ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN KETUBAN PECAH DINI DI RUANG VK RSUD Dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Disusun Oleh : NINA NURLINA NIM :13DB277026
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY. A DENGAN KETUBAN PECAH DINI DI RUANG VK RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA TAHUN 20161 Nina Nurlina2 Resna Litasari3 Heni Heryani4
INTISARI Ketuban pecah dini merupakan penyebab angka kematian ibu di Indonesia. Data yang diambil pada tanggal 10 Maret 2016 dari Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya, diketahui ada 3 penyebab morbiditas ibu tertinggi salah satunya yaitu ketuban pecah dini. Angka kejadian ketuban pecah dini pada tahun 2015 di Ruang VK Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo sebanyak 431 kasus. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi dalam Rahim. Ibu bersalin dengan ketuban pecah dini jika tidak dilakukan perawatan dan penanganan dengan segera akan menyebabkan masalah terhadap ibu dan yaitu partus lama, infeksi puerpuralis, perdarahan post partum, atonia uteri. Sedangkan pada janin yaitu IUFD, asfiksia, prematuritas. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir iniuntuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini ini dilaksanakan pada tanggal 05 Maret 2016 di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. Asuhan yang diberikan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu mengobservasi KU, TTV, BJF, HIS, dan kemajuan persalinan. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini sesuai dengan langkah 7 Varney dan secara garis besar langkah asuhan kebidanan ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya dilaksanakan dengan baik.
Kata Kunci Kepustakaan Halaman 1
: Ibu Bersalin, Ketuban Pecah Dini. : 12 Buku, 2 Jurnal : i-xi,59 halaman, 9 lampiran
Judul Penulisan Iimiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhamadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan di suatu negara karena apabila angka kematian ibu dan bayi masih sangat tinggi berarti pelayanan kesehatan di suatu negara belum dilaksanakan secara optimal. Menurut laporan WHO tahun 2014 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu 289.000 jiwa. Amerika Serikat yaitu 9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di Negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filiphina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) dari 228 pada 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013 sedangkan target yang ingin dicapai Pemerintahan dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2015 yang merupakan sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu tersebut menempatkan Indonesia pada urutan teratas di ASEAN dalam hal Angka Kematian Ibu (Kemenkes, 2014). Penyebab kematian terbesar di Indonesia adalah perdarahan(32%), hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%) dan abortus (1%) penyebab lain-lain (32%) cukup besar, termasuk didalamnya penyebab non obstetric (Kemenkes, 2013). Angka kematian ibu menurut Dinas Kesehatan Tasikmalaya tahun 2015 diketahui ada 3 penyebab morbiditas ibu tertinggi salah satunya KPD. Angka Kematian Ibu pada data Kesehatan Jawa Barat tahun 2015 angka kematian ibu sebesar 86 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jabar, 2015). Sementara Angka Kematian Ibu pada data laporan kesehatan Ibu Kota Tasikmalaya tahun 2015 kematian ibu sebesar 20 ibu. Angka kematian
1
2
tersebut terjadi pada saat melahirkan 7 ibu, waktu nifas 6 ibu, waktu hamil 7 ibu (Dinkes Kota Tasikmalaya, 2015). Data yang diambil dari Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya, diketahui ada 3 penyebab morbiditas ibu tertinggi, diantaranya KPD. Angka kejadian KPD pada tahun 2015 diruang VK Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo sebesar 431 kasus (RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya, 2015). Menurut World Health Organization (WHO) berapa faktor presdiposisi yang dapat mempengaruhi terjadinya KPD diantaranya Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebalumnya infeksi traktus genital, perdarahan antepartum, dan merokok (WHO, 2013). Hasil penelitian terlihat insiden di RSUP Hasan Sadikin Bandung, didapatkan hasil bahwa sebanyak 143 orang (4,1%) mengalami persalinan KPD dari total persalinan 3482 persalinan. Menurut Salman (2009) penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar belum diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukan infeksi sebagai penyebabnya. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion atau ketuban yang abnormal, serviks yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Suariani (2012) yang meneliti tentang faktor determinan ketuban pecah dini di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa menunjukan hasil bahwa paritas, pekerjaan, status, hubungan seksual, riwayat KPD sebelumnya dan kehamilan kembar merupakan faktor determinan ibu hamil mengalami ketuban pecah dini. Menurut Puspasari (2010) dalam jurnal tentang penatalaksanaan perawatan Inpartu klien ketuban pecah dini diruang bersalin RSUD Swadana Sumedang, penatalaksaan perawatan ibu yang mengalami ketuban pecah dini dengan cara monitor atau pemantauan tanda vital ibu dan janin, evaluasi karakteristik
cairan
ketuban
dari
tanda-tanda
infeksi
minimalkan
pemeriksaan dalam, selain itu perawatan lain yang perlu juga dilakukan adalah menjaga kebersihan diri klien (personal hygiene) perawatan untuk kebersihan daerah perineal.
3
Permasalahan yang terjadi pada ibu bersalin yaitu Ketuban Pecah Dini, dimana dalam keadaan ini manusia tidak mengetahui apa yang akan terjadi terhadap kehamilan dan persalinannya. Selanjutnya agama islam mengajarkan kepada kita sebagaimana yang dimuat dengan Firman Alloh SWT QS. Fatir : 35 : 11
Artinya : “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh)” (QS. Fatir: 11) Maka dari itu seseorang yang hamil dan bersalin harus memperhatian kehamilan dan persalinannya agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan seperti asfiksia yang terjadi pada bayi yang dilahirkannya, dan bisa mengalami infeksi pada ibu yang menyebabkan kematian. Kementrian Kesehatan telah melakukan upaya mengatasi masalah dalam menurunkan AKI diantaranya mendekatkan jangkauan pelayanan kebidanan pada masyarakat. Dengan dibangunnya Pondok Bersalin Desa (Polindes) di setiap desa dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak (Kemenkes, 2013). Penanganan bidan yang cepat dan tepat sangat menentukan, jika air ketuban sudah pecah segera lakukan pemeriksaan Tanda-tanda vital untuk menentukan apakah ibu sudah terkena infeksi dan segera bawa ke Rumah Sakit untuk mengantisipasi agar tidak terjadi resiko seperti persalinan dapat terjadi kapan saja dan menyebabkan persalinan premature, korioamnionitas yang menjadikan infeksi pada ibu dan janin, oligohidramnion, hipoplasia pulmoner, prolaps tali pusat, malpresentasi, dan perdarahan antepartum primer (Fraser, 2009). Peran pemerintah dalam pembangunan kesehatan menempatkan kesehatan ibu dan anak sebagai perioritas utama, karena sangat
4
mementukan kualitas sumber daya manusia mendatang. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), serta lambatnya penurunan Angka Kematian Ibu, menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat mendesak untuk ditingkatkan bagi dari segi jangkauan maupun kualitas pelayanan. Ketuban pecah dini merupakan
masalah
yang
masih
kontropersial
dalam
kebidanan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah. Bila ketuban pecah dini
tidak mendapat penanganan yang baik dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi karena adanya infeksi, dimana selaput ketuban yang menjadi penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak ada sehingga dapat membahayakan bagi ibu dan janinnya ( Soetomo, 2009). Berdasarkan masalah tersebut penulis tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul ‟asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2015‟.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, memberikan landasan bagi penulis untuk membuat rumusan masalah. Adapun rumusan masalah. Adapun rumusan masalah ‟bagaimana asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2015‟ ?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2015 Menggunakan manajemen 7 langkah verney dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengumpulan data berupa subjektif dan objektif pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di ruang VK Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016.
