ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA III DENGAN RETENSIO PLASENTA DI BPM Hj WIWIN WINTARSIH AM.Keb KOTA TASIKMALAYA
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : SILVYA BEBY ISMAWAN NIM. 13DB277039
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA III DENGAN RETENSIO PLASENTA DI BPM WIWIN WINTARSIH KOTA TASIKMALAYA1 Silvya Beby Ismawan2Rosidah Solihah3Asep Gunawan4 INTISARI Retensio plasenta merupakan faktor penyebab kematian ibu bersalin sekitar 15-20% dan insidennya 1% untuk setiap kelahiran. Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setangah jam setelah janin lahir. Yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor maternal, faktor uterus, dan faktor plasenta itu sendiri. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III dengan Retensio Plasenta menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III dengan Retensio Plasenta dilakukan selama 1 hari di BPM Wiwin Wintarsih Kota Tasikmalaya. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III dengan Retensio Plasenta. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III dengan Retensio Plaseta di BPM Wiwin Wintarsih Kota Tasikmalaya dilaksanakan dengan baik.
Kata Kunci : Ibu Bersalin, Retensio Plasenta Kepustakaan : 22 sumber (2008-2013) Halaman : i-xii, 65 halaman, 10 lampiran
1Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah yang pasti dilewati oleh wanita normal dalam kehidupannya, masalah utama yang sering kali di hadapi dalam maternal care adalah masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB merupakan salah satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara. AKI dan AKB juga mengindikasikan kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial budaya serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2010). Perdarahan merupakan penyebab nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan, dan retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan. Menurut WHO (World Health Organization) dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu disebabkan oleh retensio plasenta dan insidennya adalah 1% untuk setiap kelahiran (Pratiwi, 2012). Kematian ibu pada waktu nifas biasanya terjadi akibat retensio plasenta, atonia uteri post partum dan persalinan dengan robekan perineum yang luas, 45% terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82–88% dalam dua minggu setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2010). Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum
lahir
dalam
setangah
jam
setelah
janin
lahir,
karena
ketidaksempurnaan proses pelepasan atau proses perlekatan, plasenta yang belum lahir dapat menyebabkan komplikasi dalam persalinan (Hakimi, 2010). Seperti dalam Qur’an Surat Ar-Rad Ayat 8 yang Isi nya sebagai berikut :
ٍ
ۖ ُ الَّل ُ َ ْ َ َ ا َْ ِ ُ ُّل ُْ َ ٰ َ ا َ ِي ُ ا ْ َْ َ ا ُ َ ا َ ْ َا ُ ُّل َ َ َ َ ُ ُ ْ 1
2
2
ٍ ِْ َ ُ ِ ْ َ ا
Artinya : “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya dan ukurannya.” (QS. Ar-Rad: 8). Menurut WHO data AKI di Dunia pada tahun 2012 mencapai 220 per 100.000 KH (Kelahiran Hidup). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 AKI melonjak drastis 359 per 100.000 KH. Ini berarti
kesehatan ibu justru mengalami kemunduran selama 15 tahun. Pada tahun 2007 AKI Indonesia diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Di Provinsi Jawa Barat tahun 2014 AKI masih mencapai 747 per 100.000 KH. Target
Millenium
Development
Goals
(MDG’s)
tahun
2015
penurunan AKI mencapai 102 per 100.000 KH. Menurunkan AKI merupakan butir ke-5 dari MDG’s dan masih belum tercapai saat ini, sehingga masih banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan AKI (Kriebs, 2011). Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya pada tahun 2014 AKI mencapai 16 per 100.000 KH dan pada tahun 2015 AKI meningkat menjadi 20 per 100.000 KH. Sedangkan data kejadian kasus retensio plasenta pada tahun 2015 adalah 31 kasus, menurun dari tahun 2014 yaitu sebanyak 38 kasus (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2015). Terjadinya kematian ibu terkait dengan faktor penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia
masih
di
dominasi
oleh perdarahan,
eklampsia,
dan
infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena masih kurangnya K1 90%, K4 85%, anemia 12%, KEK 5%, juga masih banyak kasus 3 terlambat dan 4 terlalu, yang terkait dengan faktor akses,
3
sosial budaya, pendidikan, dan ekonomi. Kasus 3 terlambat meliputi, terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan, terlambat dirujuk, terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Masih cukup banyak ibu hamil dengan faktor risiko. 4 terlalu, yaitu terlalu tua hamil (hamil di atas usia 35 tahun) sebanyak 27%, terlalu muda untuk hamil (hamil di bawah usia 20 tahun) sebanyak 2,6%, terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4) sebanyak 11,8%, terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun) (Departemen Kesehatan RI, 2010). Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit (JNPK-KR, 2008). Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang mana program ini diperuntukan bagi ibu hamil, bersalin dan nifas yang kurang mampu. Keberhasilan Jamkesmas
tidak
hanya
ditentukan
oleh
ketersediaan
pelayanan
kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan
disamping
pola
pencarian
pertolongan
kesehatan
dari
masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting (JNPK-KR, 2008). Di BPM (Bidan Praktik Mandiri) Hj.Wiwin Wintarsih AM.Keb tahun 2015 terdapat 5 kasus retensio plasenta dari 220 persalinan spontan. Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran pervaginam dan 15% kasus retensio plaseta dialami oleh ibu dengan riwayat retensio plasenta (Hakimi, 2010). Menurut hasil penelitian di puskesmas Jagir Surabaya tahun 2012, terdapat 58 orang ibu bersalin dan 19 diantaranya mengalami retensio
4
plasenta mayoritas pada umur <20 tahun dan >35 tahun sebanyak 12 orang (66,7%) dibandingkan umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 7 orang (17,5%). Dari segi paritas yang mengalami retensio plasenta mayoritas pada multipara dan grandemultipara yaitu sebanyak 11 orang (55%) dibandingkan primipara yaitu sebanyak 8 orang (21,1%) (Zau E dan BS Endang, 2012). Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas
Huta
Rakyat Sidikalang tahun 2013, dari 35 bidan sebagai responden didapatkan hasil bahwa pengetahuan bidan tentang retensio plasenta mayoritas berpengetahuan cukup yaitu 19 orang (54,3%), sikap bidan terhadap retensio plasenta mayoritas baik yaitu 32 orang (91,4%), penatalaksanaan manual plasenta adalah sesuai standar sebanyak 27 orang (77,1%) (Etty C.R dan Mitsurya, 2013) Berdasarkan studi
pendahuluan pada bulan Maret 2016 di BPM
Hj.Wiwin Wintarsih, AM.Keb didapatkan 26 persalinan yang terdiri dari 18 persalinan normal, jumlah ibu bersalin patologi 8 (30,8%), persalinan dengan retensio plasenta 4 kejadian (15,4%), persalinan dengan ketuban pecah dini 1 kejadian (3,8%), persalinan dengan preeklampsi 2 kejadian (7,7%), dan persalinan dengan post matur / serotinus 1 kejadian (3,8%). Kejadian retensio plasenta yang merupakan angka kejadian paling tinggi, maka menurut penulis hal tersebut memerlukan penangan dengan tindakan kegawatdaruratan obstetrik, dan dengan melihat langsung kejadian retensio plasenta sebagaimana pada saat dilakukan studi pendahuluan, maka penulis bermaksud untuk melakukan studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Kala III dengan Retensio Plasenta Di BPM Hj.Wiwin Wintarsih,AM.Keb. Kota Tasikmalaya”
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik perumusan masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin Kala III dengan
5
Retensio
Plasenta
di
BPM
Hj.Wiwin
Wintarsih,AM.Keb
Kota
Tasikmalaya?”
