ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI DI RUANG 7 (RUANG NIFAS) DI RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : SERA AGUSTINA NIM. 13DB277037
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Dewi Vivian dan Tri, 2011). Organisasi kesehatan tingkat dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan. Menurut laporan WHO yang telah dipublikasikan pada tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Di mana terbagi atas beberapa Negara, antara lain Amerika Serikat mencapai 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa ( WHO, 2014). Angka
Kematian
Ibu
(AKI)
di
negara-negara
Asia
Tenggara
diantaranya Indonesia mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di wilayah Kota Tasikmalaya mengalami naik turun dari tahun ke tahun. Jumlah AKI di tahun 2012 mencapai 16 kasus, tahun 2013 mencapai 20 kasus, tahun 2014 mencapai 29 kasus dan tahun 2015 mencapai 20 kasus (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2016). Menurut UNICEF, ASI eksklusif dapat menekan angka kematian bayi di Indonesia dan juga menyatakan bahwa 30.000 kematian di Indonesia dan 10 juta kematian bayi di dunia setiap tahun dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak jam pertama kelahirannya
tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi (Sujiyatini, Nurjanah & Kurniati, 2010). Angka kejadian bendungan ASI sampai saat ini tidak diketahui secara pasti. Menurut penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI pada tahun 2006 kejadian bendungan ASI di Indonesia terbanyak terjadi pada ibu-ibu bekerja sebanyak 16% dari ibu menyusui (Departemen Kesehatan RI, 2008). Sementara hasil Survey Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Propinsi Jawa Barat tahun 2009 kejadian bendungan ASI pada ibu menyusui di Jawa Barat yaitu 1-3% (1-3 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di perkotaan dan 2-13% (2-13 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi di pedesaan (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 2009). Angka kejadian bendungan ASI di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya pada tahun 2015 sebanyak 364 kasus, sedangkan pada bulan Januari- Februari 2016 sebanyak 155 kasus (RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya – Poli Laktasi, 2015-Februari 2016). Dari data yang di dapat dari RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya angka kejadian bendungan ASI cukup tinggi. Sehingga penulis berpendapat bahwa asuhan kebidanan terhadap penatalaksanaan kasus tersebut belum maksimal. Masalah potensial yang dapat muncul akibat bendungan ASI misalnya mastitis. Gejala awal mastitis adalah demam disertai menggigil, nyeri dan takikardi. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras, lebih hangat, kemerahan dengan batas tegas dan disertai rasa sangat nyeri (Prawirohardjo, 2010). Menurut penelitian Nuraini dan Resti menunjukan bahwa dari 30 responden primipara yang dilakukan stimulasi refleks oksitosin
dengan
frekuensi 1 kali tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI ringan sebanyak 4 orang (26,7%) dan stimulasi refleks oksitosin dengan 1 kali tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI sedang sebanyak 11 orang (73,3%). Responden primipara yang dilakukan stimulasi refleks oksitosin dengan frekuensi 2 kali tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI ringan sebanyak 12 orang (80%) dan stimulasi refleks oksitosin dengan 2 kali tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI sedang sebanyak 3 orang (20%). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa semakin sering dilakukan tindakan stimulasi refleks oksitosin maka kejadian bendungan ASI semakin berkurang. Menurut
penelitian
Kartika
Dian
Listyaningsih
dengan
hasil
pengetahuan laktasi ibu diukur dengan 15 item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai pengetahuan laktasi pada ibu menyusui di Rumah Bersalin Seger Waras dengan rata-rata nilai 8.775, sedangkan pada pelaksanaan perawatan payudara ibu menyusui di Rumah Sakit Seger Waras Surakarta di dapat rata-rata nilai 7.275. Nilai tersebut semuanya kategori sedang. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ada hubungan pengetahuan laktasi dengan perawatan payudara pada ibu menyusui dan sifat hubungan adalah sedang, positif dan signifikan. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi kejadian bendungan ASI terhadap ibu menyusui salah satu upaya signifikan yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah mengeluarkan PP no. 33 tahun 2012 mengenai pemberian ASI eksklusif. Melalui PP ini, pemerintah memformalkan hak perempuan untuk menyusui (termasuk di tempat kerja) dan melarang promosi pengganti ASI. Dengan demikian, pemerintah telah menunjukan fokusnya dalam hal peningkatan alokasi keuangan, kebijakan yang lebih terkoordinasi dan memperkuat keahlian teknis untuk meningkatkan gizi anak bersama dengan mitra internasional di antaranya Uni Eropa dan bank Dunia. Dari kebijakan pemerintah tersebut penulis berpendapat bahwa kebijakan ASI Eksklusif tersebut tidak hanya untuk kesehatan gizi pada bayi saja tetapi bisa juga menjadi salah satu pencegah terjadinya bendungan ASI pada ibu-ibu menyusui baik pada ibu yang bekerja maupun yang tidak bekerja, terlebih lagi pemerintah mengeluarkan kebijakan pada PP tersebut bahwa ibu bekerja pun diharuskan untuk menyusui ASI eksklusif, maka tidak ada alasan kuat bagi ibu bekerja yang tidak bisa menyusui secara eksklusif karena kesibukan bekerja. Adapun salah satu ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang pemberian ASI, yakni tercantum dalam QS. Al-Baqarah : 233. َ ت ﯾُْرِﺿْﻌَن أ َْوﻻ َدَُھﱠن َﺣْوَﻟْﯾِن َﻛﺎِﻣَﻠْﯾِن ِﻟَﻣْن أ ََرادَ أ َن ﯾُِﺗﱠم اﻟﱠر ﻋﻠَﻰ اْﻟَﻣْوﻟُوِد َﻟﮫُ ِرْزﻗُُﮭﱠن َ ﻋﺔَ َو َ ﺿﺎ ُ َواْﻟَواِﻟدَا َ ُ ﺳﻌََﮭﺎ ﻻَ ﺗ ﻋﻠَﻰ َ ﺿﺂﱠر َواِﻟدَةُ ﺑَِوﻟَِدَھﺎ َوﻻَ َﻣْوﻟُود ُُ◌ﱠﻟﮫ ُ ﺑَِوﻟَِدِه َو ْ س ِإﻻ ﱠ ُو ْ َوِﻛ ِ ﺳَوﺗ ُُﮭﱠن ﺑِﺎْﻟَﻣْﻌُرو ُ ف ﻻَ ﺗ َُﻛﱠﻠ ٌ ف َﻧْﻔ
ﺳﺗ َر َ ح َ َ ض ِّﻣْﻧُﮭَﻣﺎ َوﺗ َ ً ﺻﺎﻻ َ ﺷﺎُوٍر َﻓﻼَ ُﺟَﻧﺎ ِ اْﻟَواِر َ ث ِﻣﺛُْل ذَِﻟَك َﻓِﺈْن أ ََرادَا ِﻓ ْ َ ﻋﻠَْﯾِﮭَﻣﺎ َوِإْن أ ََرْدﺗ ُْم أ َن ﺗ ٍ ﻋن ﺗ ََرا َ َْ◌ِﺿﻌُوا أ َْوﻻََدُﻛْم ﻓ ف َواﺗ ﱠﻘُوا ﷲَ َواْﻋَﻠُﻣوا أ َﱠن ﷲَ ِﺑَم َ ح َ ﻼ ُﺟﻧَﺎ ِ ﺳﱠﻠْﻣﺗ ُم ﱠﻣﺂَءاﺗ َْﯾﺗ ُم ِﺑﺎْﻟَﻣْﻌُرو َ ﻋﻠَْﯾُﻛْم إَِذا {233} ◌ُا ﺗ َْﻌَﻣﻠُوَن َﺑِﺻﯾُر “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”[QS Al-Baqarah : 233] ﻋﺎَﻣْﯾِن أ َِن اْﺷُﻛْر ِﻟﻲ َوِﻟَواِﻟدَْﯾَك َوَو ﱠ َ ﺻﺎﻟُﮫُ ِﻓﻲ َ ﺳﺎَن ﺑَِواِﻟدَْﯾِﮫ َﺣَﻣَﻠﺗْﮫُ أ ُﱡﻣﮫُ َوْھﻧًﺎ َ ﺻْﯾﻧَﺎ ا ْ ِﻹْﻧ َ ﻋَﻠﻰ َوْھٍن َوِﻓ ﺻﯾُر ِ ﻲ اْﻟَﻣ ِإﻟَ ﱠ “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.“ [QS Luqman : 14] Al-Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya meriwayatkan perkataan seorang tabi’in: ﺣدﺛﻧﺎ ﺑن ﻣﮭدي وأﺑو أﺳﺎﻣﺔ ﻋن ﺳﻔﯾﺎن ﻋن اﻷﻋﻣش ﻋن إﺑراھﯾم أن ﻋﻠﻘﻣﺔ ﻣر ﺑﺎﻣرأة وھﻲ ﺗرﺿﻊ ﺻﺑﯾﺎ ﻟﮭﺎ ﺑﻌد اﻟﺣوﻟﯾن ﻓﻘﺎل ﻻ ﺗرﺿﻌﯾﮫ ﺑﻌد ذﻟك
Haddatsana Ibnu Mahdi dan Abu Usamah, dari Sufyan, dari al-A’masy, dari Ibrohim, bahwa Alqomah berjalan melewati seorang wanita yang sedang menyusui bayinya setelah 2 tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia setelah itu”. (Mushonnaf Ibni Abi Syaibah no. 17060) Ayat dan hadits diatas menjelaskan bahwa setiap ibu harus menyusui anaknya selama 2 tahun. Secara pandangan umum, ayat tersebut mendukung program pemerintah tentang ASI eksklusif selama 6 bulan serta mencegah terjadinya bendungan ASI.
Berdasarkann uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan laporan studi kasus sebagai berikut “Bagaimana Memberikan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya “?. C. Tujuan 1.
