ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR IUD DENGAN FLOUR ALBUS DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : RIKA RAHMAWATI NIM. 13DB277078
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KB IUD DENGAN FLOUR ALBUS DI RUANG POLI KEBIDANAN RSUD dr. SOEKARDJO1 Rika Rahmawati2 Anisa Nur Amalia3 Sri Wulan Ratna Dewi4
INTISARI Program KB adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Dari berbagai macam jenis KB, IUD adalah kontrasepsi yang paling diminati. Salah satu efek dari penggunaan KB IUD adalah flour albus. Flour albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Salah satu penyebab flour albus adalah kurangnya pengetahuan untuk merawat organ intim. Cebok tidak bersih, daerah sekitar kemaluan lembab, kondisi tubuh, kelainan endokrin atau hormon, menopouse, stres, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, adanya penyakit dalam organ reproduksi seperti kanker leher rahim. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada akseptor IUD dengan flour albus, dengan menggunakan pendekatan proses manajemen Varney dan metode SOAP. Asuhan kebidanan pada akseptor IUD dengan flour albus ini dilakukan selama 6 hari. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada akseptor IUD dengan flour albus. Kesimpulan dari hasil pemeriksaan asuhan kebidanan pada akseptor IUD dengan flour albus di RSUD dr. Soekardjo dilaksanakan dengan baik.
Kata Kunci Kepustakaan Halaman
: Akseptor IUD, Flour Albus. : 11 Buku, 9 Media Elektronik (2006-2015) : i-x,46 halaman, 8 lampiran
1
Judul Penulisan Iimiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhamadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Negara Indonesia tidak luput dari masalah kependudukan dan tingginya Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013). Salah satu upaya pemerintah untuk mendukung penurunan AKI adalah dengan mencanangkan program Keluarga Berencana (KB). Selain itu, program KB ini juga mendukung tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDG) 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dengan indicator utamanya adalah dengan penurunan AKI serta mewujudkan akses kesehatan reproduksi pada tahun 2015, yang tertuang dalam MDG 5b dengan indikator CPR (Contraceptive Prevalence Rate), ASFR (Age Speific Fertility Rate) 15-19 tahun, ANC (Ante Natal Care) dan Unmet Need pelayanan KB (Kementrian Kesehatan (Kemenkes), 2013). Dalam Al-Qur’an, ayat yang berkaitan dengan keluarga berencana diantaranya dalam Q.S An-Nisa : 9
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An-Nisa : 9). Ayat Al-Quran diatas menunjukan bahwa Islam mendukung adanya keluarga berencana karena dalam QS. An-Nissa ayat 9 dinyatakanbahwa “Hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah” .Anak lemah yang dimaksud
1
2
adalah generasi penerus yang lemah agama danilmupengetahuansehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan keluarga yang sakinah (Sya’rawi, 2013). Program KB adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan (Sulistyawati, 2013). Di Indonesia kini telah terdapat berbagai metode dalam menggunakan KB, mulai dari metode sederhana sampai metode dengan operasi. Dari berbagai macam jenis KB tersebut, kontrasepsi hormonal jenis KB suntik dan pil adalah cara KB modern yang banyak diminati oleh masyarakat di semua golongan usia, termasuk pada usia risiko tinggi di atas 35 tahun (Dinkes RI, 2013). Keterkaitan manfaat KB dengan penurunan AKI seringkali tidak dirasakan. Salah satu penyebab kematian ibu antara lain karena masih rendahnya pemahaman tentang KB dan kesehatan reproduksi, rendahnya akses terhadap pelayanan KB dan banyaknya Pasangan Usia Subur (PUS) tidak mendapat pelayanan KB (unmet need), padahal hal itu berisiko meningkatnya jumlah kematian ibu karena aborsi yang tidak aman (Budijanto, 2013). Berdasarkan Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 secara nasional menunjukan bahwa jumlah PUS sebanyak 45.972.185 pasangan, dan jumlah peserta KB tercatat sebanyak 32.908.319 peserta. Sehingga tingkat kesertaan ber-KB dari seluruh PUS sebesar 71,58% atau 7 dari 10 PUS menjadi peserta KB (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia (BKKBN RI), 2014). Hasil pendataan keluarga tahun 2013, jumlah PUS di Provinsi Jawa Barat merupakan jumlah terbanyak yaitu 9.047.576 pasangan. Jumlah peserta KB aktif adalah 6.419.255 peserta, dengan jenis alat kontrasepsi yang digunakan adalah KB suntik sebanyak 2.740.522 orang (42,90%), pil 1.655.343 orang (25,79%), Intra uterin Decive (IUD) 891.439 orang (13,89%), implant 401.496 orang (6,25%), Metode Operasi Pria (MOP) 290.861 orang (4,53%), Metode Operasi Wanita (MOW) 248.715 orang (3,87%), dan kondom 190.764 orang (2,97%) (BKKBN Jawa Barat, 2014). IUD merupakan salah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi
kontrasepsinya),
diletakkan
dalam
kavum
uteri
sebagai
3
usahakontrasepsi,
menghalangi
fertilisasi,
dan
menyulitkan
telur
berimplantasi dalam uterus (Hidayati, 2009). Keunggulan IUD antara lain efektifitas tinggi, yaitu 0,6-0,8 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama pemakaian, tidak ada efek samping hormonal, pada umumnya aman dan efektif, dapat digunakan hingga menopause (Sarwono, 2005). Minat pemakai kontrasepsi IUD sangat tinggi karena hanya memerlukan satu kali pemasangan, tidak menimbulkan efek sistemik, ekonomis dan cocok untuk penggunaan secara massal (Pendit, 2007).Tetapi IUD juga mempunyai resiko terjadinya komplikasi dan efek samping yang dapat terjadi. Salah satu gangguan pada akseptor IUD yaitu terjadinya flour albus. Flour albus atau yang kita kenal keputihan adalah sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan atau flour albus merupakan gejala keluarnya cairan dari lubang vagina diluar kebiasaan, baik berbau atau tidak, dan disertai gatal atau tidak (Kusmiran, 2012). Banyak perempuan yang menganggap remeh keputihan. Jika keputihan tersebut bersifat normal memang tidak berbahaya namun jika bersifat patologis harus segera diobati, karena lama kelamaan infeksi dapat merembet ke rongga rahim kemudian ke saluran telur sampai ke indung telur dan akhirnya ke dalam rongga panggul. Wanita yang mengalami keputihan akibat infeksi berulang/menahun yang tidak diobati secara tuntas dapat mengalami kemandulan. Selain itu keputihan juga sebagai tanda penyakit yang lebih parah seperti tumor pada organ reproduksi. Hasil Penelitian Berenson all, tahun 2013 di Amerika Serikat membuktikan bahwa 61,2% efek samping IUD dialami oleh wanita usia 1524 tahun dan 22,6% dialami oleh usia 25-44 tahun. Efek samping yang timbul berupa flour albus, dispareunia, dismenorea, amenorea, polimenorea, perdarahan post coital, erosi portio, radang panggul dan 6,2% mengalami kegagalan pemasangan berupa terjadinya kehamilan. Penelitian tersebut membuktikan bahwa akseptor KB IUD usia 15-24 tahun lebih rentan mengalami efek samping kontrasepsi IUD dibandingkan dengan usia 25-44 tahun. Menurut penelitian Zannah dengan judul ”Gambaran Keluhan-keluhan Akibat Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD pada Akseptor IUD di Wilayah
