ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBIN DI RUANG PERINATOLOGI DI RSUD dr.SOEKARDJO TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR Dianjurkan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : PITRIA TRESNA NOVIA NIM: 13DB277075
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAHCIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBIN DI RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA TAHUN 2016 Pitria Tresna novia, Anisa Nur Amalia, Heni Heryani.
INTISARI Hiperbilirubin akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupan neonatus, dikemukakan bahwa angka jejadian hiperbilirubin di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya yaitu terdapat 60 kasus pada bayi baru lahir, dengan jumlah 100 kasus hiperbilirubin fisiologis dan angka 45 kasus pada hiperbilirubin patologis. Angka kejadian ini meningkat dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu tentang bahaya penyakit kuning pada bayi salah satu sebab terjadinya hiperbilirubin yaitu adanya ganguan fungsi hati yang diakibatkan mikro organisme yang dapat merusak sel hati. Komplikasi hiperbilirubin yaitu dapat terjadi mortalitas pada bayi baru lahir dan keadaan lebih buruk terjadinya ensefalofati bilirubin, ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatrum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa cerebral palsy,tuli nada tinggi paralisis dan displasiadental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin dengan mengunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin ini dilakukan selama 3 hari di ruang perinatologi dr. Soekardjo Tasikmalaya. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini penulis mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin. Keimpulan darihasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya dilaksanakan dengan baik.
Kata kunci
: Bayi baru lahir dengan hiperbilirubin
Kepustakaan
: 21 buku (2003- 2011)
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara angka kematian maternal dan neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo, 2005). Saat ini angka kematian printal di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 40/1000 kelahiran hidup. Banyak faktor mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain penyakit dan semua hal yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan baik langsung atau tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada bayi baru lahir adalah penyakit, penyakit tersebut sangat berasiko tinggi pada bayi, oleh karnanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat sehingga angka kematian dan kesakitan dapat di turunkan (Azkah,2005). Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering di temukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25-50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan, dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 80%(Hidayat,2005). Angka kematian bayi di Indonesia sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. Hasil ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, meskipun demikian penurunan yang terjadi tidak begitu cepat, tetapi turun secara berlahan. Berdasrkan pola ini, di perkirakan tahun 2016 AKB di Indonesia mencapai 21 kematian bayi per 1000 kelahiran maka salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan borbiditas, dengan proyeksi pada tahun 2025 AKB dapat turun 18/1000 kerahiran hidup. Salah satu penyebabmortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin (lebih di kenal dengan kernicterus). Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatrum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan
1
2
gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (SDKI,2007). Menurut survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 Angka Kematian Bayi 2,28/1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2012 naik menjadi 3,59/1.000 Dalam laporan millennium Development goals (MDG’s)(2010) disebutkan ada tiga solusi yang di anggap paling efektf untuk menekan AKI, yakni pelayanan antenatal, persalinan oleh tenaga kesehatan, dan pelayanan dasar
dan
konfrehensif,
pemerintah
dalam
menurunkan
AKB
tersebut
menyelenggarakan suatu target yang ingin dicapai pada tahun 2015 yang merupakan sasaran MDGs angka kematian bayi sebesar 1,02/1.000 kelahiran hidup
dan
angka
kematian
bayi
menjadi
24/1.000
kelahiran
hidup
(Kemenkes,2012). Angka kematian bayi berdasarkan data profil kesehatan jawa barat tahun 2012 angka AKB yang tinggi, yakni 3,43/1.000 kelahiran. Angka kematian bayi di kota Tasikmalaya pada tahun 2014 147/1.000(Dinkes Tasikmalaya 2014), angka kematian ibu kota Tasikmalaya tahun 2015 ada 20/1000 kelahiran hidup. Bedasarkan keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/20007 Tentang dasar profesi bidan menerangkan bahwa pelayanan kebidanan berfokus pada pada upaya pencegahan, pertolongan pada bayi baru
lahir,
deteksi penyakit
hiperbilirubin
pada
bayi baru
lahir,
melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika di perlukan, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan (Kemenkes 2007). Menurut Riset kesehatan dasar(Dinkes Tasikmalaya 2014), penyebab kematian neonatal 0-6 hari adalah gangguan pernafasan (29%), sepsis (5%), kejang(5%), BBLR (41%), ikterus(50%), kelainan congenital (20%). Berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang izin penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 10 ayat 2 bahwa bidan dalam menjalankan peraktik berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu berupa pelayanan pada bayi baru lahir, dan pasal 10
3
ayat 3 Bidan dalam memberikan pelayanan berwenang untuk pelayanan kegawat daruratan dan di lanjutkan dengan perujukan (Permenkes,2010). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus,
ikterus
akan
ditemukan
dalam
minggu
pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologi yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan (Saputra, 2010). Hiperbilirubinemia adalah manifestasi klinis yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi pengaruh perubahan posisi tidur pada bayi baru lahir yang mengalami hiperbilirubinemia dan mendapat terapi berupa fototerapi terhadap rata-rata kadar bilirubin total. Peneliti menggunakan desain quasi experimental pre-post test with control group. Peneliti menggunakan sampel bayi kelompok kontrol. Analisis perbedaan kadar bilirubin total pada kelompok kontrol dan intervensi menggunakan Independent test. Hasil penelitian yang didapatkan terlihat bahwa kadar bilirubin total dari kelompok intervensi lebih cepat turun dibandingkan kadar bilirubin total dari kelompok kontrol. Penelitian ini merekomendasikan perubahan posisi tidur agar memperluas area tubuh yang terpajan dengan sinar fototerapi.
