ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN RUPTUR PERINEUM DI BPM Hj. WIWIN WINTARSIH, AM.Keb KOTA TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : SINTA WULANSARI NIM. 13DB277041
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN RUPTUR PERINEUM DI BPM HJ.WIWIN WINTARSIH, AM.Keb KOTA TASIKMALAYA1 Sinta wulansari2Rosidah Solihah3Asep Gunawan4
INTISARI Ruptur perineum merupakan salah satu penyumbang angka kematian ibu. Berdasarkan hasil survei di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, data yang diperoleh dari bulan Januari- April 2016 terdapat 34 ibu bersalin, 20 diantaranya mengalami luka pada perineum, dan mengalami ruptur derajat II. Ruptur perineum dapat didefinisikan sebagai robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Ruptur perineum merupakan salah satu penyebab dari terjadinnya infeksi yang dapat menyebabkan kematian pada ibu nifas jika tidak ditangani dengan baik dan benar. Perawatan luka bekas jahitan sangat penting dilakukan karena luka bekas jahitan jalan lahir ini bila tidak dirawat dapat menimbulkan infeksi, ibu menjadi panas, luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan bau busuk dari jalan lahir (vagina). Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum ini dilakukan 1 minggu di bd. Wiwin Wintarsih, AM.Keb Kota Tasikmalaya. Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini mendapatkan gambaran dari pengalaman nyata dalam pengetahuan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum. Kesimpulan dari pelaksanaa asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum di Bd. Wiwin Wintarsih, AM.Keb Kota Tasikmalaya dilaksanakan cukup baik.
Kata Kunci
: Nifas, Ruptur Perineum
Kepustakaan :13 buku (2006-2015) Halaman
:i-xi, 52 halaman, 7 lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Kematian dan kesakitan akibat komplikasi kehamilan, persalinan, nifas saat ini di dunia masih sangat tinggi. Tahun 2010 setiap 1 menit di dunia seorang ibu meninggal dunia. Dengan demikian dalam 1 tahun ada 600.000 orang ibu meninggal sia- sia saat melahirkan. World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang (ICD-10, 2012; WHO, 2014). Menurut WHO pada tahun 2014, Angka Kematian (AKI) Ibu masih tinggi. Di dunia yaitu 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Jumlah kematian Ibu relatif menurun pada tahun 2014 dan 2015 dibandingkan pada tahun 2013. Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup, sementara Target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada tahun 2019 angka kematian ibu adalah 306 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2012 adalah 32 per 1000 kelahiran hidup dan target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang ingin dicapai pada tahun 2019 nanti adalah 24 kematian setiap 1000 kelahiran hidup (DepKes RI, 2016). Menurut DEPKES RI 2016 secara nasional penyebab langsung kematian ibu dengan penyumbang AKI terbesar adalah perdarahan 24 orang%, komplikasi perineum 8%, infeksi 11%, partus macet 5%. (DEPKES RI 2013).
1
2
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Indina Istiyantari menyatakan angka kematian ibu di Jawa Barat pada 2013 hingga 2014 menurun. Angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat pada 2013 adalah 781 kasus dan pada tahun 2014 turun menjadi 747 kasus. Penurunan angka kematian ibu dan bayi di Jawa Barat tersebut, menurut dia, tidak terlepas dari upaya Pemprov Jawa Barat dalam peningkatan kesehatan dan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Salah satunya adalah melalui 'Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir' dengan program Emas atau Expanding Maternal dan Neonatal Survival ini” (DinKes Prov Jabar, 2014). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, angka Kematian Ibu pada tahun 2014 adalah sebanyak 29 orang,dan tahun 2015 adalah sebanyak 20 orang ( Dinkes Kota Tasikmalaya, 2016). Kebutuhan ibu pada saat masa nifas sangatlah penting untuk menunjang
cepatnya
pemulihan
ibu
pada
saat
nifas,
terutama
penyembuhan perineum ibu akibat ruptur perineum pada saat proses persalinan. Beberapa hal yang dibutuhkan ibu nifas meliputi nutrisi dan cairan, ambulasi dini, kebersihan diri/perineum, istirahat, seksual, dan latihan senam nifas. Menurut penelitian Afandi, Suhartika dan ferial (2014) ibu post partum membutuhkan mobilisasi dini untuk mempercepat pemulihan ruptur perineum, karena Mobilisasi yang cukup lebih berpeluang mempercepat
kesembuhan
luka
perineum
dibandingkan
dengan
mobilisasi yang kurang. Roper (2009) juga menyatakan bahwa mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadi infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Selain itu menjaga personal hygine juga bisa mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Perawatan masa nifas ini sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Sarwono, 2009).