4
Kerja Puskesmas Sukajadi Kota Bandung‟ dengan menggunakan instrument berupa kuesioner rmenjelaskan bahwa dari sebanyak 65 responden yang merupakan akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Sukajadi Kota Bandung, didapatkan prosentase akseptor yang mengeluhkan perubahan siklus menstruasi sebanyak 3 akseptor (4,62%), peningkatan jumlah darah menstruasi 28 akseptor (43,08%), spooting 18 akseptor (27,69%), dismenore 13 akseptor (20,00%), gangguan hubungan seksual akseptor (23,08%), keputihan 29 akseptor (44,62%), dan perubahan tekanan darah 49 akseptor (75,38%). Jumlah akseptor KB IUD di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 658.632 (7,75%) dengan jumlah efek samping pemakaian IUD sebanyak 1.513 (46,06%) diantaranya perdarahan post coital sebanyak 9,02%, dismenorea sebanyak 10%, flour albus sebanyak 12,02%, erosi portio 15,02% (DepKes RI, 2014). Di Jawa Barat jumlah akseptor KB IUD pada tahun 2014 sebanyak 114.368 (8,90%) dengan jumlah efek samping pemakaian yang mengalami flour albus sebanyak 10,08% (DinKes Jabar, 2014). Menurut data rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya data pasien yang mengalami flour albuspada tahun 2014 sebanyak 57 orang, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 53 orang. Pada bulan Januari 2016 sampai April 2016 di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya ditemukan akseptor KB IUD yang mengalami keluhan sebanyak 20 orang, 5 diantaranya mengalam iflour albus dan 15 akseptor lain mengalami kasus erosi portio, sakit perut bagian bawah dan ketidaknyamanan saat berhubungan. Peluang peningkatan pencapaian pelayanan IUD antara lain dengan adanya desentralisasi pelayanan kesehatan dan adanya masyarakat yang membutuhkan pelayanan IUD, kerja sama dalam meningkatkan kualitas pelayanan (AKBID, IBI, IDI, LSM, dll), jejaring kerja (networking) antara pemerintah dan swasta dan mendorong pengunaan alat kontrasepsi, beberapa daerah sudah memiliki SK Gubernur/Bupati/Walikota untuk intensitifikasi pelayanan IUD termasuk dukungan dana operasional, PERMENKES No. 1464/2010 pasal 13 : Bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kontrasepsi.
5
Pemerintah telah berupaya mengurangi efek samping dari penggunaan IUD dengan menjadwalkan pemeriksaan akseptor KB IUD ke petugas kesehatan nasional sesuai jadwal yang telah ditentukan di setiap fasilitas kesehatan. Penjadwalan pemeriksaan KB IUD bertujuan untuk mengetahui lebih dini jika terdapat efek samping atau komplikasi, selanjutnya petugas dan Institusi Kesehatan melakukan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) secara lengkap kepada PUS dan WUS diseluruh fasilitas kesehatan nasional, bahwa flour albus tidak hanya disebabkan karena pemakaian AKDR tetapi juga banyak dipengaruhi oleh faktor lain. BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) di setiap daerah di Indonesia berfungsi sebagai pengkaji dan penyusun kebijakan nasional di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, fasilitator dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah, swasta dan masyarakat di bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera kepada akseptor KB dan petugas pelayanan kesehatan Nasional. Langkah ini dilakukan untuk mencegah akseptor melakukan “drop out” atau pencabutan IUD (DinKes Jabar, 2013).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan yaitu “Bagaimana melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya?“
C. Tujuan Studi Kasus 1.
Tujuan Umum Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Akseptor KB IUD dengan Flour Albus dengan pola pikir 7 langkah Hellen Varney dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
2.
Tujuan Khusus a. Melaksanakan pengkajian pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus baik data subjektif maupun data objektif.
6
b. Melakukan
interpretasi
data
serta
merumuskan
diagnose
kebidanan, masalah dan kebutuhan Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus. c. Merumuskan diagnose potensial pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus. d. Mengidentifikasi tindakan segera pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus. e. Menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pengkajian pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus. f.
Melaksanakan perencanaan tindakan asuhan kebidanan pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus.
g. Melakukan evaluasi tindakan secara teliti dan cermat pada Ny. R umur 32 tahun P3A0 Akseptor KB IUD dengan Flour Albus. D. Manfaat Studi Kasus 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan di bidang ilmu kebidanan. Khususnya tentang kasus Flour Albus pada akseptor KB IUD di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman secara nyata dan sebagai perbandingan teori dan praktek dalam penerapan asuhan kebidanan pada akseptor KB IUD dengan flour albus. b. Bagi Lahan Praktek Meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif hingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan. c. Bagi Pendidikan Untuk menambah referensi mengenai asuhan kebidanan pada akseptor KB IUD dengan flour albus.
7
d. Bagi Akseptor KB IUD Dapat memberikan pengetahuan kepada klien agar dapat lebih memahami dan mengetahui mengenai kasus flour albus, dan diharapkan
klien
mampu
melaksanakan
asuhan-asuhan
diberikan atau dianjurkan oleh petugas kesehatan.
yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akseptor dan Keluarga Berencana 1. Pengertian a. Akseptor adalah (Peserta KB) Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2011) b. Keluarga Berencana Keluarga
Berencana
adalah
upaya
peningkatan
kepedulian
masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia, sejahtera (Sulistyawati, 2012). 2. Tujuan pelayanan Keluarga Berencana menurut Sulistyawati (2012), yaitu: a. Tujuan Umum Membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya b. Tujuan Pokok 1) Penurunan kelahiran. 2) Pendewasaan usia perkawinan. 3) Peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. 3. Ruang Lingkup Program KB Ruang lingkup program keluarga berencana secara umum menurut Sulistyawati (2012), yaitu : a. Keluarga Berencana. b. Kesehatan reproduksi remaja. c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga. d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas e. Keserasian kebijakan kependudukan f.