Tujuan Umum Mampu memberikan Asuhan Kebidanan secara Komprehensif pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
2.
Tujuan Khusus a.
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI diharapkan penulis mampu: 1)
Mampu melakukan pengumpulan data pada Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
2)
Mampu melakukan interpretasi data serta merumuskan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
3)
Merumuskan diagnosa dan masalah potensial terhadap Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
4)
Mengidentifikasi tindakan segera Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
5)
Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pengkajian terhadap Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
6)
Melaksanakan perencanaan tindakan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
7)
Melakukan evaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah dilakukan terhadap Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
b.
Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik pada kasus Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
D. Manfaat 1.
Bagi Penulis lain Diharapkan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan terhadap masalah bendungan ASI.
2.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat menjadi bahan masukan program yang sudah ada agar tercapai keberhasilan mengenai asuhan kebidanan terhadap para ibu yang mengalami masalah bendungan ASI.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan materi perkuliahan kebidanan dan sebagai bahan informasi untuk melakukan asuhan.
4.
Bagi Responden
Diharapkan dapat memberikan informasi dalam usaha perencanaan penatalaksanaan untuk masalah bendungan ASI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Masa Nifas dan Bendungan ASI 1. Konsep Dasar Masa Nifas a. Pengertian Masa Nifas Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa Latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini disebut Puerperium yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous melahirkan. Jadi, puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Sekitar 50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pelayanan pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Dewi Vivian dan Tri, 2011). b. Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas Berdasarkan standar pelayanan kebidanan, standar pelayanan untuk ibu nifas meliputi perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam pertama setelah persalinan (standar 14), serta pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas (standar 15). Apabila merujuk pada kompetensi 5 (standar kompetensi bidan), maka prinsip asuhan kebidanan bagi ibu pada masa nifas dan menyusui harus yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat. Jika dijabarkan lebih luas sasaran asuhan kebidanan masa nifas meliputi hal-hal sebagai berikut. 1) Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis. 2) Identifikasi penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis. 3) Mendorong agar dilaksanakan metode yang sehat tentang pemberian makan anak dan peningkatan pengembangan hubungan antara ibu dan anak yang baik.
4) Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia melaksanakan peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya khusus. 5) Pencegahan, diagnosis dini dan pengobatan komplikasi pada ibu. 6) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli jika perlu. 7) Imunisasi ibu terhadap tetanus (Dewi Vivian dan Tri, 2011). c. Tujuan Asuhan Masa Nifas 1) Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas. Tujuan perawatan masa nifas adalah untuk menghindarkan/ mendeteksi adanya kemungkinan adanya perdarahan postpartum dan infeksi. Oleh karena itu, penolong persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang-kurangnya satu jam postpartum
untuk
mengatasi
kemungkinan terjadinya
komplikasi
persalinan. Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih bila partus berlangsung lama. 2) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis harus diberikan oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang dan baru membersihkan daerah sekitar anus. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomy atau laserasi sarankan ibu untuk menghindari/ tidak menyentuk daerah luka. 3) Melaksanakan skrining secara komprehensif. Melaksanakan skrining yang komprehensif dengan mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Pada hal ini seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi
pemeriksaan
plasenta,
pengawasan
TFU,
pengawasan
konsistensi rahim dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila ditemukan permasalahan, maka harus segera melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas.
4) Memberikan
pendidikan
kesehatan
dini.
Memberikan
pelayanan
kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Ibu-ibu postpartum harus diberikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut : a) Mengkonsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari. b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum sebelum menyusui). 5) Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara, yaitu sebagai berikut : a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering. b) Menggunakan bra yang menyokong payudara. c) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet. 6) Konseling mengenai KB. Bidan memberikan konseling mengenai KB, antara lain seperti berikut ini : a) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri
kapan
dan
bagaimana
mereka
ingin
merencanakan
keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. b) Biasanya
wanita
akan
menghasilkan
ovulasi
sebelum
ia
mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu, penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu setelah persalinan. c) Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan efektivitasnya, efek samping, untung dan ruginya serta kapan metode tersebut dapat digunakan.
d) Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB tertentu, dalam 2 minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini untuk melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Dewi Vivian dan Tri, 2011). d. Tahapan Masa Nifas Beberapa tahapan masa nifas adalaha sebagai berikut : 1) Puerperium dini Yaitu kepulihan di mana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya. 2) Puerperium intermediate Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu. 3) Puerperium remote Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Dewi Vivian dan Tri, 2011). e. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas 1) 6-8 Jam Setelah Persalinan a)
Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b)
Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.
c)
Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d)
Pemberian ASI.
e)
Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f)
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
2) 6 Hari Setelah Persalinan a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal. c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat. d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperhatikan tanda-tanda penyulit. e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali pusat, serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari. 3) 2 Minggu Setelah Persalinan Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba bagian rahim. 4) 6 Minggu Setelah Persalinan a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami. b) Memberikan konseling untuk KB secara dini (Ambarwati, dkk, 2008). f.