C.
Tujuan 1.
Tujuan Umum Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta di BPM Hj. Wiwin Wintarsih,AM.Keb Kota Tasikmalaya.
2.
Tujuan Khusus a.
Melakukan pengkajian pada Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
b.
Melakukan interprestasi data serta merumuskan diagnosa kebidanan dengan masalah pada Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
c.
Mengidentifikasikan diagnosa potensial atau masalah pada Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
d.
Menetapkan kebutuhan pada tindakan segera pada Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
e.
Menyusun rencana asuhan kebidanan secara menyeluruh pada ibu bersalin Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
f.
Melaksanakan rencana asuhan kebidanan yang telah diberikan pada Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
g.
Mengevaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada bersalin Ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
D.
Manfaat 1.
Manfaat Bagi Program Studi D III Kebidanan STIKes Muhammadiyah Ciamis
6
Dapat menambah bahan referensi di perpustakaan dan menambah masukan untuk mengevaluasi kemampuan mahasiswa dalam menerapkan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta. 2.
Manfaat Bagi Lahan Praktik BPM Wiwin Wintarsih Dapat mempertahankan mutu pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan pada ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta.
3.
Manfaat bagi Ibu Bersalin Mampu melewati proses persalinan dengan aman dan nyaman.
4.
Manfaat Bagi Bidan Sebagai Tenaga Kesehatan Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta, serta sebagai bahan evaluasi dalam menilai kemampuan menyiapkan materi untuk persiapan praktik kebidanan secara langsung.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Konsep Dasar 1.
Konsep Dasar Persalinan a.
Definisi Persalinan Persalinan
adalah
suatu
proses
membuka
dan
menipisnya serviks disertai janin yang turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran merupakan suatu proses didorong keluarnya janin dan ketuban melalui jalan lahir (Prawirohardjo, 2010). Berdasarkan
pengertian-pengertian
diatas
dapat
disimpulkan bahwa persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi melalui vagina yang dapat hidup diluar uterus atau dunia luar (Sondakh, 2013). Proses dimana bayi akan memulai kehidupan baru di dunia luar dan akan mulai belajar melihat, mendengar, dan lain sebagainya, seperti dijelaskan dalam Qur’an Surat An-Nahl ayat 78 :
ِ ِ ِ َّم ُ ُ َوَال ُ َ ْ َ َ ُ ْ ْ ُ ُو ا َ َُّم َ ا ُ ْ َ ْ َ ُو َ َ ًْاوَ َ َ َ ل َ ال َّم ْ َ وَا ْ َْ َ ا َ وَا ْ َ ِْ َ َ لَ َ َّم ُ ْ َ ْ ُُو Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu
pendengaran,
penglihatan
dan
hati,
agar
kamu
bersyukur.” (QS. An-Nahl : 78). b.
Tahapan Persalinan Tahapan persalinan normal terdiri dari 4 kala, antara lain kala I yang merupakan waktu untuk pembukaan serviks hingga pembukaan menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten (pembukaan serviks yang berlangsung
7
lambat hingga pembukaan 3 cm, lamanya 7-8 jam) dan fase aktif (pembukaan serviks yang berlangsung selama 6 jam).
8
8
Fase aktif dibagi menjadi 3 sub fase, yaitu periode akselerasi yang berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm. Dan periode dilatasi maksimal yang berlangsung 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm. Serta periode deselerasi yang berlangsung 2 jam secara lambat, pembukaan menjadi 10 cm (Walyani, 2011). Gambar 2.1 Servikogram Sumber : Walyani (2011)
Kala II merupakan kala pengeluaran janin. Pada kala ini, his (Kontraksi) menjadi lebih cepat, kuat dan lama (2-3 menit sekali). Rasa mengedan pada pasien bersalin disebabkan karena kepala janin sudah turun dan masuk ke rongga panggul, sehingga terjadi tekanan pada otot dasar panggul dan rasa ingin buang air besar disebabkan karena adanya tekanan pada rektum. Tabel 2.1. Perbedaan Waktu Pembukaan Serviks Primigravida dan Multigravida Kala Persalinan Primi Multi Kala I
13 jam
7 jam
Kala II
1 jam
½ jam
Kala III
½ jam
¼ jam
Total Llama
14 ½ jam
7 ¾ jam
Persalinan
9
Sumber : Walyani (2011) Kala III merupakan waktu untuk pengeluaran uri. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras, tinggi fundus uteri setinggi pusat dan uterus menjadi dua kali lebih tebal dari sebelumnya. Beberapa saat kemudian akan muncul his pelepasan dan pengeluaran
uri. Kemudian seluruh plasenta terdorong
kedalam vagina dalam waktu 5-10 menit dengan sedikit dorongan dari atas simpisis atau fundus uteri. Penyebab terpisahnya plasenta dari dinding uterus adalah kontraksi uterus (spontan atau dengan stimulus) setelah kala II selesai. Berat plasenta mempermudah terlepasnya selaput ketuban, yang terkelupas dan dikeluarkan. Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode ekspulsi plasenta. Selaput ketuban dikeluarkan dengan penonjolan bagian pasien atau bagian janin. Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, plasenta akan terlipat, menebal, kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan terlepas dari
10
tempat implantasinya. Adapun anda-tanda pelepasan plasenta yaitu: a.
Perubahan bentuk dan tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus
biasanya
di
bawah
pusat.
Setelah
uterus
berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga, atau seperti buah pir atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan). b.
Tali pusat memanjang Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
c.
Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul
di
belakang
plasenta
akan
membantu
mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya grafitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta
melebihi
kapasitas
tampungnya,
darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Permasalahan yang terjadi pada kala III : a.
Antonia uteri
b.
Retensio plasenta Yang terakhir adalah kala IV yang merupakan waktu 1-2
jam setelah 15 menit lahirnya uri. Hal ini sesuai dengan pendapat Walyani (2011), bahwa pembagian kala dalam persalinan adalah mulai dari kala I sampai kala IV, sedangkan untuk pemantauan kala IV meliputi perdarahan, tanda-tanda vital, kontraksiuterus, TFU, dan kandung kemih. b.