5
b. Mampu menyusun interprestasi data pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Ruang VK Rumah Sakit Umum dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016. c. Mampu mengidentifikasi masalah atau diagnose masalah pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016. d. Mampu mengidentifikasi dan menerapkan kebutuhan segera pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016. e. Mampu merencanakan asuhan komprehensif pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016. f.
Mampu mengimplementasikan dan pelaksanaan asuhan yang dibuat pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016.
g. Mampu mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun 2016. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
pengembangan pengetahuan di bidang ilmu kebidanan. Khususnya tentang kasus Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini di Ruang VK RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. 2. Manfaat Praktis a)
Bagi Institusi dan Pendidikan Dapat memberikan
masukan
dalam
sistem
pendidikan
terutama untuk materi perkuliahan dan memberikan informasi bagi mahasiswa selanjutnya dalam melakukan asuhan kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini.
6
b)
Bagi Lahan Praktik Dapat meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif hingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan.
c)
Bagi Peneliti Dapat memberikan pengalaman secara nyata dan sebagai perbandingan teori dan praktek dalam penerapan asuhan kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini.
d)
Bagi Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini Dapat memberikan pengetahuan kepada klien ( Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini) agar dapat lebih memahami dan mengetahui mengenai kasus ketuban pecah dini, dan diharapkan klien mampu melaksanakan asuhan-asuhan yang diberikan atau dianjurkan oleh petugas kesehatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Persalinan 1. Pengertian Persalinan adalah proses bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu, dimana persalinan dianggap normal bila usia kehamilan ≥ 37 minggu menurut (Rohani, 2011). Persalinan adalah proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembekuan dan dilatasi serviks akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur. a. Macam–macam persalinan Menurut Baety (2011), persalinan dapat di bedakan menjadi 3 berdasarkan cara pengeluarannya: 1) Persalinan spontan atau partus biasa (normal) Yaitu proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala melalui jalan lahir yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat dan tidak melukai ibu maupun bayinya, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. 2) Persalinan buatan atau partus luar biasa (abnormal) Persalinan pervaginam atau persalinan melalui dinding perut ibu dengan bantuan alat-alat dan tenaga dari luar, misalnya section caesarea (SC), forcep, dan vakum. 3) Persalinan anjuran Persalinan dengan kekuatan yang diperlukan ditimbulkan dari luar dengan pemberian obat- obatan atau rangsangan baik disertai pemecahan ketuban atau tanpa pemecahan ketuban. Tanda–tanda Persalinan Tanda persalinan
sudah
dekat,
meliputi
terjadinya lightening yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul pada primi gravida, perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri
turun,
perasaan
7
sering
kencing,
karena
8
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin, perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kotraksi kontraksi lemah dari
uterus,
kadang–kadang
disebut
“false
pain “,
labor
serta serviks menjadi lembek mulai mendatar, dan sekresinya lendir bertambah bias bercampur darah (bloody show). b.
Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan Faktor–Faktor yang mempengaruhi persalinan, meliputi 5 P, yaitu 1) Kekuatan (Power), yaitu Merupakan kekuatan mengejan ibu untuk mengeluarkan janin dan plasenta dari uterus. 2) Jalan Lahir (Passage) yang Meliputi keadaan jalan lahir ibu, yaitu lebar panggul, vagina, dan introitus. Ukuran dan bentuk paggul harus ditentukan
sebelum
persalinan
dimulai.
3)
Janin
dan
Plasenta (Passanger), meliputi Keadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomi dan posisi janin). 4) Posisi ibu, Posisi ibu mempengaruhi adaptasi persalinan. Posisi yang menguntungkan bagi ibu adalah posisi tegak yang meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok. 5) Psikologis, tingkat kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika ia tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya. Dengan kondisi psikologis yang positif proses persalinan akan berjalan mudah (Sumarah, 2008). c. Proses Terjadinya Persalinan Secara klinis dapat dinyatakan akan mulai melahirkan bila timbul
his
dan
wanita
tersebut
mengeluarkan
lendir
bercampur darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lender kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar.
