ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI DI RUANG VII (NIFAS) RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA
Laporan Tugas Akhir Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh: IRMA SURYANI NIM. 13DB227065
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI DI RUANG VII (NIFAS) RSUD dr.SOEKARDJOKOTA TASIKMALAYA1 Irma Suryani2Anisa Nur Amalia 3Heni Heryani4 INTISARI Salah satu masalah menyusui pada masa nifas adalah bendungan ASI (engorgement of the breast). Dikemukakan angka kejadian bendunagan ASI yang terjadi diberbagai dunia terjadi dihari ke-2 atau ke-3 ketika produksi ASI meningkat. Angka kejadian bendungan ASI di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya 519 jiwa, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara. Salah satu penyebab terjadinya bendungan ASI disebabkan karena pengeluaran ASI yang tidak lancar dan produksi ASI yang meningkat. Tanda gejala bendungan ASI berupapayudara bengkak, keras, terasa panas sampai suhu badan naik, sehingga menyebabkan air susu tidak lancar atau keluar sedikit. Pada kasus bendungan ASI yang tidak tertangani akan terajdi peradangan pada payudara (mastitis). Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada bendungan ASI dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada Bendungan ASI ini dilakukan selama 3 hari diruang VII (nifas) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendangan ASI. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas di ruang VII (nifas) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dilaksankan dengan baik.
Kata Kunci
: Bendungan ASI
Kepustakaan
: 26 sumber (2006-2016)
Halaman
: i-xii, 48 Halaman, 10 Lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3 Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis 4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahasa latin “puer” yang berarti anak, parous artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan. Masa nifas dapat diartikan sebagai masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama pada masa ini berkisar 6-8 minggu (Sujiyatini, dkk, 2010). Pada permulaan masa nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik atau apabila kelenjar-kelenjar payudara tidak dikosongkan dengan sempurna, akan terjadi pembendungan air susu, mammae panas serta keras pada perabaan nyeri, puting susu bisa mendatar sehingga dapat menyukarkan bayi untuk menyusu (Wiknjosastro, 2009). Biasanya payudara yang mengalami bendungan ASI akan terlihat oedema, puting susu kencang, dan ASI tidak keluar. Akibat terhadap bayi, bayi tidak puas setiap setelah menyusu, bayi sering menangis atau bayi menolak menyusu (Setyo & Sri, 2011). Jika bendungan ASI tidak ditangani dengan baik maka akan terjadi mastitis, peradangan payudara, abses payudara, dan akibat lebih lanjut akan terjadi kematian (Ambarwati dkk, 2008). Diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara (WHO, 2010). Berdasarkan laporan dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 (SDKI, 2012), menunjukan bahwa sebanyak 27% bayi di Indonesia mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan 4-5 bulan. Sedangkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 (Riskedes, 2013) mendapatkan 30,2% bayi 0-6 bulan mendapatkan ASI saja pada 24 jam terakhir. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009 menunjukan bahwa 55% ibu menyusui mengalami payudara bengkak dan mastitis, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan payudara selama kehamilan. Payudara bengkak dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan 1
2
pada puting susu, misalnya puting susu datar, terbenam, dan panjang (Manuaba, 2010). Angka kejadian bendungan ASI sampai saat ini tidak diketauhi secara pasti. Menurut badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI pada tahun 2006 kejadian bendungan ASI di Indonesia terbanyak terjadi pada ibuibu bekerja sebanyak 16% dari ibu menyusui (DepKes RI, 2008). Sementara hasil Suervei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Provinsi Jawa Barat yaitu 13% (1-3 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi diperkotaan dan 2-13% (2-13 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi dipedesaan (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2009). Data yang diperoleh dari Poli Laktasi RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya pada bulan Januari 2015-Februari 2016 didapatkan data sebagai berikut: Tabel 1.1 Data Kasus Bendungan ASI di RSUD dr. Soekardjo
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Jumlah
Masalah / Tindakan Penyulit ASI Bendungan ASI Eksklusif Breast Care Konseling 25 1 38 3 44 5 31 4 20 6 3 10 21 6 15 7 12 8 44 12 52 1 59 3 65 31 90 41 519 138
Kasus Baru
Lama
26 41 49 35 26 13 27 22 20 56 53 62 96 131 659
-
Sumber : Poli Laktasi RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya Januari 2015-Februari 2016
Penelitian yang dilakukan oleh Tania (2014) meneliti tentang bendungan ASI di RSUD Ambarawa dengan perolehan data dari 6 bulan terakhir yaitu bulan Desember 2013 sampai bulan Mei 2014 diperoleh hasil dari 234 ibu yang melahirkan di RSUD Ambarawa dan didapatkan 48% ibu post partum yang mengalami penyulit lebih banyak pada masa nifas, salah satunya termasuk kasus bendungan ASI.
3
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi komplikasi akibat bendungan ASI maka dibutuhkan peran bidan antara lain mempersiapkan ibu pada masa antenatal dengan melakukan pemeriksaan payudara dan perawatan payudara, memberikan informasi tentang laktasi dan memberikan motivasi ibu untuk menyusui pada masa nifas dan bidan harus bisa mengatasi masalah yang sering terjadi yaitu kelainan pada bentuk puting susu dan puting susu lecet (Perinasia, 2006). Penanganan bendungan ASI dilakukan yang paling penting adalah dengan mencegah terjadinya payudara bengkak, susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa dijadwal, keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan, untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan, untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum menyusui, untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari puting ke arah korpus mammae. Ibu harus rileks, pijat leher dan punggung belakang (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menjelaskan tentang hak menyusui bagi seorang anak dan kewajiban seorang ibu untuk menyusuinya serta kewajiban bagi seorang ayah untuk mencukupi kebutuhan mereka baik mereka dalam kondisi belum bercerai atau telah bercerai. Allah Ta’ala berfirman.
