BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1.
KONDISI UMUM Optimisme pemulihan ekonomi negara-negara mitra dagang utama sedang
berlangsung meskipun belum mendorong terjadinya recovery perekonomian Kepulauan Riau di triwulan II 2009. Kontraksi ekonomi diperkirakan melandai dari 0,35% pada triwulan I (angka revisi) menjadi 0,44% (y-o-y) di periode ini. Kinerja ekspor mulai memperlihatkan perbaikan meski masih mencatat pertumbuhan negatif dari 5,5% menjadi 2,15%. Menurunnya investasi fisik secara tajam diidentifikasi sebagai penyebab dominan berlanjutnya kontraksi ekonomi di triwulan II 2009. Di sisi lain, berlangsungnya pemilu presiden cukup memberi stimulus positif terhadap perkembangan konsumsi dan sekaligus mampu menahan laju penurunan lebih lanjut. Sementara itu aspek produksi masih ditandai oleh penurunan aktivitas industri yang diperkirakan kembali berkontraksi 2,94%, dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar 2,66%. Selain itu, berlanjutnya perlambatan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dari 6,12% menjadi 5,46% turut mempengaruhi buruknya kinerja ekonomi Kepulauan Riau di triwulan ini. Adapun sektor-sektor yang masih mencatat angka pertumbuhan positif antara lain sektor Bangunan, Pengangkutan dan Jasa-jasa. Grafik 1.1. Struktur Perekonomian Kepulauan Riau
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Penggunaan (yoy) 2008 I
II
2009 III
IV
I*
II**
KOMPONEN PENGGUNAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
23.04% 16.74% 18.06% 26.50% 7.07% 12.95%
17.48% 11.26% 13.30% 34.38% 5.88% 15.59%
18.59% 11.94% 9.15% 31.22% 0.60% 23.46%
17.45% 13.91% 13.01% 25.72% -1.39% 19.57%
11.42% 30.78% 7.11% 16.31% -5.50% 16.42%
12.58% 28.91% 8.83% 7.60% -2.15% 16.77%
SEKTOR EKONOMI 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bersih 5. Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa P'an 9. Jasa-Jasa
8.37% -1.89% 5.56% 13.49% 45.93% 10.52% 18.56% 11.69% 20.57%
5.78% -2.99% 6.35% 12.34% 42.58% 10.37% 16.34% 10.69% 17.47%
2.18% -2.85% 4.67% 5.12% 28.52% 8.36% 13.84% 9.59% 14.77%
-0.72% -3.09% 1.78% 1.65% 24.03% 2.21% 9.64% 7.10% 10.36%
0.08% -1.29% -2.66% -0.73% 14.81% -0.87% 5.71% 6.12% 8.29%
-0.29% -1.04% -2.94% -0.66% 13.65% -0.38% 5.40% 5.46% 9.12%
8.63%
8.60%
6.52%
3.05%
-0.35%
-0.44%
PDRB
Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
5
Melandainya kontraksi ekonomi Kepulauan Riau cukup dipengaruhi oleh sinyalmen positif perkembangan ekonomi Singapura. Pemerintah Singapura mengoreksi indikator ekonomi tahun ini setelah negara itu bangkit dari resesi terburuk sejak kemerdekaannya pada tahun 1965. Kinerja industri elektronik seperti perakitan komponen computer peripherals dan data storage, industri kimia, precision engineering serta sektor konstruksi memperlihatkan perbaikan di akhir semester I tahun 2009. Kontraksi ekonomi semakin moderat dari 9,6% di triwulan I menjadi 3,7%. Laju perekonomian diproyeksi menyusut sekitar 4% - 6% di tahun 2009, lebih optimis dibanding prediksi sebelumnya yang mencapai -9%. Tanda-tanda pemulihan negara tersebut diyakini sebagai indikator membaiknya permintaan di Asia. Kondisi tersebut turut didukung oleh penguatan nilai tukar Rupiah dibarengi dengan penurunan harga gas yang berimbas pada penurunan ongkos produksi. Selanjutnya, tren kenaikan harga minyak selama periode laporan cukup menggerakkan permintaan ekspor Kepulauan Riau.
Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Kepri. &Singapura (y-o-y)
Sumber : Bank Indonesia Batam & MTI Singapore (diolah) *) Angka Sementara
Grafik 1.4. Perkembangan Harga Minyak Dunia
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.3. Perkembangan Kurs IDR terhadap USD dan SGD
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Grafik 1.5. Perkembangan Harga Gas Internasional
Sumber : Bloomberg
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
6
1.2.
SISI PERMINTAAN
1.2.1. Konsumsi Penguatan nilai tukar Rupiah diiringi tekanan inflasi yang terus menurun semakin memberi pengaruh terhadap peningkatan konsumsi secara keseluruhan. Pola konsumsi masyarakat yang meningkat selama masa liburan sekolah menjadi faktor dominan yang mendorong akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga di triwulan berjalan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh 12,58%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang meningkat 11,42% (angka revisi). Sejalan dengan tren Nasional, paket-paket stimulus pemerintah untuk mengurangi tekanan akibat krisis mulai direalisasikan di triwulan II 2009. Pengeluaran pemerintah diperkirakan tumbuh 8,83%, relatif meningkat dibanding pertumbuhan di triwulan sebelumnya sebesar 7,11%. Grafik 1.6. Laju Pertumbuhan Konsumsi (y-o-y)
Pemilu
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Stabilitas perekonomian Nasional sepanjang semester I 2009 cukup didorong oleh adanya pemilu legislatif yang dilanjutkan dengan pemilihan presiden di awal bulan Juli. Aktivitas kampanye partai politik memberi kontribusi yang signifikan dalam mengkompensir laju penurunan konsumsi rumah tangga dan pemerintah di awal tahun 2009. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan pesatnya peningkatan konsumsi lembaga swasta nirlaba di periode semester I 2009. Terus berlanjutnya tren penguatan nilai tukar Rupiah direspon dengan meningkatnya impor barang-barang kebutuhan konsumsi masyarakat. Beberapa produk konsumsi yang mengalami kenaikan permintaan antara lain daging-dagingan, ikan, udang, susu, buahbuahan dan sayur-sayuran. Impor produk daging mencatat kenaikan terbesar dari US$ 825 ribu pada bulan April 2009 menjadi US$ 1,5 juta di bulan Mei 2009. Diikuti kenaikan buahbahan dan kacang-kacangan, dari US$ 617 ribu menjadi US$ 935 ribu. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
7
Grafik 1.7. Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.8. Perkembangan Impor Komoditas Konsumsi
Sumber : SEKDA - BI
Sementara itu daya beli masyarakat petani diperkirakan relatif menurun sejalan dengan penurunan harga-harga komoditas internasional dan berakhirnya musim panen, terlebih untuk komoditas ikan-ikanan. Berdasarkan hasil pemantauan terhadap harga-harga pedesaan di Provinsi Kepulauan Riau pada bulan April 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat mengalami penurunan sebesar 2,92 poin dibanding bulan Maret 2009, dari 103,08 menjadi 100,06. Penyebab utama berasal dari penurunan indeks harga hasil produksi pertanian atau indeks yang diterima petani di sektor perikanan sebesar 8,05 poin, dari 130,72 menjadi 120,19.
Grafik 1.9. Perkembangan Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) `
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau
Grafik 1.10. Penjualan Semen di Kepulauan Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Untuk konsumsi non makanan, tren peningkatan baru terjadi pada indikator penjualan semen dimana selama bulan Mei dan Juni 2009 mulai memperlihatkan pertumbuhan yang membaik. Sedangkan indikator penjualan kendaraan bermotor masih memperlihatkan tren menurun sampai dengan akhir triwulan II 2009. Bersamaan dengan itu, realisasi kredit perbankan juga belum menunjukkan pemulihan. Hal ini disebabkan hampir Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
8
40% dari total kredit konsumsi yang disalurkan perbankan di Kepualauan Riau ditujukan untuk pembelian kendaraan bermotor, dan selebihnya untuk pembiayaan KPR dan lain-lain. Grafik 1.11. Penjualan Kendaraan Bermotor Baru
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah (diolah)
Grafik 1.12. Kredit Konsumsi Perbankan Kepri.
Sumber : Laporan Bulanan Bank
1.2.2. Investasi Iklim investasi di Kepulauan Riau khususnya kota Batam dianggap masih cukup kondusif, baik oleh investor domestik maupun asing. Status sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam bentuk kawasan berikat (bonded zone), selain menghemat biaya dalam bentuk insentif fiskal, juga memberi kemudahan lalu lintas bahan baku dan barang modal. Perlakuan khusus tersebut pada 1 April 2009 ditingkatkan sebagai Free Trade Zone (FTZ) untuk wilayah Batam, Bintan dan Karimun merupakan critical factor bagi provinsi Kepulauan Riau dalam menarik investasi asing dibanding provinsi lainnya di Indonesia. Setelah beroperasi secara efektif sampai dengan pertengahan 19 Juni 2009, investasi asing di Batam mulai menunjukkan perkembangan yang positif dimana pada masa tersebut terdapat aplikasi penanaman modal asing mencapai 11 proyek senilai US$ 6,5 juta dengan daya serap tenaga kerja diperkirakan sebanyak 375 pekerja. Selain itu terdapat dua proyek perluasan dengan nilai investasi US$ 4,9 juta dengan perkiraan penyerapan tenaga kerja sebanyak 391 pekerja. Secara keseluruhan terhitung sejak 1 Januari sampai 19 Juni 2009 telah dikeluarkan persetujuan investasi dari penanaman modal asing sebanyak 40 perusahaan dengan rencana investasi senilai US$ 30,87 juta dan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 2.070 orang. Namun demikian, besarnya persetujuan rencana investasi tersebut belum diikuti oleh realisasi proyek dalam bentuk pembangunan fisik. Pertumbuhan investasi Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) selama triwulan II 2009 diperkirakan sebesar 7,6%, menurun dibanding di triwulan I yang mencatat pertumbuhan sebesar 16,31% (angka revisi). Penurunan angka realisasi investasi tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi di negaraKajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
9
negara prinsipal utama seperti Singapura, AS, Jepang, dan Eropa. Kesulitan finansial yang dialami negara-negara tersebut mempengaruhi langkah ekspansi yang akan dilakukan di wilayah Kepulauan Riau, baik dalam bentuk investasi baru maupun perluasan usaha. Grafik 1.13. Perkembangan Investasi PMTB
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Melambatnya investasi PMTB di triwulan II 2009 cukup teridentifikasi dari penurunan nilai impor barang modal (capital goods) yang masuk ke wilayah kepabeanan Kepulauan Riau. Sejak awal tahun 2009, koreksi impor barang modal terus berlangsung sampai dengan bulan Mei 2009. Nilai impor selama bulan April dan Mei 2009 sebesar US$ 644 juta, turun mencapai 45% dibanding periode yang sama tahun 2008 sebesar US$ 1.171 juta. Sementara itu pembiayaan kredit investasi perbankan pada posisi Juni 2009 masih memperlihat perlambatan. Outstanding kredit investasi tercatat sebesar Rp 2,5 triliun atau tumbuh 9,5% dibanding tahun 2008, sedangkan pada posisi triwulan I 2009 masih tumbuh 13,4%. Meski demikian, pertumbuhan kredit investasi selama periode triwulan II relatif stabil dengan kecenderungan meningkat di akhir Juni 2009. Kondisi tersebut mengindikasikan optimisme pengusaha dalam menghadapi kondisi perekonomian ke depan. Melihat banyaknya proyek investasi yang sedang berjalan – seperti pembangunan Hotel Aston Internasional, Hotel Harmony One, Batam City Condominium, Apartemen Harris, Kantor Pemerintahan di Pulau Dompak, Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh perusahaan air minum PT. Adhya Tirta Batam, serta lanjutnya pengerjaan proyek-proyek properti residensial – perkembangan investasi di Kepulauan Riau ke depan diproyeksi akan tumbuh sebaik kondisi di tahun 2008.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
10
Grafik 1.15. Kredit Investasi Perbankan Kepulauan Riau
Grafik 1.14. Perkembangan Impor Capital Goods
Sumber : SEKDA - BI
Sumber : Laporan Bulanan Bank
1.2.3. Ekspor-Impor Resesi yang dialami beberapa negara prinsipal bersamaan dengan menurunnya konsumsi secara global berdampak langsung pada buruknya kinerja ekspor Kepulauan Riau setahun terakhir. Kontraksi ekspor yang terjadi sejak triwulan IV 2008 diperkirakan masih berlanjut di triwulan II 2009 yang mengalami penurunan sebesar 2,15%, lebih optimis dibanding triwulan I yang mencatat kontraksi sebesar 5,5% (angka revisi). Membaiknya kontraksi ekspor berpotensi berlanjut di triwulan selanjutnya seiring proses recovery di negara-negara mitra dagang utama yang terus berjalan. Kondisi tersebut juga ditandai dengan berakselerasinya impor meski dalam level yang sangat terbatas. Grafik 1.16. Pertumbuhan Ekspor dan Impor Kepulauan Riau (y-o-y)
Periode Krisis
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (diolah)
Ditinjau dari volume perdagangan, arah pembalikan ekspor dipengaruhi oleh meningkatnya ekspor barang-barang dari besi dan baja selama bulan April dan Mei 2009. Barang-barang besi dan baja yang diekspor pada bulan April 2009 sebanyak 20,4 juta Kg atau mengalami kenaikan 1,4% dibanding posisi April 2008. Sedangkan pada bulan Mei 2009 tercatat sebanyak 33,56% atau meningkat 31,6% dibanding tahun sebelumnya. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
11
Bersamaan dengan itu impor barang-barang dari besi dan baja serta bahan dasar besi dan baja juga mengalami peningkatan. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai indikasi awal adanya optimisme pada industri logam dasar. Di samping itu penyelesaian beberapa proyek konstruksi seperti Hotel Aston Internasional, Batam City Condominium, Apartemen Harris, Water Treatment Plan (WTP) Duriangkang III oleh perusahaan air minum PT. Adhya Tirta Batam yang memiliki kapasitas layanan mencapai 500 liter per detik, serta beberapa proyek properti. Adapun aktivitas industri elektronik dan mesin-mesin diperkirakan belum pulih sebagaimana terlihat dari tren impor dan ekspor yang relatif stagnan selama triwulan laporan. Grafik 1.17. Perkembangan Volume Produk Ekspor Utama
Grafik 1.19. Volume Ekspor ke Negara Tujuan Utama
Grafik 1.18. Perkembangan Volume Produk Impor Utama
Grafik 1.20. Volume Impor dari Negara Asal Utama
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah – Bank Indonesia
Berdasarkan negara tujuan dan asal barang dapat diketahui bahwa pamanfaatan peluang pasar oleh industri-industri manufaktur telah dilakukan secara optimal. Hal ini terlihat dari signifikannya kenaikan ekspor ke Cina, merespon pemulihan ekonomi negara tersebut yang diperkirakan berlangsung lebih cepat dari kekhawatiran banyak pihak. Volume ekspor ke Cina pada bulan April-Mei 2009 rata-rata sebanyak 616 juta Kg, meningkat tajam
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
12
dibanding rata-rata ekspor selama Januari-Maret 2009 yang tercatat sebanyak 113 juta Kg. Peningkatan ini relatif mengkompensir penurunan ekspor ke Singapura, sebagai pangsa ekspor utama Kepulauan Riau. Indikasi pembalikan ekspor juga terkonfirmasi dari melonjaknya volume peti kemas yang dimuat untuk tujuan internasional pada bulan Juni 2009 yang tercatat sebanyak 6.486 Teus sedangkan di bulan April dan Mei masing-masing tercatat sebesar 4.557 Teus dan 4.321 Teus. Secara keseluruhan, volume Muat kontainer tujuan internasional selama triwulan II 2009 sebanyak 15.364 Teus, sedangakan di triwulan I hanya hanya tercatat sebanyak 14.540 Teus. Selain itu, volume perdagangan dalam negeri juga menunjukkan optimisme sebagai terlihat pada tren kenaikan bongkar-muat kontainer domestik dai pelabuhan utama kota Batam. Grafik 1.21. Aktivitas Peti Kemas Domestik
Grafik 1.22. Aktivitas Peti Kemas Internasional
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan FTZ Batam : Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
1.3.
SISI PENAWARAN Realisasi investasi fisik di sektor industri pengolahan, konstruksi dan pengangkutan
diperkirakan masih melambat merespon turunnya pertumbuhan di ketiga sektor tersebut. Sementara itu melandainya tingkat kontraksi ekspor di triwulan ini belum berpengaruh besar terhadap perbaikan kinerja sektor industri. Adapun akselerasi di sektor jasa-jasa diperkirakan ditopang oleh aktivitas ekonomi selama masa pemilu.
1.3.1. Sektor Industri Pengolahan Sektor industri diperkirakan masih mengalami kontraksi pertumbuhan di triwulan II 2009 sekitar 2,94%, lebih intens dibanding triwulan I 2009 yang menurun 2,66% (angka revisi). Perlambatan masih dibayangi oleh ketidakpastian global walaupun beberapa negara Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
13
mulai merevisi target pertumbuhan secara lebih optimis. Kontribusi penurunan di triwulan ini berasal dari lesunya aktivitas di industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya, diikuti oleh industri pengolahan Kayu, serta Logam Dasar Besi dan Baja. Nilai tambah yang dihasilkan dari industri Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya di triwulan II-2009 diperkirakan turun 2,13% atau sekitar Rp 53 milyar dibanding posisi yang sama tahun 2008. Sedangkan industri Kayu dan Logam Dasar (besi dan baja) masing-masing berkontraksi sebesar 11,63% dan 2,7%. Seluruh sub-sektor industri pengolahan lainnya seperti industri Makanan, Tekstil, Kertas, Pupuk, Kimia dan Semen juga masih mengalami pertumbuhan negatif di triwulan laporan.
