. Kampanye sadar dan peduli pajak
Kampanye dan sosialisasi perpajakan sebagai bagian dari good governance framework melalui berbagai pihak, seperti melalui media masa, portal website, serta pemasangan billboard di tempat-tempat strategi dan meningkatjan kinerja penyuluhan sebagai information service dan public relation. 2. Penyempurnaan Sumber Daya Manusia. Secanggih apapun struktur, sistem, teknologi informasi, metode dan alur kerja suatu organisasi, semua itu tidak akan berjalan dengan optimal tanpa didukung sumber daya manusia yang baik. Penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia antara lain dengan menerapkan sistem pengukuran kinerja administrasi perpajakan. Hasil penilaian pegawai dengan standar kompetensi jabatan yang diduduki dijadikan dasar program pelatihan dan pendidikan yang lebih fokus dan terarah. 3. Sarana dan Fasilitas Pengadaan sarana dan fasilitas berbasis teknologi yang menunjang uapaya modernisasi administrasi perpajakan di Indonesia. 4. Modernisasi Budaya Organisasi Program penerapan pemerintahan yang bersih dan berwibawa ( good governance) dicirikan oleh adanya kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 382/KMK.03/2002 tanggal 27 Agustus 2002, adanya komite kode etik Direktorat Jenderal Pajak.
2.1.11 Kepatuhan Wajib Pajak Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Dalam keputusan KMK No.235/KMK.03/2003 tentang kriteria wajib pajak yang dapat diberikan pendahuluan pembayaran pajak yaitu sebagai berikut : 1.
Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 tahun terakhir.
2.
Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.
3.
SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud diatas telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada masa pajak berikutnya.
4.
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: a. Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir;
5.
Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu (10) sepuluh tahun terakhir.
6.
Tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak a. Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk 2(dua) masa pajak terakhir
7.
Laporan keuangan a. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP) harus dengan pendapat
wajar
tanpa
pengecualian
atau
dengan
pendapat
wajar
dengan
pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiscal. Menurut Chaizi Nasucha, Siti Kurnia Rahayu (2010:139) kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari : a. kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri b. kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT) c. kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan d. kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagi referensi dalam penelitian ini, yaitu : a.
Rapina, Jerry, Yeni Carolina ( Jurnal, 2011), meneliti tentang pengaruh
penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak ( survey terhadap KPP Pratama Bandung Cibeunying). Variable bebas (x) dilihat dari sisi fiskus yaitu struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, budaya organisasi. Variable terikatnya (y) dilihat dari sisi wajib pajak yaitu kepatuhan wajib pajak yang terdiri dari aspek yuridis, aspek psikologi, dan aspek sosiologis. Penentuan sampel dengan disproportionate stratified random sampling dengan memakai metode pengambilan sampel acak terstratifikasi. Hasil penelitian ini adalah struktur organisasi, prosedur organisasi dan strategi organisasi berpengaruh memiliki kontribusi besar terhadap kepatuhan wajib pajak, dan budaya organisasi tidak berpengaruh besar terhadap kepatuhan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada teori yang digunakan. Solusi dalam menghadapi permasalahan pajak yaitu tingkat kepatuhan wajib pajak atas persepsi wajib pajak dengan adanya penerapan modernisasi administrasi perpajakan untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam mengurus kewajiban perpajakan. Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada variable independen yang digunakan dimana penulis menggunakan sampelnya adalah wajib pajak berbeda dengan penelitian terdahulu yang memakai sampelnya adalah fiskus. Dan menggunakan Satu dimensi dari Reformasi Administrasi Perpajakan tetapi melihat dari sudut pandang modernisasi administrasi perpajakan yang terdiri atas struktur organisasi, prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama peneliti dan tahun Judul penelitian
Hasil penelitian
penelitian Rapina,
Jerry,
Yenni Pengaruh
Carolina ( Jurnal, 2011)
Penerapan Dilihat dari sisi fiskus
Sistem
Administrasi dalam
Perpajakan
Terhadap
variabel
Modern independen dan sisi wajib
Terhadap Wajib
pada
Kepatuhan pajak Pajak KPP
pada
(Survey dependen.
variabel Besarnya
Pratama kontribusi atau pengaruh
Bandung Cibeunying)
penerapan administrasi modern kepatuhan Pratama
sistem perpajakan terhadap pada
KPP
Bandung
CIbeunying adalah 79,74.
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis Kepatuhan wajib pajak merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak. Dengan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan dapat mempermudahkan wajib pajak dalam melakukan kewajibannya dalam membayar pajak. Apabila wajib pajak yang patuh dalam membayar dan melaporkan SPT terus meningkat maka akan semakin meningkatkan rasio kepatuhan pajak sehingga berpengaruh kepada pendapatan Negara dari sektor pajak.
Menurut Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan Modernisasi Administrasi Perpajakan yaitu meliputi empat pilar utama yang akan dijadikan dimensi yaitu Restrukturisasi organisasi, Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi, Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia dan Pelaksanaan Good governance. Dalam penelitian ini mengacu pada pandangan Abdul Rahman mendasarkan pada teori Caiden (1991), yang dikutip Chaizi Nasucha (2010:213), Reformasi Administrasi Perpajakan ada empat dimensi, yaitu : A. Struktur organisasi, menguntip adiwisatra (1998), dijelaskan Chaizi Nasucha bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan pola-pola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antarperan, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah. Pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal. B. Prosedur organisasi, prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi dan pengambilan keputusan. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur. C. Strategi organisasi, strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap padangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil. D. Budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dna nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dna mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Reformasi Administrasi Perpajakan
Modernisasi Administrasi Perpajakan (X)
Struktur Organisasi (X1) Prosedur Organisasi (X2)
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y)
Strategi Organisasi (X3) Budaya Organisasi (X4)
Variabel dalam model penelitian ini adalah a. Modernisasi Administrasi Perpajakan (X) sebagai variabel bebas. b. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y) sebagai variabel terikat.
2.4 Perumusan Hipotesis Atas dasar kerangka pemikiran teoritis diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: Ha
: Terdapat pengaruh signifikan terhadap modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ho
: Tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap modernisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ha1
: Terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi struktur organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ho1
: Tidak terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi struktur organisasi
administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak Ha2
: Terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi prosedur organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ho2
: Tidak terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi prosedur organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ha3
:Terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi strategi organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ho3
:Tidak terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi strategi organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ha4
: Terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi budaya organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Ho4
: Tidak terdapat pengaruh signifikan antara modernisasi budaya organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.