ُ ََو ْال َوالِد َاعة َ ض َ َّْن َكا ِملَي ِْن لِ َمنْ أَ َرادَ أَنْ ُي ِت َّم الر ِ ات يُرْ ضِ عْ َن أَ ْوالدَ هُنَّ َح ْولَي “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan” [QS al-Baqoroh : 233]. Asi Menumbuhkan Tulang Dan Daging, Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu berkata :
َ اع ِاالَّ َما اَ ْن َش َز ْال َع ْظ َم َو اَ ْن َب ت اللَّحْ َم َ ض َ الَ َر
4
“Tidaklah dikatakan persusuan kecuali apa-apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR. Abu Dawud no. 2059, dishohihkan al-Albani. Yakni secara mauquf dengan syawahid-nya pada riwayat Ahmad, ad-Daruquthni dan al-Baihaqi). Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan dan dianjurkan kurang lebih 2 tahun penuh merupakan salah satu program pemerintah, pemberian ASI secara dini juga dapat mencegah ibu dari berbagai masalah pada payudara seperti bendungan ASI, mastitis, dan abses. Begitu banyak sekali firman Allah SWT yang membahas mengenai pemberian ASI salah satunya dalam surat AL-Baqoroh ayat 233 yang bermakna bahwa Allah menyeru kepada umatnya (para ibu) agar menyusu anak-anaknya selama 2 tahun penuh. Bahkan pemberian ASI selama 2 tahun penuh merupakan penyempurnaan penyusuan bagi seorang muslim. Manfaat pemberian ASI Juga terdapat dalam hadist yang dikatakan oleh ibnu mas’ud rodhiyallohu anhu bahwa ASI dapat menguatkan tulang dan serta menumbuhkan daging. Berdasarkan
latar
belakang
tersesbut
penulis
tertarik
untuk
mengambil kasus nifas dengan bendungan ASI sebagai Laporan Tugas Akhir dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas terhadap Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah pada
studi kasus
ini adalah
“Bagaimana Penatalaksanaan
Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas terhadap Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya?”
C. Tujuan Pengkajian 1. Tujuan Umum Melaksanakan
asuhan
kebidanan
pada
ibu
nifas
dengan
Bendungan ASI terutama pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan.
5
2. Tujuan Khusus a. Dapat mengumpulkan data dasar dalam asuhan kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. b. Dapat menginterpretasi data dasar dalam asuhan kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. c. Dapat mengidentifikasi diagnosis/masalah potensial dan antisipasi penanganannya pada asuhan kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. d. Dapat menetapkan tindakan segera dalam asuhan kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. e. Dapat
menyusun
rencana
asuhan
menyeluruh
dalam
asuhan
kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. f. Dapat melaksanakan langsung asuhan dengan efisien dan aman dalam asuhan kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. g. Dapat mengevaluasi hasil tindakan dalam asuhan kebidanan pada Ny. S umur 32 tahun P3A1 2 hari Post Partum dengan Bendungan ASI di Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
D. Manfaat Pengkajian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian kasus diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan
ilmu kebidanan, khususnya dalam
memberikan asuhan kebidanan pada kasus bendungan ASI. 2. Manfaat Praktis a.
Bagi Lahan Praktik Sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan dalam mengatasi ibu nifas dengan bendungan ASI.
6
b.
Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan untuk menghasilkan lulusan bidan yang profesional dan mandiri dan juga sebagai penambahan bahan kepustakaan yang dapat dijadikan studi banding untuk penelitian studi kasus selanjutnya.
c.
Bagi Penulis Dapat meningkatkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas patologis dan juga sebagai bahan masukan atau informasi untuk peneliti agar mampu mengaplikasikan seluruh teori ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan praktik lapangan.
d.
Bagi Klien Menambah pengetahuan dan wawasan klien dalam mengatasi masalah bendungan ASI sehingga tidak ada kesulitan dalam menyusui bayinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Nifas 1. Definisi Masa Nifas Masa nifas (peurperium) berasal dari kata puer artinya bayi, parous artinya melahirkan atau masa sesudah melahirkan, yang berlangsung selama 6 minggu (Saleha, 2009). Masa nifas (puerperium) atau periode pasca persalinan (post partum) ialah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai berakhirnya
periode
inpartum
sampai
menuju
kembalinya
sistem
reproduksi wanita tersebut kekondisi tidak hamil (Varney, 2007). Masa nifas (peurperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, Masa nifas atau post partum disebut juga peurperium yang berasal dari bahasa lain yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan (Sari dan Rimandini, 2014). Jadi masa nifas adalah masa setelah persalinan selesai yaitu setelah kelahiran plasenta dan berakhir setelah 6 minggu dimana sistem reproduksi kembali kepada keadaan sebelum hamil. 2. Tujuan asuhan Masa Nifas Menurut Maryunani (2015), tujuan dari pemberian asuhan masa nifas adalah sebagai berikut: a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologisnya. b. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk apabila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari. d. Memberikan pelayanan KB
7
8
3. Periode Masa Nifas Menurut Maryunani (2015) Masa nifas dibagi dalam 3 periode, yaitu : a. Puerperium dini (Periode Immediate Postpartum) Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Masa segera setelah plasenta lahir sampai kepulihan dimana ibu sudah diperbolehkan mobilisasi jalan. Masa pulih/kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. b. Puerperium intermedial (Periode Early Postpartum 24 jam-1 minggu) Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. Peran bidan pada masa ini bidan memastiakn involusi uteri dalam keadaan normal
tidak ada perdarahan, lochea tidak berabau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapakan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik. c. Remote puerperium (Periode Late Postpartum, 1 minggu-5 minggu) Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Masa ini bisa berlangsung 3 bulan bahkan lebih. 4. Peran dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas Menurut Sari dan Rimandini (2014) bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain: a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas. b. Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan bayi. c. Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial, serta memberikan semangat kepada ibu. d. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga. e. Membantu ibu dalam menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman. f. Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu. g. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi. h. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
9
i. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman. j. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa, dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas. k. Memberikan asuhan secara profesional. 5. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Kebijakan Program Nasional Masa Nifas yaitu paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas, dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL juga untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masa nifas (Martalia, 2012). 6. Kunjungan Masa Nifas Menurut Sarwono (2010) kunjungan yang bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir juga untuk mencegah, mendeteksi serta menangani masalah-masalah yang terjadi maka Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal adalah sebagai berikut. Tabel .1.2 Asuhan Kunjungan masa nifas Kunjungan
Waktu
Asuhan
I
2-6Jam Post Partum
II
2-6 Hari Post Partum
1. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. 2. Pemantauan keadaan umum ibu. 3. Melakukan hubungan antara bayi dan ibu. 4. Pemberian ASI awal. 1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal. 2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal. 3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makana, cairan, dan istirahat. 4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. 5. Konseling mengenai asuahan pada bayi.