Pengelolaan SDM aparatur
g. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan h. Peningkatan pengawsan dan akuntabilitas aparatur Negara
8
9
B. Kontrasepsi 1. Pengertian Kontrasepsi a. Kontrasepsi adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan (Sulistyawati, 2012). b. Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhlus seksual (Kemkes RI , 2012). c. Kontrasepsi adalah obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi atau kehamilan (BKKBN, 2011). 2. Faktor-faktor yang berperan dalam pemilihan kontrasepsi Menurut Susiltyawati (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain sebagai berikut : a.
Efektivitas
b.
Keamanan
c.
Kontrasepsi secara teratur dan benar.
3. Metode kontrasepsi Menurut Prawirohardjo (2012), macam-macam kontrasepsi antara lain : a. Kontrasepsi Metode Sederhana 1) Tanpa Alat a) KB alamiah terdiri dari pantang berkala yaitu metode lendir cervik, sitem kalender, dan metode suhu basal. b) Coitus Interuptus 2) Dengan Alat a) Mekanis (barier) terdiri dari kondom pria barier intravagina (kondom, diafragma, kap servik,). b) Kimiawi yang berupa spermisid (aerosol atau busa, tablet vagina suppositoria atau dissolvable film, krim). b. Kontrasepsi Metode Modern 1) Kontrasepsi hormonal a) Per-oral : Pil oral kombinasi dan mini pil b) Suntikan atau injeksi KB : depo provera setiap 3 bulan, depo noristerat setiap 2 bulan dan cyclofem setiap bulan. c) Sub Kutis (Implant) atau Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) yang meliputi implant dan norplant
10
2) IUD (Intra Uteri Device) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) : IUD CuT-380A, Nova T (schering). 3) Metode kontrasepsi Mantap a) Pada wanita : Metode Operatif Wanita (MOW) : Tubektomi. b) Pada Pria : Metode Operatif Pria (MOP) : Vasektomi.
C. Intra Uterine Device (IUD) 1. Pengertian IUD (Intra Uterine Devices) adalah alat yang terbuat dari benang sutra tebal yang dimasukkan ke dalam rahim untuk menghindari kehamilan (Manuaba, 2010). 2. Jenis-jenis IUD Jenis alat kontrasepsi dalam rahim/IUD yang sering digunakan di Indonesia menurut Prawirohardjo (2012), antara lain : a. Copper-T IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen di mana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus yang mempunyai efek anti pembuahan yang cukup baik. b. Copper-7 IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertical 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2, fugsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T. c. Multi load IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjangnya dari ujung atas ke bawah 3,6 cm. Batangnya diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektivitas. Ada 3 ukuran multi load, yaitu standar, small (kecil), dan mini. d. Lippes loop AKDR ini terbuat dari bahan polyethelene, bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya. Keuntungan lain dari spiral jenis ini ialah bila
11
terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik. 3. Mekanisme Kerja IUD Menurut Manuaba (2012), mekanisme kerja IUD sebagai berikut : a. IUD merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan leukosit, makrofag dan limfosit. b. IUD menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang menghalangi kapasitas spermatozoa. c. Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag dan limfosit menyebabkan blastokis mungkin dirusak oleh makrofag dan blastokis tidak mampu melaksanakan nidasi d. Ion Cu yang dikeluarkan IUD dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk melaksanakan konsepsi. 4. Persyaratan Pemakaian IUD Menurut Prawirohardjo (2012), yang dapat menggunakan kontrasepsi yaitu : a. Usia reproduktif b. Keadaan nulipara c. Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang d. Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya f.
Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
g. Risiko rendah dari IMS h. Tidak menghendaki metode hormonal i.
Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
5. Kontra Indikasi Pemakaian IUD Kontra indikasi pemakaian IUD menurut Prawirohardjo (2012), yaitu : a. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil) b. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) c. Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis) d. Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau menderita PRP (Penyakit Radang Panggul) atau abortus septik.
12
e. Kelainan bawaan abortus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. f.
Penyakit trifiblast yang ganas.
g. Diketahui menderita TBC pelvic. h. Kanker alat genital. i.
Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
6. Pemeriksaan lanjutan (Follow up) Pemeriksaan untuk akseptor KB IUD menurut Sulistyawati (2012) : a. 1 minggu Setelah insersi untuk mengetahui keluhan setelah pemasangan. b. 1 bulan 1) Untuk mengetahui posisi IUD apakah keluar atau tidak 2) Untuk mengetahui efek samping atau komplikasi c. 3 bulan 1) Untuk mengetahui benang IUD ada atau tidak 2) Untuk mengetahui efek samping atau komplikasi d. 6 bulan 1) Untuk mengetahui benang IUD ada atau tidak. 2) Untuk mengetahui efek samping atau komplikasi e. 12 bulan 1) Untuk mengetahui adakah efek samping atau komplikasi 2) Untuk dilakukan pemeriksaan Pap Smear. 7. Keuntungan dan Kerugian IUD a. Menurut Manuaba (2010), keuntungan IUD yaitu : 1) IUD dapat diterima masyarakat dunia termasuk Indonesia dan menempati urutan ketiga dalam pemakaian. 2) Pemasangan tidak memerlukan medis tekhnis yang sulit. 3) Kontrol medis yang ringan. 4) Penyulit tidak terlalu berat. 5) Pulihnya kesuburan setelah IUD dicabut berlangsung baik. b. Kerugian kontrasepsi IUD menurut Manuaba (2010), antara lain: 1) Masih terjadi kehamilan dengan IUD in situ. 2) Terdapat perdarahan (spotting dan menometroragia).