Beberapa
mekanisme
yang
dianggap
penyebab
terjadinya
persalinan
antara
lain
sebagai
mekanisme
peregangan uterus dan stimulasi hormonal ibu maupun bayi. Peningkatan kontraksilitas uterus tersebut semakin meningkat akibat
peningkatan
produksi
oksitosin
yang
menyebabkan
terjadinya persalinan. Sementara itu stimulasi hormonal yang dianggap berkontribusi terhadap omset persalinan merupakan interaksi hormonal ibu, bayi dan plasenta. Hormon–hormon
9
tersebut meliputi oksitosin, prostalglandin, kortison pada bayi, esterogen dan progesterone (Yuliatun, 2008). Menurut Rohani (2011), Proses terjadinya persalinan ditandai dengan hal–hal berikut : a) Terjadinya His Persalinan Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi braksto hicks. Kontraksi ini dapat dikatakan sebagai keluhan, karena dirasakan sakit dan mengganggu. Kontraksi brakston hicks terjadi
karena
progesteron
perubahan
dan
keseimbangan
memberikan
kesempatan
estrogen, rangsangan
oksitosin. Dengan makin tua umur hamil, pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his palsu. Sifat his palsu/his permulaan adalah rasa nyeri ringan dibagian
bawah,
datangnya tidak teratur,
tidak
ada perubahan pada serviks atau, durasinya pendek, dan tidak bertambah bila aktifitas. Sedangkan His persalinan mempunyai sifat rasa tidak nyaman mulai dipunggung menjalar ke abdomen, sifatnya teratur, interval makin pendek dan kekuatannya makin besar, mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks, serta semakin beraktivitas kekuatan his semakin bertambah. b) Pengeluaran Lendir Dan Darah (PembawaTanda ) Keluarnya
lendir/darah (bloody
sumbat mukus (mucous plug)
show) akibat yang
terlepasnya
selama
kehamilan
menumpuk dikanalis servikalis, akibat terbukanya vascular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus dan pecahnya pembuluh darah kapiler. c) Pengeluaran Cairan Ketuban Pada beberapa kasus
terjadi
ketuban
pecah
yang
menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian besar ketuban baru
pecah
menjelang
pembukaan
lengkap.
Dengan
10
pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam. d) Terjadinya Pembukaan Persalinan.
2. Ketuban Pecah Dini (KPD) a. Pengertian KPD didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Fadlun dkk, 2011) KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban persalinan atau pembukaan kurang dari 4 cm. Apabila selaput ketuban pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu, disebut dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)
pada kehamilan prematur (Rukiyah dan
Yulianti, 2010). KPD merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian ketuban pecah dini periode laten (Manuaba, 2010). KPD didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan (Rukiyah, 2010). KPD adalah pecahnya ketuban sebelum proses persalinan berlangsung (Prawirohardjo, 2009). b. Etiologi Walaupun banyak publikasi tentang ketuban pecah dini, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktorfaktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Fadlun dkk, 2011).
11
Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian ketuban pecah dini menurut beberapa ahli yaitu: 1) Serviks inkompeten (leher rahim) Pada wanita dalam presentasi kecil dengan kehamilan yang jauh dari aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan sebagai akibat dari peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari kelemahan intrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah (Fadlundkk, 2011). Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai
prolapsus
membran
amnion
lewat
serviks dan
penonjolan membrane tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap kehamilan. Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya pada
serviks,
khususnya
pada
tindakan
dilatasi,
kateterisasi dan kuretasi (Krisnadi dkk, 2009). 2) Ketegangan rahim berlebihan Ketegangan
Rahim
berlebihan
maksudnya
terjadi
pada kehamilan kembar dan hidramnion. Etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Dicurigai air ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping itu ditambah oleh air seni janin dan cairan otak pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah ibu (Sujiyatini dkk, 2009). Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion dapat memungkinkan ketegangan rahim
12
meningkat, sehingga membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Manuaba, 2010). 3) Kelainan letak janin dalam rahim Kelainan
letak
sungsang dan
janin letak
dalam
rahim maksudnya
lintang. Letak
janin
pada letak
dalam
uterus
bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan <32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak dengan bebas, dan demikian janin dapat menempatkan diri dalam letak sungsang atau letak lintang (Fadlun dkk, 2011). Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. Letak sungsang dapat memungkinkan
ketegangan
rahim
meningkat,
sehingga
membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Manuaba, 2010). 4) Kelainan jalan lahir Kelainanjalan lahir maksudnya kemungkinan terjadi kesempitan panggul yang terjadi pada perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, disporposi sefalopelvik. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan ketuban pecah dini namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti (Manuaba, 2010). 5) Kelainan bawaan dari selaput ketuban Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma EhlersDanlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada
13
selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 72%
penderita
dengan
sindroma Ehlers-Danlos ini
akan
mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm (Fadlun dkk, 2011). 6) Infeksi Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban
dalam
bentuk
proteolitik
sehingga
memudahkan ketuban pecah. Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di
dalam
vagina
maka
frekuensi
amnionitis,
endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali (Fadlun dkk, 2011). Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan
oleh
adanya
infeksi.
Beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi (Manuaba, 2010). c. Faktor Predisposisi Faktor pencetus kejadian ketuban pecah dini harus diwaspadai jika
adanya
kehamilan
multiple,
riwayat
persalinan
preterm
sebelumnya dan tindakan senggama. Tindakan senggama tidak berpengaruh kepada resiko kecuali jika hygiene buruk, predisposisi pada infeksi, perdarahan pervaginam, bakteri dengan pH vagina diatas 4,5, serviks tipis, flora vagina abnormal dapat terjadi stimulasi persalinan preterm (Fadlun dkk, 2011). d. Mekanisme Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut: selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila terjadi pembukaan serviks maka
14
selaput
ketuban
sangat
lemah
dan
mudah
pecah
dengan
mengeluarkan air ketuban (Fadlun dkk, 2011). e. Tanda dan Gejala Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan air ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban barbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin betambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Fadlun dkk, 2011). f.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini 1) Faktor Ibu a) Umur Ibu Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara
20-35
tahun
kondisi tubuh
seseorang
semakin
bertambah usia semakin berkurang faal anatomi fisiologinya, begitu pula bagi seorang wanita hamil (Wiknjosastro, 2007). Mengatakan kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun secara biologis jaringan dan sistem tubuhnya sudah menurun, sehingga faktor resiko. terjadi komplikasi obsetri meningkat diantaranya dapat terjadi ketuban pecah sebelum waktunya. Pada primi dengan usia muda kurang dari 20 tahun merupakan
factor
resiko
sehingga
sulit
diramaikan
persalinanan karena belum ada pengalaman dan kurang memahami tanda bahaya persalinan, secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap peningkatan frekuensi ketuban pecah dini. (Manuaba, 2010). b) Paritas Kehamilan yang optimal adalah kehamilan 2-3 ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 (primipara) dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kematian maternal
15
lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obsetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi
dapat
dikurangi
dengan
keluarga
berencana
(Wiknojosastro, 2011). c) Penyakit Infeksi Genetalia Ada hypermotilitas uterus yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah merupakan faktor yang diduga menyebabkan ketuban pecah dini. Hypermotilitas uterus ini dapat disebabkan karena adanya penyakit-penyakit infeksi setempat seperti : pyelonefisistis, sistitis, servilities, vaginitis. Sehingga penyakit-penyakit ini dapat menembus selaput ketuban yang akhirnya bisa menyebabkan infeksi amnion dan corioamnion.
