ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA SEDANG DI RUANG PERINATOLOGI RSUD dr. SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : RIAN FITRIANI NIM. 13DB277076
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
Asuhan Kebidanan Pada Neonatus Dengan Asfiksia Sedang Di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya 1 Rian Fitriani2 Anisa Nur Amalia3 Heni Heryani4
INTISARI Menurut World Health Organization (WHO), kasus Asfiksia Sedang setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia dibawah 1 bulan). Berdasarkan data yang didapatkan dari Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya, pada tahun 2015 yaitu jumlah bayi baru lahir sebanyak 4.172 bayi, dari data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 1.319 bayi, dan 24 diantaranya meninggal. Pada bulan Januari sampai April 2016 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1.382 bayi, dari data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 664 bayi. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia sedang menggunakan pendekatan proses menajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada neonatas dengan asfiksia sedang dilakukan selama 4 hari di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini asuhan kebidanan dapat dilakukan pada neonatas dengan asfiksia sedang. Kesimpulan dari pengkajian, interprestasi data, identifikasi, perencanaan, rencana, dan evaluasi asuhan kebidanan pada neonatas dengan asfiksia sedang ini dilakukan selama 4 hari di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dan didapatkan hasil keadaan umum baik, bayi bernafas normal, reflek moro, rooting,suckhing, tonick neck positif dan kuat.
Kata Kunci
:
Asfiksia sedang
Kepustakaan :
12 buku (2007-2016)
Halaman
i-x, halaman, 9 lampiran
:
1
Judul Penulisan Ilmiah 2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis 4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis.
vii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Asfiksia adalah satu keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti pengembangan paru. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Karlina, 2016). Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia dibawah 1 bulan). Angka Kematian bayi (ABK) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup. Adapun Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 27 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, dalam Yuliana 2012). Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam penanganan neonatal sehingga neonatal sebagai individu yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin dapat bertahan dengan baik karena periode neonatal merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu, penting untuk diketahui oleh para tenaga kesehatan mengenai adaptasi fisiologis pada bayi baru lahir, terutama para bidan yang selalu memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak (Dewi, 2010).
2
Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi. Keadaan ini perlu dikenal, agar dapat dilakukan persiapan yang sempurna pada saat bayi lahir. Faktor-faktor yang mendadak ini terdiri atas faktor-faktor dari pihak janin, seperti gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obatobatan anesthesia/analgetik
yang diberikan kepada ibu, perdarahan
intracranial, dan kelainan bawaan (hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru, dan lain-lain). Faktor-faktor dari pihak ibu seperti gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan misalnya pada plasenta previa, hipertensi pada eklampsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta (Prawirohardjo, 2010). Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena askfisia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan. Oleh
karena
itu,
keterampilan
dan
kemampuan
penanganan
resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga profesional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir (JNPK-KR, dalam Yuliana, 2012). Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl ayat 78 adalah sebagai berikut :
ُ َّللاُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ ب َو ه ُون َش ْي ًئا َو َج َع َل َل ُك ُم السه مْ َع َ ون أ ُ هم َها ِت ُك ْم ََل َتعْ َلم ِ ُط ُون َ ار َو ْاْلَ ْفئِدَ َة ۙ َل َع هل ُك ْم َت ْش ُكر َ ْص َ َو ْاْلَب
3
Artinya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kami pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (QS. An-Nahl ayat 78). Dalam Hadist Fatma Quraish Shihab dikatakan : kata at- taraqi adalah bentuk jamak dari tarquwah, yaitu lubang yang terdapat di kerongkongan untuk pernapasan dan saluran makanan. Ayat tersebut diatas, pada dasarnya tidak berbicara tentang bayi yang sukar bernapas, tetapi ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa apabila seseorang susah bernapas dan telah sampai kerongkongan maka akan merasa sesak dan tidak mampu menghirup udara, bahkan dapat membuat seseorang meninggal. Hal yang sama terjadi pada bayi asfiksia yang mengalami kegagalan bernapas. Berdasarkan data yang didapatkan dari Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya, pada tahun 2015 yaitu jumlah bayi baru lahir sebanyak 4.172 bayi, dari data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 1.319 bayi, dan 24 diantaranya meninggal. Pada bulan Januari sampai April 2016 jumlah bayi baru lahir sebanyak 1.382 bayi, dari data tersebut di dapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 664 bayi. Bidan sebagai tenaga pelaksana pelayanan kebidanan harus mampu dan terampil mendeteksi dini komplikasi yang mungkin timbul melalui pemberian asuhan kebidanan yang komprehensif pada bayi baru lahir serta dapat menurunkan angka kematian bayi, khususnya di Kota Tasikmalaya, oleh karena itu penulis tertarik untuk melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus pada bayi Ny. R dengan asfiksia sedang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu “ Bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang di Ruang Perinatologi RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya dengan menggunakan pendekatan 7 langkah Varney?”
4
C. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan Umum Melaksanakan asuhan kebidanan
pada bayi baru lahir dengan
Asfiksia Sedang dengan menerapkan manajemen kebidanan menurut 7 langkah Varney. 2. Tujuan Khusus 1.
Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang secara lengkap dan sistematis.
2.
Menginterprestasikan data berupa diagnosa kebidanan, masalah, kebutuhan bayi baru lahir dengan Asfiksia Sedang
3. Menentukan diagnosa potensial pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang 4.
Melakukan antisipasi tindakan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang
5.
Merencanakan tindakan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang
6.
Melakukan rencana tindakan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang
7.
Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang telah diberikan pada bayi baru lahir Ny. R dengan Asfiksia Sedang
D. Manfaat Studi Kasus 1. Manfaat Teoritis Hasil
studi
kasus
ini
diharapkan
dapat
memperkaya
ilmu
pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai penatalaksanaan kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang.
5
2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis dalam menerapkan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia Sedang. b. Bagi Profesi Memberi wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnya dalam menangani kasus pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang sesuai dengan standar asuhan kebidanan. c. Bagi Klien Menambah informasi kepada klien agar klien terampil dalam mengurus dan mengasuh bayinya sesuai dengan prinsip asuhan kebidanan. d. Bagi Lahan Praktek Diharapkan berguna sebagai bahan perencanaan dan evaluasi permasalahan yang ada khususnya permasalahan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang. e. Bagi Institusi Diharapkan berguna sebagai bahan masukan dan pengalaman bagi institusi,
khususnya
STIKes
Muhammadiyah
Ciamis
dalam
meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai asuhan kebidanan pada neonatus dengan asfiksia sedang.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar 1.
Bayi Baru Lahir a. Pengertian Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, 2013). Menurut Sondakh (2013), bayi baru lahir normal adalah bayi lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram. b.
Ciri-ciri Bayi Baru Lahir Normal : 1.
Lahir aterm antara 37-42 minggu
2.
Berat badan 2500-4000 gram
3.
Panjang badan 48-52 cm
4.
Lingkar dada 30-38 cm
5.
Lingkar kepala 33-35 cm
6.
Frekuensi denyut jantung 120-160 x/ menit.
7.
Pernafasan 40-60 x/menit
8.
Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup.
9.
Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.
10.
Kuku agak panjang dan lemas.
11.
Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun (pada anak laki-laki).
12.
Refleks sucking (menghisap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
13.
Refleks
moro
sudah
baik,
bayi
bila
memperlihatkan gerakan seperti memeluk.
dikagetkan
akan
8
14.
Grabs refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi akan menggenggam/ adanya gerakan refleks.
15.
Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam kehijauan dan lengket (Sondakh, 2013).
c. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal 1. Pertolongan pada Saat Bayi Lahir a) Sambil menilai pernapasan secara cepat, letakkan bayi dengan handuk di atas perut ibu. b) Dengan kain yang bersih dan kering atau kasa, bersihkan darah atau lendir dari wajah bayi agar jalan udara tidak terhalang. Periksa ulang pernapasan bayi, sebagian besar bayi akan menangis atau bernapas secara spontan dalam waktu 30 detik setelah lahir. 2. Perawatan Mata Obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata akibat klamidia (penyakit menular seksual).
Obat
perlu
diberikan
pada
jam
pertama
setelah
persalinan. Menurut Prawiroharjo (2010), asuhan tambahan yang diberikan meliputi : a) Masalah memotong tali pusat tanpa membubuhi apapun b) Memberikan suntikan vitamin K1 1 mg intramuskuler, di paha kiri setelah inisiasi menyusui dini. c) Melakukan pemeriksaaan antopometri yang meliputi berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan. d) Melakukan rawat gabung antara ibu dan bayi. d.
Masalah Pada Bayi Baru Lahir Menurut Sondakh (2013). Masalah bayi baru lahir yang perlu tindakan segera : 1)
Bayi tidak bernafas/ sulit bernafas
9
Penanganan umum yang bisa dilakukan adalah : a.
Keringkan bayi atau ganti kain yang basah dan bungkus dengan pakaian yang hangat dan kering.
b.
Jika belum dilakukan, segera klem dan potong tali pusat
c.
Letakkan bayi pada tempat yang keras dan hangat (dibawah radiant heater) untuk resusitasi.
d.
Kerjakan pedoman pencegahan infeksi dalam melakukan tindakan kebidanan dan resusitasi.
e. 2)
Jika resusitasi gagal lakukan ventilasi.
Sianosis dan sukar bernafas Bayi yang mengalami sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi kurang dari 30 atau lebih dari 60x/ menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih). Maka tindakan yang perlu dilakukan adalah : a.
Hisap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
b.
Berikan oksigen 0,5 liter/menit .
c.
Rujuk ke kamar bayi atau tempat pelayan yang dituju menjaga bayi tetap hangat, bungkus bayi dengan kain kering, selimuti dan pakai topi untuk mencegah kehilangan panas.
3)
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah ( BBLSR) atau premature kecil Bayi yang sangat kecil ( kurang dari 1500 gr atau kurang dari 32 minggu) sering terjadi yang masalah berat misalnya sukar bernafas. Kesukaran pemberian minum, ikterus berat, infeksi. Bayi rentan hipotermi jika tidak dalam inkubator.
4)
Letargi Bayi yang mengalami letargi atau tonus otot rendah (tidak ada gerakan), sangat mungkin bayi sakit berat dan harus segera dirujuk ke tempat pelayanan yang sesuai.
5)
Kejang Kejang dalam satu jam pertama kehidupan jarang. Kejang dapat disebabkan oleh meningiti, enchepalopati, atau hipoglikemia berat. (Sondakh, 2013)
10
Menurut Ningsih (2012). Masalah pada bayi baru lahir bisa menimbulkan beberapa hal diantaranya : 1)
Diare Bayi dikatakan mengalami diare jika terjadi pengeluaran feces yang tidak normal, baik dalam jumlah maupun bentuk (frekuensi lebih dari normal dan bentuknya cair). Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.
2)
Infeksi Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa antenatal, intranatal, dan postnatal.
f.