10
III
2 Minggu Post Partum 6 Minggu Post Partum
IV
Asuhan pada 2 minggu postpartum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum. 1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami. 2. Memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi.
Sumber : Prawihardjo, 2010
7. Proses Nifas Uterus berangsur- angsur menjadi kecil sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. a. Involusi TFU Berat Uterus Tabel 1.3 proses involusi uterus Involusi
Tinggi Fundus
Berat Uterus
Plasenta lahir
Sepusat
1000 gram
7 hari (1 minggu)
Pertengahan pusat-simfisis
500 gram
14 hari (2 minggu)
Tak teraba
350 gram
42 hari (6 minggu)
Tak teraba
50 gram
56 hari (8 minggu)
Normal
30 gram
Sumber : (Manuaba, 2007)
b. Plasental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm, minggu ke-3 menjadi 3,5 cm, minggu ke-6 menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih. Luka-luka pada jalan lahir apabila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari. Lochea adalah cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Ada beberapa macam lochea yaitu : 1)
Lochea rubra cruenta): berisi darah segar dan sisa- sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo dan mekonium, selama dua hari pasca persalinan.
2)
Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
3)
Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berubah lagi, pada hari ke-7 sampai ke-14 pasca persalinan.
4)
Lochea alba: cairan putih setelah 2 minggu.
11
5)
Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
6)
Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.
c. Setelah persalinan bentuk servik agak mengganggu seperti corong berwarana merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan kecil. d. Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur- angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. 8. Penanganan Masa Nifas a. Mobilisasi: setelah persalinan ibu harus beristirahat, tidur terlentang, kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan duduk, hari ketiga
jalan-jalan, dan hari keempat/kelima
sudah
diperbolehkan pulang. b. Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah-buahan. c. Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadangkadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi musculus sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. d. Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. e. Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae yaitu: 1)
Proliferasi kelenjar- kelenjar, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
2)
Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum berwarna kuning-putih susu.
3)
Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
12
4)
Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
9. Tanda bahaya masa nifas Menurut Maryunani (2015), ada beberapa tanda bahaya yang harus diperhatikan oleh bidan/tenaga kesehatan atau ibu sendiri,yaitu : a. Demam (>37,50C). Menurut teori Sari dan Rimandini (2014), 24 jam postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,5 0C-380C) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan, dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa yaitu 36,5- 37,50C. b. Perdarahan aktif dari jalan lahir. Dalam hal ini, perdarahan pervagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah bnyak sekitar 500 cc atau lebih dari traktus genetaliasetelah melahirkan. c. Bekuan darah yang banyak. d. Muntah. e. Rasa sakit waktu Buang Air Kecil/berkemih. f. Pusing atau sakit kepala yang terus menerus atau masalah penglihatan. g. Lochea berbau, yakni pengeluaran dari vagina yang baunya menusuk. h. Sakit perut yang yang hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung dan nyeri ulu hati. i. Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah. j. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau diri sendiri. k. Pembengkakan 1)
Pembengkakan di wajah dan di tangan
2)
Rasa sakit, merah dan bengkak di kaki.
l. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama. m. Sulit dalam menyusui atau payudara yang berubah menjadi merah panas dan terasa sakit.
13
B. Bendungan ASI 1. Definisi Bendungan Air Susu Ibu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara
karena
peningkatan
aliran
vena
dan
limfe
sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri di sertai kenaikan suhu badan (Maryunani, 2015). Bendungan ASI dikarenakan penyempitan duktus laktiferus atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu (Maryunani, 2015). Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu menyusui (Prawirohardjo, 2011). 2. Anatomi Payudara Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada, dan fungsinya memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, dengan berat kira-kira 200 gram, yang kiri umumnya lebih besar dari yang kanan. Pada waktu hamil, payudara membesar mencapai 600 gram dan pada waktu menyusui bisa mencapai 800 gram (Maryunani, 2015). Payudara disebut pula galndula mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang kecuali jika dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas sedangkan hamil dan berkembang terutama berkembang pada saat menyusui (Sari dan Rimandini, 2014). Ukuran payudara berbeda untuk setiap individu, juga bergantung pada stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih besar daripada payudara yang lain (Sari dan Rimandini, 2014).