4
Sebagaimana Firman Alloh SWT dalam Qur’an Surat yunus ayat 57 yang berbunyi;
Artinya : “ Hai manusia, sesungguhnyah telah datang kepadamu pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh dari penyakit–penyakit ( yang berada ) dalam dada dan penunjuk serta rahmat bagi orang–orang beriman “(Q.S yunus ayat 57) Berdasarkan ayat di atas dapat di simpulkan bahwa telah datang pelajaran dari tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit jika terdapat gangguan atau masalah pada salah satu proses perkembangan seperti bayi dengan hiperbilirubin sehingga perlu di perhatikan sehinga tidak terjadi masalah yng serius.(Hidayat,2010) Angka kejadian dan angka kematian neonatus akibat komplikasi seperti, asfiksia, hifotermia, hiperbilirubinemia, dan lain-lain masih tinggi, ikterus dan BBLR diharapkan bidan sebagi ujung tombak pelayanan yang mungkin menjumpai kasus ikterus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai sesuai dengan kopetensi dan fasilitas yang tersedia. Bidan dan perawat yang terampil dan kompeten dalam menejemen ikterus dihadapkan dapat menangani kasus
ikterus
dengan
baik
dan
benar,
serta
dapat
menyebarkan
pengetahuanmua kepada keluarga mengenai penanganan ikterus menggunakan cara yang mudah.(Hidayat,2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan oleh penulis pada tanggal 11 april 2016 dengan melihat data sekunder untuk data tahun 2015 yaitu dari bulan
Maret 20%, April40%, Mei40%, Juni20%, Juli10%,angka kejadian
hiperbilirubin di RSUD dr.Soekardjo.
B. RumusanMasalah Latar belakang di atas memberikan landasan bagi penulis membuat rumusan masalah “ Bagaimana Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Neonatal di
5
usia 1 hari dengan hiperbilirubin di RSUD dr.soekardjo Tasikmalaya tahun 2016dengan meggunakan pendekatan manajemen kebidanan. C. Tujuan 1. Tujuan umum Melaksanakan asuhan kebidanan Bayi Baru Lahir Neonatal dari usia 1 hari dengan hierbilirubin di RSUD dr.soekardjo Tasikmalaya dengan menggunakan manajeman kebidanan 7 langkah varney. 2. Tujuan khusus a. Melaksanakan pengkajian pada kasus Neonatal dini usia 1 hari dengan hiperbilirubin data subjektif maupun data objektif. b. Melakukan interpensi data serta merumuskan diagnosakebidanan, masalah dan kebutuhan pada kasus Neonatal di usia 1 hari dengan Hiperbilirubin. c. Merumuskan diagnosa potensial pada kasus Neonatal dini usia 1 hari dengan hiperbilirubin. d. Mengidentipikasi tindakan segera pada kasus Neonatal dini usia 1 hari dengan hiperbilirubin. e. Merencanakan tindakan segera pada kasus Neonatal dini usia 1 hari dengan hiperbilirubin. f.
Melaksanakan implementasi secara langsung dari rencana tindakan yang telah di sesuaikan pada Neonatal di usia 1 hari dengan hiperbilirubin.
g. Mengevaluasi efektifitas tindakan yang telah di laksanakan pada kasus Neonatal dini usia 1 hari dengan hiperbilirubin.
D. Manfaat 1.
Bagi Klien Menambah pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir.
6
2.
Bagi institusi pendidikan Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat memperkaya perpustakaanSTIKes Muhammadiyah ciamis.
3.
Bagi profesi Sebagai salah satu masukan bagi organisasi profesi bidan dalam upaya pelayananhiperbilirubin, sehingga dapat memberikan pelayanan kebidanan secara professional dan sesuai kode etik kebidanan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tijauan teori 1. Konsep dasar bayi baru lahir a. Pengertian bayi baru lahir Bayi baru lahir adalah bayi baru lahir selama satu jam pertama kelahiran (Saifudin,2010) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu, lahirnya biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram. (Saifudin,2010). Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital(cacat bawaan) yang berat. (Saifudin,2010) b. Ciri-ciri bayi baru lahir. 1. Berat badan 2500-4000 gram. 2. Panjang badan 48-52 cm. 3. Lingkar dada 30-38 cm. 4. Lingkar kepala 33-35 cm. 5. Frekwensi jantung 120-160 kali/menit. 6. Pernafasan ± 40-60kali/menit. 7. Kulit kemerah-merahan dan licin karna jaringan subkutan 8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya lebih sempurna. 9. Kuku agak panjang dan lemas. 10. Genetalia a) perempuan labiya mayora sudah menutupi labia minora. b) laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada. 11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
7
8
12. Reflek morrow atau gerak memeluk bila di gerakan sudah baik. 13. Reflek graps atau menggenggam sudah baik. 14. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan. c. Penanganan Bayi Baru Lahir Asuhan kebidanan segera pada bayi baru lahir, adalah asuhan yang di berikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. Aspek-aspek penting dari asuhan segera baru lahir : 1) Jagalah agar bayi tetap kering dan hangat 2) Usahakan adanya kontak antara kulit bayi dan kulit ibunya sesegera mungkin. Segera setelah melahirkan badan bayi lakuakan penilaian sepintas, sambil menilai pernafasannya (menagis kuat, bayi bergerak aktf, warna kulit kemerahan) letakan bayi di atas perut ibu, dengan kain bersih menyelimuti bayi, usap darah/lendir dari wajah dengan mengunakan kain bersih dan kering atau kassa lap untuk menjaga uadara terhalang atau pernafaan terhalang. Periksa ulang pernafasan bayi (sebagian bayi akan menangis atau bernafas sepontan dalam waktu 30 detik setelah lahir). 3) Dan nilai AFGAR sekornya, jika bayi bernafas megap-megap atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir (Saifudin, 2002). d. Hiperbilirubin Bayi Baru Lahir 1. Pengertian hiperbilirubin Hiperbilirubin terjadi apabila terdapat akumulasi dalam darah, sehingga kulit bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa hiperbilirubin akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl, sedangkan pada neonatus baru akan tampak apabila serum bilirubin >5 mg/dl. Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatum
setelah
ada
hasil
laboraturium
yang
menunjukan
peningkatkan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubin di bagi dua yaitu :