13
3) Leukorea, sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama terasa lebih basah. 4) Dapat terjadi infeksi. 5) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekender dan kehamilan ektopik. 6) Tali IUD dapat menimbulkan perlukaan portio dan mengganggu hubungan seksual. 8. Efek Samping, Komplikasi dan Penanggulangan a. Efek samping menurut Prawirohardjo (2012), yaitu : 1) Amenorea Pengobatan : Pemeriksaan ke tenaga medis. 2) Kejang Pengobatan : Pemberian Analgetik dan pelepasan IUD. 3) Pendarahan vagina yang hebat dan tidak teratur Pengobatan : Pemantauan pendarahan oleh tenaga medis, pemberian ibuprofen (800 mg, 3 kali sehari selama 1 minggu) untuk mengurangi pendarahan, tablet zat besi (1 tablet, sehari selama 1 sampai 3 bulan), pelepasan IUD apabila akseptor mengalami anemia. 4) Benang yang hilang Pengobatan : Periksa ke tenaga medis (bidan/dokter), lakukan pemeriksaan X-ray atau ultrasound. 5) Adanya pengeluaran cairan dari vagina/dicurigai adanya PRP Pengobatan : Pemeriksaan IMS, pelepasan IUD, pengobatan sesuai ahli medis. b. Komplikasi dan penanggulangan menyertai pemakaian IUD menurut Sulistyawati (2012), adalah sebagai berikut : 1) Perforasi dinding uterus. Penanganan : Pengobatan oleh ahli medis dan pelepasan IUD melalui laparoskopi atau laparotomi 2) Pelvik Inflamatori Disease (PID) merupakan kelanjutan dari infeksi yang tidak ditangani dengan baik. Penanganan (PID) meliputi : a) Diagnosa dini
14
b) Pengangkatan IUD c) Terapi antibiotic d) Follow-up yang teratur e) Pengobatan patner seksual 3) Endometritis Pengobatan : pemeriksaan bakteriolagik dari endoserviks dan uterus serta pengeluaran IUD
D. Flour Albus 1. Pengertian Flour Albus adalah suatu gejala penyakit yang ditandai oleh keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah. Keputihan (Fluor Albus) merupakan salah satu alasan pada wanita yang paling sering untuk memeriksakan diri ke dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan (Maharani, 2009) Flour albus merupakan keluarnya cairan selain darah dari liang vagina baik berbau maupun tidak berbau dan disertai rasa gatal di daerah kewanitaan (Kusmiran, 2011). 2. Tanda dan gejala Tanda dan gejala Fluor Albus (keputihan) sebagai berikut: a. Keluarnya cairan berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental, dan kadang-kadang berbusa. Kemungkinan, gejala ini merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu. b. Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya. Biasanya Keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah,dengan kata lain dipengaruhi oleh daya imun dalam tubuh seseorang. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat kelamin luar. c. Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga sepuluh hari, dari vaginanya dapat keluar cairan akibat pengaruh hormon yang dihasilkan oleh plasenta atau uri.
15
d. Gadis muda terkadang juga mengalami fluor albus (keputihan) sesaat sebelum masa pubertas, biasanya gejala ini akan hilang dengan sendirinya. 3. Klasifikasi Fluor Albus Menurut Bahari (2012) fluor albus (keputihan) dibagi menjadi dua yaitu keputihan fisiologis (normal) dan keputihan patologis (abnormal). Ciri-ciri keputihan fisiologis adalah cairan yang keluar tidak terlalu kental, jernih, warna putih atau kekuning-kuningan jika terkontaminasi oleh udara, tidak disertai rasa nyeri dan tidak timbul rasa gatal yang berlebih. Keputihan patologis sering disebut dengan keputihan abnormal yang dikategorikan sebagai penyakit. Ciri-ciri keputihan patologis yaitu cairan yang keluar sangat kental dan warna kekuningan, bau yang sangat menyengat, jumlah yang berlebih dan menyebabkan rasa gatal, nyeri juga rasa sakit dan panas saat berkemih (Bahari, 2012). 4. Patofisiolgi Fluor Albus Keputihan (Fluor Albus) disebabkan oleh faktor endogen dari dalam tubuh dan faktor eksogen dari luar tubuh, keduanya saling mempengaruhi. Faktor endogen yaitu kelainan pada lubang kemaluan. Faktor eksogen dibedakan menjadi dua, yaitu infeksi dan non enfeksi. Faktor infeksi yaitu bakteri, jamur, parasit, virus, sedangkan faktor non infeksi adalah masuknya benda asing ke dalam vagina, baik sengaja atau tidak (pemakaian kontrasepsi IUD), cebok tidak bersih, daerah sekitar kemaluan lembab, kondisi tubuh, kelainan endokrin (pada penderita Diabetes Mellitus) atau hormon, menopouse, stres, kelelahan kronis, peradangan alat kelamin, adanya penyakit dalam organ reproduksi seperti kanker leher rahim (Maharani, 2009). Selain itu, menggunakan WC umum yang tercemar bakteri Clamydia, hubungan seks dengan pria yang membawa bakteri Neisseria gonorrhoea (Katharini, 2009). Selain faktor yang tersebut di atas, faktor lainnya yang mempengaruhi keputihan (Fluor Albus) adalah usia, perilaku (Ramayanti, 2004).
16
5. Asal Fluor Albus a. Vulva Sekret dalam vulva dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar Bartholini dan skene. Sekret ini bertambah pada perangsangan, misalnya sewaktu coitus. Kelenjar-kelenjar tersebut di atas meradang misalnya karena infeksi dengan gonococcus, maka sekret berubah menjadi fluor. b. Vagina Vagina tidak mempunyai kelenjar dan dibasahi oleh cairan transudat dan oleh lendir dari cervix. PH dalam vagina ± 5 (lima) disebabkan kegiatan basil Diderlein yang mengubah glycogen yang terdapat dalam epitel vagina menjadi acidum lacticum. Dalam kehamilan cairan vagina bertambah secara fisiologis. c. Cervix Sekret cervix yang normal bersifat jernih, licin dan alkalis. Sekret ini dipengaruhi
hormon-hormon
ovarium
baik
kuantitas
maupun
kualitasnya. Sekret bertambah juga pada infeksi (cervicitis) yang dipermudah kejadiannya oleh robekan cervix dan tumor cervix. d. Corpus uteri Corpus uteri hanya menghasilkan sekret pada fase post ovulatoar. Sekret bertambah pada endemotritis akut, kalau ada sisa placenta, polyp, myoma, submucosa dan carcinoma. e. Tuba Walaupun jarang mengeluarkan flour albus, kadang - kadang terjadi pada hydrosalpinx profluens. 6. Diagnosis Fluor Albus Diagnosis fluor albus ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis fluor albus (keputihan) : a. Anamnesa 1) Apakah ada faktor gonorrhoe/partner 2) Sejak kapan terjadinya 3) Bagaimana hubungannya dengan menstruasi 4) Apakah disertai gatal 5) Apakah berbau
17
6) Apakah disertai gumpalan 7) Apakah bercampur darah 8) Apakah disertai panas 9) Apakah terasa nyeri dibagian bawah 10) Apakah disertai kontak berdarah 11) Apakah sedang hamil b. Pemeriksaan umum secara terbatas Pemeriksaan umum secara terbatas menurut Manuaba (2010), dapat dilakukan sebagai berikut. 1) Pemeriksaan Konjungtiva Untuk mengetahui kemungkinan adanya anemi pada akseptor. Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila adanya perdarahan pada akseptor dan mencegah adanya anemia yang berkelanjutan. 2) Pemeriksaan nadi Untuk mengetahui adanya anemia yang ditunjukkan dengan nadi lebih dari 100 x/menit ataupun kelainan sirkulasi darah. 3) Pemeriksaan Suhu Untuk mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh yang dapat menunjukkan tanda-tanda infeksi atau radang. 4) Pemeriksaan abdomen Pemeriksaan ini dapat dilakuakan pada daerah abdomen dengan cara palpasi (Manuaba, 2010). Untuk kemungkinan adanya : a) Nyeri tekan daerah suprapubik b) Benjolan massa ataupun kelainan tubuh c) Apabila teraba benjolan menunjukkan adanya kelainan yang dapat mengarah pada tumor. 5) Pemeriksaan bimanual yang lengkap a) Masih adakah benang untuk memastikan bahwa IUD masih berada pada posisi yang benar. b) Adanya perlukaan portio (portio tampak merah menyala). c) Portio mudah berdarah d) Portio tertutup cairan atau lendir.