3
Untuk mencegah timbulnya infeksi atau komplikasi lainnya pada masa nifas utamanya dengan ruptur pada perineum dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan antara lain perawatan perineum secara intensif. Asuhan masa nifas ini sangat diperlukan terutama pada 24-48 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas, demam, payudara berubah merah, panas, nyeri, infeksi pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium adalah perubahan yang dapat terjadi pada mada nifas (Yeti, 2011). Asuhan kebidanan yang perlu dilakukan pada masa nifas yaitu seperti perawatan luka post partum untuk pencegahan infeksi dengan tehnik aseptik, untuk mencegah terjadinya komplikasi pada ibu post partum (Rukhiyah, A. 2011). Berdasarkan hasil survei di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, data yang diperoleh dari bulan Januari- April 2016 terdapat 34 ibu bersalin, 20 diantaranya mengalami luka pada perineum, dan mengalami ruptur derajat II. Masa nifas (Puerperium) merupakan masa setelah keluarnya plasenta sampai alat- alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung 6 minggu (Wulandari dan Handayani, 2011). Masa nifas adalah masa setelah melahirkan 6 minggu atau 40 hari menurut hitungan awam. Prose ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir sampai alat- alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil / tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologis dan psikologis karena proses persainan. ( Saleha, 2009). Dalil hadis dibawah ini menjelaskan tentang masa nifas yang berbunyi:
4
Artinya: Dari Ummi Salamah r.a berkata: “adalah wanita- wanita dari istri- istri Nabi SAW, mereka tidah shalat diwaktu nifas selama 40 hari, dan Nabi SAW tidak memerintahkannya mengqadla shalat karena nifas” (H.R Abu Dawud). At- Tirmizi berkata setelah menjelaskan hadis ini : bahwa para ahli ilmu dikalangan sahabat nabi para tabi’in dan orang- orang sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapatkan nifas harus meninggalkan shalat selama 40 hari kecuali darahnya itu berhenti sebelum empat puluh hari. Bila demikian ia harus mandi dan salat. Namun bila selama empat puluh hari darah masih tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh meninggalkan shalatnya. Dari hasil kajian pada responden di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM.Keb Kota Tasikmalaya pada hari jumat, 18 Maret 2016 ditemukan hasil pemeriksaan bahwa pada Ny. B terdapat robekan di mukosa vagina, komisura, kulit perineum dan otot perineum (Ruptur Perineum). Berdasarkan
latar
belakang
diatas,
penulis
tertarik
untuk
memberikan asuhan kebidanan pada Ny. B P1A0 dengan Ruptur Perineum, di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb.
B.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan yaitu “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya?
C. TUJUAN 1.
Tujuan Umum Mampu melakukan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya.
2.
Tujuan Khusus Setelah melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya, diharapkan penulis mampu:
5
a. Dapat melakukan pengkajian Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya b. Dapat melakukan Interprertasi data untuk menegakan diagnosa masalah serta kebutuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya. c. Dapat menegakan diagnosa dan masalah potensial
terhadap
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya. d. Dapat
melaksanakan
tindakan
segera
terhadap
Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya. e. Dapat merencanakan tindakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya. f.
Dapat melaksanakan tindakan sesuai perencanaan terhadap Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM. Keb Kota Tasikmalaya.
g. Dapat mengevaluasi Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Ruptur Perineum Di BPM Hj. Wiwin Wintarsih, AM.Keb Kota Tasikmalaya.
D. MANFAAT Diharapkan Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi: 1. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut guna meningkatkan kualitas pendidikan. 2. Bagi Lahan Peraktik Diharapkan hasil ini dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pelayanan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan ruptur perineum.
6
3. Bagi Profesi Bidan Menjadi
informasi
dan
upaya
meningkatkan
pelayanan
kebidanan khusus pada ibu bersalin dan terutama dalam memberikan pengetahuan, pengawasan, dan pelayanan dengan kasus Ruptur Perineum. 4. Bagi Pasien / Klien Untuk meningkatkan pengetahuan pasien / klien tentang nifas khususnya yang mengenai pengetahuan dan penanganan ruptur perineum yang di derita oleh ibu saat ini. 5. Bagi Penulis Lainnya Sebagai sarana dan bahan referensi bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan melalui asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan ruptur perineum sesuai dengan prosedur.
BAB II TINJAUAN TEORI
A. KONSEP NIFAS 1.
Pengertian masa nifas a.
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ- organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, dkk).
b.
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo, 2013).
c.
Puerperium atau periode pasca persalinan ( post partum ) ialah waktu antara kelahiran plasenta dan membran yang menandai berakhirnya periode intrapartum sampai menuju kembalinya sistem reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil. (Varney, 2007).
2.
Tujuan masa nifas Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah untuk : a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b.
Melaksanakan
skrining
secara
komprehensif,
deteksi
dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. c.
Memberikan pendidikan kesehatan perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari.
d.
Memberikan Pelayanan KB.
e.
Mendapatkan kesehatan emosional. (Rimadhini, 2014).
7
8
3.
Peran dan tanggung jawab bidan pada masa nifas Bidan memiliki peran yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain : a.
Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas
sesuai
dengan
kebutuhan
ibu
untuk
mengurangi
ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas. b.
Memberikan dukungan serta memantau kesehatan fisik ibu dan bayi.
c.
Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial serta memberikan semangat kepada ibu.
d.
Sebagai promotor antara ibu dan bayi serta keluarga.
e.
Memantau ibu dalam menyusui bayinya dan mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
f.
Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu.
g.
Membuat kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak mampu melakukan kegiatan administrasi.
h.
Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
i.
Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara pencegahan
perdarahan,
mengenali
tanda-tanda
bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman. j.
Melakukan manajemen asuhan dengan mengumpulkan data, menetapkan
diagnosan
melaksanakannya
untuk
dan
rencana
mempercepat
tindakan proses
serta
pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas. k. 4.
Memberikan asuhan secara profesional. (Rimadhini, 2014).
Tahapan masa nifas Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/ puerperium) adalah: a.
Periode immediete post partum atau Puerperium dini adalah masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan
9
karena atonia uteri. Oleh sebab itu bidan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu. b.
Periode Intermedial atau Early post partum ( 24 jam – 1 minggu). Di fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
c.