9
hiperbilirubin fisiologis dan hiperbilirubin patologis. Hiperbilirubin fisiologis apabila kadar bilirubin tidak >10 mg/dl pada bayi kurang bulan dan 12 mg/dl pada bayi cukup bulan. Hiperbilirubin patologis apabila kadar bilirubin total >12mg/dl. Pada bayi cukup bulan, sedangkan
pada
bayi kurang
bulan
bila
kadar
>10
mg/dl
(Maryanti,2011) e. Klasifikasi hiperbilirubin 1) Hiperbilirubin fisiologis a) Timbul pada hari kedua, ketiga. b) Kadar bilirubin identik (larut dalam air) tidak melewati 12mg/dl. Pada neonates cukup bulan dan 10 mg/dl pada kurang bulan. c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg/dl per hari. d) Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1 mg/dl. e) Hiperbilirubin akan hilang pada 10 hari pertama. f)
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu.
Hadits pertama: Dari ‘Ubaidillah bin Abi Rofi’, dari ayahnya (Abu Rofi’), beliau berkata,
صلهى ه سو َل ه س ِن ْب ِن ُ َرأَ ْيتُ َر َ سل ه َم أَ هذ َن فِي أُ ُذ ِن ا ْل َح َ َّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ َِّللا ص ََل ِة َ َعلِ ٍّي ِح اط َمةُ بِال ه ِ َين َولَ َد ْتهُ ف “Aku telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telinga Al Hasan bin ‘Ali ketika Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi) 2) Hiperbilirubin patologis. Hiperbilirubin yang kemiungkinan besar menjadi patologis yaitu. a) Hiperbilirubin yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. b) Hiperbilirubin dengan kadar bilirubin melebihi 12 mg/dl pada neonatus cukup bulan dan 10mg/dl pada neonatus kurang bulan.
10
c) Hiperbilirubin denagn peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl per hari. d) Hiperbilirubin yang menetap sesudah 2 minggu pertama. e) Hiperbilirubin
yang
mempunyai
hubungan
dengan
proses
hemolitik, infeksi atau keadaan fatologis lain yang telah diketahui. f) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg/dl. 3) Metabolisme bilirubin Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan produksi yang berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75% bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek (free bilirubin) dan bentuk inilah yang dapat masuk ke jaringan otak dan menyebabkan kernicterus. Sumber lain kemungkinan besar dari sumsum tulang dan leher, yang terjadi dari dua komponen, yaitu komponen non-eritrosit dan komponen eritrosit yang terbentuk dari eritrpoiesis yang tidak sempurna. (Surasmi 2003). Sebagian besar bilirubin yang terkonjungsi ini diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagai diabsorpasi kembali oleh mukosa usus dan terbetuklah peroses enterohepatik. Pada janin sebagian bilirubin yang di serap kembali diekskresi melalui plasenta pada BBL ekskresi memalui plasenta terputus, karna bila fungsi hepar belum matang atau terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksa, asidosis, atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil teansferase atau kekurangan glukosa, maka keadaan bilirubin identik dalam darah dalam meninggi. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun, sehingga terjadi akumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang akan meningkatkan gejala sisa di kemudian
11
hari, karna itu bayi penderita hiperbilirubin sebaiknya baru dianggap fisiologis
apabila
dibuktikan
bukan suatu keadaan
patologis.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada konsentrasi tertentu hiperbilirubin,
pemeriksaan
lengkap
harus
dilakukan
untuk
mengetahui penyebabnya pengobatanpun dapat di laksanakan secara dini. Kadar bilirubin yang menimbulkan efek patologis ini di sebut hiperbilirubinemia. 4) Etiologi Hiperbilirubin dapat disebabkan oleh berbagai keadaan: a) Peningkatan produksi. 1) Hemolisis, missal pada inkompatilibitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO. 2) Pendarahan tertutup, misalnya pada trauma kelahiran. 3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi gipoksa atau asidosis. 4) Kurangnya enzim glukoronil transeferase, sehingga kadar bilirubin identik meningkat, misalnya pada bayi lahir rendah. 5) Kelainan congenital dan dubin hiperbilirubin. 6) Gangguan
transpertasi
akibat
penurunan
kapasitas
pengangutan, misalnya pada hipoalbumin atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine. 7) Ganggaun fungsi hati yang di sebabkan oleh beberapa mikro organisme, atau toksin yang langsung merusak sel hati darah merah seperti infeksi toksoplasmosis, syphilis. 8) Gangguan ekspresi yang terjadi intra atau ekstra hapatik. 9) Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif. (Maryanti,2011) 5) Patofisiologi Peningkatan
kadar
bilirubin
tubuh
dapat
terjadi
pada
beberapakeadaan. Keadaan yang sering di temukan adalah apabila
12
terjadi penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan hai ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan penghancuran eritrosit, polistemia (Maryanti 2011). Gangguan
pemecahan
bilirubin
plasma
juga
dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosia, keadaan lain yang memperhatikan peningkatan kadar bilirubin adalah apa bila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskrasi, misalnya sumbatan saluran empedu, pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama di temukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak, saat ini memungkinkan efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kemikterus, pada umumnya dianggap bahwa kelainan dalam syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada kenyataan neonatus, bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia ( Maryanti 2011). 6) Tanda dan gejala. a) Dampak Pada permulaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar. b) Letargik (lemas). c) Kejang. d) Tidak mau menghisap putting susu. e) Dapat tuli, gangguan bicara, dan retardasi mental. f)
Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat di sertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis, yang di sertai dengan ketegangan otot.