Sehingga
mengakibatkan
berkurangnya
membrane. d) Selaput ketuban terlalu tipis e) Serviks Incompeten Dimana keadaan serviks tidak mempunyai daya yang cukup untuk menahan berat rahim. f)
Ketuban pecah dini artifinisial Ketuban pecah dini artifinisial, dimana ketuban pecah terlalu dini.
2) Faktor Janin Ketuban pecah dini dengan komplikasi obsetri yang berpengaruh terhadap hasil akhir perinatal, termasuk : 1) Makrosomia Makrosomia adalah berat badan neonatus lebih dari 4000 gram (Wiknjosastro, 2011). Kehamilan dengan mikrosomia dapat menimbulkan adanya distensi uterus yang meningkat (over distensi) dan menyebabkan tekanan intrauterin juga bertambah sehingga menekan pada selaput ketuban, sehingga selaput ketuban teregang tipis dan berkurang kekuatan membran.
16
2) Gemeli Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih (Wiknjosastro, 2011). Pada kehamilam kembar distensi
uterus
berlebihan.
Sehingga
meliputi
batas
toleransinya terjadi partus prematurus, karena isi rahim yang relatif besar dan selaput ketuban relatif tipis sedangkan dibagian
bawah
uterus
tak
ada
tahanan
sehingga
mengakibatkan selaput mudah pecah. Selain itu komplikasi dari kehamilan kembar salah satunya adalah ketuban pecah dini. 3) Umur Kehamilan Umur kehamilan 37 minggu atau kurang, mempunyai berat janin yang cendrung kecil sehingga mudah menekan segmen bawah rahim. Pada beberapa persalinan preterm yang didahului ketuban peacah dini. Kurang lebih dua pertiga dari semua persalinan preteram merupakan akibat dari ketuban pecah dini (Cuningham, 2006) g. Dasar Diagnosis Ketuban Pecah Dini Diagnosa KPD ditegakan dengan cara: 1) Anamnesa Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah (Fadlun dkk, 2011). 2) Inspeksi Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas (Sujiyatini dkk, 2009). 3) Pemeriksaan dengan spekulum Pemeriksaan dengan spekulum pada ketuban pecah dini akan tampak keluar cairan dari orificium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak
17
keluar cairan dari ostium uteri dan trekumpul pada forniks anterior (Sujiyatini dkk, 2009). 4) Pemeriksaan dalam Cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan pada ketuban pecah dini yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin (Fadlun dkk, 2011). h. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini 1) Pemeriksaan labolatorium a) Uji
pakis
positif :
pemakisan
(ferning)
disebut
juga
percabangan halus (arborization), pada kaca objek (slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion. Infeksi kaca objek di bawah mikroskop untuk memerikasa pola pakis (Fadlun dkk, 2011). b) Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna mustard-emas yang sensitif terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH vagina normal adalah ≤4,5. Selama kehamilan terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina akibat eksfoliasi epitelium dan bakteri, sebagian besar lactobacillus asam.
yang
Cairan
menyebabkan
amnion
memiliki
pH pH
7,0
vagina
lebih
sampai
7,5
(Varney, 2007). 2) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam
kavum
uteri.
Pada
kasus ketuban
pecah
dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. Walaupun pendekatan diagnosis ketuban pecah dini cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah
18
bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana (Sujiyatini dkk, 2009). i.
Komplikasi Ketuban Pecah Dini 1) Pada ibu meliputi : partus lama dan infeksi, atonia uteri, infeksi nifas dan perdarahan post partum (Mochtar, 2012). 2) Pada
bayi
atau
janin
meliputi :
asfiksia,
prematuritas
dan Intra Uteri Fetal Death (IUFD) (Rukyah, 2010). j.
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya kematangan paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat. 2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioanionitis yang menjadi pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin. 3) Pada usia kehamilan 24 minggu sampai 32 minggu, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. 4) Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan konseling terhadap ibu dan keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin
dilakukan
dengan
pertimbangan
untuk
menyelamatkan ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya. 5) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG. 6) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang waktu
6
jam
sampai
24
jam,
bila
tidak
terjadi his
spontan (Manuaba, 2010). k. Penanganan pada ketuban pecah dini menurut SOP RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya antara lain : 1) Konservatif a) Rawat di Rumah Sakit b) Berikan antibiotik
19
c) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. d) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan dexametason dan steroid, untuk memacu kematangan paru janin. Dosis Betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada tanda infeksi: beri dexametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. f)
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi, berikan tokolitik, dexametason dan induksi sesudah 24 jam.
g) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. h) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine). 2)
Aktif a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 ug intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
1)
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
l.
Pimpinan Persalinan Ada bermacam-macam pendapat mengenai penatalaksanaan dan pimpinan persalinan diantaranya sebagai berikut: 1) Bila anak belum viable (kurang dari 36 minggu), penderita dianjurkan untuk beristirahat ditempat tidur dan berikan obat-obat antibiotika profilaksis, spasmolitika, roboransia dengan tujuan untuk mengundur waktu smapi anak viable (Fadlun dkk, 2011). 2) Bila anak sudah viable (lebih dari 30 minggu), lakukan induksi partus 6-12 jam setelah lag phase dan berikan obat-obatan
20
antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu dimana induksi partus dengan PGE2 dan atau drip sintosinon gagal, maka lakukanlah tindakan operatif (Fadlun dkk, 2011). m. Pencegahan Ketuban Pecah Dini Beberapa pencegahan dapat dilakukan namun belum ada yang terbukti cukup efektif. Mengurangi aktifitas atau istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga sangat dianjurkan (Fadlun dkk, 2011).