Periode late Puerperium (1 – 5 minggu). Di periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemerikaan sehari- hari serta konseling KB (Saleha, 2009).
5.
Kebijakan Program nasional masa nifas Pemerintah
melalui
departemen
kesehatan,
juga
telah
memberikan kebijakan dalam hal ini, sesuai dengan dasar kesehatan pada ibu pada masa nifas, yakni paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas. Tujuan kebijakan tersebut ialah: 1.
Untuk menilai kesehatan ibu dan kesehatan bayi baru lahir.
2.
Pencegahan
terhadap
kemungkinan-kemungkinan
adanya
gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya. 3.
Mendeteksi adanya kejadian- kejadian pada masa nifas.
4.
Menangani berbagai masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu maupun bayinya pada masa nifas.
6.
Perubahan Fisiologis Pada masa Nifas 1.
Uterus Ukuran uterus mengecil kembali (Setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). (Saleha, 2009).
10
Tabel 2.1 Involusi Uterus: No
Waktu Involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
1.
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
2.
Placenta lahir
Dua jari bawah pusat
750 gram
3.
1 Minggu
Pertengahan pusat simfisis
500 gram
4.
2 Minggu
Tidak teraba diatas simfisis
350 gram
5.
6 Minggu
Bertambah kecil
50 gram
6.
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
Sumber: (Ai Yeyeh, 2014) 2.
Lochea Berikut ini adalah beberapa jenis lochea yang terdapat pada wanita pada masa nifas : a) Lochea rubra Berwarna merah kehitaman karena berisi sisa darah, vernik casseosa, rambut lanugo, sisa mekonium. Muncul pada hari ke 1-3 pasca persalinan. b) Lochea Sanguinolenta Berwarna putih bercampur merah berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke 3-7 sampai pasca persalinan. c)
Lochea Serosa Muncul pada hari ke 7-14 pasca persalinan, berwarna kekuning/ kecoklatan mengandung lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d)
Lochea Alba Muncul sejak >14 hari pasca persalinan, berwarna putih mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
e) Lochea Purulenta Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
11
f)
Lochea Ostatis Lochea yang tidak lancar keluarnya, umumnya jumlah Lochea yang keluar lebih sedikit bila wanita post partu dalam keadaan berbaring dari pada berdiri. Akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam keadaan berbaring dan kemudian akan mengalir saat berdiri. Total jumlah rata- rata pengeluaran Lochea sekitar 250- 270 ml. (Sari dan Rimadhini, 2014).
3.
Perubahan vagina dan perineum a)
Serviks Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat
mengadakan
kontraksi
sedangkan
serviks
tidak
berkontraksi. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan- perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jam dan setelah 7 hari dapat dilalui dengan 1 jari. b)
Vagina Pada minggu ke tiga, vagina mengecil dan timbul vugae (lipatan- lipatan atau kerutan- kerutan) kembali.
c)
Perubahan pada perineum Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar. Dalam penyembuhan luka memiliki fase-fase pada keluhan yang dirasakan ibu pada hari pertama sampai hari ke-3 ini merupakan fase inflamasi, dimana pada fase ini ibu akan merasakan nyeri pada luka jahitan di perineum, hal ini akan terjadi sampai 4 hari post partum.
4.
Perubahan Tanda- Tanda Vital a)
Suhu badan 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5-38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
12
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya hari ke-3 suhu badan naik lagi karena ada pembentukan ASI dan payudara menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalia, atau sistem lain. b)
Nadi Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Sehabis melahirkan denyut jantung biasanya lebih cepat.
c)
Tekanan Darah Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum menandakan terjadinya preeklamsi post partum.
d)
Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas (Rahayu, 2012).
B. KEBUTUHAN DASAR IBU NIFAS 1.
Nutrisi dan cairan Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari: makan dengan diet seimbang untuk mendapat protein, mineral dan vitamin yang cukup, munum sedikitnya 3 liter air setiap harinya, (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui), pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin, minum kapsul vit A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A pada bayi melalui ASInya. (Sari dan Rimadhini , 2014).
2.
Ambulasi Ibu yang baru melahirkan mungkin enggan untuk banyak bergerak karena merasa lemah dan letih. Namun ibu harus dibantu turun dari tempat tidur dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
13
pervaginam. Ambulasi dini sangat penting untuk mencegah trombosis vena. Tujuannya untuk menguatkan otot perut, menghasilkan bentuk tubuh yang baik, mengencangkan otot dasar panggul sehingga mencegah atau memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh tubuh. (Sari dan Rimadhini, 2014). 3.
Eliminasi Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat buang air kecil. Semakin lama urine ditahan maka dapat mengakibatkan infeksi. Buang air kecil setelah melahirkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi post partum. Pada 24 jam pertama, pasien juga harus sudah dapat buang air besar. (Sari dan Rimadhini , 2014).
4.