18
6) Pemeriksaan inspekulo Pemeriksaan
spekulum
burtujuan
untuk
mencari
penyebab
keputihan a) Darimana asalnya keputihan (1) Mulut rahim (2) Hanya bersifat lkal dalam vagina b) Bagaimana dinding vagina (1) Warnanya (2) Apakah terdapat bintik merah, sepeti digigit nyamuk (3) Apakah keputihan bergumpal atau encer (4) Apakah keputihan melekat pada dinding vagina c) Bagaimana mulut rahim (portio) (1) Apakah tertutup oleh keputihan (2) Apakah terdapat perlukaan (3) Apakah mudah berdarah c. Pemeriksaan Laboratorium Penyebab keputihan adalah infeksi, benda asing, dan keganasan. Dengan demikian pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan infeksi (trikomonas, candida albikan, bakteri, spesifik) dan papsmear untuk kemungkinan keganasan. Bidan dapat melakukan tindakan : 1) Melakukan pertanyaan tentang berbagai masalah keputihan 2) Melakukan pemeriksaan inspekulo 3) Pengambilan preparat pemeriksaan laboratorium dan papsmear 4) Melakukan konsultasi dengan puskesmas dengan puskesmas atau dokter ahli d. Pemerikasaan mikrobiologis dan bakteriologis 1)
Cairan yang seperti susu biasanya berasal dari vagina.
2)
Cairan yang liat mucopurulent berasal dari cervix.
3)
Cairan yang purulent biasanya biasanya disebabkan Gonococcus.
4)
Zat seperti keju oleh monilia, biasanya disertai gatal yang sangat.
5)
Cairan yang jernih terdapat pada astheni.
6)
Fluor bercampur darah terdapat pada malignitas, endometritis senilis.
19
7)
Fluor albus pada anak biasanya disebabkan oleh: Gonococcus, Corpus allienum, Oxyuris.
8)
Fluor albus pada pubertas dapat disebabkan: astheni, rangsang seksual (onani).
9)
Fluor pada orang tua: kolpitis dan endometritis senilis, carcinoma.
7. Penanganan Flour Albus Keputihan normal tidak perlu diobati dengan obat-obatan tetapi dirawat dengan menjaga kebersihan dan mencegah kelembaban yang berlebihan pada daerah vagina dengan menggunakan tisu dan sering mengganti pakaian dalam. Keputihan abnormal diobati dengan meminum obat dari dokter untuk membersihkan vagina dari agen penyebab keputihan (Kasdus, 2005). Keputihan yang disebabkan oleh trikomoniasis keputihan
dapat
yang
diobati
disebabkan
dengan
Metronidazole,
kandidiasis
dapat
sedangkan
diobati
dengan
Mycoctatin (Manuaba, 2009). E. Manajemen Kebidanan 1. Pengertian a. Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki kebutuhan atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reoproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat (Soepardan, 2007). b. Manajemen kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Walyani, 2015). 2. Manajemen Kebidanan dan Langkah-langkah Asuhan Kebidanan. Manajemen Kebidanan dan Langkah-langkah Asuhan Kebidanan Varney. Menurut Walyani (2015), manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan, dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik.
20
Proses periodik dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk kerangka lengkap yang dapat menjadi langkah-langkah tertentu dan dapat berubah sesuai dengan keadaan pasien. Adapun pelaksanaan menggunakan manajemen kebidanan 7 langkah Varney tersebut adalah sebagai berikut : a. Langkah Pertama : Pengumpulan dan Pengkajian Data Sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Varney, 2006). Tahap ini meliputi : 1) Data Subjektif Data subjektif adalah data yang dikatakan oleh pasien atau orang yang terdekat yang mencerminkan pikiran perasaan dan persepsi mereka sendiri (Nursalam, 2007). a) Biodata (1) Nama
: Untuk mengetahui nama pasien
(2) Umur
: Untuk mengenal factor resiko dari umur pasien
(3) Agama
: Untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan kepercayaannya
(4) Suku bangsa
: Untuk mengetahui adat dan kebiasaan pasien
(5) Pendidikan
: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam bidang kesehatan
(6) Pekerjaan
: Untuk mengetahu status social ekonomi dan aktifitas ibu sehari-hari
(7) Alamat
:Untuk mendapatkan gambaran lingkungan tempat tinggal pasien
b) Keluhan utama Adalah mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan (Varney, 2006).
21
Pada kasus KB IUD dengan flour albus keluhannya adalah keluar cairan yang kental dan warna kekuningan, bau yang sangat menyengat, jumlah yang berlebih dan ada rasa gatal, nyeri juga rasa sakit dan panas saat berkemih (Bahari, 2012). c) Riwayat Menstruasi Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi, lamanya
menstruasi,
banyaknya
darah
menstruasi,
teratur/tidak menstruasinya, sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu menstruasi disebut disminorea (Estiwidani dkk.,2008). Pada kasus flour albus tidak terjadi perubahan siklus haid (Saifuddin, 2010). d) Riwayat Perkawinan Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum. Hal ini perlu diketahui seberapa perhatian suami kepada istrinya (Estiwidani dkk., 2008) e) Riwayat Kehamilan dan Nifas yang lalu Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran: G (gravidarum), P (para), A (abortus), H (hidup). Riwayat persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya gangguan
melahirkan,
dan
cara
kesehatan
yang
timbul
melahirkan. sewaktu
Masalah/ hamil
dan
melahirkan. Riwayat kelahiran anak, mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir, adakah kelainan bawaan bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup/mati saat dilahirkan (Estiwidani dkk., 2008). f)
Riwayat Keluarga Berencana Bila ibu pernah mengikuti KB perlu ditanyakan : jenis kontrasepsi, efek samping, keluhannya apa, alasan berhenti, (bila tidak memakai lagi), lamanya menggunakan alat kontrasepsi (Etiwidani dkk, 2008).