14
Gambar 2.1 Anatomi Payudara Sumber : Maryunani (2015)
3. Bagian Utama Payudara Menurut Maryunani (2015), Ada tiga bagian utama payuadara yaitu : a. Korpus (badan) yaitu bagian yang membesar. b. Areola yaitu bagian yang menghitam di tengah. Bagian ini terdiri dari kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi dan masing-masing payudara bergaris tengah kira-kira 2,5 cm. Areola ini berwarna merah muda pada wanita pada wanita yang berkulit cerah, lebih gelap pada wanita yang berkulit coklat dan warna tersebut menjadi lebih gelap pada waktu hamil. Didaerah areola ini terletak kira-kira glandula sebecea. Pada kehamilan areola ini membesar dan disebut
tuberculum
montgomery. c. Papilla, atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara, dengan panjang kira-kira 6 mm, tersusun atas jaringan erektil berpigmen dan merupakan bangunan yang sangat peka. Permukaan papila mamae berlubang-lubang berupa ostium papilare kecil-kecil yang merupakan muara ductus lactifer ini dilapisi oleh epitel. Bentuk puting ada empat yaitu: normal, pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted).
15
Gambar 2.2 : Bentuk putting Sumber :Maryunani (2015)
4. Proses Laktasi dan Menyusui Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan pengeluara ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-19 minggu, dan baru selesai ketika mulai menstruasi dengan terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang berfungsi maturasi alveoli, sedangkan hormon prolaktin adalah hormon yang yang berfungsi untuk memproduksi ASI. Selama masa kehamilan hormon ptolaktin dari placenta meningkat, tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang tinggi (Maryunani, 2015). Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan kadar estrogen dan progesterone turun drastis, sehingga pengaruh hormon prolaktin lebih dominan pada saat inilah terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan puting susu, terbentuklah prolaktin dan hipofisis, sehingga sekresi ASI lebih lancar (Maryunani, 2015). Dua refleks penting dalam proses laktasi, yaitu: a. Reflek Prolaktin Dalam puting susu terdapat banyak ujung syaraf sensoris, bila ini dirangsang timbul impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis bagian depan sehingga kelenjar ini mengeluarkan hormon prolaktin, hormon inilah yang berperan dalam produksi ASI.
16
b. Reflek aliran (let down refkes) Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis depan, tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang yang mengeluarkan hormon oksitosin, hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa keluar. Makin sering menyusui pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga kemungkinan terjadinya bendungan air susu makin kecil. Tiga refleks refleks penting dalam mekanisme hisapan bayi, yaitu: a. Reflek Menangkap (Rooting Reflex) Refleks ini timbul bila bayi tersentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan, bila bayi bibirnya dirangsang dengan papilla mammae, maka bati akan membuka mulutnya dan berusaha untuk menangkap puting susu. b. Reflek Menghisap (Sucking Reflex) Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting. Supaya puting mencapai bagian belakang palatum, maka sebagian besar areola harus tertangkap mulut bayi. c. Refleks menelan (Swallowing Reflex) Bila mulut bayi sudah terisi ASI, ia akan menelannya. 5. Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI Menurut Rukiyah dan Yulianti (2010), beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu: a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI). b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI). c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
17
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI). d. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI). e. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI). f. Pengeluaran ASI (Bendungan juga dapat terjadi pada ibu yang ASI nya tidak keluar sama sekali (agalaksia), ASI sedikit (oligolaksia) dan ASI terlalu banyak (poligalaksia) tapi tidak dikeluarkan/disusukan. 6. Tanda dan Gejala Bendungan ASI Mammae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, puting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu. Pengeluaran susu kadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit. Payudara bengkak, keras, panas, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 38 0C. (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Bendungan air susu ibu ditandai dengan payudara bengkak, keras, terasa panas sampai suhu badan sedikit naik. Sehingga menyebabkan air susu tidak lancar atau keluar sedikit. Bendungan ASI merupakan permulaan kemungkinan infeksi payudara atau mastitis. Apabila masih terjadi akan menimbulkan demam, nyeri lokal pada payudara, terjadi pemadatan dan terjadi pemadatan perubahan warna pada payudara (Laksono,2010). 7. Penanganan Bendungan ASI Penanganan yang dilakukan yang paling penting adalah dengan mencegah terjadinya payudara bengkak dengan cara : a. Susukan bayi segera setelah lahir b. Susukan bayi tanpa di jadwal c. Keluarkan sedikit ASI sebelum menysusui agar payudara lebih lembek d. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi ASI melebihi ASI.
18
e. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. f. Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum menyusui. g. Untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang di mulai dari puting ke arah korpus mammae, ibu harus rileks, pijat leher dan punggung belakang (Rukiyah dan Yulianti, 2010). 8. Penatalaksanaan Bendungan ASI Penatalaksanaan Kasus pada ibu nifas dengan bendungan ASI adalah: a. Cara menyusui yang baik dan benar Menurut Maryunani (2015), cara menyusui yang baik dan benar adalah sebagai berikut: 1)
Sebelum menyusui, keluarkan sedikit ASI untuk mengolesi puting ibu agar bayi mencium aromanya dan lebih berselera menyusu.
2)
Susui bayi setiap kali ia menginginkannya dan selama yang ia mau.
3)
Saat menyusui, letakan bayi dalam pangkuan sedemikian rupa hingga wajah dan tubuhnya menghadap ke payudara ibu. Posisinya harus lurus searah dari telinga, hidung, dan badannya. Dagunya menempel di payudara ibu.
4)
Duduklah dalam posisi yang nyaman dan tegak, jangan membungkuk, kalau perlu sangga tubuh bayi dengan bantal. Ibu yang baru saja menjalani persalinan dengan operasi sesar tak perlu khawatir karena posisi bayi berada di atas perut.