Kebersihan diri/ perineum Pada ibu masa nifas sebenarnya dianjurkan membersihkan seluruh tubuh. Mengajarkan pada ibu bagaimana cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setelah selesai buang air kecil dan buang air besar. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 klai sehari. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan ibu untuk menghindari dan menyentuh daerah luka. Apabila perawatan perineum yang dilakukan tidak benar, akan mengakibatkan infeksi karena kondisi perineum yang terkena lochea dan penyebab akan sangat
menunjang
perkembangbiakan
bakteri
yang
akan
menyebabkan timbulnya infeksi pada ruptur perineum (Rukiyah, 2010) 5. Istirahat Istirahat pada ibu selama masa nifas beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Kebutuhan istirahat sangat dibutuhkan oleh ibu beberapa jam setelah melahirkan. Kebutuhan tidur rata-rata orang dewasa 7-8 jam per 24 jam (Dewi, 2011). Kurangnya istirahat dapat mempengaruhi ibu dalam beberapa hal: mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
14
involusi uterus dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidak mampuan mengurus bayi dan dirinya sendiri. (Sari dan Rimadhini , 2014). 6. Seksual Secara fisik aman untuk melakukan hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk melakukan hubungan suami istri kapanpun ibu siap. Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan. (Sari dan Rimadhini , 2014). 7. Keluarga Berencana Keluarga berencana juga salah satu hal yang penting untuk menghindari/
mencegah
terjadinya
kehamilan
sebagai
akibat
pertemuan antara sel telur dan sel sperma. Program kontrasepsi harus secepatnya dilakukan sebelum hubungan seksual karena ada kemungkinan hamil kembali dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan. (Sari dan Rimadhini , 2014). 8. Latihan senam nifas Latihan/ senam nifas penting dilakukan untuk mengembalikan otot-otot perut dan panggul menjadi normal. Ibu merasa lebih kuat dan ini menyebabkan
otot perutnya
menjadi lebih
kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada punggung. Tujuan senam nifas : a)
Membantu mempercepat proses pemulihan ibu
b)
Mempercepat proses involusi uterus
c)
Membantu memulihkan dan mengencangkan otot panggul, perut dan perineum
d)
Memperlancar pengeluaran lochea
e)
Membantu mengurangi rasa sakit
f)
Mengurangi kelainan dan komplikasi masa nifas
15
g)
Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan. Manfaat senam nifas adalah :
a)
Membantu memperbaiki sirkulasi darah.
b)
Memperbaiki sikap tubuh dan punggung pasca persalinan.
c)
Memperbaiki otot tonus, pelvis dan pereganga otot abdomen.
d)
Membantu ibu lebih rileks dan segar pasca persalinan.
e)
Memperbaiki dan memperkuat otot panggul. (Sari dan Rimadhini , 2014). Menurut Jurnal Afandi, Suhartika dan ferial (2014) adanya
hubungan yang positif antara mobilisasi dini terhadap percepatan kesembuhan ruptur perineum pada ibu post patum. mobilisasi yang cukup lebih berpeluang mempercepat kesembuhan ruptur perineum dibandingkan dengan mobilisasi dini yang kurang. Roper (2009) menyatakan bahwa mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadi infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap yang diikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan. Hasil penelitin yang dilakukan Dewi (2011) waktu mobilisasi dilakukan 2-4 jam post partum dan waktu mobilisasi 6-8 jam post partum
akan lebih cepat menyembuhkan ruptur perineumnya.
Berdasarkan keterangan diatas, maka peneliti berasumsi bahwa mobilisasi dini yang baik dapat membantu penyembuhan ruptur perineum dengan cepat dikarenakan mobilisasi dini atau pergerakan segera yang dilakukan ibu post partum memperlancar sirkulasi darah dan membantu pemulihan dan mencegah terjadinya infeksi. Dari hasil penelitian bivariat juga menunjukan hubungan yang signifikan antara personal hygine terhadap penyembuhan ruptur perineum pada ibu post partum. Penyebuhan ruptur pada ibu pasca bersalin dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya mobilisasi dini, nutrisi, dan perawatan perineum (kebersihan diri). (Anggraeni, 2010).
16
Hal ini juga didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Rahma Windi Hapsari (2010) yang menyatakan bahwa dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna dan berangsurangsur pulih seperti ke keadaan sebelum hamil. Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan ibu nifas, salah satunya adalah kebersihan diri atau personal hygine. Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman pada ibu.
C. RUPTUR RERINEUM 1.
Pengertian Ruptur Perineum a.
Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 2011).
b.
Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro, 2005).
c.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak
jarang
juga
pada
persalinan
berikutnya.
(Prawirohardjo,2007). 2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Robekan a.
Faktor Predisposisi Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai beriut : 1)
Faktor Ibu a)
Paritas Jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang pernah dilahirkan hidup atau mati bilah berat badan tidak diketahui maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu. (Sumarah, 2008).
b)
Meneran Kejadian
laserasi
akan
meningkat
jika
bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak tepat dapat mengatur kecepatan
kelahiran
bayi
dan
mencegah
terjadinya
laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala
17
bayi pada diameter 5-6 cm sedang membuka vulva (crowning)
karena
pengendalian
kecepatan
dan
pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum
dapat
mengurangi
kemungkinan
terjadinya
robekan. Cara meneran yang efektif adalah:
Anjurkan
ibu untuk meneran mengikuti
dorongan alamiahnya selama kontraksi.
Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
Minta
untuk
berhenti
meneran
dan
beristirahat diantara kontraksi.
Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah meneran jika lutut ditarik ke arah dada dagu ditempelkan ke dada.
Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
Tidak
diperbolehkan
untuk
mendorong
fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan
pada
fundus
dapat
mengakibatkan resiko distosia bahu dan ruptur uteri. (Asuhan Persalinan Normal, 2008). b.
Faktor Janin 1)
Berat Badan Bayi Baru lahir Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan resiko terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu lahir memiliki bobot 4000 gram. (Saifuddin, 2008).
18
2)
Presentasi Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Macam- macam presentasi dapat dibedakan menjadi:
a) Presentasi Muka Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter submento bregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu. b) Presentasi Dahi Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjuknya adalah dahi. c) Presentasi Bokong Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. c.
