ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DI RUANG DELIMA RSUD CIAMIS LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : WINDIANI APRILIANTI NIM. 13DB277091
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS DI RSUD CIAMIS KABUPATEN CIAMIS1 Windiani Aprilianti2Ayu Endang Purwati3Aulia Ridla Fauzi4 INTISARI Masa nifas disebut juga puerperium adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan. Tujuan dari asuhan kebidanan pada masa nifas adalah Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, pemberian ASI, teknik menyusui, imunisasi bayi, perawatan bayi dan Keluarga Berencana. Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan 7 langkah Varney dan didokumentasikan dalan bentuk SOAP. Asuhan kebidanan pada ibu nifas ini dilakukan di Ruang Delima RSUD Kabupaten Ciamis. Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis di RSUD Kabupaten Ciamis dilaksanakan cukup baik. Kata Kunci : Nifas Fisiologis Kepustakaan : 19 buku (2007-2016) Halaman : i-xi, 49 halaman, 8 lampiran 1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis4Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nifas adalah darah yang keluar dari Rahim yang disebabkan melahirkan atau setelah melahirkan, selama masa nifas seorang perempuan dilarang untuk shalat, puasa dan berhubungan intim dengan suaminya. Hal tersebut berdasarkan QS. Al=Baqarah Ayat: 222
ًَّْض َوالَ تَ ْق َربُىْ ه َُّه َحت َ ََويَسْأَلُىْ و ِ ض قُلْ هُ َىأَ ًذي فَا ْعت َِزلُىا الىِّســــَا َء فِي ْال َم ِحي ِ ك ع َِه ْال َم ِح ْ َي ُ طهُرْ نَ فَإِ َذاتَطَهَّرْ نَ فَـــأْ تُىه َُّه ِم ْه َحي َ َْث أَ َم َر ُك ُم هللاُ إِ َّن هللا ي ُِحبُّ التَّ َّىا ِب ْيهَ َوي ُِحبُّ ْال ُمت َطه ِّر ْيه Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah
(darah) haid adalah kotoran, maka menjauhlah kalian dari istri kalian di tempat keluarnya haid. Dan janganlah kalian mendekati mereka sampai mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Maksud dari menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya. Masa nifas disebut juga puerperium adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan,
pemulihan,
penyembuhan,
dan
pengembalian
alat-alat
kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hamper 50% dan kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh asanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan mordibitas ibu (Saleha, 2009). Masa nifas merupakan masa yang rawan karena ada beberapa risiko yang
mungkin
terjadi
pada
masa
1
itu,
antara
lain:
anemia,
pre
2
eklampsia/eklampsia, perdarahan post partum, depresi masa nifas, dan infeksi masa nifas. Menurut data diantara resiko tersebut ada dua yang paling sering mengakibatkankematian pada ibu nifas, yakni infeksi dan perdarahan. Menurut World Health Organization (WHO) jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan kelahiran anak. Pada tahun 2013 lebih dari 289.000 perempuan meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan (WHO, 2014). Adapun penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas tidak ditangani dengan baik dan tepat waktu. Kematian ibu pada masa nifas biasanya disebabkan oleh infeksi masa nifas (10%), ini terjadi karena kurangnya perawatan pada luka, perdarahan (42%) (akibat robekan jalan lahir, sisa placenta dan atonia uteri), eklampsi (13%), dan komplikasi masa nifas (11%) (Siswono, 2005). Berdasarkan data Word Health Organization (WHO) di Negara berkembang bahwa jumlah kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas tahun 2009 sebanyak 2650 orang. (WHO, 2009) Berdasarkan data dari dinas kesehatan
provinsi jawa barat tahun
2015 menunjukan bahwa angka kematian ibu (AKI) berjumlah 2 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB berjumlah
140 per 100.000 kelahiran hidup
(Dinkes jabar 2015). Sedangkan pada tahun 2013 angka kematian ibu (AKI) di provinsi jawa barat mencapai 83 per 100.000 ribu kelahiran hidup dengan penyebab perdarahan 248 (31,7%), hipertensi dalam kehamilan (29,3%) , infeksi (5,6%), partus lama (0,64%), abortus (0,12%), lain-lain (32,5%) (Dinkes Jabar, 2015). Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2015 sebesar 15 per 100.000 kelahiran hidup, kematian tersebut diakibatkan karena komplikasi persalinan. Selama tahun 2016 dari bulan Januari-Februari terdapat 2 orang yang meninggal dikarenakan oleh penyakit komplokasi obstetri. Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang
3
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu cara untuk menurunkan AKI di Indonesia adalah dengan persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan melakukan persalinan difasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan secara nasional pada tahun 2013 adalah sebesar 90,88%. Cakupan ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu jika dilihat dari cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih menurut provinsi di Indonesia pada tahun 2013, tiga provinsi dengan cakupan tertinggi adalah provinsi Jawa Tengah dengan cakupan 99,89%, Sulawesi Selatan 99,78%, dan Sulawesi Utara 99,59%. Sedangkan tiga provinsi dengan cakupan terendah adalah Papua 33,31%, Papua Barat (73,20%), dan Nusa Tenggara Timur (74,08%) (Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013). Masa nifas merupakan tantangan bagi banyak ibu yang baru melahirkan. Pemulihan dari proses melahirkan, belajar menjadi orang tua dan mengurus diri sendiri membutuhkan banyak energy. Masa nifas merupakan kejadian fisiologis dan pada masa nifas alat-alat genetalia interna dan eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Hal yang terpenting juga dalam masa nifas yaitu evaluasi terjadinya perdarahan, sebab perdarahan nifas bisa menyebabkan kematian pada ibu postpartum. Perdarahan pasca persalinan adalah komplikasi yang terjadi pada tenggang antara persalinan dan masa pasca persalinan. Faktor predisposisi antara lain adalah anemia, penyebab perdarahan yang paling sering adalah atonia uteri, retensio plasenta. Yang terpenting juga dalam masa nifas adalah laktasi. Sejak kehamilan muda sudah terdapat persiapanpersiapan pada kelenjar mamae untuk menghadapi masa laktasi. Tetapi seiring berjalannya waktu, banyak ibu-ibu yang enggan menyusui bayinya dengan alasan bekerja atau dengan menyusui dapat merubah bentuk payudara.