22
g) Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan untuk memastikan bahwa tidak ada kontra indikasi pemakaian KB IUD seperti penyakit jantung, diabetes militus dengan komplikasi. Tumor dan adanya perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya (Saifuddin, 2009). h) Kebiasaan sehari-hari Pola nutrisi: Mengetahui seberapa banyak asupan nutrisi pada pasien dengan mengamati adakah penurunan berat badan atau tidak ada pada pasien (Susilawati, 2008). (1) Pola eliminasi: Untuk mengetahui perubahan siklus BAB dan BAK, apakah lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang (Susilawati, 2008). (2) Pola istirahat: Mungkin terganggu karena adanya rasa yang tidak nyaman (Susilawati, 2008). (3) Pola hygiene: Kebiasaan mandi setiap harinya (Susilawati, 2008). (4) Aktivitas: Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah atau adanya nyeri akibat penyakit yang dialaminya (Susilawati, 2008). (5) Pola seksualitas: Untuk mengetahui kebiasaan hubungan seksual klien dengan suami dan adakah terdapat kelainan atau keluhan selama hubungan seksual (Susilowati, 2008). Pada kasus ini pola seksual ibu menurun (Hartanto, 2007). i)
Riwayat Psikologis Dengan menggunakan pendekatan psikologis kesehatan maka akan diketahui gaya hidup orang tersebut dan pengaruh psikologi kesehatan terhadap gangguan kesehatan (UII, 2008). Pada kasus flour albus ibu merasa cemas dengan keadaannya (Rachmawati, 2006).
2) Data Objektif Data objektif data yang dapat dilihat dan diobservasikan tenaga kesehatan (Priharjo, 2006).
23
a) Pemeriksaan Tanda Vital (1) Tekanan Darah
:
Untuk
mengetahui
faktor
resiko
hipertensi atau potensi dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan sebaiknya antara 90 per 60 sampai 130/90 mmHg atau peningkatan sistolik tidak lebih dari 30 mmHg dan peningkatan diastolik tidak lebih dari 14 mmHg dari kedaan pasien normal pada atau paling sedikit pengukuran berturutturut pada selisih 1 jam (Wiknjosastro, 2007). (2) Pengukuran Suhu
: Suhu badan normal adalah 36⁰C sampai 37⁰C. Bila suhu tubuh lebih dari 38⁰C harus dicurigai adanya infeksi (Wiknjosastro, 2002).
(3) Nadi
: Denyut nadi normal 70x/menit sampai 88x/menit (Perry & Potter, 2005).
(4) Pernafasan
: Dinilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu menit pernafasan kurang dari
40x/menit
atau
lebih
dari
60x/menit (Saifuddin, 2009).
b) Pemeriksaan Fisik (1)
Rambut
: Untuk menilai warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik (Alimul, 2006).
(2)
Muka
: Keadaan muka pucat atau tidak, apakah ada kelainan atau tidak, apakah oedema atau tidak (Wiknjosastro, 2006).
(3)
Mata
: Conjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak (Alimul, 2006).
(4)
Hidung
: Untuk mengetahui apakah ada polip atau tidak (Rachmawati, 2006).
24
(5)
Mulut
: Untuk mengetahui mulut bersih atau tidak, ada caries dan karang gigi atau tidak (Wiknjosastro, 2006).
(6)
Telinga
: Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga
dan
timpani,
ketajaman
pendengaran (Alimul, 2006). (7)
Leher
: Untuk mengetahui pembesaran tyroid, nyeri
atau
kekakuan
pada
leher,
keterbatasan gerak leher, pembesaran atau nyeri tekan pada kelenjar getah bening, kesimetrisan trakea. Hal ini untuk mengetahui adanya peradangan atau gangguan metabolism tubuh (Varney, 2007). (8)
Payudara
: Untuk mengetahui kesimetrisan, ukuran, massa, lesi jaringan parut pada struktur dan
dinding
dada.
Hal
ini
untuk
mengetahui apakah ada tumor atau kanker (Varney, 2007). (9)
Abdomen
: Apakah ada jaringan parut atau bekas operasi, adakah nyeri tekan serta adanya massa (Alimul, 2006).
(10) Ekstremitas : Untuk mengetahui adanya oedema, varises (Wiknjosastro, 2006).
c) Pemeriksaan Obstetri, terdiri dari : (1) Vaginal Toucher Untuk mengetahui apa ada nyeri sentuh, benjolan, meraba benang IUD, adakah leukorea (Varney, 2007). (2) Obstium Uteri Eksternum (OUE) Tertutup atau tidak, mengetahui adanya flour albus, perdarahan post coitus dan lendir berwarna kecoklatan (Ferry, 2008).