B. Teori Manajemen Kebidananian 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menetapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisis data, diagnosa
kebidanan,
perencanaan,
pelaksanaan
dan
evaluasi
(Permenkes, 2007). Manajemen kebidanan adalah adalah bentuk pendekatan yang digunakan bidan dalam memberikan alur pikir bidan, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan klinis. Asuhan yang dilakukan harus dicatat secara benar, sederhana, jelas, logis sehingga perlu sesuatu metode pendokumentasian (Varney, 2008). 2. Tujuh langkah manajemen kebidanan menurut Helen Varney Pengkajian merupakan metode pengumpulan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital (Soepardan, 2008). a. Langkah I ( Pengumpulan Data Dasar) Pada
langkah
ini,
dilakukan
pengkajian
dengan
mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu : 1) Riwayat Kesehatan 2) Pemeriksaan fisik sesuai kebutuhannya 3) Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
21
4) Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua data yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. b. Langkah II ( Interpretasi Data Dasar) Menurut
teori
Soepardan,
(2008)
Interprestasi
Data
merupakan metode identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterprestasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik
rumusan
diagnosis
maupun masalah, keduanya
harus
ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis. Interprestasi data terdiri dari masalah atau diagnosa dan kebutuhan. Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau
masalah
dan
kebutuhan
klien
berdasarkan
interprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data
dasar
yang
telah
dikumpulkan
diinterprestasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan ke dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial) Menurut merupakan
teori
soepardan
identifikasi
diagnosis/masalah
yang
yang sudah
(2008),
diagnosa
dilakukan diidentifikasi.
potensial
berdasarkan Langkah
ini
membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan
22
agar tidak terjadi kegawatdaruratan. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian maslah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, Bidan
dapat
diharapkan
bersiap-siap
bila
diagnosa/masalah
potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. d. Langkah IV (Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera) Menurut Teori Soepardan (2008), tindakan segera merupakan tindakan yang dilakukan dengan cara menetapkan kebutuhan tentang
perlunya
tindakan
segera
oleh
bidan/dpkter
untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain dengan kondisi klien. Langkah ke empat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. e. Langkah V (Perencanaan) Menurut Soepardan (2008), perencanaan merupakan rencana asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu
23
oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. f.
Langkah VI (Pelaksanaan) Menurut Soepardan (2008), Pelaksanaan merupakan rencana asuhan menyeluruh dan dilakukan dengan efisein dan aman. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah sebelumnya dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bian atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam situasi ketika Bidan berkolaborasi dengan Dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan Bidan dalam manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan menghemat biaya serta meningkatkan mutu asuhan klien.
g. Langkah VII (Evaluasi) Menurut Soepardan (2008), evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, meliputi kebutuhan terhadap masalah yang diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosis. Menurut Helen Varney, alur berfikir bidan saat menghadapi klien meliputi tujuh langkah, agar diketahui orang lain apa yang telah dilakukan seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, maka dilakukan pendokumentasian dalam bentuk SOAP yaitu : S: Subjektif data, menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah 1 Varney. O: Objektif data yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney.
24
A: Assessment
atau
analisa
data
yaitu
menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan interprestasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi, diagnosa atau masalah,
antisipasi
diagnosa
atau
masalah
potensial,
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultan atau kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varney. P: Planning
atau
penatalaksanaan
yaitu
menggambarkan
pendokumentasian dari perencanaan, tindakan implementasi (I) dan evaluasi (E) berdasarkan asessment sebagai langkah 5,6 dan 7 Varney (Salmah, 2006). C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) 1.
Langkah I : Pengkajian Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.
Untuk
memperoleh
data,
dilakukan
melalui
anamnesis
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). a.
Data subjektif 1)
Identitas pasien a)
Nama Selain sebagai identitas, upayakan agar bidan memanggil dengan nama panggilan sehingga hubungan komunikasi antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
b)
Usia Data ini ditanyakan untuk menentukan apakah ibu dalam
persalinan
beresiko
karena
usia
atau
tidak
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Pada kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah dini faktor primitua berpengaruh
dalam
(Purwaningsih, 2010).
menghadapi
persalinannya
25
c)
Agama Sebagai dasar bidan dalam memberikan dukungan mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga sebelum dan pada saat persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
d)
Suku bangsa Data ini berhubungan dengan sosial budaya yang dianut oleh pasien dan keluarga yang berkaitan dengan persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
e)
Pendidikan Sebagai dasar bidan untuk menentukan metode yang paling tepat dalam penyampaian informasi mengenai teknik melahirkan bayi. Tingkat pendidikan ini akan sangat mempengaruhi daya tangkap dan tanggap pasien terhadap instruksi yang diberikan bidan pada proses persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
f)
Pekerjaan Data ini menggambarkan tingkat sosial ekonomi, pola sosialisasi, dan data pendukung dalam menentukan pola komunikasi yang akan dipilih selama asuhan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
g)
Alamat Selain sebagai data mengenai distribusi lokasi pasien, data ini juga memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh pasien menuju lokasi persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
2)
Alasan Utama pada Waktu Masuk Alasan utama pada waktu masuk ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Pada kasus persalinan ketuban pecah dini, informasi yang harus didapat dari pasien adalah kapan mulai terasa ada mules-mules di perut, bagaimana intensitas dan frekuensinya, apakah ada pengeluaran cairan dari vagina yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada pengeluaran lendir
26
yang disertai darah, serta pergerakan janin untuk memastikan kesejahteraannya (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010) 3)
Riwayat Menstruasi Untuk mengetahui menarche (pertama kali mentruasi), siklus haid, lamanya haid, banyaknya ganti pembalut dalam sehari, disminorhoe (nyeri haid) (Astuti, 2012).
4)
Riwayat Perkawinan Untuk mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah tangga pasangan serta kepastian mengenai siapa yang akan mendampingi persalinan. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan yaitu usia nikah pertama kali, status perkawinan sah/tidak, lama pernikahan, perkawinan yang sekarang adalah suami yang ke berapa (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
5)
Riwayat Kehamilan, persAlinan, dan Nifas yang Lalu b)
Riwayat Kehamilan Untuk jumlah anak
mengetahui
jumlah
kehamilan
(gravida),
yang hidup, jumlah kelahiran prematur,
jumlah keguguran, kehamilan dengan tekanan darah tinggi, berat bayi <2,5 atau 4 kg, dan masalah lain (Astuti, 2012). c)
Riwayat Persalinan Untuk mengetahui apakah pasien bersalin secara pervaginam, melalui bedah sesar, dibantu forcep atau vakum (Astuti, 2012). Pada kasus bersalin dengan ketuban pecah dini apabila ibu pernah mempunyai pengalaman bersalin
dengan
ketuban
pecah
dini
maka
akan
berpengaruh pada persalinan berikutnya (Oxorn dan forte, 2010). d)
Riwayat Nifas Untuk
menanyakan
apakah
pasien
mengalami
perdarahan pasca persalinan sebelumnya (Astuti, 2012). 6)
Riwayat Hamil Sekarang Menurut Astuti (2012), meliputi : a)
HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) Untuk mengetahui kapan kira-kira bayi akan dilahirkan.