4
Menurut Nurul Aeni (2011) dalam penelitian yang berjudul Faktor risiko kematian ibu. Kematian ibu di Kabupaten Pati Tahun 2011 palingbanyak disebabkan oleh penyakit jantung, preeklamsi/eklamsi, dan perdarahan. Hasil tersebut berbeda denganhasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun2007 yang menemukan tiga penyebab utama kematianibu di Indonesia adalah perdarahan, preeklamsi/eklamsi,dan Infeksi.Berdasarkan sebaran pada tahun 2011, kematian ibu terjadi di 16 kecamatan dari 21 kecamatanyang ada di Kabupaten Pati, dengan kematian terbanyakterjadi di Kecamatan Tlogowungu dan Sukolilo. Berdasarkan waktu kejadian, kematian ibu palingbanyak terjadi pada masa nifas hingga 42 hari setelahpersalinan. Di Jawa Tengah, tahun 2010 lebih dari setengahkematian ibu terjadi pada masa nifas.8 Padapenelitian ini, sekitar 40% kematian ibu masa nifas terjadibeberapa jam setelah persalinan. Kondisi ini mengindikasikan mekanisme pengawasan setelah persalinanoleh tenaga medis yang masih lemah. Oleh sebab itu,Dinas Kesehatan Kabupaten Pati menginstruksikankepada para bidan untuk melakukan persalinan empattangan (penanganan persalinan oleh dua bidan), agarkondisi ibu dan bayi setelah melahirkan tetap terpantau,tetapi anjuran tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. Target
pemerintah
untuk
menurunkan
AKI
hingga
menjadi
102/100.000 kelahiran hidup dan AKB 23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup di perlukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 80%. Maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap kehamilan, persalinan, dan nifas di tangani oleh tenaga kesehatan dengan baik, tepat wakt, atau minimal di diampingi oleh bidan (Prawirohardjo, 2007). Upaya penurunan AKI salah satunya yaitu dengan peningkatan pelayanan
kebidanan
yang
menyeluruh
dan
bermutu
serta
berkesinambungan. Pelayanan tersebut yaitu pelayanan kebidanan secara komprehensif yang disebabkan dengan Standar Pelayanan Kebidanan dan kewenangan bidan yang tercantum dalam Kepmenkes Republik Indonesia No. 1464/Menkes/PER/X/2010. Bidan sebagai pelaksana aspek social obstetric dan ginekologi sehingga diagnosis dini dapat ditegakkan dengan
5
memberikan pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan perawatan bayi baru lahir serta mampu membantu masyarakat mengatasi masalah yang mungkin dijumpai selama masa tersebut. Berdasarkan data tersebut untuk meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, penulis merasa tertarik untuk melakukan asuhan kebidanan pada Ibu Nifas Ny. T Umur 24 tahun di RSUD Ciamis.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat ditarik perumusan
masalah
dalam
studi
kasus
ini
adalah
“Bagaimana
Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas Fisiologis di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis?”
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu memberikan Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas secara komprehensif sesuai standar pelayanan kebidanan dengan menggunakan pendekatan
manajemen
kebidanan
7
langkah
Varney
dan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP. 2. Tujuan Khusus Setelah mempelajari Askeb Post Partum pada ibu fisiologis diharapkan mahasiswa mampu: a. Mampu melakukan pengkajian data pada Ny. T Umur 24 Tahun P1A0, secara komprehensif melalui pendekatan manajemen kebidanan. b. Mampu menginterpretasikan data untuk mengidentifikasi diagnosa masalah pada Ny. T Umur 24 Tahun P1A0 melalui pendekatan manajemen kebidanan. c. Mampu mengidentifikasi diagnosa atau masalah pada Ny. T Umur 24
Tahun
P1A0
secara
komprehensif
melalui
pendekatan
manajemen kebidanan. d. Mampu menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera pada Ny. T Umur 24 Tahun P1A0 secara komprehensif melalui pendekatan manajemen kebidanan.
6
e. Mampu menyusun rencana asuhan yang menyeluruh pada Ny. T Umur 24 Tahun P1A0 secara komprehensif melalui pendekatan manajemen kebidanan. f.
Mampu mengimplementasikan asuhan pada Ny. T Umur 24 Tahun P1A0 di RSUD Ciamis tahun 2016.
g. Mampu mengevaluasi hasil asuhan pada Ny. T Umur 24 Tahun P1A0 secara komprehensif melalui pendekatan manajemen kebidanan.
D. Manfaat 1. Bagi Ibu Dengan melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas diharapkan ibu dapat melewati masa nifas tanpa terjadi komplikasi. 2. Bagi Profesi Dapat menjadi bahan pertimbangan sebagai upaya peningkatan mutu dalam memberikan asuhan kebidanan khususnya pada ibu nifas fisiologis. 3. Bagi Institusi a. Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dalam melakukan asuhan kebidanan untuk meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif, sehingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan khususnya Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. b. Pendidikan Agar institusi dapat menilai sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat dengan mempraktekkan dan menerapkan pada pasien/klien secara langsung dengan cara mengikuti pelatihan. 4. Bagi Penulis Studi kasus ini sebagai bahan masukan atau informasi untuk mahasiswa mampu mengaplikasikan seluruh teori ilmu yang telah didapat selama perkuliahan mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap praktek di lapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Masa Nifas 1.
Pengertian Masa Nifas (Postpartum) Menurut Nurul Jannah (2011) masa nifas disebut juga puerperium atau puerperium adalah masa persalinan, masa perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan. Menurut Anik Maryunani (2010) Masa Nifas atau puerperium adalah masa setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu.Istilah puerperium (berasal dari kata puer artinya anak parele artinya melahirkan). Menunjukan periode 6 minggu yang berlangsung antara berakhirnya periode persalinan dan kembalinya organ-organ reproduksi wanita ke kondisi normal seperti sebelim hamil.