Grafik 1.23. Pertumbuhan Sub-Sektor Industri Pengolahan Tw.I & Tw.II-2009
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.24. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Sumber : MTI Singapore - Juli 2009 *) angka sementara
Sektor industri pengolahan di provinsi Kepulauan Riau memiliki keterkaitan dengan beberapa sektor industri manufaktur Singapura, antara lain elektronik, mesin dan alat angkutan. Investasi Singapura mencapai 60% dari US$ 4,86 milyar kumulatif investasi asing yang masuk ke Batam sampai dengan tahun 2008, baik dalam bentuk investasi langsung (foreign direct investment) maupun joint venture. Di triwulan II 2009, Departemen Perindustrian dan Perdagangan Singapura mengestimasi terjadinya kenaikan output di sektor manufaktur, diperlihatkan dengan tingkat kontraksi yang melandai dari -24,3% (revisi) menjadi -1,5%, terutama dipengaruhi oleh peningkatan kinerja industri biomedical dan kenaikan output sektor elektronik terkait dengan inventory restocking. Namun demikian, industri farmasi, industri mesin, serta industri perkapalan dan pengerjaan lepas pantai (offshore engineering) masih akan terkoreksi lebih tajam di triwulan ini. Penurunan kinerja beberapa sektor industri manufaktur tersebut diperkirakan berpengaruh signifikan terhadap lesunya aktivitas industri pengolahan di Kepulauan Riau.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
14
Grafik 1.25. Perkembangan Nilai Impor Utama Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.26. Perkembangan Volume Impor Utama Sektor Industri Pengolahan
Sumber : SEKDA - BI
Perkembangan volume ekspor dan impor produk utama sektor Industri Pengolahan (termasuk Kawasan Berikat) cukup mengkonfirmasi kondisi tersebut. Impor bahan baku elektronik, mesin-mesin dan perlengkapan kantor masih berjalan stagnan, sejalan dengan pola ekspornya. Di lain pihak, impor perlengkapan transportasi dan barang kimia memperlihatkan peningkatan selama bulan April dan Mei 2009, yang diperkirakan berpengaruh positif terhadap peningkatan ekspor produk-produk tersebut di triwulan selanjutnya. Aspek pembiayaan perbankan juga memperlihatkan pola konvergen dengan penurunan output industri manufaktur. Melambatnya pertumbuhan kredit untuk sektor industri masih berlanjut di triwulan II-2009. Grafik 1.27. Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
1.3.2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Meningkatnya konsumsi masyarakat dan pemerintah bersamaan dengan lalu lintas barang di pelabuhan yang semakin lancar berimplikasi positif dalam mendorong aktivitas Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
15
sektor perdagangan, baik perdagangan besar maupun eceran. Di triwulan II, penurunan output sektor Perdagangan diperkirakan lebih moderat dibanding triwulan sebelumnya, dari 1,48% (angka revisi) menjadi -0,76%. Arah membaiknya kinerja sektor Perdagangan dikonfirmasi oleh kenaikan volume bongkar-muat kontainer di 3 pelabuhan Free Trade Zone (FTZ) kota Batam, baik domestik maupun internasional, sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Grafik 1.28. Pertumbuhan PDRB Sub-sektor Perdagangan, Hotel & Restoran
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.29. Pertumbuhan Kredit Sektor Distribusi, Perdagangan Eceran, Hotel & Restoran
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Adapun perbaikan kinerja industri perhotelan dan restoran diperkirakan masih tertahan merespon perlambatan di sektor-sektor ekonomi lainnya. Sejak pemberlakuan regulasi bebas fiskal bersamaan dengan menurunnya daya beli domestik dan global akibat krisis finansial, aktivitas sektor hotel dan restoran terus menurun. Kondisi ini diperparah dengan merebaknya virus H1N1 di Singapura dengan penemuan mencapai 89 kasus sampai akhir Juni 2009. Pertumbuhan output industri perhotelan diperkirakan menurun dari 2,28% menjadi 1,59% pada triwulan laporan. Sedangkan industri Restoran diproyeksi melambat dari 1,71% menjadi 1,28%. Perkembangan di sisi pembiayaan cukup sejalan dengan prakiraan makro tersebut. Kontraksi pertumbuhan kredit untuk kegiatan usaha perdagangan eceran pada posisi Juni 2009 melandai dibanding posisi triwulan I 2009, dari -5,29% menjadi -3,77%. Sementara pertumbuhan kredit untuk sektor hotel dan restoran terus menurun hingga berkontraksi sebesar 8,04% di triwulan laporan, sedangkan di triwulan sebelumnya masih mencatat pertumbuhan sebesar 2,53%. Permintaan atas pembiayaan sektor-sektor tersebut mulai memperlihatkan tren meningkat di bulan Juni 2009, setelah bulan Mei sebelumnya mengalami kondisi terburuk sejak provinsi Kepulauan Riau berdiri pada tahun 2002. Belum pulihnya industri Perhotelan di Kepulauan Riau terlihat dari penurunan tingkat hunian (occupancy rate) selama tahun 2009. Tingkat hunian hotel berbintang di bulan Mei
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
16
2009 relatif meningkat dibanding bulan sebelumnya dari 35,57% menjadi 39,22%. Namun jauh menurun dibanding tingkat hunian di bulan Mei 2008 diperkirakan sebesar 46,17%. Grafik 1.31. Volume Penumpang (Domestik & Int’l) yang Datang Melalui Bandara Hang Nadim Batam
Grafik 1.30. Tingkat Hunian Hotel Berbintang (occ.rate)
Sumber : Otorita Batam, Bandara Hang Nadim - Batam
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Tabel 1.2. Pangsa Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Riau Kebangsaan
Pangsa (%) May-08
Apr-09
May-09
Singapura
55.47%
53.95%
55.62%
Malaysia
16.28%
14.93%
15.64%
Korea Selatan
6.59%
3.61%
3.11%
Jepang
2.50%
2.75%
2.77%
India
3.49%
3.04%
3.57%
Inggris
2.16%
2.62%
2.40%
China
1.52%
1.93%
1.73%
Australia
1.55%
2.23%
1.78%
Amerika Serikat
1.35%
1.38%
1.53%
Jerman
0.71%
0.91%
0.78%
Taiwan
0.61%
0.69%
0.44%
Belanda
0.43%
0.47%
0.51%
Lainnya
7.34% 140.033
11.49% 118.938
10.10% 121.379
Jumlah Wisman
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Kondisi ini sejalan dengan indikator jumlah kunjungan melalui bandara Hang Nadim Batam yang mulai memperlihatkan tren meningkat dalam 2 bulan terakhir. Adapun komposisi wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke wilayah Kepualuan Riau tidak banyak mengalami perubahan. Pangsa kunjungan wisman yang berasal dari Singapura kembali meningkat, dimana pada bulan Februari 2009 sebanyak 42,6%, di akhir Mei 2009 telah mencapai 55,62%. Namun secara keseluruhan, kunjungan wisman ke wilayah Kepulauan Riau di bulan Mei turun sekitar 13% dibanding tahun sebelumnya, dari 140.333 orang menjadi 121.379 orang. Berdasarkan data realisasi kunjungan wisman selama bulan April dan Mei 2009, merebaknya virus H1N1 belum berpengaruh terhadap kondisi pariwisata di Kepulauan Riau.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
17
1.3.3. Sektor Bangunan Sektor bangunan di Kepulauan Riau diperkirakan mulai pulih memasuki akhir triwulan II 2009 sebagaimana diindikasikan oleh indikator pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan properti yang bergerak naik di bulan Juni 2009. Pembangunan beberapa proyek konstruksi baik properti residensial, hotel, apartemen/kondominium, dan berbagai sarana publik lainnya menahan laju perlambatan sektor bangunan yang diperkirakan tumbuh 13,65% di triwulan ini. Sektor bangunan sempat mengalami masa booming sejak semester II tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2008 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata di atas 30%, sebelum akhirnya terkoreksi tajam di triwulan I 2009 yang tumbuh 14,81% (angka revisi). Penyaluran kredit konstruksi pada posisi Juni 2009 tercatat sebesar Rp 927 milyar atau naik 19,7% (yoy), jauh menurun dibanding posisi triwulan I yang masih tumbuh sebesar 33,48%. Tingkat pertumbuhan terendah diperkirakan terjadi pada bulan Mei 2009 yang hanya mencatat pertumbuhan sebesar 16%. Grafik 1.32. Perkembangan Sektor Bangunan
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Konstuksi
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Optimisme juga didorong oleh meningkatnya realisasi pengadaan semen di Kepulauan Riau sepanjang periode April - Juni 2009. Konsumsi semen di bulan Juni tercatat sekitar 66 ribu ton atau meningkat 8,9% dibanding posisi yang sama tahun 2008. Sedangkan di bulan Maret sampai dengan Mei 2009 mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup besar. Namun secara triwulan, konsumsi semen selama triwulan II menurun dibanding triwulan I, dari 181 ribu ton menjadi 166 ribu ton. Berdasarkan indikator impor komoditi utama sektor bangunan dapat diketahui bahwa terdapat tren kenaikan impor produk besi, baja, kayu dan furniture. Sementara impor keramik cenderung menurun dibanding bulan-bulan sebelumnya. Berbagai indikator sektor riil tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar aktivitas sektor bangunan masih
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
18
didorong oleh kegiatan konstruksi, sedangkan sektor properti diperkirakan baru berakselerasi di akhir tahun 2009.
Grafik 1.34. Volume Penjualan Semen di Kepulauan Riau
Grafik 1.35. Perkembangan Volume Impor Utama Sektor Bangunan
Sumber : SEKDA - BI
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Pertumbuhan sektor properti yang masih tertahan terkonfirmasi dari indikator pembiayaan perbankan lokal. Total kredit properti yang disalurkan Bank Umum dan BPR di Kepulauan Riau pada posisi Juni 2009 sebesar Rp 3,31 triliun atau naik 13,8%, terkoreksi dibanding posisi triwulan I tumbuh 17,6% (yoy). Perlambatan sebagian besar berasal dari menurunnya pertumbuhan kredit pemilikian rumah (KPR) tipe di atas 70 m2, dari 46% di posisi Maret menjadi 20,2% di bulan Juni 2009. Adapun penurunan KPR untuk tipe ≤70 m
2
relatif kecil, dari 18% menjadi 16,2%. Grafik 1.36. 2 Perkembangan KPR Type <70m
Grafik 1.37. 2 Perkembangan KPR Type >70m
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Tingginya persaingan untuk rumah tipe sederhana akibat jumlah rumah bersubsidi yang dibangun telah melebihi kebutuhan (over supply) berdampak pada penurunan harga rumah yang dijual. Namun demikian penurunan harga tersebut belum direspon dengan meningkatnya permintaan KPR rumah tipe < 70 m2. Sebaliknya, rumah mewah diperkirakan mengalami kenaikan harga di triwulan II ini akibat kenaikan relatif harga bahan bangunan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
19
ditambah penurunan suku bunga KPR perbankan yang masih tertahan. Kondisi tersebut diduga sebagai salah satu penyebab tajamnya koreksi pertumbuhan KPR perbankan untuk tipe > 70 m2.
1.3.4. Pertambangan dan Penggalian Kinerja sektor Pertambangan dan Penggalian terus membaik dipengaruhi oleh meningkatnya output yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan minyak dan gas (migas). Kontraksi pertumbuhan semakin melandai dari -1,29% (angka revisi) pada triwulan I 2009 menjadi -1,04% di periode laporan. Sejalan dengan itu, kontraksi output yang berasal dari aktivitas pertambangan migas terus mengecil dari -2,13% menjadi -1,77%. Peningkatan
kinerja
sektor
pertambangan
belum
dipengaruhi
oleh
faktor
fundamental, namun lebih karena tren kenaikan harga minyak dunia. Asesmen tersebut didasarkan pada realisasi lifting minyak dan gas yang cenderung stagnan selama bulan AprilJuni 2009. Grafik 1.38. Pertumbuhan PDRB Sub‐Sektor Pertambangan Migas & Non‐Migas, serta Penggalian
Grafik 1.39. Pertumbuhan Kredit Sub‐Sektor Pertambangan Migas, Bijih Logam & Lainnya
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sebagai penghasil minyak utama yakni sebesar 65% dari total produksi minyak Kepulauan Riau, produksi yang dihasilkan lapangan minyak Belanak berkontribusi besar terhadap nilai tambah perekonomian yang mampu dihasilkan dari sektor migas Kepulauan Riau. Hasil produksi dari blok tersebut relatif menurun di triwulan II, seiring dengan tingginya angka pencapaian produksi sampai dengan bulan Juni 2009 sebesar 97,2% dari prognosa lifting tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 8.935 ribu barel. Sementara itu akumulasi realisasi lifting minyak di lapangan Belida dan Kerapu tercatat masih cukup rendah, masingmasing sebesar 34% dan 37%. Secara agregat, pencapaian total produksi minyak Kepulauan Riau selama semester I 2009 diperkirakan sebesar 12,1 juta barel, atau 59% dari prognosa tahun 2009 yang ditetapkan sebesar 20,51 juta barel. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
20
Grafik 1.40. Perkembangan Lifting Minyak Kepri
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Grafik 1.41. Perkembangan Lifting Gas Kepulauan Riau
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Adapun pencapaian lifting gas Kepulauan Riau selama periode semester I tahun 2009 tergolong cukup optimal. Total produksi gas dari lapangan gas Conoco Phillips selama Januari-Juni 2009 tercatat sebesar 76 juta MMBTU atau 60,7% dari target produksi 2009. Sedangkan pencapaian lifting gas dari lapangan gas Kakap dan Premier Oil masing-masing sekitar 43,5$ dan 60,7%. Implikasinya, total produksi gas dari wilayah Kepulauan Riau selama semester I 2009 mencapai 111 juta MMBTU, atau 58,7% dari target lifting gas untuk tahun 2009 sebesar 189 juta MMBTU.
1.3.5.
Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Stagnasi sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan di periode ini
dipengaruhi oleh turunnya kinerja industri perbankan. Pertumbuhan output diperkirakan melambat dari 6,12% (angka revisi) di triwulan I 2009 menjadi 5,46%, dimana laju pertumbuhan industri perbankan juga diproyeksi turun dari 6,83% menjadi 6,03%. Kinerja perbankan regional Kepulauan Riau masih dibayangi oleh ketidakpastian dunia usaha yang berimplikasi pada turunnya pertumbuhan kredit dari 23,9% menjadi 16,8%. Outstanding kredit yang disalurkan per posisi Juni 2009 mencapai Rp 11,4 triliun. Bersamaan dengan itu laju pertumbuhan dana juga menurun dari 24,8% menjadi 18,8%. Di tengah penurunan tersebut terdapat pertambahan dana dalam jumlah signifikan selama bulan Juni 2009 mencapai Rp 503 milyar, berselang berakhirnya pemilihan Legislatif menuju pemilihan umum Presiden Indonesia.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
21
Grafik 1.42. Pertumbuhan PDRB Sub-Sektor Bank, LKBB, Sewa Bangunan & Jasa Perusahaan
Sumber : BPS Kepulauan Riau, diolah
Grafik 1.43. Pertumbuhan Aset, DPK & Kredit Perbankan Kepulauan Riau
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Dampak krisis terhadap resiko perbankan terlihat mulai mereda di akhir triwulan II. Tingkat kredit bermasalah (NPL’s) turun menjadi 2,72%, dibanding triwulan I sebesar 2,91%. Penurunan BI Rate mulai direspon perbankan dengan meningkatkan fungsi intermediasi dalam penyaluran kredit. Imbasnya, rasio LDR meningkat hampir 2%, dari 63,9% menjadi 65,8%. Grafik 1.44. Perkembangan LDR & NPL Perbankan
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Grafik 1.45. Perkembangan Kredit Sektor Jasa Dunia Usaha
Sumber : Laporan Bulanan Bank
Sementara itu aktivitas di sektor jasa perusahaan semakin menurun dari -2,01% menjadi -2,16%. Melambatnya aktivitas sektor riil berkorelasi langsung terhadap industri jasa pendukung. Kontraksi output industri jasa perusahaan tercermin dari turunnya pertumbuhan kredit sampai dengan akhir triwulan II. Laju penurunan semakin intens hingga mencapai 7,73%.
1.3.6. Sektor Lainnya Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya yang dihitung dalam PDRB juga mengalami tingkat koreksi yang lebih landai dibanding periode-periode sebelumnya. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
22
Berbagai isu terkait seperti kebijakan bebas fiskal dan wabah virus H1N1 diduga mempengaruhi mobilitas sumber daya. Imbasnya, sektor Pengangkutan dan Komunikasi tumbuh melambat dari 5,71% menjadi 5,4% di triwulan laporan. Sementara itu tren penurunan harga komoditas dan tekanan inflasi, serta berkahirnya musim panen komoditas perikanan berkorelasi negatif terhadap pendapatan masyarakat petani. Output sektor Pertanian diproyeksi turun 2,15%, lebih besar dibanding penurunan di triwulan I 2009 sebesar 1,8%. Berbagai indikator penting yang terkait dengan asesmen tersebut antara lain jumlah kunjungan kapal di pelabuhan, ekspor komoditas pertanian, produksi dan produktivitas sektor tanaman pangan, serta pertumbuhan kredit perbankan cukup menggambarkan kondisi yang terjadi selama triwulan II 2009.