27
b)
Taksiran persalinan atau perkiraan kelahiran Untuk membantu penetapan tanggal perkiraan kelahiran.
c)
Keluhan-keluhan pada trimester I, II, dan III. Untuk mengetahui hiperemesi gravidarum, anemia dan lain-lain
d)
ANC (Antenatal Care atau asuhan kehamilan) Untuk mengetahui dimana tempat ia mendapat asuhan kehamilan dan untuk menanyakan asuhan apa saja yang sudah diberikan.
e)
Penyuluhan yang pernah di dapat Untuk mengetahui pengetahuan apa saja yang kira- kira telah di dapat pasien dan berguna bagi kehamilannya.
f)
Imunisasi TT Untuk menyakan pada klien sudah pernah mendapatkan imunisasi TT. Apabila belum, bidan bisa memberikannya.
7)
Riwayat Keluarga Berencana Untuk mengetahui metode apa yang pernah digunakan pasien, berapa lama telah menggunakan alat kontrasepsi tersebut, dan apakah pasien mempunyai masalah saat menggunakan alat kontrasepsi tersebut (Astuti, 2012).
8)
Riwayat Penyakit a)
Riwayat Penyakit Sekarang Untuk mengetahui penyakit apa yang sedang pasien derita sekarang (Astuti, 2012).
b)
Riwayat Penyakit Sistemik Untuk mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti jantung, diabetes melitus, ginjal, hipertensi, hipotensi, epilepsi, atau anemia (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
c)
Riwayat Penyakit Keluarga Untuk mengetahui apakah pasien mempunyai keluarga yang saat ini sedang menderita penyakit menular (Astuti, 2012).
28
d)
Riwayat keTurunan Kembar Untuk mengetahui apakah dalam keluarganya terdapat riwayat keturunan kembar (Astuti, 2012).
e)
Riwayat Operasi Untuk
mengetahui
apakah
pasien
pernah
melakukan operasi (Astuti, 2012). 9)
Pola Kebiasaan Sehari-hari a)
Nutrisi Untuk mengetahui bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya, minuman atau cairan yang masuk (Astuti, 2012).
b)
Personal Hygiene Untuk mengetahui kapan terakhir mandi, keramas, gosok
gigi,
ganti
baju,
dan
ganti
pakaian
dalam
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). c)
Eliminasi Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu BAK dan BAB dalam sehari, warnanya, bau dan masalah dalam proses eliminasi (Astuti, 2012).
d)
Aktifitas Untuk mengetahui aktifitas sehari-hari pasien karena data ini memberikan gambaran kita tentang seberapa berat aktifitas yang biasa dilakukan pasien dirumah (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
e)
Pola Istirahat Dikaji untuk mengetahui kapan terakhir tidur dan berapa lama tidurnya (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
f)
Psikososial Budaya Untuk mengetahui respon keluarga terhadap persalinan, respon pasien terhahap kelahiran bayinya, kehamilan ini, tentang proses persalinan, dan untuk mengetahui adat istiadat setempat yang berkaitan dengan persalinan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010).
29
b.
Data Objektif Data
ini
dikumpulkan
guna
melengkapi
data
untuk
menegakkan diagnosa. Bidan melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi, dan pemeriksaan
penunjang
yang
dilakukan
secara
berurutan
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). 1)
Keadaan umum Data ini di dapat dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan
dengan
kriteria
baik
atau
lemah
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Pada kasus ketuban pecah dini ibu baik (Purwaningsih, 2010). 2)
Kesadaran Untuk
mendapatkan
gambaran
tentang
kesadaran
pasien, kita dapat mengkaji tingkat kesadaran mulai dari composmentis sampai koma (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Pada kasus ketuban pecah dini kesadaran ibu baik (Purwaningsih, 2010). 3)
Pemeriksaan Fisik a)
Tanda-tanda Vital (1) Tekanan Darah Pengukuran tekanan jantung untuk melawan tahanan dinding pembuluh darah saat sistole dan diastole (Debora, 2012). Pada kasus ketuban pecah dini tekanan darah ibu normal (Manuaba, 2008). (2) Nadi (Pulse) Getaran denyutan aliran darah pada arteri yang bisa dipalpasi pada diberbagai macam titik ditubuh (Debora, 2012). Pada kasus ketuban pecah dini nadi ibu normal (Purwaningsih, 2010). (3) Suhu Perbedaan antara panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang dilepaskan ke lingkungan (debora, 2012). Pada kasus ketuban pecah dini suhu badan ibu normal (Purwaningsih, 2010).
30
(4) Respirasi Mekanisme mengeluarkan
yang
dilakukan
karbondioksida
ke
tubuh
untuk
udara
dan
mendapatkan oksigen dari udara untuk dibawa ke sel tubuh (Debora, 2012). Pada kasus ketuban pecah dini respirasi ibu normal (Purwaningsih, 2010). b)
Tinggi Badan Dilakukan saat pertama kali ibu melakukan pemeriksaan. Mengetahui tinggi badan sangat penting karena untuk mengetahui ukuran panggul ibu (Astuti, 2012).
c)
Berat Badan Kenaikan berat badan yang mendadak dapat merupakan tanda bahaya komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia. Dalam trimester I berat badan wanita hamil biasanya belum naik bahkan biasanya menurun karena kekurangan
nafsu
makan.
Dalam
trimester
terakhir
terutama karena pertumbuhan janin dan urin, berat badan naik sehingga pada akhir kehamilan berat badan wanita hamil bertambah kurang lebih 11 kg dibanding sebelum hamil. Pada trimester terakhir berat badan kurang lebih 0,5 kg seminggu, bila penambahan berat badan tiap minggu lebih
dari
0,5
kg
harus
diperhatikan
kemungkinan
preeklampsia (Astuti, 2012). d)
Lila Dikaji untuk mendapatkan gambaran status gizi pasien (Astuti, 2012).