2.
Nifas Menurut Islam Nifas adalah darah yang keluar dari Rahim yang disebabkan melahirkan atau setelah melahirkan, selama masa nifas seorang perempuan dilarang untuk shalat, puasa dan berhubungan intim dengan suaminya. Hal tersebut berdasarkan QS Al-Baqarah ayat : 222
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.Katakanlah : “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka, itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya
allah
menyukai
orang-orang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
7
yang
8
Yang
dimaksud
dengan
menjauhi
mereka
adalah
tidak
menyetubuhinya. Disisi lain nifas menurut islam batasan maksimalnya para ulama berselisih pendapat. Menurut as Syafi’iyah biasanya nifas itu empat puluh hari, sedangkan menurut al Malikiyah dan juga as Syafi’iyah paling lama nifas itu adalah enam puluh hari, menurut al Hanafiyah an al Hanabilah paling lama empat puluh hari, bila lebih dari empat puluh hari maka darah istihadhah. Dalilnya adalah hadis berikut ini :
“Dari Ummu Slamah r.a berkata: para wanita yang mendapat nifas, dimasa Rasulullah duduk selama empat puluh hari empat puluh malam (HR. Khamsah kecuali Nasa’i). 3.
Klasifikasi Masa Nifas Klasifikasi Masa Nifas Menurut Suherni (2009), dalam jurnal ilmiah AKBID Mitra Husada nifas atau puerperium dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: a.
Puerperium dini yaitu masa kepulihan ibu, yakni saat ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan.
b.
Puerperium intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genetalia yang lamanya kira-kira antara 6-8 minggu.
c.
Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan umtuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu hamil atau persalinan mengalami komplikasi.
4.
Perubahan Fisiologi Masa Nifas a.
Uterus Involusi uteri adalah proses uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Uterus biasanya berada di organ pelvik pada hari ke-10 setelah persalinan involusi uterus lebih lambat pada multipara. Penurunan ukuran uterus dipengaruhi oleh proses autolysis protein intraseluler dan sitoplasma myometrium. Protein dinding Rahim di pecah, diabsorbs dan kemudian di buang dengan air kencing. Hal ini bisa dibuktikan dengan pemeriksaan dengan
9
kadar nitrogen dalam air kencing ibu. Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan endrometrium dan myometrium pada tempat plasenta diserap oleh sel-sel granulosa sehingga selaput basal endrometrium kembali di bentuk. Proses involusi uterus adalah: 1)
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterin. Enzim proteolitik akan memendekan dan menggecilkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 klai panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan, jadi bukan sel otonya yang berkurang tetapi sel tersebut mengalami proses pengecilan.
2)
Polymorph phagolitik dan macrophages di dalam sistem vaskuler dan sistem limphatik.
3)
Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin). Penyebab kontraksi dan retraksi otot Rahim sehingga akan mengompres pembuluh darah yang menyebabkan akan mengurangi suplai darah ke uterus, proses ini akan mengakibatkan ukuran rahim semakin berkurang. Tabel 2.1
Tinggi Fundus Uterus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi Involusi
Tinggi Fundus uTerus
Hari pertama
Satu jari dibawah pusat
1 minggu
1/3 antara simpisis pusat
2 minggu
Tidak teraba
3 minggu
Tidak teraba
8 minggu
Normal
Sumber: Prawirohardjo, 2008 b.
Pengeluaran lochea Lochea adalah cairan yang keluar dari liang vagina atau senggama pada masa nifas. Cairan ini dapat berupa darah atau sisa lapisa rahim. Berbau amis dan anyir, serta berbeda-beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan kerena proses involusi. Jumlah total lochea yang diproduksi 150-450 ml dengan
10
jumlah rata-rata 225 ml. selama 2-3 pertama setelah melahirkan, pengeluaran darah dari vagina tergantung pada perubahan ambulasi seperti berdiri dan duduk. Hal itu tidak perlu di khawatirkan karena masih dianggap normal (Akhiryanti, 2012). Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas empat tahapan: 1)
Lochea rubra atau merah (kruenta) adalah lochea yang keluar pada hari 1-3 masa postpartum, terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo dan mekonium.
2)
Lochea sanguinolenta. Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir berlangsung hari ke 4-7 postpartum.
3)
Lochea serosa adalah lochea yang keluar pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum, dimana lochea serosa ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan robekan atau laserasi plasenta.
4)
Lochea alba atau putih adalah lochea yang keluar setelah 2-6 minggu
postpartum
yang
hanya
berupa
cairan
putih
mengandung leukosit, sel desidus, sel epitel, selaput lendir serviks dan selaput jaringan mati. Biasanya lochea berbau agak amis, bila berbau busuk mungkin terjadi lokrostosis (lochea yang tidak lancar keluar) dan infreksi. Biala terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan lochea purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut dengan lochea statis. c.
Vulva dan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap selama 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormoneestrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke-4.
d.
Perineum Setelah persalinan, perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.Pulihnya tonus otot
11
perineum terjadi sekitar 5-6 mingu postpartum.Latihan senam nifas baik untuk mempertahankan elastisitas otot perineum dan organorgan reproduksi lainnya. Luka episiotomi akan sembuh dalam 7 hari postpartum. Bila teraji infeksi, luka episiotomi akan terasa nyeri, panas, merah dan bengkak. e.