Grafik 1.46. Jumlah Kunjungan Kapal Barang (bendera Indonesia & bendera Asing)
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Kabil dan Sekupang Batam
Grafik 1.48. Perkembangan Ekspor Komoditas Ikan, Udang dan Kepiting
Grafik 1.47. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Pengangkutan, Biro Perjalanan & Komunikasi
Sumber : SEKDA - BI
Grafik 1.49. Pertumbuhan Kredit Sub-sektor Tanaman Pangan, Perikanan & Peternakan
Sumber : Laporan Bulanan Bank (BU+BPR) Sumber : SEKDA - BI
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
23
Grafik 1.50. Produksi Padi, Jagung & Kacang Tanah
Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan
Grafik 1.51. Produktivitas Padi, Jagung & Kacang Tanah
Sumber : BPS Kepulauan Riau *Angka Tetap ; **Angka Ramalan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
24
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL
2.1
INFLASI KOTA BATAM
2.1.1. Kondisi Umum Laju inflasi Kota Batam pada triwulan II 2009 tercatat relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Krisis keuangan global juga mempengaruhi terhadap rendahnya permintaan sehingga berpengaruh pada turunnya harga di wilayah Kota Batam. Selain itu, turunnya harga komoditas dunia serta peningktan supply barang kebutuhan pokok dari wilayah pemasok juga ikut mempengaruhi rendahnya laju inflasi di Kota Batam. Sampai dengan triwulan II 2009 laju inflasi tahun kalender Kota Batam tercatat sebesar 0,21% (ytd) jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar 5,94% (ytd). Melanjutkan trend triwulan-triwulan sebelumnya, laju inflasi Batam pada triwulan II 2009 juga berada di bawah laju inflasi nasional. Secara tahunan inflasi Kota Batam tercatat sebesar 2,52% (yoy) di bawah angka inflasi tahunan nasional yang tercatat sebesar 3,65% (yoy). Turunnya harga komoditas dunia serta berakhirnya musim utara di akhir triwulan I 2009 ikut berpengaruh pada rendahnya laju inflasi di Kota Batam pada triwulan II 2009.
Grafik 2.1 – Perkembangan Laju Inflasi Tahunan Batam & Nasional
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
25
2.1.2. Inflasi Triwulanan Jika pada triwulan awal 2009 Kota Batam mengalami inflasi yang relatif tinggi ecara triwulanan yaitu sebesar 0,65% (qtq) maka, pada triwulan II 2009 Kota Batam mengalami deflasi atau penurunan harga sebesar 0,43% (qtq). Penurunan harga pada triwulan laporan tersebut terutama dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di bulan April 2009 yang mengalami deflasi sebesar 0,61% (mtm). Sedangkan pada bulan Mei dan Juni 2009 Kota Batam mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,03% (mtm) dan 0,15% (mtm). Deflasi yang cukup tinggi di bulan April 2009 terutama dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok ikan segar. Pengaruh musiman sangat berpengaruh pada penurunan harga yang terjadi di bulan ini. Berakhirnya musim utara menyebabkan aktivitas pelayaran dan distribusi barang kembali lancar. Para nelayan juga dapat kembali melaut dengan hasil yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Bertiupnya angin utara di bulan Januari dan Februari yang menyebabkan mereka tidak bisa melaut pada bulan-bulan tersebut berdampak pada peningkatan jumlah ikan di laut. Melimpahnya jumlah ikan segar di laut menyebabkan pasokan ikan untuk memenuhi kebutuhan ikan masyarakat Kota Batam terpenuhi bahkan cenderung mengalami surplus. Kelebihan pasokan ikan segar ini mengakibatkan penurunan harga ikan baik di level distributor maupun di level konsumen. Mengingat share ikan segar khususnya dan bahan makanan pada umumnya yang cukup besar dalam pembentukan harga di Kota Batam, penurunan harga ikan segar ini berpengaruh cukup besar sehingga Kota Batam mengalami deflasi di bulan April 2009.
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Batam Triwulan I -2009
KELOMPOK I
III
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok Tembakau Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
IV V
Sandang Kesehatan
VI
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
VII
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
II
INFLASI
Triwulan II -2009
Inflasi 1,02
Sumbangan 0,24
Inflasi -1,93
Sumbangan -0,46
3,57
0,57
1,17
0,19
0,30 5,48 0,34
0,08 0,38 0,02
0,16 -3,56 1,38
0,04 -0,25 0,06
0,20 -3,36
0,01 -0,65
0,00 -0,03
0 -0,01
&
0.65
-0,43
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan kontribusinya, pada triwulan II 2009 kelompok bahan makanan menjadi penyumbang deflasi terbesar dengan angka kontribusi sebesar 0,46% (qtq). Pada triwulan laporan kelompok ini mengalami penurunan harga sebesar 1,93% (qtq). Penurunan harga Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
26
yang terjadi di kelompok bahan makanan diikuti oleh penurunan harga kelompok sandang dengan kontribusi sebesar 0,25% (qtq) dan angka deflasi sebesar 3,56% (qtq). Sementara itu kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih melanjutkan trend penurunan harga sebagai akibat dampak dari penurunan BBM dengan kontribusi deflasi sebesar 0,01% (qtq) dengan penurunan harga sebesar 0,03% (qtq). Sementara tiga kelompok tersebut di atas mengalami penurunan harga, tiga kelompok lainnya mengalami kenaikan harga dengan kontribusi yang tidak sebesar tiga kelompok yang mengalami penurunan harga. Kelompok yang menyumbang inflasi tertinggi pada triwulan II 2009 adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan kontribusi inflasi sebesar 0,19% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,17% (qtq). Kelompok berikutnya yang mengalami kenaikan harga adalah kelompok kesehatan dengan kontribusi inflasi sebesar 0,06% (qtq) dan angka inflasi sebesar 1,38% (qtq). Pada triwulan II 2009, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar menyumbang kontribusi inflasi sebesar 0,04% (qtq) dengan angka inflasi sebesar 0,16% (qtq). Sementara itu, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga. Meskipun demikian, pada triwulan berikutnya kelompok ini diperkirakan akan mengalami kenaikan harga terkait dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah.
2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Secara total, Kota Batam pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 0,43% (qtq) berlawanan arah dengan triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,65% (qtq). Deflasi pada triwulan laporan terutama dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di bulan April 2009 yang dipengaruhi oleh penurunan harga dari kelompok bahan makanan khususnya sub kelompok ikan segar. Sub kelompok ikan segar mengalami penurunan harga terkait dengan berakhirnya musim utara sehingga pasokan ikan segar mengalami peningkatan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Grafik 2.2. Inflasi Kota Batam Berdasarkan Kelompok
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
27
2.1.3.1. Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Batam pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 1,93% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 0,46% (qtq). Sub kelompok yang mengalami deflasi terbesar adalah sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami deflasi sebesar 10,01% (qtq). Deflasi sub kelompok sayur-sayuran yang terjadi pada triwulan II 2009 terutama disumbang oleh deflasi yang terjadi di bulan April 2009 sebesar 13,87% (mtm). Berakhirnya
musim
utara
yang
menyebabkan
gelombang
laut
kembali
tenang
mengakibatkan distribusi sayur-sayuran yang sebagian besar didatangkan dari luar Pulau Batam kembali lancar. Sementara itu sub kelompok ikan segar mengalami deflasi sebesar 7,41% (qtq) yang disebabkan oleh cuaca yang mendukung untuk pelayaran pencarian ikan. Musim utara yang bertiup selama bulan Januari dan Februari menyebabkan nelayan tidak melaut pada bulan tersebut sehingga jumlah ikan yang ada di laut mengalami peningkatan yang cukup tajam. Peningkatan supply ikan segar tersebut berdampak pada penurunan harga sub kelompok ini baik di level distributor maupun konsumen. Grafik 2.3. Prakiraan Kecepatan Angin & Tinggi Gelombang Laut di Indonesia FORECAST APRIL 2009
VALID : 17-24/04/2009 00 UTC
FORECAST MEI 2009
VALID : 13-20/05/2009 00 UTC
Selain sub kelompok sayur-sayuran dan sub kelompok ikan segar, sub kelompok bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan harga yang cukup besar. Sub kelompok ini Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
28
mengalami penurunan harga sebesar 5,02% (qtq). berbeda dengan sub kelompok sayursayuran dan sub kelompok ikan segar dimana deflasi terjadi pada bulan April 2009, sub kelompok bumbu-bumbuan secara konsisten terus mengalami penurunan harga secara konsisten selama tiga bulan. Selain faktor distribusi yang telah lancar, upaya pemerintah dalam rangka pembudidayaan tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Batam juga ikut mempengaruhi peningkatan supply beberapa komoditas di kelompok bumbu-bumbuan. Budidaya cabai merah yang dikembangkan di Sei Temiang dengan dukungan Dinas Pertanian Kota Batam cukup berpengaruh pada penurunan harga komoditas ini sehingga ikut menurunkan pembentukan harga komoditas ini di Kota Batam. Sementara itu sub kelompok daging pada triwulan laporan juga mengalami penurunan harga sebesar 1,54% (qtq). Penurunan harga yang terjadi pada kelompok sub kelompok daging juga diikuti oleh sub kelompok padi-padian yang mengalami deflasi sebesar 0,27% (qtq). Sebagaimana dengan tiga sub kelompok di atas, dua sub kelompok ini juga mengalami penurunan harga akibat distribusi yang mulai lancar karena cuaca yang sudah mulai kondusif untuk pelayaran. Meskipun secara umum kelompok bahan makanan mengalami penurunan harga, namun ada beberapa sub kelompok yang mengalami penurunan harga. Sub kelompok lemak dan minyak mengalami inflasi tertinggi dengan angka inflasi sebesar 5,27% (qtq). Sub kelompok buah-buahan mengalami kenaikan harga sebesar 4,25% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok ikan diawetkan dengan angka inflasi sebesar 3,62% (qtq). Sementara itu sub kelompok telur dan susu mengalami inflasi sebesar 1,17% (qtq) diikuti oleh sub kelompok oleh kacang-kacangan yang mengalami inflasi sebesar 0,22% (qtq).
2.1.3.2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009 mengalami inflasi sebesar 1,17% (qtq). Ketiga sub kelompok yang ada pada kelompok ini mengalami inflasi. Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 2,84% (qtq). Sedangkan sub kelompok minuman tidak beralkohol mengalami inflasi sebesar 1,18% (qtq). Sementara itu, sub kelompok makanan jadi mengalami terendah dalam kelompok ini dengan angka inflasi sebesar 0,48% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
29
2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,16% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok perlengkapan rumah tangga yang mengalami inflasi sebesar 1,63% (qtq) yang diikuti sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 0,93% (qtq) dan sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mengalami inflasi sebesar 0,16% (qtq). Berbeda dengan triwulan sebelumnya, sub kelompok biaya tempat tinggal pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 0,15% (qtq). Penurunan harga pada sub kelompok ini terjadi secara konsisten selama tiga bulan berturut-turut selama triwulan II 2009.
2.1.3.4. Kelompok Sandang Kelompok sandang pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 3,56% (qtq). Penurunan harga pada kelompok ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka deflasi sebesar 10,56% (qtq). Penurunan harga harga sub kelompok ini terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas emas. Komoditas emas mengalami penurunan harga mengikuti penurunan harga emas internasional setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Sementara itu tiga sub kelompok lain dalam kelompok ini melanjutkan tren sebelumnya tetap mengalami kenaikan harga. Sub kelompok sandang laki-laki tercatat mengalami kenaikan harga sebesar 0,29% (qtq) diikuti oleh sub kelompok sandang wanita yang mengalami kenaikan harga sebesar 0,16% (qtq). Sementara itu sub kelompok sandang anak-anak pada triwulan ini tercatat relatif stabil dan mengalami kenaikan pada bulan Mei dengan angka inflasi yang relatif rendah yaitu sebesar 0,08% (mtm). Sementara itu pada bulan April dan Juni sub kelompok ini tidak mengalami kenaikan harga sehingga secara triwulanan sub kelompok ini mengalami inflasi sebesar 0,08% (qtq).
2.1.3.5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 1,38% (qtq) yang berasal dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetik yang mengalami inflasi sebesar 2,29% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa kesehatan dan sub kelompok obatobatan mengalami inflasi dengan angka inflasi masing-masing sebesar 0,84% (qtq) dan
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
30
0,61% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.
2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga. Meskipun demikian kelompok ini pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi terkait dengan dibukanya tahun ajaran baru bagi sekolah maupun perguruan tinggi.
2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Masih melanjutkan trend triwulan sebelumnya kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 juga mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,03% (qtq) yang berasal dari sub kelompok transportasi yang mengalami penurunan harga sebesar 0,06% (qtq). Penurunan harga yang dialami sub kelompok ini merupakan efek dari kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Desember 2008. Berbeda dengan sub kelompok transportasi, sub kelompok komunikasi dan pengiriman pada triwulan ini justru mengalami kenaikan harga meskipun tidak terlalu besar dengan angka inflasi sebesar 0,02% (qtq). Sementara itu sub kelompok sarana penunjang transportasidan sub kelompok jasa keuangan pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.
2.2
INFLASI KOTA TANJUNG PINANG
2.2.1. Kondisi Umum Searah dengan yang terjadi secara nasional maupun beberapa kota lainnya, laju inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Laju inflasi Kota Tanjung Pinang di triwulan II 2009 tercatat sebesar 4,13% (yoy) jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar 10,28% (yoy). Melanjutkan trend triwulan sebelumnya, inflasi tahunan Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 tetap lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,65% (yoy).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
31
Grafik 2.4. Inflasi Kota Tanjung Pinang Berdasarkan Kelompok Barang
Sumber : BPS data diolah
Meskipun pada triwulan II 2009 laju inflasi Kota Tanjung Pinang relatif rendah, namun secara trend inflasi Kota Tanjung Pinang ini masih relatif tinggi. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh economic of scale Kota Tanjung Pinang yang masih terbatas. Sejak peralihan ibukota Provinsi Kepulauan Riau dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang, banyak terjadi pergerakan penduduk dan kegiatan ekonomi dari Kota Batam ke Kota Tanjung Pinang. Oleh karena itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan pokok masyarakat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku distribusi. Karena supply barang-barang kebutuhan pokok tersebut ke Kota Tanjung Pinang masih cukup terbatas, sehingga terjadi kenaikan harga yang masih cukup tinggi di Kota Tanjung Pinang.
2.2.2. Inflasi Triwulanan Secara triwulanan, Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,72% (qtq) berlawanan arah dengan triwulan I 2009 yang mengalami inflasi sebesar 0,33% (qtq). Sebagaimana yang terjadi di Kota Batam, penurunan harga pada triwulan II 2009 ini dipengaruhi oleh penurunan harga yang terjadi di kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi sebesar 4,2% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 1,14% (qtq).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
32
Grafik 2.5. Inflasi Kota Tanjung Pinang dan Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Sumber : BPS data diolah
Berakhirnya musim utara yang mengakibatkan gelombang tinggi mengakibatkan distribusi barang kebutuhan masyarakat Kota Tanjung Pinang yang didatangkan dari Pulau Jawa dan Pulau Sumatera kembali lancar. Hal ini berakibat pada penurunan harga beberapa barang kebutuhan masyarakat seperti bumbu-bumbuan terutama cabai merah yang didatangkan dari Pulau Jawa. Berakhirnya musim utara juga berdampak pada peningkatan jumlah ikan di laut karena selama musim utara yaitu pada bulan Januari dan Februari nelayan tidak bisa melaut sehingga stock ikan di laut relatif cukup banyka. Hal ini berakibat pada tingginya supply ikan segar di Kota Tanjung Pinang yang mengakibatkan penurunan harga ikan segar baik pada level distributor maupun konsumen akhir.
Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Triwulanan Kota Tanjung Pinang KELOMPOK
Triwulan I -2009 Inflasi
Sumbangan
0,48 1,73 -0,06 4,66 0,8
I II III IV
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar Sandang
V
Kesehatan
VI
Pendidikan, Rekreasi & Olahraga
-0,17
VII
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
-2,61
INFLASI
Triwulan II -2009 Inflasi
Sumbangan
0,1 0,38 -0,02 0,26
-4,2 2 -0,07 -2,04
-1,14 0,45 -0,01 -0,13
0,03
2,07
0,08
0
0,2
0,01
-0,42
0,15
0,33
0,02 -0,72
Sumber : BPS (diolah)
Selain kelompok bahan makanan, kelompok sandang pada triwulan laporan juga mengalami deflasi dengan angka deflasi sebesar 2,04% (qtq) dan sumbangan deflasi sebesar 0,13% (qtq) diikuti kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar yang mengalami Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
33
deflasi sebesar 0,07% (qtq) dengan sumbangan deflasi sebesar 0,01% (qtq). Deflasi yang dialami oleh kelompok sandang terutama dipengaruhi oleh penurunan harga emas yang mengikuti pergerakan harga emas yang sedang mengalami trend penurunan setelah pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi. Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009 mengalami inflasi sebesar 2% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,45% (qtq). Inflasi yang dialami oleh kelompok makanan jadi diikuti oleh kelompok kesehatan yang juga mengalami inflasi 2,07% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,08% (qtq). Sedangkan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 mengalami inflasi yang relatif rendah yaitu sebesar 0,15% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,02% (qtq). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Tanjung Pinang pada triwulan laporan mengalami kenaikan harga sebesar 0,20% (qtq) dengan sumbangan inflasi sebesar 0,01% (qtq).
2.1.3. Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang 2.1.3.1. Bahan Makanan Kelompok bahan makanan di Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 mengalami deflasi sebesar 0,72% (qtq). Sebagian besar sub kelompok yang terdapat pada kelompok bahan makanan ini mengalami deflasi dua sub kelompok mengalami inflasi dan satu sub kelompok tidak mengalami perubahan harga. Dua sub kelompk yang mengalami inflasi adalah sub kelompok lemak dan minyak dan sub kelompok sayur-sayuran yang mengalami inflasi masing-masing sebesar 5% (qtq) dan 1,87% (qtq). Sementara itu sub kelompok yang tidak mengalami perubahan harga adalah sub kelompok kacang-kacangan. Sub kelompok ini secara konsisten tidak mengalami perubahan harga sejak awal tahun 2009. Setelah pada triwulan I 2009 sub kelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi yang cukup tinggi bahkan terbesar di kelompok bahan makanan, sub kelompok bumbu-bumbuan pada triwulan II mengalami deflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 12,97% (qtq). Sementara itu sub kelompok yang memberikan kontribusi deflasi terbesar kedua adalah sub kelompok ikan segar dengan angka deflasi sebesar 12,89% (qtq). Sebagaimana telah dikemukakan di atas, cuaca yang kondusif untuk pelayaran baik untuk kepentingan distribusi barang kebutuhan pokok khususnya bumbu-bumbuan maupun untuk kepentingan nelayan mencari ikan berpengaruh besar terhadap deflasi yang terjadi pada dua sub kelompok tersebut. Sub kelompok lain yang mengalami deflasi pada triwulan laporan adalah sub kelompok daging dengan angka deflasi sebesar 2,59% (qtq). Searah dengan sub kelompok Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
34
daging dan hasil-hasilnya, sub kelompok buah-buahan juga mengalami deflasi sebesar 1,07% (qtq) diikuti oleh sub kelompok padi-padian dengan angka deflasi sebesar 0,76% (qtq). Sementara itu sub kelompok ikan diawetkan pada triwulan laporan juga mengalami penurunan harga sebesar 0,6% (qtq) yang diikuti oleh sub kelompok telur, susu dan hasilnya yang mengalami deflasi sebesar 0,46% (qtq).