Adaptasi Fisiologi
Bayi Baru Lahir Terhadap Kehidupan Diluar
Uterus : 1. Adaptasi Pernapasan a. Pernapasan awal dipicu oleh faktor fisik, sensorik, dan kimia. 1) Faktor-faktor fisik, meliputi usaha yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps (misalnya, perubahan dalam gradien tekanan). 2) Faktor-faktor sensorik, meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan penurunan suhu. 3) Faktor-faktor
kimia,
meliputi
perubahan
dalam
darah
(misalnya, penurunan kadar oksigen, peningkatan kadar karbon dioksida, dan penurunan pH) sebagai akibat asfiksiasementara selama kelahiran. b. Frekuensi pernapasan bayi baru lahir berkisar 30-60 kali per menit c. Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah, terutama selama 12-18 jam pertama. d. Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam waktu 30 detik pertama sesudah lahir. Pernapasan ini timbul sebagai akibat aktivitas normal sistem saraf pusat dan perifer yang dibantu oleh beberapa rangsangan lainnya.
11
Semua ini menyebabkan perangsangan pusat pernapasan dalam otak yang melanjutkan rangsangan tersebut untuk menggerakan diagfragma, serta otot-oto pernapasan lainnya. Tekanan rongga dada
bayi
pada
saat
melalui
jalan
lahir
per
vaginam
mengakibatkan paru-paru kehilangan 1/3 dari cairan yang terdapat di dalamnya, sehingga tersisa 80-100 mL. Setelah bayi lahir, cairan yang hilang tersebut akan diganti dengan udara (Sondakh, 2013). 2. Adaptasi Neurologis a. Sistem neurologis bayi secara anatomik atau fisiologis belum berkembang sempurna. b. Bayi baru lahir menunjukkan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi, pengaturan suhu yang labil, kontrol otot yang buruk, mudah terkejut, dan tremor pada ekstremitas. c. Perkembangan neonatus terjadi cepat. Saat bayi tumbuh, perilaku yang lebih kompleks (misalnya: kontrol kepala, tersenyum, dan meraih tangan dengan tujuan) akan berkembang (Sondakh, 2013). 3. Adaptasi Ginjal a. Laju filtrasi glomerulus relatif rendah pada saat lahir disebabkan oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerulus. b. Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespons terhadap stresor. c. Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama setelah lahir dan 2-6 kali sehari pada 1-2 hari pertama; setelah itu, mereka berkemih 5-20 kali dalam 24 jam (Sondakh, 2013). 4. Adaptasi Hati a. Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir, hati terus membantu pembentukan darah. b. Selama periode neonatus, hati memproduksi zat yang esensial untuk pembekuan darah. c. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai 5 bulan kehidupan ekstrauterin; pada saat ini bayi baru lahir menjadi rentan terhadap defisiensi zat besi.
12
d. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang bersirkulasi, pigmen bersal dari hemoglobin dan dilepaskan bersamaan dengan pemecahan sel-sel darah merah. Bilirubin tak terkonjugasi dapat meninggalkan sistem vaskular dan menembus jaringan ekstravaskular lainnya (misalnya: kulit, sklera, dan membran mukosa oral) mengakibatkan warna kuning yang disebut ikterus (Sondakh, 2013). 5.
Adaptasi Imun a. Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di pintu masuk. b.
Imaturitas
jumlah
sistem
pelindung
secara
signifikan
meningkatkan risiko infeksi pada periode bayi baru lahir: 1) Respons
inflamasi berkurang, baik
secara
kualitatif
maupun kuantitatif 2) Fagositosis lambat 3) Keasaman lambung dan produksi pepsin dan dan tripsin belum berkembang sempurna sampai usia 3-4 minggu c.
Infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas selama periode neonatus (Sondakh, 2013).
6.
Perubahan Termoregulasi dan Metabolik a.
Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada lingkungan pada uterus.
b.
Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit
yang
besar
dibandingkan
dengan
berat
badan
menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan. c. Trauma dingin (hipotermi) pada bayi baru lahir dalam hubungannya dengan asidosis metabolik dapat bersifat mematikan, bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat. d. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi melalui konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi. (Sondakh, 2013).
13
e. Beberapa mekanisme kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir menurut Wahyuni (2012) : 1) Evaporasi Evaporasi adalah cara kehilangan panas utama pada tubuh
bayi.
Kehilangan
panas
dapat
terjadi
karena
menguapnya cairan pada tubuh bayi. Kehilangan panas tubuh bayi melalui penguapan dari kulit tubuh yang basah ke udara, karena bayi baru lahir diselimuti oleh air/cairan ketuban atau amnion. Proses
ini terjadi apabila
BBL
tidak
segera
dikeringkan setelah lahir. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera di keringkan dan selimuti. 2) Konduksi Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dan benda atau permukaan yang temperaturenya lebih rendah. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut. 3) Konveksi Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi saat tubuh bayi
terpapar
udara
atau
lingkungan
sekitar
yang
bertemperature dingin. Kehilangan panas badan bayi bisa melalui aliran udara sekitar bayi yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terdapat hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
14
4) Radiasi Radiasi adalah pelepasan panas akibat adanya benda yang lebih dingin di dekat tubuh bayi. Kehilangan panas badan bayi melalui pancaran atau radiasi dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin.
2.