Faktor-Faktor Penting Yang Mendukung Persalinan Faktor
yang
berperan
penting
dalam
mendukung
persalinan antara lain adalah faktor passenger, dimana besar dan
posisi
janin
merupakan
passenger
utama
yang
11
mempengaruhi jalannya persalinan. Bagian yang paling penting dari janin adalah kepala, dimana kepala mempunyai ukuran yang paling besar. Faktor lain adalah faktor passage atau jalan lahir. Jalan lahir ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian lunak yang terdiri dari serviks, vagina dan otot rahim serta bagian keras yaitu tulang-tulang panggul. Selain itu juga terdapat faktor power, yang merupakan tenaga yang dikeluarkan untuk melahirkan janin berupa kontraksi uterus dan dari tenaga mengejan pasien. Faktor psikologis juga merupakan faktor penting dalam persalinan, dimana saat persalinan akan terjadi perubahan psikologis pada pasien bersalin meliputi rasa cemas akan bayinya yang hendak lahir, kesakitan saat kontraksi dan ketakutan saat melihat darah. Faktor terakhir adalah faktor penolong, yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam menolong
persalinan.
Faktor
ini
sangat
penting
dalam
persalinan karena berpengaruh secara langsung terhadap kelangsungan hidup pasien dan bayi (Sondakh, 2013). Hal ini sesuai bahwa faktor yang penting dalam persalinan adalah power, passage, passanger, psikis, dan penolong. c.
Tanda dan Gejala Persalinan Beberapa tanda-tanda dimulainya proses persalinan pada kala I antara lain adalah terjadinya his persalinan, dimana his persalinan ini memiliki ciri-ciri : pinggang terasa sakit hingga menjalar ke depan, sifat his teratur, interval makin pendek dan kekuatan semakin besar, serta kekuatan his akan semakin bertambah jika digunakan untuk beraktivitas. Selain itu, pada awal persalinan juga akan ditemui pengeluaran
lendir
dengan
darah.
Sebab
terjadinya
pengeluaran lendir darah ini adalah adanya pembukaan dan
12
pendataran pada serviks yang disebabkan karena terjadinya his persalinan. Tanda persalinan yang lain adalah pengeluaran cairan. Dimana pada kasus persalinan, pada umunya akan terjadi pecah ketuban. Setelah ketuban pecah, diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam. Kemudian tanda persalinan juga dapat diketahui dari hasil-hasil yang didapatkan pada pemeriksaan dalam, antara lain: perlunakan serviks, pendataran serviks serta pembukaan serviks (Sondakh, 2013). Selain pada kala I, tanda persalinan juga dijumpai pada kala II. Tanda dan gejala kala II meliputi pasien merasa ingin meneran, adanya tekanan pada anus, perineum pasien menonjol, vulva-vagina dan sfingter ani membuka, serta lendir bercampur darah yang keluar semakin banyak. Selain itu, untuk menentukan tanda-tanda tersebut bisa dilakukan dengan periksa dalam. Pada periksa dalam ditemukan hasil bahwa pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) atau terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina (JNPK-KR, 2008). Setelah bayi lahir, tahap selanjutnya yaitu kala III berupa pengeluaran plasenta. Dimana pengeluaran plasenta ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld), serta adanya semburan darah mendadak dan singkat (JNPK-KR, 2008). d.
Kebutuhan Dasar Selama Persalinan Dalam proses persalinan, ada beberapa kebutuhan pada pasien
yang
harus
dipenuhi
untuk
menunjang
proses
persalinan. Kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi pada kala I antara lain adalah mengatur aktivitas dan posisi pasien. Dimana dalam kala I persalinan, pasien diperbolehkan untuk berposisi yang nyaman dan beraktivitas sesuai dengan kemampuannya, misalnya pasien dibolehkan berdiri, berjalan,
13
duduk, jongkok, merangkak, berbaring miring kiri, tapi tidak boleh terlentang. Suami dan keluarga bisa membantu pasien untuk melakukan posisi-posisi tersebut. Kebutuhan lain dalam kala I adalah membimbing pasien untuk rileks sewaktu ada his. Dimana saat terjadi his dalam proses persalinan, pasien dianjurkan untuk menarik nafas panjang dan menahannya kemudian ditiupkan kembali guna mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan oleh his tersebut. Selain
itu,menjaga
kebersihan
pasien
juga
perlu
dilakukan. Saat proses persalinan, pasien diharuskan untuk mengosongkan kandung kemih minimal setiap 2 jam atau jika ingin berkemih. Setelah berkemih, kebersihan daerah genitalia harus dijaga, karena dalam persalinan normal akan dilewati oleh janin. Jika genitalia tidak bersih maka bisa menimbulkan sumber infeksi. Pasien bersalin juga membutuhkan pemberian cairan dan nutrisi untuk menambah energi pasien dan mencegah dehidrasi. Jika terjadi dehidrasi pada pasien, maka sebagai akibatnya kontraksi bisa menjadi lambat dan tidak teratur (Maryunani, 2008). Selain pada kala I, kebutuhan dasar juga diperlukan pasien selama kala II persalinan antara lain adalah menjaga kandung kemih tetap kosong. Saat pasien merasa ingin berkemih, maka pasien dianjurkan untuk berkemih agar mempermudah proses penurunan kepala janin ke dasar rongga panggul. Kebutuhan selanjutnya adalah menjaga kebersihan pasien, dimana kebersihan pada daerah genital harus selalu dijaga agar terhindar dari terjadinya infeksi, yaitu dengan membersihkan genitalia saat ada lendir darah maupun cairan ketuban. Pemberian cairan juga merupakan kebutuhan pasien pada kala II. Dimana asupan cairan sangat penting bagi pasien
14
karena asupan cairan tersebut berguna untuk mencegah terjadinya dehidrasi yang bisa menghambat proses persalinan. Selain itu adalah kebutuhan dalam mengatur posisi pasien saat persalinan. Dimana saat memimpin meneran, pasien diperbolehkan untuk memilih posisi meneran yang nyaman bagi pasien (Rukiah, 2012). e.