Faktor Persalinan Pervaginam 1)
Vakum ekstrasi Adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya. Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama dari pada forsep (lebih dari 10 menit). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum.
2)
Ekstrasi Vacum/ Forsep Adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunan yang dipasang dikepala janin. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ini adalah ruptur
19
uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina. 3)
Embriotomi Embriotomi
adalah
prosedur
penyelesaian
persalinan dengan jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut. 4)
Persalinan Presipitatus Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005). Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.
d.
Faktor Penolong Persalinan Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tombokan, Adam, dan Tarelluan faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal tergolong umur 20- 35 tahun, dengan berat kisaran 2500-4000 gram pada paritas dengan primipara. Persalinan normal yang mengalami ruptur spontan lebih banyak dari episiotomi, terdapat hubungan yang signifikan antara
20
usia, dan berat badan dengan kejadian ruptur perineum pada persalinan normal. 3. Klasifikasi Ruptur Perineum Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu : a. Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah : 1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
b. Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah : 1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
4)
Otot perineum
c. Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah: 1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
4)
Otot perineum
5)
Otot spingter ani
d. Ruptur perineum
derajat empat, dengan
jaringan
yang
mengalami robekan adalah : 1)
Mukosa Vagina
2)
Komisura posterior
3)
Kulit perineum
4)
Otot perineum
5)
Dinding depan rectum
4. Tujuan Perawatan Ruptur Perineum Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Untuk mencegah
21
terjadinya infeksi, menjaga kebersihan perineum dan memberikan rasa nyaman pada pasien. a.
Lingkup perawatan Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk mencegah infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangan bakteri pada peralatan penampung loche (Rukiyah dan Yulianti, 2010).
b.
Waktu perawatan Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum. Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektu akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum. Pada saat buang air besar diperlukan pembersihan sisasisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dari perineum secara keseluruhan. Perawatan luka perineum yaitu : 1)
Membersihkan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, setelah BAB dan BAK, dengan menggunakan air dingin dan sabun.
2)
Mengganti pembalut 2x sehari.
3)
Merawat luka perineum dengan tehnik septik aseptik yaitu dibersihkan dengan air bersih dan kassa steril.
4)
Mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan kelamin.
5)
Tetap menjaga personal hygine (Rahayu, 2012).
22
5. Dampak Dari Perawatan Perineum Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini : a. Infeksi Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan sangat menunjang perkembang biakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. b. Komplikasi Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berkaitan pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi jalan lahir. c. Kematian ibu post partum Penanganan
komplikasi
yang
lambat
menyebabkan
terjadinya kematian pad ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Rukhiyah, A. 2011).
D. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN 1.
Pengertian Asuhan Kebidanan Prosedur tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dalam lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan dengan memperhatikan pengaruh- pengaruh sosial, budaya, psikologis, emosional, spiritual, fisik, etik, dan kode etik serta hubungan interpersonal dan hak dalam mengambil keputusan dengan prinsip kemitraan dengan perempuan dan mengutamakan keamanan ibu, janin dan penolong serta kepuasan perempuan dan keluarganya, (Tresnawati, 2012). a.
Manajemen Kebidanan Manajemen
kebidanan
adalah
pendekatan
yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (walyani, 2015).
23
Manajemen
asuhan
kebidanan
menurut
varney
(7langkah) (Tresnawati, 2012) meliputi: 1)
Langkah I: Pengumpulan data dasar Pada langkah pertama ini berisi semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Yang terdiri dari data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah yang menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa. Yang termasuk data subjektif antara lain biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan dan nifas, biopsikologi spiritual, pengetahuan klien. Data
objektif
adalah
yang
menggambarkan
pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus. Data objektif terdiri dari pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kebutuhan pemerisaan tanda- tanda vital, pemeriksaan khusus (Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), pemeriksaan penunjang (laboratorium, catatan baru dan sebelumnya). 2)
Langkah II: Intrepetasi data dasar. Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas datadata yang telah dilakumpulkan.
3)
Langkah III: Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang
sudah
diidentifikasi.
Langkah
yang
membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap diagnosa atau masalah potensial ini benar- benar terjadi. 4)
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, untuk
melakukan
konsultasi,
kolaborasi
kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.
dengan
tenaga
24
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. 5)
Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh. Pada langkah ini direncanakan usaha yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
6)
Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukan sendiri ia tetap
memikul
tanggung
jawab
untuk
mengarahkan
pelaksanaannya. 7)
Langkah VII : Evaluasi. Pada langkah ini dilakukan keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar akan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam diagnosan dan masalah rencana tersebut dianggap efektif jika memang benar di dalam pelaksanaannya.
25
Alur fikir bidan
pencatatan dari Asuhan Kebidanan
Proses Manajemen Kebidanan
7 Langkah Verney
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
5 Langkah (Kompetensi Bidan)
SOAP NOTES
Data
Data
Subjektif, Objektif
Masalah/ Diagnosa
Assesment/
Assesment/
Diagnosis
Diagnosis
Antisipasi Diagnosis/ Masalah Potensial
Kebutuhan Segera Untuk Konsultasi, Kolaborasi
Perencanaan
Perencanaan
Implementasi
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi
Gambar 2.2 Alur pikir bidan. Sumber : Rukiyah, 2009
Plan : 1. Mandiri 2. Kolaboratif 3. Rujukan
26
Soap merupakan singkatan dari : S : Subjektif a.
Menggambarkan pendokumentasian pengumpulan data klien melalui anamnesa.
b.
Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil beratnya pada klien, suami atau keluarga ( identitas umum, keluhan, riwayat, menarche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit keluarga, riwayat keturunan, riwayat psikososial, pola hidup).
c.
Catatan ini berhubungan denga masalah sudut pandang klien ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan berhunungan dengan diagnosa. Pada orang yang bisu, dibagian data belakang ‘S’ diberi tanda ‘O’ atau ‘X’ ini menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnosa yang dibuat.
O : Objektif a. menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil laboratorium, dan tes dagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment. b. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (keadaan umum, vital sign, fisik, pemeriksaan, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi). c. Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi, informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar-X, rekaman CTG,dll) serta informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam kategori ini. Apa yang diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang dapat ditegakan. A : Assesment a. Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau
27
disimpulkan. Karena keadaan klien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun objektif, maka proses pengkajian
adalah
suatu
proses
yang
dinamik.
Sering
menganalisis adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan klien. b. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi : 1) Diagnosa/ masalah a) Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai kondisi klien : hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahit. b) Masalah adalah segala sesuatu yang menyimpang sehingga kebutuhan klien terganggu. 2) Antisipasi masalah lain/ Diagnosa Potensial. P : Menggambarkan pendokumentasian dari pencatatan dan evaluasi berdasarkan assesment. Untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi dimasukan dalam ‘P’. Perencanan Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang, Untuk mengusahakan tercapainya kondisi klien yang sebaik mungkin. Pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien dan keluarga,
kemudian
membuat
kesepakatan
bersama
sebelum
melaksanakannya (Walyani, 2015). Implementasi Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang telah dibuat dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bidan ataupun dokter (Walyani, 2015). Pelaksanaan rencana tindakan untuk menghilangkan dan mengurangi masalah klien. Tindakan ini harus disetujui oleh klien. Evaluasi Tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil merupakan hal penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisis dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari ketetapan nilai tindakan.
28
Hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan kebutuhan apakah yang benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan diagnosa masalah (Walyani, 2015). b.
Langkah-langkah Manajemen Kebidanan pada Ibu Masa Nifas Dalam memberikan asuhan kebidanan pada klien, bidan
menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah dengan difokuskan pada proses sistematis dan analisis, dalam memberikan asuhan kebidanan yang terbaru yaitu dengan menggunakan SOAP yang didalamnya terdapat poin- poin 7 langkah Varney, diantaranya: 1)
S : Subjektif Didalamnya terdapat poin yang 1 pada langkah Varney yaitu
pengumuman data dasar yang didapatkan dengan cara wawancara pada klien. Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui anamnesa. Data subjektif ini diperoleh dari hasil bertanya kepada pasien, suami, keluarga, yaitu diantaranya : identitas umum, keluhan, riwayat menarche, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, KB, penyakit baik itu penyakit keluarga, keturunan menular maupun menahun. Riwayat psikologi dan psikososial, serta pola aktivitas. 2)
O : Objektif Didalamnya terdapat 1 poin langkah varney yaitu pengumpulan
data
dasar
yang
dapat
dilakukan
petugas
kesehatan.
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil lab dan hasil tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk untuk mendukung analisa. Data objektif ini diperoleh dari hasil pemeriksaan diantaranya : pemeriksaan umum, tanda- tanda vital, fisik khusus kebidanan, pemeriksaan dalam, penunjang, pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. 3)
A : Analisa data Di dalamnya terdapat poin yang ke II, III, IV pada langkah
varney. Masalah atau diagnose yang ditegakan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan. Karena keadaan pasien terus berubah dan ada informasi baru baik diungkapkan
secara
terpisah
pada
proses
yang
dinamik.
29
Menganalisa
adalah
sesuatu
yang
penting
dalam
mengikuti
perkembangan pasien dan manajemen suatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diambil tindakan yang tepat. 4) P : Penatalaksanaan Didalamnya terdapat poin ke V, VI, VII langkah Varney. menggunakan pendokumentasian dari perencanaan tindakan saat itu yang akan datang. Untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien yang
sebaik
mungkin
atau
menjaga,
mempertahankan,
kesejahteraannya. Proses itu termasuk kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapi dalam batas waktu tertentu ( Rahayu, dkk 2014). E. KONSEP DASAR ASUHAN NIFAS Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu ( 42 hari ) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan deteksi dini, dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. (Prawirohardjo, 2009). Asuhan pada masa nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu nifas tersebut selama dari kelahiran plasenta dan selaput janin hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. (Varney, 2008). Sebagian besar asuhan yang diberikan untuk memulihkan atau menyembuhkan dan pengembalian, alat- alat kandungan ke keadaan sebelum hamil (Jenny, 2006). 1. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit 4 kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk : a. Menilai kondisi ibu dan bayi. b. Melakukan
pencegahan
terhadap
kemungkinan-kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu dan bayinya.