Asfiksia a. Pengertian Asfiksia Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia Neonatorum merupakan salah satu kegawatan bayi baru lahir, yang berupa depresi pernapasan berkelanjutan sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Asfiksia ini dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan organ pernafasan bayi dalam
menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru-paru (Karlina, 2016). Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Hajr ayat 53 :
رُك ِب ُغ ََل ٍم َعل ٍِيم َ َقالُوا ََل َت ْو َج ْل إِ َّنا ُن َب ِّش Mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim". Dalam Q.S Al-Hajr ayat 53 Allah Subhanahuwata’ala mengingatkan hamba-hambanya untuk selalu bersyukur dengan kelahiran seseorang anak. Janganlah orang tua merasa takut dan sedih dengan kelahiran anaknya bagaimanapun keadaan anaknya lahir, salah satunya kelahiran seorang anak dengan Asfiksia karena sesungguhnya mereka akan tumbuh dewasa menjadi seorang anak yang pandai
dengan
kasih sayang dan asuhan serta didikan yang mereka berikan, kelahiran seorang anak itu termasuk nikmat Allah yang diberikan kepada hambahamba Nya. Allah Subhanahuwataala kuasa melimpahkan nikmat itu kepada siapa saja yang dikehendaki Nya.
15
b. Tanda dan Gejala Menurut Sondakh, (2013). Beberapa tanda dan gejala yang dapat muncul pada asfiksia neonatorum adalah: 1. Tidak ada pernapasan (apnea) / pernapasan lambat (kurang dari 30 kali per menit). Apnea terdiri atas dua yaitu : a. Apnea primer
: pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan
tonus otot neuromuskular menurun. b. Apnea sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukan pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama makin lemah. 2. Pernapasan tidak teratur, dengkuran, atau retraksi (perlekukan dada). 3. Tangisan lemah 4. Warna kulit pucat dan biru 5. Tonus otot lemas dan terkulai 6. Denyut jantung tidak ada atau perlahan (kurang dari 100 kali per menit).
c. Etiologi Aliran darah dari ibu ke janin dapat dipengaruhi oleh keadaan ibu. Jika aliran oksigen ke janin berkurang, akan mengakibatkan gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir. Akan tetapi, bayi juga dapat mengalami asfiksia tanpa didahului tanda gawat janin. Gawat janin, banyak hal yang dapat menyebabkan bayi tidak bernapas saat lahir. Sering kali hal ini terjadi ketika bayi sebelumnya mengalami gawat janin. Akibat gawat janin, bayi tidak menerima oksigen yang cukup. Gawat janin adalah reaksi janin pada kondisi di mana terjadi ketidak cukupan oksigen (Sondakh, 2013).
16
Gawat janin dapat diketahui dengan hal-hal berikut : 1.
Frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali per menit.
2.
Berkurangnya gerakan janin (janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari).
3.
Adanya air ketuban yang bercampur dengan mekonium atau berwarna kehijauan.
Faktor Yang Dapat Menyebabkan Gawat Janin : 1.
Keadaan Ibu : a. Pre-eklamsia dan eklamsia b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) c. Partus lama atau partus macet d. Demam selama persalinan e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) f.
2.
Kehamilan postmatur (sesudah 42 minggun kehamilan).
Keadaan Tali Pusat a. Lilitan tali pusat b. Tali pusat pendek c. Simpul tali pusat d. Prolapsus tali pusat.
3.
Keadaan Bayi a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forcep) c. Kelainan bawaan d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). (Sondakh, 2013)
d. Patofisiologi Asfiksia Sedang Menurut
(Sondakh,
2013).
Kondisi
patofisiologis
yang
menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbondioksida berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan.
17
Tujuan resusitasi adalah intervensi tepat waktu yang membalikkan efek-efek biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan otak dan organ yang irevesibel, yang akibatnya akan ditanggung sepanjang hidup. Pada awalnya, frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan bayi melakukan upaya megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke periode apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama apnea primer akan mulai melakukan usaha napas lagi. Stimulasi terdiri atas stimulasi taktil (mengeringkan bayi) dan stimulasi termal (oleh suhu persalinan yang lebih dingin). Bayi-bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh berada dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung oleh pernapasan buatan, dan bila diperlukan, dilakukan kompresi jantung. Warna bayi, berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer sebagai upaya memaksimalkan aliran darah ke organ-organ seperti jantung, ginjal, dan adrenal. Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal, aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi. Kondisi tersebut hanya dapat memberikan penyesuaian sebagian.
Jika
hipoksia
berlanjut,
maka
tidak
akan
terjadi
penyesuaian akibat hipoksia pada sel-sel otak. Dalam praktik menentukan tingkat asfiksia bayi dilakukan dengan penilaian skor APGAR. Biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap dan 5 menit setelah bayi lahir. Patokan klinis dimulai dengan: 1. Menghitung frekuensi jantung 2. Melihat usaha bernapas 3. Melihat tonus otot 4. Menilai refleks rangsangan 5. Melihat warna kulit.
18
e.
Klasifikasi Asfiksia 1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 2. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6 3. Asfiksia ringan atau sedikit asfiksia dengan nilai 7-9 Tabel 2.1 APGAR Score Nilai
Tanda Appearance (Warna Kulit)
0 Biru/ Pucat
Pulse (Denyut Nadi) Grimance (Refleks) Activity (Tonus Otot) Respiration (Usaha Bernapas)
Tidak Ada Tidak Ada
1 Tubuh kemerahan, Ekstremitas biru Lambat (di bawah 100 kali/menit) Gerakan sedikit
Lumpuh/Lemah
Ekstremitas fleksi
Tidak Ada
Tangisan Lemah
2 Seluruh tubuh kemerahan Diatas 100 kali/menit Gerakan kuat/melawan Gerakan aktif Tangisan Kuat
Sumber : Sondakh, 2013
f. Penatalaksanaan 1.