Penatalaksanaan
pada
Asuhan
Kebidanan
Pasien
Bersalin Menurut Rukiah (2012), asuhan yang dapat diberikan pada kala I adalah membantu pasien dalam persalinan jika pasien tampak gelisah, memberikan dukungan atau asuhan saat pasien gelisah, menjaga hak dan privasi dalam persalinan, menjelaskan kemajuan persalinan dan hasil pemeriksaan pada pasien, menganjurkan pasien untuk mandi, menggunakan kipas angin jika pasien merasa panas, memberikan minum cukup
untuk
mencegah
dehidrasi,
menyarankan
pasien
berkemih sesering mungkin dan melakukan pemantauan pada kala I, yaitu: Tabel 2.2 Frekuensi Minimal Penilaian dan Intervensi dalam Persalinan Normal Parameter Tekanan
Frekuensi pada fase
Frekuensi pada fase
laten
aktif
Setiap 4 jam
Setiap 4 jam
Suhu Badan
Setiap 4 jam
Setiap 2 jam
Denyut
Setiap 1 jam
Setiap 30 menit
Setiap 1 jam
Setiap 30 menit
Setiap 4 jam*
Setiap 4 jam*
Setiap 4 jam*
Setiap 4 jam*
Darah
Jantung Janin Kontraksi Pembukaan Serviks Penurunan
15
Nadi
Setiap 30-60 menit
Setiap 30-60 menit
Sumber : Rukiah (2012) Menurut Rukiah (2012), asuhan yang dapat dilakukan pada pasien saat kala II persalinan yaitu pendampingan pasien oleh keluarga selama proses persalinan sampai bayi lahir, melibatkan anggota keluarga dalam membantu posisi nyaman pasien, melakukan rangsangan taktil, memberikan asupan nutrisi dan cairan, memberikan dukungan dan semangat, menganjurkan pasien meneran bila ada dorongan meneran, melakukan
pencegahan
terhadap
infeksi,
membantu
mengosongkan kandung kemih pasien. Asuhan yang dapat diberikan kepada pasien saat kala III persalinan meliputi memberikan kesempatan kepada pasien untuk memeluk bayi dan menyusuinya, memberitahu pasien setiap tindakan yang akan dilakukan, melakukan pencegahan infeksi,
memantau
perdarahan),
keadaan
melakukan
pasien
(TTV,
kolaborasi/rujukan
kontraksi, jika
terjadi
kegawatdaruratan, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan, serta memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III. Asuhan yang dapat diberikan kepada pasien saat kala IV persalinan antara lain memastikan tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan dalam keadaan normal, membantu pasien berkemih, mengajarkan pasien dan keluarganya dalam menilai kontraksi dan massase uterus, menyelesaikan asuhan awal pada BBL, mengajarkan pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya post partum (perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusui bayinya, kontraksi hebat), pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan serta menemani pasien selama kala IV (Rustam, 2009). Kemudian menurut Sondakh (2013), penatalaksanaan asuhan persalinan normal mulai kala II adalah 58 langkah Asuhan Persalian Normal (APN).
16
Hal ini sesuai dengan pendapat Maryunani (2008), Asuhan Persalinan Normal (APN) merupakan standar asuhan persalinan yang aman dan bersih bagi semua pasien bersalin yang harus diterapkan pada penolong persalinan. Asuhan Persalian Normal (APN), yaitu sebagai berikut: 1)
Melihat adanya tanda persalinan kala II.
2)
Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik sekali pakai 3 ml ke dalam wadah partus set.
3)
Memakai celemek plastik.
4)
Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
5)
Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6)
Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, kemudian isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7)
Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8)
Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9)
Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10)
Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai, kemudian pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11)
Memberi tahu pasien pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta pasien untuk meneran saat ada his apabila pasien sudah merasa ingin meneran.
17
12)
Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi pasien untuk meneran yaitu pada saat ada his, bantu pasien dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13)
Melakukan pimpinan meneran saat pasien mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14)
Menganjurkan pasien untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika pasien belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15)
Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut pasien, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16)
Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong pasien.
17)
Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18)
Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19)
Setelah itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah kain bersih dan kering, pasien jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum).
20)
Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21)
Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22)
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada pasien untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul
18
dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. 23)
Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum pasien untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24)
Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25)
Melakukan penilaian selintas, meliputi : a)
Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b) 26)
Apakah bayi bergerak aktif ?
Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering, kemudian membiarkan bayi atas perut pasien.
27)
Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28)
Memberitahu pasien bahwa pasien akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29)
Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30)
Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal pasien dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31)
Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut. Mengikat tali pusat
19
dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya. 32)
Letakkan bayi agar ada kontak kulit pasien ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap di dada pasien. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara pasien dengan posisi lebih rendah dari puting payudara pasien.
33)
Menyelimuti pasien dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34)
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva.
35)
Meletakan satu tangan diatas kain pada perut pasien, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi, sedangkan tangan lain menegangkan tali pusat.
36)
Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37)
Melakukan
penegangan
dan
dorongan
dorsokranial
hingga plasenta terlepas, minta pasien meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial). 38)
Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39)
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara
20
sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras) 40)
Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41)
Evaluasi
kemungkinan
perineum.
laserasi
Melakukan
pada
penjahitan
vagina bila
dan
laserasi
menyebabkan perdarahan. 42)
Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43)
Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada pasien paling sedikit 1 jam.
44)
Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45)
Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46)
Melanjutkan
pemantauan
kontraksi
dan
mencegah
perdarahan pervaginam. 47)
Mengajarkan pasien/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48)
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49)
Memeriksakan nadi pasien dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50)
Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51)
Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52)
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
21
53)
Membersihkan pasien dengan menggunakan air DTT, membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah, serta membantu pasien memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54)
Memastikan
pasien
merasa
nyaman
dan
beritahu
keluarga untuk membantu apabila pasien ingin minum. 55)
Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56)
Melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
2.
57)
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58)
Melengkapi partograf.
Konsep Dasar Retensio Plasenta a.
Definisi Retensio Plasenta Retensio
plasenta
adalah
terlambatnya
kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual plasenta). Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas kario karsinoma (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). b.
Klasifikasi Retensio Plasenta Menurut Arsinah (2010) terdiri dari : 1)
Plasenta adhesive Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2)
Plasenta akreta Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
3)
Plasenta inkreta
22
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/ memasuki miometrium 4)
Plasenta perkreta Implantasi jonjot korion plasenta menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5)
Plasenta inkarserata Tertahanya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh kontriksi ostium uteri.
c.
Etiologi Sebab Retensio Plasenta menurut Arsinah (2010): 1)
2)
Faktor-faktor maternal a)
Gravidarum berusia lanjut
b)
Multi paritas
Faktor-faktor uterus a)
Bekas section saesaria. Plasenta sering tertanam pada jaringan cicatrix uterus
b)
Bekas pembedahan uterus
c)
Bekas curettage uterus, yang terutama setelah kehamilan atau abortus
3)
d)
Bekas pengeluaran plasenta secara manual
e)
Bekas endomtrium
Faktor-faktor plasenta a)
Plasenta previa
b)
Implementasi corneal. Maka sebagian besar faktor etiologi tersebut masih diragukan dua faktor predisposisi yang paling sering adalah plasenta previa dan bekas section saesaria (Hakimi, 2010)
d.
Patofisiologi Segera setelah anak lahir uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil, yang
23
disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun serabut-serabut nya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan di celah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang (Arsinah, 2010). e.
Tanda dan Gejala 1) Plasenta Akreta Parsial/Separasi Konsistensi uterus kenyal, TFU setinggi pusat atau diatas
pusat,
bentuk
uterus
discoid,
perdarahan
sedang-banyak, tali pusat terjulur sebagian, ostium uteri terbuka, separasi plasenta lepas sebagian dan syok sering.
2) Plasenta Inkaserata Konsistensi uterus keras, TFU 2 jari bawah pusat, bentuk uterus globular, perdarahan sedang, tali pusat terjulur, ostium uteri terbuka, separasi plasenta sudah lepas, syok jarang. 3) Plasenta Akreta Konsistensi uterus cukup, TFU setinggi pusat atau diatas pusat, bentuk uterus discoid, pedarahan sedikit / tidak ada, tali pusat menjulur tidak memanjang, ostium uteri terbuka, separasi plasenta melekat seluruhnya, syok jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat (Prawihardjo, 2010) f.