Isu Terbaru Perawatan Masa Nifas 1) Mobilisasi Dini Senam nifas bertujuan untuk mengurangi bendungan lokhia dalam rahim, memperlancar perdarahan darah sekitar alat kelamin dan mempercepat normalisasi alat kelamin. 2) Rooming in (perawatan ibu dan anak dalam 1 ruang/ kamar) Meningkatkan pemberian ASI, Bounding attachment, mengajari ibu, cara perawatan bayi terutama pada ibu primipara, dimulai dengan penerapan inisiasi menyusu dini. 3) Pemberian ASI Untuk meningkatkan volume ASI pada masa nifas, ibu dapat memberikan terapi pijat bayi (Ai Yeyeh, 2010).
g. Perubahan Psikologi Pada Masa Nifas Menurut (Sitti Saleha, 2009) perubahan emosi psikologi masa nifas dibagi dalam beberapa fase : 1) Fase Taking in
Adalah terjadi pada satu sampai dua hari setelah persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami. 2) Fase Taking hold Adalah periode yang berlangsung antara 3 sampai 10 hari setelah melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi, ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. 3) Fase Letting go Adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya, fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan, ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya, ibu mulai mengerti bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Anik Maryunani, 2008). 2. Proses Laktasi dan Menyusui a. Anatomi dan Fisiologi Payudara 1) Anatomi Payudara Payudara yang matang adalah salah satu tanda kelamin sekunder dari seorang gadis dan merupakan salah satu organ yang indah dan menarik. Lebih dari itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup keturunannya, maka organ ini menjadi sumber utama dari kehidupan karena Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan. Payudara (mammae) adalah kelenjar yang terletak yang terletak dibawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya 800 gram. Payudara disebut pula glandula mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang, kecuali jika dirangsang dengan hormon. Pada wanita terus berkembang
pada pubertas, sedangkan selama kehamilan terutama berkembang pada masa menyusui. a) Letak
: Setiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi costa kedua dan keenam. Payudara ini terletak pada fascia superficialis dinding rongga dada yang disangga oleh ligamentum suspensorium.
b) Bentuk
: Masing-masing
payudara
berbentuk
tonjolan
setengah bola dan mempunyai ekor (cauda) dari jaringan yang meluas ke ketiak atau aksila. c) Ukuran
: Ukuran payudara berbeda pada setiap individu, juga tergantung pada stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih besar dari pada yang lainnya (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
2) Struktur Makroskopis a) Kanda aksilaris Adalah jaringan payudara yang meluas ke arah aksila. b) Areola Adalah daerah lingkaran yang terdiri atas kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi. Areola pada masing-masing payudara memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm. Letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Perubahan warna ini bergantung dari corak kulit dan adanya kehamilan. Pada wanita yang corak kulitnya kuning langsat akan berwarna jingga kemerahan. Bila kulitnya kehitaman, maka warnanya lebih gelap. Selama kehamilan, warna akan menjadi lebih gelap dan warna ini akan menetap untuk selanjutnya, jadi tidak kembali lagi seperti warna asli semula. Pada daerah ini akan didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari Montgomery yang membentuk tuberkel dan akan membesar selama kehamilan.
Gambar 2.1 Anatomi Payudara Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara selama menyusui. Pada kalang payudara terdapat duktus laktiferus yang merupakan tempat penampungan air susu. Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang bes ar melebar, akhirnya memusat ke dalam putting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluransaluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar. c) Papilla Mammae (Puting Susu) Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya variasi bentuk dan ukuran payudara, maka letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut. Bentuk putting ada empat macam, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted). 3) Struktur Mikroskopis a. Alveoli Alveolus merupakan unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah.
b. Duktus laktiferus Adalah saluran sentral yang merupakan muara beberapa tubulus laktiferus. c. Ampulla Adalah bagian dari duktus laktiferus yang melebar, merupakan tempat menyimpan air susu. Ampulla terletak dibawah areola. d. Lanjutan setiap Duktus Laktiferus Meluas dari ampulla sampai muara pailla mammae. b. Pengertian Laktasi Laktasi (menyusui) adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh yang biologis dan kejiwaan terhadap ibu dan bayinya. Zat-zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI membantu melindungi bayi terhadap penyakit (Dewi Vivian dan Tri, 2011). 3. Fisiologi Pengeluaran ASI Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut : a. Pembentukan kelenjar payudara Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus yang baru, percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh hormon-hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon-hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropin, insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratiroid dan hormon pertumbuhan. Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis/ hipofisis anterior mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini, pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesteron, tetapi jumlah prolaktin meningkat, hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan.
Pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu didemonstrasikan kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan di mana bayinya meninggal, tetap keluar kolostrum (Dwi Sunar Prasetyo, 2012). b. Pembentukan Air Susu Pemberian ASI terdapat 2 reflek yang berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu : 1) Reflek Prolaktin Setelah seoarang ibu melahirkan dan terlepasnya plasenta fungsi korpus luteum berkurang maka, estrogen dan progestinnya berkurang. Dengan adanya hisapan bayi pada putting susu dan areola akan merangsang ujung-ujung saraf sensorik, rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus
akan
menekan
pengeluaran
faktor-faktor
yang
menghambat sekresi prolaktin namun sebaliknya. Hormon prolaktin yang akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat susu. 2) Reflek Let Down Bersama dengan pembentukan prolaktin rangsangan yang berasal dari hisapan bayi yang dilanjutakan ke hipofise anterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadinya proses involusi. Isapan bayi juga merangsang produksi hormon lain yang dinamakan oksitosin, yang membuat sel-sel otot di sekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju puting payudara. Jadi, semakin bayi menghisap, maka semakin banyak air susu yang dihasilkan (Dwi Sunar Prasetyo, 2012). c. Pemeliharaan Pengeluaran ASI Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu selama menyusui. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi, misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang, serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama kelahiran. d. Mekanisme Menyusui Untuk mendapatkan keberhasilan dalam menyusui dibutuhkan 3 reflek intrinsik, antara lain : 1) Reflek mencari (Rooting Reflex) Payudara yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan reflek mencari pada 11 bayi sehingga menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu dan kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut. 2) Reflek Menghisap (Sucking Reflex) Teknik menyusui yang baik adalah seluruh areola payudara sedapat mungkin semuanya masuk kedalam mulut bayi, tetapi hal ini tidak mungkin dilakukan pada ibu yang mempunyai areola yang besar. Untuk itu, maka sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus laktiferus. Tidak dibenarkan bila rahang bayi hanya menekan puting susu saja karena dapat menimbulkan puting susu lecet. 3) Reflek Menelan (Swallowing Reflex) Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme masuk ke lambung (Anik, 2008). 4. Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI a. Membiarkan bayi menyusu sendiri segera setelah lahir, hal ini disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit
langsung
dengan
ibunya
dengan
tujuan
dapat
memberikan
kehangatan. Selain itu, dapat membangitkan hubungan/ ikatan antara ibu
dan bayi. Pemberian ASI sedini mungkin adalah lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir. b. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum timbul. Tujuan dari perawatan payudara adalah untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga pengeluaran ASI lancar. Perawatan payudara dilakukan sedini mungkin, bahkan tidak menutup kemungkinan perawatan payudara sebelum hamil sudah mulai dilakukan. c. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayi menghisap putting susu ibu, maka pengeluaran ASI
juga
semakin lancar. Hal ini karena isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormone oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI. d. Menempatkan bayi di dekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung). Rawat gabung adalah salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam ruangan selama 24 jam penuh. Manfaat rawat gabung dalam proses laktasi dapat dilihat dari aspek fisik, fisiologis, psikologis, edukatif, ekonomi maupun medis (Dewi Vivian dan Tri, 2011). 1) Aspek Fisik Kedekatan ibu dengan bayinya dapat mempermudah bayi menyusu setiap saat dan tanpa terjadwal. Dengan demikian, semakin sering bayi menyusu, maka ASI segera keluar. 2) Aspek Fisiologis Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi lebih seing disusui. Hal ini mengakibatkan bayi mendapat nutrisi alami dan kecukupan ASI. Reflek oksitosin yang ditimbulkan dari proses menyusui akan membantu involusio uteri dan produksi ASI akan dipacu oleh reflek prolaktin. Selain itu, berbagai penelitian menyatakan bahwa dengan ASI eksklusif dapat menjarangkan kehamilan atau dapat digunakan sebagai KB alami. 3) Aspek Psikologis
Rawat gabung dapat menjalin hubungan batin antara ibu dan bayi atau proses lekat (early infant mother bounding). Hal ini disebabkan oleh adanya sentuhan badaniah ibu dan bayi. Kehangatan tubuh ibu memberikan
stimulasi
mental
yang
diperlukan
bayi
sehingga
memengaruhi kelanjutan perkembangan psikologis bayi. Ibu yang dapat memberikan ASI secara eksklusif merupakan kepuasan tersendiri. 4) Aspek Edukatif Rawat gabung memberikan pengalaman bagi ibu dalam hal cara merawat bayi dan merawat dirinya sendiri pasca melahirkan. Pada saat inilah, dorongan suami dan keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu. 5) Aspek Ekonomi Rawat gabung tidak hanya memberikan manfaat pada ibu maupun keluarga
tetapi juga untuk rumah sakit maupun pemerintah. Hal ini
merupakan suatu penghematan dalam pembelian susu buatan dan peralatan lain yang dibutuhkan. 6) Aspek Medis Pelaksanaan
rawat gabung
dapat mencegah
terjadinya
infeksi
nosokomial. Selain itu, ibu dapat melihat perubahan fisik atau perilaku bayinya yang menyimpang dengan cepat sehingga dapat segera menanyakan kepada petugas kesehatan sekiranya ada hal-hal yang dianggap tidak wajar. e. Memberikan ASI pada Bayi Sesering Mungkin Pemberian ASI baiknya sesering mungkin tanpa dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginanya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung dan akan kosong dalam waktu 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya. f.
Memberikan Kolostrum dan ASI Saja ASI dan kolostrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. ASI dari ibu yang melahirkan premature sesuai
dengan kebutuhan premature dan juga sebaliknya ASI dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan, maka sesuai dengan kebutuhan bayi cukup bulan juga. g. Menghindari susu botol dan “dot empeng” Pemberian susu dengan botol dan kempengan dapat membuat bayi bingung putting dan menolak menyusu atau isapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme mengisap dari putting susu ibu dengan botol jauh berbeda (Ambarwati, 2008). 5. Manfaat ASI Manfaat ASI sebagai berikut: a. Untuk Bayi 1) ASI merupakan sumber makanan yang mengandung nutrisi yang lengkap untuk bayi. 2) ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi yang mengandung zat antibodi sehingga akan jarang sakit. 3) ASI meningkatkan kekebalan tubuh. 4) Menunjang perkembangan kepribadian dan kecerdasan emosional. 5) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan. 6) Dengan menyusui maka akan terjadi rasa sayang antara ibu dan bayi. 7) Melindungi anak dari serangan elergi. 8) Mengurangi kejadian karies dentis. Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI. Kebiasaan menyusu dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu formula sehingga gigi menjadi lebih asam. b. Untuk Ibu 1) Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan. 2) Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan pindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.
3) Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah terhadap kanker rahim dan kanker payudara. 4) ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dsb. 5) ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas, dsb. 6) ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan perlengkapannya. 7) ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril. 8) Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya mendapat manfaat fisik dan manfaat emosional. 9) ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara. Bila gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu memerah dan membuang ASI-nya sebelum menyusui. c. Untuk Keluarga 1) Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu, kayu bakar atau minyak untuk merebus air, susu atau peralatan. 2) Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit. 3) Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif. 4) Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat. 5) Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI selalu siap tersedia. 6) Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air panas, dll. d. Untuk Masyarakat dan Negara
1) Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lain untuk persiapannya. 2) Bayi sehat membuat negara lebih sehat. 3) Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih sedikit. 4) Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian. 5) Melindungi lingkungan karena tak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya (Dewi Vivian dan Tri, 2011). 6. Komposisi Gizi dalam ASI a.
Protein dalam ASI ASI mengandung alfa-laktalbumin baik untuk pencernaan bayi. ASI mengandung asam amino esensial taurin yang tinggi yang penting untuk pertumbuhan retina dan biliru. Asam amino sistin pertting untuk pertumbuhan otak. Tirosin dan fenilanin rendah baik untuk bayi premature. Laktoferin berfungsi untuk mengangkut zat besi. Lisozin merupakan antibody alami.
b.
Karbohidrat dalam ASI Karbohidrat yang utama terdapat dalam ASI adalah laktosa yang akan di ubah menjadi asam laktat, yang berfungsi: 1) Penghambat pertumbuhan bakteri. 2) Memacu mikroorganisme untuk memproduksi asam organik dan mensisntesis vitamin. 3) Memudahkan absorbsi Ca, F, Mg. 4) Selain laktosa juga terdapat laktosa glukosa, galaktosa dan glukosamin. Galaktosa ini penting untuk pertumbuhan otak dan medulla spinalis lactobacilus bifidus yang sangat menguntungkan bayi.
c.