2.1.3.2 . Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau pada triwulan II 2009 mengalami inflasi sebesar 2% (qtq). Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok makanan jadi yang mengalami inflasi sebesar 2,90% (qtq) diikuti sub kelompok minuman tidak beralkohol dengan angka inflasi sebesar 0,77% (qtq) dan sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 0,5% (qtq).
2.1.3.3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan laporan mengalami penurunan harga sebesar 0,07% (qtq) yang dipengaruhi penurunan harga pada sub kelompok biaya tempat tinggal serta sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air dengan angka deflasi masing-masing 0,14% (qtq) dan 0,45% (qtq). Sementara itu dua sub kelompok lain dalam kelompok ini mengalami kenaikan harga yaitu sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 1,02% (qtq) dan sub kelompok perlengkapan rumah tangga dengan angka inflasi sebesar 0,64% (qtq).
2.1.3.4. Kelompok Sandang Pada triwulan II 2009 kelompok sandang mengalami deflasi paling besar dibandingkan dengan kelompok lain yaitu sebesar 2,04% (qtq). Penurunan harga yang dialami oleh kelompok sandang sangat dipengaruhi oleh penurunan harga yang dialami oleh sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dengan angka deflasi sebesar 6,25% (qtq). Penurunan harga yang cukup besar inggi pada sub kelompok ini dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas emas. Harga emas mengalami penurunan sebagai akibat penurunan harga emas internasional setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi. Sub kelompok lain yang mengalami deflasi adalah sub kelompok sandang anak-anak yang pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 0,04% (qtq). Pada triwulan II Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
35
2009 sub kelompok sandang anak-anak mengalami penurunan harga secara konsisten selama tiga bulan berturut-turut meski dengan besaran yang tidak terlalu signifikan. Sementara itu sub kelompok sandang laki-laki dan sub kelompok sandang wanita pada triwulan I 2009 tidak mengalami kenaikan harga.
2.1.3.5. Kelompok Kesehatan Kelompok kesehatan pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 2,07% (qtq) yang berasal dari sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang mengalami inflasi sebesar 3,18% (qtq). Setelah secara konsisten tidak mengalami perubahan harga sejak bulan triwulan II 2008, sub kelompok jasa kesehatan pada triwulan II 2009 akhinya mengalami kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 1,25% (qtq) diikuti oleh sub kelompok obatobatan dengan angka inflasi sebesar 1,07% (qtq). Sementara itu sub kelompok jasa perawatan jasmani pada triwulan II 2009 tidak mengalami perubahan harga.
2.1.3.6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan II 2009 relatif tidak mengalami perubahan harga. Kenaikan harga pada kelompok ini hanya terjadi pada bulan Mei 2009 yang dialami oleh sub kelompok rekreasi sebesar 0,89% (mtm). Melanjutkan trend triwulan sebelumya, tiga sub kelompok lainnya yaitu sub kelompok kursus-kursus, sub kelompok perlengkapan/peralatan pendidikan dan sub kelompok olahraga tidak mengalami perubahan harga. Oleh karena itu secara triwulanan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahrga tercatat mengalami inflasi sebesar 0,2% (qtq).
2.1.3.7. Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Setelah pada dua triwulan mengalami penurunan harga berturut-turut sebagai dampak kebijakan penurunan harga BBM oleh pemerintah, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2009 mengalami kenaikan harga sebesar 0,15% (qtq). Sub kelompok sarana penunjang transportasi mengalami kenaikan harga tertinggi dengan angka inflasi sebesar 0,56% (qtq). Sedangkan sub kelompok transportasi yang pada triwulan sebelumnya masih menunjukkan penurunan harga akibat penurunan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
36
harga BBM, pada triwulan ini mulai menunjukkan kenaikan harga dengan angka inflasi sebesar 0,19% (qtq). Sementara itu sub kelompok komunikasi yang pada triwulan-triwulan sebelumnya selalu mengalami kenaikan harga pada triwulan II 2009 mulai mengalami penurunan harga dengan angka deflasi sebesar 0,03% (qtq). Sedangkan kelompok jasa keuangan melanjutkan trend sejak triwulan IV 2008 secara konsisten selama sepuluh bulan berturut-turut tidak mengalami perubahan harga.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
37
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN REGIONAL
3.1
KONDISI UMUM Kondisi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 menunjukkan
pergerakan yang relatif stabil terhadap periode sebelumnya. Beberapa indikator-indikator perbankan, seperti total aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan secara triwulanan, pada triwulan laporan mengalami penurunan. Sebaliknya, penyaluran kredit oleh perbankan yang triwulan sebelumnya mengalami penurunan pada triwulan II 2009 mengalami pertumbuhan positif. Grafik. 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan
Sumber : Bank Indonesia
Total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp21,31 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp18,30 miliar (0,09%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp21,33 miliar. Namun secara tahunan total asset perbankan di Provinsi Kepuluauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan Rp3,92 triliun (22,54%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp17,39 triliun. Sementara itu, total DPK yang dihimpun oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 juga mengalami penurunan sebesar Rp81,87 miliar (0,47%) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp17,40 triliun sehingga menjadi Rp17,32 triliun. Namun secara tahunan DPK perbankan mengalami peningkatan sebesar Rp2,74 triliun (18,83%) dibandingkan posisi triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp14,57 triliun. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
38
Setelah pada triwulan sebelumnya penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan di Provinsi Kepulauan Riau sempat mengalami sedikit penurunan, pada triwulan laporan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan fungsi intermediasi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau semakin berjalan dengan baik yang juga dapat dibaca sebagai salah satu bentuk optimisme kalangan perbankan terhadap prospek ekonomi Provinsi Kepulauan Riau meskipun pada triwulan laporan masih mengalami pertumbuhan yang negatif. Pada triwulan II 2009, penyaluran kredit di Provinsi Kepulauan Riau oleh perbankan tercatat sebesar Rp11,39 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp268,67 miliar (2,42%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp11,39 triliun. Sedangkan secara tahunan penyaluran kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp1,63 triliun (16,80%) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp9,75 triliun. Akibatnya, LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 LDR perbankan Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 63,91% maka pada triwulan II 2009 LDR perbankan tercatat sebesar 65,76%.
3.2.
KONDISI BANK UMUM Sebagaimana yang terjadi pada indikator perbankan secara keseluruhan, indikator
industri bank umum juga menunjukkan pergerakan serupa. Total asset dan DPK bank umum pada triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu penyaluran kredit oleh bank umum di wilayah kerja KBI Batam mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2009. Grafik 3.2. Perkembangan Total Asset, Kredit, DPK dan LDR Bank Umum
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit dan NPL’s Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
39
Jumlah jaringan kantor cabang bank umum di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebanyak 47 kantor cabang pada triwulan II 2009 atau mengalami pertambahan 1 kantor cabang dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Bank BTPN Batam.
Tabel 3.1 – Perkembangan Indikator Bank Umum (juta rupiah) Periode
Indikator 1. Jaringan BU
2008 Tw.3
Tw.2
2009 Tw.4
Tw.1
Tw.2
45
45
46
46
47
a. Batam
29
29
29
29
30
b. Tj. Pinang
13
13
14
14
14
2
2
2
2
2
c. Karimun
1
1
1
1
1
2. Total Asset
d. Natuna
16.709.890
17.600.675
19.898.329
20.242.439
20.190.189
a. Batam
12.319.472
12.891.294
14.478.579
14.578.187
14.708.872
b. Tj. Pinang
3.619.643
3.830.760
4.392.858
4.621.290
4.583.737
c. Dati II lain
770.775
878.621
1.026.892
1.042.962
897.580
3. Total DPK
14.071.918
14.446.343
16.332.781
16.601.580
16.504.267
a. Batam
9.873.065
9.966.579
11.249.163
11.245.003
11.333.963
b. Tj. Pinang
3.442.043
3.609.408
4.067.217
4.328.898
4.288.931
c. Dati II lain
756.810
870.356
1.016.401
1.027.679
881.373
9.291.399
9.944.195
10.653.877
10.529.216
10.748.302
4. Total Kredit a. Batam
7.623.089
8.139.988
8.729.088
8.512.180
8.568.486
b. Tj. Pinang
1.319.883
1.423.511
1.539.970
1.622.192
1.736.256
c. Dati II lain
348.427
380.696
384.819
394.844
443.560
5. LDR (%)
66,03
68,84
65,23
63.42
65.12
a. Batam
77,21
81,67
77,6
77.73
75.60
b. Tj. Pinang
38,35
39,44
37,86
37.47
40.48
c. Karimun
41,65
39,89
38,41
38.32
41.72
d. Natuna
59,59
54,34
36,83
38.63
83.06
6. NPLs (%)
2,33
2,94
2,60
2.96
2.79
2,14
2,96
2,76
3.15
2.61
a. Batam b. Tj. Pinang
3,21
2,64
2,04
2.44
4.07
c. Karimun
4,84
5,29
1,72
1.47
1.76
0
0
0
0.04
0.18
d. Natuna Sumber : Bank Indonesia
3.2.1. Total Asset Bank Umum Pada triwulan II 2009 total asset bank umum tercatat sebesar Rp20,19 triliun atau mengalami penurunan sebesar Rp52,25 miliar (0,26%) dibanding triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp20,24 triliun. Namun secara tahunan pada triwulan II 2009 terjadi peningkatan total asset bank umum di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp3,48 triliun (20,83%) terhadap posisi yang sama tahun sebelumnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
40
Berdasarkan Dati II, kegiatan bank umum masih terkonsentrasi di Kota Batam, dimana jumlah total asset bank umum sebagian besar masih tetap terhimpun di Kota Batam. Total asset bank umum yang ada di Kota Batam pada triwulan II 2009 sebesar Rp14,70 triliun atau 72,85% dari seluruh total asset bank umum di Kepulauan Riau. Sedangkan total asset yang berhasil dihimpun oleh bank umum di Tanjung Pinang sebesar Rp4,58 triliun atau 22,70% dari seluruh asset perbankan di Kepulauan Riau. Sementara itu total asset perbankan di wilayah Kepulauan Riau (Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun, dan Natuna) sebesar Rp897,58 miliar (4,44%). Diagram 3.1. Share Asset Bank Umum
Grafik 3.4. Perkembangan Asset Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Penurunan total asset bank umum yang terjadi di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 terutama dipengaruhi oleh penurunan total asset yang terjadi di Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna yang turun sebesar Rp145,38 miliar (13,94%) dan penurunan yang terjadi di Kota Tanjung Pinang sebesar Rp37,55 miliar (0,81%). Sedangkan total asset bank umum di Kota Batam justru mengalami peningkatan sebesar Rp130,69 miliar (0,90%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp3,48 triliun (20,83%). Peningkatan ini dipengaruhi oleh peningkatan total asset perbankan yang terjadi di seluruh kota maupun kabupaten. Total asset perbankan di Kota Batam mengalami peningkatan sebesar Rp2,39 triliun (19,40%) diikuti oleh total asset perbankan di Kota Tanjung Pinang yang mengalami peningkatan Rp964,09 miliar (26,64%). Total asset di Tanjung Uban, Tanjung Balai Karimun dan Natuna secara tahuna juga mengalami pergerakan yang sama dengan Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang. Total asset perbankan di wilayah ini mengalami peningkatan sebesar Rp126,81 miliar (16,45%).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
41
3.2.2. Dana Pihak Ketiga Bank Umum Pada triwulan II 2009, secara triwulanan jumlah dana masyarakat yang dihimpun oleh bank umum mengalami penurunan sebesar Rp97,31 miliar (0,59%) menjadi sebesar Rp16,50 triliun. Penurunan DPK bank umum pada triwulan II 2009 sebagian besar disumbangkan oleh penurunan simpanan dalam bentuk giro yang turun Rp312,66 miliar (4,52%) dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga tercatat sebesar Rp6,60 triliun dan penurunan simpanan dalam bentuk deposito yang turun sebesar Rp30,90 miliar (0,80%). Sementara itu simpanan dalam bentuk tabungan secara triwulanan justru mengalami peningkatan sebesar Rp246,25 miliar (4,24%). Peningkatan simpanan dalam bentuk tabungan ini searah dengan peningkatan yang terjadi pada kredit. Hal ini terjadi karena rekening tabungan biasanya digunakan untuk rekening penampung bagi pencairan kredit. Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum
Diagram 3.2. Share DPK Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Meskipun mengalami penurunan, secara nominal porsi simpanan giro masih merupakan jenis simpanan terbesar (39,97%) diantara dua jenis simpanan lain dengan nilai nominal sebesar RpRp6,59 triliun. Porsi simpanan jenis tabungan tercatat sebesar Rp6,05 triliun (36,68%). Sedangkan simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp3,85 triliun (23,34%). Dominasi sektor industri dan sektor perdagangan pada perekonomian Kota Batam turut mempengaruhi jenis transaksi perbankan di Provinsi Kepulauan Riau. Kebutuhan masyarakat akan dana likuid serta transaksi ekonomi yang membutuhkan waktu singkat menyebabkan simpanan berbentuk giro memiliki porsi terbesar terhadap total simpanan masyarakat di perbankan.
3.2.3. Kredit Bank Umum Jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp10,75 triliun atau naik sebesar Rp219,09 miliar (2,08%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan jumlah kredit yang Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
42
disalukan oleh bank umum tersebut berakibat pada peningkatan tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum di Provinsi Kepulauan Riau dari 63,42% pada triwulan I 2009 menjadi 65,12% pada triwulan laporan. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit yang disalurkan di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk kredit konsumsi sebesar Rp4,54 triliun atau 42,29% dari total kredit yang diberikan. Sedangkan kredit untuk modal kerja dan investasi masing-masing sebesar Rp3,76 triliun (34,99%) dan Rp2,44 triliun (22,71%).
Grafik 3.6. Perkembangan Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Diagram 3.3. Kredit Jenis Penggunaan Bank Umum
Sumber : Bank Indonesia
Dari segi pertumbuhan, jenis kredit yang mengalami peningkatan pada triwulan II 2009 adalah kredit konsumsi yang mengalami peningkatan sebesar Rp231,01 miliar (5,35%) terhadap triwulan I 2009. Sedangkan secara tahunan kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar Rp840,31 miliar (22,68%). Searah dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja pada triwulan I 2009 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit modal kerja pada triwulan II 2009 meningkat sebesar Rp13,29 miliar (0,35%). Sedangkan secara tahunan kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar Rp420,50 miliar (12,59%). Sementara itu, kredit investasi pada triwulan laporan justru mengalami penurunan sebesar Rp25,21 miliar (1,02%) terhadap triwulan I 2009. Namun secara tahunan kredit investasi pada triwulan I 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp196,09 miliar (8,73%). NPL bank umum di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL bank umum menurun dari 2,96% pada triwulan I 2009 menjadi 2,79% pada triwulan laporan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
43
3.2.4. Kredit UMKM Bank Umum Searah dengan yang terjadi pada total kredit bank umum, penyaluran kredit UMKM pada triwulan II 2009 juga mengalami peningkatan. Jika pada triwulan I 2009 penyaluran kredit UMKM tercatat sebesar Rp5,64 triliun, pada triwulan II 2009 kredit UMKM bank umum turun menjadi sebesar Rp5,81 triliun atau mengalami peningkatan sebesar Rp165,06 miliar (2,92%). Sedangkan secara tahunan kredit UMKM bank umum pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp821,81 miliar (15,54%).
Grafik 3.7 Perkembangan Kredit UMKM dan Share terhadap Total Kredit
Sumber : Bank Indonesia
Sementara itu jika dilihat dari share kredit UMKM, menunjukkan trend penurunan dari awal tahun 2009. Namun pada triwulan II 2009 nampak telah menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 share kredit UMKM tercatat sebesar 53,61% maka pada triwulan II 2009 share kredit UMKM mengalami peningkatan menjadi 54,05%. Peningkatan share kredit UMKM ini merupakan salah satu bentuk perhatian kalangan perbankan terhadap pengembangan bisnis berskala kecil dan mikro di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.
3.3
BANK PERKREDITAN RAKYAT Sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dan
pergerakan ekonomi yang cukup dinamis, Provinsi Kepulauan Riau menarik minat investor untuk menanamkan modalnya untuk diinvestasikan pada bisnis perbankan, khususnya BPR.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
44
Adapun alasan investor tersebut memilih BPR karena bisnis BPR tidak terlalu membutuhkan modal besar dan proses pendiriannya tidak terlalu rumit.