g) Perut buncit. h) Pembesaran pada hati.
13
i)
Fases berwarna seperi dempul.
j)
Tamapak
ikterus,
sklera,
kuku,
kulit
dan
membrane
mukosakuning pada 24 jam pertama yang di sebabkan oleh penyakit
hemolitik
waktu
lahir,
sepisis
atau
ibu
dengan
diabetic/infeksi. k) Muntah, anoreksia, warna urin keciklatan atau aga gelap (Maryanti 2011).
7) Dampak hiperbilirubin. Hiperbilirubin dapat menyebabkan gangguan pendengaran, apabila bilirubin tak terkonjugasi melewati blood brain barrier, bilirubin tersebut juga di timbulkan di daerah ganglia basalis, dan juga pada daerah vestibule–cochlear nucleus dan sebagai akibatnya adalah sebagi terjadi gangguan pendengaran sensorineural, zamia dkk (2004) telah melaporkan bahwa 33% bayi baru lahir dengan kadar bilirubin 15-25 mg/dl mengalami kehilangan gelombang kompleks pada IV dan V pada pemeriksaan auditory brainstem responses (ABR). Dengan demikian didapatkan hubungan yang signifikan antara hiperbilirubinemia dengan gangguan pendengaran pada
bayi,
mereka
menemukan
bahwa
pada
keadaan
hiperbilirubinemis berat didapatkan beberapa kerusakan pada koklea terutama trauma pada sel rambut bagia luar, keadaan ini juga ditemukaan pada hiperbilirubin sedang (<20 mg/dl)yang juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran. 8) Pencegahan hiperbilirubin a) Pencegahan penyakit kuning neonatal parah yang terbaik dicapai melalui perhatian terhadap setatus risikiko bayi belum pulang dari rumasakit,
melalui
pendidikan
orang
tua,
dan
melalui
perencanaan yang matang dari tidak lanjut. b)
Sebuah predischarge bilirubin pengukuran, diperoleh dalam pengukuran
transkutan
atau
serum
dan
diplot
menjadi
14
nomogram, telah terbukti menjadi alat yang di gunakan pada bayi yang membedakan dengan rasiko rendah kemudian mengembangkan nilai-nilai bilirubin. c)
Faktor risiko klinis termasuk usia kehamilan kurang dari 38 minggu, penggunaan oxcytocin atau vakum pada saat bersalin, pemberian ASI ekslusif saudara yang lebih tua dengan penyakit kuning neonatal yang di butuhkan fototerapi, kenaikan ≥6 mg/dl / hari (≥100 µ mol / L/ hari) secara total kadar bilirubin serum, dan hematoma atau memar yang luas. Berat badan lahir juga berhubungan dengan resiko pengembangan penyakit kuning siginfikan semakin tinggi berat lahir semakin tinggi resiko (Maryanti , 2011) . Cara paling mudah untuk mengatasi hiperbilirubin pada bayi dengan cara pemberian ASI sesering mungkin agar cepat terjadi pergantian cairan dalam tubuh bayi, serta menjemur bayi pada jam 7 sampai jam 9 pagi, bila hiperbilirubin pada bayi mempunyai kadar hiperbilirubin cukup tinggi harus di lakukan fototrapi dimana bayi di beri sinar biru yang diarahkan kekulit sehingga proses kimia pada molekul bilirubin di bawah jaringan kulit, sehingga bilirubin dapat segera di buang tanpa perlu metabolism terlebih dahulu oleh hati. Dikhawatirkan akan menybabkan klerusakan otak bayi, maka kemungkinan dilakukan tranfusi harus dipenuhi jika hiperbilirubin pada bayi mencapai kadar bilirubin yang sangat tinggi (Maryanti 2011).