Lemak dalam ASI Keadaan lemak dalam ASI merupakan sumber kalori yng utama bagi bayi dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E dan K) dan sumber asam lemak esensial. Selain jumlah nya yang mencukupi, jenis lemak yang ada di dalam ASI mengandung lemak kebutuhan sel jaringan otak yang
sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang cukup tinggi. Dalam bentuk omega 3, omega 6, DHA, AA. Kolesterol merupakan bagian dari lemak yang penting yang meningkatkan pertumbuhan otak bayi. d.
Mineral dalam ASI ASI mengandung mineral yang lengkap. Garam organik yang terdapat dalam ASI terutama dalam kalsium, kalium, natrium, asam klorida dan fosfat. Zat besi dalam kasium di dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil.
e.
Air dalam ASI Kira-kira 88% dari ASI terdiri dari air. Air ini berguna untuk melarutkan zat-zat yang terdapat didalamnya. ASI merupakan sumber air yang secara metabolik adalah aman. Air yang relative tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan haus dari bayi.
f.
Vitamin dalam ASI Vitamin dalam ASI dapat dikatakan lengkap. Vitamin cukup untuk 6 bulan sehingga tidak perlu ditambah kecuali vitamin K karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K.
g.
DHA dan AA pada ASI Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids)
yang
diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/ disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari omega 3 (asam linolenat) dan omega 6 (asam linoleat) (Dewi Vivian dan Tri, 2011). ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu sebagai berikut :
1)
Kolostrum Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ke empat pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan dengan viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan. Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi dari pada ASI matur. Selain itu, kolostrum masih mengandung rendah lemak dan laktosa. Protein utama pada kolostrum adalah imunoglobulin (IgG, IgA dan IgM), yang digunakan sebagai zat antibodi untuk mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit. Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara 150-300 ml/ 24 jam. Kolostrum juga merupakan pecahan ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi bayi makanan yang akan datang.
2)
ASI Transisi/ Peralihan ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah warna serta komposisinya. Kadar imunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.
3)
ASI Matur ASI matur disekresi pada hari ke sepuluh dan seterusnya. ASI matur tampak berwarna putih. Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak menggumpal bila dipanaskan. Air susu yang mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama disebut foremilk. Foremilk lebih encer. Foremik mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air. Selanjutnya,
air susu berubah menjadi hindmilk. Hindmilk kaya akan lemak dan nutrisi. Hindmilk membuat bayi akan lebih cepat kenyang. Dengan demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik foremik maupun hindmilk. Dibawah ini bisa kita lihat perbedaan komposisi antara kolostrum, ASI transisi dan ASI matur. Tabel. 2.1 Kandungan Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur Kandungan Kolostrum Energi (kgkal) 57,0 Laktosa (gr/100 ml) 6,5 Lemak (gr/100 ml) 2,9 Protein (gr/100 ml) 1,195 Mineral (gr/100 ml) 0,3 Ig A (mg/100 ml) 335,9 Ig G (mg/100 ml) 5,9 Ig M (mg/100 ml) 17,1 Lisosin (mg/100 ml) 14,2-16,4 Laktoferin 420-520 Sumber : Dewi Vivian dan Tri, 2011.
Transisi 63,0 6,7 3,6 0,965 0,3 -
ASI matur 65,0 7,0 3,8 1,324 0,2 119,6 2,9 2,9 24,3-27,5 250-270
Jadi, Rata-rata sampel air susu ibu yang dikumpulkan selama 24 jam mengandung : Tabel 2.2 Kandungan Kolostrum Protein 1.5 % Lemak 3.5 % Karbohidrat 7.0 % Garam Mineral 0.2 % Air 87.8 % Vitamin A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang sangat sedikit Sumber : Dewi Vivian dan Tri, 2011. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam berkualitas
tinggi
ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi yang
berguna
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan kecerdasan bayi atau anak. Selain mengandung protein yang tinggi ASI memiliki perbandingan antara whei dan casein yang sesuai untuk bayi. Rasio whei dengan casein merupakan salah
satu
keunggulan
mengandung
ASI
whei
dibandingkan
lebih
banyak
dengan
yaitu
susu
65:35.
sapi.
Komposisi
ASI ini
menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan whei: casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap. 7. Upaya Memperbanyak ASI Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya. Meski demikian, tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai alasan. Misalnya takut gemuk, sibuk, payudara kendor dan sebagainya. Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin menyusui bayinya tetapi mengalami kendala. Biasanya ASI tidak mau keluar atau produksinya kurang lancar. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon yaitu prolaktin dan oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitisin proses pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin asupan nutrisi baik maka produksi yang dihasilkan juga banyak. Namun demikian, untuk mengeluarkan ASI diperlukan hormon oksitosin yang kerjanya dipengaruhi oleh proses hisapan bayi. Semakin sering puting susu dihisap oleh bayi maka semakin banyak pula pengeluaran ASI. Hormon oksitosin sering disebut sebagai hormon kasih sayang sebab kadarnya sangat dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa dicintai, rasa aman, ketenangan dan relaks. Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI: a.
Makanan Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancar.
b.
Ketenangan Jiwa dan Pikiran
Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan pikiran harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang akan menurunkan volume ASI. c.
Penggunaan Alat Kontrasepsi Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan agar tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik hormonal 3 bulanan.
d.
Perawatan Payudara Perawatan
payudara
bermanfaat
merangsang
payudara
mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin. e.
Faktor Fisiologi ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon prolaktin yang menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.
f.
Pola Istirahat Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila kondisi ibu terlalu capek kurang istirahat maka ASI juga berkurang.
g.
Faktor Hisapan Anak atau Frekuensi Penyusuan Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan pengeluaran ASI akan semakin banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusuan pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Studi mengatakan bahwa pada produksi ASI bayi prematur akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu. Sedangkan pada bayi cukup bulan frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup. Sehingga direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
h.
Berat Lahir Bayi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI. i.
Umur Kehamilan Saat Melahirkan Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi poduksi ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
j.
Konsumsi Rokok dan Alkohol Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin.
Dibawah ini adalah upaya memperbanyak ASI : a.
Untuk Bayi 1)
Menyusui bayi setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui antara 10-15 menit di setiap payudara.
2)
Bangunkan bayi, lepas baju yang menyebabkan rasa gerah.
3)
Pastikan bayi menyusui dengan posisi menempel yang baik dan dengan suara menelan yang aktif.
4)
Susui bayi di tempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap kali menyusui.
b.
Untuk Ibu
1)
Ibu harus meningkatkan istirahat dan minum.
2)
Makan makanan yang bergizi.
3)
Petugas kesehatan harus mengamati ibu yang menyusui bayinya dan mengoreksi setiap kali terdapat masalah pada posisi penempelan.
4)
Susukan bayinya sesering mungkin (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
8. Tanda Bayi Cukup ASI a. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan ASI 8 kali pada 2-3 minggu pertama. b. Kotoran bewarna kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi lebih muda pada hari kelima setelah lahir. c. Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8x sehari. d. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI. e. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis. f.
Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.
g. Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi sesuai dengan grafik pertumbuhan. h. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan rentang usianya). i.
Bayi kelihatan puas, sewaktu-waktu saat lapar akan bangun dan tidur dengan cukup.
j.
Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian mengantuk dan tertidur pulas (Anik Maryunani, 2008).
9. ASI Eksklusif ASI eksklusif (menurut WHO, 2014) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun Negara. Menurut penelitian yang dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi selama 12 bulan mengatakan bahwa ASI eksklusif dapat menurunkan resiko kematian akibat
infeksi
saluran
napas
akut
dan
diare.
WHO
dan
UNICEF
merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan ASI eksklusif diberikan sampai 6 bulan dengan menerapkan hal- hal sebagai berikut: a. Inisiasi menyusui dini selama 1 jam setelah kelahiran bayi. b. ASI eksklusif diberikan secara on-demand atau sesuai dengan kebutuhan bayi, setiap hari setiap malam. c. ASI eksklusif diberikan hanya ASI saja tanpa makanan tambahan atau minum. d. ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir maupun dot. 10. Masalah dalam Pemberian ASI Berikut ini beberapa masalah pada saat menyusui: a. Puting Susu Lecet Penyebabnya : 1) Kesalahan dalam tehnik menyusui. 2) Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, dll untuk mencuci putting susu. 3) Rasa nyeri dapat timbul jika ibu menghentikan menyusui kurang hatihati. b. Payudara Bengkak Penyebabnya: Pembekakan ini terjadi karena ASI tidak disusukan secara adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Pembengkakan ini terjadi pada hari kedua dan ketiga c. Saluran susu tersumbat (obstuvtive duct) Suatu keadaan dimana terdapat sumbatan pada duktus laktiferus, dengan penyebabnya adalah : 1) Tekanan jari ibu pada waktu menyusui. 2) Pemakaian BH yang terlalu ketat. 3) Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu yang terkumpul tidaksegera dikeluarkan sehingga menimbulkan sumbatan (Dewi Vivian dan Tri, 2011). 11. Bendungan ASI
a. Konsep Dasar Bendungan Air Susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu (misalnya putting susu datar, terbenam dan cekung). Sesudah bayi dan plasenta lahir, kadar estrogen dan progesterone turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya prolaktin waktu hamil dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Pada permulaan nifas apabila bayi belum mampu menyusu dengan baik atau kemudian apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan ASI (Ai Yeyeh, 2010). b. Faktor-Faktor Penyebab 1) Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASInya berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu dan payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara). Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI. 2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI). 3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu). Akibatnya ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4) Putting susu terbenam (putting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu). Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI. 5) Putting susu terlalu panjang (putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI). Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI (Ai Yeyeh, 2010). c. Tanda dan Gejala Ditandainya dengan: mammae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu, pengeluaran susu kadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 38̊C (Ai Yeyeh, 2010). d. Diagnosis Pemeriksaan fisik payudara, pada pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan sangat teliti dan tidak boleh kasar dan keras. Tidak jarang palpasi yang keras menimbulkan petechienecchymoses dibawah kulit. Orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran. Pertama lakukan dengan cara inspeksi (periksa pandang), hal ini harus dilakukan pertama dengan tangan disamping dan sesudah itu dengan tangan ke atas, selagi pasien duduk. Kita akan melihat dilatasi pembuluhpembuluh balik dibawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas di bawah kulit. Perlu diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat apakah menjadi merah, misalnya oleh mastitis karsinoma. Edema kulit harus diperhatikan pada tumor yang terletak tidak jauh dibawah kulit. Kita akan jelas melihat edema kulit seperti gambaran kulit jeruk (peaud’orange) pada kanker payudara. Kemudian lakukan palpasi (periksa raba), ibu harus tidur dan diperiksa secara sistematis bagian medial lebih dahulu dengan jari-jari yang harus ke bagian lateral. Palpasi ini harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal
kearah garis aksilla belakang dan dari subklavikular kearah paling distal. Setelah palpasi payudara selesai, dimulai dengan palpasi aksilla dan supraklavikular. Untuk pemeriksaan aksilla orang sakit duduk, tangan aksilla yang akan diperiksa dipegang oleh pemeriksa dan dokter pemeriksa mengadakan palpasi aksilla dengan tangan yang kontralateral dari tangan si penderita. Misalnya kalau aksilla kiri orang sakit yang akan diperiksa, tangan kiri dokter mengadakan palpasi (Ai Yeyeh, 2010). e. Penanganan Penaganan yang dilakukan yang paling penting adalah dengan mencegah terjadinya payudara bengkak, susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa dijadwal, keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan, untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap putting susu berikan kompres sebelum menyusui dan untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari putting kearah korpus mamae, ibu harus rileks, pijat leher dan punggung belakang. Perawatan payudara, payudara merupakan sumber yang akan menjadi makanan utama bagi anak. Karena itu jauh sebelumnya harus memakai BH yang sesuai dengan pembesaran payudara yang sifatnya menyokong payudara dari bawah suspension bukan menekan dari depan. Bagi ibu menyusui dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu dengan tangan dan pompa. Jika ibu menyusui dan bayi mampu menetek, bantu ibu agar menetek lebih sering pada kedua payudara tiap kali meneteki. Berikan penyuluhan cara meneteki yang baik, mengurangi nyeri sebelum meneteki. Berikan kompres hangat pada dada sebelum meneteki atau mandi air hangat, pijat punggung dan leher. Memeras susu cara manual sebelum meneteki dan basahi putting susu agar bayi mudah menetek. Mengurangi nyeri setelah meneteki, gunakan bebat atau bra.
Kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak, terapi paracetamol 500 mg per oral, evaluasi 3 hari (Ai Yeyeh, 2010). Menurut Wiwik Ardita Rini tentang tindakan breast care dan kejadian bendungan ASI pada ibu nifas, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak terjadi bendungan ASI 75,0% dan terjadi bendungan ASI 25,0%. Pada penelitian ini masih ada ibu yang mengalami bendungan ASI disebabkan breast carenya kurang
sesuai
prosedur
sehingga
tidak sesuai prosedur atau
manfaatnya
dalam
penanganan
bendungan ASI tidak maksimal. Dari 36 responden terdapat 44,4% ibu nifas yang melakukan breast care kadang-kadang dan yang sering hanya 25,0%. Kejadian bendungan ASI pada 36 ibu nifas sebanyak 25,0% atau sebagian besar tidak terjadi bendungan ASI (75,0%). f.
Cara Mencegah Untuk mencegah diperlukan menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui secara ondemand. Bayi harus sering disusui. Apabila terlalu tegang atau bayi tidak dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun. Untuk merangsang reflek oksitosin maka dilakukan: b. Kompres untuk mengurangi rasa sakit. c. Ibu harus rileks. d. Pijat dan punggung belakang (sejajar daerah payudara). e. Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan kearah tengah). f.
Stimulasi payudara dan putting.
g. Kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi oedema. h. Pakailah BH yang sesuai. i.
Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
g. Cara Mengatasi 1) Susui bayinya semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa batas waktu.
2) Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif. 3) Sebelum menyusui untuk merangsang reflek oksitosin dapat dilakukan kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit, masase payudara, masase leher dan punggung. 4) Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema (Dewi Vivian dan Tri, 2011). Menurut (Prawirohardjo, 2008) penanganan bendungan air susu dilakukan dengan pemakaian bra untuk penyangga payudara dan pemberian analgetika, dianjurkan menyusui segera dan lebih sering, kompres hangat, air susu dikeluarkan dengan pompa dan dilakukan pemijatan (masase) serta perawatan payudara. Kalau perlu diberi supresi laktasi untuk sementara (2–3 hari) agar bendungan terkurangi dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan. Keadaan ini pada umumnya akan menurun dalam beberapa hari dan bayi dapat menyusu dengan normal (Ai Yeyeh dan Lia, 2010). 12. Perawatan Payudara Merupakan suatu tindakan perawatan payudara yang dilaksanakan, baik oleh pasien maupun dibantu orang lain yang dilaksanakn mulai hari pertama atau kedua setelah melahirkan. Perawatan payudara bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI, serta menghindari terjadinya pembengkakan dan kesulitan menyusui, selain itu juga menjaga kebersihan payudara agar tidak mudah terkena infeksi. Adapun langkah-langkah dalam perawatan payudara (Anggraini Y, 2010). a. Pengurutan Payudara 1) Tangan dilicinkan dengan minyak kelapa/ baby oil. 2) Pengurutan payudara mulai dari pangkal menuju arah putting susu. 3) Selama 2 menit (10 kali) untuk masing-masing payudara. 4) Handuk bersih 1-2 buah. 5) Air hangat dan air dingin dalam baskom. 6) Waslap atau sapu tangan dari handuk.
b. Langkah-Langkah Pengurutan Payudara: 1) Pengurutan yang Pertama Licinkan kedua tangan dengan minyak, tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara lakukan pengurutan, dimulai dari arah atas lalu arah sisi samping kiri kemudian kearah kanan, lakukan terus pengurutan ke bawah atau melintang. Lalu kedua tangan dilepas dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali untuk setiap satu payudara. 2) Pengurutan yang Kedua Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau tiga jari tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada putting susu. Lakukan tahap mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah putting susu. Lakukan gerakan 20-30 kali. 3) Pengurutan yang Ketiga Menyokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut dan menggenggam dari pangkal menuju ke putting susu. Lakukan gerakan 20-30 kali. 4) Pengompresan Alat-alat yang disiapkan : 1) 2 buah baskom sedang yang masing-masing diisi dengan air hangat dan air dingin. 2) 2 buah waslap. Caranya: Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit, kemudian ganti dengan kompres dingin selama 1 menit. Kompres bergantian selama 3 kali berturut-turut dengan kompres air hangat. Menganjurkan ibu untuk memakai BH khusus untuk menyusui. c. Perawatan Puting Susu Puting susu memegang peranan penting pada saat menyusui. Air susu ibu akan keluar dari lubang-lubang pada putting susu oleh karena itu putting susu perlu dirawat agar dapat bekerja dengan baik, tidak semua wanita mempunyai putting susu yang menonjol (normal). Ada wanita yang
mempunyai putting susu dengan bentuk yang mendatar atau masuk ke dalam, bentuk putting susu tersebut tetap dapat mengeluarkan ASI jika dirawat dengan benar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat putting susu: 1) Setiap pagi dan sore sebelum mandi putting susu (daerah areola mamae), satu payudara diolesi dengan minyak kelapa sekurangkurangnya 3-5 menit. 2) Jika putting susu normal, lakukan perawatan dengan oleskan minyak pada ibu jari dan telunjuk lalu letakkan keduanya pada putting susu dengan gerakan memutar dan ditarik-tarik selama 30 kali putaran untuk kedua putting susu. 3) Jika puting susu datar atau masuk kedalam lakukan tahapan berikut: a) Letakkan kedua ibu jari disebelah kiri dan kanan putting susu, kemudian tekan dan hentakkan kearah luar menjahui putting susu secara perlahan. b) Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah putting susu lalu tekan serta hentakkan kearah putting susu secara perlahan. c) Kemudian untuk masing-masing putting digosok dengan handuk kasar agar kotoran-kotoran yang melekat pada putting susu dapat terlepas. 4) Payudara dipijat untuk mencoba mengeluarkan ASI. Lakukan langkahlangkah perawatan diatas 4-5 kali pada pagi dan sore hari, sebaiknya tidak menggunakan alkohol atau sabun untuk membersihkan putting susu karena akan menyebabkan kulit kering dan lecet. Pengguna pompa ASI atau bekas jarum suntik yang dipotong ujungnya juga dapat digunakan untuk mengatasi massalah pada putting susu yang terbenam. B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Manajemen Varney Merupakan metode pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Suryani Soepardan, 2008).
Dalam proses penatalaksanaan asuhan kebidanan menurut Varney ada 7 langkah, meliputi : a.
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang. Langkah ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap
selanjutnya,
sehingga
dalam
pendekatan
ini
harus
yang
komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi atau masalah klien yang sebenarnya. b.
Langkah II : Interpretasi Data Dasar Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan
masalah
keduanya
digunakan
karena
masalah
tidak
dapat
didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hasil pengkajian.
c.
Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian maslaah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengawasi pasien bidan bersiap-siap bila maslah potensial benar-benar terjadi.
d.
Langkah
IV
:
Mengidentifikasi
dan
Menetapkan
Memerlukan Penanganan Segera dan Kolaborasi
Kebutuhan
yang
Mengantisipasi perlunya tindakan segera oleh bidan dan dokter untuk konsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain. e.
Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi/ masalah klien, tapi juga dari kerangka pedoman antisipasi klien tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling, penyuluhan dan apakah pasien perlu dirujuk karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah kesehatan lain. Pada langkah ini tugas bidan
adalah merumuskan
rencana
asuhan sesuai
dengan
hasil
pembahasan rencana bersama klien dan keluarga, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya. f.
Langkah VI : Malaksanakan Asuhan Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang telah dibuat dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bidan atau dokter atau tim kesehatan lainnya.
g.
Langkah VII : Evaluasi Melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan diagnosa/ masalah.
2. Metode SOAP Adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari proses pemikiran penatalaksaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumenkan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien sebagai catatan kemajuan. Model SOAP sering digunakan dalam catatan perkembangan pasien. Seorang bidan hendaknya menggunakan SOAP setiap kali dia bertemu dengan pasiennya. Selama antepartum, seorang bidan bisa menulis satu catatan SOAP untuk setiap kunjungan, sementara dalam masa intrapartum, seorang bidan boleh menulis lebih dari satu catatan untuk satu pasien dalam satu hari (Ai Yeyeh, 2011). a.
Pembagian SOAP
Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumenkan asuhan pasien dalam rekaman medis pasien sebagai catatan kemajuan. Bentuk SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasien, dengan cara penulisannya adalah sebagai berikut : 1) S (subjektif) : Data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung. 2) O (objektif) :
Data objektif data yang dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik. 3) A (assesment) : Analisis dan interpretasi berdasarkan data yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. 4) P (plan) : Perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau labolatorium, serta konseling untuk tindak lanjut. b.