Laktasi Kelenjar mamae telah dipersiapkan semenjak kehamilan umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau hari ketiga pasca persalinan. Pada hari pertama keluar kolostrum yaitu cairan kuning yang lebih kental dari air susu ibu. Mengandung banyak protein albumin, globulin dan benda-benda kolostrum, bila bayi meninggal laktasi harus dihentikan dengan membalut kedua mamae hingga tertekan atau memberikan bromokriptin hingga hormone laxtogenik tertekan. Kesulitan yang dapat terjadi pada masa laktasi: 1) Puting rata sejak hamil Ibu dapat menarik-narik puting susu. Ibu harus tetap menyusui agar puting selalu sering tertarik. 2) Puting Lecet Bisa disebabkan karena cara menyusui atau perawatan payudara yang tidak benar dan infeksi monilia. Penatalaksanaan dengan teknik menyusui yang benar, puting harus kering saat menyusui, puting diberi lanolin, monolia diterapi, dan menyusui pada payudara yang tidak lecet. Bila lecetnya luas, menyusui ditunda 24-48 jam dan ASI dikeluarkan dengan pompa. 3) Payudara Bengkak Payudara bengkak disebabkan pengeluaran ASI tidak lancar karena bayi tidak cukup sering menyusui atau terlalu cepat disapih.Penatalaksanaan dengan menyusui lebih sering kompres hangat, ASI dikeluarkan dengan pompa dan pemberian analgesik. 4) Mastitis Payudara tampak oedema, kemerahan dan nyeri yang biasanya
terjadi
beberapa
minggu
setelah
melahirkan.
12
Penatalaksanaan dengan kompres hangat/dingin, pemberian antibiotik, dan analgetik, menyusui tidak dihentikan. 5) Abses Payudara Pada payudara dengan abses, ASI dipompa, abses diinsisi, diberikan antibiotik dan analgetik. 6) Bayi tidak suka menyusu Keadaan ini bisa disebabkan karena pancaran ASI terlalu kuat sehingga mulut bayi terlalu penuh, bingung puting pada bayi yang disusui selang-seling dengan susu botol, puting rata dan terlalu kecil dan bayi mengantuk, penatalaksanaan pencarian ASI terlalu kuat diatasi dengan menyusui lebih sering, memijat payudara sebelum menyusui, serta menyusui dengan terlentang dengan bayi di taruh di atas payudara. Pada bayi dengan bingung ruting, hindari pemakaian dot botol dan gunakan sendok atau pipet untuk memberikan pengganti ASI.Pada bayi mengantuk yang sudah waktunya diberi ASI usahakan agar bayi terbangun. f.
Serviks Segera setelah postpartum bentuk servik agak menganga seperti corong.Bentuk ini disebabkan oleh kavum uteri yang dapat mengadakan kontraksi sedang servik tidak berkontraksi.Warna servik merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah konsistensinya lunak. Segera setelah janin dilahirkan dengan pemeriksa masih dapat dimasukan ke dalam kavum uteri setelah 2 jam hanya dapat dimasukan 2-3 jari dan setelah 2 minggu hanya dapat dimasukan 1 jari ke dalam kavum uteri.
g.
Endometrium Perubahan-prubahan
yang
terdapat
pada
endometrium
adalah timbulnay thrombosis, degenerasi dan nekrossi di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal ± 2,5 mm mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selapu janin, setelah 3 hari permukaan endometrium mulai rata akibat akibat lepasnya sel-sel dari bagian
13
yang mengalami degenerasi. Sebagian endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakan waktu 2-3 minggu. h.
Suhu Suhu badan pasca persalinan dapat naik lebih dari 0,5°C dari keadaan normal tapi tidak lebih dari tidak lebih dari 39°C setelah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan kembali normal. Bila lebih dari 38°C mungkin ada infeksi.
i.
Nadi Nadi umumnya 60-80 denyut per menit dan segere setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak terasa panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu badan.
j.
Tekanan Darah Tekanan darah biasanya tidak berubah biasanya akan lebih rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan atau yang lainnya. Tekanan darah akan tinggi apabila terjadi pre-eklampsi postpartum.
k.
Pernapasan Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernapasan juga akan mengikutinya kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran cerna.
l.
Nafsu Makan Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selam satu atau dua hari. Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam setelah melahirkan. Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan untuk menunda pemberian makan pada wanita pasca
14
partum yang sehat lebih lama dari waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal. m. Mobilitas Secara khas, penurunan tonus dan mobilitas otot traktus cerna
menetap
selama
waktu
yang
singkat
setelah
bayi
lahir.Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan mobilitas ke keadaan normal. n.
Pengosongan usus Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur antara lain : 1)
Pemberian diet atau makanan yang mengandung serat
2)
Pemberian cairan yang cukup
3)
Pengetahuan tentang pola eliminasi luka jalan lahir
4)
Bila usaha diatas tidak berhasil dapat pemberian huknah atau obat yang lain.
o.
Konstipasi Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena kurangnya makanan padat selama persalinan dank arena wanita menahan defekasi. Wanita mungkin menahan defeaksi karena perineumnya mengalami perlukaan atau karena ia kkurang pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan jika ia melakukan defekasi. Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar,
maka
diberi
obat
pencahar,
baik
peroral
ataupun
suposotoria. 5.
Perubahan Psikologis Perubahan psikologis pada masa nifas adalah sebagai berikut: a.
Masa taking in yaitu pada saat 1-2 hari setelah bersalin, ibu bersifat pasit dan sangat tergantung, segala energinya difokuskan kepada kekhawatiran tentang badannya.
15
b.
Masa taking hold yaitu terjadi pada hari 1-4 setelah bersalin, ibu menjadi khawatir akan kemampuannnya merawat bayi dan menerima tanggung jawab sebagai ibu yang makin besar. Pada tahapan ini ibu berupaya untuk menguasai keterampilan perawatan bayinya.
Ibu
mungkin
menjadi
sensitif
dalam
perasaan
ketidakmampuan merawat bayinya. c.