5)
Jika paudara menyusu pada payudra kiri, letakkan kepalanya di siku lengan kiri ibu. Lengan kiri bayi bebas ke arah payudara. Begitu pula sebalikya.
6)
Topanglah payudara dengan meletakan ibu jari tangan ibu diatas puting dan keempat jari menyangga payudara.
7)
Usai menyusui, bayi akan melepaskan isapannya. Kalau tidak lepaskan puting dengan memasukan jari kelingking ibu ke mulut bayi melalui sudut mulut atau tekan dagu bayi agar bibir bawahnya terbuka. Jangan langsung menarik puting terlalu kuat
19
selagi masih berada
didalam mulut bayi karena akan
membuatnya lecet. 8)
Bila puting lecet, lakukan kompres dingin di payudara dan tetaplah menyusui bayi. Usai menyusui, usapkan tetesan ASI untuk pelumasan dan pelindungan. Jika menggunakan obat dokter, seka puting dengan air atau waslap basah yang lembut setiap kali akan menyusui.
Gambar 2.3 tekhnik menyusui yang baik dan benar Sumber: Maryunani (2015)
b. Menurut Prawirohardjo
(2010),
yang
mengatakan
berikan
parasetamol 500 mg per oral bagi ibu yang menyusui maupun tidak menyusui. Informasi Spesialite Obat Indonesia (2016), paracetamol 500 mg tablet, indikasi : anti nyeri dan penurun panas, dosis : 3-4 kali sehari 1-2 tablet/kapsul atau sesuai petunjuk dokter c. Perawatan Payudara Menurut Wahyuni dan Purwoastuti (2015), perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancar ASI. Perawatan payudara adalah perawatan payudara setelah melahirkan dan menyusui yang merupakan suatu cara yang dilakuakan untuk merawat payudara agar air susu keluar dengan lancar. Perawatan payudara sangat penting dilakuakan selama hamil sampai masa
20
menyusui. Hal ini dikarenakan payudara merupakan satu-satu penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga harus dilakukan sedini mungkin. Perawatan payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara semasa hamil, yang mempunyai tujuan sebagai berikut: 1)
Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi.
2)
Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet.
3)
Untuk menonjolkan puting susu yang terbenam.
4)
Menjaga bentuk buah dada tetap bagus.
5)
Untuk mencegah terjadinya penyumbatan.
6)
Untuk memperbanyak produksi ASI.
7)
Untuk mengetahui adanya kelainan. Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai
sedini mungkin yaitu 1-2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari (Wahyuni dan Purwoastuti, 2015) Langkah-langkah perawatan payudara yaitu: 1)
Persiapan Alat a)
Baby oil secukupnya.
b)
Kapas secukupnya.
c)
Waslap 2 buah.
d)
Handuk bersih 2 buah.
e)
Bengkok.
f)
Dua baskom berisi air (hangat dan dingin).
g)
BH yang bersih dan terbuat dari katun untuk menyokong payudara.
2)
Persiapan ibu Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan keringkan dengan handuk. a)
Baju ibu dibuka.
b)
Letakkan
handuk
diatas
pangkuan ibu
dan
tutuplah
payudara dengan handuk, buka handuk pada daerah payudara.
21
3)
Pelaksanaan perawatan payudara a)
Puting susu dikompres dengan menggunakan kapas minyak selama 3-4 menit, kemudian bersihkan dengan kapas minyak tadi.
b)
Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari, dan jari telunjuk diputar kedalam dengan kapas minyak tadi.
c)
Penonjolan puting susu yaitu: (1) Puting susu cukup di tarik sebanyak 20 kali. (2) Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap. (3) Memakai pompa puting susu.
d)
Pengurutan payudara: (1) Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian diratakan. (2) Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga jari dengan tangan kanan, mulai dari pangkal payudara berakhir dengan gerakan spiral pada daerah puting susu. (3) Buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal payudara dan berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara (lakukan gerakan seperti ini pada payudara kanan). (4) Kedua telapak tangan diantara kedua payudara, urutlah dari atas sambil mengangkat kedua payudara dan lepaskan keduanya perlahan. Lakukan gerakan ini kurang lebih 30 kali. (5) Sangga payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan
lainnya
mengurut
payudara
dengan
sisi
kelingking dari arah pangkal payudara ke arah puting susu. Lakuakan gerakan ini sekitar 30 kali. (6) Merangsang payudara dengan air hangat dan dingin secara bergantian. (7) Setelah itu usahakan menggunakan BH yang longgar atau khusus, yang dapat menopang payudara.
22
Gambar 2.4 cara perawatan payudara
Sumber: Maryunani (2010)
C. ASI Eksklusif 1. Definisi Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. ASI adalah makanan dan minuman terbaik dan paling ideal untuk bayi dalam masa 6 bulan pertama kehidupan, ASI eksklusif merupakan pemberian ASI saja selama 6 bulan pada bayi tanpa diberikan tambahan makanan apapun (Maryunani, 2015). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa tambahan makanan atau minuman lain. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal 128. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan
23
selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis. Artinya Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif adalah memberikan seorang anak hanya ASI untuk jangka waktu minimum 6 bulan, dengan kemungkinan untuk melanjutkan hingga usia 2 tahun bersama-sama dengan makanan pendamping. Apa yang dimaksud “indikasi medis” adalah ketika seorang profesional dalam bidang kesehatan mengindikasikan bahwa seorang ibu sedang berada dalam keadaan yang tidak cukup sehat untuk memberikan air susu. 2. Komposisi ASI Komposisi ASI berhubungan dengan jumlah sekresi, tahap laktasi, serta perbedaan perorangan seperti umur, jumlah anak, tingkat kesehatan, dan tingkat sosial. Lama anak dalam kandungan ternyata juga berpengaruh terhadap komposisi ini. Komposisi gizi ASI dapat dilihat pada tabel.