9) Penatalaksanaan medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubin, pengobatan mempunyai tujuan menghilangkan anemia, menghilangkan antibody maternal dan eritrosit
tersensiasi
meningkatan
serum
albumin
di
badan,
menurunkan serum bilirubin metode terapi pada hiperbilirubin
15
meliputi: fototerapi, tranfusi pengganti, infus albumin dan terapi obat (Surasmi, 2009). a) Fototerapi di beriakan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan fototerapi propilakdi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat nadan lahir rendah. Cara kerja terapi sinar yaitu melakukan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetarpirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapat dilarutkan melalui urine dan faeces. Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu
duodenumdan
dan
menyebabkan
bertambahnya
pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin keluar bersama faecea, demikian kadar bilirubin akan menurun (Surasmi,2009). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah: a. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam b. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam, sebelum digunakan cek apakah lampu semuanya menyala tempelkan pada alat terapi sinar,
penggunaan
yang
keberapa
pada
bayi
itu
untuk
mengetahui kapan mencapai 500 jam pengguanaan. c. Pasang table, kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi. Komplikasi fototerapi : a. Terjadi dehidrasi karna pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insensible water loss (IWL) penuangan cairan. Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar. b. Frekwensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan emperdu dan meningkatnya peristaltik usus. c. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkenasinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
16
d. Gangguan retina bila mata tidak ditutup. Kenaikan suhu akibat sinar lampu jika hal ini terjadi sebagai lampu dimatikan, terapi diteruskan jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara , bayi di kompresdingindan diberikan ekstra minum (Surasmi, 2009). 2. Transpusi Tranfusi pengganti atau lmediat diindikasikan adanya faktorfaktor: Titer antri Rh lebih dari 1:16 pada ibu penyakit hemolisis berat badan bayi baru lahir, penyakit hemolysis pada bayi saat lahir pendarahan atau 24 jam pertama. Tes coombs positf kadar bilirubin direk lebih besar 3,5 mg/dl pada minggu pertama, serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl, bayi dengan hidrops saat lahir. Bayi pada resiko terjadi kern ikterus. Tranfusi pengganti digunakan untuk : a.
Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal.
b.
Menghilangkan sel darah merah untuk tersensitasi (kepekaan)
c.
Menghilangkn serum bilirubin.
d.
Meningkatkan
albumin
bebas
bilirubin
dan
meningkatkan
keterikatan dengan bilirubin pada Rh inkomptabiliti diperlukan tranfusi darah golongan 0 segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif, whole blood. darah yang dipilih mengandung antigen A dan antigen B yang pendek, setiap 4-8 jam kadar bilirubin harus di cek, hemoglobin harus dicek, hemoglobin harus harus di periksa setiap hari sampai stabil (Surasmi ,2009). 3. Therapi
obat
phenobarbital
dapat
menstimulasi
hati
untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengkerasnya obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan, penggunaan
penoborbital
pada
post
natal
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
masih
menjadi
17
Penelitian
yang
dilakukan
tujuan
penelitian
ini
untuk
mengetahui faktor-faktor apa sajah yang berpengaruh terhadap kejadian hiperbilirubinemia pada neonatus, metode penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan, pengumpulan data menggunakan data sekunder pasien yang berada di rumasakit dr. Soekardejo Tasikmalaya. B. Manajemen Kebidanan. 1. Pengetian Manajemen kebidanan adalah suatu metode berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dan memberi asuhan kebidanan, agar menggantung kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan, manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengoranisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan keterampilan, dalam rangkaian atau tahapan yang logis pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (soepardan, 2008). 2. Proses Manejemen Kebidanan Menurut varney dalam soepardan (2008), menyatakan langkahlangkah dalam manajemen kebidanan, yaitu sebagai berikut. a.
Langkah I : pengumpulan data dasar Pada langkah pertam dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkar dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : 1) Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan data, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, dan nifas bio-pisiko-sosiospiritual, serta pengetahuan klien. 2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tandatanda vital,meliputi : a) Pemeriksaan kasus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi). b) Pemeriksan penunjang (laboraturium dan catatan baru dan catatan sebelumnya)
18
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada formulir pengumpulan data kehamilan, persalinan dan masa nifas. Dalam
manajemen
kolaborasi,
komplikasi yang perlu dikonsultasikan
bila
klien
mengalami
kepada dokter, kepada bidan
akan melakukan upaya konsultasi, tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkagh berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menetukan benar tidaknya proses interperasi pada tahap sebelumnya oleh karna itu pendekatan itu harus komprehensif, mencakup data objektif dan subjektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat mengambarkan kondisi klien yang sebenarnya serta valid kaji ulang data yang sudah di kumpulkan apabila sudah tepat lengkap dan akurat. b.
Langkah II interprasi data dasar Pada langkah kedua dilakukan identipikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interferensi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterperesikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik, rumusan diagnostik maupun masalah keduanya harus ditangani. Meskipun masalah
tidak
dapat
diartikan
sebagai
diagnosis,
tetapi
tetap
membutuhkan penenganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang sedang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian, masalah juga sering menyertai diagnosis. c.
Langkah III: Identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan antifikasi penangananya sudah didentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, bidan diharapkan dapat waspada dan bersia–siap mencegah diagnosis/masalah potensal ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam memutuskan asuhan yang aman. Pada
langkah
ketiga
ini
bidan
dituntut
untuk
mampu
mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah
19
potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional/logis. d.