Prinsip Menurut Sondakh, (2013). Prinsip penatalaksanaan asfiksia adalah sebagai berikut : a)
Pengaturan Suhu Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan seluruhnya dengan kain kering dan hangat, kemudian bayi diletakkan telanjang dibawah alat/lampu pemanas radiasi atau pada tubuh ibunya. Bayi dan ibu sebaiknya diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan
pula
agar
berlebihan pada tubuh bayi.
tidak
terjadi pemanasan
yang
19
b)
Tindakan
A-B-C-D
(Airway/membersihkan
Breathing/mengusahakan ventilasi,
timbulnya
Circulation/memperbaiki
jalan
pernapasan sirkulasi
napas, atau tubuh,
Drug/memberikan obat). a. Memastikan Saluran Napas Terbuka 1. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal. 2. Menghisap mulut, hidung, dan trakea. b. Memulai Pernapasan 1. Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan 2. Memakai VTP (Ventilasi Tekanan Positif) bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon, mulut ke mulut (dengan menghindari paparan infeksi). c. Mempertahankan Sirkulasi Darah Rangsangan dan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan pengobatan. 2. Resusitasi Prinsip Dasar Resusitasi 1. Memberikan lingkungan yang baik dan mengusahakan saluran pernapasan. 2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif. 3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi. 4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik. 3. Perlengkapan dan Peralatan Resusitasi 1) Perlengkapan penghisap a) Suction karet b) Suction dan selang mekanis c) Kateter suction d) Aspirator mekonium 2) Peralatan kantong dan masker a) Bag resusitasi neonatus dengan katup pelepasan-tekanan atau manometer tekanan; bag tersebut harus mampu mengalirkan 90-100% oksigen.
20
b) Masker wajah, dengan ukuran bayi baru lahir. c) Oksigen dengan pengukuran aliran (kecepatan aliran sampai 10 L/menit). 3) Lain-lain a) Sarung tangan dan pelindung diri yang dibutuhkan b) Lampu penghangat c) Permukaan resusitasi yang padat, berbantalan d) Jam e) Linen yang dihangatkan f)
Stetoskop
g) Plester ½ atau ¾ inci g. Langkah-langkah Resusitasi Tahap 1 : Langkah Awal Langkah awal ini perlu diselesaikan secara tepat dan cepat (dalam waktu 30 detik). Bagi sebagian besar bayi baru lahir, 6 langkah dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernapas spontan dan teratur. 1)
Menjaga bayi tetap hangat a. Letakan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap terbuka, potong tali pusat. c. Pindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih, kering, dan hangat.
2)
Mengatur posisi bayi a. Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. b. Posisikan kepala bayi dengan menempatkan pengganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
3)
Mengisap lendir Gunakan alat penghisap lendir Dee Lee dengan cara sebagai berikut : a. Isap lendir dari mulut dulu, kemudian hisap lendir dari hidung.
21
b. Lakukan pengisapan saat alat pengisap ditarik keluar, tidak pada saat memasukkan. c. Jangan lakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Apabila pengisapan dilakukan dengan balon karet lakukan dengan cara sebagai berikut : a.
Tekan bola di luar mulut
b.
Masukkan ujung pengisap di rongga mulut dan lepaskan (lendir akan terisap)
c. 4)
Untuk hidung, masukkan ke lubang hidung.
Mengeringkan dan merangsang bayi a. Keringkan bayi mulai dari wajah, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL memulai pernafasan atau bernafas lebih baik. b. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini : (1) Menepuk atau menyentil talapak kaku. (2) Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
5)
Mengatur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi a.
Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru.
b.
Selimut bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernafasan bayi.
c.
Atur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
22
6)
Melakukan penilaian bayi Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megapmegap atau tidak bernafas. a.
Bila bayi bernapas normal : lakukan asuhan pasca resusitasi
b.
Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas: segera lakukan tindakan ventilasi bayi.
Tahap 2 : Ventilasi Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. Langkah-langkah ventilasi adalah sebagai berikut : 1.
Pasang sungkup Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.
2.
Ventilasi 2 kali a.
Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal tabung-sungkup atau pemompaan awal balon-sungkup ini sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka.
b.
Lihat apakah dada bayi mengembang Saat melakukan tiupan/pemompaan, perhatikan apakah dada bayi mengembang dan bila tidak mengembang : 1.
Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak ada udara yang bocor.
2.
Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.
3.
Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau cairan lakukan pengisapan ulang.
4.
Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan), bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.
23
3.
Ventilasi 20 kali dalam 30 detik a. Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air, sampai bayi mulai menangis dan bernapas spontan. b. Pastikan dada mengembang saat dilakukan peniupan atau pemompaan setelah 30 detik, lakukan penilaian ulang napas. Jika bayi mulai bernapas spontan atau menangis, hentikan ventilasi secara bertahap. a.
Lihat dada, apakah ada retraksi dinding dada bawah
b.
Hitung frekuensi napas per menit, dengan cara : jika bernapas >40 kali permenit dan tidak ada retraksi berat (jangan ventilasi lagi, letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada dada ibu dan lanjutkan asuhan
BBL.
Pantau
setiap
15
menit
untuk
pernapasan dan kehangatan, katakan kepada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar akan membaik, lanjutkan asuhan pasca resusitasi). Jika bayi megapmegap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi. 4.
Ventilasi setiap 30 detik, hentikan dan lakukan penilaian ulang napas a. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air). b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian apakah bayi bernapas, tidak bernapas atau megapmegap. (Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, teruskan ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik).
5.
Menyiapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi a. Jelaskan pada ibu apa yang terjadi, apa yang anda lakukan dan mengapa b. Mintalah keluarga untuk menyiapkan rujukan
24
c. Teruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan d. Catat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medis persalinan. 6.
Melanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi. Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar dan pulsasi tali pusat tidak teraba, lanjutkan ventilasi selama 10 menit. Hentikan resusitasi, jika denyut jantung tetap tidak terdengar dan pulsasi tali pusat tidak teraba. Jelaskan pada ibu dan berilah dukungan kepadanya, serta lakukan pencatatan. Bayi yang mengalami asistole (tidak ada denyut jantung) selama 10 menit, kemungkinan besar mengalami kerusakan otak permanen. (Sondakh, 2013). Menurut Wahyudi (2012). Penanganan pada kegawatan asfiksia
neonatorum
salah
satunya
adalah
dengan
melakukan resusitasi jantung paru. Namun sampai saat ini evaluasi dari tindakan resusitasi jantung paru hanya sebatas observasi keadaan umum bayi diantaranya pola nafas dan warna kulit bayi. Hal ini mempengaruhi dalam pengukuran dan pendokumentasian kondisi bayi sehingga jauh dari skala objektifitas, selain itu pengaruh dalam tindakan resusitasi jantung, paru juga kurang terukur secara objektif.
25
Gambar 2.1 Konsep Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Sumber : Sondakh (2013:186)
BAYI LAHIR
Bayi tidak menangis, tidak bernapas atau megapmegap, sambil menilai, lakukan hal berikut: letakkan bayi di atas perut ibu atau dekat perineum selimuti bayi pindahkan bayi ke tempat resusitasi
Asuhan bayi normal
YA
TIDAK Langkah awal: Jaga bayi tetap hangat Atur posisi bayi Isap lender Keringkan dan rangsang taktil reposisi
NILAI NAPAS
Bayi bernapas normal Asuhan pascaresusitasi: Pemantauan Pencegahan hipotermi IMD Pemberian vitamin K Pencegahan infeksi Pemeriksaan fisik Pencatatan dan pelaporan
Bayi Mulai Bernapas
Bayi tidak bernapas/mengap-mengap Ventilasi: Pasang sungkup, perhatikan lekatan Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cmH2O Bila dada mengembang lakukan ventilasi dengn tekanan 20 cmH2O selama 30 detik
NILAI NAPAS
Bayi tidak bernapas/mengap-mengap Ulangi ventilasi sebanyak 20 kali selama 30 detik Hentikan ventilasi dan nilai kembali napas setiap 30 detik Bila bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi, siapkan rujukan
Konseling Lanjutkan resusitasi Pemantauan Pencegahan hipotermi Pemberian vitamin K Pencegahan infeksi Pencatatan dan pelaporan
Bila dirujuk
Bayi tidak bernapas/mengap-mengap Sesudah 10 menit, pertimbangkan menghentikan resusitasi Konseling Pencatatan dan pelaporan
untuk
26
B. Teori Manajemen Kebidanan Asfiksia Sedang 1.
Pengertian Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-teemuan, keterampilan suatu keputusan berfokus pada klien (Trisnawati, 2016). Proses manajemen kebidanan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : a. Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan. b. Menginterprestasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa dan masalah. c. Mengidentifikasi
diagnosa
atau
masalah
potensial
dan
mengantisipasi penanganannya. d. Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain serta rujukan berasarkan kondisi klien. e. Menyusun
rencana
asuhan
secara
menyeluruh
dengan
mengulang kembali manajemen proses untuk aspek-aspek asuhan yang tidak efektif f. Melakukan rencana asuhan asuhan kebidanan yang telah di uraikan secara efisien dan aman g. Mengevaluasi seluruh asuhan yang telah dilakukan. Melihat dari penjelasan diatas maka proses manajemen kebidanan merupakan suatu langkah sistematis yang menjadi pola pikir bidan dalam
melaksanakan
asuhan
kepada
klien
diharapkan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang sistematis dan rasional sehingga semua asuhan yang diberikan bidan pada klien akan efektif (Trisnawati, 2016).
27
2. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan yang mencatat tentang hasil dari pemeriksaan prosedur, pengobatan pada pasien dan pendidikan pada pasien serta respon terhadap semua asuhan yang telah dilakukan. Alur berfikir saat menghadapi klien meliputi 7 langkah Varney dan di dokumentasikan menggunakan SOAP, yaitu : a.
S
(Subyektif)
:
Menggambarkan
pendokumentasian
hasil
pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney. b.
O (Obyektif)
: Menggambarkan pendokumentasian
hasil
pemeriksaan fisik klien, hasil labolatorium dan uji diagnostik lain yang merumuskan dalam fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. c.
A (Assesment) : Assesment atau analisa Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi : 1.
Diagnosis atau masalah potensial
2.
Antisipasi diagnosa atau masalah potensial
3.
Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi dan atau rujukan sebagai 2,3 dan 4 Varney.
d.
P
(Penatalaksanaan)
:
Menyusun
suatu
rencana
secara
menyeluruh dan melaksanakan asuhan secara efisien dan aman. (Varney, 2007)
28
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Asfiksia Sedang Pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Dalam metode SOAP, S adalah data Subjektif, O adalah data Objektif, A adalah Analisis/Assesment, jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses
pemikiran
penatalaksanaan
manajemen
kebidanan
(Muslihatun, 2010). 1) Data Subjektif Adalah data yang di dapat dari subjek berisi keluhan atau kekhawatiran, jika dihubungkan dengan kasus asfiksia sedang maka data subjektif yang diperoleh adalah bayi menangis spontan atau tidak, gerakan aktif atau lemah, warna kulit kemerahan atau tidak. 2) Data Objektif a.