Tabel 1.3 Komposisi Gizi ASI (Per liter) Zat Gizi
Jumlah
Zat Gizi
Energi (kkal)
680,00
Mineral
Protein (g)
10,50
Kalsium (mg)
280,00
Lemak (g)
39,00
Fosfor (mg)
140,00
Laktosa (g)
72,00
Natrium (mg)
180,00
Kalium (mg)
525,00
Vitamin
Jumlah
Vitamin A (RE)
670,00
Klor (mg)
420,00
Vitamin D (µg)
0,55
Magnesium (mg)
35,00
Vitamin E (mg)
2,30
Besi (mg)
0,30
Vitamin K (µg)
2,10
Yodium (µg)
110,00
Tiamin (mg)
0,21
Mangan (µg)
6,00
Riboflavin (mg)
0,35
Kuprum (mg)
0,25
Niasin (mg)
1,50
Seng (mg)
1,20
Piridoksin (µg)
93,00
Selenium (µg)
20,00
Asam folat (µg)
85,00
Flour (mg)
16,00
Kobalamin (µg)
0,97
Krom (µg)
50,00
Asam Askorbat (mg)
40,00
Sumber : Almatsier, Soetardjo, Soekatri (2009)
24
3. Manfaat Pemberian ASI Menurut Saleha (2009), berikut adalah manfaat yang didapatkan dari pemberian ASI bagi bayi, ibu, keluarga, dan negara. a. Bagi Bayi 1) Komposisi sesuai kebutuhan. 2) Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan. 3) Perkembangan psikomotorik lebih cepat. 4) ASI mempunyai zat pelindung. 5) Menunjang perkembangan kognitif. 6) Menunjang perkembangan penglihatan. 7) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak. 8) Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat. 9) Dasar untuk perkembangan kepribadian yanng percaya diri. b. Bagi ibu 1) Mempercepat
proses
pemulihan
rahim
keukuran
sebelum
melahirkan. Isapan bayi pada saat menyusu akan mendorong otot rahim untuk tetap berkontraksi. 2) Proses kontraksi ini akan mencegah terjadinya pendarahan setelah melahirkan. 3) Mengurangi terjadinya kanker paayudara dikemudian hari. 4) Dapat digunakan sebagai metode kontrasepsi alamiah karena pada ibu yang menyusui secara eksklusif, ASI menekan kesuburan. 5) Menghemat
tidak
mengeluarkan
biaya
serta
mudah
mendapatkannya. 6) Mempunyai keuntungan psikologis, karena menimbulkan rasa bangga dan diperlukan. c. Bagi Keluarga 1) Mudah dalam poses pemberiannya. 2) Mengurangi biaya rumah tangga. 3) Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat biaya untuk berobat. 4) Cukup istirahat pada malam hari dan tidak banyak yang harus dipersiapkan.
25
d. Bagi Negara 1) Penghematan untuk subsidi anak sakit dan pemakaian obat-obatan. 2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula dan perlengkapan menyusui. 3) Mengurangi polusi. 4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) masa dengan yang berkualitas.
D. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan yanng digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencaraan, pelaksanaan dan evaluasi (Wahyuni dan Purwoastuti, 2015), Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berurut secara sistematis dan siklik (Soepardan, 2008). 2. Langkah Dalam Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Setiap langkah dalam manajemen kebidanan akan dijabarkan, sebagai berikut: a. Langkah I: Pengumpulan Data Dasar b. Langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara: 1)
Anamnenis Anamnesis
dilakukan
untuk
mendapatkan
biodata,
riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, spiritual, serta pengetahuan klien. 2)
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi:
26
a)
Pemeriksaan
khusus
(inspeksi,
palpasi,
auskultasi,
dan
perkusi). b)
Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya).
c. Langkah II: Interpretasi Data Dasar Langkah
kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. d. Langkah III: Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya Langkah ketiga mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. e. Langkah IV: Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi segera dengan Tenaga Kesehatan Lain. Bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. f. Langkah ke empat mencerminkan kesinambungan proses menejemen kebidanan. Jadi menejemen tidak hanya langsung selama asuhan primer priodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan.
27
g. Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagonis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antipasi ini mencangkup setiap hal berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien, agar bisa dilaksanakan secara efektif. Semua keputusan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang dilaksanakan pada pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi dengan apa yang akan dilakukan klien. h. Langkah VI: Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah ke enam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukan sendiri, namun ini tetap tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut.