30
c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas. d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya. 2. Asuhan Kebidanan Ibu Post Partum Di Rumah a. Jadwal Kunjungan Rumah Ibu nifas sebaiknya paling sedikit melakukan 4 kali kujungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalahmasalah yang terjadi (Rahayu dkk, 2014). Namun dalam pelaksanaan kunjungan masa nifas sangat jarang terwujud dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor fisik dan lingkungan ibu yang biasanya ibu mengalami keletihan setelah proses persalinan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beristirahat, sehingga mereka enggan untuk melakukan kunjungan nifas kecuali bila tenaga kesehatan dalam hal ini bidan yang melakukan pertolongan persalinan datang melakukan kunjungan ke rumah ibu. Dilihat dari faktor lingkungan dan keluarga juga berpengaruh dimana ibu biasanya setelah melahirkan tidak dianjurkan untuk bepergian sendiri tanpa ada yang menemani sehingga ibu memiliki kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan anggota keluarga yang bersedia untuk mengantar ibu melakukan kunjungan nifas. (Rukhiyah dkk, 2013). Asuhan post partum dirumah difokuskan pada pengkajian, penyuluhan dan konseling. Dalam memberikan asuhan kebidanan di rumah bidan dan keluarga diupayakan dapat berinteraksi dalam suasana yang respek dan kekeluargaan. Tantangan yang dihadapi bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan perawatan pada ibu dan bayi di rumah pada pelaksanaannya bisa cukup umur, sehingga bidan akan memberi banyak
kesempatan untuk
menggunakan keahlian berfikir secara kritis untuk meningkatkan suatu fikiran kreatif perawatan bersama keluarga.
31
1)
Perencanaan kunjungan rumah a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24- 48 jam setelah kepulangan klien ke rumah. b.
Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan waktu kunjungan bidan ke rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c. 2)
Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan rumah.
Keamanan merupakan hal yang harus difikirkan oleh bidan tindakan kewaspadaan ini dapat meliputi : a.
Mengetahui dengan jelas alamat yang lengkap arah rumah klien.
b. Gambar rute alamat klien dengan peta sebelum berangkat perhatikan keadaan di sekitar lingkungan rumah klien. c. Beritahu rekan kerja anda ketika anda pergi untuk kunjungan. d. Beri kabar kepada rekan anda segera setelah kunjungan selesai. (Ambarwati, 2009). Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh anggota yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Bila ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan bahagia. waktu melakukan kunjungan masa nifas : 1) 6-8 jam post partum a) Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri. b) Mendeteksi dan perawatan penyebab lain pedarahan: rujuk bila perdarahan berlanjut. c) Meberikan konseling pada ibu dan salah satu anggota keluarga tentang cara mencegah perdarahan ya ng disebabkan atonia uteri. d) Pemberian ASI awal.
32
e) Memberi supervisi kepada ibu bagaimana tehnik melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir. f)
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi. Bila ada bidan atau petugas lain yang membantu melahirkan, maka petugas atau bidan itu harus tinggal dengan ibu dan bayi untuk 2 jam pertama. (Yetti Anggraini, 2010).
2) 6 hari post partum a) Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal. b) Menilai adanya tanda- tanda demam, infeksi, dan pendarahan. c) Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup. d) Memastikan ibu mendapatkan makanan yang bergizi dan cukup cairan. e) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda- tanda kesulitan menyusui. f)
Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
3) 2 minggu post partum a) Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum. 4) 6 minggu post partum a) Menanyakan penyulit- penyulit yang dialami ibu selama masa nifas. b) Memberikan konseling KB secara dini. (Sari dan Rimadhini, 2014). 3. Kewenangan Bidan dalam Penanganan Masa Nifas Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan pelayanan Praktik Bidan, bidan memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan sesuai pasal 9 meliputi :
33
a. Pelayanan kesehatan ibu. b. Pelayanan kesehatan anak. c. Pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana. Dalam Pasal 10 kewenangan bidan menjalankan program pemerintah sesuai pasal 9 ayat a berkaitan pada kesehatan ibu meliputi: a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil. b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal. c. Pelayanan pesalinan normal. d. Pelayanan ibu nifas normal. e. Pelayanan ibu menyusui. f.
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. Kewenangan :
a. Episiotomi. b. Penjahitan luka jalan lahir derajat I dan II. c. Penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan dengan perujukan. d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil. e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas. f.
Fasilitas/ bimbingan inisiasi menyusui dini (IMD) dan promosi asir susu ibu (ASI) eksklusif.
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala III dan post partum. h. Penyuluhan dan konseling. i.
Bimbinga pada kelompok ibu hamil.
j.
Pemberian surat keterangan cuti bersalin. Pelayanan kesehatan anak sesuai dengan pasal 9 ayat b meliputi:
a. Pelayanan bayi baru lahir. b. Pelayanan bayi. c. Pelayanan anak balita. d. Pelayanan anak pra sekolah. Kewenangan : a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini (IMD), injeksi vitamin K
34
1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat. b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk. c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan. d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah. e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. f.
Pemberian konseling dan penyuluhan.
g. Pemberian surat keterangan kelahiran.