Masa letting go yaitu masa ini terjadi pada saat ibu sudah berada di rumahnya dan melibatkan keluarga, ibu mengambil tanggung jawab dalam merawat bayinya, menyesuaikan diri dengan tuntutan ketergantungannya, khusunya interaksi sosial. Depresi post partum terjadi pada masa ini, di antara penyebabnya adalah kecewa emosional
dan
takut
yang
dialami
selama
kehamilan
dan
persalinan, rasa sakit pada masa nifas awal, kelelahan karean kurang tidur pada masa persalinan dan post partum kecemasan pada kemampuan untuk merawat bayi di rumah, rasa takut menjadi tidak menarik lagi bagi suaminya. Menurut Marnik Ratnawati dalam jurnal ilmiah tentang gambaran adaptasi psikologis ibu nifas di Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang tahun 2013, ibu sudah mulai mampu mengontrol dirinya dalam hal kondisi fisik serta emosi. Semuanya dimulai dengan rasa khawatir tentang kemampuannnya sehingga ia berusaha
untuk
mengusai keterampilan merawat bayinya dengan meniru bidan atau perawat sampai akhirnya dapat melakukan secara mandiri. Seharusnya pada hari 5-6 minggu ibu sudah mampu beradaptasi (merawat bayi) mungkin ini dipengaruhi oleh umur dan persalinan ibu. Berdasarkan dari hasil tabulasi dan pembahasan maka disimpulkan oleh peneliti bahwa adaptasi psikolotis ibu niofas diketahui lebih dari setengahnya 17 responden (56,7%) di Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang. 6.
Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas a.
Nutrisi dan cairan 1)
Cairan, fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Minum cairan yang cukup untuk membuat tubuh ibu tidak dehidrasi. Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas
16
per hari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan diperol eh dari air putih, sari buah, susu dan sup. 2)
Nutrisi pada masa nifas meningkat 25% yaitu untuk produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Dari pendahuluan ibu masa nifas dahulu didapatkan 12 dari 14 ibu nifas yang belum mengetahui kebutuhan
nutrisi
masa
nifas
yang
belum
mengetahui
kebutuhan nutrisi masa nifas yaitu masih adanya pantangan makanan seperti telur dan ikan laut. Maka perlu dilakukan pengarahan tentang pengetahuan kebutuhan pada masa nifas karena
akan
berpengaruh
penting
tentang
proses
penyembuhan serta perkembangan bayinya. Salah satu keberhasilan ibu menyusui sangat ditentukan oleh pola makan, baik di masa hamil maupun setelah melahirkan. Agar ASI ibu terjamin kualitas maupun kuantitasnya makanan bergizi tinggi dan seimbang perlu dikonsumsi setiap harinya. Akhirnya, ibu harus menambah konsumsi karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh selama menyusui. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mutu
ASI
dan
kesehatan
ibu
terganggu,
juga
akan
mempengaruhi jangka waktu ibu dalam memproduksi ASI (Anonim, 2009). Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa ibu dengan gizi yang baik, umumnya mampu menyusui bayinya selama minimal 6 bulan. Sebaliknya pada ibu yang gizinya kurang baik, biasanya tidak mampu menyusui bayinya dalam jangka waktu selama itu, bahkan tak jarang air susunya tidak keluar. Mengingat pentingnya ASI pada tumbuh kembang bayi di masa awal kehidupannya, ada baiknya bila ibu mengupayakan agar ASI yang bermutu baik dapat diberikan pada
bayi
seoptimal
mungkin
(Anonim,
2010).
Perubahan
kebutuhan makanan bagi ibu nifas lebih banyak daripada makanan ibu hamil. Kegunaan makanan tersebut adalah:
17
a)
Memulihkan kondisi fisik setelah melahirkan
b)
Meningkatkan Produksi ASI (Air Susu Ibu) yang cukup dan sehat untuk bayi.
b.
Ambulasi Dini Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
pasien
keluar
dari
tempat
tidurnya
dan
membimbingnya Untuk berjalan. Ambulasi dini ini tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam dan keadaan lain yang membutuhkan istirahat. Keuntungannya yaitu: 1)
Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat.
2)
Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
3)
Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya.
4)
Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia. Ambulasi dini dilakukan secara perlahan namun meningkat
secara berangsur-angsur, mulai dari jalan-jalan ringan dari jam ke jam sampai hitungan hari hingga pasien dapat melakukannya sendiri tanpa pendamping sehingga tujuan memandirikan pasien dapat terpenuhi. c.
Eliminasi: Buang Air Kecil dan Besar Biasanya dalam 6 jam pertama post partum, pasien sudah dapat buang air kecil. Semakin lama urine ditahan, maka dapat mengakibatkan infeksi. Maka dari itu bidan harus dapat meyakinkan ibu supaya segera buang air kecil, karena biasanya ibu malas buang air kecil karena takut akan merasa sakit. Segera buang air kecil setelah melahirkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi post partum. Dalam 24 jam pertama pasien juga sudah harus dapat buang air besar. Buang air besar tidak akan memperparah luka jalan lahir, maka dari itu buang air besar tidak boleh ditahan-tahan. Untuk memperlancar buang air besar, anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat dan minum air putih.
18
d.
Kebersihan Diri Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ibu untuk melakukan personal hygiene secara mandiri dan bantuan dari keluarga. Ada beberapa langkah dalam perawatan diri ibu post partum, antara lain: 1)
Jaga kebersihan seluruh tubuh ibu untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi.
2)
Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, yaitu dari daerah depan ke belakang, baru setelah itu anus.
3)
Mengganti pembalut minimal 2 kali dalam sehari.
4)
Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali selesai membersihkan daerah kemaluan.
5)
Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untukmenyentuh daerah luka agar terhindar dari infeksi sekunder.
e.
Istirahat Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan kembali kekeadaan fisik. Kurang istirahat pada ibu post partum akan mengakibatkan beberapa kerugian, misalnya : 1)
Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
2)
Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
3)
Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan diri sendiri. Bidan harus menyampaikan kepda pasien dan keluarga agar ibu kembali melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan dan bertahap. Namun harus tetap melakukan istirahat minimal 8 jam sehari siang dan malam.
f.
Seksual Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Tetapi banyak budaya dan agama yang melarang sampai masa waktu tertentu misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah melahirkan. Namun keputusan itu tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
19
g.