4)
Pemeriksaan Sistematis a)
Kepala (1) Rambut Untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). (2) Muka Meliputi pemeriksaan edema dan cloasma
31
gravidarum (Astuti, 2012). (3) Mata Untuk mengetahui sklera dan conjungtiva adakah vaskularisasi (apakah tampak ikterus pada sklera dan apakah tampak anemi pada conjungtiva), inspeksi adakah sekret pada sklera dan konjungtiva (Kusmiyati, 2012). (4) Hidung Untuk mengetahui adakah
benda
asing,
sekret hidung, perdarahan, dan polip (Kusmiyati, 2012). (5) Telinga Untuk mengetahui canalis bersih atau tidak, radang, cairan yang keluar, adakah benda asing (Kusmiyati, 2012). (6) Mulut/gigi/gusi Untuk mengetahui mulut adakah stomatitis atau tidak, warna gusi dan adakah edema atau tidak, gigi caries atau tidak (Kusmiyati, 2012). b)
Leher Untuk melihat kesimetrisan, pergerakan, adakah massa, kekakuan leher, adakah pembesaran kelenjar tyroid dan limfe (Kusmiyati, 2012).
c)
Dada dan Axilla Lakukan
inspeksi dan
palpasi pada
bentuk
payudara, kesemetrisan, adanya benjolan atau tidak, bentuk puting susu, areola mamae. Pada ketiak lakukan inspeksi dan palpasi adakah benjolan atau pembesaran kelenjar getah bening (Kusmiyati, 2012). d)
Abdomen Inpeksi meliputi pemeriksaan luka bekas operasi, pembesaran perut, linea nigra, strie gravidarum. Palpasi meliputi pemeriksaan kontraksi, tinggi fundus uteri, letak, presentasi,
penurunan
kepala.
Auskultasi
meliputi
32
pemeriksaan denyut jantung janin (DJJ) untuk memastikan bahwa janin hidup atau mati (Astuti, 2012). e)
Pemeriksaan Panggul Untuk menilai keadaan dan bentuk panggul apakah terdapat kelainan atau keadaan yang dapat menimbulkan penyulit saat persalinan (Astuti, 2012).
f)
Genetalia (1) Vulva, Vagina, Perineum Untuk mengetahui adakah varices, luka, kemerahan,
pengeluaran
pervaginam,
kelenjar
bartholini (bengkak, massa) atau tidak (Astuti, 2012). Periksa dalam (Vaginal Toucher) untuk mengetahui pembukaan serviks, selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, presentasi janin, turunnya kepala dalam panggul, dan posisi janin (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Pada kasus ketuban pecah dini pada saat pemeriksaan dalam, terdapat tanda infeksi intrauterin (lochea berbau, berwarna keruh, tampak bercampur mekonium,
dan
edema
vulva),
ada
kaput
sucsedaneum, terjadi edema porsio, dan bagian terendah janin sulit di dorong ke atas (Manuaba, 2008). (2) Anus Untuk mengetahui adakah haemoroid atau tidak, karena jika ada haemoroid pada saat proses persalinan
normal
ketika
klien
mengejan
akan
membengkak dan nyeri (Astuti, 2012). g)
Ekstremitas (tangan dan kaki) Untuk mengetahui adakah oedema, varices, kuku jari dan reflek patella (Astuti, 2012).
5)
Data Pemeriksaan Penunjang (a) Pemeriksaan labolatorium (1) Uji pakis positif : pemakisan (ferning) disebut juga percabangan halus (arborization), pada kaca objek
33
(slide)
mikroskop
yang
disebabkan keberadaan
natrium klorida dan protein dalam cairan amnion. Infeksi
kaca
objek
di
bawah
mikroskop
untuk
memerikasa pola pakis (Fadlun dkk, 2011). (2) Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna mustardemas yang sensitif terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH vagina normal adalah ≤4,5. Selama kehamilan terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina akibat eksfoliasi epitelium dan bakteri, sebagian besar lactobacillus yang menyebabkan pH vagina lebih asam.
Cairan amnion memiliki pH 7,0 sampai 7,5
(Varney, 2007). (b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus ketuban pecah
dini terlihat
jumlah
cairan
ketuban
yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion. . 2.
Langkah II : Interpretasi Data Pada langkah ke dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis, masalah dan kebutuhan pasien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Langkah awal dari perumusan diagnosis atau masalah adalah pengolahan data dan analisis dengan menggabungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta. Dalam intepretasi data bidan membagi menjadi tiga bagian yaitu paritas, masalah, dan kebutuhan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). a.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan (Varney, 2008). Diagnosa : seorang ibu umur : ... tahun, G: ... , P: ... , A : ... , umur kehamilan: ... minggu, janin tunggal/ganda, hidup/mati, intra/ekstra uterin, letak memanjang/melintang, puka/puki, preskep/presbo, kepala turun di hodge ... dengan ketuban pecah dini.
34
Data dasar : Data subjektif : 1)
Ibu mengatakan bernama Ny.X dan berumur ... tahun
2)
Ibu mengatakan ini kehamilan yang ke ... dan pernah keguguran atau tidak.
3)
Ibu mengatakan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) tanggal ... dan usia kehamilan sekarang berapa minggu.
4)
Ibu khawatir menghadapi persalinannya.
5)
Ibu khawatir dengan keadaan bayinya.
6)
Ibu mengatakan sudah dipimpin mengejan pada primigravida dibatasi
2
jam
dan
pada
multigravida
dibatasi
1
jam
(Prawiroharjdo, 2010). Data objektif : 1)
Vital sign : TD : ... mmHg,
N : ... x/mn RR : ... x/mnt,
S
: ... °C. 2)
Palpasi : Pada kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah dini meliputi pemeriksaan kontraksi, tinggi fundus uteri, letak, presentasi, penurunan kepala (Astuti, 2012).
3)
Inspeksi Pada kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah dini meliputi pemeriksaan dari kepala sampai kaki (Astuti, 2012).