Langkah IV: menetapkan perlunya konsultasi dan kolaborasi segera dengan tenaga kesehatan yang lain . Pada langkah ini bidan mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuain dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan, jadi manajemen tidak hanya berlangsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prental saja. Tetapi selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya pada saat wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekrtja sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir, dalam hal ini bidan harus mampu mngevaluasi kondisi seperti klien untuk menentukan kapada siapa siapa sebaiknya konsultasi dilakukan. Penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan suatu tindakan
harus
disesuaikan
dengan
prioritas
masalah/kondisi
keseluruhan yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal–hal yang perlu dilakukan untuk mengantisifasi diagnosis/masalah potensial pada langkah sebelumnya. Bidan juga harus merumuskan tindakan emergensi/daruratbyang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bias dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan. e.
Langkah V: Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh. Pada langkah kelima direncanakan
asuhan menyeluruh yang
ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang
20
telah didentifikasikan atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap data dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut, pedoman antisipasi ini mencakup perkiran tentang hal yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau pisikologis, dengan kata lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien agar dapat dilaksanakan secara efektif. Semua keputusan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang didasarkan pada pengetahuan, teori terkini. Dan sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. f.
Langkah VI: pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman. Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman pelaksanaan ini biasa dilakukan seharusnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, namun ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar terlaksana). Situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut, penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya.
21
g.
Langkah VII:Evaluas. Evaluas dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah terpenuhi sebagaimana didefinisi di dalam diagnosis dan masalah, rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedang
sebagian
lagi
belum
efektif.
Mengingat
bahwa
proses
manajemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta melakukan penyesuian pada rencana asuhan tersebut. 3. Pendokumentasian Kebidanan Dengan Metode SOAP. Menurut Elisabeth (2015) bahwa pendokumentasian atau catatan manajemen kebidanan dapat diterapkan dengan metode SOAP. Uraian dari metode SOAP adalah: a.
S. Data Subyektif. Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kehawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis, Data Subyektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. b.
O. data Obyektif. Data obyektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut helen varney pertama adalah pengkajian data. Terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboraturium atau pemeriksaan
22
diagnostik lain. Catatan medis dan informsi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan dalam data obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. c.
Analysis atau Assessment Analysis atau Assessment (A) merupakan pendokumentasian hasil analysis dan interpetasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, Analysis yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang tepat.
d.
Planning Plening atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu tertentu, tindakan yang akan dilaksanakan harus membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Antara lain dokter, dalam planning ini juga harus mencantumkan evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan atau hasil pelaksanaan tindakan, evaluasi berisi analisis hasil yang telah dicapai dan merupakan pokus ketepatan nilai tindakan atau asuhan.
C. Konsep Dasar Penatalaksanaan Asuhan Pada Bayi Lahir Dengan Hiperbilirubin. Asuhan Kebidanan adalah urutan pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya dalam bidang
23
kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas , bayi setelah lahir serta keluarga berencana. Asuhan kebidanan didasarkan ilmu dan kiat kebidanan, perumusan diagnosa atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pencatatan asuhan kebidanan. Asuhan segera pada bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sapai 24 jam setelah kelahiran (Sudarti, 2010). Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bertujuan untuk memberikan asuhan yang akurat dan bersetandar pada bayi baru lahir dengan memperhatikan riwayat bayi selama kehamilan, dalam persalinan dan keadaan bayi setelah di lahirkan. (Sudarti 2010). Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, adalah terlaksananya asuhan segera atau rutin pada bayi baru lahur termasuk melakukan pengkajian, membuat diagnosa, mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial, tindakan segera serta merencanakan asuhan (Sudarti 2010). a. Data Subjektif Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan bayi baru lahir. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, data yang dikumpulkan terdiiri dari data subjektif dan data objektif. 1. Biodata a. Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi. b. Umur bayi : untuk mengetahui berapa umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan tindakan yang akan dilakukan, dan untuk mengetahui tingkat keparahan ikterus yaitu jika timbul pada 24 jam sesudah kelahiran termasuk ikterus patologis sedangkan jika timbul pada hari kedua–ketiga termasuk ikterus fisiologis.
24
2. Tanggal/jam
: Untuk mengetahui kapan bayi lahir, sesuai atau tidak
dengan perkiraan lahienya, dan untuk menegtahui tingkat kenaikan kadar bilirubin pada bayi cukup bulan atau bayi kurang bulan. 3. Jenis kelamin
:Untuk mengetahui jenis kelamin bayi dan
membedakan dengan bayi yang lain. 4. Nama ibu/ayah
: Untuk mengetahui nama penangung jawab.
5. Umur ibu/ayah
: Untuk mengetahui umur penangung jawab.
6. Suku bangsa
:
Untuk
mengetahui
bangsa
sehingga
mempermudah dalam berkomunikasi dengan keluarga pasien. 7. Agama
: Dengan diketahui agama
pasien, akan
mempermudah dan dukungan dalam memberikan dukungan mental dan dukungan spiritual dalam proses pelaksanaan asuhan kebidanan. 8. Pendidikan orang tua : tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan prilaku kesehatan, Dikaji untuk mempermudah penulis dalam menyampaikan informasi pada pasien. 9. Pekerjaan
: Mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan
terhadap permasalahan kesehatan pasien dan untuk menilai sosial ekonomi. 10. Alamat
: Mempermudah hubungan dengan anggota
keluarga yang lain apabila diperlukan dalam keadaan normal. b. Data objektif. 1. Penilaian bayi baru lahir. Keadaan umum dinilai satu menit pertama setelah lahir dengan menggunakan nilai APGAR score, dari penilaian itu dapat diketahui apakah bayi normal (Nilai APGAR 7- 10) asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6) asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) bila sampai 2menit nilai APGAR tidak sampai 7 maka bayi harus diresusitasi lebih lanjut, oleh karna itu bila bayi menderita asfiksia lebih dari 5 menit kemudian akan terjadi gejala neurologi lanjutan dikemudian hari yang lebih besar oleh karna itu penelitian APGAR Dilakukan selain pada umur 1 menit juga pada umur 5 menit (Wikoposestio 2007).