Senam Nifas 1)
Pengertian senam nifas Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan, setelah keadaan ibu normal (pulih kembali). Senam nifas merupakan latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara fisiologis maupun psikologis. Wanita setelah persalinan mengeluh tubuhnya menjadi melar. Hal ini dapat dimaklumi karena merupakan akibat membesarnya otot rahim karena pembesaran selama kehamilan dan otot perut jadi memanjang sesuai usia kehamilan yang terus bertambah. Setelah melahirkan otot-otot belum kembali normal. Sehingga untuk mengembalikan tubuh ke
bentuk
dan
kondisi
semula
salah
satunya
dengan
melakukan senam nifas yang teratur di samping anjurananjuran lainnya. 2)
Waktu Untuk Melakukan Senam Nifas Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan secara teratur setiap hari. Kendala yang sering di temui adalah tidak sedikit ibu yang setelah melakukan persalinan takut untuk melakukan mobilisasi karena takut mersa sakit atau menambah pendarahan. Dengan melakukan senam nifas tepat waktu, maka hasil yang di dapatpun bisa maksimal. Senam nifas tentunya dilakukan secara bertahap hari demi hari. Bentuk senam nifas pada ibu bersalin normal berbeda dengan dan ibu bersalin caesar.
3)
Tujuan Senam Nifas Banyak sekali manfaat dalam melakukan senam nifas. Secara umum adalah untuk mengembalikan keadaan ibu agar kondisi ibu kembali seperti sediakala sebelum kehamilan, manfat itu antara lain: a)
Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai.
20
b)
Memperbaiki sikap tubuh setelah kehamilan dan persalinan dengan memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung.
4)
c)
Memperbaiki tonus otot pelvis.
d)
Memperbaiki regangan otot tungkai bawah.
e)
Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil.
f)
Memperlancar terjadinya involusi uterus.
Manfaat senam nifas Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikatp tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperbaiki otot tonus, pelvis dan perenggangan otot abdomen, memperbaiki juga membatu otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan.
7.
Tanda Bahaya Masa Nifas Setelah ibu melahirkan, maka ibu memasuki masa nifas atau yang lazim disebut puerpurium. Masa nifas (puerpurium) adalah waktu yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi seluruh alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil) dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa nifas atau pasca persalinan. Oleh karena itu, sangat penting bagi ibu dan keluarga untuk mengenal tanda bahaya dan perlu mencari pertolongan kesehatan pada tenaga kesehatan jika ditemukan tanda-tanda bahaya pada masa nifas. Pada masa nifas, perempuan sebaiknya melakukan ambulasi dini. Yang dimaksud dengan ambulasi dini adalah beberapa jam setelah melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan bergerak, agar lebih kuat dan lebih baik. Gangguan berkemih dan buang air besar juga dapat teratasi. Ibu nifas dan keluarga harus mendatangi tenaga kesehatan jika ditemukan tanda-tanda bahaya masa nifas seperti berikut ini: a.
Perdarahan pervaginam.
b.
Sakit kepala yang hebat.
c.
Pembengkakan di wajah, tangan dan kaki.
d.
Payudara yang berubah merah, panas dan terasa sakit.
e.
Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat dan anemia mudah mengalami infeksi.
21
f.
Infeksi bakteri.
g.
Demam, muntah dan nyeri berkemih.
h.
Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
i.
Kram perut.
j.
Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.
k.
Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung (Winkjosastro, 2008).
8.
Standar Pemberian Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL juga untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masa nifas (Saifuddin, 2007). Asuhan masa nifas yang dilakukan oleh bidan dimulai dengan mengumpulkan data, menginterpretasikan data untuk menentukan diagnosa masa nifas, membuat rencana dan melakukan tindakan dengan memantau kemajuan masa nifas serta menjamin keamanan dan kesejahteraan ibu pada masa nifas (Depkes, 2003). Berikut adalah asuhan yang diberikan pada kunjungan masa nifas normal dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2 Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal Kunjungan
Waktu
Asuhan
I
2-6 jam
Mencegah perdarahan mas nifas karena
postpartum atonia uteri Pemantauan keadaan umum ibu Melakukan hubungan antara bayi dan ibu ASI eksklusif
II
2-6 hari
Memastikan involusi uterus berjalan normal,
postpartum uterus umbilicus
berkontraksi, dan
tidak
fundus ada
dibawah
tanda-tanda
perdarahan abnormal Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal Memastikan ibu mendapatkan istirahat yang
22
cukup Memastikan
ibu
mendapatkan
makanan
yang bergizi Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
III
2 minggu
Memastikan involusi uterus berjalan normal,
postpartum uterus
berkontraksi,
umbilicus
dan
tidak
fundus ada
dibawah
tanda-tanda
perdarahan abnormal Memastikan ibu mendapatkan istirahat yang cukup Memastikan
ibu
mendapatkan
makanan
yang bergizi Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
IV
6 minggu
Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
postpartum penyulit yang ia alami Memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas dan tanda-tanda bahaya yang dialami oleh ibu dan bayi. Sumber : Saifuddin (2007)
9.
Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas a. Pengertian Asuhan Nifas Asuhan kebidanan masa nifas adalah pentalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati sebelum hamil (Saleha, 2009). b. Tujuan 1)
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
23
2)
Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3)
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, pemberian ASI, teknik menyusui, imunisasi bayi, perawatan bayi dan keluarga berencana (Saleha, 2009).
c. Kebijakan teknis Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi
dan
menangani
masalah-masalah
yang
terjadi
(Saifuddin, 2007). d. Kegiatan Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas 1)
2-6 jam post partum a)
Subjektif Ibu mengatakan badannya masih terasa lemah, perut masih terasa mules, keluaran darah sedikit-sedikit, merasa tidak nyaman.
b)
Objektif (1) Keadaam umum letih. (2) Tanda-tanda vital dalam batas normal. (3) Fundus kuat berkontraksi baik. (4) Lochea kehitaman (lochea rubra), bau biasa, tidak ada gumpalan darah, jumlah perdarahan ringan (hanya perlu mengganti pembalut setiap 2-3 jam). (5) Buat air kecil lancar
c)
Analisa Data Nomenklatur: nama, umur, persalinan ke berapa, abortus ke berapa, 2-6 jam postpartum.