Cara Pelepasan Plasenta 1)
Metode Ekspulsi Schultze Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya
24
tali pusat dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus (Chandra, 2009). 2)
Metode Ekspulsi Matthew-Duncan Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. bila lebih, hal ini patologik. Lebih besar kemungkinan terjadi pada implantasi lateral. Apabila plasenta
lahir,
umumnya
otot-otot
uterus
segera
berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal, plasenta akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap. g.
Beberapa Prasat untuk mengetahui apakah plasenta lepas dari tempat implantasinya 1)
Prasat Kustner a)
Tali pusat ditegangkan
b)
Tangan ditekankan di atas simfisis, bila tali pusat masuk kembali, berarti plasenta belum lepas.
2)
Prasat Strassman Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus (Chandra, 2009).
3)
Prasat Klein Parturien (pasien yang melahirkan) tersebut disuruh mengejan sehingga tali pusat tampak turun kebawah. Bila mengejan dihentikan dapat terjadi: a)
Tali pusat tertarik kembali, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
25
b)
Tali pusat tetap di tempat, berarti plasenta sudah lepas.
4)
Prasat Maryunani Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim,
sedangkan
mengencangkan
tangan
tali
kanan
pusat.
Kedua
memegang tangan
dan ditarik
berlawanan, dapat terjadi: a)
Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas.
b)
Tarikan terasa ringan dan tali pusat memanjang berarti plasenta telah lepas.
5)
Prasat Crede a)
Empat jari-jari pada dinding rahim belakang, pasien jari di fundus depan tengah
b)
Lalu pijat rahim dan sedikit dorong ke bawah, tapi jangan terlalu kuat, seperti memeras jeruk
c)
Lakukan sewaktu ada his
d)
Jangan tarik tali pusat, karena bisa terjadi inversion uteri
h.
Pengeluaran Plasenta Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan didorong ke segmen bawah rahim, ke dalam bagian atas vagina. Dari tempat ini plasenta didorong keluar oleh tenaga mengejan, 20% secara spontan dan selebihnya memerlukan pertolongan. Plasenta
dikeluarkan
dengan
melakukan
tindakan
manual bila : a)
Perdarahan lebih dari 400 sampai 500cc
b)
Terjadi retensio plasenta
c)
Bersamaan dengan tindakan yang disertai narkosa
d)
Dari anamnesa terdapat perdarahan habitualis
26
i.
Prosedur Manual Plasenta Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Plasenta manual adalah tindakan
untuk
(menggunakan
melepas
tangan)
dari
plasenta tempat
secara
manual
implantasinya
dan
kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri. 1)
2)
Persiapan a)
Pasang set dan cairan infuse
b)
Jelaskan pada prosedur dan tujuan tindakan
c)
Lakukan anestesi verbal atau analgesic per rectal
d)
Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri a)
Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
b)
Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan satu tangan sejajar lantai
c)
Secara obstetric masukan tangan lainnya (punggung tangan menghadap kebawah) ke dalam vagina menelusuri sisi bawah tali pusat
d)
Setelah mencapai bukaan serviks minta tolong asisten/penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri
e)
Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan dalam sampai ke kavum uteri, masukkan tangan dalam sampai ke kavum uteri, masukkan tangan dalam
3)
Melepas plasenta dari dinding uterus a)
Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah
b)
Setelah ujung-ujung jari masuk di antara plasenta dan dinding uterus, perluas pelepasan plasena dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri
27
sambil digeser ke atas (cranial pasien) hingga sampai perlekatan plasenta dari dinding uterus 4)
Mengeluarkan Plasenta a)
Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
b)
Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan
segmen
bawah
uterus)
kemudian
instruksikan asisten atau penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar. c)
Lakukan penekanan uterus kea rah dorso-kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disiapkan.
5)
Pencegahan infeksi pasca tindakan a)
Dekontaminasi sarung tangan serta peralatan lain yang digunakan.
b)
Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
6)
c)
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
d)
Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering
Pemantauan pasca tindakan a)
Periksa kembali tanda vital pasien
b)
Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan.
c)
Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.
d)
Beritahu pasien dan keluarga bahwa tindakan telah selesai
tetapi
pasien
masih
memerlukan
pemantauan dan asuhan lanjutkan e)
Lanjutan pemantauan pasien hingga 2 jam pasca tindakan sebelum dipindah ke ruang nifas.
B.
Teori Menajemen Asuhan Kebidanan
28
1.
Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan k
tindakan e
t
berdasarkan e
r
a
teori m
ilmiah, p
i
temuan-temuan, l
a
n
,
dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada pasien. 2.
Manajemen Kebidanan dan Langkah-langkah Asuhan Kebidanan Manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan, dimana setiap langkah disempurnakan secara periodik dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk kerangka lengkap yang dapat menjadi langkah-langkah tertentu dan dapat berubah sesuai dengan keadaan pasien. Tujuh langkah itu adalah : a.
Langkah I : Tahap pengumpulan data Pengkajian data adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien seperti data subjektif dan data objektif (Nursalam, 2008). Pada tahap ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, obserasi dan pemeriksaan tanda-tanda vital. 1)
Data Subjektif Data subjektif adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap situasi dan kejadian (Nursalam, 2008). a)
Identitas Menurut Nursalam (2008), meliputi :
29
(1)
Nama Untuk mengetahui dan mengenal pasien atau untuk membedakan pasien dengan pasien yang lain
(2)
Umur Untuk mengetahui faktor resiko yang ada hubungannya dengan umur pasien.
(3)
Agama Berguna untuk memberikan motivasi pasien sesuai dengan agama yang dianut.
(4)
Pendidikan Untuk mengetahui tingkat pendidikan yang nantinya
penting
dalam
memberikan
pendidikan kesehatan sesuai dengan tingkat pendidikannya. (5)
Pekerjaan Untuk mengetahui tingkat social ekonomi
(6)
Suku atau Bangsa Untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras
(7)
Alamat Untuk mengetahui dimana lingkungan tempat tinggalnya.
b)
Keluahan Utama Keluhan yang terjadi pada pasien bersalin dengan retensio plasenta adalah pasien mengeluh lemah, letih, berkeringat dingin, menggigil (Maryunani, 2008)
c)
Riwayat Kehamilan Sekarang Menurut Prawihardjo (2010), meliputi : (1)
Haid pertama dan haid terakhir dan tafsiran persalinan
30
Untuk mengetahui umur kehamilan, perkiraan lahir (Nursalam, 2008) (2)
Keluhan-keluhan pada trimester I,II,II Untuk
mengetahui
ada
gangguan
seperti
muntah-muntah, hipertensi, perdarahan waktu hamil muda (Nursalam, 2008) (3)
Dimana pasien memeriksakan kehamilannya. Untuk mengetahui tempat ANC (antenatal care) dan untukmengetahui riwayat kehamilan (Prawihardjo, 2010)
(4)
Sudah
berapa
kali
pasien
memeriksakan
kehamilannya Untuk mengetahui imunisasi TT (Tetanus Toxoid) sudah atau belum, kapan, berapa kali (Prawihardjo, 2010) d)
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, menurut Maryunani (2008). (1)
Kehamilan Untuk
memngetahui
jumlah
kehamilan
sebelumnya dan hasil akhirnya (abortus, lahir hidup, apakah anaknya masih hidup dan apakah dalam kesehatan yang baik). (2)
Persalinan Untuk mengetahui riwayat persalinan normal atau tidak, spontan atau buatan, lahir aterm, preterm atau posterm, ada perdarahan waktu persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan.