25
2. Tanda-tanda vital Tanda-tanda vital pada bayi normal menurut (Frasser, 2009). Meliputi : 1.
Suhu
: 36-37°C
2.
Nadi
: 120-160x/menit.
3.
Resfirasi : 30-60x/menit.
3. Pemeriksaan antropmetri pada bayi normal menurut djitowiyonon adalah: a.
Berat badan 2500-4000 gram.
b.
Panjang badan 48-52 cm.
c.
Lingkar dada 30-38 cm.
d.
Lingkar kepala 33-35 cm. Bayi biasanya mengalami penurunan berat badan dalam
beberapa hari pertama yang harus kembali normal pada hati ke-10. Bayi dapat ditimbang pada hari ke-3 atau ke-4 untuk mengkaji jumlah penurunan berat badan. Tetapi bila bayi tumbuh dan minum dengan baik, hal ini tidak diperlukan, sebaiknya dilakukan penimbangan pada hari ke-10 untuk memastikan bahwa berat badan lahir telah kembali (Johnson, 2005). 4. Pemeriksaan fisik. a. Kepala
: Kulit kepala bersih,rambut berwarna hitam, sutura terbuka tidak ada molase, tidak terdapat caput succedanum, tidak ada chepal hemathoma, ubunubun cembung.
b. Muka
: Bentuk simetris, bersih, tidak oedema, tidak pucat, tidak ada kelainan.
c. Mata
: Mata simetris, bersih tidak ada secret, conjungtiva pucat, sclera kuning,mata bersih, reflek glabelar (positf), ada reflek fuvil.
d. Telinga
: Letak telinga kanan Dan kiri simetris, terdapat lubang telinga tidak ada secret.
26
e. Hidung
: Simetris, tidak ada pemafasan cuping hidung, tidak ada cairan yang keluar atau lendir dari hidung, tidak ada polip, tidak ada kelainan.
f. Mulut
: Normal, bersih, bibir tidak stomatitis, gigi belum tumbuh, reflek rooting (positf), reflek sucking (positf),
g. Leher
: Tidak ada pembengkakan, tidak ada kelenjar getah bening, tidak ada kelenjar tyroid, kelenjar limfe, maupun vena jugularis, reflek tonick neck (positif).
h. Dada
: Simetris, tidak ada retraksi dinding dada, puting susu menonjol simetris, bunyi jantung regular, nafas normal, tidak ada nafas seperti wheezing dan ronchi.
i. Abdomen : Tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan, tidak ada pendarahan tali pusat dan tidak ada tanda infeksi tali pusat. j. Genetalia : Terdapat lubang vagina, uretra dan lubang anus, labiya mayor menutupi labiya minor tidak ada kelainan genetalia. k. Anus
: Terdapat lubang anus, meconium (positif) tidak ada kelainan.
l. Punggung : Tidak ada spina bivida, tidak ada pembengkakan, reflek gallant (positif) m. Ekstemitas Atas
: Simetris jumlah jari kanan dan kiri lengkap, kuku berwarna kuning, tidak ada kelainan, reflek graps (positif)
Bawah
: Simetris, jumlah jari kanan dan kiri lengkap, kuku berwarna kuning, tidak ada kelainan, reflek bebinsky (positif)
n. Kulit
: Warna kulit kuning, terdapat vemiks (negatif) tidak ada bercak mongol.
27
5. Data Penunjang Data penujang adalah data yang diperoleh
selain dari
pemeriksaan fisik (Matondang, 2003). Data penujnang meliputi pemeriksaan Hb dan golongan darah serta USG dan rontigen (Manuaba, 2007). pemeriksaan laboraturium pada bayi ikterus adalah Rh darah ibu dan jalan berlainan, kadar bilirubin bayi aterem lebih12,5 mg/dl premature lebih 15 mg/dl (Surasmi,2003). 6. Assesment Untuk melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa yang berdasarkan interpretasi diatas pada langkah ini data dikumpulkan dan diinterpretasi menjadi masalah atu menjadi diagnosa kebidanan (Varney, 2004) a. Diagnosa kebidanan Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang di tegakan dalam lingkup kebidanan (Varney 2007) Diagnos : NCB, SMK, ikterus neonatrum umur hari (kepmenkes nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007). b. Masalah potensial Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkinakan terjai berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Misalnya diagnosa potensial hiperbilirubin neonatrum potensial terjadi ensefalopati bilirubin (Sudarti, 2010). c. ketuban. Hal–hal
yang
dibutuhkan
oleh
pasien
dan
belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data (Verney, 2007). kebutuhan yang harus diberikan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin adalah oksigen
sesuai
terapi
pemberian
cairan
yang
cukup,
mengobservasi keadaan umum secara intensif menjaga supaya lingkungan sekitar terap nyaman dan hangat (Ngastiyah,2005).