Tabel 3.2 – Perkembangan Indikator Bpr (dalam jutaan rupiah)
KETERANGAN
Tw.2 680.641 504.879 44.805 460.073 461.337 40.208 108.041 313.088
TOTAL ASSET TOTAL DANA a. Tabungan b. Deposito TOTAL KREDIT a. Investasi b. Modal Kerja c. Konsumsi
2008 Tw.3 776.379 564.556 51.715 512.841 538.346 50.540 128.903 358.903
Tw.4 918.784 660.973 63.749 597.224 563.476 52.551 128.638 382.287
2009 Tw.1 Tw.2 1.086.223 1.120,17 801.204 816,64 82.123 102,99 719.079 713,65 593.136 642,73 54.784 61,32 134.479 143,82 403.873 437,59
Sumber : Bank Indonesia
Sampai dengan triwulan II 2009 jumlah kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tercatat ada 26 kantor BPR dan 3 (tiga) kantor cabang BPR atau terjadi penambahan 2 (dua) BPR yaitu BPR Karimun Sejahtera dan BPR Harapan Bunda Batam. Perkembangan BPR yang sudah beroperasi juga tergolong cukup baik yang ditunjukkan oleh kenaikan share beberapa indikator kinerja BPR terhadap perbankan di Provinsi Kepulauan Riau secara keseluruhan. Grafik 3.8. Share Asset BPR Terhadap Perbankan
Grafik 3.9. Share Kredit BPR Terhadap Perbankan
‘ Sumber : Bank Indonesia
Dilihat dari total asset, share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan secara gradual tiap triwulan. Pada triwulan II 2009 terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Jika pada triwulan I 2009 share asset BPR terhadap total asset perbankan di Provinsi Kepulauan Riau tercatat 5,09% maka pada triwulan II 2009 share total asset BPR Provinsi Kepulauan Riau terhadap perbankan provinsi Kepulauan Riau Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
45
tercatat sebesar 5,26%. Peningkatan share ini terjadi karena total asset BPR terus mengalami pertumbuhan secara konsisten sedangkan total asset bank umum justru mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu peningkatan asset share asset BPR tersebut tidak lepas dari tingkat pertambahan BPR baru yang cukup tinggi. Adanya peningkatan jumlah BPR tersebut memberikan masyarakat lebih banyak pilihan dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan baik konsumsi, investasi maupun modal kerja. Penambahan jumlah BPR tersebut juga dapat ikut serta mendorong pertumbuhan sektor usaha domesitik khususnya koperasi dan UMKM. Dari sisi pembiayaan, share kredit BPR terhadap total kredit perbankan di Provinsi Kepulauan Riau juga mengalami peningkatan terhadap triwulan I 2009. Pada triwulan II 2009 share kredit BPR terhadap total kredit perbankan tercatat sebesar 5,98% lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,33%. Peningkatan share kredit ini dipengaruhi oleh peningkatan kredit yang disalurkan oleh BPR lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kredit bank umum.
3.3.1. Total Asset Bank Perkreditan Rakyat Total asset BPR yang berada di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam sampai dengan triwulan II 2009 terus melanjutkan trend peningkatan. Sampai dengan triwulan II 2009, total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp33,94 miliar (3,12%) menjadi sebesar Rp1,12 triliun dibanding triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp1,09 miliar. Secara tahunan total asset BPR mengalami peningkatan sebesar Rp439,53 miliar (64,58%) dibanding posisi yang sama pada tahun 2008.
Grafik 3.10. Perkembangan Asset BPR
Sumber : Bank Indonesia Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
46
3.2.5. DPK Bank Perkreditan Rakyat Sebagaimana indikator BPR yang lain, total dana yang berhasil dihimpun oleh BPR pada triwulan laporan meningkat dengan triwulan sebelumnya. Jika pada triwulan I 2009 total dana yang dihimpun BPR tercatat sebesar Rp801,20 miliar, maka pada triwulan II 2009 DPK BPR meningkat menjadi Rp816,64 miliar atau naik sebesar Rp15,44 miliar (1,93%). Secara tahunan dana yang berhasil dihimpun oleh BPR mengalami peningkatan sebesar Rp311,76 miliar (61,75%). Sebagaimana karakteristik BPR, sebagian besar dana masyarakat yang dihimpun oleh BPR disimpan dalam bentuk deposito. Sedangkan simpanan dalam bentuk tabungan biasanya digunakan oleh nasabah untuk proses pencairan kredit. Dana simpanan dalam bentuk deposito yang dihimpun oleh BPR di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar Rp713,65 miliar atau 87,39% dari seluruh total DPK BPR. Sedangkan 10,61% disimpan dalam bentuk tabungan sebesar Rp102,99 miliar. Grafik 3.11. Perkembangan DPK BPR
Diagram 3.4. Share DPK BPR
Sumber : Bank Indonesia
Simpanan dalam bentuk deposito pada triwulan II 2009 mengalami penurunan sebesar Rp5,42 miliar (0,75%) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito di BPR mengalami peningkatan sebesar Rp253,58 miliar (55,12%). Secara triwulanan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan sebesar Rp20,86 miliar (25,40%) dibandingkan triwulan I 2009. Sedangkan secara tahunan simpanan dalam bentuk tabungan mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp58,18 miliar (129,85%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008. Peningkatan jumlah tabungan ini searah dengan peningkatan kredit karena rekening tabungan digunakan untuk menampung pencairan kredit yang dilakukan oleh BPR kepada nasabahnya.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
47
3.6. Kredit Bank Perkreditan Rakyat Searah dengan penyaluran kredit bank umum yang mengalami peningkatan, penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR kepada masyarakat pada triwulan II 2009 juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2009. Jumlah kredit yang disalurkan oleh 26 BPR yang beroperasi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp642,73 miliar atau meningkat Rp49,59 miliar (8,36%) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp593,14 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp181,39 miliar (39,32%) dibandingkan triwulan II 2008 yang tercatat sebesar Rp461,34 miliar. Grafik 3.12.. Perkembangan DPK BPR
Diagram 3.5. Share Kredit BPR
Sumber : Bank Indonesia
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR di wilayah kerja KBI Batam sebagian besar digunakan untuk keperluan konsumsi. Kredit untuk konsumsi yang disalurkan BPR di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp437,58 miliar atau 68,08% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sementara kredit untuk modal kerja yang diberikan BPR di Provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp143,82 miliar atau 22,38% dari seluruh total kredit yang diberikan oleh BPR. Sedangkan porsi kredit investasi adalah sebesar Rp61,32 miliar (9,54%). Kredit konsumsi BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp33,71 miliar (8,35%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp403,87 miliar. Sementara itu secara tahunan kredit konsumsi BPR mengalami peningkatan sebesar Rp124,50 miliar (39,76%) dibandingkan posisi yang sama tahun 2008. Kredit modal kerja yang disalurkan BPR di Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp9,34 miliar (6,95%) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp108,04 miliar. Sedangkan secara tahunan kredit modal
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
48
kerja BPR mengalami peningkatan sebesar Rp35,78 miliar (33,12%) dibandingkan posisi triwulan II 2008. Sementara itu kredit investasi yang disalurkan oleh BPR kepada masyarakat Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan triwulan II 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp6,53 miliar (11,93%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp54,78 miliar. Secara tahunan kredit investasi BPR di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan sebesar Rp21,11 miliar (52,50%) terhadap posisi yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp40,21 miliar. Besarnya kredit BPR untuk keperluan konsumsi mencerminkan intermediasi yang dilakukan BPR terhadap dunia usaha masih belum optimal. Sebagian besar BPR di Provinsi Kepulauan Riau menyalurkan kredit untuk keperluan pembelian mobil dan beberapa untuk pembelian rumah atau ruko. Sedangkan porsi yang untuk kredit produktif terutama pemberdayaan UMKM masih kurang optimal. Hal ini perlu digalakkan mengingat sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan keberadaan BPR adalah sebagai lembaga pembiayaan sektor-sektor produktif untuk UMKM dan Koperasi. Grafik 3.13. Perkembangan Kredit dan NPLs BPR
Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, NPLs kredit yang diberikan oleh BPR sampai dengan triwulan II 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPLs kredit BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 1,48% lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 2,10%. Peningkatan kredit yang cukup tinggi ikut mempengaruhi penurunan NPLs BPR di Provinsi Kepulauan Riau karena kredit baru cenderung lebih lancar daripada kredit lama.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
49
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
4.1
TARGET APBD TAHUN BERJALAN APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan sarana yang strategis
dan mutlak untuk menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan guna menyediakan pelayanan publik, meningkatkan kesejahteraan serta melindungi hak-hak masyarakat. Terkait dengan itu, pemerintah daerah cukup menyadari bahwa krisis keuangan global akan berdampak pada kondisi perekonomian regional Kepulauan Riau. Karenanya kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas pembangunan di tahun 2009 diupayakan dapat menjadi instrumen pendorong yang memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan disahkannya APBD Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai daerah pemekaran terbaru maka total APBD T.A. 2009 untuk seluruh kabupaten/kota di provinsi Kepulauan Riau mencapai Rp 6,97 triliun, atau meningkat sekitar 35% dari APBD tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp 5,15 triliun. Sekitar 76% dari anggaran pengeluaran tersebut diperkirakan bersumber dari sisi penerimaan yang ditargetkan sebesar Rp 5,34 triliun, naik mencapai 27,7% dibanding tahun 2008. Tabel 4.1. Perkembangan Total APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2007 s.d. 2009 2007 PENDAPATAN BAGIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG - Belanja subsidi - Belanja hibah - Belanja bantuan sosial BELANJA LANGSUNG - Belanja pegawai - Belanja barang dan jasa - Belanja modal SURPLUS/(DEFISIT)
4,815,445 598,897 3,969,281 247,267 6,220,533 1,687,938 35,044 87,153 240,368 4,532,595 616,802 1,477,486 2,438,307 (1,405,088)
2008 4,178,569 952,217 2,903,001 323,351 5,155,325 1,959,360 79,218 61,420 194,997 3,195,965 400,679 1,330,753 1,464,533 (976,756)
%∆ 2007-2008 -13.2% 59.0% -26.9% 30.8% -17.1% 16.1% 126.1% -29.5% -18.9% -29.5% -35.0% -9.9% -39.9% -30.5%
2009* 5,336,421 1,050,396 4,089,414 196,611 6,973,402 2,574,573 123,996 157,308 240,188 4,398,829 607,547 1,617,929 2,173,353 (1,635,981)
%∆ 2008-2009 27.7% 10.3% 40.9% -39.2% 35.3% 31.4% 56.5% 156.1% 23.2% 37.6% 51.6% 21.6% 48.4% 67.5%
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah *) termasuk Kabupaten Kepulauan Anambas
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
50
Kenaikan target penerimaan antara lain dipengaruhi oleh penyesuaian harga komoditas internasional, sehingga dana perimbangan yang diterima atas pemanfaatan sumber daya alam yang ada di daerah relatif meningkat. Pos Dana Perimbangan ditargetkan sebesar Rp 4,09 triliun atau meningkat 40,9%, dari Rp 2,9 triliun di tahun 2008. Alokasi APBN tersebut diberikan dalam bentuk Dana Sektoral sekitar Rp 1,35 triliun, Dana Dekonsentrasi Rp 234,8 miliar, Dana Tugas Pembantuan sekitar Rp82,5 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,56 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sekitar Rp 224,2 miliar. Meningkatnya APBD 2009 ini diharapkan mampu menjadi penopang pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau di tengah kontraksi perekonomian yang terjadi dalam 2 kuartal terakhir. Pemerintahan provinsi memperoleh dana DAU terbesar yakni mencapai Rp 403,13 milyar atau 25,9% dari total alokasi DAU oleh pemerintah pusat. Sedangkan kota Batam mendapatkan DAU sebesar Rp 279,66 M. Selanjutnya kota Tanjungpinang memperoleh Rp 229,3 miliar, kabupaten Karimun Rp 183,9 M, kabupaten Lingga Rp 178,5 M, kabupaten Bintan Rp 161,2 miliar, kabupaten Natuna sebesar Rp 90,3 milyar, dan kabupaten Kepulauan Anambas mendapat Rp 33 miliar. Tabel 4.2. Perkembangan APBD Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau T.A. 2009 Provinsi Kep. Riau
JENIS ANGGARAN
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Karimun Bintan Natuna
Kota Batam
Kota Tj. Pinang
Kabupaten Lingga
Kab. Kep. Total Kep.Riau Anambas
Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah Retribusi daerah Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak/bukan pajak Dana alokasi umum Dana alokasi khusus Lain-lain Lain-lain pendapatan daerah yang sah TOTAL PENDAPATAN
424,686 407,182 3,550 680 13,274 905,314 481,250 403,132 20,932 0 0 1,330,000
223,613 191,458 12,235 1,720 18,200 322,485 105,294 183,940 33,251 0 10,225 556,323
132,761 115,970 2,075 7,000 7,716 345,328 163,088 161,220 21,020 0 22,202 500,291
13,793 3,607 241 3,600 6,345 715,196 585,937 90,285 38,974 0 10,380 739,369
184,208 136,932 39,141 1,355 6,780 758,330 362,576 279,663 34,651 81,440 64,068 1,006,606
41,955 12,986 12,442 3,190 13,337 504,506 239,982 229,303 35,221 0 33,095 579,556
29,380 2,000 1,880 0 25,500 285,177 70,652 178,517 36,008 0 40,000 354,557
0 0 0 0 0 253,078 215,966 33,015 4,097 0 16,641 269,719
1,050,396 870,135 71,564 17,545 91,152 4,089,414 2,224,745 1,559,075 224,154 81,440 196,611 5,336,421
Belanja tidak langsung Belanja pegawai Belanja subsidi Belanja hibah Belanja bantuan sosial Belanja bagi hasil kpd Prop/Kab/Kota/Desa Belanja bantuan keu. kpd Prop/Kab/Kota/Desa Belanja tidak terduga Belanja langsung Belanja pegawai Belanja barang dan jasa Belanja modal TOTAL BELANJA
460,302 174,549 0 44,948 66,505 168,800 5,000 500 1,175,698 198,747 340,085 636,866 1,636,000
352,957 273,717 0 20,930 22,600 0 34,710 1,000 544,423 86,001 180,117 278,305 897,380
265,642 201,670 0 14,940 17,369 0 29,663 2,000 428,229 50,279 132,607 245,343 693,871
402,075 213,180 88,344 27,345 36,648 0 34,558 2,000 597,294 60,861 265,377 271,056 999,369
473,815 388,193 32,318 18,930 25,030 4,344 0 5,000 730,927 98,878 276,259 355,790 1,204,742
323,684 269,324 0 16,300 33,060 1,000 2,500 1,500 315,890 46,876 177,170 91,844 639,574
184,662 134,181 2,334 13,915 21,176 9,056 0 4,000 446,904 48,527 147,507 250,870 631,566
111,436 88,696 1,000 0 17,800 0 1,940 2,000 159,464 17,378 98,807 43,279 270,900
2,574,573 1,743,510 123,996 157,308 240,188 183,200 108,371 18,000 4,398,829 607,547 1,617,929 2,173,353 6,973,402
SURPLUS/(DEFISIT) - Penerimaan Pembiayaan Daerah - Pengeluaran Pembiayaan Daerah
(306,000) 310,000 4,000
(341,057) 341,207 150
(193,580) 196,580 3,000
(260,000) 260,000 0
(198,136) 200,136 2,000
(60,018) 60,018 0
(277,009) 262,353 3,675
(1,181) 1,181 0
(1,636,981) 1,631,475 12,825
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
51
Selain DAU, pemerintah pusat juga telah menyiapkan anggaran untuk RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin). Dengan dana ini, sekitar 10 ribu kepala keluarga rumah tangga sangat miskin (RTSM) di Kepulauan Riau akan mendapatkan alokasi dari APBN senilai Rp 20 miliar untuk jangka waktu enam tahun ke depan. Selama program tersebut berlangsung, setiap warga yakni ibu dan anak mendapat Rp 800 ribu sampai Rp 2,2 juta per tahun yang diserahkan tiap tahun dalam bentuk tunai dan fasilitas sarana kesehatan. Terkait dengan upaya antisipasi dampak krisis global di Kepulauan Riau, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan stimulus fiskal untuk pembangunan infrastruktur senilai Rp 60 miliar. Untuk stimulus infrastruktur ini, provinsi Kepulauan Riau mendapatkan alokasi dana di atas provinsi lain. Stimulus fiskal itu diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat yang terkena krisis ekonomi. Stimulus itu dianggarkan untuk pembangunan Pelabuhan Malarko di Karimun senilai Rp 20 miliar, pembangunan fasilitas Pelabuhan Dompak dianggarkan Rp 15 miliar, dukungan ekspansi sektor riil Departemen Perdagangan di Kabupaten Kepulauan Anambas senilai Rp 10 miliar dan di Karimun Rp 15 miliar. Program tersebut sudah disahkan Panitia Anggaran DPR-RI dan segera dilaksanakan akhir Maret ini.
4.2.
TINGKAT PENYERAPAN APBD HISTORIS Secara keseluruhan kemampuan penyerapan anggaran oleh pemerintah kabupaten
dan kota belum optimal. Tingkat penyerapan anggaran dalam 3 tahun terakhir diperkirakan semakin menurun. Penyerapan anggaran belanja di tahun 2006 sempat melampaui target pengeluaran dengan tingkat realisasi sekitar 102,7%, didorong tingginya penyerapan di kabupaten Bintan, Karimun, dan kota Tanjungpinang. Namun di tahun 2007 turun menjadi 87,8%, dan di tahun 2008 diperkirakan hanya terserap sebesar 86,3%.
Grafik 4.1. Tingkat Penyerapan APBD Total Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : DJPK, diolah
Grafik 4.2. Tingkat Penyerapan APBD Masing-Masing Kab./Kota di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : DJPK, diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
52
Adapun daerah yang memiliki tingkat penyerapan anggaran belanja tertinggi adalah kabupaten Bintan, dimana realisasi belanja di tahun 2008 diperkirakan sebesar Rp 663 milyar, yang berarti mencapai 127,9% dari target 2008 sebesar Rp 518,3 milyar. Pengelolaan keuangan yang cukup optimal juga ditunjukkan oleh kabupaten Karimun. Realisasi anggaran selama kurun waktu tahun 2005-2007 melampaui target APBD yang ditetapkan. Bahkan pada tahun 2007, tingkat penyerapan anggaran tercatat sebesar 162,7%. Namun di tahun 2008, tingkat penyerapan anggaran menurun drastis menjadi 80,2%. Adapun tingkat penyerapan anggaran terendah terjadi pada kabupaten Natuna, dimana pada tahun 2007 hanya terealisasi sebesar 73,5%, dan di tahun 2008 diperkirakan sedikit meningkat menjadi 75% dari ta rget APBD TA.2008 yang disetujui sebesar Rp 1,04 triliun. Antisipasi pemerintah dalam merespon lesunya aktivitas ekonomi akibat krisis global antara lain terlihat dari kenaikan pos Belanja Modal mencapai Rp 709 milyar atau 48,4% dibanding tahun sebelumnya, serta belanja Barang dan Jasa yang meningkat 21,6 %. Hal ini diharapkan dapat mendorong kontribusinya terhadap pembentukan PDRB di sisi Konsumsi dan Investasi yang mengalami penurunan signifikan di tahun 2008. Di samping itu, keberpihakan pemerintah pada masyarakat kecil (ekonomi lemah) ditunjukkan dengan meningkatnya pos belanja Subsidi, Hibah, dan Bantuan Sosial yang masing-masing sekitar Rp 45 milyar (56,5%), Rp 96 milyar (156,1%), dan Rp 45 milyar (23,2%). Terkait dengan itu, kontribusinya terhadap total APBD juga relatif meningkat di tahun 2009.