Penatalaksanaan
yang
efesien
dan
berkualitas
akan
berpengaruh pada waktu serta biaya. i. Langkah VII Evaluasi Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor nama yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan:
28
apakah benar-benar terpenuhi sebagai mana diidentifikasi didalam diagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedang sebagian lagi belum efektif. Mengingat bahwa proses menejemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Soepardan, 2008). Melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman kepada klien dalam bentuk promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan (Kepmenkes no 938, 2007). 3. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian mengenai asuhan yang telah dan akan dilakukan pada seorang pasien, didalamnya tersirat proses berfikir bidan yang sistematis dalam menghadapi seorang pasien sesuai langkah manajemen kebidanan. Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data Subjektif, O adalah data Objektif, A adalah Analysis/Assessment dan P adalah Planning. Merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran penatalaksanaan manajemen kebidanan. a. S (Data Subjektif) Data subjektif (S), merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data), terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, dibagian data di
29
belakang huruf “S”, diberi tanda huruf “O” atau “X”. Tanda ini akan menjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara. b. O (Data Objektif) Data objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data) terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dan pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnostik lain. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. c. A (Assessment) A (Analysis) dan interpretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, karena keadaan pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan, dan akan ditemukan informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis dalam rangka mengikuti perkembangan pasien. Analisis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan/tindakan yang tepat. Analysis/assessment merupakan pedokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah kedua, ketiga dan ke empat sehingga mencangkup hal-hal berikut ini diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis/masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasi diagnosis/masalah potensial. Kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien. d. P (Planing) Planing/Perencanaan, adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa
30
mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang akan dilaksanakan harus mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi tenaga kesehatan lain, antara lain dokter. Dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluation/evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan. 4. Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan System Pendokumentasian SOAP. Alur pikir Bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
10. Proses Management Kebidanan 1)
7 Langkah (varney) Data
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
5 Langkah (kompetensi bidan)
SOAP NOTES
Data
Subjektif& Objektif
Masalah/Diagnosa Antisipasi masalahpotensial/diagno selain
Assesment/Diagn osa
Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Perencanaan Asuhan
Perencanaan Asuhan
Implementasi
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi
Assesment/Diagnosa
Plan : a. Konsul b. Tes diagnostik c. Rujukan d. Pendidikan d. Konseling e. Follow up
Gambar 2.5 : Keterkaitanan antara manajemen kebidanan dan system pendokumentasian SOAP Sumber: Muslihatun (2010).
31
E. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Masa Nifas Dengan Bendungan ASI Konsep dasar asuhan kebiidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut Prawirohardjo (2005), diagnosa bendungan ASI adalah sebagai berikut: 1. S : Data Subyektif Data subyektif diambil berdasarkan anamnesa penderita merasa payudara bengkak, keras, panas, nyeri bila ditekan. Warnanya kemerahan, suhu tubuh kadang disertai panas. Bayi rewel, karena sulit untuk menyusui dan pengeluaran ASI sedikit. 2. O : Data Obyektif Data Obyektif diambil berdasarkan: a. Pemeriksaan tanda-tanda vital Biasanya pada bendungan ASI suhu tubuh ibu lebih dari 37 0C b. Inspeksi Pengamatan dengan mata akan tampak payudara tegang, dan puting tidak terlalu menonjol c. Palpasi Merupakan tekhnik pemeriksaan indra peraba, karena tangan dan jari-jari merupakan indra yang sensitif. Pada kasus benndungan ASI payudara akan teraba penuh, keras, tegang, dan pengeluaran ASI sedikit. 3. A : Analisa Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Dengan data dasar bendungan ASI dari hasil pemeriksaan didapati payudara nyeri, terasa penuh, keluar ASI sedikit-sedikit dan badannya terasa menggigil disertai suhu tubuh yang meningkat sehingga dapat disimpulkan analisa data menjadi, misalnya : P1A0 2 hari post partum dengan bendungan ASI. 4. P : Penatalaksanaan Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkan analissa, untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan atau penalaksanaan yang diberikan pada ibu nifas dengan benndungan ASI menurut Wiknjosastro (2009) adalah :
32
a. Keluarkan ASI sebelum menyusu agar payudara lebih lembek. b. Keluarkan ASI sebelum menyusu sehingga ASI keluar lebih mudah ditangkap dan di hisap oleh bayi. c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI. d. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat menggunakan handuk secara bergantian e. Susukan ASI sesering mungkin tanpa dijadwal (on the mand) f. Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi ASI melebihi kebutuhan ASI. g. Dari penatalksanaan
bendungan
ASI tersebut
untuk
asuhan
kebidanan yang diberikan kepada klien dapat dilakukan: 1) Melakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital 2) Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat 3) Memberikan konseling tentang keburuhan nutrisi selama masa nifas 4) Memberikan konseling tentang cara menysui yang benar. 5) Memberitahu ibu untuk melakukan kompres dengan air hangat pada ke-2 payudara. 6) Memberikan KIE tentang perawatan payudara 7) Melakukan rujukan ke puskesmas bila bendungan ASI tidak sembuh dalam 1 minggu (Ai yeyeh dan Yulianti, 2010). Evaluasi pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut Wiknjosastro (2009), yaitu terpenuhinya kebutuhan ibu untuk banyak istirahat, ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi selama nifas, ibu mengerti tentang cara menyusui yang benar dan ibu mengerti tentang perawatan payudara.
33
F. Kewenangan atau Landasan Hukum Seuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1464/MENKES/PER/X/2010 yang menjadi landasan hukum pada ibu nifas adalah : 1. BAB III Pasal 9 huruf a Bidan dalam menjalankan praktek, bidan berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu. 2. BAB III Pasal 10 ayat 1 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan. 3. BAB III Pasal 10 ayat 2 huruf d dan e Pelayanan kesehatan ibu nifas normal dan Pelayanan ibu menyusui. 4. BAB III Pasal 10 ayat 3 huruf f dan h Bidan dalam memberikan pelayanan fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif. Bidan berwenang memberikan penyuluhan dan konseling. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.369/MENKES/ SK/III/2007 tentang Standar Pofesi Bidan mengenai layanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yag kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. UU Kesehatan Nomor. 23 Tahun 1992 yaitu: Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran dan hak opini kedua. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak amendapatkan ganti rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.