Pemeriksaan Khusus Segera
setelah
lahir
dilakukan
dengan
pemeriksaan
Appearance, Pulse, Gremace, Aktivity, Respiration pada menit pertama, dan kelima. Pada penilaian awal terdiri dari tiga tahap, diantaranya apakah bayi menangis atau bernapas/megapmegap, apakah tonus otot bayi baik/bergerak aktif, dan apakah warna kulit kemerahan atau sianosis. b.
Pemeriksaan Umum Untuk mengetahui keadaan umum bayi meliputi tingkat kesadaran (sadar penuh, apatis, gelisah, koma) gerakan yang ekstrim dan ketegangan otot (Muslihatun, 2010).
c.
d.
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital : 1)
Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas
2)
Laju jantung 120-160 kali per menit
3)
Suhu normal 36,5OC-37,5OC
Pemeriksaan fisik sistematis menurut Dewi (2010) adalah : 1)
Kepala
: Adakah kelainan cephal hematoma, caput succedaneum.
2)
Mata
: Adakah kotoran di mata, adakah warna
29
kuning di sklera dan warna pucat di konjungtiva.
3)
Telinga
: Adakah kotoran atau cairan, simetris atau tidak.
4)
Hidung
: Adakah nafas cuping hidung, kotoran yang
menyumbat
jalan
nafas
pada
asfiksia sedang tidak ada cuping hidung. 5)
Mulut
: Adakah sianosis dan bibir kering. Adakah kelainan
seperti
labioskizis
atau
labiopalatoskizis, pada asfiksia masih normal. 6)
Leher
: Simetris atau tidak, retraksi, frekuensi bunyi jantung, adakah kelainan. Pada kasus asfiksia sedang frekuensi jantung lebih dari 100x/ menit.
7)
Dada
: Periksa bunyi nafas dan detah jantung. Lihat adakah tarikan dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau tidak).
8)
Abdomen
: Bentuk, adakah pembesaran hati dan limpa.
9)
Ekstremitas
: Adakah oedema, tanda sianosis, apakah kuku sudah melebihi jari-jari, apakah ada kelainan poli diktil atau sindaktil. Pada kasus
asfiksia
sedang
bayi
tampak
sianosis atau biru. 10) Genetalia
: Jika laki-laki, apakah testis sudah turun kedalam scrotum. Untuk bayi perempuan, periksa labia mayor sudah menutupi labia minor, apakah vagina berlubang dan uretra berlubang.
11) Punggung
: Untuk mengetahui keadaan tulang belakang, apakah ada pembengkakan atau cekungan.
30
12) Anus
: Periksa lubang anus, berlubang atau tidak. Apabila bayi sudah mengeluarkan mekonium maka langkah ini tidak usah dikerjakan.
13) Kulit
: Warna, apakah kulit kencang atau keriput dan rambut lanugo, warna pada asfiksia sedang bayi tampak sianosis atau biru.
e.
Pemeriksaan reflek : a. Reflek morro
: Untuk mengetahui gerakan memeluk bila dikagetkan.
b. Reflek rooting
: Untuk mencari puting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut.
c. Reflek sucking
: Untuk mengetahui reflek hisap dan menelan.
d. Reflek tonick neck
: Untuk mengetahui otot leher bayi akan mengangkat leher dan menoleh ke kanan dan ke kiri jika diletakkan pada posisi tengkurap (Rohani, 2011).
f.
Pemeriksaan Antopometri menurut Dewi (2010), pemeriksaan antopometri meliputi : a. Lingkar Kepala :
Untuk mengetahui pertumbuhan
otak
(normal 33-38 cm) b. Lingkar Dada
:
Untuk
mengetahui
keterlambatan
pertumbuhan (normal 33-35 cm)
3)
c. Panjang badan :
Normal (48-52cm)
d. Berat badan
Normal ( 2500-4000 gram).
:
Analisa 1) Diagnosa
:
Asuhan Kebidanan pada neonatus dengan asfiksia sedang
2) Diagnosa Potensial :
Asfiksia Berat ( Varney, 2007)
31
3) Kebutuhan
:
Mempertahankan
suhu
tubuh,
menghisap lendir bayi, memberikan O2 setengah liter (Dewi, 2010). 4)
Penatalaksanaan a) Mempertahankan suhu tubuh tetap hangat, dengan cara memastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu, mengganti handuk/kain basah dan bungkus bayi dengan selimut dan memastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak kaki setiap 15 menit. Apabila telapak kaki teraba dinding, periksa suhu aksila bayi. b) Perawatan mata: obat mata gentamicin 0,3% dianjurkan untuk mencegah penyakit mata. Obat mata perlu diberikan pada jam pertama setelah persalinan. c) Personal hygiene Personal hygiene dapat diartikan sebagai kesehatan atau kebersihan perorangan. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk meemlihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Personal hygiene berikut ditunjukan agar perawat dapat menangani pasien bayi dengan personal hygiene yang baik dan benar dengan cara memandikan bayi, menggunakan waslap atau mandi rendam pada bayi. Kebersihan badan bayi yang sedang dirawat menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang kesembuhannya (Sitiatava, 2012). d) Merawat tali pusat Tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin
selama
didalam
kandungan
dikatakan
saluran
kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi, saat bayi lahir, saluran ini sudah tidak diperlukan lagi, sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit. Setelah dipotong, tindakan berikutnya adalah perawatan tali pusat pada bayi inilah yang harus dirawat. Sebab, jika tidak dirawat maka dapat menyebabkan infeksi (Sitiatava, 2012).