Grafik 4.3. Rasio Konsumsi dan Investasi Pemerintah terhadap PDRB Kepulauan Riau
Sumber : DJPK dan BPS Kepulauan Riau, diolah
Gambar 4.1. Rasio Belanja Sosial, Hibah dan Subsidi terhadap Total APBD Kepulauan Riau
Sumber : DJPK, diolah
Dengan demikian, partisipasi aktif pemerintah daerah Kepulauan Riau menjadi semakin penting dalam menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi wilayahnya sejalan dengan target pertumbuhan Nasional tahun 2009. Percepatan realisasi belanja secara proporsional diyakini mampu memberi stimulus positif bagi penciptaaan lapangan kerja guna
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
53
meminimalisir dampak krisis yang semakin intens dirasakan pada triwulan II-2009 ini, yang diperkirakan masih akan berlangsung di triwulan mendatang.
4.3
APBD PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU Secara ringkas beberapa kebijakan prioritas pembangunan Provinsi Kepulauan Riau
tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Kualitas di Bidang Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan; 2. Mendorong peningkatan perekonomian daerah dan penurunan jumlah penduduk miskin. 3. Peningkatan infrastruktur dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah dan melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana perkantoran Pemerintah Provinsi; 4. Peningkatan kemampuan keuangan daerah. 5. Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good and Clean Government); 6. Meningkatkan keamanan dan ketertiban dalam rangka menghadapi Pemilu 2009. 7. Peningkatan kehidupan beragama, memajukan budaya, kesenian dan peningkatan peranan perempuan Untuk melaksanakan berbagai kebijakan tersebut telah disusun sejumlah program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2009 mendatang. Untuk membiayai program dan kegiatan tersebut maka APBD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp 1,64 triliun, yang berasal dari Pendapatan Daerah sebesar Rp 1,33 triliun serta dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) sebesar Rp 310 milyar, terdiri dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) tahun 2008 sebesar Rp 190 milyar dan kelebihan pendapatan tahun 2008 sebesar Rp 37 milyar. APBD tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 18,12% jika dibandingkan dengan APBD Tahun 2008. Kenaikan tersebut dikarenakan terjadinya kenaikan pada target Pendapatan Daerah sebesar 10,35% dibandingkan tahun 2008, dan besarnya estimasi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang dianggarkan pada RAPBD tahun 2009 yaitu sebesar 13,68% dari APBD 2008. Target penerimaan Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2009 direncanakan berasal dari Pajak Daerah sebesar Rp 407,18 milyar, Retribusi Daerah Rp 3,55
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
54
milyar, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (PT. Pembangunan Kepri) sebesar Rp 680 juta dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp 13,27 milyar, serta porsi Dana Perimbangan sebesar Rp 905,31 milyar. Sampai saat ini penerimaan Pajak Daerah masih bertumpu pada sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) yang memberikan kontribusi sebesar 99,6% dari total target Pajak Daerah. Peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dimungkinkan karena adanya kenaikan jumlah kendaraan bermotor, kebijakan pemutihan dan penyuluhan kepada wajib pajak. Sedangkan kenaikan komponen Retribusi Daerah diatas 100% diperkirakan sejalan dengan mulai diterapkannya Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.
4.3.3. Realisasi Penerimaan Penerimaan pemerintah sampai dengan bulan Mei 2009 diperkirakan sebesar Rp 385 milyar atau 28,98% dari target penerimaan sebesar Rp 1,33 triliun. Sumbangan penerimaan terbesar berasal dari pencairan Dana Alokasi Umum (DAU) senilai Rp 201,57 milyar yang teralisasi secara proporsional. Selain itu penerimaan dari Pajak Daerah sebesar Rp 149,42 milyar juga memberi kontribusi signifikan terhadap penerimaan tahun berjalan. Realisasi penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sampai dengan bulan Mei diperkirakan sebesar Rp 162 milyar atau 36,3% dari target PAD tahun 2009. Rendahnya tingkat realisasi diduga karena tidak disetujuinya beberapa rancangan Peraturan Daerah (ranperda) terkait dengan optimalisasi sumber-sumber penerimaan di daerah. Kondisi tersebut jug tercermin dari rendahnya penerimaan yang berasal dari Retribusi Daerah, dimana sampai bulan Mei hanya terealisasi sebersar Rp 944,38 milyar, atau 26,6%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
55
Tabel 4.3. Perkembangan Realisasi Penerimaan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau Jan ‐ Mei 2009
TARGET TA. 2009
JENIS PENERIMAAN
Jan‐09 (Rp)
(Rp)
Feb‐09 (Rp)
Mar‐09 (Rp)
Apr‐09 (Rp)
Mei‐2009 (Rp)
Total (Rp)
Pencapaian (%)
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah ‐ Retribusi Jasa Umum ‐ Retribusi Jasa Usaha Lain‐lain Pendapatan Asli Daerah TOTAL PAD
407,182,211,139 3,550,000,000 2,130,000,000 1,420,000,000 13,274,294,104 424,006,505,243
30,361,614,060 144,621,700 94,336,700 50,285,000 7,777,874,987 38,284,110,747
28,968,679,631 199,933,875 134,928,875 65,005,000 972,512,467 30,141,125,973
27,148,292,076 399,223,372 285,261,312 113,962,060 993,830,508 28,541,345,956
36,057,881,532 119,675,950 7,992,500 111,683,450 1,146,425,345 37,323,982,827
26,885,825,006 149,422,292,305 80,925,000 944,379,897 3,980,000 526,499,387 76,945,000 417,880,510 1,190,106,498 12,080,749,805 28,156,856,504 162,447,422,007
36.70% 26.60% 24.72% 29.43% 91.01% 38.31%
2. DANA PERIMBANGAN Bagi Hasil Pajak / Bukan Pajak ‐ Bagi Hasil Pajak ‐ Bagi Hasil Bukan Pajak ‐ Pajak Penghasilan Orang Pribadi Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus TOTAL DANA PERIMBANGAN
185,871,207,341 99,000,000,000 16,607,427,341 70,263,780,000 295,378,807,416 403,132,480,000 20,931,000,000 905,313,494,757
1,986,166,658 1,330,511,539 655,655,119 0 0 67,188,748,000 0 69,174,914,658
864,063,464 206,374,364 657,689,100 0 0 33,594,374,000 0 34,458,437,464
1,379,207,194 224,035,662 1,155,171,532 0 1,383,218,447 33,594,374,000 0 36,356,799,641
1,525,060,718 267,053,105 1,258,007,613 0 12,732,369,800 33,594,374,000 0 47,851,804,518
1,408,969,097 7,163,467,131 287,136,482 2,315,111,152 1,121,832,615 4,848,355,979 0 0 0 14,115,588,247 33,594,374,000 201,566,244,000 0 0 35,003,343,097 222,845,299,378
3.85% 2.34% 29.19% 0.00% 4.78% 50.00% 0.00% 24.62%
1,329,320,000,000 107,459,025,405
64,599,563,437
64,898,145,597
85,175,787,345
63,160,199,601 385,292,721,385
28.98%
TOTAL PENERIMAAN DAERAH
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah
4.3.3. Realisasi Belanja Adapun penyerapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi sampai dengan bulan Juni 2009 lebih tinggi baik dibandingkan sisi penerimaan. Anggaran belanja yang terserap diperkirakan sebesar Rp 637,61 milyar atau 38,97% dari target APBD sebesar Rp 1,64 triliun. Namun demikian, penyerapan anggaran selama periode triwulan II 2009 ini relative lebih baik dibanding triwulan I yang baru terserap sekitar 14% dari target yang ditetapkan. Tabel 4.4. Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau JENIS PENGELUARAN
TARGET TA. 2008 (Rp)
1. BELANJA TIDAK LANGSUNG ‐ Belanja Pegawai 174,549,153,245 ‐ Belanja Subsidi ‐ ‐ Belanja Hibah 44,947,814,000 ‐ Belanja Bantuan Sosial 66,505,000,000 ‐ Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Ka 168,800,000,000 ‐ Belanja Bantuan Keuangan kpd Pr 5,000,000,000 ‐ Belanja Tidak Terduga 500,000,000 TOTAL BELANJA TIDAK LANGSUN 460,301,967,245 2. BELANJA LANGSUNG ‐ Belanja Pegawai ‐ Belanja Barang dan Jasa ‐ Belanja Modal TOTAL BELANJA LANGSUNG TOTAL PENGELUARAN
198,746,557,593 340,085,093,262 636,866,381,900 1,175,698,032,755
Tw.II 2009 Jan‐09 (Rp) 5,014,542,353 0 0 0 0 0 0 5,014,542,353
13,274,525,140 40,350,991,566 14,340,968,375 67,966,485,081
Feb‐09 (Rp) 10,992,056,366 0 1,800,000,000 4,640,800,000 8,243,421,369 0 0 25,676,277,735
Mar‐09 (Rp)
Apr‐09 (Rp)
10,037,640,437 14,528,624,733 0 0 5,222,978,400 7,763,000,000 7,541,333,000 8,613,250,000 0 0 2,500,000,000 0 0 0 25,301,951,837 30,904,874,733
18,383,101,826 23,713,054,393 6,977,306,405 61,702,018,296 86,088,762,523 26,032,409,704 19,805,400,579 25,393,135,871 102,527,467,777 99,890,520,701 135,194,952,787 135,537,183,886
1,636,000,000,000 119,132,197,712 170,737,583,636 228,913,816,589 166,442,058,619
Mei‐2009 (Rp)
Jun‐09 (Rp)
Total (Rp)
9,466,822,862 0 4,106,500,000 5,723,280,000 0 0 0 19,296,602,862
20,542,773,657 0 2,129,000,000 2,745,850,000 2,410,208,900 0 0 27,827,832,557
102,169,162,054 871,704,000 30,311,005,000 35,986,094,000 2,410,208,900 0 0 171,748,173,954 0 0 92,962,391,465 164,334,780,134 208,570,028,679 465,867,200,278
58.53% ‐ 67.44% 54.11% 1.43% 0.00% 0.00% 37.31%
85,150,785,300 157,108,713,724 637,615,374,232
38.97%
7,092,399,216 55,179,631,451 29,094,326,842 23,119,281,065 29,667,456,380 50,981,968,651 65,854,182,438 129,280,881,167
Pencapaian (%)
46.77% 48.32% 32.75% 39.62%
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
56
Perhatian pemerintah provinsi terhadap dampak krisis global semakin tercermin dari tingginya penyerapan anggaran pada pos belanja Subsidi, Hibah dan Bantuan Sosial. Pemerintah provinsi telah mengeluarkan dana sebesar Rp 871,7 juta untuk Belanja subsidi yang sebelumnya tidak ditargetkan. Untuk belanja Hibah, anggaran yang telah teralisasi mencapai Rp 30,31 milyar atau 67,4%. Sementara untuk belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 35,98 milyar, yang berarti 54,1% dari target yang ditetapkan. Adapun realisasi belanja konsumsi pemerintah tergolong cukup optimal. Total belanja Barang dan Jasa sampai dengan bulan Juni 2009 diperkirkan sebesar Rp 164,33 milyar atau 48,3%. Di lain pihak, pengeluaran investasi pemerintah belum proporsional dengan tingkat realisasi sebesar 32,8%. Secara keseluruhan, pos belanja tidak langsung menyerap 37,3%, sedangkan pos belanja tidak langsung baru terealisasi sekitar 39,6% dari target masingmasing yang ditetapkan untuk tahun 2009. Belum optimalnya tingkat realisasi disebabkan beberapa proyek yang belum terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
4.4. BERITA PERKEMBANGAN APBD PEMERINTAHAN KOTA/KABUPATEN LAINNYA Penerimaan APBD kota Batam tahun 2009 diperkirakan minus sekitar Rp 18 miliar setelah beberapa Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait pemasukan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum mendapat persetujuan dari Legislatif. Ranperda tersebut antara lain rancangan penerimaan dari retribusi Reklame, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Menara Tower Terpadu (MTT), dan sumber lainnya. Tertundanya pengesahan disebabkan beberapa faktor teknis seperti belum selesainya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), fatwa planologi, dan tarif retribusi bangunan yang belum disepakati. Dari target penerimaan di pos APBD, sektor MTT seharusnya dapat memberi pemasukan sekitar Rp 5 miliar, target dari izin IMB sekitar Rp 7 miliar, izin retribusi dari Dinas KP2 sekitar Rp 4,7 miliar, izin pengelolaan limbah Rp700 juta, dan izin reklame rencananya menuyumbang pemasukan sekitar Rp 1,7 miliar. Terkait pembangunan infrastruktur jalan di Kota Batam, Pemerintah Kota (Pemko) Batam merespons keluhan berbagai pihak dengan secara langsung melakukan pembenahan dan pembangunan di lokasi-lokasi yang memang sudah dialokasikan dalam perencanaan pembangunan tahun 2009. Untuk mengatasi kerusakan jalan seluruh Batam, Pemko menganggarkan dana sebesar Rp 108 miliar yang terdiri dari pengendalian banjir dan pembangunan drainase di delapan lokasi dengan anggaran sebesar Rp14,711 miliar. Delapan lokasi tersebut adalah bangunan pelintas di Jalan Soeprapto, Perumahan Villa Mukakuning, Saluran sekunder Sagulung Sentosa, bangunan pelintas dan saluran kawasan Muka Kuning Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
57
(MKGR), bangunan pelintas belakang Pandawa, Saluran Sekunder kavling Sagulung Berseri, Drainase Bengkong Asrama PLTD, RW 10, Drainase perum Putri, Batuaji, serta bangunan pelintas depan DC Mall Jodoh. Bila melihat dari tingkat penyerapan anggaran historis, kota Batam yang diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan provinsi Kepulauan Riau tidak pernah mencapai tingkat realisasi optimal sejak tahun 2002. Penyerapan anggaran belanja rata-rata hanya sebesar 85,2%. Di tahun 2008, dari target APBD yang telah disahkan sebesar Rp 858 milyar diperkirakan hanya terserap sekitar 86,7%.
Grafik 4.4. Tingkat Penyerapan Anggaran Belanja & Kontribusi thp PDRB Kepulauan Riau
Sumber : DJPK dan BPS Kepulauan Riau (diolah)
Sementara itu untuk Kabupaten Bintan, APBD Tahun Anggaran 2009 yang disahkan mencapai Rp 693,87 milyar. Namun berdasarkan kemampuan pendapatannya diperkirakan hanya terkumpul sekitar Rp 500,29 miliar. Karena itu APBD Bintan 2009 mengalami defisit sampai Rp 193 miliar. Untuk menutup defisit tersebut digunakan dana Silpa pada APBD 2008 lalu yang jumlahnya mencapai Rp 195,58 miliar. Besarnya dana Silpa historis dimana pada tahun 2007 juga tersisa sebesar Rp 187 miliar dan di tahun 2006 mencapai lebih dari Rp 100 miliar menunjukkan rendahnya daya serap pembangunan kabupaten yang berpenduduk sekitar 130 ribu jiwa ini. Prioritas pembangunan daerah pada tahun anggaran 2009 ini akan diarahkan kepada percepatan pembangunan ekonomi dan infrastruktur serta peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan masyarakat, serta bidang kesehatan guna menanggulangi kemiskinan pada hampir 75% masyarakatnya yang berada di daerah pedesaan. Selain peningkatan pembangunan ekonomi masyarakat, pengalokasian anggaran dalam APBD 2009 juga diprioritaskan untuk percepatan pembangunan ibukota, pembangunan fisik kantor Bupati dan DPRD Bintan (pola multi years) serta sejumlah perkantoran dinas dan badan. Pemantapan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
58
kinerja pemerintahan daerah guna peningkatan pelayan publik, perbaikan perilaku masyarakat dan penguatan budaya daerah juga menjadi skala prioritas yang menjadi perhatian. Penanganan kemiskinan yang akan dijalankan dengan pola pemberdayaan ekonomi masyarakat mengacu pada banyaknya kantung-kantung kemiskinan di wilayah Bintan, antara lain berada di Teluk Bintan, Mantang dan Kecamatan Bintan Pesisir. Sedangkan bagi Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai wilayah pemekaran baru, Total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perdana yang disahkan mencapai Rp 270,9 miliar. APBD tersebut terdiri atas anggaran belanja langsung sebesar Rp 111,3 miliar atau 41,14% dari total APBD, sedangkan untuk belanja langsung dialokasikan sekitar Rp 159 Miliar (58,86%). Porsi belanja langsung atau belanja proyek yang relatif lebih besar disesuaikan dengan tujuan awal pembangunan Anambas untuk mengutamakan pembangunan infrastruktur. Lebih rinci, alokasi terbesar diberikan untuk wilayah Siantan yang mencapai 23,4% dari anggaran. Alokasi ini khususnya untuk membangun Siantan sebagai Ibukota Anambas sesuai dengan amanat Undang-undang. Sedangkan untuk Jemaja, alokasi dana pembangunan infrastuktur akan diberikan sebesar 15,8%. Sementara untuk Kecamatan Siantan Tengah, Pemerintah Kabupaten akan mengalokasikan dana sebesar 12,4%, dan Kecamatan Siantan Selatan dialokasikan sekitar 10,8%, serta terakhir pembangunan kecamatan Siantan Timur dikucurkan dana sebesar 10,9% dari total anggaran belanja langsung. Untuk sektor yang pembangunan yang akan didahulukan
mengacu kepada
kebijakan provinsi dimana sektor pendidikan menjadi prioritas. Setelah sektor pendidikan, prioritas lainnya adalah sektor kesehatan serta sektor infrastruktur dan bangunan. Secara keseluruhan, penyerapan APBD di wilayah Kepualauan Riau diperkirakan mengalami deviasi dari target proporsional yang seharusnya. Kondisi ini salah satunya disebabkan karena tertundanya pengesahan APBD yang sangat lazim terjadi, akibat prosesnya sendiri yang seringkali berjalan tidak sesuai dengan kalender anggaran yang telah ditetapkan. Beberapa tahap yang seharusnya dilakukan secara beruntun, seperti misalnya penyusunan kebijakan umum anggaran dan instruksi anggaran bagi dinas, pada kenyataannya dilakukan secara bersamaan. Kadang rancangan anggaran sudah dalam tahap review sementara kebijakan umum anggaran belum lagi disahkan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
59
Meskipun menurut peraturan, anggaran harus sudah disahkan pada akhir Desember untuk tahun anggaran yang dimulai bulan Januari, namun pihak Eksekutif baru mengajukan rancangan anggaran kepada pihak Legislatif (DPRD) pada bulan Pebruari. Sementara itu DPRD membutuhkan paling tidak dua bulan untuk review rancangan anggaran tersebut guna memastikan anggaran telah mencerminkan kebutuhan dan prioritas masyarakat. Konsekuensinya, pemerintah daerah tidak dapat mendanai proyek-proyek dengan tepat waktu. Kualitas beberapa proyek menjadi jauh berkurang jika keterlambatan pengesahan anggaran menyebabkan tidak tersedianya waktu yang memadai untuk merencanakan
dan
melakukan
proyek
bersangkutan.