F. TINJAUAN NIFAS MENURUT ISLAM Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita karena melahirkan. Para ulama bahkan mengkategorikan darah yang keluar karena kegugran termasuk nifas juga. Jadi bila seorang wanita melahirkan bayi meninggal di dalam kandungan dan setelah itu keluar darah, maka darah itu termasuk darah nifas. 1. Lamanya nifas Umumnya para ulama mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk sebuah nifas bagi seorang wanita paling cepat adalah hanya sekejap atau hanya sekali keluar. Bila seorang wanita melahirkan dan darah berhenti begitu bayi lahir maka selesailah masa nifasnya. Dan dia langsung serta puasa sebagaimana biasanya. Menurut as syafi’iyah biasanya nifas itu empat puluh hari, sedangkan menurut al Malikyah dan juga as syafi’iyah paling lama nifas itu adalah enam puluh hari. Menurut al- Hanifiyah an al Hambaliah paling lama empat puluh hari. Bila lebih dari empat puluh hari maka darah istihadhah. Dalilnya adalah hadist berikut ini :
35
Artinya: Dari Ummi Salamah r.a berkata: “adalah wanitawanita dari istri- istri Nabi SAW, mereka tidah shalat diwaktu nifas selama 40 hari, dan Nabi SAW tidak memerintahkannya mengqadla shalat karena nifas”. (H.R Abu Dawud). At- Timizi berkata setelah menjelaskan hadist ini : bahwa para ahli dikalangan sahabat nabi, para tabi’in dan orang- orang yang sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus meninggalkan shalat selama empat puluh hari kecuali jika darahnya itu berhenti sebelum empat puluh hari. Bila demikian ia harus mandi dan shalat. Namun bila empat puluh hari darah masihn keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh meninggalkan shalatnya. 2. Hal- hal yang dilarang dilakukan wanita yang sedang nifas. Wanita yang sedang nifas sama dengan hal- hal yang diharamkan oleh wanita yang sedang haidh, yaitu : a. Shalat Wanita yang sedang mendapatkan nifas diharamkan untuk melakukam shalat. Begitu juga mengqada’ shalat. Sebab seorang wanita yang sedang mendapat nifas telah gugur kewajibannya untuk melakukan shalat. Dalilnya adalah hadist berikut ini :
Dari Fatimahbinti Abi Khubaisy bahwa Rasululloh SAW bersabda : bila kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan shalat. b.
Puasa Wanita menjalankan
yang puasa
sedang dan
mendapatkan
untuk
itu
nifas
dilarang
diwajibkannya
untuk
menggantikannya di hari yang lain. c.
Tawaf Seorang wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang melakukan tawaf. Sedangkan semua praktik ibadah haji tetap boleh dilakukan sebab tawaf mensyaratkan seseorang suci dari hadas besar.
36
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasululloh SAW bersbda: ‘Bila kamu mendapat haid, lakukan semua peraktek ibadah haji kecuali bertawaf di sekeliling ka’bah hingga kamu suci (H.R Mutafaqq Alaih) d.
Menyentuh mushaf dan membawanya.
e.
Bersetubuh Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al- Qur’an AlKariem berikut ini :
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : “Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang bertaubat dan menyukai orang- orang yang mensucikan diri. (QS. Al- Baqarah :222) Yang
dimaksud
menjauhi
mereka
adalah
tidak
menyetubuhinya. Karena dengan menyetubuhi seorang istri yang sedang dalam masa nifas dapat menambah rasa sakit pada kemaluan istri, apalagi jika terdapat luka jahitan pada perineum istri. Dan sesungguhnya darah nifas dan darah haid itu sama. Dari tinjauan islam, seorang wanita yang sedang dalam masa nifas mengeluarkan darah kotor sampai 40 hari atau sampai darah berhenti mengalir dari kemaluan dan itu diharamkan untuk
37
seorang suami mendekati istrinya sampai darah nifas berhenti, dan istri mandi untuk bersuci.
DAFTAR PUSTAKA Al- Qur’an, 2012. Al- Qur’an Mushaf Tajwid. CV Penerbit di Ponogoro Allin,
(2011)
Seputar
Ruptur
Perineum
(internet)
http:
//www.bascometro.com. (Diakses tanggal 20 April 2016) Anggraini, Y. (2010) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama Azwar, Azrul. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: JNPK-KR. Bahiyatun, 2009 Buku Ajaran Asuhan Kebidanan Nifas Normal Jakarta: EGC Dewi, Sunarsih. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika Diana,
(2012)
Asuhan
Kebidanan
Pada
Ibu
Nifas
Dengan
Penatalaksanaan Perawatan Luka Perineum Endriani, 2012 Hubungan Umur, Paritas, dan Berat Bayi Lahir Dengan Kejadian Laserasi Perineum Di Bidan Praktek Swasta Hj. Sri Wahyuni, S.SIT Semarang http:///jurnal.unimus.ac.id Jannah N, (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Nifas, Yogyakarta Jenny, Sr. 2006. Perawatan Masa Nifas Ibu dan Bayi. Yogyakarta: Sahabat Setia Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC Nany Vivian, (2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas, Jakarta Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Peraturan
Mentri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP Rukiyah, A. Y. Yulianti, L & Liana, M (2011). Asuhan Kebidanan III. Jakarta: Trans Info Media
Saifuddin, Abdul B. 2008. Buku Acuan Nasional Pelaksanaan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Saleha, S. (2009) Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika Sari, E. P & Rimadhini K. D. (2014) Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta Cv: Trans Info Medika Suhartatik, 2014 Hubungan Mobilisasi Dini dan Personal Hygine Terhadap Percepatan Kesembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum Di RSIA Pertiwi Makassar http:///library.stikesnh.ac.id Sumarah, Widyastuti Yani, Wiyanti Nining. 2008. Perawatan Ibu Bersalin ( Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin), Fitramaya Yogyakarta. Tresnawati, F.
(2012)
Asuhan
Kebidanan. Jakarta: PT Prestasi
Pustakaraya Varney, Hellen. 2007. Ilmu Kebidanan (Varney’s midwifery 3 nd.ed). Bandung. Sekelola Publisher. Walyani S E, (2015). Asuhan kebidanan Pada Kehamilan, Yogyakarta: Pustaka Baru Prees Wulandarin dan Handayani, 2011 Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing Yanti, D & Sundarin, D (2011) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Bandung: Revika Aditama Yeyeh Ai, dkk, (2011) Asuhan Kebidanan Nifas, Jakarta