25
(3) Inspekulo Seberapa banyak keputihan yang terjadi (Varney, 2007) 3) Pemeriksaan penunjang atau laboratorium Digunakan
untuk
mengetahui
kondisi
klien
sebagai
data
penunjang yaitu dilakukan pemeriksaan pap smear (Manuaba, 2008). Pada kasus flour albus dilakukan untuk mengetahui adanya diagnosis dini
keganasan, perawatan ikutan dari keganasan,
interpretasi hormonal wanita dan menentukan proses peradangan (Manuaba, 2005). b. Langkah Kedua : Interpretasi Data Data dasar yang sudah dikumpulkan, diinterpretasikan sehingga dirumsukan diagnosa, masalah dan kebutuhan. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan (Varney, 2007). 1) Diagnosa kebidanan Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan (Estiwidani dkk., 2008). Diagnosa : Ny. X P… A…Akseptor KB IUD dengan Flour albus. Dasar : a) Data Subyektif : (1) Adanya pengeluaran keputihan disertai rasa gatal dengan warna kekuningan (Bahari, 2012) (2) Adanya rasa nyeri saat buang air kecil (Bahari, 2012) b) Data Obyektif (1) Pemeriksaan TTV : normal (2) Pemeriksaan abdomen : akseptor merasa nyeri pada perut bagian bawah (Fery, 2005). (3) Pemeriksaan obstetri : ada flour berwarna kekuningan dan banyak, berbau, benang IUD tampak didepan portio (Rahmawati, 2006). 2) Masalah Masalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa sesuai dengan keadaan pasien (Nursalam, 2004). Masalah yang
26
sering ditemukan pada akseptor KB IUD dengan flour albus yaitu merasa cemas (Bahari, 2012). 3) Kebutuhan Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien, pasien dan yang belum teridentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data (Varney, 2006). Kebutuhan akseptor KB IUD antara lain: a) Penjelasan tentang efek samping dari IUD (Hartanto, 2007). b) Penjelasan tentang kebersihan (Vulva hygiene) (Hartanto, 2007). c) Pengobatan pada flour albus (Kasdus, 2005). c. Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2006). Diagnosa potensial yang terjadi pada KB IUD dengan flour albus adalah terjadinya keganasan (Hartanto, 2007). d. Langkah Keempat : Antisipasi Pada langkah ini perlu diambil segera untuk mengantisipasi diagnosa potensial yang berkembang lebih lanjut dan menimbulkan komplikasi, sehingga dapat segera dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai dengan diagnosa potensial yang muncul (Varney, 2004). Pada kontrasepsi IUD tindakan yang dilakukan oleh bidan adalah dengan pemberian amoxilin 500 mg/oral tiap 6 jam dan tricodazole 3 x 500 mg/oral selama 3 hari, pemberian nasehat Vulva hygiene (Hartanto, 2007). e. Langkah Kelima : Perencanaan Merupakan pengembangan rencana perawatan yang komprehensif ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini adalah sebuah perluasan dari mengidentifikasi masalah dan diagnosa yang telah diantisipasi dan yang terbaru dan juga
27
melibatkan usaha untuk memperoleh bagian tambahan dari data apapun yang hilang (Varney, 2006). Perencanaan asuhan yang menyeluruh berkaitan dengan diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan, maka perencanaan yang perlu dilakukan terhadap klien menurut BKKBN (2009), adalah : 1) Periksa keadaan umum dan kesadaran pada kunjungan ulang 2) Periksa tanda-tanda vital 3) Periksa pengeluaran pervaginam 4) Beri informasi tentang personal hygiene daerah vagina dengan cara melakukan cebok dari arah depan ke belakang. 5) Anjurkan pada ibu untuk minum obat amoxillin 500 mg 3 x sehari dan tricodazole 500 mg x 3 sehari. 6) Anjurkan pada ibu untuk kontrol 1 minggu sampai keputihan sembuh atau membaik. f.
Langkah Keenam : Implementasi Implementasi
merupakan
pelaksaan
dari
asuhan
yang
telah
dierencanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana bidan harus berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggungjawab terhadap pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh (Varney, 2006). Pelaksanaan asuhan kebidanan pada akseptor KB IUD dengan flour albus sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. g. Langkah Ketujuh : Evaluasi Merupakan langkah terakhir untuk menilai keaktifan dari rencana asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnosa (Varney, 2006). Evaluasi yang diharapkan pada akseptor KB IUD dengan flour albus menurut Hartanto (2007), yaitu : 1) Pasien mengatakan sudah tidak merasakan cemas. 2) Keadaan umum baik, kesadaran composmentis. 3) Inspekulo tidak ada fluor albus 4) Pasien bersedia melakukan kunjungan ulang 1 minggu lagi atau bila ada keluhan.
28
5) Ibu bersedia menjaga kebersihan alat genitalia. h. Data Perkembangan Menggunakan SOAP : 1) Pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan yang telah menggunakan SOAP menurut Walyani (2015), yaitu : a) S: Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa. b) O : Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien misalnya kesadaran, pucat, lemah dan menahan sakit. Pada pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan Hb, pemeriksaan pap smear dan secret vagina. c) A : Assesment/Analisa Menggambarkan interpretasi
data
pendokumentasian subyektif
dan
hasil
obyektif
analisa dalam
dan suatu
indentifikasi d) P : Planning Menggambarkan pendokumentasian dari rencana evaluasi berdasarkan assessment. Memberikan konseling sesuai dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk membangun pengobatan. F. Tinjauan Islam 1. Keluarga Berencana menurut Agama Ada dua pendapat mengenai pandangan agama Islam terhadap keluarga berencana, hal tersebut yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat kontrasepsi. Karena ada beberapa ulama yang .mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah sesuatu hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama karena berlawanan dengan takdir/kehendak Allah.
29
Selanjutnya pendapat/pandangan agama dalam pemakaian alat kontrasepsi IUD. Ada dua pendapat yaitu memperbolehkan/menghalalkan dan melarang/mengharamkan. a. Pendapat/pandangan agama yang memperbolehkan/menghalalkan pemakaian kontrasepsi IUD : 1) Pemakaian IUD bertujuan menjarangkan kehamilan. Dengan menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat merencanakan jarak kehamilan sehingga ibu tersebut dapat menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga dengan baik. 2) Pemakaian IUD bertujuan menghentikan kehamilan. Jika di dalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya sangat merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan memberikan rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko tinggi dapat mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga. b. Pendapat/pandangan
agama
yang
melarang/mengharamkan
pemakaian kontrasepsi IUD : 1) Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan kontrasepsi. 2) Mekanisme IUD belum jelas, karena IUD dalam rahim tidak menghalangi pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel mani masih dapat masuk dan dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan). 3) Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan alat lainnya. Selain itu pada waktu pemasangan dan pengontrolan IUD harus dilakukan dengan melihat aura wanita. 2. Keluarga Berencana menurut Al-Qur’an Pandangan Al-Quran terhadap Keluarga Berencana terdapat dalam ayat Al-Quran Surat An-Nisa’:9
30
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An-Nisa’: 9) 3. Keluarga Berencana menurut Sabda Rasulullah S.A.W
”Tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, dari pada kamu tinggalkan mereka yang menjadi beban yang minta-minta kepada orang banyak.‟ (Muttafaqun Alaih atau diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
4. Keluarga Berencana menurut pandangan Ulama a. Ulama yang memperbolehkan Diantara ulama yang membolehkan adalah Imam Al-Ghazali, Syaikh Al-Hariri, dan Syaikh
Syalthut. Ulama yang membolehkan ini
berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti program KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan ibu, menghindari kesulitan
ibu
dan
untuk
menjarangkan
anak.
Mereka
juga
berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ke tujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat Al-Mu’minun ayat 12, 13 dan 14. b. Ulama yang melarang Prof. Dr. Madkour Abu Ala Al-Maudi melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan, seperti dalam AlQur’an surat Al-An’am ayat 151 yang artinya, ”Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan member rezeki kepadamu dan kepada mereka‟.