28
7. Planning. Merancanakan asuhan yang rasional sesuai dengan temuan pada langkah sebelumnya (Sudarti,2010). Rencana asuhan dari diagnosa yang akan di berikan dalam kasus bayi baru lahir dengan ikterus fisiologs (Ngastiyah,2005). antara lain : ii. Mengobserfasi keadaan umum dan tanda vital. iii. Memenuhi kebutuhan nutrisi. iv. Menjemur bayi pada sinar matahari pagi jam 7–8 pagi selama15 menit sampai v. Memeriksa
bilirubin
30 menit. dalam
darah
dalam
pemeriksaan
laboraturium. vi. Kolaborasi dengan Sp.A mengenai terapi dan tindakan yang diberikan. vii. Memberikan rasa aman (Emotional security) baik secara kontak fisik maupun psikis sengan membawa mendekat ke tubuh ibunya dan digendong dengan lembut. viii. Selalu berinteraksidengan bayi untuk memberikan stimulasi. ix. Lakukan pencegahan infeksi seperti cuci tangan, ganti baju bila
mandi,
basah,
berkeringat
lebih,
basah
terkena
muntahan, kotor, ganti popok bila BAK/BAB (Surasmi,2010). 8. Pelaksanaan Menurut (Varney 2007), pada langkah ini pada asuhan menyeluruh seperti yang di uraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Penatalaksanaan ini bias dilakukan seharusnya oleh bidan atau sebagian oleh klien atau tenaga kesehatan lainnya, walaupun bidan tidak melakukannya sendiri tetapi dia tetap memikul tangung jawab untuk mengerahkan penatalaksanaan manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubin.
29
9.
Evaluasi Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tetapi belum efektif (Sudarti, 2010).
D.
Wewenang Bidan dan Landasan Hukum. Keputusan
mentri
464/MENKES/PER/X/2010
kesehatan tentang
Republik registrasi
dan
Indonesia
Nomor
peraktek
bidan
penyelenggaraan peraktek bidan.
Pasal 9. Bidan dalam menjalankan praktek berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: a. Pelayanan kesehatan ibu. b. Pelayanan kesehatan anak dan c. Pelayanan kesehatan reproduksi peremuan dan keluarga berencana.
Pasal 11 1. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana maksud dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi anak balita, dan anak pra sekolah 2. Bidan
dalam
memberikan
pelayanan
kesehatan
anak
sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 berwenang untuk : a.
melakukan
asuhan
bayi
barulahir
normal
termasuk
resusitasi
pencegahan hipotermi inisiasi menyusui dini injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal. (0-28 hari) dan perawatan talo pusat. b.
Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk UU RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan BAB VII kesehatan ibu, bayi , anak, remaja, lanjut usia, dan penyindang cacat, bagian kesatu : kesehatan ibu, bayi, dan anak.
30
Pasal 128 1. Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan , kecuali atas indikasi medis, 2. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus, 3. Penyediaan fasilitas khasus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan ditempat kerja dan tepat sarana umum.
Pasal 129 1. Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu secara eklusif. 2. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 131 1. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat. Cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. 2. Upaya memelihara kesehatan anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. 3. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dan ayat 2, menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan pemerintah dan pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA Al – Qur’an surat yunus:57 Azkah,T.(2005) Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta :EGC Dinas kesehaan jawa barat .(2012) Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2012.Tersedia Dalam Http://Www.Dinkes,Jabar.Go.Id Dinkes 20 April 2015. Dinkes tasikmalaya 2015 asuhan kebidanan pada kehamilan, Yogyakarta:pustaka baru press. Farids,D (2015). Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap kejadian hiperbilirubin pada neonatus di rumasakit umum daerah kota bandung. http://jurnalpendidikanbidan.com /arsip/29-mei-2013/113 faktor-faktor-yang –berpengaruh-terhadap-terjadinya-hiperbilirubinemiapada neonatus-di-rumasakit –daerah-kota -bandung-[dinkes 20 april 2015]. Fresser. Aksara.
(2009). Pengantar Asuhan Neonatus Neonatus Bayi Dan Balita, Surabaya: Binarupa
Hidayat . A. A. (2008) Keterampilan Dasar Peraktek Klinik Untuk Peraktek Kebidanan.Jakarta: Salemba Medika. Johnson.(2005) Ilmu Kebidanan Jakarta : Yayasan Nina Pustaka. Kemenkes. (2012). Profil Kesehatan Indonesia. Http://Www.Depkes.Go.Id[Diakeses 20 April 2015].
Tersedia
Dalam
(2007). Propil Kesehatan Indonesia. Tersedia
Dalam
Http:/Www.Depkes.Go.Id[Diakses 20 April 2016]. Maryanti, D.(2011).Buku Neonatus,Bayi,dan balita Jakarta : TIM Ngastiyah. (2005). Asuhan kebidanan patologi : Jakarta :trans info media Saifudin, (2010). Buku acuan neonatal pelayanan kesehatan meternaldan neonatal, Jakarta:JPNKKR. Sudarti. (2008). Metode penelitian kesehatan. Yogyakarta : nuha medika. Surasmi, A. (2009). Keperawatan Rasiko Tinggi. Jakarta :EGC Varney, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 2.Jakarta : ECG Wiknjosastro. (2007). Ilmu kebidanan Jakarta : yayasan bina pustaka sarwono Prawirhardjo. Elisabeth. (2015) .