(3)
Nifas
31
Untuk mengetahui apakah pernah mengalami perdarahan, infeksi dan bagaimana proses laktasinya. (4)
Anak Jenis kelamin, berat badan waktu lahir, hidup atau meninggal, kalau meninggal pada usia berapa dan sebab meninggal, jarak yang terlalu
pendek,
kurang
2
tahun
juga
merupakan factor penyebab perdarahan post partum e)
Riwayat Kesehatan Menurut Nursalam (2008), meliputi : (1)
Riwayat kesehatan sekarang Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan mengetahui adakah penyakit lain yang bisa memperberat keaadaan pasien.
(2)
Riwayat penyakit sistemik Untuk mengetahui apakah pasien pernah menderita penyakit jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis,
DM,
hipertensi,
dan
epilepsy
(Nursalam, 2008) (3)
Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui apakah dalam keluarga adakah yang menderita penyakit menular, penyakit menurun, maupun keturunan kembar.
(4)
Riwayat Operasi Adakah
riwayat
pembedahan/operasi
khususnya yang berhubungan dengan struktur panggul yang sekiranya dapat mengganggu dalam proses persalinan ini (Nursalam, 2008). 2)
Data Objektif
32
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2008). a)
Keadaan umum Untuk mengetahui keadaan umum pasien apakah baik, sedang, jelek (Nursalam, 2008). Keadaan pasien bersalin dengan retensio plasenta yaitu sedang (Rukiah, 2012)
b)
Kesadaran Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien apakah composmentis
(kesadaran
penuh
dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan), somnolen (kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi), koma (tidak dapat bereaksi
terhadap
stimulus
atau
rangsangan
apapun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada) (Nursalam, dengan
2008).
retensio
Kesadaran plasenta
pasien
yaitu
bersalin
composmentis
(Rukiah, 2012) c)
Pemeriksaan fisik (1)
Tanda-tanda vital (a)
Tekanan darah Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi atau
hipotensi
(Maryunani,
2008).
Batas normal 110/60 – 140/90 mmHg. (Prawihardjo, 2010). (b)
Suhu Untuk mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak. Batas noral suhu tubuh yaitu 35,80C-370C. Kurangi
33
dari 350C dapat merupakan gejala dari preeklampsia, kekurangan
penyakit albumin
jantung,
dalam
darah
(Maryunani, 2008). (c)
Nadi Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit (Maryunani, 2008). Batas normal 60-100 kali per menit (Prawihardjo, 2010).
(d)
Respirasi Dinilai sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam
1
menit.
Apakah
pernafasan
kurang dari 40 kali per meni/lebih dari 60 kali permenit (Maryunani, 2008). d)
Inspeksi Adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan
indra
penglihatan,
pendengaran dan penciuman sebagai suatu
alat
mengumpulkan
data
(Nursalam, 2008). Menurut Prawihardjo (2010), meliputi: (1)
Kepala Untuk
mengetahui
kebersihan
rambut, rontok atau tidak. (2)
Muka Untuk mengetahui tampak pucat atau tidak.
(3)
Mata Untuk
mengetahui
konjungtiva
pucat atau merah muda, sclera kuning atau tidak.
34
(4)
Mulut dan gigi, gusi Untuk mengetahui ada karies gigi atau tidak, lidah bersih atau kotor, ada stomatitis atau tidak.
(5)
Kelenjar thyiroid Untuk mengetahui ada pembesaran atau tidak
(6)
Kelenjar getah bening Untuk mengetahui ada pembesaran atau tidak.
(7)
Dada Apakah simetris atau tidak, bersih atau tidak, ada benjolan atau tidak. Hal ini untuk mengetahui apakah ada tumor atau kanker.
(8)
Payudara Payudara simetris atau tidak, areola hyperpegmentasi atau tidak, putting susu
menonjol
colostrums
sudah
atau keluar
tidak, atau
belum. (9)
Perut Ada bekas operasi atau tidak, ada strie atau tidak, ada linea nigra atau linea alba atau tidak.
(10) Vulva Untuk mengetahui ada oedem atau tidak, ada varices atau tidak, ada laserasi atau tidak. (11) Anus
35
Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak. (12) Ekstremitas Ada oedema atau tidak, varices atau
tidak,
(pengeluaran
hofman
sign
pervaginam)
mengetahui
untuk
adanya
tanda
trombophlebitis. e)
Palpasi Adalah suatu tehnik pemeriksaan yang menggunakan indra peraba (Nursalam, 2008) yang meliputi pemeriksaan : (1)
Leher Ada pembengkakan kelenjar getah bening atau tidak.
(2)
Dada Ada benjolan pada payudara atau tidak.
(3)
Perut Uterus yang kenyal (pada akreta parsial),
uterus
yang
keras
(plasenta inkarserata), uterus yang cukup (plasenta akreta) (Maryunani, 2008). f)
Auskultasi Meliputi pemeriksaan jantung, apakah terdengar bunyi jantung yang tepat dan pemeriksaan pada paru, apakah ada bunyi ronchi atau wheezing.
g)
Data pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sampel mengetahui
laboratorium
darah
diperiksa
golongan
darah,
dengan untuk kadar
36
haemoglobin (Hb) dan kadar pembekuan darah. b.
Langkah II : Interprestasi data Setelah menganalisis data dengan cermat, bidan dapat menegakan diagnosis berdasarkan data, yang akan menjadi pedoman
bidan
dalam
menerapkan
tindakan.
Diagnosa
kebidanan adalah diagnosa yang dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus, anak hidup, dan keadaan hamil, bersalin, atau nifas (Maryunani, 2010). Diagnosa: P2A2 kala III dengan retensio plasenta c.
Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan mengantisifasi penanganannya. Pada
langkah
ketiga
ini
bidan
dituntut
untuk
mampu
mengantisipasi masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Diagnosa potensial pada pasien bersalin dengan retensio plasenta dapat terjadi perdarahan (plasenta inkreta dan akreta parsial), terjadi inversion uteri (plasenta akreta), dan infeksi. Oleh karena itu perlu adanya tindakan segera yang dapat dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan (Maryunani, 2008). Diagnosa potensial adalah terjadi syok haemorrage: Karena adanya perdarahan pasca persalinan. Potensial terjadi infeksi pueperium : Pada tindakan manual plasenta. Potensial terjadi inversion uteri : Pada penarikan tali pusat yang terlalu kuat (Prawihardjo, 2010). d.
Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera Mengidentifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan, pada pasien dengan retensio plasenta diperlukan adanya perbaikan
37
keadaan umum dan tindakan pengeluaran plasenta secara manual apabila traksi terkontrol gagal. (Nursalam, 2008). Dalam kasus ini antisipasi adalah perbaikan keadaan umum dan
pemenuhan
hidrasi
pasien
serta
melaksanakan
pengeluaran plasenta secara manual. Menurut Arsinah (2010) bahwa pemantauan keadaan umum, kesadaran, kontraksi uterus, dan perdarahan pasca persalinan digunakan untuk memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok. Pemantauan kontraksi uterus sangatlah penting dan perlu evaluasi lanjut setelah plasenta lahir yang berguna untuk memantau terjadinya perdarahan. Pemantauan perdarahan sangat penting untuk diperhatikan karena sangat berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu. Pada langkah ini penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus. e.
Langkah V : Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-lankah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada
langkah
ini dilakukan perencanaan
asuhan
yang
menyeluruh dan rasional meliputi : 1.
Penilaian keadaan umum, kesadaran, kontraksi uterus dan perdarahan
2.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobalah traksi terkontrol tali pusat.
3.
Berikan oksitosin kedua 10 IU secara IM.
4.
Restorasi cairan untuk megatasi hipovolemia.
5.
Lakukan plasenta manual jika traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta.
6.
Memberikan informasi mengenai keadaan terkini pasien dan memberi dukungan mental pada pasien
38
7.
Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah (perineum). (Prawihardjo, 2010)
f.
Langkah VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman. Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Dalam kondisi dimana bidan berkolaborasi, keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan bagi pasien adalah
tetap
bertanggung
jawab
terhadap
telaksananya
rencana asuhan bersama yang menyeluruh. Pada kasus ini, perencanaan asuhan dapat dilaksanakan dengan efisien dan aman, pasien bersalin ini dapat menerima asuhan dari bidan atau tim kesehatan sesuai standar kebidanan yang telah ditentukan. g.
Langkah VII : Evaluasi Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan
kebutuhan
akan
bantuan
apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana yang telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Di dalam evaluasi diharapkan memperoleh hasil (Varney, 2008)
3.
1)
Plasenta lahir lengkap.
2)
Keadaan umum baik.
3)
Tidak terjadi masalah lain.
4)
Pasien merasa nyaman.
Dokumentasi Asuhan Kebidanan Dokumentasi adalah catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan yang mencatat tentang hasil dari pemeriksaan prosedur, pengobatan pada pasien dan pendidikan pada pasien serta respon terhadapsemua asuhan yang telah dilakukan (Nursalam, 2008).
39
Alur berfikir saat menghadapi pasien meliputi 7 langkah Varney dan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu : a.
S (Subjektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data pasiesn melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney.
b.
O (Objektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil laboratorium dan uji diagnostik lain yang merumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney.
c.
A (Analisa) Menggambarkan
pendokumentasian
hasil
analisis
dan
interprestasi data subjekif dan objektif dalam suatu identifikasi : 1)
Diagnosis atau masalah potensial. a)
Diagnosa adalah rumusan dari hasil pengkajian mengenai kondisi pasien berdasrkan hasil analisa yang diperoleh.
b)
Masalah adalah segala seusuatu yang menyimpang sehingga kebutuhan pasien terganggu.
2)
Antisipasi diagnosis atau maslah potensial.
3)
Perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter konsultasi atau kolaborasi serta rujukam sebagai 2, 3 dan 4 varney.
d.
P (Penatalaksanaan) Menyusun
suatu
melaksanakan
rencana
asuhan
secara
secara efisien
menyeluruh dan
aman
dan serta
mengevaluasi keefektifan asuhan yang diberikan. Sebagai langkah 5, 6 dan 7 Varney. 4.
Kriterial Pencatatan Asuhan Kebidanan Kriterial pencatatan asuhan kebidanan (catatan perkembangan SOAP) terdapat pula dalam Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 938/Menkes/SK/VII/2007 Standar VI tentang pencatatan Asuhan Kebidanan menyatakan bahwa : a.
Pernyataan Standar
40
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan atau kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. 1)
Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Reka medis/ KMS/ status pasien/ buku KIA)
2)
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP (a)
S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa
(b)
O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan
(c)
A adalah hasil analisa, mencatatat diagnosa dan masalah kebidanan
(d)
P
adalah
penatalaksanaan
mencatat
seluruh
perencanaan, pelaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
tindakan secara
antisipatif,
tindakan
komprehensif:
segera,
penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi / follow up dan rujukan. Dari penjelasan diatas dapat digambarkan dalam skema sebagai b e r i k u t : Alur pikir bidan Proses manajemen kebidanan
7 Langkah (Varney)
Data Masalah/Diagnosa Antisipasi masalah potensial atau diagnosa lain
Pencatatan dari asuhan kebidanan Dokumen kebidanan
41
Menetapkan kebutuhan segera untuk konsultasi, kolaborasi Perencanaan Implementasi Evaluasi SOAP NOTES Subjektif Objektif Analisa data Diagnosa Plan: Konsul Tes diagnostik/Lab Rujukan Pendidikan/Konselin g Follow up
42
Gambar 2.2 Skema langkah-langkah proses manajemen [Sumber : Rukiah. 2012]
C.
Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Pasien Bersalin dengan Retensio Plasenta Konsep dasar asuhan kebidanan pada pasien bersalin dengan retensio plasenta. 1.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Varney, 2007) : S : Data Subjektif Pasien mengeluh lemah dan berkeringat dingin. O : Data Objektif a.
Keadaan Umum Keadaan umum pada pasien bersalin kala III dengan retensio plasenta yaitu sedang (Rukiah, 2012)
b.
Kesadaran Kesadaran pada pasien bersalin kala III dengan retensio plasenta yaitu composmentis (Rukiah, 2012).
c.
Pemeriksaan Tanda Vital Suhu pada pasien bersalin kala III dengan retensio plasenta 35,80C-370C. Nadi ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta yaitu 60-100 kali per menit (Maryunani, 2008).
43
Respirasi ibu bersalin kala III dengan retensio plasenta yaitu 40-60 kali per menit. d.
Pemeriksaan Fisik 1)
Mata Pada pasien dengan retensio plasenta, konjungtiva terlihat pucat karena perdarahan yang dialaminya (Prawirohardjo, 2010)
2)
Abdomen Kontraksi uterus lembek, TFU masih diatas pusat
3)
Genetalia Perdarahan cukup banyak, tidak terdapat laserasi, tali pusat nampak di vulva
A : Analisa Data Masalah atau diagnose yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Dengan data dasar kasus Retensio Plasenta dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan analisis data menjadi misalnya : P2A2 Kala III dengan Retensio Plasenta P : Penatalaksanaan Menggambarkan
pendokumentasian
dari
perencanaan
dan
evaluasi berdasarkan analisa, untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi. Menurut Rustam (2009), dalam membuat rencana tindakan diusahakan untuk memberikan kenyamanan pada ibu dan disisi lain bidan dapat melakukan observasi dan pengobatan sebagai berikut : 1)
Penilaian keadaan umum, kesadaran, kontraksi uterus dan perdarahan (Maryunani, 2008)
44
2)
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, cobalah traksi terkontrol tali pusat.