d)
Penatalaksanan (1) Penjelasan hasil pemeriksaan (2) Mendeteksi perdarahan masa nifas (3) Mengajarkan pada ibu dan keluarga mendeteksi perdarahan masa nifas (4) Pemberian ASI awal (5) Memfasilitasi bounding attachment antara ibu dan bayi
24
(6) Menjaga kehangatan bayi (7) Pendidikan
kesehatan
tentang
istirahat,
gizi,
kebersihan diri dan ASI eksklusif (Saifuddin, 2007). 2)
2-6 hari postpartum a)
Subjektif Ibu mengatakan bayi dapat menetek dengan baik
b)
Objektif (1) Keadaan umum baik (2) Tanda-tanda vital dalam batas normal (3) Payudara:
bentuk,
pembengkakan,
ASI,
masa
abnormal (4) Abdomen: tinggi fundus uteri (5) Lochea: warna, bau (6) Perineum: oedema atau tidak (7) Tungkai: tanda-tanda homman c)
Analisa data Nomenklatur: nama, umur, persalinan ke berapa, abortus ke berapa, 2-6 hari postpartum.
d)
Penatalaksanaan (1) Penjelasan hasil pemeriksaan (2) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus
dibawah
pusat,
tidak
ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau (3) Menilai tanda-tanda bahaya (4) Memastikan ibu cukup makan, cairan dan istirahat (5) Memastikan ibu menyusui dengan baik (6) Memberi konseling pada ibu mengenai perawatan tali pusat, menjaga kehangatan bayi dan perawatan bayi baru lahir (Saifuddin, 2007).
B. Teori Manajemen Asuhan Kebidanan Menurut Hellen Varney 2007 Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan
25
logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak, baik klien maupun pemberi asuhan. Menurut Helen Varney (1997) manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran
dan
tindakan
dengan
urutan
logis
dan
menguntungkan, menguraikan perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan yang berdasarkan teori ilmiah, penemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007). Proses
manajemen
kebidanan
merupakan
proses
pemecahan
masalah yang ditemukan oleh perawat-bidan pada awal tahun 1970an. Proses ini memperkenalkan sebuat metode dengan perorganisasian pemikiran
dan
tindakan-tindakan
dengan
urutan
yang
logis
dan
menguntungkan baik bagi klien maupun tenaga kesehatan. Manajemen kebidanan menguraikan bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan. Proses manajemen kebidanan menurut Varney (1997) adalah: 1.
Mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk menilai keadaan klien secara keseluruhan.
2.
Menginterpretasi data untuk mengidentifikasi diagnosis atau masalah.
3.
Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya.
4.
Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, serta rujukan berdasarkan konsisi klin.
5.
Menyusun rencana asuhan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah-langkah sebelumnya.
6.
Pelaksanaan langsung asuhan secara efisien dan aman
7.
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dan mengulang kembali penatalaksanaan proses asuhan. Meskipun proses tersebut dipecah menjadi tujuh langkah, namun
semunya
saling
berhubugnan
dan
berulang
kembali.
Untuk
bisa
mengevaluasi efektifitas rencana pengasuhan, diperlukan pengumpulan
26
data, pengevaluasian dan pembuatan rencana asuhan kembali. Berikut penjelasan secara rinci dari setiap langkah yang dirumuskan oleh Varney. 1.
Langkah I (Pertama): Pengkajian Data Dasar Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara: a.
Anamnesa
b.
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
c.
Pemeriksaan khusus
d.
Pemeriksaan penunjang. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu di konsultasikan kepada dokter dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan doker. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang di hadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan
sehingga
dapat
menggambarkan
kondisi
atau
masukan klien yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. 2.
Langkah II: Merumuskan Diagnosa atau Masalah Kebidanan Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduannya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuh standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
27
3.
Langkah III: Menantisipasi Diagnosa atau Masalah Kebidanan Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi.
4.
Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksaaan bukan haanya selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus. Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa bidan balam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidah juga harus merumuskan tindakan emergency atau segera untuk segera ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang bersifat rujukan.
5.
Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang akan diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan
28
apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi kultural atau masalah psikologi. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. 6.
Langkah VI: Impelementasi Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnay oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walapun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan
bagi
klien
adalah
tetap
bertanggung
jawab
terhadap
terlaksananya rencaan asuhan bersama yang menyerluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien. 7.
Langkah VII: Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diognosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan
serta
berorientasi
pada
proses
klinis,
karena
proses
penatalaksanaan tersebut belangsung di dalam situasi klinik dan dua langkah terkahir tergantung pada klien dan situasi klinik (Soepardan, 2008).
29
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas 1.
Pendokumentasian SOAP Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Hidayat, 2009). Untuk pendokumentasian asuhan dapat menggunakan catatan SOAP. Catatan SOAP adalah catatan yanb bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Pendokumentasian dalam bentuk SOAP, yaitu: a.
S : Subjektif 1)
Menggambarkan pendokumentasian yang diperoleh dari klien melalui anamnesa baik secara langsung maupun tidak langsung.
2)
Tanda gejala subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat menarce, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, riwayat KB, penyakit, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan, riwayat psikososial, pola hidup)
3)
Catata ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien.
Ekspresi
pasien
mengenai
kekhawatiran
dan
keluhannya dicatat sebagai kutipan langung atau ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa. Pada orang bisu, dibagian data dibelakagn “S” diberi tanda “0” atau “X” ini menandakan orang itu bisu. Data subjektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat. b.
O : Objektif 1)
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, baik pemeriksaan fisik umum maupun khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang yang dirumuskan dalam fokus untuk mengukung diagnosa.
2)
Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang behubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi, informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, hasil observasi,
30
informasi kajian teknologi (hasil laboratorium, sinar-X, rekam CTG dan lain-lain) serta informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukan dalam kategori ini. Apa yang diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakan. c.