32
e) Memperlihatkan bayi pada orang tuanya/keluarga f) Mempasilitasi kontak dini bayi dengan ibu : 1) Berikan bayi kepada ibu sesegera mungkin. Kontak dini antara ibu dan bayi penting untuk : mempertahankan suhu bayi baru lahir, ikutan batin bayi terhadap ibu dan pemberian ASI dini. 2) Doronglah ibu untuk menyusui bayinya apabila bayi telah siap (reflek rooting positif). Jangan paksakan bayi untuk menyusui. 3) Bila memungkinkan, jangan pisahkan ibu dengan bayi, biarkan bayi bersama ibu paling tidak 1 jam setelah bayi lahir. g)
Memberikan vitamin K 1) Semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K per oral 1 mg/hari selama 3 hari 2) Bayi risiko tinggi diberikan vitamin K 1 dengan dosis 0,5 mg IM.
h)
Konseling Ajarkan pada ibu/orang tua bayi untuk : 1) Menjaga kehangatan bayi 2) Pemberian ASI 3) Perawatan tali pusat 4) Mengawasi tanda-tanda bahaya Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai pada bayi baru lahir, adalah : a) Pernafasan, sulit atau lebih dari 60 kali per menit, terlihat dari retraksi dinding dada pada waktu bernafas b) Suhu, terlalu panas > 38oC (febris), atau terlalu dingin < 36oC (hipotermia) c) Warna abnormal, kulit/bibir biru (sianosis) atau pucat, memar atau bayi sangat kuning (terutama pada 24 jam pertama), biru d) Pemberian
ASI
sulit,
hisap
berlebihan, banyak muntah.
lemah,
mengantuk
33
e) Tali pusat, merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah. f)
Infeksi, suhu meningkat, merah bengkak, keluar cairan (pus), bau busuk, pernafasan sulit.
g) Gangguan
gastrointestinal,
misalnya
tidak
mengeluarkan mekonium selama 3 hari pertama setelah lahir, muntah terus menerus, muntah dan perut bengkak, tinja hijau tua atau berdarah/berlendir. h) Tidak berkemih dalam 24 jam i)
Menggigil atau
suara
tangis
tidak
bisa,
lemas,
mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus, tidak bisa tenang, menangis terus menerus. j)
Mata bengkak dan mengeluarkan cairan.
k) Imunisasi Dalam waktu 24 jam dan sebelum ibu dan bayi dipulangkan, berikan imunisasi BCG, atau polio oral dan hepatitis B. i)
Evaluasi Tujuan evaluasi adalah menilai apa ada kemajuan atau tidak pada pasien setelah dilakukan tindakan (Varney, 2007). Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia sedang adalah : 1) Bayi sudah dapat menangis kuat. 2) Sudah dilakukan pembersihan jalan napas dan bayi sudah bisa bernapas dengan spontan. 3) Sudah dilakukan pemotongan tali pusat, lakukan inisiasi menyusu dini selama 1 jam, pemeriksaan antropometri, injeksi vitamin K sudah diberikan pada paha kiri, salep mata sudah diberikan dan sudah dilakukan rawat gabung antara bayi dan ibu. 4) Bayi tidak hipotermi. 5) Ibu sudah mengetahui keadaan bayi.
34
D. Landasan Hukum Bidan dalam menyelenggarakan praktiknya berlandaskan pada Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 16 ayat (2) yaitu pelayanan kebidanan kepada anak meliputi perawatan bayi baru lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi bayi, resusitasi bayi baru lahir, pemantauan tubuh kembang anak, pemberian
imunisasi,
pemberian penyuluan (Kepmenkes, 2010). Berdasarkan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 11 yaitu pelayanan pada bayi baru lahir yaitu meliputi pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 diberikan pada bayi baru lahir, bayi dan balita, dan anak pra sekolah. Bidan dalam
memberikan
pelayanan
kesehatan
anak
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yaitu melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi Vit K, perawatan bayi baru lahir, perawatan tali pusat dan penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik diharapkan bidan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dalam pelayanan kebidanan
yang
telah
tercantum
pada
Permenkes
1464/Menkes/Per/X/2010 pasal 11 dan pasal 16 tersebut.
No.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 78. Al Qur’an Surat Al-Hajr Ayat 53. Dewi, V.N.L. (2010) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika. JNKP-KR. Yuliana. (2015) Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia. Surakarta: Kusuma Husada. Karlina, Novi (2016) Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Bogor: In Media. Muslihatun, W.N. (2010) Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaga. Ningsih, Titis Arum Putri (2012) Jurnal Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir. Surakarta. Notoatmodjo. (2010) Metode Dan Teknik Pengumpulan Data (internet). Tersedia dalam http.//www.salimafarma.blogspot.com (diakses 10 April 2016) Nursalam, W.N. (2008) Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba. Prawirohardjo, S. (2010) Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Rukiyah, A.Y., Yulianti, L (2013) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media. Sitiatava, R.P. (2012) Asuhan Neonatus Bayi dan Balita Untuk Keperawatan Dan Kebidanan. Jogjakarta: D Medika. Sondakh. (2013) Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Erlangga.
Trisnawati, Friska. (2016) Pengantar Ilmu Kebidanan. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Wahyudi (2010) dalam Suroso, Sunarsih: Apgar Score Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia Neonatorum Pasca Resusitasi Jantung Paru, Jilid 2, November 2012, hlm.1-94. Wahyuni. (2013) Ilmu Kebidanan Maternal Neonatal. Jakarta: ECG WHO Dalam Yuliana (2013) Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info Media