3)
Berikan oksitosin kedua 10 IU secara IM.
4)
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia
5)
Lakukan plasenta manual jika traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta.
6)
Memberikan informasi mengenai keadaan terkini pada pasien
7)
Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah (perineum).
8)
Mempersiapkan
untuk
observasi
kala
IV,
lanjutkan
pemantauan pasca tindakan :
9) D.
a)
Perdarahan
b)
Tanda-tanda vital
c)
Kontraksi uterus
d)
TFU (Tinggi Fundus Uterus)
e)
Kandung kemih
Dokumentasi
Kewenangan Bidan 1.
Landasan Hukum a.
Kewenangan kebidanan
bidan
berdasarkan
dalam
penyelenggaraan
Peraturan
Mentri
praktik
Kesehatan
(PermenKes) Nomor: 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. Hal yang berkaitan dengan pasien bersalin terdapat pada BAB III pasal 10 ayat (3) : 1)
Pasal 10 ayat Bidan
dalam
memberikan
pelayanan
dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk :
sebagaimana
45
a.
Episiotomy
b.
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c.
Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukakan
d.
Pemberian tablet Fe pada pasien hamil
e.
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada pasien hamil
f.
Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu pasien ekslusif
g.
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
h.
Penyuluhan dan konseling
i.
Bimbingan kelompok pada pasien hamil
j.
Pemberian surat keterangan kematian
k.
Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Seperti terdapat dalam 24 standar bidan pada standar 20 yaitu mengenai penanganan retensio plasenta, Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama
termasuk
plasenta
manual
dan
penanganan
perdarahan, sesuai dengan kebutuhan. b.
Mengenai pelayanan kebidanan pada ibu ibu dengan kegawatdaruratan, dalam Kepmenkes RI No.900/SK/VII/2002 pasal 16 tentang pelayanan kebidanan pada ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan (Maryunani, 2011). Disamping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bidan dalam melakukan praktik sesuai dengan kewenangan harus : 1.
Menghormati hak pasien
2.
Merujuk kasus yang tidak bisa ditangani
3.
Menyimpan
rahasia
sesuai
perundang-undangan yang berlaku
dengan
peraturan
46
4.
Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan
5.
Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan (Walyani, 2011).
E.
Pandangan Islam 1.
Kelahiran
islam
secara
tersurat
dan
tersirat
telah
dijelaskan bahwa seorang wanita boleh menjaga jarak dalam mengatur kehamilan. Menjaga dengan tujuan memberikan anak perhatian yang cukup demi kesehatan wanita itu sendiri. Mengandung dan melahirkan merupakan sebuah perjuangan yang beresiko tinggi, kelalaian dalam menjaga kesehatan dan keselamatan pasien hamil bisa berakibat fatal bahkan bisa menyebabkan seorang wanita meninggal dunia ketika hamil atau melahirkan. 2.
Persalinan dari rahim seorang pasien akan lahir generasi penerus yang akan menjaga kelestarian manusia dalam membangun peradaban. Mengingat persalinan dan masa nifas sangatlah penting, maka ketersediaan layanan berkualitas dan terjangkau
bagi
seluruh
lapisan
masyarakat
merupakan
kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi. Pelayanan dasar dan lanjutan merupakan cakupan dari pelayanan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Pelayanan dasar ditujukan untuk menangani kasus-kasus normal, sedangkan pelayanan lanjutan atau rujukan diberikan kepada mereka yang mengalami kasus-kasus beresiko, gawat darurat, dan komplikasi yang memerlukan sarana dan prasarana yang lebih lengkap sepertidi Rumah Sakit. Kedua pelayanan tersebut harus tersedia dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, baik dari aspek financial maupun teknis terkait dengan jarak dan sarana transportasi. Menurut survey penyebab langsung kematian pasien diantaanya 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan, oleh karena itu pelayanan kesehatan pasien
47
dan perjuangan pasien dalam proses kehamilan dan persalinan sangatlah berharga. Tidak semua ibu memiliki organ-organ dalam tubuh yang sempurna. Tidak semua ibu pula mengalami proses kelahiran yang normal, beberapa diantaranya dengan ketidak sempurnaan memiliki proses yang tidak normal sebagaimana seperti yang lainnya. Seperti dalam Qur’an Surat Ar-Rad Ayat 8 yang Isi nya sebagai berikut :
ِ ِ ُ َ ْ َ ُ َ ا َْ ُ ُ ُّل ُْ َ ٰ َ َ ا َ ي ُ ا ْ َْ َ ا ُ َ َ ا ۖ َ ْ َا ُ الَّل ٍ ُ ُّل َ ٍ ِْ َ ُ ِ ْ َ ا ْ َ
Artinya : “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya dan ukurannya.”(QS. Ar-Rad : 8)
DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Surat An-Nahl Ayat 78 Al-Qur’an Surat Ar-Rad Ayat 8 Asrinah dkk. (2010) Asuhan kebidanan pada masa persalinan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Chandra, B. (2009) Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan Indonesia Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. (2010) Pedoman pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Departemen Kesehatan. Etty, C.R., Mitsurya. (2013) Hubungan Pengetahuan dan Sikap Bidan tentang Retensioi dengan Penatalaksanaan Manual Plasenta Di Wilayah Kerja Puskesmas Huta Rakyat Sidikalang. Tersedia dalam http://www.sari-mutiara.ac.id [diakses 20 April 2016] Hakimi. (2010) Ilmu Kebidanan Patologi dan Psikologi Persalinan. Yogyakarta: ejentia medica. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008) Asuhan persalinan normal. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kriebs, J.M., Gegor C.K. (2011) Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney. Jakarta: EGC Maryunani, A., Puspita, E. (2009) Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta: TIM. Maryunani, A. (2008) Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Terpadu. Jakarta: TIM. Nursalam. (2008) Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Pratiwi. (2012) Retensio Plasenta. http://delvita-pratiwi.blogspot.com [diakses 23 April 2016]
64
Tersedia
dalam:
Prawirohardjo, S. (2010) Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Rukiah, AY. (2012) Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Trans Info Media. Rustam, M. (2009) Synopsis obsteri jilid 1. Jakarta: EGC. Soepardan, S. (2008) Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Sondakh., Jenny, J.S. (2013) Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: Erlangga. Sulistyawati, A., Nugraheny, E. (2010) Asuhan kebidanan pada ibu bersalin. Jakarta: Salemba Medika. Sulistyaningsih. (2011) Metodologi penelitian kebidanan kuantitatif-kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Varney, H. (2011) Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC Walyani, E.W. (2011) Ilmu Obstetri dan Ginekologi Sosial untuk Kebidanan. Jakarta: Sang Media. Zau, E., Endang, B.S. (2011) Hubungan Antara Umur dan Paritas Ibu dengan Kejadian Retensio Plasenta. Tersedia dalam http://jurnal-griyahusada.com [diakses 20 April 2016]
65