34
G. Masa Nifas dan Menyusui dalam Islam Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah-mengatakan, “Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah darah nifas”. Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnya yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh pembawa syari’at hal. 37: “Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andai kata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah darah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu adalah darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits. Seorang ibu yang baru saja melahirkan anaknya yaitu ibu nifas mempunyai kewajiban untuk memelihara dan menyusui anak yang baru saja dilahirkannya. Menyusui bayi atau anak di bawah usia 2 tahun mempunyai dampak yang baik terhadap bayi atau anak. Berikut ini adalah kajian tentang menyusui bayi dengan dasar dari Kitabullah Al-Qur’an mengenai menyusui bayi dari sudut pandang kesehatan berdasarkan hasil dari penelitian kesehatan. Anjuran Menyusui bayi dalam Al-Qur’an Dalil Firman Allah swt dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
ُ ََو ْال َوالِد اع َة َ ض َ َّْن َكا ِملَي ِْن لِ َمنْ أَ َرادَ أَن ُي ِت َّم الر ِ ات يُرْ ضِ عْ َن أَ ْوالَدَ هُنَّ َح ْولَي َو َع َلى ْال َم ْولُو ِد َل ُه ِر ْزقُهُنَّ َوكِسْ َو ُتهُنَّ ِب ْال َمعْ ُروفِ الَ ُت َكلَّفُ َن ْفسٌ إِالَّ وُ سْ َع َها ْث م ِْث ُل َذل َِك َفإِن ِ ار َ الَ ُت ِ ضآرَّ َوالِدَ ةُ ِب َو َل ِد َها َوالَ َم ْولُو ُدُُ لَّ ُه ِب َو َل ِد ِه َو َع َلى ْال َو اح َع َلي ِْه َما َوإِنْ أَ َر ْد ُت ْم أَن ٍ ِصاالً َعن َت َر َ اض ِّم ْن ُه َما َو َت َشاوُ ٍر َفالَ جُ َن َ أَ َرادَ ا ف اح َع َل ْي ُك ْم إِ َذا َسلَّ ْم ُتم مَّآ َءا َت ْي ُتم ِب ْال َمعْ رُوفِ َوا َّتقُوا َ َتسْ َترْ ضِ عُوا أَ ْوالَدَ ُك ْم َفالَ جُ َن ُُُون َبصِ ير َ ُ هللا ِب َما َتعْ َمل َ َّهللا َواعْ َلمُوا أَن َ
35
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma´ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Baqarah: 233). Dari firman Allah swt. di atas, maka jelaslah bahwa ibu berkewajiban untuk menyusui anaknya atau bayinya. Dan dengan maka, anak berhak untuk mendapatkan ASI (air susu ibu) dari ibunya. Dan menyusui bayi atau anak hendaknya dan sebaiknya disempurnakan selama dua tahun. Sedangkan kewajiban ayah adalah untuk menafkahi untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarganya termasuk istri dan anaknya. Berdasarkan
dari sumber al-Qur’an, dan juga dari hasil penelitian
kesehatan maka menyusui bayi adalah sangat dianjurkan, merupakan kewajiban ibu serta hak bagi anak untuk ASI eksklusif dan sebaiknya menyempurnakannya hingga dua tahun. Hal ini karena ASI eksklusif sangat penting bagi pertumbuhan, perkembangan anak serta efek psikologis bagi keduanya. Islam begitu sempurna dan salah satu ajarannya adalah memberikan yang terbaik kepada anak, mencintai mereka, menjaga dan merawat mereka sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat dan unggul.
DAFTAR PUSTAKA Ayat Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 233
HR. Abu Dawud no. 2059 http://bit.ly/24UDtos [diakses 3 Mei 2016]
HR. Abu Dawud no.311 http://rumaysho.com/thoharoh/-darah-nifas-tidakberhentisetelah-40-hari-6413.html [diakses 3 Mei 2016 Ambarwati & Wulandari. (2010). Asuhan kebidanan nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Chasanah., S (2013). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Pada Ny. M G 1P0 Dengan Bendungan Saluran ASI di BPS Yunita Setyo Margono Sambungmacan Sragen. http://blt.ly/1NvFJbw [diakses 13 April 2016]
Elisbeth, Endang. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : pustakabarupress
Finalia., Lian N (2014) Asuahan Kebidanan Ibu Nifas Pada Ny. I P1A0 Dengan Bendungan ASI di RSUD Sukoharjo. http://eprint.uns.ac.id/id/eprint/18817 [diakses 19 April 2016]
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 938 tahun (2007) Standar Asuhan Kebidanan.terdapat padahttp://bit.ly/1T7eEDY [diakses 6 Mei 2016].
Martalia, Dewi. (2012) Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. (2015) Asuhan Ibu Nifas dan Asuahan Ibu Menyusui. Bogor : Penerbit IN MEDIA-Anggota IKAPI
Menkes RI. (2010) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta.
M.Sujiyatini., Nurdjanah., & Ana Kurniati. (2010) Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas ASKEB III. Yogyakarta : Cyrilus Publisher.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: rineka cipta
Prawirohardjo, Sarwono. (2011) Ilmu Kandungan. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. (2010) Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Rekam Medik RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya
Rukiyah, Aiyeyeh., Lia Yulianti., & Meida Liana (2013) Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta : CV Trans Info Media.
Rukiyah, Aiyeyeh., Lia Yulianti., (2010) Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
Saifudin. (2006). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : JPNKKR
Sarwono (2010). Asuhan kebidanan. Jakarta : EGC
Sirait, M. (2016). Informasi spesialite obat. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Saleha, Sitti, (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.
Sari, Eka Puspita., Kurnia D. (2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Postnatal Care). Jakarta Info Media
Tania., E (2014). Studi kasus Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan
ASI
di
RSUD
Ambarawa.
http://www.academia.edu/10798124/NaskahPublikasi. Varney. (2007). Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta: EGC.
Winkjosastro. (2007). Ilmu kebidanan. Jakarta: yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.