4)
Auskultasi Pada kasus ibu bersalin dengan ketuban pecah dini meliputi
pemeriksaan
denyut
jantung
janin
(DJJ)
untuk
memastikan bahwa janin hidup atau mati (Astuti, 2012). 5)
Periksa dalam (Vaginal Toucher) Dilakukan
untuk
mengetahui
pembukaan
serviks,
selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, presentasi janin, turunnya kepala dalam panggul, dan posisi janin (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). b.
Masalah
:
perempuan
masalah itu
sering
mengalami
berhubungan kenyataan
dengan
terhadap
bagaimana diagnosisnya
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Masalah yang sering timbul pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yaitu ibu merasa cemas
35
dan
ketakutan
menghadapi
persalinannya
(Purwaningsih
dan
Fatmawati, 2010). c.
Kebutuhan : dalam hal ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya. Kebutuhan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini adalah informasi tentang ketuban pecah dini, perubahan posisi dan beri dukungan emosi (Saifuddin, 2009).
3.
Langkah ke tiga : Merumuskan masalah/diagnosa potensial Pada langkah ke tiga ini mengidentifikasikan masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah yang ada. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati pasien, bidan diharapkan siap bila diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini menurut Manuaba (2010), antara lain : pada ibu terjadi infeksi intrapartum dan ruptur uteri, sedangkan yang terjadi pada bayi antara lain gawat janin dan asfiksia sampai terjadi kematian.
4.
Langkah ke empat : Antisipasi/tindakan segera Tindakan ini dilakukan jika ditemukan adanya diagnosa potensial dengan tujuan agar dapat mengantisipasi masalah yang mungkin muncul sehubungan dengan keadaan yang dialaminya. Dalam pelaksanaannya bidan kadang diharapkan pada beberapa situasi darurat dimana harus segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien, kadang juga berada pada situasi dimana pasien memerlukan tindakan segera sementara harus menunggu instruksi dokter atau bahkan mungkin juga situasi yang memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Memberikan infus cairan larutan garam fisiologis, larutan glukosa 5-10% dan antibiotik adalah antisipasi yang harus dikolaborasikan untuk penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).
5.
Langkah ke lima : Rencana Tindakan Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan langkah sebelumnya. Semua perencanaan yang dibuat
36
harus berdasarkan pertimbangan yang tepat meliputi pengetahuan, teori yang terbaru, evidence based care, serta divalidasi dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan dan apa perencanaan sebaiknya pasien dilibatkan, karena pada akhirnya pengambilan keputusan untuk dilaksanakannya suatu
rencana asuhan harus disetujui oleh pasien
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Penanganan pada ketuban pecah dini menurut SOP RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya antara lain : Konservatif a) Rawat di Rumah Sakit b) Berikan antibiotik c) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. d) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan dexametason dan steroid, untuk memacu kematangan paru janin. Dosis Betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali. e) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada tanda infeksi: beri dexametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. f)
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi, berikan tokolitik, dexametason dan induksi sesudah 24 jam.
g) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi. h) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).
Aktif Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesaria.
Dapat
pula
diberikan
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
misoprostol
50
ug
37
1) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. a.
Pertolongan Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, manual aid pada letak sungsang, emriotomi bila janin meninggal, seksio sesarea, dan lain-lain.
6.
Langkah ke enam : Penatalaksanaan Pada langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Realisasi dari perencanaan sebagian dilakukan oleh bidan, pasien, atau anggota keluarga yang lain. Jika bidan tidak melakukan asuhannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab atas terlaksananya seluruh perencanaan. Pada situasi dimana ia harus berkolaborasi dengan dokter, misalkan karena pasien mengalani komplikasi, bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya, dan meningkatkan mutu asuhan (Sulistyawati dan Nugraheny 2010). Pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.
7.
Langkah ke tujuh : Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang kita berikan kepada pasien. Kita mengacu kepada beberapa pertimbangan yaitu tujuan asuhan kebidanan, efektifitas tindakan untuk mengatasi masalah, dan hasil asuhan (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Hasil yang diharapkan dari manajemen kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini adalah
dapat dilakukan partus secara spontan,
komplikasi akibat tindakan medik dapat diatasi serta ibu dan janin dalam keadaan baik dan sehat (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010).
D. Landasan Hukum Landasan hukum yang mendasari bidan di dalam melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan keputusan
Peraturan
Mentri
Kesehatan
(Permenkes)
Nomor
38
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang berkaitan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi :
Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :Pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak dan pelayanan. Kesehatan reproduksi perempuan dan Keluarga Berencana Pasal 10 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana disebutkan dalam pasal 9 pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. 1.
Pelayanan kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi : Pelayanan konseling pada masa pra hamil, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pelayanan persalinan normal, pelayanan ibu nifas normal, pelayanan ibu menyusui, pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. Pasal 16 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk menolong
persalinan abnormal yang mencakup persalinan dengan ketuban pecah dini.
DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Surat Q.S Fatir ayat 11. Baety, AN. (2011). Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta: Graha ilmu. Dinas Kesehatan Tasikmalaya, 2015. Fadlun dkk, (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika Kemenkes. (2014). Angka kematian ibu di Indonesia. Tersedia dalam http://www.depkes.go.id (diakses 10 April 2016). Krisnadi. (2009). Prematuritas. Bandung: Refika Aditama Manuaba, I,B,G. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta:EGC. Manuaba,
(2011)
Ilmu
Kebidanan,
Penyakit
Kandungan
dan
Keluarga
Berencana, EGC, Jakarta Prawirohardjo, S. (2009) Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawiroharjo, S. (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo. Puspasari, (2010). Jurnal Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini. Rekam Medik RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya, 2015 Rohani, (2011). Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba Medika Rukiyah, (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Buku Kesehatan. Salmah, (2008). Asuhan Kebidanan Antenatal, Jakarta :EGC Soepadan, S (2008). Konsep Kebidanan. Jakarta: Kedokteran EGC. Suariani, (2012). Jurnal Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2013. Varney, H. (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC WHO, (2014). Angka Kematian Ibu Di Dunia. Tersedia dalam http://www.who.int. (diaskes 2 April 2016). Wiknjosastro, H. (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Wildan, M., Hidayat. (2008) Dokumentasi Kebidanan. Surabaya: Salemba Medika. Yulianti, (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media.
57