Untuk
mempercepat
proses
pengesahan anggaran, baik pihak legislatif maupun eksekutif harus melakukan pendekatan yang tegas dalam menerapkan langkah-langkah yang diperlukan bagi penyelesaian proses APBD secara efisien dan tepat waktu.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
60
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
5.1.
PENGEDARAN UANG KARTAL Perkembangan aliran uang yang masuk (inflow) dan keluar (outflow) Kantor
Bank Indonesia Batam pada triwulan II 2009 ditandai dengan angka outflow yang mengalami peningkatan namun angka inflow menunjukkan trend penurunan. Pada triwulan II 2009 terjadi outflow sebesar Rp759,19 miliar atau naik sebesar Rp176,65 miliar (30,30%) dibandingkan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp Rp582,64 miliar. Grafik 5.1. Perkembangan Inflow Outflow
Sementara itu inflow ke Kantor Bank Indonesia Batam tercatat sebesar Rp61,73 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp103,68% (62,68%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp165,41 miliar. Sehingga melanjutkan trend sebelumnya dimana Kantor Bank Indonesia Batam selalu mengalami outflow, pada triwulan laporan net outflow tercatat sebesar Rp697,46 miliar. Hal ini merupakan sesuai dengan pola outflow di KBI Batam yang selalu mengalami penurunan di triwulan awal tahun dan kemudian mulai menunjukkan peningkatan di triwulan-triwulan berikutnya. Penarikan tertinggi biasanya terjadi di triwulan akhir tahun yang biasanya bertepatan dengan tahun baru dan perayaan hari raya keagamaan (Natal dan Imlek). Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
61
Tabel 5.1 Perkembangan Uang Kartal (dalam milyar rupiah) KETERANGAN
2007 Tw. III
Inflow
2008 Tw. IV
Tw. I
Tw. II
2009 Tw. III
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
47,68
214,06
59,97
60,95
64,57
278,55
165,41
61,73
Outflow
851,82
1.208,18
405,16
791,49
1.527,09
1.496,47
582,64
759,19
Net
804,14
994,12
345,19
730,54
1.462,53
1.217,92
417,23
697,46
Sumber: Bank Indonesia
5.1.1. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Peracikan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan uang bersih (clean money policy) yaitu Bank Indonesia senantiasa menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang layak kepada masyarakat. Di samping itu, Bank Indonesia juga memberikan pelayanan kepada perbankan dan masyarakat untuk kegiatan setoran, penarikan dan penukaran untuk pecahan besar ke pecahan kecil serta untuk uang rupiah lusuh. Selama triwulan II 2009, jumlah UTLE yang diracik di KBI Batam Rp34,08 milyar atau mengalami penurunan sebesar Rp4,45 miliar (11,55%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp38,53 miliar. Penurunan jumlah UTLE yang diracik oleh KBI Batam berbanding lurus dengan penurunan inflow yang berasal dari setoran bank-bank yang berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Grafik 5.2. Perkembangan UTLE
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
62
5.2. LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL 5.2.1. Kliring Lokal Untuk wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam, terdapat 3 (tiga) wilayah kliring lokal, yaitu: di Kantor Bank Indonesia Batam untuk wilayah Kota Batam, PT. Bank Mandiri untuk wilayah Tanjung Pinang, dan PT. BNI untuk wilayah Tanjung Balai Karimun. Nilai transaksi melalui sistem kliring lokal di wilayah Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2009 mencapai Rp2,55 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 105.943 lembar. Nilai total kliring tersebut menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,59 triliun dengan jumlah warkat sebanyak 101.670 lembar. Grafik 5.3. Perputaran Kliring
Grafik 5.4. Penolakan Cek/BG Kosong
Sementara itu, penolakan Cek/BG kosong di wilayah kerja KBI Batam pada triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp56,45 milyar dengan jumlah warkat sebanyak 2.036 lembar. Jumlah ini relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp56,98 miliar dengan jumlah warkat 1.812 lembar.
Tabel 5.2 – Perkembangan Kliring Lokal Keterangan
2008 Tw.1
Tw.2
Lembar
104.027
108.574
Nominal (Rp Miliar)
2.456
2.719
2009 Tw.3
Tw.4
Tw.1
Tw.2
111.429
102.838
101.670
105.943
2.964
2.742
2.597
2.549
Perputaran Kliring
Penolakan Cek/BG Kosong Lembar
1.873
1.770
1.986
2.160
1.812
2.036
Nominal (Rp Miliar)
47,16
71,27
49,34
56,80
56.98
56,45
Sumber: Bank Indonesia
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
63
5.2.2. Transaksi BI-RTGS Transaksi masyarakat melalui sarana Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) di Provinsi Kepulauan Riau baik secara nominal maupun sencara volume masih didominasi transaksi yang terjadi di Kota Batam. Transaksi BI-RTGS selama triwulan II 2009 yang berasal dari Kota Batam tercatat sebesar Rp4,66 triliun atau 82,79% dari total seluruh transaksi BI-RTGS yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau. Sedangkan transaksi yang berasal dari Kabupaten Tanjung Balai Karimun dan Kota Tanjung Pinang masing-masing tercatat sebesar Rp407,96 milyar dan Rp561,85 milyar dengan share masing-masing 7,24% dan 9,97%. Sementara itu, transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Batam selama triwulan II 2009 tercatat sebesar Rp6,11 triliun atau 84,49% dari seluruh transaksi BI-RTGS yang masuk ke Provinsi Kepulauan Riau. Transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten Bintan tercatat sebesar Rp2,66 triliun dengan share 0,04%. Sementara itu transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kabupaten Natuna tercatat sebesar Rp35,35 miliar dengan share sebesar 0,49%. Sedangkan transaksi BI-RTGS yang masuk ke Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Tanjung Balai tercatat sebesar Rp307,89 miliar dan Rp777,09 miliar dengan share masing-masing sebesar 4,25% dan 10,74%.
Tabel 5.3 Perkembangan BI-RTGS Tw. I 2009 FROM Region
Nilai (Milyar Rp)
TO Volume
Nilai (Milyar Rp)
FROM - TO Volume
Nilai (Milyar Rp)
Volume
BATAM
4.663,74
9.168
6.115,56
12.372
2.992,78
4.967
BINTAN
-
-
2,66
23
-
-
NATUNA
-
-
35,35
51
-
-
TANJUNG BALAI
407,96
1.459
307,89
873
25,60
44
TANJUNGPINANG
561,85
995
777,09
1.321
358,29
675
Sumber: Bank Indonesia
5.3. UANG PALSU Jumlah uang rupiah palsu yang dilaporkan ke Bank Indonesia Batam pada triwulan II 2009 berjumlah Rp2.030.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 37 lembar. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan I 2009 yang tercatat sebesar Rp1.180.000,00 dengan jumlah lembar sebanyak 20 lembar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
64
Tabel 5.4. Perkembangan Uang Palsu
Pecahan 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 1.000
Tw. I 2009 Nominal Lembar
Tw. II 2009 Nominal Lembar
500.000
5
500.000
5
650.000
13
1.500.000
30
20.000
1
20.0000
1
10.000
1
10.000
1
-
-
-
-
20
2.030.000
37
1.180.000 Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan jenis pecahan, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp100.000,00 dilaporkan sebanyak 5 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp50.000,00 dilaporkan sebanyak 30 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp20.000,00 dilaporkan sebanyak 1 lembar, uang kertas rupiah palsu pecahan Rp10.000,00 dilaporkan sebanyak 1 lembar.
Diagram 5.1. Prosentase Pecahan Uang Palsu
Nominal
Lembar
Terkait dengan uang palsu yang beredar di masyarakat, Bank Indonesia Batam terus melakukan berbagai upaya untuk menekan peredarannya, antara lain dengan melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada berbagai kalangan (perbankan, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum). Selain itu, Kantor Bank Indonesia Batam juga memasang iklan layanan masyarakat tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah di beberapa media, salah satunya adalah di bioskop yang ada di Kota Batam.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
65
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
6.1.
KETENAGAKERJAAN Sampai dengan bulan Februari 2009 jumlah angkatan kerja di Provinsi
Kepulauan Riau mencapai 666.000 orang atau mengalami peningkatan sebanyak 2.510 orang (0,38%) dibandingkan bulan Agustus 2009. Dari total agkatan kerja pada Februari 2009 tersebut sebanyak 616.273 orang telah bekerja atau mengalami peningkatan sebanyak 3.606 orang (0,59%) terhadap bulan Agustus 2008. Sebagai catatan, data ketenagakerjaan dirilis oleh Badan Pusat Statistik setahun dua kali yaitu bulan Februari dan Agustus. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional sampai dengan Februari 2009 52.237 orang tercatat sebagai pengangguran atau mengalami penurunan sebanyak 1.096 orang (2,06%). Tingkat pertumbuhan orang yang bekerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan pengangguran ini menunjukkan lapangan kerja yang ada di Provinsi Kepulauan Riau masih dapat menampung angkatan kerja meskipun belum maksimal. Grafik 6.1. Perkembangan Penduduk Angkatan Kerja
Grafik 6.2. Perkembangan Penduduk Bukan Angkatan Kerja
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
66
Jumlah bukan angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan Februari 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jumlah bukan angkatan kerja mengalami peningkatan sebanyak 22.143 orang (6,48%) sehingga tercatat sebanyak 363.914 orang. Peningkatan jumlah bukan angkatan kerja terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan bukan angkatan kerja yang mengurus rumah tangga mengalami kenaikan sebesar 13.304 orang (5,34%) dibandingkan data Agustus 2008. Sedangkan jumlah penduduk yang masih sekolah mengalami peningkatan sebesar 4.945 orang (8,16%).
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Seminggu yang Lalu URAIAN
Angkatan kerja
Bukan Angkatan Kerja
Feb.’07
Agt.’07
Feb.’08
Agt.’08
Feb.’09
Bekerja
583.155
535.797
597.159
612.667
616.273
Pengangguran
56.708
53.077
55.378
53.333
52.237
Total
639.863
588.874
652.537
666.000
668.510
Sekolah
67.247
75.895
72.455
60.596
65.541
Mengurus RT
192.966
234.848
240.225
249.224
262.528
Lainnya
23.486
34.059
29.314
31.951
35.845
Total
293.699
344.802
341.994
341.771
363.914
Sumber : BPS, Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2006,2007,2008
Tingkat partisipasi angkatan kerja sampai dengan Februari 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Jika pada Agustus 2008 tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Kepulauan Riau tercatat sebesar 66,09%, maka pada Februari 2009 tingkat partisipasi angkatan kerja tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar 64,75%.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
67
Grafik 6.3. Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Sumber : BPS data diolah
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan Agustus 2008. Pada Februari 2009 tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar 7,81%, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2008 yang tercatat sebesar 8,01%. Dilihat dari lapangan usahanya, jumlah pekerja di Provinsi Kepulauan Riau masih terkonsentrasi di sektor industri dengan total pekerja sebanyak 223.902 orang atau 36,33% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Penduduk yang bekerja di sektor ini mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang atau 4,30% dibandingkan bulan Agustus 2008. Sektor yang cukup dominan dalam menyerap pekerja berikutnya adalah sektor perdagangan dengan jumlah pekerja sebanyak 99.241 orang (16,10%). Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009 mengalami penurunan sebanyak 25.579 (20,49%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Sementara itu sektor jasa kemasyarakatan menyerap tenaga kerja sebanyak 97.634 orang (15,84%). Jumlah pekerja pada sektor ini mengalami peningkatan 6.314 orang (6,91%) dibandingkan dengan Agustus 2008. Sedangkan sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 84.626 orang atau 13,73% dari total pekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Pekerja di sektor ini pada bulan Februari 2009 mengalami peningkatan sebanyak 3.487 orang (4,30%) dibandingkan Agustus 2008.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
68
Grafik 6.4. Perkembangan Pekerja Sektoral
Diagram 6.1. Share Pekerja Sektoral
Sumber : BPS data diolah
Menurut status pekerjaan utamanya, jumlah penduduk berusia di atas 15 tahun di Provinsi Kepulauan Riau sebagian besar berkerja sebagai karyawan dengan jumlah 374.251 orang atau 60,73% dari total penduduk yang bekerja di Provinsi Kepulauan Riau. Jumlah karyawan pada bulan Februari 2009 mengalami peningkatan sebanyak 25.640 orang (7,35%) dibandingkan bulan Agustus 2008. Sedangkan penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta tercatat sebanyak 135.220 (21,94%) atau mengalami penurunan sebanyak 14.916 orang (9,93%). Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja menurut Status Grafik 6.5. Perkembangan Pekerja
menurut Status
Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status
Diagram 6.2. Share Pekerja menurut Status
Sumber : BPS data diolah
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
69
6.2.
KESEJAHTERAAN
6.2.1. Kemiskinan Jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan posisi Maret 2009 mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi yang sama tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau pada Maret 2009 tercatat sebesar 128.210 orang atau mengalami penurunan sebesar 8.190 orang (6%). Sedangkan prosentase penduduk miskin pada tahun 2009 juga mengalami penurunan sebesar 0,91% menjadi 8,27% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 9,18%. Grafik 6.6. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : BPS data diolah
Jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 1.470 orang (2,19%) menjadi 65.630 ribu orang dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 67.140 orang. Sedangkan jumlah penduduk miskin yang tinggal di perkotaan tercatat 62.580 orang atau mengalami penurunan 6.620 orang (9,57%) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 69.200 orang
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
70
Tabel 6.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Kepulauan Riau Perkotaan
Indikator
Pedesaan
Total
2008
2009
2008
2009
2008
2009
Jumlah Penduduk Miskin (000 org)
69,22
62,58
67,14
65,63
136,36
128,21
Presentase Penduduk Miskin
8,81
7,63
9,60
8,98
9,18
8,27
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau 6.2.2. Perubahan Garis Kemiskinan Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Pada tahun 2009 garis kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau mengalami peningkatan 8,29% menjadi Rp283.965,00 per kapita per bulan dibandingkan dengan tahun 2008 yang tercatat Rp262.232 per kapita per bulan. Pada periode yang sama garis kemiskinan daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 6,45% sedangkan garis kemiskinan di wilayah pedesaan mengalami peningkatan sekitar 10,86%. Tabel 6.3. Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Indikator
Perkotaan
Pedesaan
Total
2008
2009
2008
2009
2008
2009
Makanan
190 752
203 114
176 030
194 404
183 815
199 011
Bukan Makanan
98 789
105 096
55 551
62 339
78 417
84 954
Total
289 541
308 210
231 581
256 742
262 232
283 965
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Peranan GKM terhadap GK pada tahun 2009 tercatat sebesar 70,08% atau mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan perananan pada tahun 2008 yang tercatat sebesar 70,10%. Penurunan tersebut dipengaruhi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
71
oleh turunnya peranan GKM terhadap GK di pedesaan yang turun dari 76,01% menjadi 75,72%. Komoditi makanan yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2009, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 37,7 % di perdesaan dan 23,6 % di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (8,4% di perdesaan, 4,4% di perkotaan), mie instan (5,7% di perdesaan, 4,2 % di perkotaan), telur (3,8% di perdesaan, 5,9% di perkotaan) dan minyak goreng (1,2% di perdesaan, 1,4% di perkotaan). Tabel 6.4. Peranan Komoditi terhadap Garis Kemiskinan Komoditi
Perdesaan (%)
Perkotaan (%)
Makanan
a. Beras b. Gula Pasir c. Mie Instan d. Telur e. Minyak goreng
37,7 8,4 4,2 3,8 1,2
23,6 4,4 5,7 5,9 1,4
Non Makanan
a. Perumahan b. Listrik c. Angkutan d. Minyak Tanah
31,9 7,9 11,1 5,0
27,0 12,5 8,0 6,0
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 31,9% di pedesaan dan 27% di perkotaan. Biaya yang dikeluarkan untuk listrik sebesar 12,5% , angkutan 8% dan minyak tanah 12,5% mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan. Sementara itu, di perdesaan pengaruh untuk komoditi bukan makanan menunjukkan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan, terutama untuk perumahan dan angkutan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
72
Grafik 6.7. Share Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Grafik 6.8. Share Bukan Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Sumber : BPS data diolah
6.2.3. Indeks Kedalaman Kemiskinan Dan Indeks Keparahan Kemiskinan Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menunjukkan kecenderungan menurun dibandingkan tahun sebelumnya dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan meningkat dibandingkan periode 2008. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,07 menjadi 2,02. Hal yang berbeda terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan yang naik dari 0,72 menjadi 0,77 pada periode
yang
sama
(Tabel
3).