Pentingnya Pendokumentasian Soap 1)
Menciptakan catatan permanen tentang asuhan kebidanan yang diberikan kepada pasien.
2)
Kemungkinan berbagai informasi diantara para pemberi asuhan.
3)
Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan.
4)
Memungkinkan pengevaluasian dari asuhan yang diberikan.
5)
Memberikan data untuk catatan nasional, riset dan statistik mortalitas morbiditas.
6)
Meningkatakan pemberi asuhan yang lebih aman, bermutu tinggi pada klien.
c.
Alasan Soap digunakan untuk Pendokumentasian 1) Pembuatan grafik metode SOAP merupakan progesi informasi yang systematis yang mengorganisir penemuan dan konklusi bidan menjadi suatu rencana asuhan.
2) Metode
ini
merupakan
penatalaksanaan
penyulingan
kebidanan
untuk
inti tujuan
sari
dari
penyediaan
proses dan
pendokumentasian asuhan. 3) SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu bidan dalam mengorganisir pikiran bidan dan memberikan asuhan yang menyeluruh.
Tabel 2.3 Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan Sistem Pendokumentasian SOAP Alur pikir Bidan
Proses Manajemen Kebidanan
7 Langkah (Varney)
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
5 Langkah (kompetensi bidan)
Data Masalah/ diagnose Antisipasi masalah potensial/ diagnosa lain Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Perencanaan Asuhan Implementasi Evaluasi
Data
Assasment/ Diagnosa
Perencanaan Asuhan Implementasi Evaluasi
(Hidayat, 2009)
SOAP NOTES Subjektif & Objektif
Assasment/ Diagnosa
Plan : 1. Konsul 2. Tes diagnostic 3. Rujukan 4. Pendidikan 5. Konseling 6. Follow up
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Bendungan ASI Konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut Ai Yeyeh (2010) diagnosa bendungan ASI adalah sebagai berikut : 1.
S : Data Subjektif Data subjektif diambil berdasarkan anamnesa, penderita merasa
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh kadang disertai panas, bayi rewel, karena sulit untuk menyusu dan pengeluaran ASI sedikit. 2.
O : Data Objektif
Data objektif diambil berdasarkan :
a. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital Biasanya pada bendungan ASI suhu tubuh lebih dari 37˚C. b. Inspeksi Pengamatan dengan mata akan tampak payudara tegang dan putting tidak terlalu menonjol. c. Palpasai Merupakan teknik pemeriksaan menggunakan indra peraba, karena tangan dan jari-jari merupakan indra yang sensitif, pada kasus bendungan ASI payudara akan teraba penuh, keras, tegang dan pengeluaran ASI sedikit. 3.
A : Analisa Data
Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Dengan data dasar kasus bendungan ASI dari hasil pemeriksaan didapati payudara nyeri, terasa penuh, keluar ASI sedikit-sedikit dan badannya terasa menggigil disertai suhu tubuh yang meningkat sehingga dapat disimpulkan analisa data menjadi, misalnya : P1A0 post partum 2 hari dengan bendungan ASI . P : Planing atau Penatalaksanaan
4. Menggambarkan
pendokumentasian
dari
perencanaan
dan
evaluasi
berdasarkan analisa, untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan atau penatalaksanaan yang diberikan pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut Winkujosastro (2009) adalah : a.
Keluarkan ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek.
b.
Keluarkan ASI sebelum menyusui sehingga ASI keluar lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi.
c.
Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.
d.
Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat menggunakan handuk secara bergantian.
e.
Susukan ASI sesering mungkin tanpa dijadwal (on the mand).
f.
Keluarkan ASI dengan tangan/ pompa bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi.
g.
Dari penatalaksanaan bendungan ASI tersebut untuk asuhan kebidanan yang diberikan pada klien dapat dilakukan : 1)
Melakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2)
Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat.
3)
Memberikan konseling tentang kebutuhan nutrisi selama masa nifas.
4)
Memberikan konseling cara menyusui yang benar.
5)
Memberitahu ibu untuk melakukan pengompresan dengan air hangat pada ke 2 payudara.
6)
Memberikan KIE tentang perawatan payudara.
7)
Melakukan rujukan ke puskesmas bila bendungan tidak sembuh dalam 1 minggu (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti, 2010).
Evaluasi pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut Winkujosastro (2009) yaitu terpenuhinya kebutuhan ibu untuk banyak istirahat, ibu mengerti tentang kebutuhan nutrisi selama masa nifas, ibu mengerti tentang cara menyusui yang benar, ibu mengerti tentang perawatan payudara. D. Kewenangan atau Landasan Hukum Sesuai dengan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 yang menjadi landasan hukum pada asuhan kebidanan ibu nifas adalah : 1. BAB III Pasal 9 Huruf a Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu. 2. BAB III Pasal 10 Ayat 1 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana pasal 9 huruf a diberikan pada : masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. 3. BAB III Pasal 10 Ayat 2 Huruf d dan e Pelayanan ibu nifas normal dan pelayanan ibu menyusui. 4. BAB III Pasal 11 Ayat 2 Huruf f Pelayanan konseling pada masa antara 2 kehamilan. 5. Pasal 1 Ayat 3
Bidan dapat memberikan penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan. E. Masa Nifas Menurut Pandangan Islam Nifas menurut pandangan islam adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah-mengatakan, “Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah darah nifas”. Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnya yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh pembawa syari’at hal. 37 : “Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimal. Andai kata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah darah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu adalah darah kotor dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits. Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa nifas pada umumnya. Demikian disebutkan dalam kitab al-Mughni. Adapun hadits yang berkenaan dengan masa nifas yaitu : Ulama Syafi’iyah berpendapat darah nifas maksimalnya adalah 60 hari. Ada juga yang berpendapat 40 hari. Mereka beralasan dengan hadits Ummu Salamah, dimana ia berkata, ِ ﺎس ﻓِﻰ َﺗ ْﻘ ُﻌ ُد ص اﻟ ﱠﻧ ِﺑ ﱢﻲ ﻧِﺳَﺎءِ= ﻣِنْ ْاﻟ َﻣ ْرأَةُ َﻛﺎ َﻧ ْ= ا ُ ﱢم َﻋن َﻗﺎ َﻟتْ رض َﺳ َﻠ َﻣ َﺔWت َ ِﺑ َﻘ ِ ﺿﺎءِ= ص اﻟ ﱠﻧ ِﺑ ﱡﻲ َﯾﺄْ ُﻣ ُرھَﺎ =ﻻَ َﻟ ْﯾ َﻠ ًﺔ اَ ْر َﺑ ِﻌ ْﯾنَ ْاﻟ ﱢﻧ َﻔ ﺻﻼَ ِة َ ﺎس ِ اﻟ ﱢﻧ َﻔKداود اﺑ???و
Dari Ummu Salamah, ia berkata : adalah wanita-wanita dari istri-istri Nabi SAW, mereka tidak shalat diwaktu nifas selama 40 hari, dan Nabi SAW tidak memerintahkannya mengqadla shalat karena nifas”. (HR. Abu Dawud).