31
5. Keluarga Berencana menurut pandangan Muhammadiyah Penjelasan dari majelis tajrih : a. Ayat Al-Qur’an dan Hadist-hadist yang disebut dalam konsideran : menjadi pengantar konsideran berikutnya. b. Keseimbangan antara maksud perkawinan
untuk
memperoleh
keturunan, anjuran umtuk memperbanyak keturunan, berusaha agar anak keturunan kita tidak menjadi beban orang lain dan berusaha agar umat Islam merupakan umat yang kuat, menjadi kebulatan pandangan dalam perumusan keputusan Keluarga Berencana. c. Pencegahan kehamilan yang dianggap berlawanan dengan ajaran Islam ialah : sekap dan tindakan dalam perkawinan yang dijiwai oleh niat
segan
mempunyai
keturunan
atau
dengan
cara
merusak/merubah organism yang bersangkutan seperti : memotong, mengikat dan lain-lain. d. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui fatwa-fatwa tarjih menjelaskan, surah An-Nisa ayat 9 secara umum dapat menjadi motivasi keluarga berencana, tapi bukan jadi dasar langsung kebolehannya. Ayat tersebut berbunyi “Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang
mereka,
yang
mereka
khawatir
terhadap
kesejahteraannya”. Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, Islam menganjurkan agar kehidupan anak-anak jangan sampai terlantar sehingga menjadi tanggungan orang lain. Ayat tersebut mengingatkan agar orang tua selalu memikirkan kesejahteraan jasmani dan rohani anak-anaknya. G. Landasan Hukum 1. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan a. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
32
b. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. c. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. d. Sarana
kesehatan
adalah
tempat
yang
digunakan
untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. e. Transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. f. Implan adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan ke dalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan atau kosmetika. 2. Dalam kasus akseptor IUD dengan flour albus wewenang seorang bidan diatur dalam Permenkes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 9 bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. Pelayanan kesehatan ibu. b. Pelayanan kesehatan anak. c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk: 1. Memberikan
penyuluhan
dan
konseling
kesehatan
reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. 2. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Pasal 13 Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
33
1.
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim.
2.
Memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih.
3. Asuhan
pada
ibu/wanita
dengan
gangguan
reproduksi
menurut
KEPMENKES RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan: Asuhan pada ibu/wanita dengan gangguan reproduksi menurut KEPMENKES RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 merupakan kompetensi yang ke-9 dari standar kompetensi bidan yang terdiri dari pengetahuan dasar, keterampilan dasar dan keterampilan tambahan. Kompetensi ke-9 : Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu/wanita dengan gangguan system reproduksi. Pengetahuan dasar : a. Penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS. b. Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit seksual yang lazim terjadi. c. Tanda, gejala dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. Keterampilan dasar : a. Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan system reproduksi. b. Memberikan pengobatan pada perdarahan abnormal dan abortus spontan (bila belum sempurna). c. Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat pada wanita/ibu dengan gangguan system reproduksi. d. Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan pada gangguan system reproduksi meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. e. Mikroskop dan penggunaannya. f.
Teknik pengambilan dan dan pengiriman sediaan papsmear
Keterampilan tambahan : a. Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina. b. Mengambil dan proses pengiriman sediaan papsmear
34
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat An-Nisa ayat 9 HR Bukhari Bahari, H.(2012). Cara Mudah Atasi Keputihan. Yogyakarta: Buku Biru. BKKBN. (2009). Angka Prevalensi KB dan Unmet Need Hasil Mini Survei. Cukilan Data Program Keluarga Berencana Nasional Nomor: 264 Tahun-2009.
Jakarta:
Dokumentasi.
Available:
Direktorat
Pelayanan
Informasi
http://www.ProgramKB.com.
dan
Diakses
tanggal 17 Mei 2016 BKKBN,
(2011).
Program
KB
Nasional
di
Indonesia.
Available
:
http://www.ProgramKB.com. Diakses tanggal 24 April 2016. Depkes RI., (1992). UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Depkes RI _________.Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Depkes RI; 2013. http://www.kemkes.go.id. Diakses tanggal 11 Mei 2017 __________(2014). Pedoman Penanggulangan Efek Samping / Komplikasi Kontrasepsi. Jakarta : Departemen Kesehatan Dinkes.
(2014).
Absensi
Laporan
Kabupaten
Kota
2014.
Available
http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/807.
:
Diakses
tanggal 15 Mei 2016 Estiwidani dkk. (2008). Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya. Hartanto. (2007). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Edisi 2. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. https://doktermaya.wordpress.com/2011/11/06/fluor-albus/ Kasdu, D (2008). Solusi Problem Wanita Dewasa, Jakarta: Puspa Swara, Anggoru IKAPI
45
46
Katharini Kusrini, Prasetyowati, Yuliawati. (2009). Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMU Muhammadiyah Metro Tahun 2009, Jurnal Kesehatan ‟Metro Sai Wawai‟ Vol.11 No.2 Edisi Desember 2009 Kemenkes. (2013). Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2015. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. ______________,Kepmenkes RI Nomor : 369/Menkes/SK/III/2007 Standar Profesi Bidan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kusmiran, Eny. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta Selatan: Salemba Medika. Manuaba, I.B.G. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC. Manuaba, Ida Agus.(2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan. Muhammadiyah (2011). Himpunan Putusan Tarjih. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah Nursalam. (2009) Proses Dokumentasi Keperawatan, Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika. Permenkes. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Available online: http://www.google.co.id/tag/ diakses tanggal 12 Mei 2016. Prawirohardjo. (2012). Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Ramayanti. (2004). Pola Mikroorganisme Fluor Albus Patologis yang Disebabkan oleh Infeksi pada Penderita Rawat Jalan di Klinik Ginekologi Rumah Sakit Umum dr. Kariadi Semarang, 2-25.
47
Saifuddin, A.B. (2009). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. Sulistyawati, L. (2012). Pelayanan Keluarga Berencana. 2012. Jakarta : Salemba Medika. Soepardan, Suryani. (2008). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC. Sya’rawi, (2013). Program Keluarga Berencana Menurut Hukum Islam Available: https://keperawatanreligionameliarienna.wordpress.com/.
Diakses
tanggal 8 Mei 2016 Varney, H. (2008) Asuhan Kebidanan Vol. 2. Jakarta : EGC. Walyani, ES., Purwoastuti, THE. (2015) Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil. Yogyakarta : Pustaka Baru Press Wiknjosastro, H. (2012) Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Zannah, I. (2008) Gambaran Keluhan-keluhan Akibat Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD pada akseptor IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi
Kota
Bandung.
Jurnal
Kesehatan,
Desember