Penurunan
Indeks
Kedalaman
Kemiskinan
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan. Sedangkan kenaikan Indeks Keparahan Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin melebar.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
73
Tabel 6.5. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Tahun
Kota
Desa
Kota + Desa
Maret 2008
1,88
2,29
2,07
Maret 2009
2,75
1,20
2,02
Maret 2008
0,59
0,87
0,72
Maret 2009
1,19
0,30
0,77
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau
Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perkotaan naik dari 1,88 pada tahun 2008 menjadi 2,75 pada 2009. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami kenaikan, dari 0,59 pada tahun 2008 menjadi 1,19 pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan cenderung makin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin daerah perkotaan semakin membesar. Grafik 6.9. Share Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Grafik 6.10. Share Bukan Makanan terhadap Garis Kemiskinan
Sumber : BPS data diolah
Indeks Kedalaman Kemiskinan daerah perdesaan turun dari 2,29 pada tahun 2008 menjadi 1,20 pada tahun 2009. Sementara Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan yang signifikan, yaitu dari 0,87 pada tahun 2008 menjadi Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
74
0,30 pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan semakin berkurang. Pada tahun 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan daerah perdesaan lebih kecil dari perkotaan. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin daerah perdesaan lebih dekat dari garis kemiskinan dibanding perkotaan daerah, dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin perdesaan lebih menyempit dibanding daerah perkotaan.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
75
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAN INFLASI REGIONAL
Sentimen positif dari faktor eksternal cukup membayangi perkiraan kondisi ekonomi Kepulauan Riau ke depan. Beberapa negara telah merevisi proyeksi ekonominya menjadi lebih optimis setelah di kuartal II 2009 memperlihatkan laju kontraksi yang melambat. IMF bahkan memperkirakan Cina dan India berpeluang pulih lebih cepat menyusul pencairan dana stimulus makroekonomi dan masuknya arus modal lebih cepat dari harapan. Adapun Singapura, sebagai mitra dagang terbesar provinsi ini juga menunjukkan tanda-tanda pembalikan dari resesi terbesar yang pernah terjadi sejak kemerdekaannya pada tahun 1965. Pemerintah Singapura mengkoreksi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 menjadi sekitar 4% 6%, lebih optimis dibanding prediksi sebelumnya yang mencapai -9%. Kondisi tersebut diharapkan mendorong permintaan ekspor dan konsumsi Kepulauan Riau di triwulan III 2009 mendatang. Sejalan dengan itu, output yang dihasilkan dari sektor industri dan perdagangan diperkirakan mengalami laju kontraksi yang semakin melambat. Grafik 7.1. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar dan Singapore Dollar
Grafik 7.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat dan Singapura proyeksi
Sumber : IMF & berbagai sumber
Sumber : Kurs Tengah Bank Indonesia
Grafik 7.3. Proyeksi Harga Minyak Mentah WTI
Grafik 7.4. Proyeksi Harga Gas Alam Internasional
proyeksi
Sumber : www.marketvector.com
proyeksi
Sumber : www.marketvector.com
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
76
Sementara laju inflasi dipastikan semakin menurun didukung stabilitas nilai tukar Rupiah dan harga komoditas internasional selama periode mendatang. Tekanan di sisi supply diperkirakan berkurang dengan semakin lancarnya arus barang dan kondisi cuaca yang relatif baik selama triwulan mendatang.
7.1.
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Perlambatan ekonomi Kepulauan Riau di triwulan III 2009 diperkirakan melandai
pada kisaran -0,39% s/d. 0,26% (y-o-y). Optimisme lebih dipengaruhi oleh kondisi ekstenal yang mulai menunjukkan pemulihan dari krisis global. Namun demikian, ketidakpastian kondisi permintaan global masih membayangi perkiraan di triwulan mendatang, tercermin dari level kontraksi yang cukup besar dibanding triwulan sebelumnya. Perekonomian sepanjang tahun 2009 diproyeksi bergerak antara -0,2% sampai dengan 1%. Determinan penguatan ekonomi diperkirakan berasal daya beli masyarakat yang semakin pulih disertai peningkatan konsumsi pemerintah menjelang akhir tahun. Selain itu, kinerja ekspor juga diproyeksi membaik merespon arah recovery perekonomian global. Tabel 7.1. Proyeksi Laju Pertumbuhan Triwulan III 2009 berdasarkan Sektor Ekonomi & Komponen Penggunaan 2008 III
2009 IV
I*
II**
III (P)
KOMPONEN PENGGUNAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
18.59% 11.94% 9.15% 31.22% 0.60% 23.46%
17.45% 13.91% 13.01% 25.72% -1.39% 19.57%
11.42% 30.78% 7.11% 16.31% -5.50% 16.42%
12.58% 28.91% 8.83% 7.60% -2.15% 16.77%
12.59% 17.48% 9.61% 5.59% -2.19% 16.46%
− − − − − −
2.18% -2.85% 4.67% 5.12% 28.52% 8.36% 13.84% 9.59% 14.77%
-0.72% -3.09% 1.78% 1.65% 24.03% 2.21% 9.64% 7.10% 10.36%
0.08% -1.29% -2.66% -0.73% 14.81% -0.87% 5.71% 6.12% 8.29%
-0.29% -1.04% -2.94% -0.66% 13.65% -0.38% 5.40% 5.46% 9.12%
-0.24% -1.28% -2.67% -0.68% 13.42% -0.47% 4.69% 5.09% 8.86%
− 0.40% − -0.64% − -2.02% − -0.03% − 14.06% − 0.18% − 5.34% − 5.73% − 9.51%
6.52%
3.05%
-0.35%
-0.44%
13.24% 18.12% 10.25% 6.24% -1.55% 17.10%
SEKTOR EKONOMI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa P'an Jasa-Jasa PDRB
-0.39% −
0.26%
Sumber : Bank Indonesia Batam, Juli 2009
Laju pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga diperkirakan meningkat dari 12,58% di triwulan II menjadi sekitar 12,59% - 13,24%. Kondisi ini didorong oleh kenaikan pengeluaran masyarakat selama musim liburan sekolah dan perkuliahan yang jatuh antara bulan Juni sampai dengan Agustus 2009. Selain itu pemulihan daya beli akan semakin terasa
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
77
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
seiring tren penguatan nilai tukar Rupiah. Sementara itu berakhirnya pemilihan umum akan mempengaruhi penurunan laju pertumbuhan Konsumsi Swasta Nirlaba yang diproyeksi sekitar 17,48% - 18,12%. Sedangkan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah di triwulan III 2009 diestimasi antara 9,61% -10,25%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang diperkirakan sebesar 8,83%. Pencairan anggaran belanja dipastikan meningkat menutupi rendahnya tingkat penyerapan anggaran periode berjalan, serta rencana realisasi beberapa proyek pembangunan/pemeliharaan yang dibiayai oleh APBD. Penetapan status Batam, Bintan dan Karimun sebagai kawasan FTZ (Free Trade Zone) memberi sinyal positif bagi para investor yang akan berinvestasi di wilayah Kepulauan Riau. Komitmen investasi berpeluang tumbuh memasuki semester II 2009 ini, namun belum diikuti oleh meningkatnya realisasi dalam bentuk investasi fisik. Laju perlambatan Investasi PMTB diperkirakan berlanjut menjadi sekitar 5,59% - 6,24%, relatif melandai dibanding triwulan II yang tumbuh 7,6%. Beberapa proyek investasi domestik seperti pembangunan pusat pemerintahan di Pulau Dompak, pembangunan Hotel Aston Internasional, Apartemen Harmony One, Batam City Condominium, serta beberapa proyek perumahan residensial merupakan faktor penopang pertumbuhan investasi di triwulan mendatang. Adapun kontraksi pertumbuhan ekspor Kepulauan Riau diperkirakan semakin mengecil dengan level penurunan antara 2,19% - 1,55%. Membaiknya kinerja ekspor terutama dipengaruhi oleh optimisme proyeksi ekonomi Singapura dan Amerika Serikat sebagai pangsa ekspor terbesar provinsi ini. Berbagai konsensus dan survei mengkonfirmasi hal tersebut. Sedangkan di tingkat domestik, optimisme terlihat dari tren kenaikan jumlah bongkar-muat kontainer di pelabuhan FTZ pada bulan Juni 2009, baik untuk tujuan domestik maupun internasional. Grafik 7.5. Aktivitas Peti Kemas Domestik
Grafik 7.6. Aktivitas Peti Kemas Internasional
Sumber : Otorita Batam, Pelabuhan Batam Ket.: Pelabuhan Batam meliputi pelabuhan Batu Ampar, Sekupang dan Kabil.
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
78
Respon di sektor riil ditandainya dengan bergeraknya sektor-sektor utama yang menopang pembangunan ekonomi di Kepulauan Riau. Tumbuhnya konsumsi dan ekspor mendorong peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, serta sektor Bangunan, meski kenaikannya diperkirakan masih sangat terbatas. Hal tersebut cukup dipengaruhi oleh ketidakpastian sektor eksternal antara lain terlihat dari hasil survei Hudson terhadap kondisi ekonomi Singapura kepada 700 eksekutif yang berasal dari berbagai bidang. Secara keseluruhan, terdapat 26% responden yang optimis memandang kondisi ekonomi ke depan, 60% berekspektasi kondisi ekonomi stagnan, sedangkan 14% sisanya cenderung pesimis.
Diagram 7.1. Survei Ekspektasi Bisnis Q3-2009
Sumber : The Hudson Report - Singapore, Juli 2009
Output yang dihasilkan dari aktivitas Industri Manufaktur diperkirakan turun antara 2,67% sampai -2,02% dibanding output di periode yang sama tahun 2008. Angka perkiraan tersebut lebih optimis dibanding penurunan di triwulan II 2009 yang mencapai 2,94%. Kinerja industri elektronik seperti perakitan komponen computer peripherals dan data storage, industri kimia, serta di bidang precision engineering berpotensi meningkat menyusul kenaikan output sektor manufaktur Singapura yang ditopang oleh sektor-sektor tersebut. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran diproyeksi tumbuh antara -0,47% sampai 0,18%, lebih optimis dibanding triwulan II 2009 yang mengalami kontraksi mencapai 0,38%. Meningkatnya aktivitas perdagangan cukup dikonfirmasi oleh indikator kenaikan arus barang di pelabuhan FTZ-Batam. Sementara kenaikan relatif output sektor Pertambangan dan Penggalian didorong oleh proyeksi lifting minyak yang meningkat secara signifikan di bulan Agustus 2009. Peningkatan produksi minyak sebagian besar disumbang dari blok Belanak dan blok Belida milik Conoco Phillips, serta hasil eksplorasi minyak di lapangan Kerapu milik Star Energy. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
79
Grafik 7.7. Pertumbuhan GDP Singapura, Sektor Manufaktur, Konstruksi dan Jasa (yoy)
Sumber : MTI Singapore - Juli 2009 *) angka sementara
Grafik 7.8. Perkembangan Lifting Minyak dan Gas Bumi Provinsi Kepulauan Riau
Sumber : ESDM – Dirjen Minyak & Gas Bumi
Adapun kinerja sektor bangunan di triwulan III 2009 berpeluang meningkat menyusul berjalannya berbagai proyek konstruksi besar di wilayah Kepulauan Riau. Laju pertumbuhan sektor Bangunan diperkirakan berkisar 13,42% - 14,06%, sedangkan di triwulan II diestimasi sebesar 13,65%. Proyek konstruksi besar yang mulai berjalan adalah pembangunan jaringan kabel serat optik laut dan darat yang menghubungkan Batam-Dumai dan Dumai-Malaka sepanjang 380 km dengan nilai investasi mencapai US$ 40 juta. Selain itu masih terdapat beberapa proyek konstruksi seperti pembangunan pusat pemerintahan Pulau Dompak, Hotel Aston Internasional, Apartemen Harmony One, Batam City Condominium, apartemen bersubsidi Batam Centre Park (BCP) - Tower C, Water Treatment Plan (WTP), dan pengerjaan beberapa proyek infrastruktur pemerintah, serta properti residensial. Grafik 7.9. Angka Ramalan Produksi Padi, Jagung dan Kacang Tanah
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Grafik 7.10. Perkembangan Ekpor Komoditas Ikan-ikanan dan Hasil Laut Lainnya
Sumber : SEKDA - BI
Sebaliknya output sektor Pengangkutan dan Komunikasi, serta sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan diperkirakan cenderung stagnan di triwulan mendatang. Di sektor angkutan, kondisi tersebut masih dipengaruhi oleh menurunnya industri pariwisata akibat krisis ditambah isu flu A-H1N1. Sedangkan pertumbuhan industri keuangan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
80
Perbankan diperkirakan masih tertahan akibat lambatnya penurunan suku bunga perbankan merespon penurunan BI Rate sebesar 250 bps selama Januari – Juli 2009. Pertumbuhan kredit diperkirakan baru berakselerasi di kuartal akhir tahun 2009. Terakhir, sektor pertanian diproyeksi tumbuh antara -0,24% sampai dengan 0,4%. Jika dibanding triwulan II yang berkontraksi 0,29%, meningkatnya hasil produksi pertanian diperkirakan terjadi pada sub sektor tanaman pangan. Indikator ARAM (angka ramalan) dari Badan Pusat Statistik memperlihatkan tren peningkatan produksi padi, jagung dan kacang tanah selama bulan Mei – Agustus 2009. Selain itu juga didorong oleh aktivitas sub-sektor perikanan sebagaimana diindikasikan oleh tren meningkatnya hasil ekspor ikan dan hasilhasil laut di akhir periode sebelumnya.
7.2.
PROSPEK INFLASI Memperhatikan kecenderungan pergerakan indikator ekonomi wilayah Provinsi
Kepulauan Riau serta berdasarkan pemantauan pada hal-hal yang dapat memberikan pengaruh bagi pergerakan dimaksud seperti dampak musiman, pengaruh alam serta perkembangan terkini mengenai perekonomian global triwulan II 2009, prospek inflasi pada periode triwulan III 2009 di Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang diperkirakan tetap mengalami kenaikan harga dengan level yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II 2009.
Grafik 7.11 Estimasi Inflasi Umum Kota Batam
Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan tetap mengalami inflasi pada kisaran 4,42% - 5,13% (yoy). Sementara itu inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
81
pada kisaran 0,87% - 3,57% (ytd). Sementara itu inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan II 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan pada kisaran 8,21% - 9,42% (yoy). Sedangkan inflasi tahun kalender diperkirakan akan berada pada kisaran 1,17% - 2,49% (ytd).
7.1.2 Prospek Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami kenaikan harga di Kota Batam dengan angka inflasi rata-rata sekitar 0,26% - 0,37% (mtm) setiap bulannya. Sementara itu untuk Kota Tanjung Pinang, rata-rata angka inflasi pada triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 1,32% -1,69% (mtm).
Grafik 7.12 Estimasi Inflasi Bahan Makanan
Grafik 7.13 Estimasi Inflasi Makanan Jadi
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami angka rata-rata inflasi pada kisaran 0,11% 0,27% (mtm). Sedangkan untuk Kota Tanjung Pinang angka rata-rata inflasi sampai dengan triwulan III 2009 inflasi diperkirakan akan berada pada kisaran 0,59% -0,68% (mtm).
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,15% - 0,27% (mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang diperkirakan angka rata-rata inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar antara 0,09% -0,13% (mtm). Sementara itu rata-rata inflasi kelompok sandang di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,69% - 1,19% (mtm). Sedangkan di Kota Tanjung Pinang rata-rata inflasi kelompok sandang pada triwulan III 2009 diperkirakan berada pada kisaran 0,45% - 0,54% (mtm).
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
82
Grafik 7.14 Estimasi Inflasi Perumahan
Grafik 7.15 Estimasi Inflasi Sandang
Kelompok kesehatan di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata angka inflasi pada kisaran 0,61% - 0,71% (mtm). Rata-rata angka inflasi Kota Tanjung Pinang pada triwulan III 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran 0,62% 0,76% (mtm). Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan mengalami rata-rata inflasi dengan kisaran 0,36% - 0,56% (mtm). Sementara itu di Kota Tanjung Pinang kelompok ini diperkirakan akan mengalami inflasi dengan rata-rata 0,01% - 0,03% (mtm). Kenaikan harga kelompok ini pada triwulan III 2009 diperkirakan akan disumbang oleh kelompok pendidikan terkait dibukanya tahun ajaran baru tahun 2009 yang jatuh pada bulan Juli. Pada bulan tersebut diperkirakan kelompok pendidikan akan mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulanbulan sebelumnya.
Grafik 7.16 Estimasi Inflasi Kesehatan
Grafik 7.17 Estimasi Inflasi Pendidikan
Kelompok tranportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Batam pada triwulan III 2009 diperkirakan akan terus melanjutkan trend kenaikan harga. Dampak dampak kebijakan penurunan BBM oleh pemerintah sudah mulai tidak terasa pada triwulan III 2009. Pada Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
83
tiwulan III 2009 kelompok ini di Kota Batam diperkirakan akan mengalami inflasi dengan rata-rata 0,66% - 0,72% (mtm) setiap bulannya. Searah dengan yang terjadi di Kota Batam kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di Kota Tanjung Pinang diperkirakan akan mengalami inflasi dengan kisaran 0,05% - 0,15% (mtm).
Grafik 7.18 Estimasi Inflasi Transportasi Kota Batam
Grafik 7.19 Estimasi Inflasi Transportasi Kota Tanjung Pinang
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau Triwulan II ‐ 2009
84