A : Analisa Data 1)
Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan klien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun objektif, maka proses pengkajian
adalah
suatu
proses
yang
dinamik.
Sering
menganalisa adalah sesuatu yang penting dalam mengikuti perkembangan pasien dan menjamin suatu perubahan baru cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diambil tindakan yang tepat. 2)
Menggambarkan
pendokumentasian
hasil
analisa
dan
interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi : a)
Diagnosa atau masalah
b)
Antisipasi masalah lain atau diagnosa potensial
c)
Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, asuhan secara mandiri, kolaborasi maupun rujukan.
d)
P : Perencanaan Merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan (implementasi) dan evaluasi rencana (Hidayat, 2009).
31
Untuk mengetahui ketertarikan antara manajemen kebidanan Varney dan Sistem pendokumentasian SOAP dapat dilihat pada bagian ini Alur pikir Bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Proses Management Kebidanan
7 Langkah (varney) Data
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
5 Langkah (kompetensi bidan) Data
SOAP NOTES Subjektif & Objektif
Masalah/Diagnosa Antisipasi masalah potensial/diagnosa lain Menetapkan
Analisa
Assement/Diagnosa
kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Plan : Perencanaan Asuhan
Perencanaan Asuhan
Implementasi
Implementasi
Evaluasi
Evaluasi
a. Konsul b. Tes diagnostik c. Rujukan d. Pendidikan d. Konseling e. Follow up
Gambar 2.1Keterkaitan antara manajemen kebidanan dan sistem pendokumentasian SOAP Sumber : Depkes, RI (2003) dalam Muslihatun, WN (2010)
32
D. Wewenang Bidan Kewenagnan bidan Sesuai Permenkes Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi : 1.
Kewenangan normal a.
Pelayanan kesehatan ibu
b.
Pelayanan kesehatan anak
c.
Pelayanan
kesehatan
reproduksi
permpuan
dan
keluarga
berencana 2.
Kewenangan dalam menjalankan program pemerintah
3.
Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Kewenangan normal adalah kewenagnan yang dimiliki oleh seluruh
bidan. Kewenangan ini meliputi: 1.
Pelayanan kesehatan ibu a.
b.
Ruang lingkup: 1)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2)
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
3)
Pelayanan persalinan normal
4)
Pelayanan ibu nifas normal
5)
Pelayanan ibu menyusui
6)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
kewenangan: 1)
Episiotomi
2)
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
3)
Penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan
4)
Pemberian vitamain Fe pada ibu hamil
5)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
6)
Fasilitas atau bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
7)
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
8)
Penyuluhan dan konseling
9)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
10) Pemberian surat keterangan kematian 11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin
DAFTAR PUSTAKA AL- Qur'an Terjemahan. Jakarta: PT. syamil Cipta Media Akhiryanti, EN. (2012). Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta: Mitra Wacana Medika. Anonim 1, (2009). Konsep Dasar Masa Nifas. (http://www.lusa.web.id/konsep-dasar-masa-nifas/) Akses 4 April 2016. Anonim 2, (2010). Aspek Sosial Budaya Kesehatan Ibu dan Anak. (http://www.scribd.com/doc/50765925/MATERNITAS) akses tanggal 29 April 2016 Departemen
Kesehatan
(2003)
Tersedia
dalam
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/II/09/angka-kematian-ibudi-indonesia-masih-jauh-dari-target-mdgs-2005-690475.html.
[diakses
12 Mei 2016] Depkes, RI. (2003) dalam Muslihatun, WN. (2010). Dinkes Jabar (2015) Angkat Kematian Ibu di Jawa Barat Tahun 2015 (Internet). Tersedia dalam http://m.kompasiana.com/angka kematian-ibu-di-jawabarat_54f940b8a33311 ba078b4928&ei Hidayat, (2009). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Jannah, N. (2011) Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta AR-RUZZ MEDIA Maryunani. A (2010). Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Post Partum). Jakarta: CV Trans Info Media. Nurul, A. (2011). Catatan Kuliah Asuhan Ibu Nifas Askeb Ill Yogyakarta: Cyrillus Publisher Jabar. (2013). Analisis Data Penyebab Kematian Ibu di Provinsi Jawa Barat Tahun
2013
(internet).
Tersedia
dalam
https://www.slideshare.netlmobile/patenpisan/analisis-kematianibu2014-pogi-iabar [diakses 30 April 2016]. Prawihardjo,S dan Gudnanto, (2011) Asuhan Kebidanan Masa Nifas Postnatal Care. Jakarta: CV Trans Info Media. Prawirohardjo, S. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka
48
49
Prawirohardjo, S. (2008).Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Rahardjo, S dan Gudnanto. (2011). Asuhan Kebidanan Masa Nifas (Post Natal Care). Jakarta: CV. Trans Info Media. Rahmawati, M. (2013) Gambaran Adaptasi Psikologis Ibu Nifas di Desa Bandung Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang Jurnal llmiah Program Studi D3 Keperawatan STIKES Pemkab Jombang. Rukiyah, Y. A, Yulianti, Inana, M. (2013). Asuhan Kebidanan Ill (Nifas) Jakarta: CV. Trans Info Media. Saefudin, AB (2007). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bima Pustaka Sarwono Prawiharjo Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta. Salemba Medika Siswono, (2005). Program ASI Eksklusif Hingga Bayi Usia Enam Bulan. Available at: http://www.mediaindo.co.id. (Diakses tanggal 29 Maret 2016). Soepardan. (2008) Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Suherni, dkk. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) (2012). Tersedia dalam http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/11/09/angka-kematianibu-di-indonesia-masih-jauh-dari-target-mdgs-2015-690475.html. [Diakses 20 April 2016] Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC. Winkjosastro, (2008). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka. World
Health
Organization
(WHO).
(2009).
Maternal
Mortality.
(www.who.int.livehealth). Diakses tanggal 28 April 2016 World Health Organization (WHO). (2014). Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia. Amerika Serikat.